Anda di halaman 1dari 9

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana perkembangan


atau penggunaan sejarah lisan dalam historiografi Indonesia. Berbicara tentang
sejarah lisan dapat diartikan sebagai salah satu sumber sejarah yang dilisankan
oleh manusia atau yang menjadi saksi pada saat peristiwa tersebut terjadi. Sejarah
lisan bisa berupa wawancara kepada informan, dimana sejarah lisan ini mampu
menjadi pelengkap ketika sumber tertulis sudah tidak dapat ditemukan lagi.
Meskipun sejarah lisan sempat diragukan dan banyak mendapat kritik dari para
sejarawan, namun lambat laun sejarah lisan mulai berkembang dan banyak
digunakan sebagai salah satu sumber sejarah.
Kata Kunci: Sejarah Lisan, Historiografi, Indonesia.
Abstract
This article aims to reveal how the development or use of oral history in
Indonesia historiography. Talking about oral history csn be interpreted as one of
the historical sources that were written by humans or who witnessed when the
event occurred. Oral history can be in the form of interviews with informants,
where oral history can be a complement when written sources can no longer be
found. Although oral history was doubted and received a lot of critism from
historians, gradually oral history began to develo and was widely used as a
historical source.
Keywords: Oral History, Historiography, Indonesia.

Pendahuluan
Sejarah lisan telah dikenal lama oleh umat manusia di dunia karena lisan
adalah alat komunikasi utama yang digunakan untuk mewarisi pengetahuan masa
lalu kepada generasi selanjutnya. Di dalam ilmu sejarah, muncul penilaian bahwa
sumber tertulis lebih obyektif, lebih akurat, lebih otentik, dan lebih dapat
dipercaya kebenarannya dari pada sumber lisan. Alasannya, karena sumber tulisan
bersifat tetap dari mulai ditulis hingga ditemukan dan dipergunakan oleh para
sejarawan untuk melakukan rekonstruksi masa lalu. Sebaliknya sumber lisan
bersifat tidak tetap akibat adanya penambahan atau pengurangan informasi
sehingga justru dapat menyesatkan kerja para sejarawan. Sejarah lisan telah
berkembang sejak era Herodotus, sejarawan Yunani pertama, yang telah
mengembara ke tempat-tempat yang jauh untuk mengumpulkan bahan-bahan
sejarah lisan. Sekitar 2400 tahun silam, Thucydides telah menggunakan kisah
kesaksian langsung para prajurit yang ikut dalam Perang Peloponesus untuk
menulis sejarah lisan. Walaupun pada abad ke-19 sejarah lisan sempat
mendapatkan kritikan dari Leopold von Ranke yang lebih mementingkan
dokumen tertulis sebagai sumber primer, namun sejarah lisan pada abad ke-20
mendapatkan kembali kekuatannya setelah muncul teknologi-teknologi perekam
seperti tape recorder. Dengan teknologi baru ini kegiatan wawancara dan
perekaman semakin mudah dilakukan.1
Di Nusantara para penulis hikayat juga menggunakan metode lisan untuk
memperoleh data. Ungkapan kata sahibul hikayat atau menurut yang empunya
cerita didalam sejarah tradisional memberi petunjuk bahwa bahan yang dikisahkan
itu tidak berasal dari penulis sendiri, melainkan dari orang lain dan dalam banyak
hal diperoleh secara lisan. Ilmu-imu bantu dalam penelitian sejarah mampu
membantu dalam mencari sebuah kebenaran dalam suatu peristiwa sejarah.
Sehingga dibutuhkan sumber-sumber yang valid dan kebenarannya dapat
dibuktikan. Karena dikhawatirkan jika penelitian tidak menggunakan sumber
yang valid maka penelitian tersebut kebenarannya masih diragukan dan belum
bisa dijadikan sebagai sumber untuk melalukan suatu kajian dalam penelitian.
Sehingga data-data, dokumen, arsip sangat penting bagi para sejarawan. Sumber-
sumber sejarah memiliki banyak varian dimana sumber sejarah tidak hanya
berbentuk tulisan namun juga memiliki sumber lisan. Sumber lisan dapat
dilakukan pada pelaku sejarah maupun saksi sejarah. Karena pada dasarnya
sejarah merupakan dua hal yang berbeda, dimana pelaku sejarah ialah orang yang
terlibat dalam suatu peristiwa tersebut sedangkan saksi sejarah ialah orang yang
1
Irwan Abbas. "Metode Sejarah Lisan Dan Historiografi Periode Jepang Di Pulau
Morotai" Dalam Jurnal: Metafora, Vol. 2, No. 1, November 2015 hlm. 31
melihat secara langsung suatu peristiwa walaupun ia tidak terlibat langsung dalam
peristiwa tersebut. Tetapi dua hal ini dapat dijadikan sebagai sumber primer dalam
penelitian sejarah dengan melakukan kajian atau menggunakan metode sejarah
lisan.2
Pembahasan
Pengertian Sejarah Lisan dan Perkembangannya di Indonesia
Sejarah lisan merupakan usaha merekam kenangan pengalaman-
pengalaman yang alami dan di saksikan oleh pengkisah sendiri, melalui
wawancara yang di rencanakan lebih dahulu. Keterangan-keterangan tersebut
diperoleh melaui wawancara antara pewawancara sejarah lisan dengan pengkisah.
Wawancara sejarah lisan berlainan dengan wawancara jurnalistik atau penelitian
yang isinya diharapkan untuk dipergunakan pada masa yang akan datang oleh
para peneliti. Metode sejarah lisan sangat relevant dengan usaha investarisasi dan
dokumentasi sejarah nasional, sebab yang hendak dicapai adalah keterangan yang
seluas mungkin mengenai seorang tokoh tertentu yang tidak terbatas pada satu
segi kehidupan saja.
Metode sejarah lisan sesungguhnya sudah lama digunakan. Orang yang
pertama kali menggunakan metode ini adalah Herodotus sejarawan Yunani yang
pertama. Dia mengembara ke tempat-tempat yang jauh untuk mengumpulkan
bahan-bahan sejarah lisan. Selain Herodotus, tedapat pula orang Yunani, yaitu
Thucydides. Untuk mengetahui sejarah perang Poloponesa, dia mencari kisah
kesaksian langsung para prajurit yang ikut dalam perang. Penggunaaan sejarah
lisan di Indonesia, sebenarnya juga sudah lama dilakukan. Hal ini dapat dilihat
dalam historiografi tradisional. Hal ini dapat dilihat dalam historiografi
tradisional. Ciri adanya penggunaan sejarah lisan yaitu adanya kalimat seperti
Kata Sahibul Hikayat atau Menurut yang empunya cerita dan sebagainya. Kalimat
tersebut mengandu ng arti bahwa penulis historiografi tradisional mengumpulkan

