Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT tuhan yang maha esa,
karena atas berkas dan rahmatnya, kami bisa menyelesaikan makalah ini.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas kuliah, yaitu
mata kuliah HUKUM KESEHATAN. Makalah ini kami sadari sangat jauh dari
kata sempurna. Tanpa bantuan dari banyak pihak, tentunya penulisan makalah ini
yang menyita banyak energi biaya dan waktu akan sulit terselesaikan oleh karena
itu kami ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang namanya tidak
bisa kami sebutkan satu per satu atas bantuannya dalam mengerjakan makalah ini.

Akhir kata, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, jika selama


penulisan makalah ini ada salah kata atau perbuatan yang menyinggung semua
pihak. Kami berharap ALLAH SWT membalas semua kebaikan para pihak yang
telah membantu. Semoga makalah ini membawa manfaat bagi ilmu pengetahuan.
Aamiin.

Gorontalo 17 Mei 2022

Kelompok penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II Pembahasan
A. Pengertian Malpraktik
B. Hak dan Kewajiban dokter
C. Tanggung jawab dokter atas kasus malpraktik
D. Analisis Kasus
BAB III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan keperawatan menuju perkembangan keperawatan
sebagaiprofesi dipengaruhi oleh berbagai perubahan yang cepat
sebagai akibattekanan globalisasi yang juga menyentuh
perkembangan keperawatan profesional termasuk tekanan perkembangan
ilmu pengetahuan dan tehnologi k e p e r a w a t a n y a n g p a d a h a k e k a t n y a
h a r u s d i i m p l e m e n t a s i k a n p a d a perkembangan keperawatan profesional di
Indonesia (Ma’rifin Husin, 2002).Dalam menjalankan tugas keprofesiannya,
perawat bisa saja melakukan k e s a l a h a n y a n g d a p a t m e r u g i k a n
klien sebagai penerima a s u h a n keperawatan,bahkan bisa
mengakibatkan kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian,
terutama bila pemberian asuhan keperawatan tidaksesuai dengan standar
praktek keperawatan.kejadian ini di kenal dengan malpraktek. Di dalam
setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan
norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaanadanya kesalahan praktek
sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudutpandang kedua norma
tersebut. Malpraktik Medik mempunyai arti yang lebih komprehensif
dibandingkan kelalaian. Istilah malpraktik medik memang tidak diketahui secara
sempurna dalam suatu aturan Hukum Positif Indonesia. Dalam malpraktik medik
pun terdapat suatu pelayanan tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan oleh
sebab itu berimplikasi terjadinya suatu aturan ketentuan Undang – undang yang
terlanggar, sedangkan arti kelalaian lebih menitikberatkan kepada
ketidaksengajaan (culpa), kurang hati-hati, kurang teliti, acuh tak acuh, sembrono,
tak peduli terhadap kepentingan orang lain, namun akibat yang timbul memang
bukanlah tujuannya.
Pada hakekatnya kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan dalam
melaksanakan suatu profesi medis, merupakan bentuk interpretasi yang amat
penting untuk diulas secara bersama - sama, hal ini dipengaruhi karena timbulnya
kesalahan dan kelalaian yang mengindikasikan dampak merugikan. Selain tercela
dan mengurangi bentuk amanah masyarakat terhadap petugas kesehatan, juga
menimbulkan suatu kerugian terhadap pasien. Seyogyanya di dalam
menginterpretasikan suatu eksistensi pelaksanaan profesi harus diletakkan terlebih
dahulu, kesalahan dan kelalaian pengimplementasian profesi dengan berhadapan
pada kewajiban profesi. Oleh karena itu se eloknya harus juga memperhatikan
indikator – indikator seperti aspek hukum yang mendasari terjadinya suatu
hubungan hukum antara dokter dan pasien yang bersumber pada perjanjian
terapeutik atau transaksi terapeutik. Kasus malpraktik medik di lingkungan
kesehatan pada Rumah Sakit, penyebabnya tercipta karena berbagai faktor seperti
yang sudah di terangkan pada pembahasan di atas, kini penulis mengawali
pembahasan dengan mengemukakan berbagai contoh kasus – kasus yang sudah
terjadi di Indonesia mulai dari kasus di RS MULTAZAM yang ada di gorontalo
yang di alami oleh korban inisial MG yang diduga mengalami kasus malpraktik
yang dilakukan oleh dokter yang berinisial AW yang menangani operasi tersebut.
Pedoman standar profesi medis bertujuan agar tenaga medis dalam
melakukan pekerjaanya sesuai dengan Standar Profesi dan Standar Operasional
