Anda di halaman 1dari 39

MODUL SEJARAH

UNTUK XI TJKT 2

Muhammad adriel gunawan


BAB I
Konsep dasar Sejarah
Pengertian Sejarah, Konsep Dasar Sejarah dan Penjelasannya – Presiden pertama Republik
Indonesia, Ir. Soekarno mengucapkan semboyan yang terkenal yaitu Jangan Sekali-kali
Meninggalkan Sejarah atau disebut dengan Jasmerah. Memahami sejarah dan bagaimana
konsep terbentuknya dapat menjadi sebuah pengetahuan yang penting agar dapat memberikan
perspektif baru dalam hidup. Ada begitu banyak peristiwa penting yang berperan dalam
membentuk masyarakat hingga saat ini dan hanya dapat dipahami jika mengetahui bagaimana
sejarah terbentuk, seperti tentang sejarah pahlawan.

Pengertian dan Makna dari Kata Sejarah


Secara umum, pengertian sejarah merupakan peristiwa yang sudah terjadi dimasa lalu dan
dapat dibuktikan dengan kebenaran yang ada. Kebenaran ini sendiri terbentuk dari berbagai
bukti atas peninggalan yang ditemukan dan hingga saat ini masih ada. Bukti ini menjadi
informasi penting dan vital untuk dapat mengungkap sejarah apa yang sebenarnya terjadi
pada masa tertentu. Bukti ini kemudian disusun menjadi sebuah peristiwa dan kisah untuk
dapat membantu memahami makna tertentu dibaliknya.
Pada kuncinya, sejarah sendiri digunakan untuk membantu merekonstruksi kejadian di masa
lalu dengan berbagai cerita yang ada. Sejarah ini memang benar-benar terjadi di tengah
masyarakat dan memiliki dasar bukti yang cukup kuat. Para ahli sendiri telah sepakat bahwa
peranan dan kedudukan dari sejarah terbagi menjadi tiga hal, yaitu peristiwa, ilmu, dan cerita.
Sementara itu, pengertian sejarah dalam pendidikan yaitu sebagai mata pelajaran yang
mempelajari terkait dengan pengetahuan serta nilai yang berkaitan dengan proses perubahan
dan perkembangan yang ada di dalam masyarakat.
Dalam pengertian sejarah sebagai peristiwa, ia dilihat sebagai sebuah kejadian dan kenyataan
yang ada di masa lalu yang sifatnya objektif. Sementara sebagai ilmu, ia memiliki metodologi
yang cukup spesifik dengan batang tubuh keilmuan yang menyertainya. Di sisi lain, sejarah
yang dilihat sebagai cerita yaitu merupakan karya yang lebih dipengaruhi oleh subjektivitas
dari sejarawan yang melihatnya. Hal ini dikarenakan sejarah akan memiliki unsur dari subjek
itu sendiri seperti latar belakang dari penulis yang menjelaskan sejarah tersebut.
Tujuan sejarah adalah untuk menyadari hakikat keterlibatan manusia baik dalam sisi yang
jelek maupun yang baik dalam proses peradaban yang terjadi. Kesadaran akan keterlibatan
manusia dalam proses sejarah membawa konsekuensi pada konsep diri (self concept) yang
positif. Manusia dapat mengulang dan mengembangkan pengalaman yang positif. Pada saat
yang bersamaan, manusia dapat meminimalkan pengalaman yang negatif. Manusia dapat
menempatkan dirinya sebagai subjek sekaligus objek sejarah. Untuk itu, bagi manusia yang
bertanggung jawab tidak dapat mengelak dari posisinya sebagai makhluk yang menyejarah.

Keterlibatan yang dilakukan manusia dalam proses sejarah tidak dilakukan secara otomatis
dan mekanis. Keterlibatan manusia selalu didahului dengan pilihan walaupun banyak
manusia yang tidak menyadari akan adanya pilihan tindakan dalam kehidupan sehari-hari.
Adanya pilihan membuktikan bahwa manusia memiliki kebebasan pada dirinya untuk
membuat keputusan. Kualitas keputusan yang dibuat sangat tergantung dari kreativitas dan
tanggung jawab etis yang melekat pada dirinya.

Ketegangan yang tidak terelakkan manusia dalam sejarah dengan situasi batas yang
melingkari dirinya dalam menjaga dan melaksanakan eksistensinya di masa lampau juga
terjadi pada diri sejarawan waktu melakukan penelitian. Sejarawan bukanlah sosok malaikat
yang melakukan profesinya tanpa kesalahan dan kekurangan. Wajar bila ada karya sejarah
yang cukup bagus dan ada yang biasa-biasa saja, semuanya sangat manusiawi. Situasi batas
yang dihadapi sejarawan dalam menulis sejarah, historiografi bukan masalah sederhana.
Untuk dapat menulis kisah sejarah yang bermutu tidak hanya dituntut penguasaan teori dan
konsep yang baik, melainkan juga komitmen pribadi terhadap tanggung jawab profesi yang
digeluti.

Konsep Dasar dalam Memahami Sejarah

Pada dasarnya, sejarah sendiri memiliki sifat yang cukup khas dibandingkan dengan dasar
ilmu yang lain. Sifat khas yang dimiliki tersebut diantaranya:

1. Memiliki urutan waktu atau kronologis sebagai dasar kejadian di masa lalu.
2. Memiliki tiga dimensi waktu yang digunakan yaitu masa lalu, masa kini, dan masa
yang akan datang.
3. Setiap peristiwa yang terjadi memiliki hubungan kausalitas atau hubungan sebab
akibat diantaranya.
4. Kebenaran dari peristiwa sejarah yang ditemukan sifatnya masih hipotesis dan dapat
gugur jika ditemukan data atau bukti terbaru yang lebih kuat.
Ruang lingkup sejarah dibagi menjadi empat, yaitu sejarah sebagai peristiwa, sejarah sebagai
ilmu, sejarah sebagai kisah, dan juga sejarah sebagai seni. Berikut penjelasan dari setiap
ruang lingkup sejarah.
1. Sejarah Sebagai Peristiwa
Sejarah sebagai peristiwa erat kaitannya dengan sesuatu yang telah terjadi, di mana hal
tersebut benar-benar ada. Hal ini menyangkut kejadian penting, nyata, dan juga aktual.

Sejarah sebagai peristiwa memiliki karakteristik, yaitu bersifat abadi (tidak akan berubah),
hanya terjadi sekali, dan mempunyai pengaruh yang timbul dari berlangsungnya peristiwa
sejarah yang bersangkutan.

Sejarah hanya membahas peristiwa penting masa lampau yang erat kaitannya dengan
kehidupan manusia. Contoh dari ruang lingkup sejarah sebagai peristiwa yaitu: kemerdekaan
Indonesia, sejarah berdirinya PBB, atau peristiwa sumpah pemuda.

2. Sejarah Sebagai Ilmu


Sejarah sebagai ilmu mempunyai fungsi membahas mengenai kebenaran dari sejarah itu
sendiri secara objektif. Sebagai ilmu pengetahuan, sejarah mempelajari kenyataan dan
kebenaran dengan mengadakan penelitian mengenai peristiwa sejarah.
Selain itu, sejarah juga dapat diartikan sebagai pengetahuan masa lampau yang disusun
secara sistematis dengan metode kajian secara ilmiah. Sejarah sebagai ilmu memang dapat
menjadi sarana untuk pendidikan karena dapat menambah wawasan pengetahuan.

Sejarah sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri: bersifat empiris, memiliki objek, memiliki teori,
serta memiliki metode dan generalisasi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.

Contoh dari ruang lingkup sejarah yang satu ini adalah penelitian yang dilakukan untuk
meneliti peristiwa sejarah, baik melalui fosil, prasasti, situs kuno, maupun bukti ilmiah
sejarah lainnya.

