Anda di halaman 1dari 44

Muhd Yusuf Ibrahim. (2009). Ilmu Sejarah: Falsafah, Pengertian, dan Kaedah.

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka

Sejarah perkembangan perkaedahan sejarah (Ms146)

Louis Gottschalk telah memberikan sedikit gambaran tentang sejarah


pengkaedahan sejarah itu. Menurut beliau sejarah telah bermula sejak awal lagi,
iaitu sejak para sejarawan Yunani purba menghasilkan karya pensejarahan
masing-masing. Tokoh utama dalam hal ini ialah Thucydides, sejarawan yang
bersungguh-sungguh memberitahu pembacanya bagaimana beliau
menghimpunkan bahan-bahan dan apakah ujian-ujian yang dilakukan bagi
mengasingkan yang benar dari yang palsu. …….

…………

Sebagai suatu proses, kaedah sejarah itu mempunyai peraturan dan tatacranya
yang tertentu pula. Kadangkala peraturan dan tatacara itu dianggap sebagai
teknik-teknik bagi penyelidikan sejarah. Malah Garraghan menyamakan istilah
teknik itu dengan kaedah sejarah itu sendiri. Bagaimanapun, yang penting
difahami ialah peraturan dan tatacara itu adalah langkah-langkah yang
diwujudkan serta dilaksanakan oleh sejarawan dalam melaksanakan
penyelidikan sejarah.

Pengertian Sejarah Lisan

• Sejarah Lisan Dan Tradisi Lisan


Sejarah lisan pada dasarnya berbicara tentang sesuatu yang baru tapi lama.
Akan tetapi, secara materi, dalam kedudukannya sebagai sumber sejarah,
sejarah lisan merupakan barang lama yang sama tuanya dengan sejarah itu
sendiri.

Berikut kami uraikan beberapa pengertian sejarah lisan menurut para ahli,
diantaranya:

1. Sartono Kartodirdjo (1991) merumuskan sejarah lisan sebagai cerita-cerita


tentang pengalaman kolektif yang disamapaikan secara kolektif.

2. Cullom Davis, et,.al. (1977) mengartikan sejarah lisan sebagai a branch of


historical research.

3. A. Adaby Darban (1988) mengartikan sejarah lisan sebagai sumber sejarah


yang terdapat di kalangan manusia yang mengikuti kejadian atau menjadi saksi
atas suatu kejadian masa lampau, diuraikan dengan lisan.

4. A. B. Lapian (1981) mengatakan bahwa di Amerika Serikat sejarah lisan


dipahami sebagai rekaman pita (tape recording) daripada wawancara tentang
peristiwa atau hal-hal yang dialami oleh pengkisah (interviewee) atau lebih tepat
lagi rekaman pada pita kaset tentang pengalaman-pengalaman yang masih
diingat oleh pengkisah.

5. A. Gazali Usman (1983) memberikan definisi sejarah lisan sebagai rekaman


pita dari wawancara tentang peristiwa yang dialami oleh pengkisah. Dengan
demikian, isi pita rekaman berupa wawancara antara pewawancara (interviuwer)
dengan pengkisah.

Jadi, dengan banyaknya pengertian sejarah lisan tersebut, maka tampaklah


keseragaman dalam melihat muatan utama sejarah lisan, yakni memori atau
ingatan manusia. Dengan demikian, tanpa adanya ingatan manusia tidak
mungkin ada sejarah lisan. Sebaliknya, tidak mungkin ada sejarah lisan tanpa
ada ingatan manusia. Sehingga jelas bahwa sejarah lisan pada dasarnya
merupakan rekonstruksi visual atas berbagai peristiwa sejarah yang benar-benar
terjadi yang terdapat di dalam memori setiap individu manusia.

• Tradisi Lisan (Oral Traditional)

Tradisi lisan dipahami sebagai kesaksian lisan yang dituturkan secara verbal dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Artinya bukan hanya kesaksian lisan yang
benar-benar terjadi pada peristiwa sejarah, akan tetapi bisa jadi hanyalah
tentang tradisi-tradisi yang berkembang di tengah masyarakat. Tradisi lisan
demikian dalam batas-batas tertentu dapat diidentikan dengan folklor, khususnya
folklor lisan (verbal folklor) dan folklor sebagian lisan (partly verbal folklor).

Menurut James Danandjaja (1997), folklor adalah sebagian kebudayaan suatu


kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun diantara kolektif macam apa
saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk tulisan
maupun alat pembantu pengingat (mnemonic device).

Folklor lisan dipahami sebagai folklor yang bentuknya memang murni lisan. Jan
Harold Brunvand membagi tiga bentuk folklor, di antaranya:

1. Lisan

2. Sebagian lisan

3. Bukan lisan atau non verbal folklor.

Folklor lisan merupakan yang paling dekat dengan tradisi lisan. Beberapa bentuk
folklor lisan; pertama, bahasa rakyat, seperti logat, julukan, pangkat tradisional
dan titel kebangsawanan; Kedua, ungkapan tradisional, seperti, peribahasa,
pepatah, dan pemeo; ketiga, pertanyaan tradisional, seperti, teka-teki; keempat,
puisi rakyat, seperti, pantun, gurindam, dan syair; kelima, cerita prosa rakyat,
seperti, mite, legenda dan dongeng; keenam, nyanyian rakyat. Dan yang serring
diidentikan dengan tradisi lisan tidak lain adalah cerita prosa rakyat, baik mite,
legenda, maupun dongeng.
Folklor sebagian lisan dapat diartikan sebagi folkor yang bentuknya merupakan
campuran unsur lisan dan bukan lisan. Misalnya kepercayaan masyarakat yang
bersifat takhayul, percaya kepada hal-hal gaib; seperti batu-batuan atau benda-
benda yang dianggap berhasiat. Selain itu yang dikelompokkan ke dalam folklor
sebagian lisan adalah permaian rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat istiadat,
upacara dan pesta rakyat.

• Sejarah Lisan sebagai Sumber Lisan

Sebagai salah satu bentuk sumber lisan, sejarah lisan haruslah digali secara
“sengaja”, terencana, dan tersistematisasikan. Ole3h karena itu, sejarah lisan
harus benar-benar digali dengan penuh kesadaran dan penuh perencanaan.

Menurut Taufik Abdullah (1982) pada dasarnya sejarah lisan dapat dibedakan
dalam tiga corak, yakni sastra lisan, pengetahuan umum tentang sejarah, dan
kenangan pribadi. Sastra lisan meskipun tidak bisa diharapkan terlalu banyak
untuk membantu rekonstruksi suatu peristiwa tetapi dengan pengetahuan
antropologis yang memadai akan memungkinkan penelitian sejarah untuk
mengetahui atau setidaknya menyadari dunia nilai dan dunia makna dari
masyarakat yang diteliti. Pengetahuan umum tentang sejarah pada dasarnya
merupakan bentuk perspsi sosial tentang hari lampau. Kenangan pribadi adalah
corak sejarah lisan yang relatif paling memenuhi syarat sebagai sumber sejarah
atau dengan kata lain merupakan sejarah lisan yang otentik, yang akan lebih
langsung membantu penelitian sejarah saat melakukan rekonsruksi.

Ingatan adalah proses, bukan keadaan menetap. Sebagai suatu proses, ingatan
pada dasarnya dimulai ketika sesuatu yang akan diingat itu dipelajari atau
dialami. Maka setelah itu mengalami proses penyimpanan (storage). Dalam
kaitannya dengan penggalian sejarah lisan, ingatan yang tersimpan dalam
storage itulah yang harus dikeluarkan, dikisahkan atau dikenang secara aktif.

Berpijak pada pengertian bahwa sejarah lisan adalah peristiwa-peristiwa sejarah


terpilih yang terdapat di dalam ingatan-ingatan hampir setiap individu manusia
maka secara kuantitatif, materi sejarah lisan sebagi sumber lisan dapat
dikatakan hampir tak terbatas. Artinya, banyak tidaknya sejarah lisan untuk suatu
peristiwa sejarah yang akan direkonstruksi pada dasarnya akan ditentukan oleh
“sosok” atau “kebesaran” peristiwanya itu sendiri.

BAB III

Guna Sejarah Lisan

Kuntowijoyo (1995) mengatakan bahwa sejarah di samping memiliki guna


intrinsik juga memiliki guna ekstrinsik. Guna intrinsik sejarah memiliki empat hal;
sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai mengetahui masa lalu, sejarah sebagai
pernyataan pendapat dan sejarah sebagi profesi.

Sementara itu, guna ekstrinsik sejarah juga mencakup empat hal; fungsi
pendidikan (moral, penalaran, politik, kebijakan, perubahan, masa depan,
keindahan, dan ilmu bantu), latar belakang, rujukan, dan bukti.

T. Ibrahim Alfian (1985) menyatakan bahwa ada tiga guna sejarah. Pertama,
untuk melestarikan identitas kelompok dan memperkuat daya tahan kelompok
bagi kelangsungan hidup. Kedua, untuk mengambil pelajaran dan teladan dari
peristiwa-peristiwa di masa lalu. Ketiga, sejarah dapat berfungsi sebagi sarana
pemahaman mengenai makna hidup dan mati atau mengenai tempat hidup
manusia di atas muka bumi ini.

