Sejarah adalah kejadian yang terjadi pada masa lampau yang disusun berdasarkan
peninggalan-peninggalan berbagai peristiwa. Peninggalan peninggalan itu disebut sumber
sejarah.
Dalam bahasa Inggris, kata sejarah disebut history, artinya masa lampau; masa lampau umat
manusia.
Dalam bahasa Arab, sejarah disebut sajaratun (syajaroh), artinya pohon dan keturunan. Jika
kita membaca silsilah raja-raja akan tampak seperti gambar pohon dari sederhana dan
berkembang menjadi besar, maka sejarah dapat diartikan silsilah keturunan raja-raja yang
berarti peristiwa pemerintahan keluarga raja pada masa lampau.
Dalam bahasa Yunani, kata sejarah disebut istoria, yang berarti belajar. Jadi, sejarah adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa, kejadian yang terjadi pada masa
lampau dalam kehidupan umat manusia.
Dalam bahasa Jerman, kata sejarah disebut geschichte yang artinya sesuatu yang telah
terjadi, sesuatu yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Adapun
menurut Sartono Kartodirdjo, sejarah adalah rekonstruksi masa lampau atau kejadian yang
terjadi pada masa lampau.
Ada tiga aspek dalam sejarah, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
Masa lampau dijadikan titik tolak untuk masa yang akan datang sehingga sejarah
mengandung pelajaran tentang nilai dan moral.
Pada masa kini, sejarah akan dapat dipahami oleh generasi penerus dari masyarakat yang
terdahulu sebagai suatu cermin untuk menuju kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Peristiwa yang terjadi pada masa lampau akan memberi kita gambaran tentang kehidupan
manusia dan kebudayaannya di masa lampau sehingga dapat merumuskan hubungan sebab
akibat mengapa suatu peristiwa dapat terjadi dalam kehidupan tersebut, walaupun belum
tentu setiap peristiwa atau kejadian akan tercatat dalam sejarah.
Sejarah terus berkesinambungan sehingga merupakan rentang peristiwa yang panjang. Oleh
karena itu, sejarah mencakup
kebenarannya bersifat subjektif sebab masih perladanya penelitian lebih lanjut untuk mencari
kebenaran yang hakiki;
peristiwa sejarah menyangkut masa lampau, masakini, dan masa yang akan dating
Sumber-sumber sejarah dapat dibagi menjadi 4 yaitu:
Ditinjau dari wujudnya, secara umum sumber sejarah dibedakan menjadi dua,
yaitu, sumber primer dan sumber sekunder.
1.Sumber primer
Yaitu sumber yang berkaitan langsung dengan peristiwa yang diceritakan. Atau saksi
dengan mata kepala sendiri bisa juga saksi panca indra yang lain, dan alat-alat yang
canggih(tape, recorder,photo,kamer dll), terlibat langsung. Sumber primer ini dapat
berupa kesaksian langsung dari pelaku sejarah (sumber lisan), dokumen-dokumen,
naskah perjanjian, arsip (sumber tertulis), dan benda atau bangunan sejarah atau
benda-benda arkeologi (sumber benda).
2.Sumber sekunder
Yaitu kesaksian dari siapa pun yang bukan merupakan saksi pandangan mata, yakni
orang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. Disamping berupa kesaksian
dari orang yang tidak terlibat langsung dalam peristiwa sejarah, yang termasuk dalam
sumber sekunder lainnya adalah buku-buku tangan kedua dari penulis sejarah lain.
Bukti Sejarah
1. Bukti tertulis
Bukti tertulis mirip dengan sumber tertulis pada sumber sejarah yang memuat fakta-
fakta sejarah secara jelas, berwujud benda yang kongkret.seperti benda-benda yang
ada atau peninggalan.
2. Bukti tidak tertulis
Bukti tidak tertulis mengandung unsur-unsur sejarah. bukti tidak tertulis dapat berupa
cerita atau tradisi.
E. Sumber-sumber sejarah dapat dibantu dengan ilmu lain seperti, ilmu purbakala
(arkeologi), ilmu tulisan kuno (paleografi), ilmu hitung waktu (kronologi), ilmu mata
uang (numismatik), ilmu keturunan(genelogi) dll. Ilmu social yang perlu dipelajari
seperti, geografi, antropologi, ekonomi, hokum dan sbg.
Ruang Lingkup sejarah mencakup empat hal yaitu sejarah sebagai peristiwa, sejarah
sebagai kisah, sejarah sebagai ilmu dan sejarah sebagai seni. Bagaimana penjabaran ruang
lingkup sejarah ini?, kita akan membahasnya disini.
Apabila kita melihat masa lampau, maka kita akan menemukan banyak sekali peristiwa yang
telah terjadi. Namun kita harus bisa membedakan peristiwa-peristiwa tersebut -apakah
penting untuk dipelajari atau tidak?-. Sebuah peristiwa dikatakan penting apabila peristiwa
tersebut menjadi sangat berpengaruh terhadap terjadinya peristiwa-peristiwa lainnya atau
berpengaruh terhadap kehidupan berikutnya. Bisa jadi, sebuah peristiwa itu dianggap tidak
penting pada masanya namun akan dirasa sangat penting pengaruhnya pada masa yang akan
datang.
Berbicara tentang sejarah sebagai peristiwa, kita dihadapkan dengan sebuah kejadian penting,
kenyataan dan aktualitas yang telah terjadi pada masa lampau yang tidak akan terulang lagi.
Peristiwa atau kejadian penting inilah yang menjadi pokok pembicaraan dalam sejarah.
Dengan kata lain, sejarah hanya akan membahas terkait peristiwa-peristiwa penting di masa
lampau yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Nah, dari peristiwa-peristiwa yang
telah lalu ini kemudian diharapkan kita dapat mengetahui hubungan sebuah sebab-akibat
antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain dalam konteks pelaku, waktu dan
tempat sehingga terbentuklah susunan rangkaian peristiwa yang terjadi di masa lampau
hingga masa saat ini. Akan tetapi perlu kita ketahui bahwa sejarah sebagai peristiwa yang
telah terjadi pada masa lampau mengakibatkan kita saat ini kesulitan dalam mengamati
peristiwa tersebut sehingga yang dapat kita amati adalah sejarah sebagai kisah, yakni
penelaahan sejarah sebagai kisah suatu peristiwa.
