Anda di halaman 1dari 6

Berpikir Diakronis dan Sinkronis dalam Sejarah

Konsep Dasar Berpikir Sejarah

Sejarah mengajarkan kepada kita cara berpikir Diakronis/kronologis, artinya berpikirlah


secara runtut, teratur, dan berkesinambungan. Tanpa berpikir secara runtut dan
berkesinambungan dalam mengidentifikasi suatu permasalahan, kita akan dihadapkan pada
pemecahan masalah atau pemberian solusi yang tidak tepat.

Cara berpikir sinkronik akan mengajarkan kepada kita untuk lebih teliti dalam mengamati
gejala atau fenomena tertentu, terhadap peristiwa atau kejadian pada waktu tertentu. Konsep
berpikir sinkronik banyak diterapkan pada ilmu-ilmu sosial lainnya, terutama jika ingin
mengetahui secara lebih mendalam tentang sesuatu hal yang tengah menjadi focus perhatian kita.

Selain melatih kita untuk dapat berpikir kronologi dan sinkronik, sejarah juga mengajarkan
kepada kita cara berpikir holistic. Holistic mempunyai pengertian menyeluruh, artinya dalam
mengamati atau mempelajari suatu peristiwa kita hendaknya menggunakan cara pandang dengan
mempertimbangkan berbagai aspek. Sebagai contoh, kita ingin mempelajari mengapa perang
dapat terjadi? Dengan cara berpikir holistic kita akan memulai mempelajari sebab-sebab, tokoh
yang terlibat, dimana kejadiannya, kapan terjadinya, faktor pemicu, usaha-usaha yang telah
dilakuakn untuk mencegah terjadunya perang, korban, dan akibat dari perang tersebut.

1. Berpikir Sejarah Secara Diakronik

Menurut Galtung, diakronik berasal dari bahasa Yunani, diakronik dapat diartikan sebagai
suatu peristiwa yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dan tidak berdiri
sendiri atau timbul secara tiba-tiba.
Secara etimologis kata diakronik berasal dari bahasa Yunani,
yaitu dia dan chronoss. Dia mempunyai arti melintas, melampaui, atau melalui,
sedangkan chronoss berarti waktu. Jadi, diakronik berarti sesuatu yang melintas, melalui,
dan melampaui dalam dalam batasan waktu. Jika dikaitkan dengan sejarah, sesuatu yang
melintas, melalui, atau melampaui tersebut adalah peristiwa atau kejadian.
Secara etimologis, kata kronologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu chronoss dan logos.
Chronoss artinya waktu, sedangkan logos artinya uraian atau ilmu. Jadi, kronologi adalah
ilmu tentang waktu, yang memang di dalam perkembangannya kemudian menjadi ilmu
bantu sejarah yang menyusun peristiwa atau kejadian-kejadian sesuai dengan urutan waktu
terjadinya. Mengurutkan peristiwa-peristiwa sejarah sesuai dengan waktu terjadinya adalah
untuk mempermudah kita dalam melakukan rekonstruksi terhadap semua peristiwa masa
lalu dengan tepat. Kronologi juga membantu kita agar dengan mudah dapat membandingkan
peristiwa sejarah yang terjadi di suatu tempat yang berbeda tetapi dalam waktu yang sama.

Sejarah juga mengenal istilah periodisasi, yang bertugas membuat klasifikasi dari peristiwa-
peristiwa sejarah dalam tahap-tahap dan pembabakan tertentu. Periodisasi dalam sejarah
diperlukan karena penting bagi kita agar dapat mengadakan tinjauan secara menyeluruh terhadap
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dan saling keterhubungannya dalam berbagai aspek.
Periodisasi dalam sejarah dapat dilakukan dengan banyak klasifikasi berdasarkan sejumlah
aspek dalam kehidupan manusia, seperti perkembangan sistem politik, pemerintahan, agama dan
kepercayaan, ekonomi, dan sosial budaya. Contoh berikut adalah periodisasi yang dibuat
berdasarkan sistem mata pencarian hidup dalam sejarah Indonesia :
Masa berburu dan meramu
Masa bercocok tanam
Masa bercocok tanam tingkat lanjut
Masa perundagian