2
Namira Yasmin. "Penerapan Metode Sejarah Lisan Pada Buku Perempuan Berselimut
Konflik Karya Reni Nuryanti" Dalam Jurnal: Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial Budaya dan
Kependidikan, Vol. 8, No. 2, 2021 ISSN: 2356-0770 e-ISSN : 2685-2705 hlm. 134-135.
sumber-sumber melalui sumber lisan. Sejarah lisan menjadi suatu metode
mengalami perkembangan3
Pengertian umum ini kiranya dapat menjadi pegangan bagi kita untuk
dapat menelaah bagaimana kemudian masa lalu itu berujar dan bertindak. Setiap
peristiwa-peristiwa yang ada dimasa lalu sudah merupakan sejarah. Kembali lagi
kepada preferensi masing-masing, namun pastinya sejarah akan menjadi abadi
apabila ditulis, dan peristiwa-peristiwa yang terekam tersebut tentunya akan lebih
banyak dikenang dan diamini oleh para generasi-generasi selanjutnya. Dalam hal
ini kemudian, kita dapat mengamini bahwasanya sejarah adalah sebuah peristiwa
di masa lalu yang kemudian dituliskan. Peristiwa ini kemudian direkonstruksi
dengan berbagai macam sumber-sumber yang tersedia dan telah melewati proses
kritik guna memperoleh keabsahan peristiwa yang sedang diubah. Ada yang
bersandar kepada sumber-sumber kebendaan, ada pula yang kemudian
mendasarkan diri kepada sumber-sumber yang bersifat tulisan, yang kiranya
hampir umum orang yang menyatakan dirinya sebagai seorang sejarawan
menyandarkan diri kepada bentuk sumber tersebut, atau ada juga yang
mendasarkan diri kepada sumber yang bersifat lisan, atau bahasa sederhananya
ialah suara.4