3. Sejarah Sebagai Kisah


Sejarah sebagai kisah berkaitan dengan penulisan peristiwa oleh seseorang, yang mana ide
dari tulisan tersebut diambil dari sejarah. Sejarah dimaknai sebagai rangkaian cerita dan kisah
berupa narasi yang disusun berdasarkan ingatan dan tafsiran manusia.

Kisah sejarah ini dapat disajikan baik secara lisan maupun tertulis. Kisah sejarah secara lisan
disampaikan pada ceramah-ceramah dan pidato. Sementara itu, kisah tertulis dapat
disampaikan dalam bentuk cerita pendek, majalah, atau bahkan buku.

Contoh dari ruang lingkup sejarah sebagai kisah adalah buku tentang sejarah wali songo,
artikel terbentuknya PBB, serta ceramah pemuka agama tentang sejarah yang biasanya
dibawakan di acara keagamaan.

4. Sejarah Sebagai Seni


Pengertian sejarah sebagai seni hampir sama dengan sejarah sebagai kisah. Hanya saja,
sebagai seni, sejarah ditulis dan diceritakan kembali dengan mempunyai sifat seni di
dalamnya. Ini menyangkut keindahan bahasa dan juga seni penulisannya.

Sekalipun dapat menjadi sebuah seni, sejarah bukan merupakan seni secara mutlak. Hal ini
tentu karena penulisannya tetap melalui proses penelitian secara ilmiah sebelum dituangkan
dalam tulisan yang indah secara kebahasaan.

Contoh dari sejarah sebagai seni, misalnya adanya relief di situs-situs bersejarah atau candi,
patung-patung di kuil, serta seni pahat yang ada di candi.

Konsep Ruang (Dimensi Spasial)

Konsep ruang merupakan lokasi atau tempat terjadinya suatu peristiwa sejarah. Konsep
ruang atau dimensi spasial dalam mempelajari sejarah memiliki pengertian umum, yaitu:
Ruang adalah tempat terjadinya peristiwa sejarah Fokus pada di mana peristiwa itu terjadi
Contoh konsep ruang dalam peristiwa sejarah adalah Perang 5 Hari di Semarang pada bulan
Oktober 1945. Semarang menjadi ruang atau tempat terjadinya peristiwa sejarah. Contoh lain
adalah Peristiwa Tiga Daerah yang terjadi di Brebes, Tegal dan Pemalang yang terjadi akibat
tidak puasnya masyarakat pada pejabat bekas pemerintahan kolonial Belanda dan Jepang.
Brebes, Tegal, dan Pemalang menunjukkan tempat terjadinya peristiwa sejarah.

Konsep Waktu (Dimensi temporal)


Konsep waktu dalam sejarah bersifat mutlak, karena suatu peristiwa sejarah akan selalu
memiliki unsur waktu yang menjelaskan kapan peristiwa itu terjadi. Konsep waktu memiliki
dua makna di dalamnya, yaitu makna denotatif atau makna sebenarnya dan makna konotatif
atau makna subyektif.

Makna denotatif berarti kesatuan waktu seperti detik, menit, jam dan lainnya sesuai fakta apa
adanya. Sedangkan konotatif adalah waktu sebagai konsep. Contohnya adalah zaman
Belanda, dalam makna denotatif zaman Belanda berarti pada 1800 hingga kemerdekaan
Indonesia. Namun secara konotatif, zaman Belanda bisa berarti zaman dulu yang sudah
sangat lampau. Konsep waktu dalam mempelajari sejarah berarti sejarah saling terhubung
atau bisa berulang. Sejarah jika dilihat dengan konsep waktu, bisa menjadi pedoman untuk
merencanakan masa depan.
Contoh konsep waktu dalam peristiwa sejarah adalah Pertempuran 5 Hari di Semarang pada
15-19 Oktober 1945. konsep waktu di sini menunjukkan pada tanggal 15 hingga 19 Oktober
1945. Selain itu, Peristiwa 3 Daerah di Brebes, Tegal, dan Pemalang terjadi pada bulan
Oktober hingga Desember 1945. Bulan Oktober hingga Desember 1945 menunjukkan
terjadinya peristiwa itu dalam konsep waktu.

Secara tidak sadar, dalam perkembangannya manusia akan mengalami pengulangan. Meski
dalam waktu dan latar yang berbeda, peristiwanya hampir sama dengan yang terjadi
sebelumnya. Seperti yang terjadi pada lengsernya Soekarno dan juga Soeharto yang berawal
dari krisis ekonomi yang melanda saat itu. Oleh sebab itu manusia akan melakukan tindakan
dengan berusaha mengubah nasibnya.

Keterikatan manusia dalam ruang dan waktu Manusia dalam kehidupannya adalah pelaku
sejarah yang akan selalu berkaitan dengan ruang dan waktu. Beberapa keterikatan manusia
dengan konsep ruang dan waktu: Aktivitas manusia yang lampau maupun yang sedang terjadi
selalu memiliki tempat dan waktu kejadian. Perjalanan hidup manusia sama dengan
perjalanan waktu itu sendiri yang diiringi di tempat di mana manusia beraktivitas.
Keterkaitan ruang dan waktu di dalam sejarah adalah hal yang tidak dapat dipisahkan antara
manusia, tempat, dan waktu perisitiwa itu sendiri.

Konsep kronologi

Secara etimologis, kronologi berasal dari bahasa Yunani, chronoss, yang berarti waktu


dan logos berarti ilmu. Jadi, kronologi adalah ilmu tentang waktu yang membantu untuk
menyusun sebuah peristiwa atau kejadian-kejadian sejarah sesuai runtutan waktunya.

Cara berpikir kronologis dapat mempermudah manusia dalam melakukan rekonstruksi


terhadap segala peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu. Dalam sejarah, kronologi sangat
dibutuhkan agar semakin mudah dipahami dan dipelajari, karena sudah diurutkan sehingga
rangkaian peristiwa tersebut dapat menjadi satu kesatuan yang utuh dan padu.

Ciri berpikir kronologis

Berikut ini ciri-ciri berpikir kronologis:

Bersifat vertikal
Maksud dari bersifat vertikal adalah mengacu pada urutan kejadian yang sudah berlangsung
sehingga setiap kejadian akan diurutkan dari awal hingga akhir alias runtut. Menekankan
pada rentang waktu kejadian.

Ciri selanjutnya adalah menekankan pada durasi kejadian, di mana mempelajari sejarah atau
kejadian yang sudah terjadi, membutuhkan proses waktu.

Sanggup menguraikan suatu kejadian Lewat berpikir kronologis, sejarah atau peristiwa yang
terjadi di masa lalu dapat memberikan hasil atau informasi yang lengkap karena cakupannya
luas.

Dalam berpikir kronologis juga ada perbandingan. Maksudnya, hasil yang didapat bisa
dijadikan sebagai bahan perbandingan. Contohnya, sebab akibat atau kejayaan dan
keruntuhan dari peristiwa yang terjadi di masa lampau.

Diakronik

Secara bahasa, diakronik berasal dari bahasa latin, dia yang memiliki arti melalui atau
melampaui. Sedangkan chronicus berarti waktu. Diakronik maksudnya adalah memanjang
dalam waktu dan menyempit dalam ruang. Berpikir secara diakronik juga disebut dengan
berpikir secara kronologis atau berurutan. Kronologis adalah catatan kejadian-kejadian yang
diurutkan sesuai dengan waktu atau urutan kejadiannya. Untuk menganalisa suatu peristiwa,
banyak sejarawan yang menggunakan pendekatan diakronik. Contohnya adalah peristiwa
perang Diponegoro pada 1825-1830. Dalam catatan sejarah, Perang Diponegoro disebabkan
oleh beberapa faktor. Awalnya, Belanda mengintervensi urusan keraton Yogyakarta.