Berbicara terkait sejarah sebagai kisah tidak bisa dilepaskan dengan peristiwa masa lampau
yang disajikan ke dalam berbagai bentuk narasi maupun tafsiran. Kisah yang disajikan pun
dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Secara lisan, kisah dapat disampaikan dalam
bentuk ceramah, pidato dan sebagainya. Sedangkan secara tertulis, kisah dapat dituangkan
dalam bentuk cerpen, majalah atau buku. Oleh karena dikisahkan, maka sejarah dapat bersifat
subjektif tergantung si penulis misalnya tentang perang kemerdekaan Indonesia melawan
Belanda. Di perang kemerdekaan ini, bila yang mengisahkan sejarah adalah orang Belanda,
maka perang ini menjadi berisi tentang perang tentara Belanda melawan pemberontakan
namun bila yang mengisahkan merupakan rakyat Indonesia, maka perang ini berarti sebagai
perang melawan penjajahan Belanda. Subjektivitas seperti ini terjadi lebih banyak disebabkan
oleh faktor-faktor kepribadian si penulis atau penutur sejarah. Adapun faktor-faktor tersebut
antara lain (Dikutib dari Tarunasena,hal.15-20):
Kepentingan dan nilai-nilai dalam penulisan sejarah sangat ditentukan oleh tujuan dari
penulisan sejarah itu sendiri. Dalam penulisan tersebut berbagai kepentingan akan
muncul, entah itu kepentingan individu, kelompok ataupun lembaga formal seperti
negara. Hal inilah yang menyebabkan kisah sejarah menjadi tidak objektif, dengan
kata lain bersifat subjektif. Subjektivitas ini ditentukan pula oleh nilai-nilai yang
dimiliki si penulis sejarah seperti agama, keyakinan, moral, etika dan sebaginya.
b. Kelompok sosialnya
Dalam kelompok sosial, pada umumnya seorang individu akan berhubungan dengan orang
lain yang memiliki status atau pekerjaan yang sama misalnya wartawan, guru, sejahrawan
dan lain sebagainya. Inilah yang dinamakan sebagai kelompok sosial. Nah, seorang guru bisa
saja ia menuliskan kisah sejarah untuk digunakan sebagai bahan pengajaran di sekolah atau
seorang wartawan yang menuliskan kisah sejarah untuk mengkritisi suatu kebijakan
pemerintah saat ini. Dari kedua orang tersebut (guru dan wartawan) bisa saja akan
menghasilkan tulisan sejarah yang berbeda tergantung dari interpretasinya masing-masing.
c. Perbendaharaan pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh si penulis akan mempengaruhi hasil tulisannya. Pengetahuan
tersebut dapat berupa pengetahuan fakta dimana seorang penulis yang memiliki pengetahuan
fakta lebih banyak tentunya akan dapat mengkisahkan peristiwa sejarah jauh lebih detail,
lengkap dan informasinya lebih banyak.
d. Kemampuan berbahasa
Seorang penulis yang memiliki kemampuan berbahasa dengan baik, ia akan dapat
menyampaikan fakta-fakta terkait peristiwa sejarah sehingga orang lain dengan mudah dapat
memahaminya. Namun sebaliknya, meskipun fakta-fakta yang dikuasai oleh seorang penulis
sangatlah banyak bila ia tidak memiliki kemampuan berbahasa dengan baik, maka orang lain
tidak akan mudah mengerti terkait fakta sejarah yang dipaparkan.
Nah, untuk meminimalisir pengaburan sejarah atau dengan kata lain untuk membuat
penafsiran sejarah dapat mendekati kebenaran (sesuai dengan peristiwa yang terjadi), maka
pembuatan kisah sejarah harus dapat dipertanggungjawabkan dimana motode serta
analisisnya menggunakan pendekatan tertentu. Dalam merangkai suatu kisah sejarah, seorang
sejahrawan harus mengumpulkan jejak-jejak sejarah yang ditinggalkan oleh sejarah sebagai
peristiwa lalu melakukan penelaahan dengan sangat teliti, bijaksana serta dapat
dipertanggungjawabkan.
Sejarah bisa dikatakan sebagai ilmu dikarenakan merupakan pengetahuan masa lampau
(objek) yang disusun secara sistematis dengan metode kajian secara ilmiah, menggunakan
pemikiran yang rasional serta bersifat objektif untuk mendapatkan kebenaran dan fakta
mengenai peristiwa masa lampau (Wardata, hal.5).
Sejarah tidak hanya dapat dipandang dari segi etika dan logika saja melainkan dapat pula
dipandang dari segi estetika. Menurut pemikiran seorang sejahrawan dan filsuf modern
-Dithley- bahwa sejarah merupakan pengetahuan tentang cita rasa. Ketika kita
mengumpulkan jejak-jejak sejarah kemudian menyeleksinya secara ilmiah, maka data dari
hasil seleksi itu belum bisa dikatakan sebagai sejarah melainkan hanya berupa sumber lepas
atau kronik yang kita gunakan untuk menyusun sejarah sebagai kisah. Semuanya baru bisa
dikatakan sejarah setelah dirangkai atau disusun oleh seorang sejarawan atau peminat sejarah
dengan menggunakan metode sejarah. Nah, inilah yang menyebabkan meskipun beberapa
orang menulis suatu kisah sejarah berdasarkan sumber-sumber yang sama belum tentu akan
memperoleh hasil yang sama.
1. Teori Nusantara
Dalam teori Nusantara dinyatakan bahwa asal mula manusia yang menghuni wilayah
Nusantara ini tidak berasal dari luar, melainkan dari wilayah Nusantara itu sendiri. Mengikuti
sudut pandang Multiregional Evolution Model, teori nusantara menyatakan bahwa manusia
purba menjadi nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Indonesia sendiri. Pendukung
teori Nusantara adalah Mohammad Yamin, J. Crawford, K. Himly, Sutan Takdir
Alisjahbana dan Gorys Keraf.
3. Adanya kemungkinan bahwa orang Melayu adalah keturunan dari Homo soloensis
dan Homo Wajakensis.
Teori Keraf ini didasarkan pada tiga landasan tinjau sebagai berikut.
2. Teori Yunan
Dalam teori yunan disebutkan bahwa manusia-manusia purba di Indonesia yang menjadi
nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan, Cina bagian selatan. Beberapa ahli yang
mendukung teori Yunan adalah Dr. J.H.C. Kern, Robert Barron van Heine Geldern, Prof.