Periodisasi yang banyak digunakan untuk memperoleh gambaran tentang keadaan masyarakat,
sistem politik, ekonomi, agama, dan kepercayaan suatu kerajaan digunakan pembabakan
berdasarkan urutan dinasti, seperti yang terdapat pada sejarah bangsa-bangsa di Asia. Di Asia
pada umumnya kedudukan raja dianggap penting dalam masyarakat, seperti contoh berikut ini.
Dinasti yang pernah memerintah Jawa dari masa perkembangan pengaruh agama dan
kebudayaan Hindu-Buddha hingga pengaruh Islam adalah sebagai berikut.
Dinasti (Wangsya) Sanjaya (732-850 M).
Dinasti Syailendra (750-900 M).
Dinasti Isyana (900-1222 M).
Dinasti Girindra (1222-1478 M).
Dinasti Demak (1521-1568 M).
Dinasti Pajang (1568-1600 M).
Dinasti Mataram (1600-1775 M).

Periodisasi bertujuan membuat klasifikasi dalam sejarah sehingga akan memudahkan kita untuk
memahami peristiwa-peristiwa sejarah secara kronologis. Melalui periodisasi, kita menjadi
mudah untuk memahami hal-hal yang terkait dengan:
perkembangan manusia dari waktu ke waktu
kesinambungan antarperiode,
kemungkinan terjadinya fenomena yang berulang, dan
perubahan yang terjadi dari periode awal hingga ke periodeberikutnya.

Periodisasi sejarah Indonesia adalah sebagai berikut


Masa praaksara.
Masa kedatangan dan perkembangan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha.
Masa kedatangan dan perkembangan agama Islam.
Masa kekuasaan kolonialisme Barat
Masa pendudukan Jepang
Masa Revolusi.
Masa Orde LamaMasa Orde Baru.
Masa reformasi

a) Contoh berpikir sejarah secara diakronis

Menjelaskan peristiwa detik-detik proklamasi harus menjelaskan pula peristiwa-


peristiwa yang melatarbelakanginya, seperti: peristiwa menyerahnya Jepang kepada
sekutu, reaksi pemuda Indonesia terhadap berita kekalahan Jepang, peristiwa
Rengasdengklok, penyususnan teks proklamasi, dan lain sebagainya.

b) Ciri-ciri berpikir sejarah secara diakronis

Mengkaji dengan berlalunya masa


Menitik beratkan pengkajian peristiwa pada sejarahnya
Bersifat historis atau komparatif
Bersifat vertikal
Terdapat konsep perbandingan
Cakupan kajian lebih luas

2. Berpikir Sejarah Secara Sinkronik

Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani yang berarti dengan, dan khronos yang berarti
waktu, masa. Pengertian berpikir sinkronik dalam sejarah adalah mempelajari (mengkaji)
struktur (karakter) suatu peristiwa sejarah dalam kurun waktu tertentu atau dibatasi oleh
waktu.

a) Contoh berpikir sejarah secara sinkronik

Menggambarkan keadaan ekonomi di Indonesia pada suatu waktu tertentu, seperti:


Keadaan ekonomi masyarakat Indonesia tahun 1945-1950

b) Ciri-ciri berpikir sejarah secara sinkronik

Mengkaji pada masa tertentu


Menitik beratkan pengkajian pada strukturnya(karakternya)
Bersifat horizontal
Tidak ada konsep perbandingan
Cakupan kajian lebih sempit
Memiliki sistematis yang tinggi
Bersifat lebih serius dan sulit

Keterkaitan Berpikir Sejarah Secara Diakronik dan Sinkronik


Sejarah adalah proses, dalam kata lain sejarah adalah perkembangan. Ilmu sejarah sendiri
memiliki sifat yang diakronis yaitu memanjang dalam waktu dan dalam ruang yang terbatas.
Sejarah mengenal adanya suatu proses kontinuitas atau berkelanjutan.