Kemudian Belanda juga membebani rakyat dengan pajak. Puncaknya, pembangunan jalan
yang sengaja melewati tanah leluhur Diponegoro di Tegalrejo. Hal itu membuat Diponegoro
akhirnya menyatakan perang yang meletus pada 20 Juli 1825. Perang berakhir pada 18 Maret
1830 dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro oleh Jenderal De Kock di Magelang.
Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Makassar hingga meninggal pada awal
tahun 1855.

Adapun ciri-ciri dari konsep diakronik adalah:

 Kronologis

 Menekankan pada proses

 Memiliki konsep perbandingan

 Cakupan pembahasan luas

Sinkronik Sedangkan sinkronik berasal dari bahasa Yunani yaitu syn yang berarti dengan dan
Khronos yang memiliki arti waktu atau masa. Secara makna, sinkronik berarti meluas dalam
ruang dan menyempit dalam waktu.  Pembahasan sejarah secara sinkronik akan menjelaskan
bagaimana berbagai aspek itu mempengaruhi terjadinya suatu peristiwa sejarah dalam titik
waktu tertentu.

Contohnya adalah penyerbuan Pangeran Diponegoro dan pengikutnya oleh Belanda di


Tegalrejo pada 20 Juli 1825.   Jika dikaji dengan pendekatan sinkronik, Perang Diponegoro
dilihat pada saat dimulainya perang tersebut pada 20 Juli 1825. Perang tersebut bermula
dengan digantinya patok pada proyek pembangunan jalan Magelang-Yogyakarta oleh
Belanda dengan tombak. Hal itu memicu pasukan Belanda menyerbu Tegalrejo untuk
menangkap Diponegoro. Selama perang terjadi Pangeran Diponegoro membuat beberapa
strategi, seperti mencegah bantuan Belanda dari luar, menghimpun dukungan dari bupati,
ulama dan bangsawan, serta membagi wilayah pertahanan. Sementara itu, pihak Belanda
yang dipimpin oleh Jenderal De Kock menggunakan strategi Benteng Stelsel. Strategi ini
mampu mendesak Diponegoro dan mampu menangkap para pembantu Diponegoro. Pangeran
Diponegoro berhasil lolos dan Belanda membakar Tegalrejo. Pangeran Diponegoro berhasil
menyngkir ke Desa Selarong dan menyusun strategi perang di sana.

Sinkronik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Mempelajari peristiwa sejarah di masa tertentu


2. Kajian lebih sempit dan sistematis
3. Tidak ada konsep perbandingan
4. Kajian mendalam

Konsep keberlanjutan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari keberlanjutan adalah berlangsung
terus menerus dan berkesinambungan. Hal ini berkaitan juga dengan rangkaian peristiwa
yang telah terjadi maupun akan terjadi merupakan peristiwa berkelanjutan. Sebab, tidak ada
peristiwa yang berdiri sendiri dan dapat dipisahkan dengan peristiwa lainnya.

Adapun konsep berkelanjutan adalah suatu keadaan yang sudah berlangsung lama.
Keberlanjutan dalam sejarah merupakan rangkaian peristiwa di masa lalu, masa sekarang,
dan masa depan yang berkaitan satu sama lain. Contohnya adalah kasus korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) yang terjadi di Indonesia. KKN yang terjadi pada masa reformasi
merupakan keberlanjutan dari masa Orde Baru.

Berkelanjutan dalam sejarah

Dalam mempelajari sejarah, rangkaian peristiwa yang ada merupakan peristiwa yang
berkelanjutan. Kehidupan manusia saat ini merupakan mata rantai dari kehidupan masa
lampau, sekarang dan masa mendatang. Setiap peristiwa tidak berdiri sendiri dan tidak
terpisahkan dari peristiwa lain.

Roeslan Abdul Gani menyatakan ilmu sejarah dapat diibaratkan sebagai penglihatan terhadap
tiga dimensi, yaitu penglihatan ke masa silam, masa sekarang, dan masa depan. Hal ini
sejalan dengan Arnold J. Toynbee yang mengatakan bahwa mempelajari sejarah adalah
mempelajari masa lampau, untuk membangun masa depan (to study history is to study the
past to build the future).

Keberlanjutan dalam sejarah berarti melihat sebuah peristiwa sebagai mata rantai masa
lampau, sekarang dan mendatang. Peristiwa tersebut tidak berdiri sendiri dan
berkesinambungan dari tatanan lama yang dipertahankan atau diadopsi dengan penyesuaian-
penyesuaian. Keberlanjutan juga bisa terjadi dari bentuk sederhana ke bentuk yang lebih
kompleks tanpa gejolak.
Keberlanjutan dalam sejarah Indonesia juga bisa terjadi karena meneruskan atau mengadopsi
aturan-aturan peninggalan masa lalu. Salah satu contohnya adalah KUHP atau Kitab Undang-
undang Hukum Pidana yang merupakan warisan pemerintah Belanda, yaitu Wetboek van
Srafrecht Voor Nederlands Indie 1915 yang merupakan turunan dari Wetboek van Srafrecht
Negeri Belanda 1886.
BAB II
Jatuhnya konstantinopel ke tangan turki usmani
Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani membawa dampak bagi bangsa Eropa
hingga nusantara.
Jatuhnya Konstantinopel oleh Turki Usmani menyebabkan bangsa Eropa mengalami krisis
dan kesulitan di bidang perdagangan rempah-rempah yang dikuasai pedagang Islam.
Sejarah Jatuhnya Konstantinopel
Sejarah jatuhnya Konstantinopel bermula dari penyerangan Konstantinopel oleh Sultan
Usmani Muhammad II pada 1453. Sultan Usmani Muhammad II bergelar Al-Fatih, seperti
dikutip dari buku Sejarah Indonesia: Masuknya Islam hingga Kolonialisme oleh Ahmad
Fakhri Hutauruk.

Konstantinopel adalah ibukota Kekaisaran Romawi Timur yang merupakan ibukota


Kekaisaran Romawi Timur. Konstantinopel juga merupakan pelabuhan transit perdagangan
antara Asia dan Eropa.

Letak Konstantinopel yang strategis menyebabkan bangsa-bangsa di sekitarnya banyak yang


ingin menguasai, termasuk umat Islam. Umat Islam termotivasi mengembangkan peradaban
Islam dan mengambil wilayah strategis seperti Konstantinopel untuk mempermudah proses
penyebaran Islam.

Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani atau Ottoman membuat riwayat Kekaisaran
Romawi berakhir. Jatuhnya Konstantinopel juga membuat perdagangan dikuasai para
pedagang Islam. Ibu kota berganti nama jadi Istanbul yang berarti "tahta Islam".

Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani membawa dampak bagi bangsa-bangsa


Eropa yang menjadi kesulitan terutama dalam bidang perdagangan.

Penyebab kesulitan bangsa Eropa setelah jatuhnya Konstantinopel yaitu:

1. Kedudukan perdagangan bangsa Italia di Konstantinopel dihancurkan


2. Daerah Konstantinopel tertutup untuk perdagangan
3. Konstantinopel tidak boleh dijadikan sebagai lintas barang dagangan dari Asia. Kebijakan
pemerintah Turki Usmani ini mengancam kehidupan ekonomi bangsa Eropa Barat dan Eropa
Timur seperti saat perpindahan bangsa di Eropa akibat serangan pasukan Islam.