Dr. N.J Krom, dan Moh. Ali.
Menurut Moh. Ali bangsa Indonesia berasal dari daerah Mongol yang terdesak ke selatan
oleh bangsa-bangsa yang lebih kuat. Menurut pendukung teori Yunan, pendapat mereka
didasari oleh dua hal berikut.
1. Ditemukan kapak tua di wilayah Nusantara yang memiliki kemiripan dengan kapak
tua yang ada di kawasan Asia Tengah.
Orang Negrito, Diperkirakan orang Negrito sudah memasuki Nusantara sejak 1000 SM.
Orang Negrito ini diyakini sebagai penduduk paling awal di kepulauan Nusantara. Hal
tersebut dibuktikan dengan penemuan arkeologi di Gua Cha, Malaysia. Dalam
perkembangannya orang Negrito menurunkan orang Semang. Ciri fisik orang Negrito yaitu
berkulit gelap, rambut keriting, hidung lebar, dan bibir tebal. Di Indonesia ras negrito ini
sebagian besar mendiami daerah papua. Keturunan ras ini terdapat di Riau (pedalaman) yaitu
suku Siak (Sakai) serta suku Papua Melanesoid yang mendiami Pulau Papua dan Pulau
Melanesia.
Deutro Melayu, Deutro Melayu adalah sebutan untuk orang-orang yang melakukan migrasi
pada gelombang kedua. Diperkirakan kedatangan Deutro Melayu ke Indonesia pada 1500
SM. Suku bangsa yang termasuk Deutro Melayu antara lain Minangkabau, Aceh, Jawa,
Melayu, Betawi, dan Manado.
Menurut teori Out of Taiwan, bangsa yang ada di Nusantara ini berasal dari Taiwan bukan
dari daratan Cina. Pendukung teori Out of Taiwan adalah Harry Truman Simanjuntak.
Menurut pendekatan linguistik, bahwa dari keseluruhan bahasa yang digunakan suku-suku di
Nusantara memiliki rumpun yang sama yaitu rumpun Austronesia. Akar dari keseluruhan
cabang bahasa yang digunakan leluhur yang menetap di Nusantara berasal dari rumpun
Austronesia di Formosa atau dikenal dengan rumpun Taiwan, selain hal tersebut menurut
riset genetika yang dilakukan pada ribuan kromosom tidak menemukan kecocokan pola
genetika dengan wilayah Cin
Menurut teori Out of Afrika, manusia modern yang hidup sekarang ini berasal dari Afrika.
Dasar teori ini adalah dukungan ilmu genetik melalui penelitian DNA mitokondria gen
perempuan dengan gen laki-laki. Menurut Max Ingman (ahli genetika dari Amerika Serikat),
manusia modern yang ada sekarang ini berasal dari Afrika antara kurun waktu 100-200 ribu
tahun lalu.
Dari Afrika mereka menyebar ke luar Afrika. Dari hasil penelitian Max Ingman tersebut,
tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa gen manusia modern bercampur dengan gen
spesies manusia purba.
Diperkirakan manusia Afrika melakukan migrasi ke luar Afrika melakukan migrasi ke luar
Afrika sekitar 50.000-70.000 tahun silam. Tujuan migrasi tersebut menuju Asia Barat. Jalur
yang ditempuh ada dua yaitu mengarah ke lembah Sungai Nil, melintas Semenanjung Sinai
lalu ke utara melewati Arab Levant dan jalur kedua melewati Laut Merah.
Setelah memasuki Asia ada beberapa kelompok yang tinggal sementara di Timur Tengah,
sedangkan kelompok lainnya melanjutkan perjalanan dengan menyusuri pantai Semenanjung
Arab menuju ke India, Asia timur, Indonesia. bahkan sampai ke barat daya Australia. Bukti
mengenai keberadaan manusia Afrika telah sampai ke Australia adalah dengan ditemukan
bahwa manusia Afrika telah berimigrasi hingga ke Australia adalah dengan jejak genetika.
dapat kita telusuri dari jejak-jejak sejarah yang menggambarkan kemampuan masyarakat
pada saat itu yang kemudian diwariskan secara turun-temurun. Kemampuan nenek moyang
Indonesia zaman praaksara (sebelum adanya pengaruh Hindu-Budha) dapat kita kelompokan
sebagai berikut:
Sebelum masehi, nenek moyang Indonesia yang berasal dari Yunan datang ke Indonesia.
Kemampuan dan keahliannnya dalam berlayar memudahkan bagi mereka untuk mengarungi
bumi nusantara ini. Salah satu perahu yang digunakan pada saat itu yakni berupa perahu
candik yang merupakan perahu dimana pada bagian sisi kanan-kiri diberi bambu atau kayu
untuk menjaga keseimbangan.
Pada relief yang terdapat di Candi Borobudur (abad ke-8) menceritakan tentang jenis perayu
yang digunakan masyarakat pada saat itu. Jenis perahu tersebut antara lain; 1) Perahu besar
bercandik, 2) Perahu besar tidak bercandik dan 3) Perahu lesung. Kemampuan berlayar ini
kemudian berkembang menjadi cara masyarakat dalam berdagang. Nenek moyang Indonesia
yang merupakan seorang pelaut tercatat dalam sejarah telah mengarungi samudera hingga ke
pulau Madagaskar (Benua Afrika), Selandia Baru dan ke Jepang.
b. Kemampuan bersawah
Sistem persawahan sudah dikenal di Indonesia sejak zaman neolitikum yakni zaman dimana
masyarakatnya telah hidup menetap di suatu tempat. Sistem ini mendorong semangat nenek
moyang dalam memproduksi sumber daya alam untuk digunakan sebagai bahan makanan.
Kemampuan dan keahlian dalam bersawah bermula dengan membangun sistem ladang yang
sangat sederhana. Akan tetapi cara sederhana ini lambat laun akan mengalami kemajuan
dimana masyarakatnya kemudian mengenal teknologi perairan hingga kemudian berkembang
lagi menjadi sistem persawahan.