Menggali Jejak-jejak Sejarah Lisan


Dalam studi sejarah dikenal beberapa klasifikasi sumber sejarah yang
berisi berbagai informasi tentang masa lampau. Informasi tersebut dapat dimuat
dalam berbagai macam cara yaitu: tulisan atau dokumen, gambar, lukisan, foto,
relief, maupun lisan. Di Indonesia keberadaan sumber tertulis relatif belum
optimal, salah satunya dikarenakan budaya menulis belum merupakan kebiasaan

3
Ismail Adam. "Sejarah Lisan dan Pengenalan Awal Bagi Pewawancara" Dalam Jurnal:
Adabiyah, Vol. XI, No. 2, 2011 hlm. 288.
4
Aditia Muara Padiatra. "Sejarah Lisan: Sebuah Pengantar Ringkas, (Yogyakarta:
Penerbit Buku Belaka, 2021) hlm. 6-7.
yang dianggap penting. Peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi dilingkungan
sekitar sebagian besar masih tersimpan dalam memori atau ingatan orang per
orang. Mengutamakan sumber tertulis dalam penulisan sejarah sebenarnya
merupakan hal yang biasa. Menyadari adanya kelangkaan sumber tertulis maka
perlu digalakkan pengumpulan informasi lisan melalui kegiatan sejarah lisan.
Adapun yang dimaksud sejarah lisan adalah ingatan tangan pertama yang
dituturkan secara lisan oleh para nara sumber yang diwawancarai peneliti.
Keunggulan sumber sejarah lisan dibandingkan dengan sumber-sumber sejarah
lain yang tidak lebih sebagai benda mati adalah karena berkedudukan sebagai
makhluk bernyawa, yang memiliki kesadaran dan pemikiran, yang masing-masing
memiliki karakter.
Dalam hal sejarah lisan ada upaya pengumpulan data informasi tentang
masa lampau yang diperoleh dengan melalui wawancara. Sejak abad ke-20 sejarah
lisan memperoleh kembali kekuatannya setelah adanya teknologi baru dalam
perekaman suara dengan munculnya pita kaset/ tape rekaman. Seiring dengan
kemajuan teknologi tersebut, sejarah lisan mengalami kemajuan, dimana sekarang
orang tidak harus saling bertemu untuk melakukan komunikasi, termasuk
hubungan melalui surat-menyurat semakin berkurang Dengan demikian banyak
data yang diperlukan tidak lagi dapat diketemukan dalam bentuk tertulis, oleh
sebab itu adanya upaya penelusuran sejarah lisan diharapkan menjadi salah satu
cara untuk mengatasi hilangnya data-data lisan yang sangat berharga5
Paul Thompson menjelaskan tujuan sejarah dan komunitas. Dimana ia
menjelaskan bahwa sejarah bergantung pada tujuan sosialnya, walaupun tujuan
tersebut samar. Misalnya akademisi yang mengerjakan riset pencarian fakta
tentang tempat yang jauh tanpa berupaya menghubungkan temuan-temuan mereka
dengan tafsiran-tafsiran yang lebih umum, memaksakan keutamaan teknik
keserjanaan dan pecarian pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri, Sementara
berbicara tentang sejarah lisan ialah tidak harus menjadi alat perubahan,
5
Yeni Kurniawati, dkk. "Menelusuri Sejarah Lisan Di Jawa Barat: Sebuah Langkah Awal
Dalam Upaya Menyelamatkan Sumber Sejarah" Dalam Jurnal: Historia, Vol. 3, No. 2, p-ISSN:
2620-4789 hlm. 106.
melainkan ditentukan oleh semangatnya ketika ia digunakan. Namun demikian,
sejarah lisan dapat menjadi sarana untuk mengubah muatan dan tujuan sejarah. Ia
bisa dipakai untuk mengubah fokus sejarah dan membuka wilayah-wilayah baru
penelitian. Perubahan ini muncul dari sifat metode sejarah lisan yang pada
dasarnya kreatif dan kooperatif. Layaknya sumber-sumber dokumen lainnya, tentu
saja begitu bukti lisan direkam, ia dapat digunakan oleh para akademisi
penyendiri manapun. Karena sifatnya inilah sejarah lisan secara khsusus cocok
untuk proyek penelitian sejarah. Selain itu Thompson menyatakan bahwa sejarah
lisan setua sejarah itu sendiri, dimana ia adalah jenis pertama sejarah. Salah satu
alasan mendasar kian jelas begitu memiliki cakupan sejarah lisan dalam
masyarakat yang belum mengenal baca tulis.
Thompson beranggapan mengenai bukti lisan dimana senantiasa lebih
rendah nilainya dari pada dokumen atau dapat dianggap sebagai salah satu
dokumen saja. Dalam hal ini sejarawan harus menjamin keaslian dokumen, yakni
menilai pokok apa saja yang dikandungnya, ketimbang baru menyadari pemalsuan
kemudian. Selain itu, komunikasi dianggap bahwa masyarakat dan setiap pesan
merupakan produk sosial. Karena komunikasi yang asli adalah lisan, dalam
contoh-contoh ini rekaman asli menyediakan dokumen yang paling akurat.
Sebaliknya ketika bentuk aslinya adalah tulisan, seperti halnya dalam bentuk
surat, yang tertulis mestinya rekaman yang terbaik. Sebagian dari kecakapan
sejarah lisan adalah kemampuan memahami dan menguraikan elemen-elemen dari
proses tersebut.6
Konsep Metode Sejarah Lisan