Guna pertama sejarah lisan dalam kaitannya dengan rekonstruksi sejarah,


sejarah lisan dapat berguna sebagi sumber pelengkap di antara sumber-sumber
sejarah lainnya. Artinya sebagi penambah dari keterkurangan sumber tertulis di
dalam melakukan rekonstruksi sejarah. Sehingga peran sejarah lisan ini menjadi
ciri khas, manakala mampu memberi suatu pelengkap terhadap rekonstruksi
sejarah yang menjadi lebih “hidup”.
Sebagaimana Taufik Abdullah (1982) mengatakan, bila dikerjakan dengan baik,
sejarah lisan tidak saja akan mampu mengisi kekurangan dari sumber-sumber
tertulis dalam usaha merekonstruksi suatu peristiwa tetapi juga akan mampu
memberi suasana (sphere) dari periode yang diteliti. Dengan cara itu,
humanisasi studi sejarah dapat dilanjutkan.

Sejarah lisan menjadikan sejarah menjadi memasyarakat dan dimiliki banyak


orang atau dalam bahasa Paul Thompson (1978), sejarah lisan mampu
mengembalikan sejarah kepada masyarakat serta menjadikan sejarah lebih
demokratis.

Guna kedua sejarah lisan dalam kaitannya dengan rekonstruksi sejarah, sejarah
lisan dapat menjadi sumber sejarah satu-satunya. Artinya jika sumber tertulis
tidak memadai, bahkan tidak sama sekali maka peran sejarah lisan dapat
dimainkan. Akan tetapi, keberadaan seperti itu di dalam merekonstruksi sejarah
harus disikapi secara jauh lebih kritis.

Guna ketiga sejarah lisan adalah memberikan semacam discovery atau ruang
kepada sejarawan untuk mengembangkan penelitian di masa depan. Misalnya
realitas perkembangan kontemporer telah memperlihatkan semakin
berkurangnya tradisi tulis di tengah masyarakat serta budaya tulis di atas media
kertas.

Perkembangan kontemporer seperti itu akan memberikan dampak kepada


hilangnya jati diri sumber tertulis. Karena semakin jauh dari tradisi tulis dan
bahkan bukan tidak mungkin akan memupus budaya kertas (paper culture).
Maka jelas perlahan tapi pasti akan menjadi musibah besar bagi sejarah.
Padahal, sumber tertulis begitu melekat dengan sejarah dan ketiadaannya
sumber tertulis bagi sebagian orang dapat berarti berakhirnya “usia” sejarah.

Namun, permasalahan seperti itu tidak perlu dan tidak mesti dikhwatirkan lagi
karena semuaanya bisa teratasi dengan adanya sejarah lisan. Tegasnya,
sejarah lisan akan ma
mpu melakukan rekonstruksi berbagai sejarah di masa depan, termasuk
bilamana peristiwa sejarah tersebut tidak menyisakan sumber tulisan.

Dalam guna ketiga inilah, sebagaimana dikatakan Kuntowijoyo (1994),


setidaknya ada tiga sumbangan besar yang diberikan sejarah lisan terhadap
pengembangan sunstansi penulisan sejarah, di antaranya:

1. Kekontemporeran sifat yang dimiliki sejarah lisan membuka kemungkinan


yang hampir tak terbatas untuk dapat menggali sejarah dari para aktor sejarah.

2. Sejarah lisan memberikan luang bagi tampilnya para aktor sejarah yang tidak
tertulis dalam dokumen.

3. Sejarah lisan membuka kemungkinan bagi perluasan permasalahan sejarah


karena sejarah tidak lagi dibatasi oleh dokumen tertulis.

http://wwwdenybelajarmenulis.blogspot.com/2010/03/definisi-sejarah-lisan.html

http://egg-animation.blogspot.com/2012/03/sejarah-lisan-pengertian-teori-dan.html

(INDON ) Pengertian Sejarah Lisan dan Fungsi Sejarah Lisan dalam Metodologi
Sejarah

Pengertian Sejarah Lisan.

Sejarah Lisan merupakan usaha untuk merekam seluruh kenangan dari si pelaku
sejarah, agar semua aktifitas yang dilakukannya, yang dilihatnya dan
dirasakannya dapat terungkap melalui proses wawancara dengan segala nuansa
yang muncul dari aspek peristiwa sejarah. Wawancara sejarah lisan agak
berbeda dengan wawancara jurnalistik, sebab ada persiapan metodologis yang
secara kritis dilakukan, pemilihan topik-topik tertentu, kajian pustaka dan
dokumen-dokumen yang terkait serta pedoman wawancara.
Termasuk juga seleksi yang ketat terhadap orang yang akan diwawancarai
(pengkisah) dan terhadap apa-apa yang diceritakannya. Karena itu ruang lingkup
mereka harus lebih luas dari pada yang dibutuhkan untuk pemakaian langsung
atau khusus. Sejarah lisan merupakan salah satu dari sumber-sumber sejarah,
karena ada sumber tertulis dan ada sumber lisan.

Sejarah lisan berbeda dengan tradisi lisan. Sejarah lisan sebagai sumber sejarah
yang dilisankan, penulisan berdasarkan cerita yang diungkapkan oleh pengkisah
yang mengalami, menjadi saksi, mengikuti berbagai peristiwa sejarah pada
jamannya dan hanya satu generasi saja. Jadi lebih banyak pengalaman tokoh
yang bersangkutan dalam peristiwa sejarah.

Tradisi lisan ruang lingkupnya lebih luas daripada sejarah lisan. Dalam hal ini
tradisi lisan merupakan pengalaman-pengalaman kolektif suatu masyarakat/
bangsa yang menunjuk pada kejadian-kejadian/ peristiwa-peristiwa dimasa itu,
sehingga dipengaruhi oleh jiwa jaman. Tradisi lisan lebih mengarah pada hal-hal
yang statis dan bersifat mitos dan lebih banyak pada hal-hal yang bersifat
budaya.

Tradisi lisan merupakan suatu cerita rakyat yang diungkapkan secara lisan dan
berlangsung secara turun temurun, ada pewarisan dari satu generasi ke
generasi lainnya. Pengkisah tidak terikat dengan peristiwa itu sendiri dan bukan
pelaku atau penyaksi dari peristiwa yang di ceritakan. Sebagai ilustrasi mungkin
kita dapat lihat dari cerita tentang Djoko Tingkir atau Pangeran Samber Nyawa di
daerah Jawa.

Posisi Sejarah Lisan Dalam Metodologi Sejarah


Dalam kajian sejarah, sejarah lisan sebenarnya merupakan salah satu teknik
atau metode pengumpulan data sejarah, namun bersumber pada informasi lisan,
bukan sumber tertulis.

Pendekatan/ teknik pengumplan data sejarah dengan lisan tergolong baru untuk
kajian-kajian sejarah modern, namun sesungguhnya historiografi tradisional
bersumber dari tradisi lisan.

Pada dasarnya teknik/ metode sejarah lisan tidak berbeda dengan teknik/
metode sejarah yang menggali sumber-sumber sejarah tertulis dengan kritik
intern dan ekstern. Rekonstrusi sejarah diperoleh melalui proses penyusunan
kembali fakta-fakta sejarah sebagai aktualitas yang sebenarnya menjadi sejarah
yang ditulis atau disusun secara tertulis, yang selama ini kita kenal dengan
Historiogarafi. Jika teknik konvesional mengungkapkan aktualitas sejarah melalui
sumber-sumber tertulis maka dalam sejarah lisan aktualitas sejarah diperoleh
dari sumber lisan dengan membangkitkan kembali ingatan pelaku-pelaku
sejarah.

Proses penggarapan sejarah lisan seperti yang berlaku dalam penggarapan


sejarah untuk kajian sejarah modern, yakni menggunakan kerangka teoritis
metodologis dan metode sejarah kritis dengan dua tahap :

1.) Tahap analisis evidensi, mencari bukti-bukti dari sumber lisan untuik
menyusun fakta-fakta.

2.) Tahap sintesis fakta dalam rekonstruksi sejarah dalam bentuk penulisan
sejarah tertulis.

Secara sederhana dapat dilihat dalam gambaran berikut dibawah ini :

Fungsi Sejarah Lisan Dalam Metodologi Sejarah.

Teknik/ metode sejarah lisan merupakan suatu pengembangan dan


penyempurnaan dari penelitian sumber-sumber sejarah tertulis, seperti dokumen
dan catatan-catatan resmi peristiwa sejarah yang dapat melengkapi penulisan
sejarah dengan nuansa-nuansa peristiwa sejarah yang tidak bisa secara lengkap
ditampilkan oleh data tertulis. Sejarah lisan lisan disatu sisi sebagai metode
(proses) namun disisi yang lain juga sebagai produk (hasil) yang berupa data
tertulis, karena telah ditranskripkan atau penulisan-penulisan sejarah yan bersifat
monolog seperti biografi.

Sejarah lisan diperlukan bukan hanya untuk masyarakat yang tidak mempunyai
kebiasaan merekam sumber tertulis, namun juga sangat dibutuhkan bagi
penyusunan sejarah kontemporer seperti yang sudah dikatakan diatas terutama
sesudah Perang Dunia II dan masa revolusi. Khususnya bagi rekonstruksi
sejarah Indonesia kontemporer, penggunaan teknik sejarah lisan sangat penting.
Sebab para pelaku sejarah tersebut masih hidup, sehingga dapat melengkapi
khasanah sumber-sumber sejarah bagi penulisan sejarah.

Disamping itu sejarah lisan juga dapat digunakan untuk berbagai jenis penulisan
sejarah seperti sejarah politik, sejarah ekonomi, sejarah kebudayaan, sejarah
sosial termasuk penulisan sejarah lokal dan sejarah nasional.