Sistem irigasi digunakan untuk mengaliri sawah. Kemudian dari waktu ke waktu ilmu
masyarakat semakin berkembang sehingga mampu membuat terasering atau persawahan
berundak-undak di dataran miring dan bendungan sederhana. Pada saat itu tanaman padi,
kacang-kacangan, jemawut dan tanaman kering lainnya menjadi hasil pertanian yang populer.
d. Sistem mocopat
Sistem mocopat adalah sebuah kepercayaan tentang hal-hal magis atau supranatural yang
dibagi menjadi empat penjuru mata angin yakni barat, timur, utara dan selatan. Nah, oleh
karena adanya kepercayaan ini membuat masyarakat banyak mengkaitkan ini dalam hal
pendirian bangunan, tata kota, pasar, tempat usaha dan sebagainya. Skema peletakan
bangunan dibuat dalam bentuk segiempat dimana tiap-tiap sudut memiliki arti magis yang
berbeda-beda.
e. Kesenian wayang
Ciri masyarakat praaksara selanjutnya adalah terkait kesenian wayang. Wayang berasal dari
kepercayaan masyarakat dalam pemujaan nenek moyang. Roh nenek moyang diyakini akan
masuk ke dalam tubuh sang dalang yang kemudian suaranya berubah menjadi orang tua yang
senantiasa memberi nasehat atau petuah baik. Pada saat datang agama hindu dan budha
fungsi wayang berubah menjadi kisah-kisah ramayana dan mahabarata. Kemudian fungsinya
berubah dari yang semula merupakan pemujaan kepada roh nenek moyang kemudian berubah
menjadi tontonan masyarakat.
f. Kesenian gamelan
Seni gamelan tak lepas dari seni wayang, dengan kata lain saling berkaitan. Saat musim
bercocok tanam tiba, nenek moyang mengembangkan alat musik gamelan, kerajinan batik
dan mengadakan pertunjukan wayang kulit sebagai hiburan masyarakat.
g. Kesenian membatik
Ciri masyarakat praaksara selanjutnya yaitu kesenian membatik. Seni membatik merupakan
kegiatan menggambar pada sebuah kain dengan motif-motif tertentu. Nenek moyang
membuat motif di kain menggunakan canting yang diisi dengan lilin cair yang telah
dipanaskan (malam). Lilin akan melindungi kain saat kain direndam di air soga sehingga
bagian yang tertutup malam akan bewarna putih sedangkan bagian yang tidak tertutup akan
bewarna merah atau coklat.
h. Pengaturan di masyarakat
Masyarakat tempo dulu hidupnya sangat teratur dan dipimpin oleh seorang kepala suku atau
pemuka adat yang dipilih oleh masyarakat dari yang terbaik sesuai dengan aturan adat
masing-masing. Mereka hidup dalam kebersamaan, saling bergotong royong, bantu-
membantu dan hidup dalam sistem yang demokratis. Pada umumnya pemimpin adat atau
seorang kepala suku dipilih dengan kriteria khusus dimana dipercaya oleh masyarakat
memiliki kemampuan magis atau supranatural sehingga diharapkan dapat melindungi
warganya dari gangguan roh-roh halus yang jahat. Cara pemilihan pemimpin yang demikian
disebut primus inter pares.
i. Sistem perdagangan
Ciri masyarakat praaksara yang kesembilan yaitu adanya sistem perdagangan. Perlu
diketahui bahwa disetiap tempat atau daerah hanya mampu menghasilkan barang dan bahan
makanan berbeda. Oleh karenanya, guna memcukupi kebutuhan hidup, nenek moyang
melakukan perdagangan dengan cara barter yang harganya ditentukan berdasarkan
kesepakatan bersama. Nah, cara barter ini dilakukan baik oleh masyarakat antar daerah atau
dalam daerah itu sendiri karena pada saat itu masyarakat belum mengenal sistem pertukaran
uang.
j. Sistem kepercayaan
Ciri-ciri masyarakat praaksara yang terakhir yaitu adanya sebuah sistem kepercayaan. Sejak
zaman perundagian masyarakat telah mengenal kepercayaan tentang roh nenek moyang.
Orang yang telah meninggal diartikan bahwa ia telah hidup abadi dimana rohnya telah
mampu berpisah dengan raganya. Roh-roh tersebut dipercayai akan bersemayam di batu-batu
besar, pohon-pohon tua atau bersemayam di tempat-tempat keramat lainnya. Selain itu
masyarakat juga percaya dengan dewa.
Para sejarawan berbeda pendapat mengenai proses awal masuknya agama islam di
Indonesia. Namun, ada 3 teori besar yang berkembang, teori itu ialah:
Teori Gujarat
Teori ini dikemukakan oleh seorang professor Snouck Hurgronje, seorang pria berkebangsaan
Belanda yang ditugaskan oleh pemerintah colonial untuk meneliti dan masuk ke dalam
kehidupan masyarakat Islam Indonesia. Dia berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia
pada awal abad ke 13 M, yang dibawa oleh para pedagang dari Gujarat, India. Para pedagang
dari Gujarat masuk untuk berdagang ke Indonesia sembari mengenalkan paham Islam di
tengah kehidupan bermasyarakat.
Namun, teori ini dibantah oleh beberapa ahli sejarah. Mereka berpendapat, jika Islam datang
dari Gujarat, maka otomatis Islam yang berkembang di Indonesia merupakan Islam dengan
paham Syiah. Hal ini karena, di Gujarat pada waktu itu, Islam yang berkembang disana
adalah Islam dengan paham Syiah. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku di Indonesia, yang
mayoritas penduduknya menganut Islam dengan mazhab Syafi`i.
Teori Mekkah
Menurut teori ini, Islam masuk ek Indonesia melalui peran lanmgsung dari para
pedagang muslim asal Timur Tengah yang sembari berdagang, menyebarkan agama Islam din
Indonesia. Teori ini berpendapat bahwa, agama Islam masuk ke Indonesia berawal dari abad
ke 7 M.
Teori ini diperkuat dengan ditemukannya sebuah naskah berita asal China, yang
mengemukakan bahwa pada tahun 625 M, sudah mulai terdapat perkampungan bangsa Arab
di Sumatera tepatnya di daerah Barus.
Teori Persia
Seorang sejarawan yang bernama P.A. Husein Hidayat mengatakan bahwa Islam
masuk ke Indoenesia berawal dari masuknya para pedagang yang berasal dari Persia pada
tahun ke-7 M. Mereka singgah ke Gujarat sebelum melanjutkan perjalanan ke nusantara. Hal
ini juga diperkuat dengan terdapatnya kesamaan budaya Islam antara Indonesia dengan Persia
(Iran).
