PENGANTAR
ILMU SEJARAH
BAB I
PENGERTIAN SEJARAH
B. Menurut Istilah
Istilah sejarah dalam bahasa Arab dikenal dengan tarikh, dari akar kata
arrakha yang berarti menulis atau mencatat; dan catatan tentang waktu serta
peristiwa. Adapula yang berpendapat bahwa istilah sejarah berasal dari bahasa
Arab, Syajarah, yang berarti pohon atau silsilah. Makna silsilah lebih tertuju pada
makna padanan tarikh; termasuk dengan padanan pengertian babad, mitos,
legenda, dan seterusnya. Syajarah berarti terjadi, Syajarah an-nasab berarti pohon
silsilah.
Banyak pula yang mengakui bahwa istilah sejarah berasal dari bahasa
Yunani, historia. Dalam bahasa Inggris, dikenal dengan history, bahasa Prancis
historie, bahasa Italia storia, bahasa Jerman geschichte, dan bahasa Belanda
dikenal gescheiedenis.
Dari berbagai bahasa tersebut dapat ditegaskan bahwa pengertian sejarah
menyangkut waktu dan peristiwa. Oleh karena itu, masalah waktu memegang
peranan penting dalam memahami satu peristiwa. Hal ini membuat para sejarawan
cenderung mengatasi masalah ini dengan membuat periodisasi.
Istilah sejarah, dalam pengertian terminologis atau istilahi, juga memiliki
beberapa variasi redaksi. R.G Collingwood, misalnya mendefenisikan sejarah
dengan ungkapan history is the history of thought (sejarah adalah sejarah pemikiran)
; history is a kind of research or inquiry (sejarah adalah sejenis penelitian atau
penyelidikan). Collingwood juga memaknakan sejarah (dalam arti penulisan sejarah
atau historiografi), seperti membangun dunia fantasi (are people who build up a
fantasy-word).
Moh. Ali mengemukakan pengertian sejarah dengan mengacu pada tiga
makna:
1. Sejumlah perubahan, kejadian, dan peristiwa kenyataan;
2. Cerita tentang perubahan, kejadian, peristiwa, atau realita;
3. Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian, dan peristiwa
realitas.
Menurut Sartono Kartodidjo, sejarah dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu
sejarah mentalitas (mentalited history), sejarah sosial (sosiological history), dan
sejarah struktural (structural history). Adapun Hegel berpendapat bahwa sejarah
terbagi menjadi tiga yaitu:
1. Sejarah asli, memaparkan sebagian besar pada perbuatan, peristiwa, dan
keadaan masyarakat yang ditemukan di hadapan mereka.
2. Sejarah reflektif adalah sejarah yang cara penyajiannya tidak dibatasi oleh waktu
yang dengannya penulis sejarah berhubungan.
3. Sejarah filsafati, jenis ini tidak menggunakan sarana apapun, kecuali
pertimbangan pemikiran terhadapnya.
Sejarah adalah merekontruksi masa lalu, yaitu merekontruksi yang sudah
dipikirkan, dikerjakan, dirasakan, dan dialami orang. Akan tetapi, perlu ditegaskan
bahwa membangun kembali masa lalu bukan untuk kepentingan masa lalu. Sejarah
mempunyai kepentingan masa kini dan bahkan untuk masa yang akan datang. Oleh
karena itu, terus ditulis orang, pada semua peradaban dan sepanjang waktu. Hal ini
dapat dilihat berdasarkan kerangka keragaman (diversity), perubahan (change), dan
kesinambungan (continuity) melalui dimensi waktu.
Menurut Louis Gottschalk, dalam bukunya Understanding History: a Primer of
Historical Method, tentang pengertian sejarah. Sejarah dalam bahasa Inggrisnya
“history” berasal dari kata benda. Yunani “istoria” yang berarti ilmu. Filsuf Yunani,
Aristoteles, berpendapat bahwa “istoria” berarti suatu pertelaan sistematis mengenai
seperangkat gejala alam, baik susunan kronologi yang merupakan factor atau tidak
di dalam pertelaan. Penggunaan itu, meskipun jarang, masih tetap hidup di dalam
bahasa Inggris dalam sebutan “natural history”. Akan tetapi dalam perkembangan
zaman, kata latin yang sama artinya, yaitu “scientia” lebih sering digunakan untuk
menyebutkan pertelaan sistematika non-kronologis mengenai gejala alam,
sedangkan kata “istoria” dipergunakaan bagi pertelaan mengenai gejala-gejala
(terutama hal-ihwal manusia) dalam urutan kronologis. Menurut defenisi umum, kata
“history” kini berarti “masa lampau umat manusia”.
