Anda di halaman 1dari 30

BAB VI

SEJARAH KESULTANAN MELAYU DI MALAKA

A. Pengertian Sejarah
Terma “sejarah” berasal dari bahasa arab, yaitu berasal dari kata
“syajatun”, yang artinya “pohon”. Jika kita telaah secara sistematis,
memang sejarah hampir sama dengan pohon, yaitu mempunyai cabang dan
ranting, bermula dari sebuah bibit, kemudian tumbuh dan berkembang,
lalu layu dan tumbang. Semakna dengan dalam bahasa Arabnya, kata
sejarah dalam bahasa indonesia berarti “silsilah”, “asal-usul(keturunan)”,
dan “kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau”.
Diderivasi dari hal tersebut, ilmu sejarah dapat dimaknai sebagai
“pengetahuan atau uraian peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi
pada masa lampau”.
Dalam bahasa Arab, kata “Sejarah” ekuivalen dengan kata tarikh
dan sirah. Secara etimologis, at-tarikh berarti ketentuan masa atau waktu.
Secara terminologis, at-tarikh berarti sejumlah keadaandan peristiwa yang
terjadi pada masa lampau dan benar-benar terjadi pada diri individu atau
masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada kenyataan alam dan manusia”.
Jika pengeritan tarikh tersebut disandingkan dengan kata ‘ilm , ‘ilmu
tarikh, dapat dimaknai sebagai “Ilmu yang membahas peristiwa atau
kejadian, masa atau tempat terjadinya peristiwa, dan penyebab terjadinya
peristiwa tersebut”.
Dalam dunia barat, “sejarah” disebut histoire (Prancis), historie
(Belanda), dan history ( Inggris). Dalam bahasa Yunani, berasal dari kata
istoria yang berarti ilmu. Menurut Aristoteles, istoria diartikan sebagai
kejadian sistematik mengenai seperangkat gejala alam yang dituturkan
secara kronologis dan tidak kronologis. Pengertian ini masih digunakan
dalam bahasa inggris yang disebut narural history. Kata istiria biasanya
diperuntukan bagi kajian mengenai gejala-gejala hal ihwal manusia alam
urutan kronologis.
Secara umum, kata historyi berarti” masa kampau umat manusia”
dalam bahasa Jerman, disebut geschichte, berasal dari kata geschehen
yang akan terjadi
Menurut pembagian waktu, pengertian istilah sejarah itu dapat
diartikan kedalam arti sempit dan arti luas. Dalamarti sempit sejarah
adalah dimulai semenjak manusia mengenal tulisan. Sedangkan sejarah
dalam artianluas adalah pengetahuan yang berhubungan dengan peristiwa-
peristwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi didalam
kehidupan masa lalu, termasuk kedalam masa prasejarah.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah
kronologi peristiwa atau kejadian masa lampau yang pernah dan benar-
benar terjadi di masa lampau atau masa lalu. Sejarahwan Indonesia, seperti
Kartono Kartadirjo dalam bukunya membagi pengertian sejarah pada
pengertian subjektif dan objektif. Sejarah dalam artian subjektif adalah
suatu kontruk, yakni bangunan yang disusun penulis sebagai suatu aliran
atau carita. Uraian atau cerita itu merupakan suatu kesatuan atau unit yang
mengambarkan suatu gejala sejarah, baik proses maupun struktur,
k;esatuan ini menunjukan koherensi, artinya berbagai unsur bertalian suatu
sama lain dan merupakan satu kesatuan. Fungsi unsur-unsur itu saling
menompang dan sedang bergantung satu sama lain. Disebut subjektif tidak
lain karena sejarah memuat unsur-unsur dan isi subjek. Sejarah dalam arti
objektif adalah menunjuk kejadian atau peristiwa itu sendiri, yakni pro;ses
sejarah dan oktualisasinya. Kejadian itu sekali terjadi tidak dapat diulang
lagi. Orang yang memiliki kesempatan mengalami suatu kejadian pun
sebenarnya hanya dapat mengamati sebagian dari totalitas kejadian itu.

B. Metode Sejarah
Adapun dalam penulisan Sejarah, demikian pula dalam sejarah
peradaban Islam, metod yang digunakan adalah metode Deskriptif,
komperatif, dan analisis sintesin.
1. Metode Deskriptif
Dengan metode ini ditunjukan untuk mengambarkan adanya
peradaban Islam tersebut, maksudnya ajaran islam sebagai agama
;samawi yang di bawa Nabi Muhammad SAW yang berhubungan
dengan peradaban diuraikan sebagaimna adanya, dengan tujuan untuk
memahami yang terkadung dalam sejarah tersebut.

2. Metode Komperatif
Metode ini merupakan metode yang berusaha membandingkan
sebuah perkembangan peradaban islam dengan peradaban islam
dengan peradanban islam lainnya. Melalui metode ini dimaksudkan
bahwa ajaran-ajaran Islam tersebut dikomparasikan dengan fakta-fakta
yang terjadi dan berkembang dalam waktu serta tempat-tempat tertentu
untuk mengetahui adanya persamaan dan perbedaan dalam suatu
permasalahan tertentu. Dengan demikian, dapat diketahui pula adanya
garis tertentu yang menghubungkan peradaban islam dengan
peradaban yang dibandingkan.

3. Metode Analisis Sintesis


Metode ini dilakukan dengan melihat sosok peradaban Islam secara
k;;ritis, ada analisis dan bahasan yang luas serta kesimpulan yang
spesifik. Dengan demikian, akan tampak adanya kelebihan dan
kekhasan peradaban islam. Hal tersebut akan lebih jelas dengan adanya
pendekatan sintesis yang dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan
yang diambil untuk memperoleh suatu keutuhan dan kelengkapan
kerangka pencapaian tujuan serta manfaat penulisan sejarah peradaban
Islam.

C. Ilmu Dasar Sejarah


Untuk memperoleh data yang akurat terkait sejarah dibutuhkan
ilmu-ilmu pendukung yang akan memperkuat keberadaan sejarah tersebut.
Adapun ilmu tersebut terbagi menjadi: Ilmu-Ilmu dasar sejarah (auxillary
disciplines) dan Ilmu-ilmu bantu sejarah ( auxillary sciences). Adapun
bantu sejarah meliputi :
1. Paleografi
Adalah pengetahuan mengenai tulisan-tulisan kuno. Melalui
pa;leografi ini dapat diketahui beberapa hal yaitu :
a. Bentuk tulisan misal tulisan Arab seperti: tumar, nasakhi, tsulus,
farisi,magribi,ghubar,diwani dll.
b. Cara membaca tulisan kuno seperti tulisan mesir pada piramida,
tulisan arab sebelum Islam, tulisan Ibrani, tulisan jawa dengan
bahasa sansekerta dll.
c. Kapan dan dimana tulisan itu dibuat, sebab tulisan mengalami
perubaha-perubahn, baik karena waktu maupun tempat yang
berbeda.

2. Diplomatik
Diplomatik adalah suatu cabang pengetahuan yang menyelidiki
tanggal, tempat serta keaslihan dokumen-dokumen tertulis.

3. Epigrafi
Epigrafi adalah cabang pengetahuan mengenai inskripsi atau
tulisan yang terdpat dalam monument, baik mengenai teknik
pen;ulisan/ pembuatan maupun isi teksnya.

4. Kronologis
Kronologis adalah cabang pengetahuan yang membahas masalah
kesatuan waktu, seperti kalender julius (model lama) dan Gregorius
(model baru) dalam kalender masehi, tahun hijriyah dalam Islam (1H =
622 M), tahun saka (1 saka = 78 M). dll

5. Sigilografi
Sigilografi adalah pengetahuan mengenai segel yang digunakan
oleh para raja, khafifah, gubernur,dll. Dengan mengetahui bentuk segel
dan cara penggunaanya, maka akan diketahui apakah dokumen
tersebut asli atau palsu.

