Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

KONSEP DASAR SEJARAH

1.1 Pengertian Sejarah


Sebelum mempelajari peristiwa masa lalu dan belajar dari sejarah, terlebih dahulu
kita perlu memahami apakah sejarah itu. Secara etimologis, kata sejarah berasal dari
bahasa Arab Syajaratun yang berarti “pohon”. Bentuk pohon ini kemudian dihubungkan
dengan skema dari silsilah keluarga raja dari dinasti tertentu.
Kata syajaratun kemudian diserap dalam bahasa Melayu berubah menjadi syajarah,
dan bahasa Indonesia menyebutnya dengan sejarah. Kata sejarah disini masih dalam arti
yang semula, yaitu “silsilah” atau “keturunan”.
Kamus Besar Bahasa indonesia (KBBI) memberi definisi sejarah sebagai berikut.
(1) Asal usul, keturunan, atau silsilah.
(2) Kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau, riwayat, tambo.
(3) Pengetahuan atau uraian tentang kejadian, atau peristiwa yang benar-benar terjadi
pada masa lampau.

Sejarah dalam bahasa Inggris disebut history. Kata ini berasal dari bahasa Yunani,
Istoria yang berarti “Informasi” atau “Pencarian”. New American Encyclopedia
menyebutkan bahwa sejarah meliputi kegiatan-kegiatan manusia yang berhubungan
dengan peristiwa-peristiwa tertentu, ditempatkan dalam sebuah urutan waktu, dan
memuat keterkaitan antar peristiwa.
Dalam bahasa Belanda, sejarah disebut geschiedenis yang mempunyai pengertian
yang hampir sama, yaitu “ tentang sesuatu yang telah terjadi”.

1.2 Konsep Ruang dan Waktu dalam Sejarah


Uraian sebelumnya menunjukkan sejarah itu pada hakikatnya berfokus pada
gambaran proses perjuangan manusia menuju kemajuan dan perwujudan maksimal
potensinya. Proses tersebut berlangsung atau berjalan secara dinamis dalam ruang dan
waktu. Hubungan manusia, ruang, dan waktu tidak dapat dipisahkan. Setiap peristiwa
sejarah (event) yang dialami manusia pada masa lampau berlangsung dalam ruang
(space) dan waktu (time) tertentu.
Tidak ada peristiwa yang berlangsung tanpa medium ruang. Segala peristiwa terjadi
di dunia berlangsung dalam ruang atau wilayah tertentu. Segala tindakan dan perilaku
manusia terjadi di tempat atau lokasi tertentu. Adanya ruang membuat pemahaman kita
tentang peristiwa sejarah menjadi nyata. Selain itu, memungkinkan orang membuat
kategorisasi peristiwa sejarah berdasarkan tempat, seperti sejarah lokal, sejarah daerah,
sejarah nasional, sejarah wilayah, sejarah kawasan, dan sejarah dunia.
Perjalanan hidup manusia tidak dapat dilepaskan dari waktu. Lebih daripada itu,
dalam sejarah, masa lampau itu bukan merupakan suatu masa yang final, berhenti,
ataupun tertutup, melainkan terus berproses memengaruhi masa kini dan masa depan.

1.3 Cara Berpikir Kronologis dalam Mempelajari Sejarah


Sejarah mengajarkan kita cara berpikir kronologis, artinya berpikir secara runtut
sesuai dengan urutan waktu terjadinya suatu peristiwa. Konsep kronologis akan
memberikan kepada kita gambaran yang utuh tentang peristiwa atau perjalanan sejarah
dari tinjauan aspek tertentu. Tujuannya agar kita dapat dengan mudah menarik manfaat
dan makna dari hubungan antarperistiwa yang terjadi.
Adapun dalam kehidupan sehari-hari, konsep berpikir kronologis ini sangat
diperlukan jika kita ingin memecahkan masalah. Tanpa berpikir secara runtut dan
berkesinambungan dalam mengidentifikasi suatu permasalahan, kita akan dihadapkan
pada pemecahan masalah atau pemberian solusi yang tidak tepat.
Secara etimologis, kata kronologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu chronoss dan
logos. Cronoss berarti waktu dan logos berarti “uraian” atau “ilmu”.
Jadi, kronologi adalah imu tentang waktu yang membantu untuk menyusun peristiwa
atau kejadian-kejadian sejarah sesuai urutan waktu terjadinya. Peristiwa sejarah diawali
sejak keberadaan manusia di muka bumi. Untuk itu, diperlukan adanya pembagian waktu
dalam sejarahyang dapat ditinjau dari beberapa aspek.
Cara berpikir kronologis dapat mempermudah kita dalam melakukan rekonstruksi
terhadap semua peristiwa masa lalu dengan tepat. Kronologi sangat penting agar
terhindar dari anakronisme. Anakronisme adalah penempatan peristiwa, latar (setting),
tokoh, ataupun dialog yang tidak sesuai dengan tempat dan waktu terjadinya peristiwa.
Kronologi juga membantu kita agar dengan mudah dapat menghubungkan dan
membandingkan peristiwa sejarah yang terjadi di suatu tempat yang berbeda, tetapi
dalam waktu yang sama.