Secara metodologi ada keterbatasan dari metode sejarah lisan yaitu tidak dapat
menggali sumber sejarah dalam rentang waktu yang lama. Oleh sebab itu yang
paling tepat penggunaan sejarah lisan pada rentangan waktu yang dekat dengan
kita, karena pelaku sejarahnya masih hidup, dan sejarah lisan hanya mampu
mengungkapkan pengalaman-pengalaman seseorang yang sifatnya sangat
individual. Disamping keterbatasan itu, sejarah lisan mempunyai kelebihan yang
tidak dapat diperoleh dari dokumen tertulis. Sejarah lisan dapat menangkap
tema-tema tertentu yang muncul dari sejarah yang tidak dapat diungkapkan oleh
dokumen-dokumen tertulis. Sejarah lisan lebih bersifat populis, sehingga dapat
mencapai kehidupan sosiokultural pada masyarakat kelas bawah.

Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang tidak terbiasa dengan budaya tertulis,
sementara itu sumber tertulis juga masih langka, maka penggunaan sejarah lisan
bagi rekonstruksi sejarah sosial menjadi sangat penting. Apalagi dengan makin
berkurangnya para pelaku sejarah sebab umur manusia terbatas dan belum
lengkapnya rekonstruksi sejarah Indonesia secara nasional ataupun lokal.
Pengalaman sejarah masyarakat di masa kolonial, Jepang dan Revolusi serta
Pasca Revolusi merupakan sumber sejarah yang harus digali. Pengalaman
sejarah tersebut hampir sebagian besar berada dalam ingatan para pelaku dan
penyaksi peristiwa sejarah. Untuk itu perlu digali, dipahami dan disusun kembali
melalui penulisan sejarah dengan menggunakan metode sejarah lisan.

Perangkat Teknis Dalam Penelitian Sejarah Lisan.

Dalam mengungkapkan sumber sejarah lisan tetap digunakan prosedur dan


kerangka teoritis/ metodologis dari penelitian sejarah dengan proses evidensi
dan sintesis termasuk kritik sumber. Dengan demikian terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam proses penelitian denan menggunakan metode
sejarah lisan.

Pertama : Terhadap sumber sejarah lisan (pengkisah) diperlukan seleksi kritis


agar memperoleh informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Untuk itu perlu diteliti lebih dahulu kondisi pribadi dan mentalitas sumber,
mungkin lemah ingatan atau pribadi pembual, sekaligus memperhatikan usia
pengkisah yang disesuaikan dengan kurun waktu dari topik yang
dipermasalahkan.

Kedua : Persiapan peneliti terhadap topik yang akan diteliti, dengan mengadakan
kajian pustaka yang lengkap dan komprehensif, membuat kerangka
permasalahan yang akan dikerjakan. Setelah itu buat pedoman wawancara yang
disesuaikan dengan masalah yang akan diteliti.

Ketiga : Teknis peralatan wawancara meliputi perankat yang dibutuhkan untuk


wawancara sejarah lisan antara lain ; tape recorder, kaset, peralatan tulis, buku
catatan dan juga peralatan lainnya seperti kamera, film, baterai dan lain-lain.

Keempat : Persiapan lapangan perlu diperhatikan dengan seksama, karena


harus disiapkan observasi awal untuk mengetahui kondisi lokasi agar sesuai
dengan topik wawancara. Kemudian menghubungi sumber (pengkisah) untuk
menentukan waktu wawancara dan tempat wawancara, termasuk juga persiapan
izin dari yang berwenang jika diperlukan.

Hal-hal lain yang diperlukan antara lain fokus wawancara, pengetahuan bahan-
bahan tertulis dan penggunaan bahasa, sikap pewawancara dan suasana
lingkungan yang penuh keakraban, simpati serta penuh perhatian terhadap apa
saja yang diceritakan. Dalam proses sejarah lisan lebih banyak memberikan
kesempatan kepada pengkisah untuk berbicara dan jangan sekali-sekali
memotong pembicaraan.

Daftar Pustaka

Barzum, Jacques and Henry F Graff. The Modern Researcher. New York:
Harcourt Brace Jovanovich Inc, 1977.

Baum, Willa K. Sejarah Lisan Untuk Masyarakat Sejarahwan Setempat. Jakarta:


Arsip Nasional RI, 1982.

Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Yogya: Tiara Wacana, 2003

Huen, P. Liem Pui (ed). Sejarah Lisan di Asia Tenggara. Teori dan Metode.
Jakarta: LP3ES, 2000.

Thompson, Paul. The Voice of the Past: Oral History. New York: Oxford
University Press, 1978.

http://willy-masaubat.blogspot.com/2012/03/pengertian-sejarah-lisan-dan-fungsi.html

Pengertian Penelitian Sejarah Lisan

-->

( INDON )Sejarah lisan adalah pencarian sumber-sumber berdasarkan pada


sumber lisan atau disebut oral history.Metode ini sesungguhnya sudah lama
digunakan.Orang pertama yang menggunakan metode ini adalah
Herodotus,yaitu sejarawan Yunani yang pertama.Dia mengembara ke tempat-
tempat yang jauh untuk mengumpulkan bahan-bahan sejarah lisan.Selain
Herodotus,terdapat pula Thucydides yang mencari kisah kesaksian langsung
para prajurit yang ikut berperang dalam perang Poloponesa.

Penggunaan sejarah lisan di Indonesia dapat dilihat di Historiologi tradisional.


Ciri adanya penggunaan sejarah lisan yaitu adanya kalimat “Kata Sahibul
Hikayat”, atau “Menurut yang empunya cerita”, dan sebagainya.kalimat tersebut
mengandung arti bahwa penulis historiografi tradisional mengumpulkan sumber-
sumber melalui sumber lisan.

A. Kelebihan Sejarah Lisan

1. Pengumpulan data dalam sejarah lisan dilakukan dengan komunikasi dua


arah sehingga memungkinkan sejarawan menanyakan bagian yang kurang jelas
kepada narasumber

2. Penulisan sejarah menjadi lebih demokratis karena memungkinkan


sejarawan untuk menggali informasi dari semua golongan masyarakat

3. Melengkapi kekurangan data atau informasi yang belum termuat dalam


dokumen.Penelitian sejarah lisan yang dipadukan dengan sumber tertulis
dianggap dapat melengkapi kekurangan sumber-sumber sejarah selama ini

B. Kekurangan Sejarah Lisan

1. Terbatasnya daya ingat seorang pelaku atau saksi sejarah terhadap suatu
peristiwa

2. Subjektivitas dalam penulisan sejarah masih sangat tinggi.Dalam hal ini


perasaan keakuan dari seorang saksi dan seorang pelaku sejarah yang
cenderung memperbesar perannya dan menutupi kekurangannya sering muncul
dalam proses wawancara.Selain itu, sudut pandang dari masing-masing pelaku
dan saksi sejarah terhadap suatu peristiwa sering kali berbeda
3. Keterangan dari para saksi sejarah tentang suatu peristiwa belum dapat
dianggap sebagai suatu keterangan yang lengkap.Karena saksi hanya terfokus
pada peristiwa itu terjadi tanpa mengetahui atau melihat latar belakang terjadinya
suatu peristiwa.Untuk mendapatkan informasi yang seimbang mengenai suatu
peristiwa sejarah maka penelitian sejarah lisan harus dilakukan dengan
melakukan wawancara.

Dalam praktik wawancara simultan,yakni wawancara secara sekaligus terhadap


sejumlah pelaku yang mengalami peristiwa yang sama.Dengan cara ini dapat
diperoleh hasil dua hasil yang tidak tercapai dengan wawancara
perseorangan.Pertama para pelaku itu saling membantu mengingat berbagai
unsur peristiwa yang mereka alami.Kedua,secara sekaligus kita dapat
mencocokkan berbagai data yang diajukan oleh pelaku karena setiap pelaku
mempunyai persepsi yang berbeda-beda.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penelitian sejarah lisan:

A. Sumber berita dari pelaku sejarah

Pelaku merupakan unsur utama yang berperan dalam peristiwa sebab para
pelaku tahu persis latar belakang terjadinya peristiwa tersebut,apa yang
terjadi,sasaran dan tujuan,serta mengapa terjadi dan siapa saja
pelakunya.Metode wawancara kepada pelaku sejarah merupakan metode yang
paling tepat untuk mengungkapakan dan memaparkan suatu peristiwa.Ada
beberapa cara dalam pengumpulan informasi lisan melalui Teknik wawancara:

1. Pemilihan narasumber :Adanya seleksi individu untuk diwawancarai guna


memperoleh informasi yang akurat

2. Harus ada Pendekatan pada narasumber

3. Mengembangkan suasana lancar dalam wawancara dengan pertanyaan


yang jelas,tidak berbelit dan menghindari pertanyaan yang menyinggung
perasaan
4. Mempersiapkan pokok-pokok masalah yang akan ditanyakan dengan
sebaik-baiknya agar memperoleh data yang lengkap dan akurat

* Metode Dalam wawancara Langsung

1. Wawancara Dilakukan dengan pertanyaan acak dan jawaban tidak


ditentukan(pertanyaan terbuka).

2. Wawancara Dilakukan dengan mengajukan pertanyaan dengan jawaban


yang telah ditentukan (pertanyaan tertutup).

3. Wawancara Dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terlebih


dahulu,kemudian responden menjawab satu per satu.

4. Wawancara Dilakukan dengan mengajukan suatu pertanyaan,kemudian


responden langsung menjawab.

5. Wawancara Dilakukan dengan menggunakan tape recorder yang dapat


menyimpan kesaksian pelaku atau saksi lisan tersebut.

B. Sumber berita dari saksi sejarah

Saksi sejarah adalah orang yang menyaksikan atau melihat suatu peristiwa
sejarah namun bukan pelakunya.para saksi tidak bias melihat secara utuh dan
detail suatu peristiwa sebab ia hanya sekedar mengetahui suatu peristiwa,tetapi
tidak seluruhnya.Oleh karena itu,keterangan dari para saksi perlu didukung oleh
data lain yang memperkuat bukti peristiwa sejarah.