6. Heraldry
Heraldry adalah pengetahuan tentang tanda-tanda atau symbol
istimewa yang terdapat dalam stempel, baju besi, pakaian para
pembesar, pada bendera dan pakaian tentara.

7. Numismatik
Numismatik adalah pengetahuan untuk mengadakan klasifikasi dan
menguraikan secara deskripfif mengenai mata uang menurut negeri
atau zamannya, termasuk didalamnya adalah medali.

8. Geneologi
Geneologi adalah pengetahuan tentang asal-usul dan silsilah
termasuk juga daftar para pembesar dan pegawai. Bangsa Arab sangat
mementingkan silsilah ini, sehingga ada buku khusus untuk mencari
silsialah.

D. Ilmu Bantu Sejarah


Sejarah peradaban merupakan uraian sistematis dari segala sesuatu
yang telah dipikirkan dan dikerjakan dalam lapangan peradaban pada
waktu yang telah lampau. Didalam memahami sejarah peradaban
dibutuhkan ilmu bantu sejarah meliputi :
1. Geografi
Peristiwa sejarah memiliki lingkup ruang dan waktu, dalam
konteks ruang dimensi geografi sangat penting. Bahkan dalam konteks
perluasan wilayah kekuasaan dan penyebaran suatu agama tidak
mungkin dapat dijelaskan dengan baik, jika tidak mengetahui
geografisnya.

2. Sosiologi
Timbulnya dinamika kehidupan berawal dari interaksi seseorang
yang terjadi dalam kehidupan antara individu maupun antara golongan.
Proses mobilitas sosial hendaknya berorientasi pada kemaslahatan,
baik dunia maupun akherat. Karena mobilitas sosial berpengaruh pada
system peradaban islam dan kebijakan peradaban islam yang
digunakan pada perkembangan peradaban islam selanjutnya.

3. Antropologi
Antropologi dan sejarah memiliki obyek kajian yang sama yaitu
manusia. Metode dalam antropologi dapat membantu beberapa
masalah yang dihadapi oleh sejarawan. Berkaitan dengan peradaban,
maka ada sejarah peradaban dan ada pula antropologi budaya. Dalam
melakukan kajian sejarah peradaban dapat menggunakan konsep
antropologi budaya dalam berbagai aspek yaitu: norma, adat istiadat,
tingkatperadaban, gaya hidup dan lain-lain.

4. Arkeologi
Arkeologi berbicara tentang warisan masa lampau yang berupa
benda, bangunan, dan momentum yang berada dipermukaan tanah.
Arkeologi memberikan bahan tentang kurun waktu yang tidak
mewariskan bahan tertulis atau kurang tertulis. Dalam konteks ini
arkeologi bersifat melengkapi, meskipun hanya bersifat melengkapi,
bagi sejarah kebudayaan dan peradaban arkeologi sangat penting
keberadaanya. Sebab arkeologi dapat mengungkapkan peradaban
material masa lampau, seperti pembentukan kota, struktur perumahan,
perabot rumah tangga, pakaian, perhiasan, alat kerja, senjata bahkan
pengetahuan tentang agama.

5. Ilmu Sejarah
Sejarah adalah kisah dan peristiwa masa lampau umat manusia.
Ilmu sejarah dipelajari untuk diambil dari sebuah sejarah, jika ada nilai
positifnya dapat dikembangkan dalam kemodernan peradaban, tetapi
jika sebaliknya hal yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan
zaman dapat dijadikan sebagai pengetahuan.

E. Pengertian Kesultanan
Sultan (bahasa Arab) adalah gelar dalam dunia muslim yang
digunakan untuk merujuk berbagai kedudukan yang beragam dalam
sepanjang sejarah penggunaannya. Namun seringnya, sultan digunakan
untuk mengacu pada kepala monarki muslim yang berkuasa atas sebuah
negara islam.
Di masa modern, gelar sultan kerap disamakan dengan Khalifah,
meskipun terdapat beberapa perbedaan mendasar atas kedua gelar ini.
Khalifah merupakan gelar untuk pemimpin seluruh umat islam. Sementara
sultan adalah penguasa dari sebuah negara muslim, sehingga dia bukanlah
pemimpin umat muslim yang berada di bawah kekuasaannya. Kedua gelar
ini kerap disamakan, sangat mungkin lantaran penguasa utsmani
menyandang gelar khalifah dan sultan secara bersamaan selama sekitar
empat abad, mengaburkan batas eran dari kedua kedudukan tersebut.
Sultan juga kerap disamakan dengan raja. Meski sama-sama
merajuk kepada kepada monarki, sultan memiliki konotasi agama islam di
dalamnya sehingga tidak sepenuhnya dapat disamakan. Dalam
penggunaannya di dunia internasional, biasanya sultan tidak diterjemahkan
menjadi ‘raja’ dalam berbagai bahasa setempat, tetapi diserap apa-adanya.
Meskipun kerap diidentikan dengan seorang laki-laki yang menjadi
kepala monarki muslim di suatu negara muslim, sultan juga secara resmi
digunakan oleh wanita yang menjadi kepala monarki muslim, meski secara
bahasa, sultan memiliki bentuk wanita, yakni sultanah. Di kesultanan
utsmani, sultan juga digunakan tidak hanya untuk kepala negara saja,
tetapi juga kerabatnya, dengan laki-laku mendang gelar tersebut di depan
nama dan perempuan di belakang nama.
Pada awalnya, sultan merupakan kata benda yang berarti
“kekuatan”, “kewenangan”, atau “ kepemimpinan”, diturunkan dari kata
kerja sultan yang bermakna “wewenang” atau “kuasa”. Kesultanan adalah
suatu wilayah yang dipimpin oleh sultan/raja atau ratu yang semua
rakyatnya patuh dan tunduk pada perintah dan aturan-aturan kesultanan/
kerajaan. Kepada negaranya adalah seorang raja/raju bergelar sultan, dan
kepala pemerintahannya bisa oleh perdana mentari ataupun raja
sendiri.dalam kerajaan posisis raja adalah menjabat seumur hidup, artinya
sampai dia mangkat/ mengundurkan diri maka dia akan tetap menjadi raja
dan penerusnya nantipun harus berasal dari kerabat dekat si raja.
Kesultunan sendiri adalah wilayah / yang sudah bercorak islam.

F. Pengertian Kesultanan Malaka


Kesultanan melaka adalah sebuah kerajaan melayu yang pernah
berdiri di Malaka, Malaysia. Kerajaan ini didirikan oleh parameswa,
kemudian mencapai puncak kejayaan pada abad ke 15 dengan menguasai
jalur pelayaran selat malaka, sebelum ditaklukan oleh portugal tahun 1511.
Kejatuhan malaka ini menjadi pintu masuknya kolonialisasi Eropa di
kawasan Nusantara.
Kerajaan ini tidak meninggalkan bukti arkeologis yang cukup
untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah, tetapo keberadaan
kerajaan ini dapat diketahui melalui sulalatus salatin dan kronik tiongkok
masa dinasti ming. Dari perbandingan dua mumber ini masih
menimbulkan kerumitan akan sejarah awal malaka terutama hubungannya
dengan perkembangan agama islam di malaka serta rentang waktu dari
pemeritahan masing-masing raja malaka. Pada awalnya islam belum
menjadi agama bagi masyarakat malaka, tetap berkembang berikutnya
islam telah menjadi bagian dari kerajaan ini yang ditunjukan oleh gelar
sultan yang disandang oleh penguasa malaka berikutnya.