Prosedur, erat kaitannya dengan penilaian etis, tetapi penerapannya tetap
menggunakan prinsip hukum. Misalnya, ketentuan etik masyarakat menetapkan
standar tertinggi bagi praktik profesi dokter. Jadi, tidak wajib dokter yang pandai
melainkan yang telah menamatkan pendidikan kedokteran, dan berhak
menggunakan gelar dokter serta mempunyai kewenangan untuk praktik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Tanggung jawab seperti apa yang dokter berikan jika terjadi malpraktek
2. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya malpraktik
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui dan mengkaji tanggung jawab seperti apa yang diberikan jika
terjadi malpraktik
2. Untuk mengetahui dan mengkaji faktor seperti apa yang menyebabkan malpraktik
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Malpraktik
Berbagai isilah yang sering kita dengar di Indonesia misalnya malpraktek,
malapraktek, malpraktik, malapraktik dan sebagainya. Akan tetapi, istilah
menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah “malapraktik”, sedangkan menurut
kamus kedokteran “malapraktek”, tetapi jika menurut kamus hukum disebut
dengan “malpraktek”, di sini malpraktek atau istilah asingnya yang memiliki
artinya : “Malpractice” menurut Peter Salim dalam “The Contemporary English
Indonesia Dictionary” berarti perbuatan atau tindakan yang salah, malpractice
juga berarti praktek buruk”. Malpraktek adalah praktik kedokteran yang dilakukan
salah atau tidak tepat, menyalahi undang-undang dan kode etik kedokteran.
“Malpraktik dapat diartikan sebagai tindakan kelalaian, kesalahan atau kurangnya
kemampuan dokter dalam menangani seorang pasien sehingga menyebabkan
terjadinya hasil yang buruk terhadap pasien” Menurut saya malpraktek adalah
tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak sesuai dengan mestinya
atau tindakan diluar prosedur yang ada. Terjadinya malpraktek atau tidak bukan
hanya didasarkan pada hasil “buruk” yang terjadi setelah praktek kedokteran
dilakukan terhadap pasien namun berdasarkan prosedur atau bagaimana tindakan
medis dilaksanakan. Pada peraturan perundangan-undangan Indonesia yang
sekarang berlaku tidak ditemukan pengertian mengenai malpraktek yang jelas.
Akan tetapi makna atau pengertian malpraktek justru didapat di Pasal 11 ayat (1)
huruf b UU No. 6 Tahun 1963 Tentang Kesehatan (“UU Tenaga Kesehatan”)
yang berisi :
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan didalam kitab Undang-
Undang Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan lain, maka terhadap tenaga
kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan admistrasif dalam hal sebagai
berikut:
1. Melalaikan kewajiban;
2. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh tenaga
kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah
sebagai tenaga kesehatan;
3. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan,
4. Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-Undang ini.

Tetapi sekarang telah dinyatakan dihapus dan digantikan oleh UU No. 23


Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Oleh karena itu secara perundang-undangan,
menurut Syahrul Machmud ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga
Kesehatan dapat dijadikan acuan makna malpraktek yang mengindenfikasikan
malpraktek dengan melalaikan kewajiban, berarti tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan. Aspek pidana dalam suatu malpraktik medik dapat ditemui
ketentuannya dalam KUHP, Undang-Undang Kesehatan, dan UU No 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran (UU PK). Contoh pasal-pasal KUH Pidana yang
menentukan macam-macam malpraktik medik yang diancam pidana bagi
pelakunya : Menipu pasien (Pasal 378); Tindakan pelanggaran kesopanan (Pasal
290, 294, 285, 286); pengguguran kandungan tanpa indikasi medik (Pasal 299,
348, 349, dan Pasal 345); sengaja membiarkan pasien tak tertolong (Pasal 322);
membocorkan rahasia medik (Pasal 322); lalai sehingga mengakibatkan kematian
atau luka-luka (Pasal 359, 360, 361); memberikan atau menjual obat palsu (Pasal
386); membuat surat keterangan palsu (Pasal 263, 267); dan melakukan eutanasia
(Pasal 344). Contoh pasal-pasal pidana dalam UU PK: praktik tanpa surat tanda
registrasi (Pasal 75 Ayat 1); praktik tanpa surat izin praktik (Pasal 76); praktik
menggunakan gelar yang tak tepat atau palsu (Pasal 77).