C. Sumber berita dari tempat kejadian peristiwa sejarah

Masalah tempat sering mempunyai kaitan dalam sebuah


peristiwa.Misalnya,peristiwa rengasdengklok,penyusunan teks proklamasi,dan
tempat proklamasi.Tempat tersebut menjadi saksi sejarah yang mampu menjadi
sumber sejarah lisan

D. Latar belakang peristiwa sejarah


Latar belakang Ini termasuk hal terpenting dalam menelusuri jalannya peristiwa
bersejarah.Tanpa adanya latar belakang tidak mungkin suatu peristiwa terjadi

. E.Pengaruh dan akibat peristiwa sejarah

Peristiwa sejarah mau tidak mau meninggalkan akibat yang mempengaruhi


kehidupan masa berikutnya.Sebagai contoh peristiwa dibomnya Hiroshima dan
Nagasaki yang menimbulkan trauma bagi penduduk Jepang.

http://dynastory27.blogspot.com/2012/11/pengertian-penelitian-sejarah-lisan.html

KEPENTINGAN SEJARAH LISAN

Di Malaysia, serupa juga di negara-negara lain, cerita-cerita dan pengalaman


zaman lampau akan lenyap dengan cepatnya. Lebih-lebih lagi pada masa
sekarang di mana manusia boleh berhubung dengan cepat melalui telefon, faks,
email atau bertemu muka, tradisi menulis surat-surat yang panjang,
penyimpanan catatan-catatan harian dan persediaan memo yang lengkap sudah
menjadi kurang mustahak. Dalam keadaan seperti ini, Sejarah Lisan boleh
menentukan supaya tidak semua perkembangan-perkembangan dilupai atau
hilang sebagai bukti sejarah.

Satu daripada kelemahan yang besar di dalam usaha untuk menulis semula
sejarah Malaysia ialah kekurangan sumber-sumber sejarah yang asal. Misalnya
bagi sejarah negeri-negeri Melayu. Cuma beberapa negeri sahaja yang
mempunyai sumber-sumber asli yang berkaitan dengan perkembangan sejarah
negeri tersebut, tetapi itupun hanya terhadap kepada kurun yang ke-19 sahaja.
Masalah ini lebih serius kerana di Malaysia tidak terdapat satu tradisi menyimpan
catatan harian, menulis dokumen-dokumen yang lain atau menulis riwayat hidup.
Di dalam hal ini Sejarah Lisan boleh memainkan peranan yang besar dalam
memelihara dan menambahkan sumber-sumber yang ada untuk Sejarah
Malaysia di abad ini.
Di dalam usaha untuk memajukan penulisan sejarah Malaysia tidak semestinya
penulisan ditumpukan kepada tokoh-tokoh ternama dan peristiwa-peristiwa
utama yang berlaku di sesuatu zaman. Sesungguhnya perkara ini penting, tetapi
kita tidak boleh melupakan bahawa sejarah itu merangkumi juga cerita dan
peristiwa rakyat biasa. Maka tajuk-tajuk yang bercorak sejarah tempatan dan
juga sejrah negeri perlu diberi tempat yang sewajar. Di sinilah Sejarah Lisan
sangat berguna kerana rakyat biasa tidak meninggalkan sumber-sumber bertulis.
Di Malaysia sungguhpun tradisi bertulis berkurangan tetapi ia kaya dengan
tradisi lisan. Peluang utnuk merakamkan warisan ini boleh dilaksanakan melalui
projek Sejarah Lisan.

Penggunaan Sejarah Lisan sebagai satu alat pengajaran belum digunakan


dengan sepatutnya. Sejarah Lisan berdasarkan kepada kenang-kenangan
seseorang yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa yang penting dan maklumat-
maklumat ini sungguh bernlai di dalam memahami perisitwa-peristiwa yang
saling berkait dari sudut yang luas. Sejarah Lisan adalah unitk kerana ia dapat
menghubungkan zaman yang lalu dan zaman sekarang melalui rakaman
pengalaman-pengalaman yang bersejarah. Pita rakaman dan transkrip sejarah
lisan boleh menghidupkan cara mengajar di sekolah-sekolah dan di institusi-
institusi lain. Muzium misalnya memberikan gambaran tambahan kepada
penuntut-penuntut melalui pameran, bahan-bahan yang dipetik dari buku-buku
dan filem-filem. Cara ini tidak dinafikan sebagai satu cara pengajaran yang
berguna di dalam kelas. Walau bagaimanapun, nilainya terhad kepada keadaan
pameran yang statik. Di sebaliknya pita-pita rakaman wawancara dengan tokoh-
tokoh tertentu yang pernah memainkan peranan yang penting di dalam
masyarakat boleh memberi suatu gambaran yang berkesan untuk memahami
masa yang lalu itu. Rakaman-rakaman ini boleh menggambarkan perkara-
perkara bersejarah yang telah berlaku di samping ianya dapat menggambarkan
aspek-aspek masyarakat yang sukar untuk dipamerkan.

Peranan dan kegiatan persatuan-persatuan sejarah negeri di Malaysia akan


dapat diperkembangkan lagi sekiranya persatuan-persatuan tersebut
menjalankan projek-projek sejarah lisan. Persatuan-persatuan Sejarah yang
ditubuhkan bukan sahaja untuk menggalakkan pengajian dan menambahkan
minat orang ramai terhadap tempatan tetapi juga mempunyai tanggungjawab
untuk memelihara kesan-kesan sejarah negeri-negeri masing. Di dalam hal ini
mereka terlibat dalam pengumpulan, pemeliharaan dan penyediaan bahan-
bahan tersebut untuk penyelidik. Persatuan-persatuan sejarah patut memelihara
alat-alat dan gambar-gambar mengenai kehidupan masyarakat di masa yang lalu
dan muzium negeri yang telah lama tertubuh itu boleh mempamerkan bahan-
bahan tersebut kepada orang ramai. Begitu juga bagi tapak-tapak bersejarah
yang patut dipelihara dan dibina semula dan dikekalkan untuk dilawati oleh orang
ramai. Persatuan Sejarah akan dapat menggiatkan lagi penyelidikan yang telah
dijalankan. Sejarah lisan pula boleh menambahkan rancangan-rancangan
persatuan sejarah khasnya di dlaam memenuhi jurang-jurang yang terdapat
dalam sejarah tempatan. Jadi melalui cara ini maklumat yang tidak selalunya
dimasukkan ke dalam rekod-rekod tertulis akan dapat diperolehi.

http://www.ukm.my/sejarah/sejarahlisan/kepentingansejarahlisan.html

Kepentingan menjaga rekod-rekod negara

19 December 2005

http://www.utusan.com.my

Rekod merupakan satu cara yang digunakan untuk menyimpan maklumat-


maklumat yang diwujudkan atas peristiwa yang berlaku pada satu-satu masa.
Rekod adalah berbeza dengan jenis maklumat yang lain memandangkan rekod-
rekod ini wujud berdasarkan peristiwa sebenar yang berlaku dan juga
merupakan sumber primer yang mustahak.

Rekod boleh dikategorikan dalam pelbagai bentuk khususnya dengan bantuan


teknologi digital yang canggih. Keunikan rekod boleh dilihat dalam kaedah
pengurusan rekod itu sendiri yang menitikberatkan kandungan, struktur dan
konteks bagi memastikan integriti adalah tinggi bagi tujuan memastikan
kesahihan akan peristiwa yang berlaku pada satu-satu masa dan juga pihak
yang bertanggungjawab atas peristiwa tersebut.

Atas faktor-faktor inilah, maka nilai-nilai `kebuktian' dapat dijaga dengan baik dan
nilai-nilai ini adalah sangat kritikal bagi memastikan negara kita merupakan
negara yang berdaulat dan mempunyai perundangan sendiri tanpa perlu ada
campur tangan dari pihak luar yang ingin mengambil kesempatan terhadap
kelemahan sesebuah negara.

Perdana Menteri, Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi sendiri pernah


mengatakan betapa perlunya badan-badan kerajaan menguruskan rekod-rekod
kerajaan dengan baik dan sistematik. Merekodkan semua aktiviti yang berlaku
dalam agensi kerajaan adalah sangat penting bagi mempelajari segala
kelemahan yang pernah berlaku dan membolehkan mencari formula bagi
mengatasi masalah yang sama tidak berlaku pada masa mendatang.

Abdullah sendiri memberi contoh bagaimana peristiwa Kampung Medan yang


berlaku empat tahun lalu dapat diatasi dengan melaksanakan strategi yang sama
bagi mengatasi peristiwa 13 Mei. Bukan ini sahaja tujuan rekod sebenarnya,
terdapat banyak lagi, terutamanya apabila kita cuba menyelami sejarah negara
yang bermula sejak zaman Tanah Melayu.

Kita pernah dijajah oleh banyak bangsa semenjak zaman Melaka; Siam,
Portugis, Belanda, Inggeris dan Jepun. Oleh yang demikian, rekod-rekod telah
diwujudkan dalam pelbagai bahasa dan ia berselerak di serata dunia dan ini
perlu kepada satu usaha untuk menjejak semula rekod-rekod ini.
Menjejak semula rekod-rekod ini adalah usaha penting dan isu lain yang muncul
ialah bagi memastikan isi kandungan pada masa rekod diwujudkan adalah asli
dan sahih sebagaimana pada masa lampau. Satu bentuk pemeliharaan adalah
kritikal bukan sahaja berbentuk fizikal tetapi juga intelektual.

Penterjemahan pada rekod-rekod ini juga ada dibuat terutamanya rekod-rekod


dari Portugal dan Belanda tetapi usaha ini agak berat memandangkan kesukaran
yang dihadapi oleh Arkib Negara Malaysia ialah untuk mendapatkan
penterjemah yang fasih berbahasa Portugis dan Belanda lama kalaupun tidak
kuno.