G. Asal Mula kesultanan Malaka


Jajat Burhanudin yang menulis buku Islam dalam
Arus Sejarah Indonesia (2017) menjelaskan, terdapat sedikit kontroversi
seputar sosok pendiri Kesultanan Malaka. Kitab Sulatus Salatin dari abad
ke-15 mencatat Iskandar Shah sebagai raja pertamanya.
Akan tetapi, catatan pengelana Portugis Tome Pires dari abad ke-
16 menyebutkan raja pertama Malaka adalah Parameswara. Orientalis
Inggris, RO Winstedt, cenderung menyintesiskan dua pandangan itu.
Menurutnya, baik Parameswara maupun Iskandar Shah merupakan tokoh
yang sama. Lebih lanjut, dijelaskannya bahwa Iskandar Shah merupakan
nama baru Parameswara setelah dia memeluk Islam. Penggantian nama
seorang penguasa memang jamak terjadi di alam negeri Melayu setelah
menerima agama ini.
Merujuk pada Suma Oriental karya Tome Pires, Parameswara
merupakan putra mahkota Kerajaan Palembang yang menyelamatkan diri
ke Temasek (Singapura) akibat serangan dari Jawa. Namun, pulau tersebut
kemudian diserbu Kerajaan Siam. Parameswara pun lari ke Malaka
bersama dengan para pengikutnya.
Di kota pesisir Semenanjung Malaya ini, dia mendirikan kerajaan
pada 1403 dengan bantuan orang-orang Melayu asal Palembang serta
kaum perompak. Parameswara membangun kekuatan maritim agar kapal-
kapal yang melewati Selat Malaka singgah di pelabuhannya. Dengan
begitu, kerajaan baru ini memeroleh pemasukan dari pajak dan surat jalan.
Pada masa itu, ancaman terbesar untuk Malaka adalah Majapahit
dari selatan dan Siam dari utara. Untuk mengatasinya, Parameswara
bekerja sama dengan Dinasti Ming yang gencar menjalankan ekspansi
pengaruh di Nusantara sejak permulaan abad ke-15. Berbeda dengan
bangsa-bangsa Eropa yang datang kemudian di kepulauan ini, wangsa
Cina tersebut tidak bertujuan menjajah. Raja-raja di Nusantara
mendapatkan perlindungan militer dan politik dari kaisar Cina. Sementara
itu, Dinasti Ming juga diuntungkan karena dapat mengamankan rute
perdagangannya dari Laut Cina Selatan hingga India yang sebelumnya
kerap diganggu bajak laut.
Duta terpenting Dinasti Ming untuk Nusantara adalah Cheng Ho.
Laksamana yang beragama Islam ini pada 1409 dan 1414 mengirimkan
bantuan balatentara ke Malaka. Dengan demikian, Parameswara dapat
dengan cepat mengembangkan kedaulatan maritim di Selat Malaka.
Apalagi, Majapahit saat itu mulai dilanda Perang Paregreg yang memecah-
belah kalangan elite di Jawa. Ketika pada 1435 Wangsa Ming mengurangi
keterlibatannya di Nusantara, kejayaan Malaka tinggal menunggu waktu
saja.
Menurut Burhanudin, pada masa inilah perpindahan agama terjadi
pada raja-raja Malaka sehingga menjadi Muslim. Terkait Islamisasi elite
kerajaan ini, ada dua pendapat. Tome Pires mencatat bahwa Parameswara,
yang sudah berusia 72 tahun, memeluk Islam ketika menikah dengan putri
raja Samudra Pasai.
Adapun keterangan versi Sulatus Salatin menyebutkan, Islamisasi
baru terjadi setelah Malaka diperintah raja kedua, Sri Maharaja, yang
berkenalan dengan mubaligh asal Jiddah, Sayyid Abdul Aziz. Setelah
menerima Islam, penguasa tersebut berganti nama menjadi Sultan
Muhammad Syah. Atas dasar inilah beberapa sejarawan menganggap
tokoh tersebut, bukan Parameswara, sebagai pendiri Kesultanan Malaka
Pada masa kejayaannya, kerajaan malaka merupakan pusat
perdagangan dan penyebaran islam di Asia Tenggara. Perkiraan letak
Kerajaan Malaka yang berada di pulau Sumatera dan semenanjung
Malaya.Iskandar Syah berhasil meletakkan dasar – dasar dari Kerajaan
Malaka. Ia mengembangkan Malaka menjadi kerajaan penting di selat
Malaka. Ia memerintah Malaka dari tahun 1396-1414 M.
Muammad Iskandar Syah. Ia memerintah Malaka dari tahun 1414-
1424M. di bawah pemerintahannya ,wilayah kekuasaan kerajaan Malaka
diperluas hingga mencapai seluruh wilayah semenanjung Malaka. Melalui
perkawinannya dengan putri kerajaan Samudra Pasai ini. Ia berhasil
mencapai cita-citanya menguasai selat Malaka.
Mudzafat Syah. Beliau memerintah Malaka dari tahun 1424-
1458M. Pada masa pemeintahannya, terjadi serangan itu dapat digagalkan.
Keberhasilan menggagalkan serangan dari Kerajaan Siam itu menambah
pentingnya Kerajaan Malaka di Selat Malaka. Bahkan di bawah
pemerintahan Sultan Mudzafat Syah, Kerajaan Malaka terus mengadakan
perluasan ke daerah-daerah yang berada di sekitar Kerajaan Malaka seperti
Pahang, Indragiri, dan Kampar.
Sultan Mansyur Syah. Memerintah Malaka dari tahun 1458-
1477M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Malaka mengalami
kemajuan yang sangat pesat dan bahkan mencapai masa kejayaan sebagai
pusat perdagangan dan pusat penyebaran Agama Islam di Asia Tenggara.
Pada masa pemerintahannya, hidup seorang laksamana yang
terkenal dalam membantu Sultan mengembangkan kerajaannya.
Laksamana itu bernama Hang Tuah. Informasi ini didapat dari sebuah
cerita rakyat yang dikenal dengan nama Hikayat Hang Tuah. Sultan
Alauidin Syah. Ia memerintah Malaka dari tahun 1477-1488 M dan
mewarisi wilayah kekuasaan kerajaan Malaka yang cukup luas.

H. Pendiri Kesultanan Malaka


Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara antara tahun 1380-
1403 M. Parameswara berasal dari Sriwijaya, dan merupakan putra Raja
Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut agama Hindu. Ia melarikan diri ke
Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh akibat diserang Majapahit.
Pada saat Malaka didirikan, di situ terdapat penduduk asli dari Suku Laut
yang hidup sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih kurang tiga puluh
keluarga.
Raja dan pengikutnya adalah rombongan pendatang yang memiliki
tingkat kebudayaan yang jauh lebih tinggi, karena itu, mereka berhasil
mempengaruhi masyarakat asli. Kemudian, bersama penduduk asli
tersebut, rombongan pendatang mengubah Malaka menjadi sebuah kota
yang ramai.
Selain menjadikan kota tersebut sebagai pusat perdagangan,
rombongan pendatang juga mengajak penduduk asli menanam tanaman
yang belum pernah mereka kenal sebelumnya, seperti tebu, pisang, dan
rempah-rempah.
Rombongan pendatang juga telah menemukan biji-biji timah di
daratan. Dalam perkembangannya, kemudian terjalin hubungan
perdagangan yang ramai dengan daratan Sumatera. Salah satu komoditas
penting yang diimpor Malaka dari Sumatera saat itu adalah beras. Malaka
amat bergantung pada Sumatera dalam memenuhi kebutuhan beras ini,
karena persawahan dan perladangan tidak dapat dikembangkan di Malaka.
Hal ini kemungkinan disebabkan teknik bersawah yang belum
mereka pahami, atau mungkin karena perhatian mereka lebih tercurah
pada sektor perdagangan, dengan posisi geografis strategis yang mereka
miliki.
Berkaitan dengan asal usul nama Malaka, bisa dirunut dari kisah
berikut. Menurut Sejarah Melayu (Malay Annals) yang ditulis Tun Sri
Lanang pada tahun 1565, Parameswara melarikan diri dari Tumasik,
karena diserang oleh Siam. Dalam pelarian tersebut, ia sampai ke Muar,
tetapi ia diganggu biawak yang tidak terkira banyaknya. Kemudian ia
pindah ke Burok dan mencoba untuk bertahan disitu, tapi gagal.
Kemudian Parameswara berpindah ke Sening Ujong hingga
kemudian sampai di Sungai Bertam, sebuah tempat yang terletak di pesisir
pantai. Orang-orang Seletar yang mendiami kawasan tersebut kemudian
meminta Parameswara menjadi raja.
Suatu ketika, ia pergi berburu. Tak disangka, dalam perburuan
tersebut, ia melihat salah satu anjing buruannya ditendang oleh seekor
pelanduk. Ia sangat terkesan dengan keberanian pelanduk tersebut. Saat
itu, ia sedang berteduh di bawah pohon Malaka. Maka, kawasan
tersebut kemudian ia namakan Malaka.
Berdasarkan sulalatus salatin kejayaan ini merupakan kelanjutan
dari kerajaan melayu di singapura, kemudian serangan jawa dan siem
menyebabkan pusat pemerintahan berpindah ke malaka. Kronik dinasti
Ming mencatat parameswara sebagai pendiri malaka1. Mengunjungi
Kaisar Yongle di Nanjing pada tahun 1405 dan meminta pengakuan atas