A. Hak dan kewajiban dokter


Undang-undang no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 50
dan 51, hak dan kewajiban dokter :
 Hak Dokter
1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
standar profesi dan standar operasional prosedur.
2. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar
operasional prosedur.
3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan keluarganya
4. Menerima imbalan jasa.

 Kewajiban Dokter
1. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar
operasional prosedur serta kebutuhan medis.
2. Apabila tidak tersedia alat kesehatan atau tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan/pengobatan, bisa merujuk pasien kedokter/sarana kesehatan
lain yang mempunyai kemampuan lebih baik,
3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien , bahkan
setelah pasien itu meninggal dunia
4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar peri kemanusian, kecuali bila ia
yakin ada oranglain yang mampu melakukannya
5. Mengikuti perkembangan ilmu kedokteran

Undang-undang no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 50 dan


51, hak dan kewajiban pasien :
 Hak Pasien
1. Mendapatkan penjelasan lengkap tentang rencana tindakan medis yang
akan dilakukan dokter
2. Bisa meminta pendapat dokter lain (second opinion)
3. Mendapatkan pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan
4. Bisa menolak tindakan medis yang akan dilakukan dokter bila ada
keraguan
5. Bisa mendapat informasi rekam medis
 Kewajiban Pasien
1. Memberikan informasi yang lengkap,jujur dan dipahami tentang masalah
kesehatannya
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku disarana pelayanan kesehatan
4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang prima