Penterjemahan bukan sahaja bermaksud pada bahasa itu sendiri tetapi juga
maksud yang cuba disampaikan kerana pada hemat penulis, analisis kandungan
itu sendiri merupakan satu bentuk penterjemahan yang penting bagi memastikan
penyampaian maksud dengan tepat bagi mengelakkan syak wasangka dan
salah faham.

Dalam kata lain, rekod ketepatan penyampaian rekod adalah signifikan kerana
faktor `kebuktian' yang sangat kritikal. Sejarah negara ini juga bergantung
kepada ketepatan penyampaian isi kandungan, oleh itu peranan kandungan,
struktur dan konteks perlu dimainkan dengan berhati-hati agar kesinambungan
dalam mengesahkan maklumat yang dinyatakan ialah melalui pengesanan
sejarah lisan.

Penulis percaya sejarah lisan akan banyak membantu terutamanya dalam


mengesahkan peristiwa yang berlaku tetapi mesti melalui proses yang intensif
dan berhati-hati dalam memilih orang yang diwawancara melalui kaedah-kaedah
yang telah dikenal pasti.

Sir Hillary Jenkinson, seorang pakar terkenal dalam dunia kearkiban pada awal
abad 20-an ada mengatakan bahawa pemeliharaan keintelektualan rekod perlu
dilihat melalui pengamalan prinsip respect des fond yang betul. Prinsip ini
menyatakan bahawa satu kumpulan rekod itu perlu dijaga berasaskan
bagaimana ia diuruskan oleh pewujudnya.

Susunan asal rekod-rekod tersebut tidak boleh diubah sama sekali atau
diselewengkan sama sekali memandangkan setiap rekod mempunyai
kesinambungan di antara satu sama lain, maka sekiranya dipecahkan akan
menyebabkan kehilangan konteks dan seterusnya nilai kebuktian yang ada.

Ketidaksahihan dan ketidaktepatan maklumat boleh menyebabkan negara


berada dalam keadaan tidak selesa seperti kes Pulau Batu Putih walaupun
Pulau Sipadan dan Ligitan dibuktikan kepunyaan Malaysia. Kes seperti ini
memerlukan rekod-rekod yang diwujudkan puluhan tahun malahan ratusan tahun
dulu dan sekiranya kita tidak memelihara rekod-rekod ini, sebarang usaha akan
menjadi sia-sia.

Oleh sebab itu, kerajaan menekankan betapa pentingnya rekod-rekod dijaga,


diurus dan dipelihara dengan meluluskan Akta Arkib Negara 2003, di mana
denda tidak melebihi RM5,000 atau penjara enam bulan atau kedua-duanya
sekali ke atas kakitangan kerajaan yang didapati tidak mengawal dan mengurus
rekod-rekod kerajaan dengan baik.
Kesignifikan rekod-rekod ini telah pun lama disedari oleh negara-negara Barat,
dengan itu telah mewujudkan satu disiplin khusus yang dikenali sebagai
Pengurusan Rekod. Pengurusan Rekod merupakan satu sistem pengurusan
yang menitikberatkan proses kewujudan rekod berasaskan kepada kitar hayat
hidup rekod bagi memastikan keberkesanan pemeliharaan dan penyampaian isi
kandungan.

Disiplin ini ditawarkan sebagai subjek teras di universiti-universiti terkemuka


seperti Universiti College London, Universiti Liverpool, Universiti British
Columbia, Universiti Arizona. Di Asia Tenggara, satu-satunya universiti
menawarkan disiplin ini adalah Universiti Teknologi Mara (UiTM) di Fakulti
Pengurusan Maklumat menerusi program Sarjana Muda Pengajian Maklumat
dengan pengkhususan Pengurusan Rekod.

Program Pengurusan Rekod diwujudkan di atas kesedaran bahawa rekod adalah


satu bentuk mekanisme yang digunakan untuk memelihara aktiviti-aktiviti yang
pernah diadakan melalui penjagaan `memori korporat' ke atas seseorang
individu mahupun organisasi serta masyarakat.

Rekod sebagai satu memori yang berpanjangan akan membolehkan satu bentuk
perancangan yang berkualiti melalui akses kepada pengalaman yang lalu dan
satu sumber utama atas kefahaman dan pengenalan kepada kewujudan diri kita,
organisasi dan masyarakat serta merupakan satu alat perhubungan atau
komunikasi ke atas nilai-nilai politik, sosial dan budaya.

Di United Kingdom, misalnya, pemeliharaan rekod adalah satu tugas yang


dipandang serius yang mana hasil yang dapat dilihat pada hari ini ialah kejayaan
mereka memelihara ``Doomsday Book'' yang berumur lebih seribu tahun
(diwujudkan pada 1002M) dalam bentuk fizikal dan intelektual.

``Doomsday Book'' masih boleh dilihat di The National Archives of United


Kingdom tetapi berbentuk salinan manakala yang asli dipelihara berasingan bagi
tujuan keselamatan fizikal dan intelektual. Judul pada rekod tersebut mungkin
akan menyebabkan kita tertanya-tanya; adakah isi kandungannya adalah seperti
yang disangka?

Ia sebenarnya adalah rekod yang berkaitan dengan hak milik tanah dan masih
dianggap penting pada hari ini bagi memastikan hak asasi rakyat terpelihara
begitu juga dengan kedaulatan kerajaan itu sendiri.

http://www.jkr.gov.my/ckub/a_main/q_rampaisaridtl.asp?fid=61

SUMBER SEJARAH: JENIS DAN PENGUNAANNYA

Dalarn membincangkan persoalan sumber, ia menarik kita kepada suatu


persoalan yang berkait rapat dengan tugas yang dikendalikan oleh sejarawan
iaitu penyelidikan sejarah. Kita sendiri telah sedia maklum bahawa ahli sejarah
sememangnya tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri rentetan peristiwa
sejarah yang berlaku pada sesuatu masa, mungkin disebabkan alili sejarall itu
tidak wujud sezaman dengan sejarah yang ingin dikajinya. Namun, mereka tetap
memperolehi maklumat tentang sejarah masa lalu melalui sumber sejarah yang
masib ada ditiuggaikan.

Oleh hal yang demikian, melalui esei ini juga, beberapa persoalan seperti
bagaimanakah seseorang ahli sejarawan itu memperolehi sesuatu maklumat
mengenai sejarah? Dan bagairnana mereka dapat mengesahkan akan
kebenaran sejarah yang dihasilkannya akan terjawab. Sememangnya persoalan
ini mempunyai kaitan dengan keseluruhan kaedah serta tekuik penyelidikan
sejarah. Kebenaran sejarah akan lahir apabila kaedah dan penyelidikan sejarah
itu dilakukan dengan sempuma dan baik. Salah satu perkara pokok yang penting
dalam pelaksanaan kaedah dan penyelidikan sejarah ialah sumber yang boleh
memberikan maklurnat sebenar mengenai sesuatu sejarah yang telah berlaku.

KONSEP SUMBER

Sebelum kita membicarakan tentang jenis dan penggunaan sumber, saya


berpendapat elokiah sekiranya kita mengetahui dengan lebih lanjut apakah
sebenarnya yang dimaksudkan dengan sumber. Istilah sumber dalarn sejarah
sering ditafsirkan sebagai punca, dokurnen, atau rekod. Menurut Oxford English
Dictionary, sumber atau 'source' bermaksud 'sesebuah karya, dan lain-lain, yang
menyediakan maklumat atau bukti (khusus yang bersifat tulen atau asli)
berkenaan sesuatu fakta, kejadian, atau siri hal-hal tersebut. Pada lazimnya,
sumber-sumber sejarah diertikan sebagai bahan bertulis atau bercetak. Mengikut
definisi yang diberikan oleh Kamus Dewan bererti 'keterangan (bukti) yang
bertulis atau bercetak, surat yang boleh dijadikan keterangan atau bukti (seperti
surat beranak, surat nikah, dan lain-lain)'.[1]

Sumber juga sering diistilahkan sebagai punca pernikiran atau ilham. Hal ini
dijelaskan oleh Muhd. Yusof Ibrahim:

...Seperti suatu ilham, sumber ialah sesuatu penulisan yang boleh menjadi punca
kepada sesuatu lahiran pemikiran ataupun penulisan, tetapi sumber berbeza
dengan ilham kerana ia tidakiali abstrak. mahupun spontan, dan ia boleh kita
rujuk kembali apabila kita memerlukannya semula. Pada peringkat awalnya,
sumber ialah sekumpulan bahan-bahan yang tersimpan di tempat-tempat yang
khusus, seperti arkib, perpustakaan, muzium, pejabat menyimpan rekod, istana
dan sebagainya, ataupun di rumah-rumah orang perseorangan yang mempunyai
minat menyimpannya.[2]

Secara amnya, sumber juga boleh membawa pengertian sebagai kumpulan


bahan rujukan bagi kegunaan penyelidikan dalam mana-mana bidang keilmuan.
Jadi, dalam hal ini, bukanlah sejarawan sahaja yang memeriukan sumber untuk
penyelidikannya, malahan ilmu-ilmu lain juga memerlukannya.[3] Namun begitu,
bagi ahli-ahli sejarah, sumber yang mereka perlukan merupakan sumber yang
mempunyai kaitan dengan bidang sejarahnya sahaja dan bukannya berkaitan
dengan keilmuan lain.