1
Suryaningrat, Rizal F. Aji, Wisnu M. (2011). "Dinamika perdagangan Bandar Malaka dari masa
pemerintahan Sultan Mansyur Syah hingga masa pemerintahan Portugis (1456-1641) = Dynamincs
trading of Bandar Malacca from Sultan Mansyur Syah periode until Portuguese periode (1456-
1641)". Universitas Indonesia Library (dalam bahasa Inggris).
wilayah kedaulatannya2. Sebagai balasan upeti yang diberikan, Kaisar
Tingkok menyetujui untuk memberikan perlindungan pada malaka3,
kemudian tercatatat ada sampai 29 kali utusan malaka mengunjungi kaisar
tiongkok4 pengaruh yang besar terhindar dari kemungkinan adanya
serangan Siam dari utara, terutama setelah Kaisar Tiongkok mengabarkan
penguasa Ayutthaya akan hubungannya dengan Malaka.5 Keberhasilan
dalam hubungan diplomasi dengan Tiongkok memberi manfaat akan
kestabilan pemerintahan baru di Malaka, kemudian Malaka berkembang
menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara, dan juga menjadi salah satu
pangkalan armada Ming6.
Laporan dari kunjungan Laksamana Cheng Ho pada 1409,
mengambarkan Islam telah mulai dianut oleh masyarakat Malaka
sementara berdasarkan catatan Ming, penguasa Malaka mulai mengunakan
gelar sultan muncul pada tahun 1455. Sedangkan dalam Sulalatus
Salatin gelar sultan sudah mulai diperkenalkan oleh penganti
berikutnya Raja Iskandar Syah, tokoh yang dianggap sama
dengan Parameswara oleh beberapa sejarahwan. Sementara
d;alam Pararaton disebutkan terdapat nama tokoh yang mirip yaitu Bhra
Hyang Parameswara sebagai suami dari Ratu Majapahit, Ratu Suhita.
Namun kontroversi identifikasi tokoh ini masih diperdebatkan sampai
sekarang.
Pada tahun 1414 Parameswara digantikan putranya, Megat
Iskandar Syah, memerintah selama 10 tahun, kemudian
menganut agama Islam dan digantikan oleh Sri Maharaja atau Sultan
Muhammad Syah. Putra Muhammad Syah yang kemudian
menggantikannya, Raja Ibrahim, mengambil gelar Sri Parameswara Dewa

2
Gungwu, Wang (2003). Only connect!: Sino-Malay encounters. Eastern Universities Press. ISBN 981-
210-243-4.
3
Hooker, Virginia M. (2003). A Short History of Malaysia: linking east and west. Allen & Unwin. ISBN 1-
86448-955-3.
4
Cleary, Mark (2000). Environment and development in the Straits of Malacca. Routledge. ISBN 0-415-
17243-8.
5
Yuanzhi Kong, (2000), Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri perjalanan muhibah di Nusantara, Yayasan
Obor Indonesia, ISBN 979-461-361-4
6
Institute of Southeast Asian Studies, (2005), Admiral Zheng He & Southeast Asia, ISBN 981-230-329-
4.
Syah. Namun masa pemerintahannya hanya 17 bulan, dan dia mangkat
karena terbunuh pada 1445. Saudara seayahnya, Raja Kasim, kemudian
menggantikannya dengan gelar Sultan Mudzaffar Syah.

I. Bangunan Peninggalan Kerajaan Malaka


Peninggalan Kerajaan Malaka diantaranya adalah masjid dan
benteng yang masih kokoh berdiri hingga saat ini. Contohnya Masjid
Baiturrahman yang menjadi saksi bisu dakwah Islam sekaligus bencana
tsunami 2004 silam. Bangunan-bangunan bersejarah tersebut juga telah
menjadi warisan budaya setempat yang wajib dilindungi.

1. Masjid Agung Deli


Masjid dengan nama lain Masjid Raya Al Mahmun ini terletak di
kota Medan, Sumatera Utara. Masjid ini merupakan saksi bisu
kehebatan suku Melayu yang terus dijaga sampai sekarang.

2. Masjid Raya Baiturrahman Aceh


Masjid ini dibangun pada abad ke-16 tidak hanya sebagai simbol
agama. Namun juga sebagai bukti kebudayaan Melayu memiliki
pengaruh besar. Pengaruhnya pun sampai ke Aceh karena letak masjid
ini dekat dengan kerajaan Aceh.

3. Masjid Johor Baru


Terletak di wilayah Johor, Malaysia, masjid ini menjadi cagar
budaya yang dilindungi pemerintah kebudayaan Malaysia. Nama
Masjid Johor Baru diambil dari pendirinya, yaitu Sultan Johor yang
masih keturunan dari Kerajaan Malaka.

4. Benteng A’Famosa
Bangunan ini menjadi saksi penaklukan Kerajaan Malaka oleh
bangsa Eropa, khususnya pasukan Portugis. Benteng A’Famosa juga
merupakan bangunan beraksitektur ala Eropa yang tertua di benua
Asia. Di dalam benteng tersebut juga ditemukan mata uang yang
sekaligus menjadi bukti sejarah Kerajaan Malaka di bidang
perdagangan.

J. Karya Sastra Peninggalan Kerajaan Malaka


Peninggalan Kerajaan Malaka berupa karya sastra cukup banyak
karena kehidupan budaya saat itu berkembang pesat.Tokoh-tokoh
kepahlawanan pun bermunculan dari Kerajaan Malaka seperti Hang Lekir
dan Hang Tuah.Perkembangan Islam di daerah Malaka (Melayu) saat itu
menghasilkan karya sastra yang dibagi menjadi empat kategori, yaitu :

1. Hikayat
Karya sastra ini pada dasarnya memiliki konsep yang sama seperti
dongeng, namun corak hikayat lebih bernuansa Islami. Karya sastra ini
bisa dikatakan dongeng khusus agama Islam. Contoh hikayat populer
peninggalan Kerajaan Malaka ialah Hikayat Kepahlawanan Hang Tuah
dan Hikayat Raja-raja Pasai.

2. Suluk
Suluk merupakan karya sastra yang berisi tasawuf mengenai
keberadaan Allah SWT sebagai Tuhan yang Maha Esa. Contoh suluk
populer diantaranya Suluk Wujil karya Sunan Bonang yang berisi
wejangan.

3. Syair
Syair adalah karya sastra Islami berupa puisi lama yang terdiri dari
bait 4 baris. Tiap baris tersebut berakhir dengan bunyi yang sama. Contoh
syair populer diantaranya Syair Abdul Muluk, Syair Perahu, dan Syair Si
Burung Pingai.Syair-syair saat ini semakin berkembang dibawakan oleh
musisi yang memiliki kepedulian terhadap peninggalan budaya melayu.
Mereka membawakan syair tersebut dalam lagu-lagu populer modern.
4. Riwayat dan Nasihat
Kedua jenis karya sastra Islam ini berisi nilai-nilai yang sama,
yaitu berisi kisah kehidupan para nabi dan rasul beserta nasihat-nasihatnya
terhadap umat. Banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dan diteladani
pada setiap kisah nabi dan rasul. Tentunya nilai-nilai keagamaan di
dalamnya bermanfaat bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat.
Contoh riwayat dan nasihat populer peninggalan Kerajaan Malaka
diantaranya Kitab Manik Maya yang berisi tentang penciptaan dunia.
Selain itu, ada pula Kitab Bustanussalatin karya Ar-Raniri mengenai
hukum agama.