Dampak jatuhnya Konstantinopel


Jatuhnya Konstantinopel membuat bangsa-bangsa di Eropa mulai berpikir untuk mencari
daerah penghasil barang-barang yang dibutuhkan, terutama rempah-rempah secara langsung
dari pedagangnya.
Bangsa Eropa mencari rempah-rempah karena amat dibutuhkan dan digemari terutama saat
musim dingin tiba. Salah satu rempah-rempah yang dicari adalah cengkih,lada,pala,dan lain-
lain.

Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani membawa dampak pada penjelajahan


samudra. Penjelajahan samudra bangsa Eropa didukung oleh penemuan kompas, teropong,
dan peta.

Penjelajahan samudra dipelopori oleh bangsa Portugis karena rakyatnya terbiasa berperang
dengan Moor dan punya pelabuhan yang baik seperti Lisabon, Porto. Angkatan laut Portugis
modern dan punya hubungan dagang dengan pelabuhan-pelabuhan di Mediterania serta
negara-negara di Eropa Utara.
Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani juga memberi dampak bagi Tanah Air,
yaitu datangnya bangsa Barat ke Indonesia.  Peristiwa sejarah yang terjadi di Eropa dan
menandai terbukanya hubungan dagang antara Eropa dengan Indonesia adalah jatuhnya
Konstantinopel. Negara Barat pertama yang mendarat di Indonesia, tepatnya di Malaka
adalah Portugis tahun 1511. Portugis datang ke Indonesia setelah mendengar dari pedagang
Asia bahwa Malaka memiliki kekayaan rempah-rempah yang melimpah.

Oleh sebab itu, Raja Portugal mengutus Diogo Lopes de Sequeira untuk mencari Malaka.
Sesampainya Sequeira di Malaka, ia disambut dengan baik oleh Sultan Mahmud Syah.
Namun, Sultan Mahmud Syah diperingati oleh komunitas dagang Islam Internasional yang
ada di Malaka, bahwa kedatangan Portugis ke kota tersebut adalah sebuah ancaman. Sultan
Mahmud pun memutuskan untuk menyerang Portugis. Pada April 1511, Alfonso de
Albequerque berlayar dari Portugis ke Malaka dengan membawa pasukan sebanyak 1.200
orang. Peperangan pun berlangsung yang kemudian dimenangkan oleh Portugis dan
menguasai Malaka. Setelah berhasil menguasai Malaka, Alfonso memerintahkan pasukannya
untuk berlayar mencari kepulauan rempah-rempah. Rombongan Alfonso tiba di Maluku
tahun 1512. Sejak saat itu, Portugis memanfaatkan Maluku dengan memperdagangkan
rempah-rempah yang ada di sana. Hal itulah yang menjadi awal penjajahan di Indonesia oleh
bangsa Eropa.
BAB III
Latar belakang masuknya bangsa Eropa/barat ke Indonesia
Sejarah mencatat, bangsa Barat menjelajah ke belahan bumi lain sejak abad ke-15 Masehi,
termasuk sampai ke Nusantara atau Indonesia. Penjelajahan samudera oleh orang-orang
Eropa ini kemudian menjadi penaklukan dan penjajahan atau kolonialisme bahkan
imperialisme.
Apa latar belakangnya? Portugis menjadi bangsa Eropa pertama yang berlayar hingga ke
Kepulauan Nusantara. Alfonso de Albuqueque memimpin sekitar 18 kapal yang mengangkut
1.200 orang. Rombongan Portugis ini menaklukkan Malaka pada 1511, lalu menyasar
Maluku pada 1512. Dari sini, sejarah kolonialisasi di Indonesia bermula. Rempah-rempah
menjadi alasan utama Portugis menyambangi Nusantara. Capaian Portugis ini kemudian
diikuti oleh kerajaan tetangga, Spanyol.
Di Maluku, Portugis dan Spanyol terlibat konflik. Portugis bersekutu dengan Kerajaan
Ternate melawan Spanyol yang merangkul Kerajaan Tidore. Tak hanya Spanyol dan Portugis,
penjelajahan samudera yang menjelma menjadi kolonialisme dan imperalisme itu nantinya
juga diikuti oleh bangsa-bangsa Eropa lainnya, termasuk Belanda, Perancis, Inggris, Italia,
Belgia, hingga Jerman.
Apa latar belakang bangsa Eropa melakukan penjelajahan samudera? Salah satu penyebab
utamanya adalah jatuhnya Konstatinopel pada 1453, dari Kekaisaran Bizantium atau Romawi
Timur ke Kesultanan Turki Usmani di bawah pimpinan Sultan Mehmed II. Penaklukan
Konstantinopel (sekarang Istanbul) menjadi salah satu tonggak peristiwa penting yang
mengubah sejarah peradaban manusia: penjelajahan bangsa-bangsa Eropa.
Penjelajahan samudra yang dilakukan oleh bangsa Eropa bukan tanpa sebab. Mereka
melakukan penjelajahan samudra untuk menemukan dunia baru. Tidak hanya itu, tapi juga
ingin menguasai untuk memperoleh keuntungan ekonomi dan politik. Salah satu wilayah
penjelajahan bangsa Eropa sampai ke Indonesia. Apalagi Indonesia merupakan penghasil
rempah-rempah dunia yang menjadi rebutan bangsa Eropa.  Apa latar belakang yang
membuat bangsa Eropa melakukan perjalanan sampai ke Indonesia?

Bangsa Eropa Sampai ke Nusantara

Putusnya jalur perdagangan Asia-Eropa mendorong kerajaan-kerajaan di Eropa untuk


mencari jalur perdagangan baru. Kali ini tak lewat darat yang sudah dikuasai Turki Usmani
tertutup, sedang mencari jalur lain lebih sulit dan berbahaya. Maka, dicobalah menelusuri
surga rempah-rempah lewat pelayaran. Laut menjadi jalan yang ditempuh bangsa Barat untuk
menemukan rempah. Portugis dan Spanyol menjadi yang pertama melakukan penjelajahan.
Mereka akhirnya berhasil mencapai kepulauan rempah-rempah di timur jauh alias Asia
Tenggara. Tahun 1512, armada laut Portugis sampai ke Malaka. Portugis tiba di Kepulauan
Nusantara dengan membawa serta 1.200 orang dan 17 atau 18 buah kapal. Ini merupakan
awal mula kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia.
Spanyol juga datang ke Nusantara setelah Portugis, Belanda pun demikian. Bahkan, belanda
memiliki pengaruh yang jauh lebih dalam ketimbang dua bangsa Eropa sebelumnya karena
penjajahan yang terjadi kemudian dan berlangsung amat lama. Dinukil dari modul Sejarah
Indonesia Kelas XI terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, terdapat beberapa
peristiwa yang melatarbelakangi kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia, antara lain :
Perang Salib
Perang Salib merupakan perang yang melibatkan masyarakat dari Eropa melawan Turki
Seljuk dan orang Arab. Perang ini berlangsung selama 200 tahun dan terbagi menjadi 7
periode. Perang ini disebut Perang Salib oleh orang Kristen, dan Perang Suci oleh kaum
Muslim. Perang Salib disebabkan karena perebutan Kota Yerusalem. Perang yang berlarut-
larut ini membuat jalur perdagangan Asia-Eropa menjadi terputus. Perang ini juga berdampak
pada habisnya kekayaan bangsa Eropa karena dialokasikan untuk peperangan.
Jatuhnya Konstantinopel
Tahun 1453, Khalifah Utsmaniyah yang berpusat di Turki berhasil menguasai
Konstantinopel. Kota ini sebelumnya termasuk wilayah kekuasan Kerajaan Romawi-
Byzantium. Perebutan Konstantinopel ini dipimpin oleh Raja Turki, Sultan Muhammad II.
Konstantinopel, sejak lama merupakan kota yang diperebutkan, bukan hanya karena sejarah
kejayaannya, namun juga karena kota ini merupakan salah satu titik penting dalam jalur
perdagangan darat yang menyambungkan Eropa dengan Asia. Setelah Konstantinopel
diduduki Turki Usmani, jalur perdagangan darat Asia-Eropa terputus. Hal tersebut
dikarenakan Turki Usmani melarang orang-orang Eropa melewati Konstantinopel. Di sisi
lain, permintaan barang, terutama rempah-rempah yang merupakan komoditas mahal di
Eropa, meningkat. Hal ini memaksa bangsa-bangsa Eropa mencari jalur-jalur pedagangan
lain selain Konstantinopel.