1.4 Cara Berpikir Diakronik dalam Mempelajari Sejarah


Secara etimologis, kata diakronik berasal dari bahasa Yunani, yaitu dia dan chronoss.
Dia mempunyai arti “melintas”, “melampaui”, atau “melalui”, sedangkan chronoss
berarti waktu. Jadi diakronik berarti sesatu yang melintas, melalui, dan melampaui dalam
batasan waktu.
Cara berpikir diakronik mengajarkan kepada kita untuk lebih teliti dalam mengamati
gejala atau fenomena tertentu, peristiwa atau kejadian pada waktu yang tertentu.
Masih berhubungan dengan pembatasan waktu, sejarah mengenal istilah periodisasi,
yakni pengklasifikasian peristiwa-peristiwa sejarah dalam tahap-tahap dan pembabakan
tertentu.
Sebelum menyusun periodisasi, para sejarawan akan membuat klasifikasi peristiwa
yang akan menjadi kajiannya, dan membuat kesimpulan-kesimpulan pada setiap periode.
Periodisasi dalam sejarah diperlukan karena penting bagi kita agardapat mengadakan
tinjauan secara menyeluruh terhadap peristiwa-peristiwa yang telah terjadi yang saling
berhubungan dalam berbagai aspek.
Sebagai contoh, apabila periodisasi yang akan dibuat berkaitan dengan perkembangan
sejarah kebudayaan secara umum, maka akan dibuat dua periode perkembangan
kebudayaan sebagai berikut.
1. Zaman praaksara yang juga disebut dengan zaman prasejarah, yaitu zaman yang
dimulai sejak manusia belum mengenal tulisan hingga ditemukannya tulisan.
1. Zaman aksara atau disebut juga dengan zaman sejarah, yaitu zaman ketika manusia
sudah mengenal tulisan hingga sekarang.

Dari kedua zaman yang telah diklasifikasikan ini, dapat dilakukan rekonstruksi
terhadap tahap-tahap perkembangan kebudayaan yang berlangsung dalam masyarakat
tertentu. Periodisasi dalam penulisan sejarah dapat dilakukan dengan banyak klasifikasi
berdasarkan sejumlah aspek dalam kehidupan manusia, seperti perkembangan sistem
politik, pemerintahan, agama dan kepercayaan, ekonomi, dan sosial budaya.
Contoh berikut adalah periodisasi yang dibuat berdasarkan sistem mata pencarian
hidup dalam sejarah Indonesia.
- Masa berburu dan meramu
- Masa bercocok tanam
- Masa bercocok tanam tingkat lanjut
- Masa perundagian

Contoh lain dari periodisasi sejarah Indonesia


- Masa praaksara
- Masa kedatangan dan perkembangan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha
- Masa kedatangan dan perkembangan agama islam
- Masa kekuasaan kolonialisme Barat
- Masa Pendudukan Jepang
- Masa Revolusi
- Masa Orde Lama
- Masa Orde Baru
- Masa Reformasi

Masih berkaitan dengan waktu, dalam sejarah kita juga dikenalkan dengan istilah
kronik. Kronik adalah catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya. Kronik
berupa catatan perjalanan yang ditulis oleh para musafir, pendeta, dan pujangga pada
masa lalu. Mereka pada umumnya menulis tentang peristiwa, kejadian, hal-hal yang
menarik perhatian dan mengesankan yang mereka temui di suatu tempat dan pada waktu
tertentu.