K. Raja Kerajaan Malaka


1. Iskandar Syah (1396-1414 Masehi)
Setelah Parameswara memeluk agama Islam, ia mengubah
namanya menjadi Iskandar Syah. Hal tersebut diawali karena ia banyak
berinteraksi dan belajar dari pedagang-pedagang muslim. Banyaknya
pedagang Muslim yang singgah di Malaka menjadi titik awal penyebaran
Islam di daerah tersebut. Pada masa pemerintahannya, ia menjalin
hubungan diplomatik dan perdagangan yang baik dengan bangsa Cina.
Selain menguntungkan secara ekonomi, kerjasama tersebut berdampak
positif bagi keamanan Kerajaan Malaka.

2. Muhammad Iskandar Syah (1414-1424 Masehi)


Kepemimpinan kerajaan kemudian digantikan oleh anak dari
Iskandar Syah, yaitu Muhammad Iskandar Syah. Ia kemudian menikahi
seorang putri dari kerajaan Islam terbesar saat itu, yaitu Kerajaan Samudra
Pasai. Pernikahan politik sultan ini bertujuan untuk menguasai jalur
perdagangan dan pelayaran di selat Malaka. Salah satu keberhasilan yang
diraihnya sebagai sultan Malaka ialah memperluas daerah kekuasaan
hingga seluruh semenanjung Malaka.

3. Sultan Mudzafat Syah (1424-1458 Masehi)


Sultan Mudzafat Syah mendapatkan kedudukan sebagai raja
setelah menggulingkan kekuasaan anak dari Sultan Iskandar Syah di tahun
1424. Raja ketiga Kerajaan Malaka ini merupakan yang pertama
mendapatkan gelar Sultan. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka
berhasil memperluas daerah kekuasaan hingga ke Kampar, Indragiri, dan
Pahang.

4. Sultan Mansyur Syah (1458-1477 Masehi)


Ia menjadi memimpin Kerajaan Malaka menggantikan ayahnya,
Sultan Mudzafat Syah. Kerajaan Malaka berada di puncak kejayaannya
pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah. Bahkan ia mampu
menaklukan kerajaan Siam. Selain itu, wilayah kekuasaan pun diperluas
hingga semenanjung Malaka dan Sumatera Tengah.

5. Sultan Alaudin Syah (1477-1488 Masehi)


Sultan Alaudin Syah merupakan anak dari Sultan Mansyur Syah, ia
menggantikan ayahnya untuk memerintah kerajaan. Pada masa
pemerintahannya, Kerajaan Malaka mulai mengalami kemunduran karena
ketidakcakapannya dalam memimpin dan membuat keputusan. Hal
tersebut menyebabkan Kerajaan Malaka satu per satu kehilangan wilayah
kekuasaan.

6. Sultan Mahmud Syah (1488-1511 Masehi)


Sultan Alaudin Syah digantikan anaknya yaitu Sultan Mahmud
Syah atau dikenal pula sebagai Sultan Johor. Masa pemerintahannya
merupakan masa tersuram bagi Kerajaan Malaka. Wilayah kekuasaan
kerajaan hanya tinggal sebagian kecil di Semenanjung Malaka. Pada
akhirnya Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511.

L. Hubungan dengan Kekuatan Regional


Sampai tahun 1435, Malaka memiliki hubungan yang dekat
dengan Dinasti Ming, armada Ming berperan mengamankan jalur
pelayaran Selat Malaka yang sebelumnya sering diganggu oleh adanya
ka;wanan perompak dan bajak laut.[5] Di bawah perlindungan Ming,
Malaka berkembang menjadi pelabuhan penting di pesisir
barat Semenanjung Malaya yang tidak dapat disentuh oleh Majapahit dan
Ayutthaya. Namun seiring berubahnya kebijakan luar negeri Dinasti Ming,
Kawasan ujung tanah ini terus diklaim oleh Siam sebagai bagian dari
kedaulatannya sampai Malaka jatuh ke tangan Portugal, dan setelah
takluknya Malaka, kawasan Perlis, Kelantan, Tetengganu dan kedah
menudian berada dalam kekuasaan Siam7
Sulalatus Salatin juga mengambarkan kedekatan hubungan Malaka
dengan Pasai, hubungan kekerabatan ini dipererat dengan adanya
pernikahan putri Sultan Pasai dengan Raja Malaka dan kemudian Sultan
Malaka pada masa berikutnya juga turut memadamkan pemberontakan
yang terjadi di Pasai. Ma Huan juru tulis Cheng Ho menyebutkan adanya
kemiripan adat istiadat Malaka dengan Pasai serta ke dua kawasan tersebut
telah menjadi tempat permukiman komunitas muslim di Selat
Ma;laka. Sementara kemungkinan ada ancaman dari Jawa dapat dihindari,
terutama setelah Sultan Mansur Syah membina hubungan diplomatik
dengan Batara Majapahit yang kemudian meminang dan menikahi putri
Raja Jawa tersebut.8 Selain itu sekitar tahun 1475 di Jawa juga muncul
kekuatan muslim di Demak yang nanti turut melemahkan hegemoni
Majapahit atas kawasan yang mereka klaim sebelumnya sebagai daerah
bawahan. Adanya keterkaitan Malaka dengan Demak terlihat setelah
jatuhnya Malaka kepada Portugal, tercatat ada beberapa kali pasukan
Demak mencoba merebut kembali Malaka dari tangan Portugal.9

M. Masa Kejayaan
Pada masa pemerintahan Sultan Mudzaffar Syah, Malaka
melakukan ekspansi di Semenanjung Malaya dan pesisir timur
pantai Sumatra, setelah sebelumnya berhasil mengusir serangan Siam. Di

7
Wink, André (2004). Indo-Islamic society, 14th-15th centuries. BRILL. ISBN 90-04-13561-8.
8
Raffles, T.S., (1821), Malay annals (translated from the Malay language, by the late Dr. John Leyden).
9
Cortesão, Armando, (1944), The Suma Oriental of Tomé Pires, London: Hakluyt Society, 2 vols
mulai dengan menyerang Aru yang disebut sebagai kerajaan yang tidak
menjadi muslim dengan baik. Penaklukan Malaka atas kawasan sekitarnya
ditopang oleh kekuatan armada laut yang kuat pada masa tersebut serta
kem;ampuan mengendalikan Orang Laut yang tersebar antara kawasan
pesisir timur Pulau Sumatra sampai Laut Tiongkok Selatan. Orang laut ini
berperan mengarahkan setiap kapal yang melalui Selat Malaka untuk
singgah di Malaka serta menjamin keselamatan kapal-kapal itu sepanjang
jalur pelayarannya setelah membayar cukai di Malaka.10
Di bawah pemerintahan raja berikutnya yang naik tahta pada tahun
1459, Sultan Mansur Syah, Melaka menyerbu Kedah dan Pahang, dan
menjadikannya negara vassal. Di bawah sultan yang sama Kampar,
dan Siak juga takluk. Sementara kawasan Inderagiri dan Jambi merupakan
hadiah dari Batara Majapahit untuk Raja Malaka.11 Sultan Mansur Syah
kemudian digantikan oleh putranya Sultan Alauddin Syah namun
memerintah tidak begitu lama karena diduga ia diracun sampai
meninggal dan kemudian digantikan oleh putranya Sultan Mahmud Syah.
Hingga akhir abad ke-15 Malaka telah menjadi kota pelabuhan
kosmopolitan dan pusat perdagangan dari beberapa hasil bumi seperti
emas, timah, lada dan kapur. Malaka muncul sebagai kekuatan utama
dalam penguasaan jalur Selat Malaka, termasuk mengendalikan kedua
pesisir yang mengapit selat itu.12

