Sejarah dalam bahasa Inggris disebut history. Kata ini berasal dari bahasa Yunani,
Istoria yang berarti “Informasi” atau “Pencarian”. New American Encyclopedia
menyebutkan bahwa sejarah meliputi kegiatan-kegiatan manusia yang berhubungan
dengan peristiwa-peristiwa tertentu, ditempatkan dalam sebuah urutan waktu, dan
memuat keterkaitan antar peristiwa.
Dalam bahasa Belanda, sejarah disebut geschiedenis yang mempunyai pengertian
yang hampir sama, yaitu “ tentang sesuatu yang telah terjadi”.
Dari kedua zaman yang telah diklasifikasikan ini, dapat dilakukan rekonstruksi
terhadap tahap-tahap perkembangan kebudayaan yang berlangsung dalam masyarakat
tertentu. Periodisasi dalam penulisan sejarah dapat dilakukan dengan banyak klasifikasi
berdasarkan sejumlah aspek dalam kehidupan manusia, seperti perkembangan sistem
politik, pemerintahan, agama dan kepercayaan, ekonomi, dan sosial budaya.
Contoh berikut adalah periodisasi yang dibuat berdasarkan sistem mata pencarian
hidup dalam sejarah Indonesia.
- Masa berburu dan meramu
- Masa bercocok tanam
- Masa bercocok tanam tingkat lanjut
- Masa perundagian
Masih berkaitan dengan waktu, dalam sejarah kita juga dikenalkan dengan istilah
kronik. Kronik adalah catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya. Kronik
berupa catatan perjalanan yang ditulis oleh para musafir, pendeta, dan pujangga pada
masa lalu. Mereka pada umumnya menulis tentang peristiwa, kejadian, hal-hal yang
menarik perhatian dan mengesankan yang mereka temui di suatu tempat dan pada waktu
tertentu.
2.3 Corak Kehidupan dan Hasil-Hasil Budaya Manusia pada Masa Praaksara
Indonesia
1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana
A. Asal-usul manusia purba/nenek moyang
Teori Yunan merupakan teori yang paling banyak diketahui dan seringkali
digunakan dalam pembelajaran yang ada di sekolah.
Dalam kajian mengenai awal mula nenek moyang bangsa Indonesia, terdapat
empat teori besar yang dikemukakan oleh para ahli dan yang menjadi salah satunya
adalah Teori Yunan, yang seringkali diyakini serta umum dijadikan sebagai acuan.
Pada Teori Yunan, dinyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Yunnan
yang merupakan sebuah daerah di China Selatan. Dimana teori tersebut didasari pada
hasil temuan teknologi serta persamaan bahasa yang ada dan menjadi alat untuk
berkomunikasi.
Pada awalnya, seorang sejarawan yang juga dikenal sebagai seorang arkeolog
asal Austria bernama Robert Barron von Heine melakukan sebuah kajian mendalam
mengenai kebudayaan megalitik di Asia Tenggara dan Pasifik.
Melalui kajiannya tersebut, Robert barron von Heine mengemukakan dan
menyimpulkan bahwa di masa neolitikum atau tepatnya pada 2000 SM hingga 200
SM, terdapat sebuah bangsa yang melakukan migrasi dalam beberapa gelombang
yang bergerak dari Asia Utara menuju Asia Selatan.
Menurutnya, migrasi tersebut membuat banyak manusia purba yang pada
akhirnya mendiami berbagai pulau yang terbentang dari Madagaskar yang ada di
Afrika hingga dengan Pulau Paskah yang ada di Chile. Hasil kajian tersebutlah yang
pada akhirnya melahirkan sebuah pemikiran mengenai nenek moyang bangsa
Indonesia yang berasal dari Yunan.
2.4 Hasil Kebudayaan pada Masyarakat Praaksara Tingkat Lanjut: Tradisi Lisan
Kesadaran sebagai sebuah komunitas juga membuat mereka melembagakan aturan-
aturan yang sudah ada, dan bahkan muncul nilai-nilai baru yang harus dihayati semua
anggota komunitas. Singkat kata, mereka sadar hidup itu harus bermakna dan dimaknai,
tidak sekedar mencari makan dan menunggu ajal. Oleh karena itu pula, perlahan-lahan
terbentuk semacam pandangan hidup atau falsafah hidup di tengah-tengah mereka, yang
terjewantah dalam nilai-nilai, etos, norma, sikap perilaku, dan ritual-ritual keagamaan
mereka. Ini semua merupakan bentuk hasil-hasil budaya yang bersifat nonfisik.
Mereka ingin, nilai dan pandangan hidup itu tidak hanya menjadi milik mereka, tetapi
juga milik generasi-generasi berikut. Maka, hasil-hasil budaya yang bersifat nonfisik ini
(kepercayaan, nilai, norma, etos, etiket, sikap perilaku yang dihormati, moralitas yang
dianut, dan lain-lain) mereka warisi (sosialisasikan) ke generasi baru. Mereka belum
mengenal tulisan, dan karena itu proses pewarisan tidak dilakukan secara tertulis. Meski
demikian, pada masa ini kemampuan berkomunikasi mereka dengan menggunakan
bahasa sudah berkembang pesat. Dengan sarana bahasa, mereka mewarisi nilai-nilai dan
pandangan hidup mereka ke generasi-generasi berikutnya. Tokoh-tokoh penting dalam
proses sosialisasi atau pewarisan itu adalah keluarga, masyarakat, dan para penatua (tokoh
masyarakat).
BAB 3
Pengaruh Agama dan Kebudayaan Hindu- Buddha di Indonesia
3.1 Perkembangan agama Hindu di India dibagi menjadi empat fase yaitu:
1). Zaman Weda (1500 SM)
2). Zaman Brahmana (1000 – 750 SM)
3). Zaman Upanasid (750 – 500 SM)
4). Zaman Buddha (500 SM – 300 SM)
2. Sistem Pemerintahan
Dalam sistem pemerintahan, kebudayaan Hindu-Buddha mengenalkan
sistem kerajaan dengan konsep dewa raja. Konsep ini memposisikan raja sebagai
titisan para dewa. Para ahli menganggap konsep dewa raja sebagai hasil proses
akulturasi, yaitu perpanduan antara ajaran hindu dan pemujaan nenek moyang
yang sudah lam dianut penduduk Nusantara.
8) Kerajaan Bali
b. Kerajaan bercorak Buddha
1) Kerajaan Kalingga
2) Kerajaan Sriwijaya
3) Kerajaan Melayu
b. Saluran Kesenian
Agama Islam juga disebarkan melalui kesenian. Beberapa bentuknya telah
disebutkan, seperti wayang (oleh sunan Kalijaga), gamelan (oleh sunan Bonang),
serta gending (lagu-lagu) yang berisi syair-syair nasihat dan dasar-dasar ajaran
Islam.
Kesenian yang telah berkembang sebelumnya tidak musnah, tetapi diperkaya
dengan seni Islam (proses tersebut disebut akulturasi). Seni sastra juga berkembang
pesat: banyak buku tentang tasawuf, hikayat, dan babad disadur ke dalam bahasa
Melayu
b. Bidang Pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, terjadi proses akulturasi. Pada masa Islam, gelar
raja diganti dengan sultan, suatu kata dari bahasa Arab yang berarti penguasa
kerajaan, atau susuhuan, yang kemudian menjadi sunan, juga dari bahasa Arab yang
berarti yang disembah atau yang dihormati. Konsep dewa raja yang memandang raja
sebagai titisan dewa diganti dengan konsep sultan sebagai khalifah, yang berarti
pemimpin umat.