Mencari Kepulauan Rempah-rempah


M. C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2007) menyebutkan, alasan
terbesar kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia atau Nusantara adalah demi rempah-rempah.
Rempah-rempah adalah bahan baku yang berharga di Eropa. Bangsa Eropa menjadikan
rempah sebagai bahan baku obat, parfum, makanan, dan yang terpenting adalah pengawet
makanan. Orang-orang Eropa kala itu mesti menyembelih semua ternaknya. Jika tidak, ternak
akan mati karena suhu dingin. Daging hasil ternak tersebut mesti diawetkan, namun bahan
pengawet makanan waktu itu adalah rempah. Terputusnya jalur perdagangan karena
Konstantinopel jatuh ke tangan Turki Usmani membuat Bangsa Eropa tergerak untuk mencari
jalur perdagangan rempah sendiri. Selain India, Kepulauan Nusantara waktu itu sudah
terkenal sebagai penghasil rempah. Pala, lada, dan terutama cengkeh adalah komoditas
bernilai sangat mahal. Namun, Portugis, Spanyol, juga Belanda tidak datang ke Indonesia
hanya untuk memenuhi kebutuhan warganya akan rempah semata. Mereka juga berniat untuk
memonopoli perdagangan rempah.

Perkembangan Teknologi & Sains


Setelah kekalahan di Perang Salib, perkembangan teknologi dan sains di Eropa justru
berkembang pesat seiring berakhirnya fase Abad Gelap dan digantikan dengan Renaisans
alias Abad Pencerahan sejak abad ke-15 M. Selain itu, kekalahan Perang Salib membuat
bangsa-bangsa Eropa menyadari kekurangan mereka dalam hal teknologi dan ilmu
pengetahuan. Pada masa-masa itu, muncul teori heliosentrisme yang diperkenalkan oleh
Nicolas Copernicus dan Galileo Galilei. Pembuktian-pembuktian bahwa bumi berbentuk
bulat, dan mempunyai orbit yang mengelilingi matahari dapat dilakukan setelah ilmu
astronomi ditemukan dan berkembang.
Teori ini membuka tabir bahwa pengetahuan orang Eropa atas dunia ternyata begitu sempit.
Maka, muncul keinginan untuk mencari tahu hal-hal yang belum diketahui tentang alam
semesta, keadaan geografi dunia, dan tentang bangsa-bangsa lain yang ada di belahan dunia
lain. Keinginan untuk menjelajah tersebut ditunjang oleh berkembangnya teknologi
pelayaran, seperti ditemukannya kompas, meriam, dan alat-alat lainnya, juga perkembangan
ilmu astronomi dalam navigasi pelayaran. Teknologi dan pengetahuan membuat pencarian
tempat penghasil rempah-rempah dapat dilakukan melalui laut, tidak melalui darat yang
sudah terputus karena jatuhnya Konstantinopel.

Semangat 3G Gold, Glory, dan Gospel


Pada akhirnya, penjelajahan samudera yang dilakukan bangsa-bangsa Eropa disertai
semangat 3G, yakni gold (kekayaan), glory (kejayaan), dan gospel (menyebarkan agama
Nasrani). Gold berarti keinginan memperoleh kekayaan di wilayah-wilayah baru yang
ditemukan. Kekayaan yang dieksploitasi dari daerah baru itu kemudian digunakan untuk
kepentingan kerajaan/negara imperialis Glory diartikan sebagai kejayaan atau untuk
menguasai wilayah yang didatangi dan dijadikan sebagai koloni. Indonesia, misalnya, pernah
cukup lama menjadi jajahan Belanda. Gospel merupakan misi menyebarkan ajaran Nasrani
(Kristen Katolik dan Kristen Protestan). Misionaris bangsa-bangsa Eropa menyebarkan
agamanya di wilayah-wilayah baru yang mereka datangi.
Bangsa Portugis

Penjelajahan samudra bangsa Portugis untuk menemukan kepulauan rempah-rempah diawali


dengan ekspedisi Bartholomeus Diaz, yang menjadi orang Eropa pertama yang berhasil
mencapai Tanjung Harapan di Afrika Selatan pada 1488. Setelah itu, Vasco da Gama
mengikuti dan melanjutkan rute Bartholomeus Diaz, hingga akhirnya sampai di Calicut,
India, pada 1498. Keberhasilan Vasco da Gama mencapai Calicut dan membawa pulang
rempah-rempah membuat Portugal menempatkan Alfonso de Albuquerque sebagai wakilnya
di India.

Di bawah kepemimpinan Alfonso de Albuquerque, Portugis berhasil menguasai Goa pada


1510 dan Malaka pada 1511. Keberhasilan itu mendorong Alfonso de Albuquerque untuk
mengirim tiga kapalnya ke kepulauan rempah-rempah di Indonesia Timur (Maluku). Dua
kapal dari armada utusan Alfonso de Albuquerque yang dipimpin oleh Antonio de Abreau dan
Francisco Serrao berhasil mencapai Ternate pada 1512. Dengan begitu, bangsa barat yang
pertama kali datang di nusantara dan kemudian memonopoli perdagangan rempah-rempah di
Maluku yaitu bangsa Portugis. Pada awalnya, kedatangan Portugis di Ternate disambut baik
oleh Sultan Ternate yang ingin melawan Tidore. Akan tetapi, dalam perkembangannya
kedatangan Portugis ke nusantara membuat kerajaan-kerajaan Islam merasa terancam.
Kerajaan Islam pertama di nusantara yang dikuasai Portugis adalah Kerajaan Ternate.
Bangsa Spanyol

Sesuai isi Perjanjian Tordesillas yang disetujui bersama Portugal pada 1494, bangsa Spanyol
mencari daerah penghasil rempah-rempah dengan menuju ke arah barat, melalui Samudera
Atlantik. Pada 1519, Spanyol memberangkatkan ekspedisi yang terdiri dari lima kapal di
bawah pimpinan Fernando de Magelhaens atau Ferdinan Magellan. Rute pelayarannya adalah
Spanyol - Samudera Atlantik - pantai timur Benua Amerika - selat di ujung selatan Benua
Amerika - Samudera Pasifik - Filipina.

Rombongan Magellan sampai di Filipina pada April 1521, tetapi ia justru terbunuh setelah
terlibat konflik dengan Mactan. Setelah itu, ekspedisi dilanjutkan di bawah pimpinan Kapten
Sebastian del Cano, yang sampai di Maluku di tahun yang sama. Sebastian del Cano
mendarat di wilayah Tidore dan disambut baik oleh rajanya, yang bermusuhan dengan
Kerajaan Ternate yang lebih dulu menjalin kerjasama dengan Portugis.

Namun, kedatangan bangsa Spanyol ke Indonesia untuk pertama kalinya ini hanya
berlangsung 40 hari (6 November - 18 Desember 1521). Pasalnya tujuan utama Sebastian del
Cano singgah di Tidore adalah untuk mengisi bahan makanan dan mengisi kapalnya dengan
rempah-rempah, terutama cengkih dan pala. Keberhasilan Sebastian del Cano dalam
mendapatkan rempah-rempah serta kepercayaan dari raja Tidore membuat raja Spanyol
senang dan kembali mengirimkan armadanya ke Indonesia. Akan tetapi, langkah tersebut
oleh Portugis dianggap sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas. Pada akhirnya
pertempuran antara Spanyol bersama Tidore dan Portugis yang bersekutu dengan Ternate pun
tidak dapat dihindarkan.