Proses masuknya agama Islam di Indonesia menempuh berbagai cara, termasuk
diantaranya adalah melalui perdagangan, perkawinan, pendidikan, dan kesenian.
Indonesia seperti yang telah disebutkan sebelumnya merupakan suatu Negara yang letaknya
sangat strategis. Di Indonesia juga banyak terdapat rempah-rempah yang sangat diburu oleh
bangsa luar. Oleh karena itu, Indonesia menjadi lokasi yang sering disinggahi oleh pera
pedagang dunia, termasuk pedagang-pedagang dari Arab yang Bergama Islam. Sambil
berdagang, mereka juga menyebarkan paham-paham agala Islam di masyarakat. Islam yang
tidak mengenal kasta dan tingkat, menjadi agama yang sangat berkembang pada saat itu. Para
pedagang tersebut juga membangun perkampungan, dan sering mendatangkan ulama ulama
dari negerinya untuk bersama-sama menyebarkan agama Islam di Indonesia.
Para pedagang Muslim tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam kehidupan
masyarakat Indonesia saat itu. Para penduduk pribumi memandang para pedagang tersebut
secara terhormat. Hal itu pula yang menyebabkan para pengusaha local banyak yang ingin
menikahkan anak gadis mereka dengan para pedagang Arab itu. Syaratnya, gadis tersebut
haruslah memeluk agama Silam terlebih dahulu, barulah pedagang tersebut mau menikahi
anak-anak mereka.
Zaman Praaksara. Pada awalnya, manusia purba hidup dengan cara berpindah-pindah atau
nomaden. Mereka mencari makan dengan berburu hewan di hutan dan meramu. Mereka
mengandalkan alam 100% untuk bertahan hidup. Lama kelamaan manusia purba mampu
mengolah alam dan hidup menetap. Kehidupan merekapun terus berkembang. Untuk lebih
jelasnya, marilah kita pelajari materi berikut ini.
Zaman Praaksara
Masa berburu dan mengumpulkan makanan yaitu masa di mana manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan berburu dan mencari makanan dari hasil-hasil hutan.
Masa berburu dan mengumpulkan makanan ini disebut food gathering. Pada masa berburu
dan mengumpulkan makanan ini kehidupan masyarakatnya masih sangat sederhana. Dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya tergantung dari alam karena mereka belum mampu membuat
makanan sendiri.
Ciri-ciri dari kehidupan masa berburu dan meramu sebagai berikut ini:
a. Tidak memiliki tempat tinggal yang pasti karena hidupnya berpindah-pindah (nomaden).
Hal ini dikarenakan manusia masih sangat tergantung dari alam.
g. Manusia masa ini sudah memilih hewan dan tumbuhan yang menjadi bahan makanannya.
Berikut ini adalah alat-alat yang terbuat dari batu dan tulang pada masa berburu dan meramu.
a. Kapak perimbas digunakan untuk merimbas kayu, menguliti binatang, dan memecah
tulang.
c. Kapak genggam digunakan untuk menggali ubi dan memotong daging binatang buruan.
e. Tangkai tombak.
Coran kehidupan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut masih
dipengaruhi oleh corak kehidupan pada masa sebelumnya, yaitu masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat sederhana. Kehidupan mereka masih sangat tergantung
kepada alam. Adapun ciri kehidupan masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
lanjut antara lain sebagai berikut ini.
a. Masih berburu binatang di hutan dan mengumpulkan makanan berupa umbi-umbian, buah-
buahan, biji-bijan, daun-daunan dan menangkap ikan di laut atau danau.
b. Manusia masa ini telah mampu menyimpan makanan dan mengawetkannya; yaitu ketika
mereka mampu mengumpulkan makanan dalam jumlah cukup banyak.
f. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, bercocok tanam mulai
dikerjakan namun masih amat sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah atau
berhuma.
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, kehidupan berburu masih
dilakukan secara berkelompok. Tiap kelompok merupakan keluarga kecil dengan membagian
kerja yang jelas. Kaum laki-laki bertugas melakukan perburuan. Kaum wanita yang tidak
banyak terlibat dalam kegiatan perburuan lebih banyak berada di sekitar gua-gua tempat
tinggal mereka.
Pembagian tugas tersebut berdampak pada kemampuan wanita. Wanita pada zaman ini
memiliki kesempatan untuk berkembang. Mereka memperluas wawasan mengenai tumbuhan
saat ditinggal berburu oleh kaum laki-laki. Para wanita mampu membudidayakan tanaman di
sekitar mereka.
a. Kemahiran membuat alat masih sederhana. Alat itu digunakan untuk berburu dan meramu
makanan. Alat bantu yang dihasilkan dari masa ini berciri palaeolitik kemudian mesolitik.
c. Corak kepercayaan tampak dari lukisan dan penguburan. Corak kepercayaan baru terlihat
pada tingkat lanjut. Lukisan dinding gua mengungkapkan kepercayaan masyarakat praaksara
akan kekuatan magis.
Pada masa ini, timbul revolusi peradaban yang menyangkut kehidupan manusia purba.
a. Sudah mulai menetap, biasanya mereka memilih gua sebagai tempat tinggal.
b. Mereka sudah memelihara hewan ternak dan mengolah lahan untuk ladang dan huma.
Undagi adalah sekelompok orang yang memiliki keahlian menciptakan suatu barang,
misalnya teknik cetak, pandai besi, samapi kostruksi. Sedangkan tempat mengolah logam
disebut perundagian. Jadi, pada zaman ini banyak masyarakat yang pandai mengolah logam.
Bangsa-bangsa barat melalui penjlajahan samudra, berhasil mencapai Indonesia. Bangsa apa
sajakah yang berhasil mendarat di Indonesia ? Bangsas barat yang berhasil mendarat di
indonesia antara lain bangsa Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris. Kedatangan bangsa-
bangsa eropa di indonesia pada awalnya melalui persekutuan dagan. Persekutuan dagang
bangsa eropa berusaha menguasai pedagangan rempah-rempah di Indonesia melalui praktik
monpoli.