Secara ringkas , pendapat Gottschalk tentang pengertian sejarah merupakan
rekaman peristiwa masa lampau manusia dengan segala sisinya.
Sejarawan Indonesia, Sartono Kartodidjo dalam bukunya “Pendekatan Ilmu
Sosial dalam Metodologi Sejarah”, membagi pengertian sejarah pada dua aspek
penting yaitu:
1. Sejarah dalam arti subjektif sebagai suatu konstruksi atau bangunan yang
disusun oleh sejarawan sebagai suatu uraian atau cerita. Dikatakan subjektif
karena sejarah memuat unsure-unsur dan isi subjek (penulis), dan
2. Sejarah dalam arti objektif yang menunjuk kepada kejadian atau peristiwa itu
sendiri, sebagai proses dalam aktualitasnya. Suatu kejadian yang pernah terjadi
tidak dapat diulang atau terulang lagi.
Adapula yang mengartikan istilah sejarah dengan istilah babad, hikayat,
riwayat, atau tambo yang artinya kejadian dan peristiwa masa lampau atau asal-usul
(keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah.
Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan tentang kejadian-kejadian yang
sudah lampau serta pengetahuan cara berpikir secara historis. Orang yang
mengkhususkan diri mempelajari sejarah atau ahli sejarah disebut sejarawan.
Selain dikategorikan sebagai bagian dari ilmu budaya (humaniora), sejarah
juga digolongkan sebagai bagian dari ilmu-ilmu sosial. Ilmu sejarah mempelajari
berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan pada masa lalu. Ilmu
sejarah dapat dibagi menjadi kronologi, historiografi, genealogi, paleografi, dan
kliometrik.
Beberapa pakar sejarah mengatakan sebagai berikut:
1. J.V. Bryce: sejarah adalah catatan dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan
diperbuat oleh manusia.
2. W.H. Walsh: sejarah menitikberatkan pada pencatatan yang berarti dan penting
bagi manusia. Catatan itu meliputi tindakan dan pengalaman manusia masa
lampau pada hal-hal yang penting sehingga merupakan cerita yang berarti.
3. Patrick Gardiner: sejarah adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang
telah diperbuat oleh manusia.
4. Moh. Yamin: sejarah adalah ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil
penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan
kenyataan.
5. Moh. Ali dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, mempertegas
pengertian sejarah sebagai berikut:
a. Jumlah perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar
kita.
b. Cerita tentang perubahan, kejadian, atau peristiwa dalam kenyataan di
sekitar kita.
c. Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian, dan atau
peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sejarah
mempelajari peristiwa atau kejadian pada masa lampau dalam kehidupan umat
manusia. Dalam kehidupan manusia, peristiwa sejarah merupakan peristiwa abadi,
yaitu tidak berubah-ubah dan tetap dikenang sepanjang masa, peristiwa unik yang
hanya terjadi satu kali dan tidak pernah terulang persis sama untuk kedua kalinya,
dan peristiwa sejaarah mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang banyak.
Informasi dalam sejarah, dapat diperoleh antara lain berdasarkan:
• Kurun waktu (kronologis);
• Wilayah (geografis);
• Negara (nasional);
• Kelompok suku bangsa (etnis);
• Topik atau pokok bahasan (topikal).
Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Bahkan sejarah
mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai keberhasilan dan
kegagalan perjuangan suatu bangsa, sistem perekonomian yang pernah ada,
bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia
sepanjang sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari kemajuan dan kejatuhan
sebuah negara dan peradaban, juga mempelajari peristiwa politik dan pengaruhnya
pada kehidupan suatu bangsa. Sejarah juga dapat dipahami dari filsafat sosial,
kebudayaan dan teknologi.
Oleh karena itu, dapat dirumuskan defenisi sejarah, yaitu gambaran masa lalu
tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang disusun secara ilmiah
dan lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan,
yang memberi pengertian dan kepahaman tentang apa yang telah berlalu.