Bangsa Prancis
Keberhasilan bangsa Portugis mencapai dunia Timur mendorong bangsa-bangsa Eropa untuk
berlayar ke Indonesia. Terlebih lagi, jasa pelaut asing dan peta navigasi dapat dibeli dengan
mudah di Lisabon.
Pada 1530, Jean Parmentier dari Prancis meninggalkan Pantai Normandia untuk menjelajahi
Indonesia. Dari sudut pandang pelayaran, ekspedisi ini sangat berhasil karena dapat mencapai
bagian barat Sumatera dalam waktu tujuh bulan. Kendati demikian, dari sudut pandang
perniagaan, Jean Parmentier dapat dikatakan gagal total. Akibat kegagalan ini, bangsa Prancis
enggan untuk mengulangi upayanya dalam waktu yang lama.

Bangsa Inggris
Ekspedisi penjelajahan samudra oleh bangsa Inggris yang pertama dipimpin oleh Francis
Drake dan Thomas Cavendish. Rombongan itu berangkat pada 1577 dengan mengikuti rute
penjelajahan bangsa Spanyol. Pada 1579, armada Francis Drake berhasil mendarat di Ternate
dan memborong rempah-rempah untuk dibawa kembali ke Inggris. Pada abad ke-17, Inggris
kembali melakukan penjelajahan samudra, tetapi dengan mengikuti rute bangsa Portugis.
Inggris kemudian berhasil menguasai India dan mendirikan kongsi dagang EIC (East India
Company). Dalam perkembangannya, EIC menjadi pesaing utama VOC dan berusaha
menguasai kepulauan nusantara.