Metode sejarah lisan digunakan sebagai upaya untuk menggali hasil


rekaman daya ingat pada pelaku dan saksi sejarah. Upaya tersebut menyangkut
segala aktivitas yang dilihat dan dirasakan dapat terungkap pada saat sipeneliti
melakukan proses wawancara. Metode sejarah lisan seringkali digunakan karena
mengingat para pelaku atau saksi sejarah tidak memiliki catatan-catatan
pentingnya, sehingga mereka hanya mampu mengutarakan apa yang mereka
6
Budi Sujati. “Paul Thompson” Dalam Jurnal: Sejarah Peradaban Islam” Vol. 2, No. 2
Tahun 2018 hlm. 143-144.
saksikan. Bagi kaum kecil sumber-sumber tulisan jarang sekali diabadikan.
Singkatnya, sejarah lisan sangat memanusiakan manusia. Disisilain,sejarah lisan
pun mengajukan sebuah tantangan terhadap mitos-mitos sejarah yang telah
diterima begitu saja terhadap penilaian sewenang-wenang yang inheren dalam
tradisi lisan. Sehingga melalui kaum bawah masih dapat tergali penyaksiannya
pada suatu peristiwa. Sejarah lisan mampu menguak hal yang terpendam dan yang
tak di temukan pada sejarah tulisan. Sejarah lisan memberi kesempatan pada
korban dalam suatu peristiwa. Tidak hanya melakukan kajian terhadap kaum elit,
namun juga menguak tabir pada kaum yang termarginalkan. Para korban, pelaku
sejarah, dan saksi sejarah mampu mengeploitasikan apa yang dirasakan serta
meluapkan apa yang ingin dikatakan. Sejarah lisan dapat Didapatkan melalui
empunya cerita. Jika cerita tersebut telah menjadi cerita yang turun-temurun maka
itu sudah termasuk pada tradisi lisan. Melalui sejarah lisan mampu membawa
perasaan peneliti pada zaman dimana sipelisan mengalami kekuatan sejarah.
Selain sejarah lisan mengajarkan adanya perubahan dinamika dari waktu ke waktu
melalui wawancara yang mampu merefleksikan cara hidup sipelisan.7
Kesimpulan
Metode sejarah lisan sering kali digunakan karena mengingat para pelaku
atau saksi sejarah tidak memiliki catatan-catatan pentingnya, sehingga mereka
hanya mampu mengutarakan apa yang mereka saksikan. Bagi kaum kecil sumber-
sumber tulisan jarang sekali diabadikan. Sejarah lisan mampu menguak hal yang
terpedam dan yang tak ditemukan pada sejarah tulisan. Sejarah lisan memberi
kesempatan pada korban dalam suatu peristiwa. Tidak hanya melakukan kajian
terhadap kaum elit, namun juga menguak tabir pada kaum yang termarginalkan.