C. Sejarah sebagai Ilmu
Suatu hal dapat dikatakan sebagai ilmu apabila hal tersebut memenuhi syarat
umum yaitu objek, tujuan, metodelogi dan sistematika. Sesuatu dikatakan memiliki
objek, jika ilmu itu memiliki sasaran atau tujuan penelitian. Ilmu yang memiliki tujuan
adalah ilmu yang mengantarkan kepada tujuan tertentu seperti biologi, biologi
adalah ilmu yang memepelajari tentang mahluk hidup. Itu berarti biologi bertujuan
mengajarkan tentang mahluk hidup dan segala aspek-aspeknya. Ilmu yang memiliki
metodelogi adalah ilmu yang memiliki cara dalam mengembangkan materi-materi
yang dibahas seperti pengalaman dan sebagainya. Sedangkan ilmu yang
sistematika adalah ilmu yang secara berurutan atau kronologinya jelas sedang
membahas atau mempelajari suatu hal.
Sedangkan sejarah dikatakan sebagai ilmu, jika memiliki syarat yaitu empiris,
memiliki objek, memiliki teori, generalisasi dan memiliki metode. Berikut ini
penjabaran dari aspek tersebut :
1. Empiris
Sejarah itu empiris mempunyai arti pengalaman, ini sesuai dengan ungkapan
Kuntowijoyo (2013:46), “empiris berasal dari kata “Empeiria” Yunani yaitu
pengalaman”. Mengapa sejarah itu empiris? Sejarah berasal dari pengalaman
yang masih tercatat oleh memori kita. Pengalaman yang tadi telah diamati
dituangkan dalam bentuk tulisan. Tulisan-tulisan itulah yang diteliti keabsahannya
oleh sejarawan untuk menentukan fakta. Fakta itu ditafsirkan secara berbeda-
beda. Jika suatu ilmu alam memiliki objek yang pasti. Sedangkan sejarah
menjadikan bukti sebagai objeknya. Letak perbedaan ilmu alam dan sejarah
dilihat dari bagaimana mereka mangamati objeknya bukan dari cara kerjanya.
Jika dalam ilmu alam mereka bisa mengulang-ulang percobaan tentang suatu
hal, akan tetapi dalam sejarah, hal itu tidak bisa dilakukan, karena sejarah itu
hanya terjadi satu kali karena bersifat pengalaman, seperti pada saat proklamasi.
Kejadian ini tidak bisa terjadi kembali dan diulang-ulang untuk diteliti. Hal ini yang
menjadi sebab muncul pebedaan pendapat dari para sejarawan dalam
mendiskripsikan suatu peristiwa tersebut. Karena kebenaran dalam sejarah
hanya ada pada peristiwa itu sendiri.
2. Mempunyai Objek
Berbeda dari sosiologi, antropologi, dan ilmu sosial lainnya. Sejarah
mempelajari manusia yang dikejar oleh waktu. Jika lebih dikhususkan, objek
penelitian sejarah memang manusia. Akan tetapi waktu sangat berperan penting
dalam proses pembelajaran sejarah. Kebanyakan sejarawan bingung bagaimana
menentukan waktu pas terjadinya sejarah tersebut. Kebanyakan ilmuwan hanya
mengira-ngira waktu terdekat sejarah itu terjadi. Karena informasi yang mereka
dapatkan sangat minim dan peristiwa tersebut tidak bisa terulang kembali.
3. Mempunyai Teori
Seiring dengan munculnya banyak filsafat sejarah di muka bumi. Tentu saja,
hal ini juga memicu munculnya teori-teori tentang sejarah.teori yang terdapat
dalam sejarah ini berbeda-beda antara negara yang satu dengan yang lain,
contohnya saja di Amerika yang beroriantasi pragmatis sedangkan di Belanda
mempunyai tradisi kontinental yang lebih kontemplatif. Ini semua sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Kuntowijoyo (2013:48) “di universitas-universitas Amerika
yang berorientasi pragmatis, tidak diajarkan teori sejarah yang bersifat filosof.
Sebaliknya, di negara Belanda mempunyai tradisi kontinental yang lebih
kontemplatif, teori sejarah yang bersifat filosof yang diajarkan”.
4. Mempunyai Generalisasi
Generalisasi sejarah memiliki arti seperti yang diungkapkan Kuntowijoyo
dalam bukunya pengantar ilmu sejarah. Kuntowijoyo (2013:48).