1.5 Cara Berpikir Sinkronik dalam Mempelajari Sejarah


Kata sinkronik berasal dari bahasa Yunani, yaitu syn yang berarti “dengan”, dan
chronoss yang berarti “waktu”. Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
sinkronik diartikan sebagai segala sesuatu yang bersangkutan dengan peristiwa yang
terjadi pada suatu masa.
Kajian sejarah secara sinkronik artinya mempelajari peristiwa sejarah dengan segala
aspeknya pada masa atau waktu tertentu secara mendalam. Lebih lengkapnya dapat
dijelaskan bahwa konsep sinkronik dalam sejarah adalah cara mempelajari atau
mengkaji, pola-pola, gejala, dan karakter dari sebuah peristiwa sejarah pada masa
tertentu. Secara umum, sinkronik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1. Mengkaji peristiwa sejarah yang terjadi pada masa tertentu.
2. Menitikberatkan kajian peristiwa pada pola-pola, gejala, dan karakter.
3. Bersifat horizontal.
4. Tidak ada konsep perbandingan.
5. Cakupan kajian lebih sempit dan diakronik.
6. Kajiannya sistematis.
7. Sifat kajian mendalam.
BAB 2
Corak Kuhidupan dan Hasil-Hasil Budaya Masa Praaksara
Indonesia

2.1 Perkembangan Bumi dan Munculnya Makhluk Hidup


Menurut M.Dj. Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, sejarah alam semesta
jauh lebih panjang dibandingkan sejarah umat manusia. Manusia baru muncul pertama
kali kira-kira tiga juta tahun yang lalu, yaitu pada zaman yang disebut kala pleistosen
(3.000.000 sampai 10.000 tahun yang lalu).
Teori tentang asal-muasal serta perkembangan makhluk hidup termasuk manusia
yang dikemukakan oleh ilmuan berkebangsaan Inggris, Charles Darwin (1809-1882),
atau dikenal dengan teori Darwin. Dalam pandangan Darwin, semua kehidupan
memiliki leluhur yang sama. Ia membayangkan, sejarah kehidupan di bumi mirip
sebuah pohon yang sangat besar, yang awalnya batang tunggal berupa sel-sel pertama
yang sederhana. Spesies-spesies baru bercabang dari batang tunggal itu dan terus
berbagi menjadi dahan-dahan, atau famili tumbuhan dan binatang, lalu menjadi
ranting-ranting, yakni semua spesies dalam famili tumbuhan dan binatang yang hidup
sekarang. Salah satu spesies binatang, yaitu kelompok mamalia, berevolusi lagi
sehingga menghasilkan “binatang” yang berakal budi, yaitu manusia.
Hal itu terjadi dalam proses yang berlangsung dalam kurun waktu yang sangat
panjang, hingga jutaan tahun, yang disebut proses evolusi. Dalam proses itu, terjadi
apa yang disebut sistem seleksi alam (survival of the fittest), dimana hanya makhluk
yang mampu beradaptasi dengan lingkunganlah yang bertahan hidup dan berkembang.

2.2 Terbentuknya Kepulauan Indonesia


1. Tenaga Endogen: Pergerakan Lempeng Tektonik
Pergerakan lempeng tektonik diyakini memberikan pengaruh paling besar
terhadap terbentuknya kepulauan Indonesia.
Ketidakstabilan akibat pergerakan lempeng tektonik itu sudah dimulai pada masa
Mesozoikum sekitar 60 juta tahun yang lalu, dan terus berlanjut pada masa Neozoikum.
Dengan demikian, terbentuknya kepulauan Indonesia dimulai sekitar 60 juta tahun
yang lalu itu.