Sedangkan ilmu sosial itu bersifat sinkronis (menekankan struktur) artinya ilmu sosial
meluas dalam ruang. Pendekatan sinkronis menganalisa sesuatu tertentu pada saat tertentu, titik
tetap pada waktunya

Kedua ilmu ini saling berhubungan ( ilmu sejarah dan ilmu ilmu sosial ). Kita ingin
mencatat bahwa ada persilangan antara sejarah yang diakronis dan ilmu sosial lain yang
sinkronis Artinya ada kalanya sejarah menggunakan ilmu sosial, dan sebaliknya, ilmu sosial
menggunakan sejarah Ilmu diakronis bercampur dengan sinkronis.

Contoh: Candi Borobudur merupakan peninggalan sejarah kehidupan bangsa Indonesia pada
masa Hindu-Budha. Sehingga dalam menceritakan tentang Candi Borobudur tidak hanya
menceritakan bagaimana urutan waktu (aspek Diakronis) Candi borobudur dibangun tapi juga
bisa kita lihat bagaimana kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya (Aspek Sinkronis) pada
masa pembangunan Candi tersebut. Secara Diakronis Candi Borobudur dibangun antara kurun
waktu 760 sampai 830 M dan dibangun dalam 4 tahap dengan arsiteknya Gunadarma dan
rampung pada masa pemerintahan Raja Samaratungga. Kita dapat berfikir secara sinkronik dari
Bangunan monumental Semegah candi Borobudur mungkinkah dibangun oleh masyarakat yang
kacau, tentu saja tidak bangunan yang megah tersebut tentu dibangun masyarakat yang makmur
(aspek ekonomi), hidup bergotong royong dan toleransi (Aspek sosial budaya), memiliki raja
yang berwibawa (aspek politik) dan religius (aspek Agama).

Keterkaitan Konsep Ruang dan Waktu dalam Sejarah


a) Konsep Ruang

Ruang adalah konsep yang paling melekat dengan waktu.


Ruang merupakan tempat terjadinya berbagai peristiwa - peristiwa sejarah dalam
perjalanan waktu.
Penelaahan suatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya tidak dapat terlepaskan dari
ruang waktu terjadinya peristiwa tersebut.
Jika waktu menitik beratkan pada aspek kapan peristiwa itu terjadi, maka konsep ruang
menitikberatkan pada aspek tempat, dimana peristiwa itu terjadi.

b) Konsep Waktu

Masa lampau itu sendiri merupakan sebuah masa yang sudah terlewati. Tetapi, masa
lampau bukan merupakan suatu masa yang final, terhenti, dan tertutup.
Masa lampau itu bersifat terbuka dan berkesinambungan. Sehingga, dalam sejarah, masa
lampau manusia bukan demi masa lampau itu sendiri dan dilupakan begitu saja, sebab
sejarah itu berkesinambungan apa yang terjadi dimasa lampau dapat dijadikan gambaran
bagi kita untuk bertindak dimasa sekarang dan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik
di masa mendatang.
Sejarah dapat digunakan sebagai modal bertindak di masa kini dan menjadi acuan untuk
perencanaan masa

Penerapan Berpikir Sejarah dalam Pembelajaran Sejarah


Penerapan berfikir sejarah secara diakronik dan sinkronik dalam pembelajaran sejarah, yaitu:

Kepentingan (Significance)

Dalam unsur kepentingan sejarah ini, siswa perlu mempunyai kemahiran membedakan
antara peristiwa yang remeh dan penting. Dalam hal ini pemilihan kepentingan sejarah
bergantung kepada minat dan nilai yang terdapat dalam masyarakat tersebut. Oleh itu siswa
disarankan untuk mengkaji sejarah tentang masyarakat, kehidupan dan perkara-perkara yang
mempunyai kepentingan kepada mereka.