Generalisasi, dari bahasa latin “generalis” yang berarti umum. Sama dengan ilmu
lain sejarah juga menarik kesimpulan-kesimpulan umum. Hanya saja perlu
diingat kalau ilmu-ilmu lain bersifat nomotetis, sejarah itu pada dasarnya bersifat
ideografis. Kalau sosiologi membicarakan masyarakat di pojok jalan atau
antropologi membicarakan pluralisme amerika, mereka dituntut untuk menarik
kesimpulan-kesimpulan umum yang berlaku dimana-mana dan dapat dianggap
sebagai kebenaran umum.
Generalisasi dalam hal sejarah disini mempunyai arti koreksi dari kesimpulan
ilmu pengetahuan lain yang kurang akurat. Banyak kejadian atau ilmu yang
belum mempunyai jawaban pasti, akan tetapi setelah menyangkut pautkan
dengan sejarah akhirnya ditemukan jawaban yang pasti.
5. Mempunyai Metode
Hal ini berkaitan dengan tujuan ilmu sejarah, yaitu menjelaskan tentang
kontinuitas dan perubahan dalam kehidupan umat manusia. Unmtuk
mengetahuinya, maka perlu ada cara atau metode dalam menjelaskannya. Cara
sistematis rekonstrusi masa silam meliputi heuristic, kritik, interpretasi, dan
historiogarafi.
METODE SEJARAH
PENULISAN SEJARAH
A. Penulisan Barat
Tradisi Yunani itu kemudian dijadikan model oleh para sejarawan Romawi,
antara lain oleh Polybius (orang Yunani yang dibesarkan di Roma). Ia banyak
menulis tentang masa akhir Yunani sampai awal berdirinya Romawi. Penulis
Romawi sendiri antara lain: Julius Caesar (100-44 SM), Gaius Sallustius Crispus (ca.
86-34 SM), Titus Livius (59 SM-17 M), dan Pablius Cornelius Tacitus (ca. 55-120 M).
Tradisi Yunani yang dilanjutkan oleh Romawi itu kemudian terhenti oleh
kemenangan Kristen di Eropa. Kebudayaan Yunani-Romawi yang bertumpu kepada
kekuatan akal dianggap sebagai hasil setan karenanya harus ditolak dan digantikan
dengan kebudayaan Kristen yang bertumpu pada agama dan supernatural. Menurut
pandangan yang disebut terakhir, sejarah tidak bisa dipisahkan dari teologi atau
agama. Sebagai contoh dalam periodisasi atau pembabakan sejarah disesuaikan
dengan ajaran yang ada pada kitab Injil (Perjanjian Baru). Sebagai contoh adalah
skema periodesasi yang disusun Augustine:
O 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0
Adam---Nuh------Ibrahim-------- Daud -------Babylonia ----Jesus kedatangan Jesus
ke-2.
The City of God adalah karya Augustine (ca. 354-430 M) yang merupakan
filsafat sejarah Kristen yang cukup berpengaruh, khususnya pada abad pertengahan
yang sering dikenal dengan sebutan “Abad Kegelapan” (The Dark Ages) yang
melahirkan struktur masyarakat feudal di Eropa. Menurut pandangan Kristen orang
harus memilih antara Tuhan dan setan. Orang yang terlibat dalam sejarah suci akan
dimenangkan oleh Tuhan. Pada masa ini pusat penulisan sejarah terdapat di gereja
dan Negara dengan pendeta dan raja sebagai pelaku utama. Tinjauan kritis dan
netral yang didukung oleh data-data faktual tidak terlihat pada zaman Kristen di
Abad Pertengahan ini.
Karya-karya yang lahir pada abad-abad ini antara lain: Chronographia karya
Sextus Julius Africanus (ca. 180-250 M) yang mengungkapkan bahwa dunia
diciptakan Tuhan pada 5499 SM; Seven Books Against the Pagan karya Paulus
Orosius (ca. 380-420 M) murid Augustine, yang menguangkapkan pembelaannya
atas peradaban Kristen yang dituduh sebagai penyebab runtuhnya Romawi (Barat)
pada abad ke-5 M. Dalam karyanya itu itu Orosius mengatakan bahwa keruntuhan
paganisme sudah menjadi kehendak Tuhan, karena orang-orang kafir itu akan
runtuh.