N. Penurunan
Sultan Mahmud Syah memerintah Malaka sampai tahun 1511, saat
ibu kota kerajaan tersebut diserang pasukan Portugal di bawah
pimpinan Afonso de Albuquerque. Serangan dimulai pada 10
Agustus 1511 dan pada 24 Agustus 1511 Malaka jatuh kepada Portugal.
Sultan Mahmud Syah kemudian melarikan diri ke Bintan dan menjadikan
kawasan tersebut sebagai pusat pemerintahan baru. Perlawanan terhadap

10
Andaya, Leonard Y. (2008). Leaves of the same tree: trade and ethnicity in the Straits of Melaka.
University of Hawaii Press. ISBN 0-8248-3189-6.
11
Samad, A. A., (1979), Sulalatus Salatin, Dewan Bahasa dan Pustaka
12
Halimi, A.J., (2008), Sejarah dan tamadun bangsa Melayu, Utusan Publications, ISBN 978-967-61-
2155-4
penaklukan Portugal berlanjut, pada bulan Januari 1513 Patih
Yunus dengan pasukan dari Demak berkekuatan 100 kapal 5000 tentara
mencoba menyerang Malaka, tetapi serangan ini berhasil dikalahkan oleh
Portugal. Selanjutnya untuk memperkuat posisinya di Malaka, Portugal
menyisi;;r dan menundukkan kawasan antara Selat Malaka. Pada bulan
Juli 1514, de Albuquerque berhasil menundukkan Kampar, dan Raja
Kampar menyatakan kesediaan dirinya sebagai vazal dari Portugal di
Malaka.13
Sejak tahun 1518 sampai 1520, Sultan Mahmud Syah kembali
bangkit dan terus melakukan perlawanan dengan menyerang kedudukan
Portugal di Malaka. Namun usaha Sultan Malaka merebut kembali Malaka
dari Portugal gagal. Di sisi lain Portugal juga terus memperkukuh
penguasaannya atas jalur pelayaran di Selat Malaka. Pada pertengahan
tahun 1521, Portugal menyerang Pasai, sekaligus meruntuhkan kerajaan
yang juga merupakan sekutu dari Sultan Malaka.
Selanjutnya pada bulan Oktober 1521, pasukan Portugal di bawah
pimpinan de Albuquerque mencoba menyerang Bintan untuk meredam
perlawan;an Sultan Malaka, tetapi serangan ini dapat dipatahkan oleh
Sultan Mahmud Syah. Namun dalam serangan berikutnya pada 23
Oktober 1526 Portugal berhasil membumihanguskan Bintan, dan Sultan
Malaka kemudian melarikan diri ke Kampar, tempat dia wafat dua tahun
kemudian.[14] Berdasarkan Sulalatus Salatin Sultan Mahmud Syah
kemudian digantikan oleh putranya Sultan Alauddin Syah yang kemudian
tinggal di Pahang beberapa saat sebelum menetap di Johor.[11] Kemudian
pada masa berikutnya para pewaris Sultan Malaka setelah Sultan Mahmud
Syah lebih dikenal disebut dengan Sultan Johor.
Malaka runtuh akibat serangan Portugis pada 24 Agustus 1511,
yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque. Sejak saat itu, para keluarga
kerajaan menyingkir ke negeri lain.
Raja/Sultan yang memerintah di Malaka adalah sebagai berikut:
1. Permaisura yang bergelar Muhammad Iskandar Syah (1380—1424)

13
Winstedt, Richard (1962). A History of Malaya. Marican
2. Sri Maharaja (1424—1444)
3. Sri Prameswara Dewa Syah (1444—1445)
4. Sultan Muzaffar Syah (1445—1459)
5. Sultan Mansur Syah (1459—1477)
6. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477—1488);
7. Sultan Mahmud Syah (1488—1551)

Akhir kesultanan Malaka terjadi ketika wilayah ini direbut oleh


Portugis yang dipimpin oleh Alfonso d’albuquerque pada tahun 1511. Saat
itu, yang berkuasa di Malaka adalah Sultan Mahmud Syah.

Usia Malaka ternyata cukup pendek, hanya satu setengah abad.


Sebenarnya, pada tahun 1512, Sultan Mahmud Syah yang dibantu Dipati
Unus menyerang Malaka, namun gagal merebut kembali wilayah ini dari
Portugis.

O. Kehidupan Politik Kerajaan Malaka


Raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Malaka adalah Iskandar
Syah. nama Iskandar Syah merupakan nama islam yang diperoleh setelah
memeluk agama Islam. Pada masa pemerintahannya, Kerjaan Malaka
berkembang sebagai salah satu Kerajaan Islam terbesar yang disegani di
Asia Tenggara.
Wilayah kekuasaan Malaka diperluas hi;ngga mencpai wilayah
Semenanjung Malaka pada masa pemerintahan Mehammad Iskandar Syah.
Untuk memajukan perekonomiannya, Muhammad Iskandar Syah berupaya
menjadikan Malaka sebagai penguasa tunggal jalur perdagangan di Selat
Malaka. Untuk mencapai cita-citanya tersebut, ia harus terlebih dahulu
menguasai Samudra Pasai. MUhammad Iskandar Syah memiliki politik
perkawinan, yaitu dengan mengawini putri dari raja Samudra Pasai.
Kerajaan Malaka dapat mencapai puncak kejayaan pada masa
Sultan Mansyur Syah. pada masa pemerintahannya, Malaka berhasil
menjadi pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam di Asia
Tenggara. Sultan Mansyur Syah melanjutkan politik ayahnya dengan
memperluas wilayah kekuasaanya baik di Semenanjung Malaka maupun
di wilayah Sumatra Tengah.
Perkembangan politik Kerajaan Malak mengalami kemunduran
pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Syah. Banyak daerah taklukan
Kerajaan Malaka yang melepaskan diri. Perang dan pemberontakan
banyak terjadi di Kerajaan yang berada dibawah ;kekuasaan Malaka.
Kerajaan Malaka semakin melemah pada saat Sulta Mahmud Syah
memerintah. Daerah kekuasaanya hanya meliputi sebagian kecil
Semenanjung Malaya. Hingga pada akhirnya bangsa portugis berhasil
menduduki Malaka pada tahun 1511 dan mengakhiri kekuasaan di Malaka.

P. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Malaka


Sejak Kerajaan Malaka berkuasa, jalur perdagangan internasional
yang melalui Selat Malaka semakin ramai. Bersamaan dengan
melemahnya kekuatan Majapahit dan Samudera Pasai, kerajaan Malaka
tidak memiliki persaingan dalam perdagangan. Tidak adanya saingan di
wilayah tersebut, mendorong kerajaan Malaka membuat aturan-aturan bagi
kapal yang sedang melintasi dan berlabuh di Semenanjung Malaka.
Aturan tersebut adalah diberlakukan pajak bea cukai untuk setiap
barang yang datang dari wilayah barat (luar negeri) sebesar 6% dan upeti
untuk pedagang yang berasal dari wilayah Timur (dalam negeri). Tingkat
keorganisasian pelabuhan ditingkatkan dengan membuat peraturan tentang
syarat-syarat kapal yang berlabuh, kewajiban melaporkan nama jabatan
dan tanggung jawab bagi kapal-kapal yang sedang berlabuh, dan
sebagainya.
Raja dan pejabat kerajaan turut serta dalam perdagangan dengan
memiliki kapal dan awak-awaknya. Kapal tersebut disewakan kepada
pedagang yang hendak menjual barangnya ke luar negeri. Selain
peraturan-peraturan tentang perdagangan, kerajaan Malaka
memberlakukan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dalam perdagangan
dan diplomatik.
Q. Kehidupan Sosial Kerajaan Malaka

Dalam pemerintahannya, raja menunjuk seorang patih untuk


mengurusi kerajaan, dari patih diteruskan kepada bawahannya yang terdiri
dari bupati, tumenggung, bendahara raja, dan seterusnya.