2.3 Corak Kehidupan dan Hasil-Hasil Budaya Manusia pada Masa Praaksara
Indonesia
1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana
A. Asal-usul manusia purba/nenek moyang
Teori Yunan merupakan teori yang paling banyak diketahui dan seringkali
digunakan dalam pembelajaran yang ada di sekolah.
Dalam kajian mengenai awal mula nenek moyang bangsa Indonesia, terdapat
empat teori besar yang dikemukakan oleh para ahli dan yang menjadi salah satunya
adalah Teori Yunan, yang seringkali diyakini serta umum dijadikan sebagai acuan.
Pada Teori Yunan, dinyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Yunnan
yang merupakan sebuah daerah di China Selatan. Dimana teori tersebut didasari pada
hasil temuan teknologi serta persamaan bahasa yang ada dan menjadi alat untuk
berkomunikasi.
Pada awalnya, seorang sejarawan yang juga dikenal sebagai seorang arkeolog
asal Austria bernama Robert Barron von Heine melakukan sebuah kajian mendalam
mengenai kebudayaan megalitik di Asia Tenggara dan Pasifik.
Melalui kajiannya tersebut, Robert barron von Heine mengemukakan dan
menyimpulkan bahwa di masa neolitikum atau tepatnya pada 2000 SM hingga 200
SM, terdapat sebuah bangsa yang melakukan migrasi dalam beberapa gelombang
yang bergerak dari Asia Utara menuju Asia Selatan.
Menurutnya, migrasi tersebut membuat banyak manusia purba yang pada
akhirnya mendiami berbagai pulau yang terbentang dari Madagaskar yang ada di
Afrika hingga dengan Pulau Paskah yang ada di Chile. Hasil kajian tersebutlah yang
pada akhirnya melahirkan sebuah pemikiran mengenai nenek moyang bangsa
Indonesia yang berasal dari Yunan.

B. Karakteristik fisik manusia purba di Nusantara


1) Pithecanthropus
Fosil manusia purba yang paling banyak ditemukan di Indonesia ialah
pithecanthropus. Ditemukan oleh Eugene Dubois di desa Trinil, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur pada tahun 1891. Nama pithecanthropus erectus
menjelaskan karakteristik utama manusia purba ini: dari kata pithecos yang
berarti kera, anthropus yang berarti manusia, dan erectus yang berarti berjalan
tegak; jadi, secara harfiah berarti manusia kera yang berjalan tegak.

2.4 Hasil Kebudayaan pada Masyarakat Praaksara Tingkat Lanjut: Tradisi Lisan
Kesadaran sebagai sebuah komunitas juga membuat mereka melembagakan aturan-
aturan yang sudah ada, dan bahkan muncul nilai-nilai baru yang harus dihayati semua
anggota komunitas. Singkat kata, mereka sadar hidup itu harus bermakna dan dimaknai,
tidak sekedar mencari makan dan menunggu ajal. Oleh karena itu pula, perlahan-lahan
terbentuk semacam pandangan hidup atau falsafah hidup di tengah-tengah mereka, yang
terjewantah dalam nilai-nilai, etos, norma, sikap perilaku, dan ritual-ritual keagamaan
mereka. Ini semua merupakan bentuk hasil-hasil budaya yang bersifat nonfisik.
Mereka ingin, nilai dan pandangan hidup itu tidak hanya menjadi milik mereka, tetapi
juga milik generasi-generasi berikut. Maka, hasil-hasil budaya yang bersifat nonfisik ini
(kepercayaan, nilai, norma, etos, etiket, sikap perilaku yang dihormati, moralitas yang
dianut, dan lain-lain) mereka warisi (sosialisasikan) ke generasi baru. Mereka belum
mengenal tulisan, dan karena itu proses pewarisan tidak dilakukan secara tertulis. Meski
demikian, pada masa ini kemampuan berkomunikasi mereka dengan menggunakan
bahasa sudah berkembang pesat. Dengan sarana bahasa, mereka mewarisi nilai-nilai dan
pandangan hidup mereka ke generasi-generasi berikutnya. Tokoh-tokoh penting dalam
proses sosialisasi atau pewarisan itu adalah keluarga, masyarakat, dan para penatua (tokoh
masyarakat).
BAB 3
Pengaruh Agama dan Kebudayaan Hindu- Buddha di Indonesia

3.1 Perkembangan agama Hindu di India dibagi menjadi empat fase yaitu:
1). Zaman Weda (1500 SM)
2). Zaman Brahmana (1000 – 750 SM)
3). Zaman Upanasid (750 – 500 SM)
4). Zaman Buddha (500 SM – 300 SM)

Zaman Buddha dimulai dengan Siddharta yang merupakan putra Raja


SudAkdhodana menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem
yoga dan semadhi sebagai jalan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Buddha
berarti mereka yang sadar atau yang mencapai pencerahan sejati.