Historiografi pada abad ke-19 ditandai dengan beberapa ciri yang cukup
menonjol, antara lain: (1) penghargaan kembali pada Abad Pertengahan, (2)
munculnya liberalism, (3) munculnya filsafat sejarah, dan (4) nasionalisme. Sejarah
yang bersifat nasionalistis misalnya Address to the German Nation karya Johann
Gottlieb Fitchte (1762-1814). Dalam buku ini ia mengemukakan perbedaan antara
orang-orang Jerman yang disebutnya Urvolk alias bangsa yang masih murni dan
orang-orang Eropa selatan yang disebutnya Mischvolk alias bangsa campuran yang
sedang mengalami keruntuhan. Tulisannya itu telah memberi dorongan timbulnya
nasionalisme Jerman.
Abad 19 selain melahirkan Leopold von Ranke yang dianggap sebagai bapak
sejarah science, juga melahirkan banyak pemikir-pemikir sejarah (filsafat sejarah)
yang berpengaruh pada perkembangan teori dan metode sejarah pada tahun-tahun
berikutnya. Misalnya: Georg Wilhelm Friederich Hegel (1770-1831) yang menulis
buku Philosophyof History. Dalam bukunya itu ia berpendapat bahwa sejarah itu
maju dengan cara dialeksis. Diawali dengan tesis yang mendapat perlawanan dari
satu kekuatan yang disebut anti-tesis. Dari pertarungannya itu melahirkan sintesis
sebagai tujuan akhir. Pada gilirannya nanti sintesis ini akan berubah menjadi tesis
baru, yang kemudian berproses sampai menghasilkan sintesa baru, dst. Heinrich
Karl Marx (1818-1883) memakai dialektika Hegel, dengan proletariat sebagai sarana
pembebasan manusia.
Pengaruh filsafat sejarah Hegel ini antara lain nampak pada karya Francis
Fukuyama, The End of History and The Last Man yang terbit pertama kali pada
tahun 1992. Dalam karyanya itu Fukuyama menginterpretasikan perkembangan
masyarakat dunia (masa kontemporer) didorong oleh dua faktor, yaitu (1)
perkembangan ekonomi yang didorong oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
(2) keinginan untuk diakui, dihargai, dan persamaan hak. Kedua faktor inilah yang
sering digugat oleh system komunis yang dapat dinilai sebagai kekuatan anti-tesis
yang kemudian menghasilkan tujuan akhir sejarah manusia, yaitu masyarakat
kapitalis dengan sistem politik demokrasi liberalnya.
Menjelang akhir abad ke-19 kebenaran yang dikemukakan oleh Ranke mulai
diragukan, sebab menulis sejarah “sebagaimana yang terjadi dinilai bertentangan
dengan psikologi. Sadar atau tidak, setiap orang yang menulis pasti mempunyai
maksud dan tujuan tertentu. Fakta sejarah bukanlah batu bata yang tinggal dipasang
saja, melainkan fakta yang dipilih dengan sengaja oleh sejarawan. Seperti
dikemukakan oleh Carl L.Becker (1873-1945), pemujaan terhadap fakta hanyalah
ilusi. Sementara itu James Harvey Robinson (1863-1936) mengatakan bahwa
sejarah kritis kita hanya dapat menangkap “permukaan”, tidak dapat menangkap
realitas di bawah dan tidak dapat memahami perilaku manusia. Atas dasar
pemikiran itu maka muncul gagasan baru tentang perlunya “sejarah baru” atau “new
perpective on historical writing”.
Pada masa ini, norma-norma susila dijamin dan dilindungi oleh kerajaan.
Tidak heran jika kebudayaan yang menitikberatkan susila dalam kehidupannya,
mengajukan pertanyaan tentang kehidupan masa lalu. Disusunlah sejarah untuk
menjawab pertanyaan ini. Objek sejarah atau factor yang tetap dipandang dalam
sejarah adalah kebajikan dan susila.
Bentuk sejarah adalah annal resmi dari berbagai dinasti, riwayat hidup dari
orang-orang ternama, lukisan perjalanan, perantauan, pengembaraan, dan
pembicaraan yang bersifat khusus. Karena pokok-pokoknya beragam sekali tanpa
ukuran yang penting, penulisan sejarah tenggelam dalam jumlah kekhususan yang
tidak habis-habisnya.
C. Penulisan Indonesia
B. Pengurunan
Untuk memahami gerak sejarah, orang membuat skema dari tingkat-tingkat
gerak itu, yang dinamakan “periode” atau “kurun”. Kurun berasal dari bahasa Arab,
berarti abad. Pengurunan gerak sejarah adalah membagi sejarah dalam kurun-
kurun. Artinya, masa lalu yang beragam, bersimpang siur, dan ruwet dalam kejadian
dan waktu, disusun menjadi kurun-kurun sehingga anggapan sejarah mendapat
ikhtiar yang mudah diartikan. Oleh karena itu, kurun-kurun merupakan cerita pokok
sejarah yang memberikan analisis dan daftar jumlah fakta.