Masalah perpajakan diurus seorang tumenggung yang menguasai


wilayah tertentu, urusan perdagangan laut diurus oleh syahbandar dan
urusan perkapalan diurus oleh laksamana. Kekayaan para raja dan pejabat
kerajaan semakin bertambah akibat dari penarikan upeti dan usaha
menyewakan kapal.

Uang yang didapat dipakai untuk membangun istana kerajaan,


membuat mesjid, memperluas pelabuhan, dan digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari yang cenderung mewah. Gejala timbulnya kecemburuan sosial
disebabkan oleh dominasi para bangsawan dan pedagang dalam kehidupan
bermasyarakat. Hal inilah yang menjadi penyebab lemahnya Kerajaan
Malaka.

Pada kehidupan budaya, perkembangan karya seni sastra Melayu


mengalami perkembangan yang pesat seperti munculnya karya-karya
sastra yang menggambarkan tokoh-tokoh kepahlawanan dari Kerajaan
Malaka seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Hang Lekir dan Hikayat
Hang Jebat.

Perkembangan seni sastra Indonesia pada zaman Islam pada


umumnya berkembang di daerah-daerah Malaka (Melayu) dan Pulau
Jawa. Peninggalan karya sastra Islam ini dapat dibedakan menjadi empat
jenis, yaitu:

1. Hikayat

Hijayat adalah hasil karya sastra yang pada prinsipnya sama seperti
dongeng, namun hikayat bercorak Islam. Secara sederhana kita dapat
membuat definisi hikayat bahwa hikayat adalah dongeng khusus
agama Islam.
Contoh hikayat yang terkenal antara lain: Hikayat Raja-raja Pasai
yang menceritakan sejarah berdirinya Kerajaan Samudera Pasai,
Hikayat Kepahlawanan Hang Tuah, dan Hikayat Amir Hamzah yang
menceritakan perlawanan Amir Hamzah melawan raja kafir yang
bernama Nursewan.

2. Suluk

Suluk adalah karya sastra yang berisi tentang tasawuf mengenai


keesaan dan keberadaan Allah SWT. Contoh suluk adalah Suluk Wujil
karya Sunan Bonang yang berisi wejangan Sunan Bonang kepada
Wujil abdinya yang mencari keluhuran budi meski tubuhnya khas.
Contoh suluk berikutnya adalah Suluk Sukarsa yang menceritakan
tentang seseorang bernama Sukarsa yang sedang mencari ilmu sejati
untuk mendapatkan kesempurnaan hidup.

3. Syair

Syair adalah puisi lama yang tiap-tiap baitnya terdiri dari 4 baris
yang berakhir dengan bunyi yang sama. Contoh syair yang terkenal
antara lain: Syair Perahu, Syair Si Burung Pingai, Syair Abdul Muluk
dan lain-lain. Syair saat ini berkembang dan digunakan dalam lagu-
lagu populer modern yang dibawakan oleh musisi yang memiliki
kepedulian terhadap budaya Melayu. Aliran musik yang menggunakan
syair antara lain dangdut dan pop Melayu.

4. Riwayat dan Nasihat

Pada dasarnya, kedua jenis sastra Islam tersebut memuat nilai-nilai


yang sama. Riwayat dan nasihat adalah jenis sastra Islam yang
mengisahkan kehidupan para Nabi beserta nasihat-nasihatnya. Setiap
kisah nabi memiliki pelajaran hidup yang berharga untuk diteladani
oleh manusia saat ini.

Contoh riwayat adalah Kitab Manik Maya yang berisi tentang


penciptaan dunia. Contoh karya sastra Islam riwayat yang terkenal
adalah Kitab Bustanussalatin karya Ar-Raniri. Kitab Bustanussalatin
berisi tentang kisah penciptaan bumi, masalah agama dan hukum
dalam Islam, dan riwayat nabi-nabi sejak jaman Nabi Adam as hingga
Nabi Muhammad SAW. Kisah raja-raja Islam di India, Malaka,
Pahang dan Aceh sering diabadikan dalam bentuk karya sastra riwaya.

Pada kehidupan budaya, Perkembangan seni sastra Melayu


mangalami perkembangan yang sangat pesat seperti munculnya karya
karya sastra yang menggambarkan tokoh tokoh kepahlawanan dari
kerajaan Malaka seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Hang Lekir dan
Hikayat Hang Jebat.

Sedangkan Kehidupan Sosial Kerjaan Malka dipengaruhi oleh


faktor letak, keadaan alam dan lingkungan wilayahnya. Sebagai
masyarakat yang hidup dari dunia maritim, hubungan sosial
masyarakat sangatlah kurang dan bahkan mereka cenderung mengarah
ke sifat sifat individualisme. Kelompok masyarakatpun bermunculan,
seperti adanya golonga buruh dan majikan.

R. Kisah Kesultanan Malaka

Kesultanan Malaka didirikan melalui dua kali kekalahan dalam


perang yang dialami oleh pendirinya Parameswara, ia merupakan pangeran
dari kerajaan Hindu, Sriwijaya yang menikah dengan seorang putri dari
Majapahit dan kemudian harus turut serta dalam perang saudara yang
terjadi di kerajaan Majapahit setelah pemimpinnya, Hayam Wuruk
meninggal dunia.

Parameswara yang kalah dalam perang,akhirnya melarikan diri ke


daerah yang kita kenal sekarang sebagai Singapura dan mendirikan sebuah
Kerajaan bernama Tumasik. Namun tak lama setelah berdiri,kerajaan ini
diserang dan berhasil dikuasai oleh armada laut Majapahit. Untuk yang
kedua kalinya Parameswara kalah dalam peperangan yang ia alami.

Melihat kerajaanya hancur begitu saja, akhirnya Parameswara


memutuskan melarikan diri dan mencari daerah sebagai harapan baru
untuk kedua kalinya. Setelah mencari-cari akhirnya Parameswara
memutuskan untuk mendirikan sebuah kerajaan di daerah Semenanjung
Malaya, kerajaan ini kemudian dikenal sebagai Kerajaan Malaka.

Dengan semangat baru Parameswara kemudian berupaya untuk


mengembangkan kerajaanya dengan membangun sebuah pelabuhan
sebagai pusat perdagangan mengingat lokasi Kerajaan Malaka berada di
lokasi yang strategis. Dari pelabuhan inilah harapan untuk Malaka yang
jaya muncul. Pedagang dari bangsa – bangsa hebat pada masa itu seperti
Gujarat, Arab, Tiongkok dan sebagainya bermunculan di pelabuhan
Malaka. Pembangunan pelabuhan inilah kemudian yang menjadi faktor
utama kejayaan kerajaan Malaka.

Bermunculan pedagang – pedagang dari Arab dan Gujarat yang


notabene sebagian besar beragama Islam menyebabkan perekonomian
Kesultanan semakin baik dan agama Islam juga semakin kental di wilayah
Kesultanan Malaka. Kuatnya pengaruh Islam di wilayah kesultanan juga
menyebabkan Parameswara memeluk Islam,mengganti namanya menjadi
Iskandar Syah dan kemudian menjadikan Malaka sebagai kesultanan
kedua yang ada di Nusantara setelah Samudra Pasai.

Belajar dari kesalahan lamanya, Iskandar Syah kemudian berupaya


untuk melindungi kerajaan barunya dengan cara meminta perlindungan
dari bangsa besar lainya. Salah satu langkah yang ia ambil adalah,
membina relasi dengan Tiongkok tatkala seorang laksamana bernama Yin
Ching mengunjungi Malaka tahun 1402. Salah seorang sultan di Malaka
juga menikahi putri dari Tiongkok bernama Hang Li Po. Hubungan antara
Tiongkok dan Malaka kemudian semakin erat dan menyebabkan Malaka
mendapat perlindungan dari Tiongkok untuk menangkal serangan
dari bangsa lain.