1. Aksara dan Bahasa


Bangsa Indialah yang mengenalkan masyarakat praaksara di Nusantara pada
tulisan. Budaya tulis ini menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa.
Dikenalnya aksara oleh penduduk Nusantara merupakan hasil proses asimilasi.
Sebelum pengaruh Hindu masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia belum mengenal
aksara atau tulisan. Orang India yang masuk ke Indonesia membawa budaya tulis,
dengan huruf pallawa dan bahasa Sanskerta. Dengan mengenal tulisan, bangsa
Indonesia memasuki zaman aksara atau zaman sejarah.

2. Sistem Pemerintahan
Dalam sistem pemerintahan, kebudayaan Hindu-Buddha mengenalkan
sistem kerajaan dengan konsep dewa raja. Konsep ini memposisikan raja sebagai
titisan para dewa. Para ahli menganggap konsep dewa raja sebagai hasil proses
akulturasi, yaitu perpanduan antara ajaran hindu dan pemujaan nenek moyang
yang sudah lam dianut penduduk Nusantara.

3. Kerajaan Bercorak Hindu dan Buddha


a. Kerajaan bercorak Hindu
1) Kerjaan Kutai
2) Kerajaan Tarumanegara
3) Kerajaan Pajajaran (Sunda)
4) Kerajaan Medang Kamulan
5) Kerajaan Kediri
6) Kerajaan Singasari
7) Kerajaan Majapahit

8) Kerajaan Bali
b. Kerajaan bercorak Buddha
1) Kerajaan Kalingga
2) Kerajaan Sriwijaya
3) Kerajaan Melayu

4. Bangunan Candi Hindu dan Buddha


Ciri utama candi Hindu adalah adanya ratna (hiasan berbentuk bunga teratai
yang masih kuncup) di puncaknya, relief (ukiran-ukiran yang membentuk suatu
seri cerita atau ajaran) di dinding-dindingnya, arca Trimurti,
Durgamahisasuramardini, Agastya, serta Ganesha (baik dalam bilik candi
maupun relung dinding candi).
Adapun ciri utama candi Buddha adalah banyaknya patung Buddha dengan
atribut sederhana serta bangunan stupa dengan patung Buddha di dalamnya.
Selain itu, di kening Buddha selalu terdapat binting kecil yang disebut dengan
urna, sebuah tanda yang menyimbolkan mata ketiga, yang mampu memandang
ke dunia ilahi (nirwana). Candi Buddha juga mengenal relief, seperti terdapat
pada dinding candi Borobudur (yang menggambarkan kehidupan sang Buddha
dan ajaran-ajarannya).
5. Bahasa dan Tulisan
Bukti pertama dikenalnya tulisan (aksara) di Nusantara adalah penemuan
tulisan di atas tujuh buah Yupa abad IV di wilayah Kutai, Kalimantan Timur.
Jejak sejarah berupa tulisan itu dapat dilihat melalui berbagai prasasti, kitab,
dan manuskrip (naskah).
BAB 4
Pengaruh Agama dan Kebudayaaan Islam di Indonesia