7
NamiraYasmin."Penerapan Metode Sejarah Lisan Pada Buku Perempuan Berselimut
Konflik Karya Reni Nuryanti", Dalam Jurnal: Ilmu ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan
Kependidikan Vol. 8, No. 2, 2021 ISSN: 2356-0770 e-ISSN:2685-2705 hlm. 137-139
Sejarawan dapat melakukan sejarah lisan dengan cara melakukan wawancara serta
merekam apa yang teah menjadi topik pembicaraan berdasarkan ingatan sipelisan.
Ingatan tersebut berkaitan erat dengan peristiwa yang dirasakan pada masa lalu.
Melalui sejarah lisan mampu menemukan para pelaku dan saksi sejarah yang
memiliki peranan terkecil dalam suatu peristiwa sejarah. Seperti saat ini, kita
hanya mengetahui dan mengenal para tokoh besar dalam sejarah karena namanya
yang sering di sebut-sebut.
Sejarah lisan telah dikenal lama oleh umat manusia di dunia karena lisan
adalah alat komunikasi utama yang digunakan untuk mewarisi pengetahuan masa
lalu kepada generasi selanjutnya.Di dalam ilmu sejarah, muncul penilaian bahwa
sumber tertulis lebih obyektif, lebih akurat, lebih otentik, dan lebih dapat
dipercaya kebenarannya dari pada sumber lisan. Alasannya, karena sumber tulisan
bersifat tetap dari mulai ditulis hingga ditemukan dan dipergunakan oleh para
sejarawan untuk melakukan rekonstruksi masa lalu. Sebaliknya sumber lisan
bersifat tidak tetap akibat adanya penambahan atau pengurangan informasi
sehingga justru dapat menyesatkan kerja para sejarawan.

Daftar Pustaka
Aditia Muara Padiatra. "Sejarah Lisan: Sebuah Pengantar Ringkas, (Yogyakarta:
Penerbit Buku Belaka, 2021) hlm. 6-7.

Budi Sujati. “Paul Thompson” Dalam Jurnal: Sejarah Peradaban Islam” Vol. 2,
No. 2 Tahun 2018 hlm. 143-144.

Irwan Abbas. "Metode Sejarah Lisan Dan Historiografi Periode Jepang Di Pulau
Morotai" Dalam Jurnal: Metafora, Vol. 2, No. 1, November 2015 hlm. 31
Ismail Adam. "Sejarah Lisan dan Pengenalan Awal Bagi Pewawancara" Dalam
Jurnal: Adabiyah, Vol. XI, No. 2, 2011 hlm. 288.

Namira Yasmin. "Penerapan Metode Sejarah Lisan Pada Buku Perempuan


Berselimut Konflik Karya Reni Nuryanti" Dalam Jurnal: Ilmu-ilmu
Sejarah, Sosial Budaya dan Kependidikan, Vol. 8, No. 2, 2021 ISSN:
2356-0770 e-ISSN : 2685-2705 hlm. 134-135.

Yeni Kurniawati, dkk. "Menelusuri Sejarah Lisan Di Jawa Barat: Sebuah Langkah
Awal Dalam Upaya Menyelamatkan Sumber Sejarah" Dalam Jurnal:
Historia, Vol. 3, No. 2, p-ISSN: 2620-4789 hlm. 106.

Anda mungkin juga menyukai