Bangsa Belanda
Dalam melakukan penjelajahan samudra ke dunia Timur, bangsa Belanda mengacu pada
Pedoman Perjalanan ke Timur yang disusun oleh Jan Huygen van Lin Schoten pada 1595.
Buku tersebut memuat peta dan deskripsi rinci mengenai penemuan-penemuan bangsa
Portugis. Pada 1595, Belanda mengirim sebuah ekspedisi ke dunia Timur yang dipimpin oleh
Cornelis de Houtman. Cornelis de Houtman menjadi rombongan Belanda pertama yang tiba
di nusantara pada 1596, tepatnya di Banten. Meski sempat disambut baik, Cornelis de
Houtman akhirnya diusir oleh masyarakat dan pedagang setempat karena sikap buruknya.
Pada 1598, Belanda kembali berusaha menembus Banten dengan mengirim ekspedisi di
bawah pimpinan Jacob van Neck. Proses masuknya bangsa Belanda ke nusantara yang kedua
ini cukup mulus, karena mereka pandai berdiplomasi dan telah belajar dari pengalaman
Cornelis de Houtman. Penerimaan Banten pun semakin terlihat ketika Belanda diizinkan
untuk mendirikan kantor dagang. Setelah Banten, bangsa Belanda kemudian melanjutkan
misinya ke Maluku untuk menggeser kedudukan bangsa Portugis.
BAB IV
Kolonialisme bangsa Eropa/barat di Indonesia
Indonesia dikenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah. Rempah-rempah dicari bangsa
Eropa karena manfaatnya sebagai penghangat dan bisa dijadikan pengawet makanan. Selain
karena harganya yang mahal, memiliki rempah-rempah juga menjadi simbol kejayaan
seorang raja pada saat itu. Dari faktor-faktor tersebut, banyak bangsa Eropa yang berusaha
untuk menemukan daerah penghasil rempah-rempah, salah satunya Indonesia.
Kolonialisme berasal dari kata “colonus” yang memiliki arti menguasai. Kolonialisme
memiliki arti upaya sebuah negara untuk mengembangkan kekuasaannya di luar wilayah
kekuasaan negara tersebut. Kolonialisme memiliki tujuan mencapai dominasi kekuatan dalam
bidang ekonomi, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan politik.
Wilayah koloni biasanya merupakan wilayah-wilayah yang memiliki kekayaan bahan mentah
yang dibutuhkan oleh negara yang melakukan kolonialisme. Dalam kolonialisme, ada
kepercayaan bahwa bangsa yang melakukan kolonialisasi jauh lebih superior dari bangsa
yang dikoloni.
Sementara imperialisme berasal dari kata “imperium” dalam bahasa Latin, yang berarti
kekuasaan tertinggi, kedaulatan, atau sekadar kekuasaan. Imperialisme merupakan kebijakan
atau ideologi untuk memperluas kekuasaan atas negara lain dan penduduk asli negara
tersebut, dengan tujuan memperluas akses politik dan ekonomi, kekuasaan dan kontrol, dan
seringkali dilakukan dengan menggunakan kekuatan militer.
Perbedaan kolonialisme dan imperialisme terletak pada tujuannya. Kolonialisme berfokus
pada penguasaan suatu wilayah dengan sumber daya alam tertentu untuk dibawa ke negeri
asal penjajah. Sementara imperialisme berfokus dalam penguasaan politik dan pemerintahan
negara yang lain untuk memiliki pengaruh terhadap negara tersebut.
Latar Belakang Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Kolonialisme dan imperialisme sudah dilakukan oleh bangsa Eropa sejak abad ke-15 di
seluruh dunia, sampai akhirnya masuk ke nusantara (Indonesia). Pada saat itu, latar belakang
bangsa Eropa masuk ke wilayah nusantara disebabkan oleh beberapa hal, seperti jatuhnya
Konstantinopel di kawasan Laut Tengah ke kekuasaan Turki Usmani pada tahun 1453,
merosotnya ekonomi dan perdagangan bangsa Eropa, serta terjadinya revolusi industri.
Perlu diketahui, kolonialisme dan imperialisme modern muncul setelah terjadinya revolusi
industri karena bertujuan untuk mengembangkan perekonomian bangsa Eropa. Revolusi
industri, membuat bangsa Eropa menciptakan kapal laut yang digunakan untuk menjelajah
samudra demi mencari sumber daya di belahan dunia lain. Disamping itu, misi ini juga
dilakukan untuk melanjutkan semangat Perang Salib.
Dalam upaya tersebut, bangsa Eropa mulai menyebar ke seluruh dunia, sampai akhirnya
kolonialisme dan imperialisme di Indonesia pun terjadi. Di sisi lain, kejatuhan
Konstantinopel ke tangan Turki Usmani pada tahun 1453, menyebabkan akses bangsa Eropa
dalam mendapatkan rempah-rempah yang lebih murah di kawasan Laut Tengah menjadi
tertutup dan membuat harga rempah-rempah di Eropa meningkat tajam. Bangsa Eropa
kemudian terdorong untuk mencari dan menemukan wilayah-wilayah penghasil rempah-
rempah ke dunia baru yang ada di timur Eropa.
Lama-kelamaan, mereka semakin berambisi menguasai berbagai negara untuk keuntungan
ekonomi dan kejayaan politik mereka, terutama pada wilayah-wilayah seperti Indonesia yang
merupakan penghasil rempah-rempah, seperti lada, cengkih, pala, dan lain-lain. Rempah-
rempah yang dihasilkan di Indonesia mendorong mereka untuk melakukan kolonialisme dan
imperialisme karena rempah-rempah pada masa itu menjadi komoditas yang sangat laris di
Eropa. Bangsa Eropa kemudian menyebut nusantara sebagai Hindia.
Respon Bangsa Indonesia Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme
Ada empat aspek utama yang terjadi di Indonesia setelah merespon sistem kolonialisme dan
imperialisme, antara lain ekonomi dan politik, sosial dan budaya, seni dan sastra, serta
pendidikan. Berikut penjelasannya:
Aspek Ekonomi dan Politik
Bangsa Indonesia pada masa kolonialisme dan imperialisme dirugikan dalam bidang ekonomi
dan politik. Oleh karena itu, bangsa Indonesia melakukan perlawanan terhadap Portugis,
VOC, dan pemerintahan Hindia Belanda. Beberapa perlawanan berupa perang akibat
ekonomi dan politik in, di antaranya:
Perlawanan Terhadap Portugis
Ada beberapa peristiwa besar yang terjadi akibat upaya bangsa Indonesia melawan
penjajahan bangsa Portugis, antara lain:
Perlawanan Kesultanan Ternate
Kebijakan monopoli perdagangan bangsa Portugis membuat Sultan Hairun memimpin
perlawanan rakyat Ternate terhadap mereka. Sayangnya, Sultan Hairun berhasil ditangkap
dan dihukum mati oleh bangsa Portugis pada tahun 1570. Meski demikian, perlawanan
Kesultanan Ternate tidak berhenti di situ. Perjuangan Sultan Hairun kemudian dilanjutkan
oleh Sultan Baabulah. 
Di bawah kepemimpinan Sultan Baabulan inilah Kesultanan Ternate berhasil mengusir
bangsa Portugis dari Maluku pada tahun 1575. Bangsa Portugis yang terusir dari Maluku ini
kemudian menyingkir ke Pulai Timor dan berkuasa di Timor Timur hingga menjelang akhir
abad ke-20. 
Perlawanan Kesultanan Demak
Selain di Ternate, bangsa Portugis juga melakukan praktik monopoli perdagangan mereka di
Malaka. Praktik monopoli tersebut membuat para saudagar Muslim di Malaka merasa
terganggu. Kesultanan Demak yang khawatir bangsa Portugis juga akan mengekspansi pulau
Jawa dan merasa perlu menunjukkan solidaritas mereka terhadap Kesultanan Malaka dan
para saudagar Muslim yang ada di Malaka, akhirnya memutuskan untuk menyerang bangsa
Portugis.
Di bawah pimpinan Sultan Trenggono, Kesultanan Demak menyerang Sunda Kelapa pada
tahun 1526 dan berhasil menguasai wilayah tersebut. Setahun kemudian, pada tahun 1527,
bangsa Portugis yang saat itu tidak menyadari kalau Sunda Kelapa sudah dikuasai oleh
Kesultanan Demak, datang untuk membangun benteng di sana.
Akibatnya, bangsa Portugis pun berhasil diusir oleh Kesultanan Demak di bawah
kepemimpinan Fatahillah. Fatahillah kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi
Jayakarta, yang berarti kemenangan yang gemilang.
Perlawanan Kesultanan Aceh
Perlawanan Kesultanan Aceh terhadap bangsa Portugis dimulai pada tahun 1514–1540 di
bawah kepemimpinan Sultan Ali Mughayat Syah. Pada masa itu Kesultanan Aceh berhasil
mengusir bangsa Portugis dari wilayah Aceh. Perlawanan Kesultanan Aceh terhadap bangsa
Portugis kemudian dilanjutkan oleh Sultan Alaudin Riayat Syah Al-Qahar pada tahun 1538–
1571 dengan bantuan Turki.
Sultan Alaudin Riayat Syah, yang menjadi penggantinya, juga menyerang bangsa Portugis di
Malaka pada tahun 1573 dan 1575. Sultan Iskandar Muda pun pernah menyerang bangsa
Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Sekalipun Sultan Iskandar Muda tidak berhasil mengusir bangsa Portugis, dari Malaka,
perlawanan rakyat Aceh terus berlanjut sampai Malaka jatuh ke tangan VOC pada tahun
1641.
Perlawanan Terhadap VOC
Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi sebagai upaya bangsa Indonesia melawan
penjajahan VOC, antara lain:
1. Perlawanan Kesultanan Mataram
Awalnya, hubungan Kesultanan Mataram dengan VOC berjalan dengan baik, sampai-sampai
Kesultanan Mataram mengizinkan VOC mendirikan benteng sebagai kantor perwakilan
dagang di wilayah Jepara. Namun, lama-kelamaan Sultan Agung menyadari kalau keberadaan
VOC membahayakan pemerintahannya.
Sultan Agung pun mulai menyerang VOC pada tahun 1628, tapi serangan pertama ini gagal
dan mengakibatkan sekitar 1.000 prajurit Mataram gugur. Serangan kedua yang dilakukan
pada bulan Agustus–Oktober 1629 pun mengalami kegagalan karena Kesultanan Mataram
kalah persenjataan, kekurangan persediaan makanan (karena lumbung-lumbung persediaan
makanan yang ada di Tegal, Cirebon, dan Karawang dimusnahkan VOC), jarak yang terlalu
jauh, dan wabah penyakit yang menyerang pasukan Mataram. 
2. Perlawanan Kesultanan Gowa
Perlawanan Kesultanan Gowa dimulai dengan pelucutan dan perampasan armada VOC di
Maluku, di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin. Perang Makassar pun pecah karena
pelucutan dan perampasan armada tersebut. Perang Makassar berlangsung selama tiga tahun,
dari tahun 1666–1669. Dalam Perang Makassar, VOC bersekutu dengan Arung Palaka, Raja
Bone, yang saat itu berseteru dengan Kerajaan Gowa.
3. Perlawanan Kesultanan Banten
Perlawanan Kesultanan Banten dimulai karena persaingan dagang dengan VOC dan
gangguan VOC terhadap politik Kerajaan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa pada akhirnya
melawan VOC dengan bekerja sama dengan pedagang-pedagang asing lainnya, seperti
pedagang Inggris.
Sultan Ageng kemudian menyerang kapal-kapal VOC yang ada di perairan Banten serta
wilayah-wilayah yang berbatasan dengan Batavia, seperti peperangan di daerah Angke dan
Tangerang pada tahun 1658–1659.
4. Perlawanan Terhadap Pemerintahan Hindia Belanda
Awalnya, masa pemerintahan Hindia Belanda tidak lagi menerapkan praktik kolonialisme ala
VOC, namun hal tersebut tak membuat praktik dagang dan kerja rodi berakhir. Saat Belanda
kembali berkuasa, penindasan pun terjadi lagi di Indonesia
Portugis
Bartholomeus Diaz melakukan penjelajahan samudra dan sampai di Tanjung Harapan, Afrika
Selatan, pada 1488. Penjelajahan lalu diteruskan Vasco da Gama yang sampai di Gowa
(India) pada 1498, lalu pulang ke Lisboa, Portugal, dengan membawa rempah-rempah.
Portugis pun semakin gigih dalam mencari sumber rempah-rempah. Untuk itu, Portugis
melanjutkan ekspedisi ke timur yang dipimpin Alfonso d’Albuquerque untuk menguasai
Malaka. Ia berhasil menguasai Malaka sebagai pusat perdagangan rempah-rempah di Asia
Tenggara pada 10 Agustus 1511.

Spanyol

Orang Spanyol yang pertama kali melakukan penjelajahan samudra adalah Christopher
Columbus. Pada 1492, ia berlayar ke arah barat melewati Samudra Atlantik, hingga akhirnya
tiba di benua Amerika. Saat itu, Columbus berpikir kalau dia telah sampai di daerah yang
ditujunya, yaitu India. Karena itulah Columbus lalu menamakan penduduk lokal yang ia
temui sebagai warga Indian.