Mengikut pengertian sumber secara umum dari segi sejarah, sumber itu kerap
dibahagikan kepada dua kategori; yang pertama iaiah sumber utama dan yang
kedua ialah sumber kedua. Suatu lagi kumpulannya ialah sumber lisan yang
kadang-kala boleh dikategorikan sebagai sumber utama, ataupun kedua, iaitu
bergantung kepada kepentingan dan ketulenan serta kejituannya berhubung
dengan sesuatu peristiwa yang sedang dikaji dan diselidiki.[4]

Oleh itu, dapatlah saya simpulkan daripada beberapa pendapat ini bahawa;
istilah sumber itu merujuk kepada sesuatu maklumat atau fakta yang
menceritakan tentang kejadian sarna ada secara bertulis yang rnungkin
tersirnpan di tempat-tempat yang khusus seperti di muzium, arkib, perpustakaan,
istana, pejabat menyimpan rekod, rurnah-rumah perseorangan ataupun secara
lisan yang sahih buktinya yang mana boleh dijadikan sebagai bahan rujukan bagi
alili sejarawan untuk mendapatkan bukti bagi penulisan persej arahannya.
JENIS SUMBER

Sumber Utama

Untuk mengetahui definisi sumber utama dengan lebih jelas, beberapa


pandangan tokoh-tokoh sejarah telah saya petik. Dari segi konsep, keseluruhan
tokoh ini memberikan makna yang hampir sama. Menurut Muhd Yusuf Ibrahim;
sumber utama itu ialah kumpulan sumber mahupun bahan yang boleh kita rujuk,
tetapi keadaannya masih asli dan belum lagi ditafsirkan serta terdapat di institusi-
institusi tertentu.[5] Antara sumber ini temasuklah bahan yang berupa dokumen,
surat, sama ada yang rasmi ataupun sebaliknya, catatan, laporan, buku harian,
warkah, watiqah dan titah perintah dan kadangkala akhbar serta majalah dan
peringatan boleh juga dianggap sebagai sumber utama. Apa yang menjadikan
sumber-sumber itu sebagai sumber utama ialah keadaannya itu sendiri yang
merupakan sumber yang pertama sekali mencatatkan sesuatu peristiwa yang
berlaku itu.

Sumber utama juga dikenali sebagai sumber primer atau primary source.
Menurut Jan Vermeer dari Perpustakaan Universiti Yale, sumber utama
didefinisikan sebagai:

A primary source is firsthand testimony or direct evidence concerning a topic


under investigation. The nature and value of a source cannot be determined
without reference to the topic and questions it bis meant to answer. The same
document, or other piece of evidence, may be a primary source in one
investigation and secondary in another. The search for prirnary sources does not,
therefore, automatically include or exclude any category of records or
documents.[6]
Menurut Abdul Rahman Haji Abdullah pula; sumber pertama itu diniaksudkan
sebagai keterangan daripada seorang saksi atau yang terlibat sendiri dalam
sesuatu perkara. Ataupun, sumber pertama ialah bahan-bahan mentah dan ash
yang belum sempurna lagi. Bagaimanapun tidak selalunya terdapat pemisahan
yang mutlak antara sumber pertama dengan sumber kedua. Ada kalanya yang
digolongkan sebagai sumber pertama itu adalahjuga sumber kedua.[7]

Bagi Louis Gottschalk dalam bukunya Understanding History menyatakan


bahawa:

A primary source is the testimony of an eyewitness, or of a witness by any other


of the senses, or of a mechanical device like the dictaphone - that is, of one who
or that which was present at the events of which he or it tells (hereafter called
simply eyewitness). A primary source must thus have been produced by a
contemporary of the events it narrates. It does not, however, need to be original
in the legal sense of the word original - that is, the very document (usually the
first written draf) whose contents are the subject discussion - for quite often a
later copy or a printed edition will do just as well; and in the case of the Greek
and Roman classics seldom are any but later copies available.[8]

Berdasarkan beberapa maksud sumber di atas, dapat saya rumuskan bahawa


sumber utama merupakan sumber ash dah mentah yang belum sempurna yang
mana ia mula-mula sekali mencatatkan peristiwa sejarah yang berlaka dan ianya
belum lagi dikenalpastikan oleh mana-mana pihak atau institusi.

Sumber Kedua

Secara asasnya, sumber kedua ialah kajian-kajian ataupun penulisan-penulisan


yang telah dilaksanakan oleh seseorang mahupun sesuatu kumpulan, tentang
sesuatu peristiwa, tokoh-tokoh dan sebagainya. Kajian-kajian itu berdasarkan
sumber-sumber utama tadi.[9] Sumber kedua lebih merujuk kepada tulisan ahli
sejarah seperti karya sejarah yang tersusun, rencana, dissertasi atau buku.[10]

Sebenarnya, sumber kedua ini merupakan tafsiran, penyeluruhan, kesimpulan


dan malahan andaian yang dibuat oleh seseorang pengkaji terhadap perkara-
perkara yang dikajinya dengan bersandarkan sumber utama yang berkaitan.
Sumber kedua itu boleh dan biasa digunakan oleh para penyelidik yang lain,
sama ada sebagai rujukan, sebagai bandingan, mahupun sebagai ungkapan
bagi mengemukakan pandangan serta tafsirannya terhadap perkara yang
dikajinya. Dalam kategori sumber kedua ini termasuklah buka-buku, majalah dan
juga akhbar, latihan ilmiah, tesis, karangan ataupun - esei yang menganalisis
sesuatu isu yang penting.[11]

Pada pendapat saya, sumber kedua ini merujuk kepada sesuatu karya yang
telah diproses hasil daripada bahan-bahan sumber pertama. Ini bermakna
sumber kedua ini mempunyai kaitan yang amat rapat dengan sumber utama.
Dalarn hal ini, sekiranya sumber utama tiada, maka sumber kedua ini tidak akan
wujud dengan sendirinya.

Sumber Lisan

Seterusnya, kita akan membincangkan tentang sumber lisan. Sumber lisan


merupakan sumber yang wujud melalui percakapan atau pertuturan dari mulut ke
mulut oleh seseorang yang terlibat atau menyaksikan sesuatu peristiwa yang
telah berlaku. Ia hanya tersimpan di dalam ingatan penyaksi dan ianya tidaklah
ditulis atau dirakamkan. Namun begitu, sumber lisan boleh menjadi sumber
bertulis apabila ia dirakam setelah mengalarni proses temu bual, perbincangan,
dan temuduga dengan orang sumber. Pada kebiasaannya, sumber ini turut
menjadi rujukan bagi ahli sejarawan dalam bidang sejarah lisan.
Sumber lisan boleh juga dikategorikan sebagai sumber utama dan sumber
kedua. Lazimnya, sumber utamanya didapati daripada penyaksi-penyaksi atau
orang-orang yang terlibat dalam sesuatu peristiwa sejarah itu. Mereka ini boleh
memberikan maklumat asal tentang peristiwa yang mereka saksikan atan yang
mereka turut terlibat. Jika mereka ini memuatkan maklumat-maklumat ke dalam
pita rakaman ataupun apa-apa perakam suara, maka itu juga boleh dianggap
sebagai sumber utama. Tetapi, jika mereka menulisnya, maka ia akan menjadi
sumber utama yang bertulis dan bukan lisan lagi. Bagi sumber lisan dalam
kategori kedua pula, ia adalah maklumat daripada mereka yang tidak
menyaksikan atau terlibat dalam sesuatu peristiwa yang diterangkan.[12]

Kepentingan sumber lisan sememangnya tidak boleh dipertikaikan lagi.


Tambahan pula dalam situasi di mana kurangnya sumber utama dan kedua
dalam satu-satu peristiwa sejarah. Contoh yang jelas ialah semasa pendudukan
Jepun di Tanah Melayu selama 3 setengah tahun iaitu dari 15 Februari 1942
hinggalah 12 September 1945. Kebanyakan daripada generasi muda pada masa
kini mendapat tahu tentang peristiwa yang menggambarkan keganasan dan
kekejaman pendudukan Jepun di Tanah Melayu melalui cerita-cerita orang tua
yang masill hidup dan telah menempuh zaman tersebut. Hal ini turut dijelaskan
oleh K.Ratnam:

Layanan yang berbeza diberi kepada penduduk tempatan oleh pihak Jepun.
Semua kaum iaitu orang Melayu, Gina dim India mengalami penyeksaan,
penderitaan, kebuluran, ketakutan dan pengangguran. Kaum Gina menderita
akibat kezaliman dan penyeksaan askar-askar Jepun. Akibatnya, ramai orang
Cina telah melarikan diri ke pinggir-pinggir hutan untuk mengelakkan
penyeksaan, kebuluran, dan kezaliman Jepun. Di sini mereka menternak ayam
itik. Inii mewujudkan masyarakat setinggan di Tanah Melayu Kaum Melayu dan
India diberi layanan baik tetapi ramai di antara mereka juga dihantar ke Siam
untuk membina Jalan Kereta Api Maut. Akibatnya ramai orang Melayu, India dan
Cina telah terkorban dalam pembinam jalan kereta api tersebut akibat seksaan
dim jangkitan penyakit tropika.[13]

SUMBER PERTAMA/PRIMER:

- Sumber Artifak Dokumen Kerajaan

- Sumber Peribadi Sumber Agama

- Batu Bersurat Buku Harian

- Warkah

- Watikah

- Titah Perintah

- Catatan

SUMBER KEDUA/SEKONDER:

- Sumber Manuskrip Lama

- Akhbar-akhbar

- Majalah

- Sumber Karangan atau Esei

- Latihan Ilmiah

- Buku-buku

- Tesis

- Rencana
SUMBER LISAN:

- Percakapan-pertuturan - Temu bual

- Perbincangan

- Temuduga

PENGGUNAAN SUMBER

Kita haruslah menyedari bahawa kepentingan sumber adalah suatu kepentingan


yang asasi. Ini kerana sumber, bagi penulisan sejarah, berbeza dengan
penulisan karya kreatif, adalah sesuatu yang mesti wujud. Tanpa sumber,
sejarawan tidak berupaya menghasilkan pensejarahannya; samaiah keadaannya
dengan sasterawan tanpa ilham, maka ia akan terkapai-kapai mengahadapi
alam maya. Oleh itu, sejarawan haruslah mencari serta mengumpulkan dan
memastikan sumbernya.[14]

Sumber juga penting dalam menggambarkan suatu pandangan dan pemikiran


seseorang penulis atau pengkaji terhadap perkara dan juga terhadap alam
persekitaran pada masa lalu. Melalui penulisan mereka, sekurang-kurangnya
sejarawan moden kini dapat membayangkan bagaimana corak pemikiran
mereka pada masa lain seterusnya mengimaginasikan rentetan sejarah yang
berlaku pada masa itu. Ini kerana pemikiran penulis-penulis lalu melambangkan
juga pemikiran masyarakat ataupun pemerintah sezamannya. Misalnya, karya-
karya tempatan yang dihasilkan oleh Abdullah Munsyi seperti Hikayat Abdullah,
Salasilah Raja-Raja Melayu dan Bugis, yang menggambarkan corak pemikiran
Abdullah Munsyi pada zaman itu.
Penggunaan sumber juga penting sebagai mengukuhkan hujah dan menguatkan
lagi suatu kenyatam yang ingin dijelaskan oleh sejarawan tentang pensejarahan
yang ingin dikemukakannya. Dengan adanya sumber, sejarawan dapat
membuktikan dan mengesahkan bahawa fakta atau kenyataan sejarah yang
dibawa olehnya adalah benar dan tepat. Sebagai contoh; seorang pengkaji
sejarah Tanah Melayu ingin membuktikan kekuatan angkatan tentera Jepun
sewaktu menyerang Tanah Melayu semasa Perang Dunia Kedua. Untuk
mengulculikan hujahnya, seorang penyelidik itu boleh meneliti sumber kedua.
Misalnya sebuah bukti yang bertajuk The History of Malaya karya Henry Miller
yang menyatakan; pasukan tentera Jepun telah berjaya memeranjatkan
penduduk Tanah Melayu serta pegawai-pegawai British apabila mereka berjaya
menenggelamkan dua buah kapal British iaitu Prince of Wales dan Repulse.
Melalui sumber ini, kenyataan yang dikemukakan oleh sejarawan itu tidak akan
dapat dipertikaikan oleh mana-mana pihak.

Pada pandangan saya, sumber juga penting dalam memberikan keyakinan


kepada sejarawan dan masyarakat umum pada hari ini tentang sejarah sebagai
pengetahuan masa lampau yang pasti takkan kembali lagi. Melalui peninggalan
sumber yang ada, sejarawan dan masyarakat pasti akan berasa yakin bahawa
suatu peristiwa itu telah pun berlaku pada masa lalu dan ia harus diambil
sebagai pengajaran untuk pedoman hidup pada masa-masa akan datang.

Daripada beberapa kenyatam yang telah dijelaskan, dapat saya simpulkan di sini
bahawa sumber sangat penting dalam kajian atau penyelidikan sejarah. Dalam
hal inl, kita haruslah menyedari akan kepentingan sumber sebagai suatu
kepentingan asasi sejarah. Ini bermakna, tanpa sumber, sejarawan tidak mampu
untuk menghasilkan pensejarahan dan seterusnya sejarah tidak akan wujud
sebagai ilmu pengetahuan masa lalu. Tanpa sumber juga, sejarawan akan
terkapai-kapai kelemasan dalam mencari kebenaran tentang masa lalu. Oleh hal
yang demikian, bagi menghasilkan pensejarahan yang unggul, sejarawan perlu
berusaha mendapatkan sumber yang mempunyai kaitan sama ada - secara
langsung ataupun tidak langsung dengan rentetan peristiwa lalu yang ingin
dikajinya.

Bibliografi

Abdul Ranman Haji Abdullah, 1996. Pengantar Ilmu Sejarah. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.

Gottschalk, Louis, 1969. Understanding History: A Primer of Historical Method.


New York: Alfred A. Knopf.

K. Ratnam, 1998. Sejarah Kertas 940/2: Malaysia, Asia Tenggara, Asia Selatan
dan Asia Timur. Subang Jaya, Selangor: Pustaka Sarjana.

http://www. library.yale.edu/referr/primsrcs.htm.

Muhd Yusof Ibrahim, 1997. llmu Sejarah: Falsafah, Pengertian dan Kaedah.
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

R. Suntharalingam, 1985. Pengenalan Kepada Sejarah. Kuala Lumpur: Marican


and Sons.

http://rupanx.tripod.com/aj1113/jenis_sumber_sejarah.htm

SUMBER-SUMBER SEJARAH

Pengertian sumber Sejarah :


Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang
peristiwa yang terjadi pada masa lampau

CONTOH-CONTOH SUMBER SEJARAH

Sumber dokumenter : bukti pembayaran, surat-surat pribadi, buku harian

Sumber korporal : arca, perkakas, fosil, artefak

sumber lisan : cerita yang disampaikan secara lisan, termasuk bahasa

Sumber Sejarah:

Adalah jelas bahawa semua maklumat kami berhubung dengan peristiwa-


peristiwa dan keadaan-keadaan silam berasal daripada bukti-bukti yang pelbagai
jenis. Bukti-bukti ini dipanggil sumber. Kadangkala ada sejumlah sumber yang
baik dan boleh dipercayai untuk satu-satu peristiwa, misalnya sebagai contoh,
peristiwa pendaratan jepun di Kampung Pulau Pak Amat. Bagi banyak hal yang
penting, yang hebat, yang kami mahu ketahui mengenainya,dan kami harus
menjumpai sumber orang untuk mendapatkan cerita yang sebenarnya.
Contohnya, kita boleh meramal apa yang yang berlaku di kampong pulau pak
amat kerana tanggapan kita kepada penjajah pasti tanggapan yang negative
tetapi kami juga harus melihat kepada bukti-bukti yang kami dapat untuk melihat
apa yang boleh dikaitankan dengan peristiwa ini dan untuk peristiwa kampung
pulau pak amat ini kami boleh boleh merujuk terhadap bukti-bukti yang boleh
kami dapati di Bank Kerapu.

SEJARAH LISAN DAN TRADISI LISAN


SEJARAH LISAN (ORAL HISTORY)

Cara/metode untuk mendapatkan informasi (sebagai sumber penulisan)

Informasi berasal dari tangan pertama yang dituturkan secara lisan oleh
pelaku/saksi yang diwawancarai sejarawan/peneliti. Hasil wawancara merupakan
produk sumber sejarah lisan

Ciri-ciri :

Sifatnya kontemporer, mampu memberikan kemungkinan yang hampir tidak


terbatas untuk menggali sejarah dari pelaku/saksi

Dapat mencapai pelaku/saksi sejarah yang tidak tercantum dalam dokumen

Memungkinkan perluasan permasalahan sejarah

SUMBER DALAM SEJARAH

Sumber sejarah meliputi semua bentuk yang boleh membuktikan kehidupan dan

aktiviti manusia masa lepas. Pada kebiasaannya ia dalam bentuk sumber-


sumber bertulis, perkataan, tinggalan artifak, hasil seni dan budaya, gambar dan
filem. Sumber dalam bidang sejarah adalah unik kerana ia terdapat dalam
pelbagai bentuk yang boleh digunakan.

Penggunaan sumber bertulis adalah sebagai unsur penting yang digunakan oleh
ahli-ahli sejarah untuk mengemukakan hasil kajian mereka. Di dalam kedua-dua
pilihan kajian penyelidikan dan hasil akhir mereka, ahli-ahli sejarah terpengaruh
dengan apa yang telah ditulis oleh ahli sejarah sebelum mereka iaitu untuk
mengemukakan sumber-sumber baru. Ujian pertama melalui penyelidikan
sejarah dinilai dari segi sejauh mana interpretasi masa lepas konsisten dengan
sumber yang diperolehi, apabila sumber tidak lagi menjadi relevan atau buku
yang lama dinilai kembali, malahan ada buku-buku yang terkenal tidak lagi
bernilai. Dalam dunia realiti disiplin sejarah moden bukan hanya bergantung apa
yang disampaikan oleh ahli sejarah terdahulu tetapi dengan adanya penilaian
semula terhadap sumber-sumber asal. Dengan sebab itulah ahli-ahli sejarah
menerima hakikat bahawa sumber adalah asas keperluan dalam penulisan
sejarah. Bagaimanapun apa yang ditulis oleh orang sebelum ini dianggap
sumber kedua.

Perbezaan di antara sumber primer dan kedua adalah menjadi perbezaan dalam

penyelidikan sejarah. Sumber asli bermakna bukti zaman kontemporari yang


dirujuk. Apakah maksud kotemporari? Ahli-ahli sejarah merujuk perkara ini
kepada sumber kontemporari sebagai sumber yang lebih hampir dengan masa
kini. Sumber kontemporari pada umumnya mendapat lebih perhatian di kalangan
ahli-ahli sejarah moden. Contohnya, sikap penduduk Britain terhadap Revolusi
Perancis mempunyai pengaruh besar terhadap suasana politik di England, oleh
itu dari satu sudut pandangan, laporan perkembangan di Paris yang diedarkan di
Britain pada ketika itu menjadi sumber yang begitu penting sekali.