1. Bangsa Portugis
Melalui penjelajahan samudra, bangsa Portugis berhasil mencapai India (Calcuta) tahun
1498 dann berhasil mendirikan kantor dagangnya di Goa (1509). Tahun 1551, Portugis
berhasil menguasai malaka, selanjutnya Portugis mengadakan hubungan dagang dengan
Maluku yang merupakan daerah penghasil rempah-rempah di Indonesia.
2. Bangsa Spanyol
Tahun 1521 bangsa spanyol berhasil untuk pertama kali mendara di Tidore (Maluku)
kemundian siggah di Bacan dan Jailolo. Mereka tergabung dlam ekspedisi megelhaens-del
cano. Kedatangan bansa spanyol di sambut baik oleh masyarakat setepat karena pada saat itu
rakyat Maluku sedang bersengketa dengan Portugis.
3. Bangsa Belanda
Sebelum datang ke Indonesia untuk membeli rempah-rempah, para pedagang Belanda
membeli rempah-rempah hasil kekayaan alam indonesia di Lisabon (ibukota Portugis) Pada
masa itu, Belanda masih dalam penjajahan Spanyol. Tahun 1585 Belanda tidak lagi
mengambil rempah-rempah dari Lisabon karena Portugis di kuasai oleh bangsa Spanyol.
Putusnya pendagangan rempah-rempah dari Lisabon karena Portugis di Kuasai oleh bangsa
Spanyol banyak menderita kerugia, Sejak saat itu bangsa Belanda meulai mengadakan
penjelajahan samudra untuk mencari daerah penghasil rempah-rempah, yaitu Indonesia.
Bulan April 1595 Belanda memulai pelayaranya menuju nusantara dengan empat buah kapal
dibawah pimpinan Cornelis de houtman dan De Keyzer, Pelayaran bangsa Belanda ke
Indonesia melaui jalur palayaran Portugis, Pelayaran de houtman memasuki wilayah
Nusantara melalui selat sunda
Alfonso de Albuquerque merupakan panglima angkatan laut terbesar pada masa itu.
Pada tahun 1503 Albuquerque berangkat menuju India, dan pada tahun 1510, dia
menaklukan Goa di Pantai Barat yang kemudian menjadi pangkalan tetap Portugis.
Pada waktu itu telah dibangun pangkalan-pangkalan di tempat-tempat yang agak ke
barat, yaitu di Ormuzdan Sokotra. Rencananya ialah untuk mendominasi
perdagangan laut di Asia dengan cara membangun pangkalan tetap di tempat-tempat
krusial yang dapat digunakan untuk mengarahkan teknologi militer Portugis yang
tinggi. Pada tahun 1510, setelah mengalami banyak pertempuran, penderitaan, dan
kekacauan internal, tampaknya Portugis hampir mencapai tujuannya. Sasaran yang
paling penting adalah menyerang ujung timur perdagangan Asia di Maluku.
Setelah mendengar laporan-laporan pertama dari para pedagang Asia
mengenai kekayaan Malaka yang sangat besar, Raja Portugis mengutus Diogo Lopez
de Sequiera untuk menekan Malaka, menjalin hubungan persahabatan dengan
penguasanya, dan menetap disana sebagai wakil Portugis di sebelah timur India.
Tugas Sequiera tersebut tidak mungkin terlaksana seluruhnya saat dia tiba di Maluku
pada tahun 1509. Pada mulanya dia disambut dengan baik oleh Sultan Mahmud Syah
(1488-1528), tetapi kemudian komunitas dagang internasional yang ada di kota itu
meyakinkan Mahmud bahwa Portugis merupakan ancaman besar baginya. Akhirnya,
Sultan Mahmud melawan Sequiera, menawan beberapa orang anak buahnya, dan
membunuh beberapa yang lain. Ia juga mencoba menyerang empat kapal Portugis,
tetapi keempat kapal tersebut berhasil berlayar ke laut lepas. Seperti yang telah
terjadi di tempat-tempat yang lebih ke barat, tampak jelas bahwa penaklukan adalah
satu-satunya cara yang tersedia bagi Portugis untuk memperkokoh diri.
Gambar: Alfonso de Albuquerque
Pada bulan April 1511, Albuquerque melakukan pelayaran dari Goa menuju
Malaka dengan kekuatan kira-kira 1200 orang dan 17 buah kapal. Peperangan pecah
segera setelah kedatangannya dan berlangsung terus secara sporadis sepanjang bulan
Juli hingga awal Agustus. Pihak Malaka terhambat oleh pertikaian antara Sultan
Mahmud dan putranya, Sultan Ahmad yang baru saja diserahi kekuasaan atas Negara
namun dibunuh atas perintah ayahnya.
Latar Belakang Lahirnya Pergerakan Nasional Indonesia - Tahun 1908 merupakan titik
permulaan bangkitnya kesadaran nasional. Pada tahun tersebut lahirlah Budi Utomo,
organisasi tersebut merupakan organisasi pergerakan nasional yang pertama, yang kemudian
disusul oleh organisasi-organisasi lainnya. Organisasi pergerakan nasional merupakan
sebagian kecil dari Latar Belakang Lahirnya Pergerakan Nasional di Indonesia, Berikut
Faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya pergerakan Nasional di Indonesia.
Akibat pengeboman Kota Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika mengakibatkan Jepang
kehilangan kekuatan, sehingga Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14
Agustus 1945.
Pada pertemuan di Saigon (Vietnam) tanggal 11 Agustus 1945 pukul 11.40 waktu setempat
kepada para pemimpin bangsa Indonesia (Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Dr. Radjiman
Wediodiningrat), Jenderal Besar Terauchi menyampaikan hal-hal berikut.
b. Peristiwa Rengasdengklok
Setelah mendengar berita Jepang menyerah kepada Sekutu, bangsa Indonesia mempersiapkan
dirinya untuk merdeka. Waktu yang singkat itu dimanfaatkan sebaik-baiknya. Perundingan-
perundingan diadakan di antara para pemuda dengan tokoh-tokoh tua, maupun di antara para
pemuda sendiri.
Walaupun demikian, di antara tokoh pemuda dengan golongan tua sering terjadi perbedaan
pendapat, akibatnya terjadilah Peristiwa Rengasdengklok.