Pengurunan masuk dalam penafsiran sejarah, yang dibuat oleh sejarah
sejarawan. Artinya, kurun yang merupakan cerita sejarah adalah penjelmaan pokok
tafsiran sejarawan. Tanpa tafsiran dan penjelasan, fakta-fakta masa lalu akan
menjadi kronik, annal, atau catatan peristiwa atau pseudo sejarah antara fakta yang
satu lepas dari fakta yang lain.
Pengurunan yang hanya didasarkan pada waktu, tidak memuaskan orang.
Hal ini karena waktu, zaman, masa, atau kurun tidak bicara apa-apa. Apa bedanya
hari ini dengan hari kemaren? Adakah bedanya tahun yang satu dengan tahun yang
lain? Perbedaannya hanya nama atau tanggal. Sekarang hari selasa, kemaren hari
senin. Pada tahun dan abad, bedanya hanya angka. Sekarang abad ke-21,
sebelumnya abad ke-20. Baik hari maupun nama (angka) tahun dan abad, dapat
diubah atau ditukar-tukar tanpa memberi akibat pada waktu. Oleh karena itu,
jelaslah bahwa tidak ada perbedaan antarwaktu. Waktu itu tidak bicara. Pembagian
sejarah dalam kurun, yang jarak waktunya dihitung dalam abad tidak berarti apa-
apa.
Dengan demikian, yang berbicara bukan waktu, melainkan peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam waktu itu. Perbedaan hari senin dan hari selasa adalah
perbedaan yang dikandung oleh masing-masing hari itu. Demikian pula, perbedaan
tahun dan abad adalah perbedaan peristiwa atau corak peristiwa atau klasifikasi
kejadian yang dikandungnya. Perbedaan antara tahun 1934, 1944, 1954, misalnya
pada tahun pertama Indonesia dijajah Belanda, tahun kedua dijajah Jepang, dan
tahun ketiga merdeka. Apabila diklasifikasikan berdasarkan kejadian dapat
dikatakan bahwa kejadian pada tahun pertama digolongkan dalam kurun penjajahan
Barat. Kejadian pada tahun kedua digolongkan dalam kurun penjajahan Timur dan
kejadian pada tahun ketiga digolongkan dalam kurun kemerdekaan. Dengan
demikian, pengurunan sejarah tidak didasarkan atas waktu, tetapi pada cirri-ciri yang
dikandung oleh hakikat kejadian-kejadian, dan semua pengurunan itu tidak mungkin
lepas dari waktu. Setiap kejadian terikat pada waktu. Tanpa waktu, kejadian itu tidak
ada. Oleh karena itu, kurun dihubungkan atau diikat pada waktu.
Pada masa kerajaan, pembagian kurun sejarah mudah dan sederhana. Kurun
didasarkan pada raja yang memerintah atau dinasti yang berkuasa, serta nama
kerajaan. Pada zaman modern ini pun ada kurun yang didasarkan pada tokoh yang
berkuasa. Tentang sejarah Rusia, misalnya orang yang menyebut kurun Stalin,
Malenkov, Khruschev. Akan tetapi, jika sejarah itu meluas dan membicarakan materi
yang tidak homogen, sukar memakai suatu negeri atau kerajaan dan materinya
heterogen seperti sejarah Eropa.
C. Tujuan Pengurunan
Ruang lingkup sejarah sangat luas, seluas jumlah manusia yang ada dimuka
bumi. Jangka waktunya pun sangat lama. Bidang dan aspeknya sangat banyak,
meliputi peradaban, kebudayaan, kepercayaan, dan agama yang di anutnya.
Dengan demikian, menurut Hugiono, dkk., tujuan pengurunan adalah sebagai
berikut:
1. Memudahkan pengertian: gambaran peristiwa masa lampau yang sedemikian
banyaknya dikelompokkan, disederhanakan, dan diikhtisarkan menjadi suatu
tatanan sehingga memudahkan pengertian.
2. Melakukan penyederhanaan: begitu banyaknya peristiwa sejarah yang
beragam, bersimpang-siur, dan ruwet, untuk memahaminya, peristiwa-
peristiwa tersebut perlu disusun secara sederhana, sehingga pikiran
mendapatkan ikhtisar yang mudah diartikannya.