Pemilihan Sumber

Sudah menjadi satu keperluan dalam melakukan sesuatu kajian, ahli-ahli sejarah

akan berusaha menggunakan sumber primer. Ia sebagai usaha untuk


membuktikan bahawa kajian yang dilakukan adalah tulen dan sumber yang
digunakan adalah yang pertama kali digunakan atau sekurang-kurangnya
diberikan interpretasi baru. Persoalannya ialah bagaimana bentuk sumber primer
itu?

Sumber primer dapat dikelaskan kepada dua jenis.

Sumber pertama ialah bahan belum dicetak, contohnya ialah manuskrip yang
belum dicetak dan bahan-bahan asli yang dikeluarkan oleh kerajaan, organisasi
korporat atau individu perseorangan.

Sumber kedua pula ialah sumber-sumber yang digunakan dalam kajian dan
penulisan sejarah yang telah diterbitkan oleh seseorang. Ia boleh jadi berupa
hasil kajian sejarah yang diterbitkan dalam bentuk ilmiah di dalam buku, jurnal
atau monograf. Walaupun keaslian kajian dalam sejarah lebih banyak
menekankan penggunaan sumber primer, namun ini tidaklah bermakna sumber
kedua ini diketepikan. Penggunaan sumber kedua banyak membantu ahli-ahli
sejarah untuk mendapatkan gambaran atau pengetahuan mengenai sesuatu
tajuk. Ia juga berupaya membantu pengkaji mengenai sumber yang sudah
digunakan dan juga sumber yang masih belum digunakan.

Fakta dan Bukti

Fakta dan bukti adalah dua perkara penting dalam proses menghurai sesuatu
peristiwa sejarah. Secara umumnya, tugas ahli sejarah dalam membuat
penyelidikan ialah mengkaji fakta sesuatu peristiwa itu berlaku. Namun untuk
mencapai hasrat ini, ahli-ahli sejarah perlu mendapatkan sumber-sumber yang
berkaitan dengan tajuk. Lebih banyak sumber primer diperolehi, maka lebih
cerah usaha ahli-ahli sejarah mencari fakta sesuatu peristiwa itu berlaku.

Dalam masa yang sama, fakta mengenai sesuatu peristiwa itu berlaku perlu
dibuktikan oleh ahli-ahli sejarah yang membuat kajian. Dalam kes
mengumpulkan bukti, kebanyakan aktiviti tertumpu kepada peringkat awal kajian,
tetapi ada juga akan muncul pada peringkat kemudian. Selanjutnya,
pengumpulan bukti akan masuk ke dalam peringkat kerja-kerja
penganalisaan.Mengumpulkan bukti bukanlah merupakan suatu proses yang
mudah. Banyak keputusan yang dibuat sewaktu pengumpulan bukti memerlukan
penggunaan kaedah dan alasan yang lengkap dan akan memberi kesan
terhadap hasil penyelidikan.

KLASIFIKASI SUMBER
Pengetahuan kita terhadap peristiwa masa lalu adalah berasaskan kepada
sumber-sumber yang ditinggalkan. Sumber memainkan peranan sebagai alat
komunikasi masa kini dengan masa lalu. Secara umumnya sumber boleh
dibahagikan kepada tiga bentuk iaitu sumber lisan, sumber tulisan dan artifak.

(a) Sumber lisan adalah merupakan sumber tradisional sejarah yang sudah tua
bermula dengan permulaan sumber itu lagi iaitu ketika manusia sudah boleh
berfikir dan waktu lahirnya kebudayaan. Sumber lisan akan bergantung kepada
bahasa yang diucapkan dan ia disampaikan dari satu generasi kepada generasi
yang seterusnya. Sejarah lisan tidak mengemukakan kenyataan atau fakta
semata-mata kerana di dalamnya terkandung juga unsur-unsur mitos dan
legenda. Contohnya, Hikayat Hang Tuah mengandungi kisah-kisah sejarah,
tetapi apabila ia mengatakan Hang Tuah tidak mati, hikayat ini sudah
mengandungi unsur-unsur mitos.

(b) Sumber tulisan adalah sumber penting dalam sejarah. Ia merupakan kisah-
kisah sejarah yang ditulis oleh masyarakat semenjak mereka tahu menulis.
Bahan-bahan bertulis dari masyarakat dahulu ada yang boleh diterima sebagai
bahan sejarah dan ada juga yang tidak. Bahan-bahan bertulis yang diterima
sebagai sumber sejarah adalah dalam bentuk buku sejarah, annal, chonicle,
catatan peristiwa, buku peringatan, buku harian, resolusi, diari,rekod kerja dan
sebagainya.

Sumber tulisan

Bentuk atau sifatnya


Memori

Ditulis oleh jurutulis/pengembara yang menceritakan peristiwa semasa.

Annal

Laporan peristiwa-peristiwa dalam bentuk tahunan.

Buku peringatan

Mencatatkan peristiwa sempena ulang tahun sesuatu peristiwa bersejarah

Buku harian

Laporan tugas dan peristiwa yang berlaku ditulis dari sehari ke sehari

Diari

Catatan individu mengenai perkara yang berlaku dalam bentuk harian.

Rekod kerja
Ia merupakan catatan kerja harian pegawai-pegawai.

(c) Sumber artifak adalah semua bentuk tinggalan masa lalu yang mempunyai
bentuk dan rupa. Ia boleh didapati melalui kerja-kerja cari gali daripada kegiatan
arkeologi. Artifak juga mempunyai nilai kebudayaan dan ketamadunan yang
ditinggalkan oleh sesuatu masyarakat atau individu.Melalui tinggalan ini,
seseorang ahli sejarah atau arkeologi dapat mengetahui usia, kegiatan
masyarakat dan perkembangan semasa yang berlaku ketika itu. Salah contoh
artifak yang penting dalam kajian sejarah ialah piramid dan mumia raja-raja
Mesir dahulu kala. Ia amat penting bagi ahli-ahli sejarah membuktikan mengenai
ketamadunan kerajaan Mesir purba.

Adalah jelas bahawa semua maklumat mengenai kisah lampau perlu disertakan
dengan bukti. Bukti-bukti yang dikemukakan ini adalah dikenali sebagai sumber
sejarah. Kadangkala terdapat sumber yang baik dan boleh dipercayai bagi
sesuatu peristiwa. Sebagai contohnya, peristiwa rundingan kemerdekaan oleh
kerajaan Perikatan (Persekutuan Tanah Melayu) dengan kerajaan British di
London pada tahun 1956. Bagaiamanapun, kadangkala terdapat peristiwa
sejarah yang tidak boleh diberikan bukti, umpamanya kisah Singapura dilanggar
todak. Ia hanya merupakan catatan yang terdapat dalam Sejarah Melayu. Oleh
itu, terdapat juga kebanyakan peristiwa sejarah yang tidak dapat diberikan bukti
melalui penulisan. Cuma kita boleh mengetahuinya melalui cerita-cerita yang
disampaikan dari satu generasi kepada satu generasi. Kadangkala, kita juga
hampir tidak mengetahui kisah-kisah sejarah yang lebih awal di Malaysia ini.
Contohnya, kita tidak mengetahui bagaimana bentuk hubungan negeri-negeri di
Tanah Melayu sebelum tertubuhnya empayar Melaka pada abad ke-12. Namun
demikian, kita masih boleh mengetahui melalui sumber-sumber yang terbatas
seperti daripada catatan pengembara-pengembara atau pelayar-pelayar pada
zaman tersebut.Hanya sebilangan kecil yang belajar sejarah yang menggunakan
sumber primer (utama) atau sumber-sumber pertama. Kebanyakan lebih
berminat dengan sumber-sumber kedua kerana ia lebih mudah diperolehi dan
sudah ditulis oleh orang lain. Namun demikian, ia akan mendedahkan pengkaji
kepada mempercayai interpretasi yang telah dibuat oleh orang lain. Sebaiknya
bagi ahli sejarah ialah menggunakan sumber-sumber primer (utama) dalam
sesuatu pengkajian dan penulisan sejarah kerana ini memberi peluang kepada
mereka untuk membuat tafsiran asal mengenai sesuatu peristiwa sejarah.

1. HEURISTIK

Mencari dan menemukan sumber

Masalah yang muncul :

1) sumber sudah sangat tua

2) sumber tidak boleh sembarangan dibaca (pada daerah tertentu yang boleh
membaca hanya orang-orang tertentu)

3) Kesulitan dalam memahami bahasa yang digunakan

4) Lebih banyak menggunakan tulisan tangan (sumber-sumber tua)


5) Sumber masih tertutup (batas dibukanya sumber sekitar 25 tahun)

2. KRITIK

Dilakukan terhadap sumber yang diperoleh untuk mendapatkan FAKTA (harus


objektif)

Dalam tahapan Heuristik dan Kritik inilah sejarah dipandang sebagai ilmu sebab
objektif sifatnya.

3. HISTORIOGRAFI

Dalam tahap ini 3 langkah dikerjakan secara serentak yakni :

• Interpretasi ; fakta-fakta yang diperoleh diberi isi

• Eksplanasi ; mendeskripsikan (memberi penjelasan)

• Ekspose (penyajian) ; dalam bentuk tulisan

Tidak akan ada sintesis TANPA EKSPLANASI

ANALISIS SEJARAH
Tujuan analisis sejarah adalah SINTESIS daripada fakta sejarah yang diperoleh
melalui kritik sumber, atau sejarah sebagai pertulisan

Masalah fundamental dalam pembelajaran sejarah adalah analisis mengenai apa


yang difikirkan, diucapkan, dan di lakukan oleh orang yang menimbulkan
PERUBAHAN melalui DIMENSI WAKTU

http://cheguuafinur.blogspot.com/2012/08/sumber-sejarah.html

Anda mungkin juga menyukai