Pada tanggal 16 Agustus pukul 04.00 WIB, Bung Hatta dan Bung Karno beserta Ibu
Fatmawati dan Guntur Soekarno Poetra dibawa pemuda ke Rengasdengklok, kota kawedanan
di pantai utara Kabupaten Karawang, tempat kedudukan cudan (kompi) tentara Peta.
Tujuan peristiwa ini dilatarbelakangi oleh keinginan pemuda yang mendesak golongan tua
untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Pemuda membawa Bung Karno dan
Bung Hatta ke Rengasdengklok agar tidak terpengaruh oleh Jepang.
Setelah melalui perdebatan dan di tengah-tengahi Ahmad Soebardjo, menjelang malam hari,
kedua tokoh itu akhirnya kembali ke Jakarta. Rombongan SoekarnoHatta sampai di Jakarta
pada pukul 23.30 waktu Jawa zaman Jepang (pukul 23.00 WIB).
Soekarno Hatta setelah singgah di rumah masing masing, kemudian bersama rombongan
lainnya menuju rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta. (tempat
Ahmad Soebardjo bekerja) untuk merumuskan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Malam itu juga segera diadakan musyawarah. Tokoh tokoh yang hadir saat itu ialah Ir.
Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ahmad Soebardjo, para anggota PPKI, dan para tokoh
pemuda, seperti Sukarni, Sayuti Melik, B.M. Diah, dan Sudiro.
Tokoh-tokoh yang merumuskan teks proklamasi berada di ruang makan. Adapun tokoh yang
menulis teks proklamasi adalah Ir. Soekarno, sedangkan Drs. Mohammad Hatta dan Ahmad
Soebardjo turut mengemukakan ide-idenya secara lisan.
Perumusan teks proklamasi sampai dengan penandatanganannya baru selesai pukul 04.00
WIB pagi hari, tanggal 17 Agustus 1945.
Pada saat itu juga telah diputuskan bahwa teks proklamasi akan dibacakan di halaman rumah
Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta pada pagi hari pukul 10.00 WIB.
Banyak tokoh pergerakan nasional beserta rakyat berkumpul di tempat itu. Mereka ingin
menyaksikan pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Sesuai kesepakatan yang diambil di rumah Laksamana Maeda, para tokoh Indonesia
menjelang pukul 10.30 waktu Jawa zaman Jepang atau 10.00 WIB telah berdatangan ke
rumah Ir. Soekarno. Mereka hadir untuk menjadi saksi pembacaan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.
Acara yang disusun dalam upacara di kediaman 1r. Soekarno itu, antara lain sebagai berikut:
a. Pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
b. Pengibaran bendera Merah Putih.
c. Sambutan Wali Kota Suwiryo dan dr. Muwardi.
Suasana menjadi sangat hening. Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dipersilakan maju beberapa
langkah dari tempatnya semula. Ir. Soekarno mendekati mikrofon. Dengan suaranya yang
mantap, Ir. Soekarno dan didampingi Drs. Moh. Hatta membacakan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.
Suhud mengambil bendera dari atas baki (nampan) yang telah disediakan dan
mengibarkannya dengan bantuan Shodanco Latief Hendraningrat.
Kemudian Sang Merah Putih mulai dinaikkan dan hadirin yang datang bersama-sama
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera dinaikkan perlahan-lahan menyesuaikan syair
lagu Indonesia Raya.
Seusai pengibaran bendera Merah Putih acara dilanjutkan sambutan dari Wali Kota Suwiryo
dan dr. Muwardi. Pelaksanaan upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dihadiri oleh
tokoh tokoh Indonesia lainnya, seperti Mr. Latuharhary, Ibu Fatmawati, Sukarni, dr. Samsi,
Ny. S.K. Trimurti, Mr. A.G. Pringgodigdo, dan Mr. Sujono.
Tokoh perjuangan - Sebelum menjadi negara yang merdeka seperti sekarang ini, Indonesia
telah berjuang untuk menegakkan keamanan, perdamaian dan menjaga keutuhan wilayah
bangsa Indonesia. Banyak orang yang gugur untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Ternyata perjuangan mereka tidak sampai disitu saja karena setelah Indonesia merdeka,
mereka masih harus berjuang mengatasi ancaman dari luar dan melawan ancaman dari dalam.
Inilah beberapa nama tokoh yang berperan dalam perjuangan bangsa pada masa 1948 1965.
Jenderal Gatot Soebroto merupakan tokoh yang lahir di Banyumas Jawa Tengah, 10 Oktober
1907 dan Beliau meninggal di Jakarta, 11 Juni 1962. Semasa hidupnya, Gatot Seobroto
mempunyai peranan besar bagi bangsa Indonesia. Di tahun 1923, Gatot Seobroto yang
awalnya hanya pegawai masuk sekolah militer KNIL Magelang. Kemudian, saat Jepang
menduduki Indonesia Gatot Soebroto mengikuti pendidikan PETA di Bogor.
Setelah kemerdekaan, Gatot Soebroto memilih masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan
pekerjaannya pun berlanjut sampai dipercaya menjadi Panglima Divisi II, Panglima Coprs
Polisi Militer hingga menjadi Gubernur Militer Daerah Surakarta dan sekitarnya.
Namanya dikenal sebagai penggagas akan perlunya sebuah Akademi Militer gabungan seperti
AD,AU, dan AL guna untuk membina para perwira muda. Kemudian, gagasan tersebut
diwujudkan dengan dibentuknya Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau
AKABRI di tahun 1965.
Abdul Haris Nasution merupakan tokoh yang lahir di Kotanopan, Sumatera Utara pada 3
Desember 1918 dan meninggal di Jakarta, 6 September 2000 saat umur 81 tahun. Ketika
Belanda membuka sekolah perwira cadangan Indonesia pada tahun 1940, Abdul Haris
Nasution ikut masuk dan mendaftar di sana. Kemudian, Nasution diangkat sebagai pembantu
Letnan di Surabaya.
Di tahun 1942, beliau mengalami pertamanya di Surabaya melawan Jepang. Setelah berhasil
mengalahkan Jepang dalam Perang Dunia II bersama dengan eks-PETA, Nasution
mendirikan Badan Keamanan Rakyat.
Pada tahun 1946, Nasution dilatik oleh Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi
Siliwangi. Sebagai seorang tokoh militer Nasution dikenal dengan ahli perang Gerilya dan
dikenal sebagai penggagas dwifungsi ABRI. Semua gagasan perang Gerilya Nasution,
dituangkan ke dalam buku yang berjudul Fundamentals of Guerilla Warfare.