4.1 Proses Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia


1. Teori-teori tentang masuknya agama Islam di Indonesia
a. Teori Gujarat
Menurut teori yang didukung oleh Snouck Hurgronje, W.F Suttherheim,
dan B.H.M Vlekke ini, agama Islam masuk ke Nusantara sekitar abad 13, dibawa
oleh para pedagang Islam dari Gujarat, India. Ada dua bukti yang mendukung teori
ini. Pertama, batu nisan Sultan Malik Al-Saleh, Sultan Samudra Pasai (meninggal
tahun 1297) yang bercorak Gujarat (India). Kedua, tulisan Marco Polo pedagang
dari Venesia yang menyatakan pernah singgah di Perlak (Peureula) pada tahun 1292
dan mendapati banyak penduduknya beragama Islam serta peran pedagang Inndia
dalam penyebaran agama tersebut.
b. Teori Mekkah
Menurut teori yang didukung oleh Buya Hamka dan J.C Van Leur ini,
pengaruh Islam telah masuk ke Nusantara sekitar abad 7, dibawa langsung oleh para
pedagang Arab. Buktinya adalah adanya permukiman Islam tahun 674 di Baros,
pantai sebelah barat Sumatra. Menyanggah teori Gujarat, teori Mekkah meyakini
Islam yang berkembang di Samudra Pasai menganut mazhab Syafi’I, mazhab besar
di Mesir dan Mekkah pada masa itu, sedangkan derah Gujarat menganut mazhab
Hanafi. Selain itu, sultan-sultan Pasai menggunakan gelar Al-Malik, gelar yang
lazim dipakai di Mesir saat itu.
c. Teori Persia
Menurut teori yang didukung oleh Hoesein Djajadiningrat ini, Islam di
indonesia dibawa masuk oleh orang-orang Persia sekitar abad 13. Bukti pendukung
teori ini adalah adanya upacar Tabot (upacara memperingati meninggalnya Husain
bin Ali, cucu Nabi Muhammad di Bengkulu dan Sumatra Barat (Tabuik) setiap
tanggal 10 muharram atau 1 syura.
2. Jalur-jalur Penyebaran Islam di Indonesia
a. Jalur perdagangan
Perdagangan merupakan metode penyebaran Islam yang paling kentara,
bahkan dapat dikatakan sebagai jalur pertama dan utama penyebaran awal Islam.
Menurut Tome Pires, sekitar abad 7 sampai abad 16 lalu lintas perdagangan yang
melalui Nusantara sangat ramai. Dalam proses ini, pedagang Nusantara dan
pedagang asing (Islam) dari Gujarat dan Timur Tengah (Arab dan Persia) bertemu
dan saling bertukar pengaruh. Sebagian dari para pedagang asing ini tinggal di
wilayah dekat pantai, yng disebut pekojan. Lama-lama jumlah mereka semakin
banyak, demikian juga pengaruh Islam di tempat tinggal mereka. Hal ini juga
menjelaskan mengapa kerajaan-kerajaan Islam Nusantara, seperti Bone, Banjar,
Banten, Demak, Cirebon, Samudra Pasai, Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo, Hitu, dan
Deli, selalu berawal dari wilayah pesisir.

b. Saluran Kesenian
Agama Islam juga disebarkan melalui kesenian. Beberapa bentuknya telah
disebutkan, seperti wayang (oleh sunan Kalijaga), gamelan (oleh sunan Bonang),
serta gending (lagu-lagu) yang berisi syair-syair nasihat dan dasar-dasar ajaran
Islam.
Kesenian yang telah berkembang sebelumnya tidak musnah, tetapi diperkaya
dengan seni Islam (proses tersebut disebut akulturasi). Seni sastra juga berkembang
pesat: banyak buku tentang tasawuf, hikayat, dan babad disadur ke dalam bahasa
Melayu

3. Bukti-bukti Pengaruh Islam yang Masih Ada Hingga Kini


a. Bidang Sosial
Masyarakat zaman Hindu-Buddha mengenal sistem kasta. Dengan masuknya
agama dan kebudayaan Islam, sistem kasta tersebut perlahan-lahan menghilang.

b. Bidang Pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, terjadi proses akulturasi. Pada masa Islam, gelar
raja diganti dengan sultan, suatu kata dari bahasa Arab yang berarti penguasa
kerajaan, atau susuhuan, yang kemudian menjadi sunan, juga dari bahasa Arab yang
berarti yang disembah atau yang dihormati. Konsep dewa raja yang memandang raja
sebagai titisan dewa diganti dengan konsep sultan sebagai khalifah, yang berarti
pemimpin umat.

c. Bidang Seni Sastra


Pengaruh Arab dan persia sangat kuat, namun tetap disesuaikan dengan tradisi
setempat. Pengaruh Arab terhadap seni sastra biasanya berbentuk syair yang terdiri
atas empat baris dalam setiap baitnya. Adapun pengaruh Persia berbentuk hikayat,
yaitu kisah perseorangan yang diangkat dari tokoh-tokoh terkenal yang hidup pada
masa itu (seperti hikayat Hang Tuah, hikayat Panji Semirang, hikayat Bayan
Budiman).

d. Bidang Seni Tari dan Musik


Pengaruh Islam tampak dalam tiga bentuk kesenian, yakni debus, seudati, dan
zapin. Diyakini sebagai kesenian asli masyarakat Banten, yang berkembang sejak
masa-masa awal Islam.

Anda mungkin juga menyukai