3. Memenuhi persyaratan sistematika ilmu pengetahuan: semua peristiwa masa
lampau setelah dikelompokkan, hubungan antara motivasi pengaruh-
pengaruh peristiwa itu dikaitkan, lalu disusun secara sistematis.
4. Klasifikasi dalam ilmu sejarah: adalah meletakkan dasar pengurunan atas
masa lalu yang tidak terbatas peristiwa dan waktunya, dipastikan isi bentuk
waktunya menjadi bagian-bagian pengurunan.
Berdasarkan tujuan pengurunan tersebut, jelaslah kerangka ceritanya dan
kerangka ini merupakan penjelmaan pandangan hidup, dasar filsafat, serta tafsiran
sejarawan.
C. Tipe Dokumenter
Sumber primer dapat pula terdiri dari dokumen, dalam arti sempit, dokumen
berarti kumpulan kata-kata verbal yang berbentuk tulisan; seperti surat catatan
harian (jurnal), kenang-kenangan (memoris), daftar, laporan, dan sebagainya. Sifat
istimewa dari data verbal adalah data ini mengatasi ruang dan waktu, sehingga
membuka kemungkinan bagi kita untuk mengetahuinya. Dalam arti luas, dokumen
meliputi monumen, artifact, foto-foto, dan sebagainya. Adapun tipe-tipe dokumenter
yaitu:
1. Otobiorafi
2. Surat pribadi, catatan, atau buku harian atau memoirs.
3. Surat kabar
4. Dokumen pemerintah
5. Cerita roman; merupakan science Fiction atau roman utopis.
6. Masa Renaisans
Disebabkan oleh kegiatan-kegiatan para ahli filsafat di Zaman Renaisance,
pengaruh gereja mulai berkurang. Perhatian manusia beralih dari dunia akhirat
kedunia yang fana ini, kepercayaan pada diri pribadi sendiri bertambah dalam
sanubari manusia. Manusia itu sendiri lambat laun melepaskan diri dari agama serta
beranilah mereka mengembangkan semangat-otonom. Sumber gerak Sejarah tidak
dicari diluar pribadinya tetapi dicari dalam diri sendiri.
Hubungan dengan cosmos diputuskan, ikatan dengan Tuhan ditiadakan,
manusia berdiri sendiri atau otonom. Gerak Sejarah tidak menuju ke akhirat tetapi
kearah kemajuan duniawi. Maka dalam hidup yang seolah-olah tidak memerlukan
tuhan itu lagi, timbul faham-faham baru yang berpedoman evolusi-tak-terbatas.
Faham-faham itu terkenal historical-materialisme atau economic determinims.
Faham ini menerangkan bahwa pangkal gerak sejarah ialah ekonomi, dimana gerak
sejarah ditentukan oleh cara-cara menghasilkan barang keperluan masyarakat
(produksi).
Gerak sejarah terlaksanakan dengan pasti menuju kearah masyarakat yang
tidak mengenal pertentangan kelas. Kemajuan ilmu pengetahuan serempak dengan
kemajuan filsafat dan teknik mengakibatkan timbulnya alam pikiran baru di Eropa.
Gerak sejarah dipangkalkan pada kemajuan (evolusi) yaitu keharusan yang
memaksa segala sesuatu untuk maju. Faham historical-materialism yang disusun
Karl Marx (1818-1883) dan F. Engels (1820-1895). Jelas pula bahwa otonomi yang
dibanggakan oleh manusia abad ke-19 sebetulnya hanya pembebasan dari Tuhan
dan penambatan kepada hukum ekonomi.
Aam Abdilah. 2012. Pengantar Ilmu Sejarah. Cet. I. Bandung: Pustaka Setia
Abd Rahman Hamid & Muh. Saleh Madjid. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta: Ombak
E.Tamburaka, Rustam. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah Sejarah
Filsafat dan Iptek. Cet. I; Jakarta: PT Rineka Cipta,
SUMBER INTERNET
www.wikipedia.org
www.pustakaunpad.ac.id
www.academia.edu/14727521/Pengantar_Ilmu_Sejarah
http://bangsalimtuban.blogspot.com/2013/05/filsafat-sejarah.
http://aldenabil.blogspot.com/2013/09/ilmu-bantu-sejarah.