3. Letkol Slamet Riyadi
Slamet Riyadi merupakan tokoh yang lahir di Surakarta pada 26 Juli 1927 dan meninggal di
Ambon pada 4 November 1950 saat berumur 23 tahun. Setelah diangkat sebagai Komandan
Batalyon Resimen I Devisi X.
Selamet Riyadi berhasil menggalang para pemuda, menghimpun kekuatan perjuangan dari
pemuda-pemuda terlatih eks-Peta/Heiho/Kaigun dan merekrutnya dalam kekuatan Batalyon
yang dipersiapkan bermaksud untuk mempelopori perebutan sebuah kekuasaan politik serta
militer di kota Solo dari tangan Jepang.
Kemudian, Slamet Riyadi diangkat menjadi Komandan Batalyon XIV dan pasukannya sangat
aktif melakukan serangan Gerilya terhadap kedudukan militer Belanda.
Ketiga tokoh tersebut mempunyai peranan penting dalam kemerdekaan Indonesia, mulai
dari perjuangan hingga pemikirannya. Itulah yang membuat nama ketiga tokoh tersebut
sebagai nama jalan di kota-kota besar di Indonesia
Setiap negara di dunia memiliki falsafah hidup, struktur pemerintahan, tata masyarakat,
kepentingan nasional dan potensi ekonomi yang berbeda-beda. Perbedaan itulah yang
menjadi alasan perlu dilakukannya hubungan kerjasama dengan Negara lain. Singkatnya,
antara Negara yang satu dengan yang lain terdapat hubungan saling kebergantungan.
Agar hubungan antarnegara dapat mendatangkan manfaat bagi kelangsungan hidup dan
kedaulatan suatu Negara, maka suatu Negara harus memiliki kebijakan sebagai suatu
landasan keterlibatan Negara dalam menjalin hubungan antarnegara. Landasan atau pedoman
penting dilakukan karena berdampak pada bangsa dan Negara yang bersangkutan.
Hubungan luar negeri yang dilakukan oleh Indonesia berdasar atas berbagai sumber-sumber
hukum yaitu Pancasila dan UUD 1945, RPJM, berbagai kebijakan yang bersifat operasional
seperti Keppres dan Kebijakan Menteri Luar Negeri.
Politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta
hasil dinamika ketatanegaraan Indonesia sejak Indonesia merdeka. Politik luar negeri
Indonesia yang bebas dan aktif pertama kali dinyatakan pada tanggal 2 September 1948
sebagai sikap politik pemerintah saat memberikan keterangan di depan Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia Pusat.
Kelima prinsip itulah yang menjadi pedoman keterlibatan Indonesia dalam hubungan
antarbangsa. Bagi Indonesia, yang menjadi landasan atau pedoman keterlibatan Indonesia
dalam menjalin hubungan dengan negara lain adalah prinsip-prinsip politik luar negeri
Indonesia. Keterlibatan ini dimanifestasikan melalui keikutsertaan Indonesia dalam berbagai
kerjasama internasional dan organisasi internasional.
Berikut adalah beberapa contoh peran indonesia di dunia internasional dalam kerjasama
regional terkini-khususnya ASEAN- dalam rangka menunjang kepentingan nasional di
berbagai bidang dan sebagai upaya untuk menciptakan perdamaian dunia.
Artikel terkait :
Tujuan ASEAN
Fungsi ASEAN
Peran Indonesia dalam ASEAN terkini yang disarikan dari laman Kementerian Luar Negeri
Indonesia adalah :
3. Indonesia menjadi tuan rumah FEALAC The 6th FEALAC Foreign Ministers
Meeting yang diselenggarakan di Bali Tahun 2013.
5. Prakarsa pembentukan ASEAN Institute for Peace and Reconciliation (AIPR) oleh
Indonesia telah direalisasikan oleh seluruh negara anggota ASEAN dan saat ini
Sekretariat AIPR berkedudukan di Jakarta.
10. Amerika Serikat dan Rusia bergabung dalam East Asia Summit atas upaya Indonesia.
13. Di bidang kerja sama ekonomi ASEAN, Indonesia menggagas dibentuknya ASEAN
Framework on Equitable Economic Development (AFEED) dan Regional
Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
15. Indonesia berperan aktif dalam kerja sama penanggulangan bencana alam di ASEAN
melalui pembentukan ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on
Disaster Management (AHA Centre) di Jakarta.
Baca juga : Peran Indonesia dalam Organisasi ASEAN dan PBB Keuntungan Indonesia
dengan Bergabung dalam ASEAN. Peran Indonesia Dalam Gerakan Non Blok Manfaat
AFTA bagi Negara-negara Anggotanya Manfaat AFTA bagi Perekonomian Indonesia
Masyarakat ASEAN 2015
hidup dalam lingkungan yang damai, stabil, dan makmur, yang dipersatukan oleh
hubungan kemitraan secara dinamis serta menciptakan masyarakat yang saling peduli.
Pembentukan Masyarakat ASEAN dilandasi oleh tiga pilar, yaitu Pilar Politik-Keamanan,
Pilar Ekonomi, dan Pilar Sosial Budaya guna mempererat ASEAN dalam menghadapi
perkembangan politik internasional.
Koordinasi kerja sama ketiga pilar tersebut dilakukan melalui Dewan Koordinasi ASEAN
(ASEAN Coordinating Council/ACC) yang terdiri dari Menteri Luar Negeri ASEAN. ACC
bertemu sekurang-kurangnya dua kali setahun dengan tugas mengoordinasikan tiga Dewan
Masyarakat ASEAN yang terdiri dari Dewan Masyarakat Politik-Keamanan (ASEAN
Political Security Community Council/APSCC), Dewan Masyarakat Ekonomi (ASEAN
Economic Community Council/AECC) dan Dewan Masyarakat Sosial Budaya (ASEAN
Socio-Cultural Community Council/ASCCC).
menjalankan tugas lain yang diatur dalam Piagam ASEAN atau fungsi lainnya seperti
yang ditetapkan oleh KTT ASEAN.
4. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali
yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
dan 1997.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa
demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan
dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).Kenyataannya pemilu
diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu
mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut
sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR.
Perimbangan tersebut memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama
enam periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang,
dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa
catatan.