Dalam eksistensinya yang hanya mencakup satu abad, Kesultanan


Malaka mengalami pergantian pemimpin hingga empat kali setelah
wafatnya sang pendiri, Iskandar Syah.

Tak lama setelah Iskandar Syah wafat, kepemimpinan Kesultanan


Malaka dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Muhammad Iskandar
Syah atau lebih dikenal sebagai Megat Iskandar Syah.Di masa
pemerintahanya yang hanya sepuluh tahun ia berhasil memajukan
Kesultanan Malaka di bidang pelayaran dan berhasil menguasai jalur
perdagangan di kawasan Selat Malaka dengan taktik perkawinan politik.
Muhammad Iskandar Syah bahkan berhasil menguasai Samudra Pasai
dengan mudah.Dengan menikahi seorang putri Samudra Pasai,kerajaan
Islam pertama di Nusantara itu pun akhirnya tunduk pada Malaka.

Setelah pemerintahan selama sepulutuh tahun atas Kesultanan


Malaka,kekuasaan Megat Iskandar Syah kemudian diambil alih oleh
Sultan Mudzafat Syah melalui sebuah pertikaian politik. Pada masa
pemerintahannya dari 1424 – 1458,Sultan Mudzafat Syah juga berhasil
memperluas kekuasaan Kesultanan hingga ke Pahang, Indragiri, dan
Kampar.

Wafatnya Mudzafat Syah, pemerintahan kemudian diambil alih


oleh putranya Sultan Mansyur Syah Sultan yang berkuasa dari 1458 -
1477.Melihat kondisi Kesultanan Malaka yang sedang berjaya, Mudzafat
Syah kemudian menaklukan Siam dengan alasan untuk menakhiri
ancaman Siam dan memperluas wilayah Kesultanan Malaka.

Setelah Sultan Mansyur Syah meninggal dunia, ia digantikan oleh


putranya yang bernama Sultan Alauddin Syah. Pada masa
pemerintahannya dari 1477 - 1488, Malaka mulai mengalami kemunduran.
Walaupun kondisi perekonomian masih cukup baik mengingat pelabuhan
masih ramai dikunjungi pedagang dari berbagai bangsa,namun banyak
daerah taklukan yang melepaskan diri. Perang dan pemberontakan
berkecamuk di banyak kerajaan yang berada di bawah kekuasaan
Kesultanan Malaka.

Pada 1488, Alaudinn Syah wafat kemudian digantikan oleh


anaknya yang bernama Sultan Mahmud Syah yang merupakan raja
terakhir Kesultanan Malaka. Secara politik, kekuasaan Kesultanan Malaka
hanya tinggal mencakup wilayah utama Semenanjung Malaka. Daerah-
daerah lain telah memisahkan diri dan menjadi kerajaan-kerajaan yang
berdiri sendiri. Dalam kondisi yang semakin lemah, tahun 1511 armada
perang bangsa Portugis yang dipimpin oleh Alfonso d’Albuquerque
akhirnya berhasil menguasai dan mengakhiri eksistensi Kesultanan
Malaka.

Semenjak Kesultanan berkuasa, jalur perdagangan internasional


yang melalui Selat Malaka semakin ramai.Pelabuhan yang dimiliki
Kesultanan berhasil menjadi sebuah entrepot yang penting bagi berbagai
bangsa dari seluruh dunia.Bersamaan dengan hal ini,kekuataan –
kekuataan lama seperti Majapahit dan Samudra Pasai sedang dalam
kondisi yang semakin lemah dan mengakibatkan tidak adanya persaingan
yang berarti bagi Malaka.

Melihat keadaan yang menguntungkan ini kemudian Kesultanan


membuat peraturan-peraturan sepihak seperti diberlakukanya bea cukai
untuk setiap barang yang datang dari wilayah barat (luar negeri) sebesar
6% dan upeti untuk pedagang yang berasal dari wilayah Timur (dalam
negeri). Sistem kerja yang terjadi pelabuhan juga diperbaiki dengan
membuat peraturan tentang syarat-syarat kapal yang berlabuh, kewajiban
melaporkan nama jabatan dan tanggung jawab bagi kapal-kapal yang
sedang berlabuh, dan sebagainya.

Kalangan pejabat pun ikut andil dalam perdagangan dengan


memiliki kapal dan awaknya sendiri. Kapal dan awak tersebut disewakan
bagi para pedagang Malaka yang hendak berdagang ke luar negeri. Selain
peraturan-peraturan tentang perdagangan, Kesultanan juga
memberlakukan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dalam perdagangan
dan diplomatik.

Untuk menjaga keberlangsungan perdagangan, Kesultanan perlu


menjamin keamanan dan kestabilan. Wajarlah apabila kemudian Malaka
melakukan ekpansi ke Klang, Selangor, Perak, Bernam, Mangong, Bruas,
Kedah, Pulau Bintang dan Kepulauan Riau. Selain itu daearah – daerah
yang berada d seberang Selat Malaka seperti Aru, Kampar, Siak, dan
Indragiri juga menjadi sasaran ekpansi Malaka.Walaupun sempat
memberikan perlawanan, daerah – daerah ini akhirnya tunduk atas
supermasi Kesultan.

Pada 1488, Alaudinn Syah wafat kemudian digantikan oleh


anaknya yang bernama Sultan Mahmud Syah yang merupakan raja
terakhir Kesultanan Malaka. Secara politik, kekuasaan Kesultanan Malaka
hanya tinggal mencakup wilayah utama Semenanjung Malaka. Daerah-
daerah lain telah memisahkan diri dan menjadi kerajaan-kerajaan yang
berdiri sendiri. Dalam kondisi yang semakin lemah, tahun 1511 armada
perang bangsa Portugis yang dipimpin oleh Alfonso d’Albuquerque
akhirnya berhasil menguasai dan mengakhiri eksistensi Kesultanan
Malaka.

Semenjak Kesultanan berkuasa, jalur perdagangan internasional


yang melalui Selat Malaka semakin ramai.Pelabuhan yang dimiliki
Kesultanan berhasil menjadi sebuah entrepot yang penting bagi berbagai
bangsa dari seluruh dunia.Bersamaan dengan hal ini,kekuataan –
kekuataan lama seperti Majapahit dan Samudra Pasai sedang dalam
kondisi yang semakin lemah dan mengakibatkan tidak adanya persaingan
yang berarti bagi Malaka.

Melihat keadaan yang menguntungkan ini kemudian Kesultanan


membuat peraturan-peraturan sepihak seperti diberlakukanya bea cukai
untuk setiap barang yang datang dari wilayah barat (luar negeri) sebesar
6% dan upeti untuk pedagang yang berasal dari wilayah Timur (dalam
negeri). Sistem kerja yang terjadi pelabuhan juga diperbaiki dengan
membuat peraturan tentang syarat-syarat kapal yang berlabuh, kewajiban
melaporkan nama jabatan dan tanggung jawab bagi kapal-kapal yang
sedang berlabuh, dan sebagainya.

Kalangan pejabat pun ikut andil dalam perdagangan dengan


memiliki kapal dan awaknya sendiri. Kapal dan awak tersebut disewakan
bagi para pedagang Malaka yang hendak berdagang ke luar negeri. Selain
peraturan-peraturan tentang perdagangan, Kesultanan juga
memberlakukan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dalam perdagangan
dan diplomatik.

Untuk menjaga keberlangsungan perdagangan, Kesultanan perlu


menjamin keamanan dan kestabilan. Wajarlah apabila kemudian Malaka
melakukan ekpansi ke Klang, Selangor, Perak, Bernam, Mangong, Bruas,
Kedah, Pulau Bintang dan Kepulauan Riau. Selain itu daearah – daerah
yang berada d seberang Selat Malaka seperti Aru, Kampar, Siak, dan
Indragiri juga menjadi sasaran ekpansi Malaka.Walaupun sempat
memberikan perlawanan, daerah – daerah ini akhirnya tunduk atas
supermasi Kesultan.

Anda mungkin juga menyukai