C. Tanggung jawab dokter atas kasus malpraktik


Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat
dibedakan:
a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based on fault),
yaitu prinsip yang menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang
dilakukannya.
b. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (Presumption of
liability), yaitu prinsip yang menyatakan tergugat selalu dianggap bertanggung
jawab sampai ia dapat membuktikan, bahwa ia tidak bersalah, jadi beban
pembuktian ada pada tergugat.
c. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (Presumption of
nonliability), yaitu prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip praduga untuk
selalu bertanggung jawab, dimana tergugat selalu dianggap tidak bertanggung
jawab sampai dibuktikan, bahwa ia bersalah.
d. Prinsip tanggung jawab mutlak (Strict liability), dalam prinsip ini
menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan, namun ada
pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung
jawab, misalnya keadaan force majeur;
e. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability),
dengan adanya prinsip tanggung jawab ini, pelaku usaha tidak boleh secara
sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk mem-batasi
maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan, maka harus berdasarkan pada
perundang-undangan yang berlaku.
Tenaga kesehatan dalam hal ini dokter telah melakukan administrative
malpractice manakala dokter tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu
diketahui bahwa dalam melakukan police power pemerintah mempunyai
kewenangan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga kesehatan dalam hal ini
dokter untuk menjalankan profesinya (surat izin praktik), batas kewenangan serta
kewajibannya. Apabila aturan tersebut dilanggar, maka tenega kesehatan yang
bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi. Seperti yang
telah dijelaskan di atas bahwa malpraktik administrasi (administra-tive
malpractice) adalah apabila dokter telah melanggar hukum administrasi.
Pelanggaran tehadap hukum administrasi tersebut antara lain seperti menjalankan
praktek tanpa ijin, melakukan tindakan medis yang tidak sesuai dengan ijin yang
dimiliki, melakukan praktek dengan menggunakan ijin yang sudah daluwarsa dan
tidak membuat rekam medis. Aspek Hukum Administrasi dalam Penyelenggaraan
Praktik Kedokteran Setiap dokter/dokter gigi yang telah menyelesaikan
pendidikan dan ingin menjalankan praktik kedokteran dipersyaratkan untuk
memiliki izin. Izin menjalankan praktik memiliki dua makna, yaitu:
a. izin dalam arti pemberian kewenangan secara formil (formeele
bevoegdheid)
b. izin dalam arti pemberian kewenangan secara materiil (materieele
bevoegdheid).
Seseorang yang telah lulus dan diwisuda sebagai dokter tidak secara
otomatis boleh melakukan pekerjaan dokter. Ia harus lebih dahulu mengurus
lisensi agar memperoleh kewenangan, dimana tiap-tiap jenis lisensi memerlukan
basic science dan mempunyai kewenangan sendiri-sendiri. Tidak dibenarkan
melakukan tindakan medis yang melampaui batas kewenangan yang telah
ditentukan. Meskipun seorang dokter ahli kandungan mampu melakukan operasi
amandel namun lisensinya tidak membenarkan dilakukan tindakan medis tersebut.
Jika ketentuan tersebut dilanggar maka dokter dapat dianggap telah melakukan
administrative malpractice dan dapat dikenai sanksi administratif, misalnya
berupa pembekuan lisensi untuk sementara waktu. Secara teoritis, izin merupakan
pembolehan (khusus) untuk melakukan sesuatu yang secara umum dilarang. Bagir
Manan, menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari
penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan
melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.
Atau dengan kata lain, izin adalah suatu persetujuan dari penguasa
berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan
tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundang-undangan,
dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk
melakukan tindakan-tindakan tertentu. Sebagai contoh: dokter boleh melakukan
pemeriksaan (bagian tubuh yang harus dilihat), serta melakukan sesuatu (terhadap
bagian tubuh yang memerlukan tindakan dengan persetujuan) yang izin semacam
itu tidak diberikan kepada profesi lain. Pada hakikatnya, perangkat izin dalam
konteks praktek kedokteran menurut hukum administrasi adalah:
1. Mengarahkan aktivitas artinya, pemberian izin (formal atau material) dapat
memberi kontribusi, ditegakkan-nya penerapan standar profesi dan standar
pelayanan yang harus dipenuhi oleh para dokter (dan dokter gigi) dalam
pelaksanaan praktiknya.
2. Mencegah bahaya yang mungkin timbul dalam rangka penyelenggaraan praktik
kedokteran, dan mencegah penyelenggaraan praktik kedokteran oleh orang
yang tidak berhak.
3. Mendistribusikan kelangkaan tenaga dokter/ dokter gigi, yang dikaitkan dengan
kewenangan pemerintah daerah atas pembatasan tempat praktik dan penataan
Surat Izin Praktik (SIP).
4. Melakukan proses seleksi, yakni penilaian administratif, serta kemampuan
teknis yang harus dipenuhi oleh setiap dokter dan dokter gigi.
5. Memberikan perlindungan terhadap warga masyarakat terhadap praktik yang
tidak dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi tertentu.

Dari sudut bentuknya, izin diberikan dalam bentuk tertulis, berdasarkan


permohonan tertulis yang diajukan. Lembaga yang berwenang mengeluarkan izin
juga didasarkan pada kemampuan untuk melakukan penilaian administratif dan
teknis kedokteran. Pengeluaran izin dilandaskan pada asas.asas keterbukaan,
ketertiban, ketelitian, keputusan yang baik, persamaan hak, kepercayaan,
kepatutan dan keadilan. Selanjutnya apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi
(lagi) maka izin dapat ditarik kembali. Telah terjadi beberapa perubahan mendasar
yang berkaitan dengan perizinan di dalam UU No. 29/2004, yaitu:
a. Digunakan terminologi Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan oleh KK,
sebagai pengganti terminologi Surat Penugasan (SP).
b. Untuk mendapatkan STR pertama kali dilakukan uji kompetensi oleh organisasi
profesi (dengan sertifikat kompetensi).
c. Surat Tanda Registrasi (STR) diberikan oleh KKI dan berlaku selama lima
tahun serta dapat diperpanjang melalui uji kompetensi lagi.