Epistemologi dan bukti (Epistemology and evidence)

Epistemologi dan bukti melibatkan pemahaman bagaimana kita mengetahui masa lampau.
Apakah bukti yang kita ada ? Sejauhmana bukti tersebut boleh dipercayai? Bagaimana kita boleh
menjelaskan tentang kewujudan tafsiran sejarah yang berbeza dan bertentangan. Sebagai contoh
kanak-kanak tidak sepatutnya dibiarkan dengan pandangan bahawa hanya ada satu kisah benar
sahaja pada masa lampau. Sedangkan pada hakikatnya sejarawan membuat pelbagai inferens
berdasarkan bukti, justeru itu wujud pelbagai tafsiran tentang sesuatu peristiwa masa lalu.
Kesinambungan dan perubahan (Continuity and Change)

Unsur ini menekan pemahaman tentang perubahan masa lalu yang merupakan pusat
pemikiran Sejarah. Umur merupakan faktor untuk memahami keadaan ini; iaitu seseorang yang
berumur dikatakan lebih memahami perubahan yang berlaku pada masa lalu misalnya perubahan
dari segi teknologi dan nilai berbanding dengan mereka yang lebih muda. Namun begitu terdapat
juga pengkaji yang menolak pendapat ini. Menurut mereka umur bukanlah satu faktor utama
dalam memahami perubahan masa lalu. Menurut pengkaji-pengkaji ini pengalaman hidup turut
menjadi faktor iaitu golongan muda yang mengalami pengalaman perang, pelarian, imigran dan
mereka yang kehilangan ibu bapa atau yang berpindah randah dari satu kawasan ke kawasan lain
mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang perubahan Sejarah berbanding dengan mereka
yang hidup dalam suasana yang aman.

Perkembangan dan kemerosotan (Progress and decline)

Berdasarkan unsur ini siswa perlu memahami bahawa dalam kehidupan akan mengalami
peringkat perkembangan dan kemerosotan. Dalam peringkat perkembangan hidup seseorang
mengalami kejayaan, manakala kemerosotan mereka mengalami satu keadaan yang sukar. Oleh
itu dalam konsep pemikiran Sejarah mereka seharusnya dapat mengenalpasti atau membezakan
kewujudan dua keadaan ini. Ini adalah penting agar mereka dapat memahami proses yang
berlaku dalam peristiwa Sejarah.

Empati dan penilaian moral (empathy and moral judgement)

Pemikiran sejarah memerlukan seseorang mempunyai daya imaginasi dan empati.


Tujuannya agar pelajar-pelajar tidak merasa asing dan pelik tentang peristiwa masa lalu. Malah
mereka seharusnya perlu mempunyai rasa hormat dan perasaan ingin tahu tentang peristiwa-
peristiwa masa lepas. Penyelidik British Christopher Portal(1987), menegaskan bahawa empati
merupakan satu cara pemikiran imaginative yang memerlukan kemahiran kognitif untuk melihat
nilai-nilai kemanusiaan dalam peristiwa Sejarah.

Historical Agency

Elemen terakhir pemikiran sejarah ini merujuk kepada bagaimana dan mengapa sesuatu
perkara itu terjadi. Dalam elemen ini pelajar ditekankan supaya menghargai Sejarah dan
memahami bahawa tindakan rakyat pada masa lampau memberi kesan kepada rakyat pada masa
kini. Seterusnya menyedari bahawa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh mereka pada masa
kini akan memberi kesan kepada generasi yang akan datang. Mempunyai pemikiran Sejarah
bukan sahaja memikirkan tentang masa lampau , malah ia melibatkan melihat diri sendiri sebagai
waris daripada masa lampau dan sebagai pelaku pada masa kini.

Anda mungkin juga menyukai