D. Analisis Kasus
-kronologi kasus
Awal mula kedatangan pasangan suami istri ke rumah sakit al-multazam
karena korban inisial MGI (39) mengeluhkan haid yang kurang lancer dan nyeri
dibagian perut pada suaminya inisial YH, mereka mendatangi dokter spesialis
kandungan di rumah sakit al-multazam, dan dokter itu melakukan pemeriksaaan
dan diagnosa, setelah diagnose pasien divonis memiliki kista berukuran 5.0 dan
Miom 9.8 atau sebesar kepala bayi, mendengar hasi diagnosa itu pasangan pasutri
ini menanyakan upaya untuk menyembuhkannya. Dokter mengatakan bahwa
“penyakit itu tidak bisa diobati bahkan jika mengkonsumsi obat satu karung”,
dokter menyarankan untuk melakukan operasi, pada tanggal 16 September 2021
pasutri itu kembali mendatangi dokter untuk menentukan jadwal operasi, Waktu
operasi pun di jadwalkan pada Senin 20 September 2021 bertempat di RS
Multazam Gorontalo, dimana yang akan melakukan operasi adalah oknum dokter
itu, pada 20 September 2021 korban telah menjalani operasi tanpa ditemani oleh
pihak keluarga. Selang beberapa menit di dalam ruang operasi, oknum dokter
tersebut keluar dan menyampaikan kepada keluarga pasien bahwa Operasi Telah
Gagal “Operasi tidak dapat dilanjutkan dengan alasan telah terjadi perlengketan
usus di seluruh lapisan perut pasien. Pengangkatan penyakit miom dan kista sudah
tidak dapat dilanjutkan lagi,” jelas YH, mengulang kembali penjelasan oknum
dokter.
Saat itu, oknum dokter tersebut, menyampaikan bahwa tindakan operasi itu akan
dilanjutkan oleh dokter bedah lainnya.

“Kami sangat sayangkan pasien hanya dibiarkan dalam kondisi perut terbelah dan
yang melanjutkan jahitan operasinya ialah dokter lainnya,” jelasnya.

YH menambahkan, dokter kedua yang melakukan tindakan operasi saat itu


menyampaikan jika telah terjadi robekan pada usus pasien. Hal itu diduga
diakibatkan oleh sayatan/operasi oleh dokter sebelumnya.

Dokter bedah dan pihak RS Multazam kemudian membiarkan pasien keluar


dengan kondisi luka di perut yang tidak terjahit. Bahkan, pasien keluar tidak
diberikan resep obat apapun, mirisnya lagi, korban tidak disarankan untuk datang
ke rumah sakit lain, dan hanya disuruh berdoa.

Selanjutnya pada hari kamis tanggal 7 oktober 2021, Pasien dibawa ke RSUD
Aloei Saboe dan ditangani oleh Dokter Enrico Ambang Banua Medellu atas
inisiatif dari keluarga. Setelah dilakukan perawatan, kemudian diagendakan untuk
Operasi pada hari sabtu tanggal 9 Oktober 2021.

Tindakan operasi Dokter Enrico mengajak suami pasien ke dalam ruang operasi
dan menunjukkan secara langsung bahwa tidak ada kista sebesar 5.0 dan Miom
berukuran 9.8 sebagaimana yang disampaikan oleh dokter sebelumnya yang
melakukan operasi.

“Jadi tidak ada kista sebesar berukuran 5.0 dan Miom berukuran 9.8 sebagaimana
yang disampaikan oleh dokter pertama yang melakukan operasi,” ungkap YH.

YH melanjutkan, bahkan tidak terdapat perlengketan usus di dinding perut


sebagaimana yang disampaikan oleh dokter sebelumnya.

“Faktanya yang terjadi adalah, terdapat usus besar dan usus halus serta empedu
yang tersayat akibat operasi sebelumnya,” tegas suami Korban YH, yang
mengulangi keterangan dari dokter enrico.
-Analisis
dari kronologi di atas tidak diketahui bahwa pihak pasien menerima

Anda mungkin juga menyukai