Penjelajahan berikutnya dilakukan Magelhaens dari Spanyol ke barat daya. Melintasi


Samudra Atlantik sampai di ujung selatan Amerika, kemudian melewati Samudra Pasifik dan
mendarat di Filipina pada tahun 1521. Pelayaran Magelhaens berpengaruh bagi dunia ilmu
pengetahuan karena dirinya berhasil membuktikan bahwa bumi itu bulat. Penjelajahan
Magelhaens kemudian dilanjutkan Sebastian del Cano. Pada 1521, Sebastian del
Cano berhasil berlabuh di Tidore, namun kedatangan mereka dianggap melanggar Perjanjian
Tordesillas. Untuk menyelesaikan permasalahan keduanya, Portugis dan Spanyol melakukan
Perjanjian Saragosa pada 1529.

Belanda
Pada 1596, Cornelis de Houtman berhasil mendarat di Banten. Sikap Belanda yang kurang
ramah dan berusaha memonopoli perdagangan di Banten membuat Sultan Banten saat itu
marah. Akibatnya, ekspedisi ini terbilang gagal. Sekitar 1598-1600, pedagang Belanda mulai
berdatangan kembali. Kedatangannya kali ini dipimpin Jacob van Neck. Ia berhasil
mendarat di Maluku dan membawa rempah-rempah. Keberhasilan van Neck menyebabkan
semakin banyak pedagang Belanda datang ke Indonesia.
Inggris
Masuknya bangsa Inggris ke Indonesia juga bertujuan mencari rempah-rempah. Tokoh
penjelajahnya adalah Sir Henry Middleton dan James Cook. Henry Middleton mulai
menjelajah di tahun 1604 dari Inggris menyusuri perairan Cabo da Roca (Portugal) dan Pulau
Canary. Henry Middleton lanjut menuju perairan Afrika Selatan hingga Samudra Hindia. Ia
sampai di Sumatra, lalu menuju Banten di akhir 1604. Ia berlayar ke Ambon (1605), lalu ke
Ternate, serta Tidore, dan mendapat rempah-rempah, seperti lada dan cengkeh.
Sedangkan James Cook sampai ke Batavia tahun 1770, setelah dari Australia
Bangsa Eropa datang ke Nusantara pada abad ke-16. Awalnya bertujuan untuk berdagang
rempah-rempah. Namun, lama-kelamaan tujuan bergeser menjadi penerapan kolonialisme
dan imperialisme.  Pada abad ke-19, masyarakat Indonesia berupaya keras untuk melakukan
perlawanan. Tujuan utamanya untuk mengusir penjajahan dari Nusantara.  Namun sifat
perlawanan lokal dari para raja atau sultan dan rakyat terhadap VOC masih sangat lokal.
Beberapa perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme, yaitu:
1.  Kesultanan Demak melawan Portugis
2. Perlawanan Kesultanan Aceh
3. Perlawanan Rakyat Ternate
4. Sultan Agung Raja Mataram melawan VOC
5. Sultan Ageng Tirtayasa melawan VOC
6. Sultan Hasanuddin melawan VOC
BAB V
Perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme bangsa Eropa/barat
Merdeka adalah cita-cita dari setiap bangsa yang tanahnya dikuasai oleh bangsa asing. Untuk
membebaskan tanah airnya dari penguasaan bangsa asing, maka tentu diperlukan perlawanan.
Hal tersebut juga tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh penguasa
asing, yang menimbulkan berbagai konflik. Di Indonesia, hampir setiap daerah muncul
perlawanan. Untuk mengetahui mengenai perlawanan bangsa Indonesia terhadap
Kolonialisme dan Imperialisme
Perlawanan Terhadap VOC
Selama masa penguasaan VOC di Indonesia, banyak menerapkan kebijakan yang merugikan
rakyat Indonesia. Hal tersebut tidak terlepas dari tujuan VOC untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya dari Indonesia. Hal tersebut, menyebabkan Perlawanan Bangsa Indonesia
terhadap Kolonialisme dan Imperialisme terjadi di tiap daerah.
Perlawanan di Maluku
Pada tahun 1605, Portugis berhasil diusir oleh VOC yang bekerja sama dengan kerajaan
lokal. Sehingga VOC memiliki tempat khusus di wilayah Maluku. Namun setelah mencapai
tujuannya untuk mendapatkan tempat di Maluku, maka VOC mulai menunjukan sifat aslinya.
Sikap VOC mulai semena-mena dan ikut campur dalam urusan kerajaan. Tindakan yang
kejam dan sewenang-wenang dari VOC menyebabkan perlawanan dari rakyat.
Salah satu perlawanan yang terjadi yakni pada tahun 1635-1646, oleh masyarakat Hitu dan
dipimpin oleh Kakiali serta Telukabesi. Perlawanan ini kemudian meluas ke Ambon, namun
perlawanan mengalami kegagalan
Pada tahun 1650, perlawanan juga dilakukan oleh rakyat Ternate yang dipimpin oleh Kecili
Said. Namun, lagi-lagi serangan tersebut bisa dipatahkan oleh VOC.hal itu dikarenakan VOC
memiliki senajat dan pengorganisasian yang lebih baik.
Pada tahun 1680, VOC juga memaksakan perjanjian dengan Tidore (Kemdikbud, 2017:79).
Status Tidore dirubah menjadi vassal atau negara bawahan VOC, bukan lagi sekutu. Untuk
menguatkan kekuasaanya, VOC mengangkat Putra Alam sebagai penguasa yang baru. Hal
tersebut bertentangan dengan tradisi Tidore, dimana seharusnya Pangeran Nuku yang menjadi
penguasa. Oleh karena itu Pangeran Nuku melakukan perlawanan bersama dengan rakyat.
Dalam perang tersebut, pangeran Nuku mendapat dukungan dari Papua dibawah Raja Ampat,
Halmahera, Seram Timur, serta Ternate. Oleh para pendukungnya, Pangeran Nuku kemudian
diangkat menjadi Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah. Dengan gelar Sultan, maka
perang melawan VOC pun semakin diperkuat. Selain mendapat dukungan dari penguasa
lokal, Pangeran Nuku juga mendapat dukungan dari Inggris atau EIC. Dengan kekuatan yang
besar, VOC berhasil dikalahkan dan Tidore dapat lepas dari penguasannya.

Perlawanan di Sulawesi Utara


Di wilayah Sumatera Utara, tepatnya di Minahasa berkobar perang melawan VOC. Perang
tersebut terjadi dalam dua periode. Periode pertama pada tahun 1661-1664, yang terjadi
karena Voc meminta Minahasa untuk membuka daerah yang digunakan untuk pembangunan
benteng “Fort Amsterdam” dan pemukiman VOC. Rakyat Minahasa menolak permintaan
tersebut, sehingga perang tak bisa dihindari. Pada akhirnya Belanda menawarkan perjanjian
yang salah satu isinya adalah bahwa Minahasa membantu VOC untuk menyediakan beras dan
kayu gelondong untuk membuat bangunan. Hal tersebut tentunya dianggap sebagai
pemaksaan, oleh karena itu Minahasa tetap melawan.
Untuk melawan Minahasa maka VOC membendung Sungai Temberan sehingga air sungai
meluap dan menenggelamkan pemukiman. Rakyat Minahasapun memindahkan tempat
tinggalnya ke Danau Tonando dengan membangun rumah apung, dan menjadikannya sebagai
pusat kekuatan. Namun, rakyat di Tonando ini kemudian menghadai masalah penumpukan
panen, karena tidak ada yang membeli. Sehingga mereka emndekati VOC agar mau membeli
panen mereka, dan perang Minahasa itu akhirnya berakhir.
Perlawanan di Sulawesi Selatan
Penguasaan VOC di Sulawesi Selatan dimulai dari VOC yang berhasil mendirikan kantor
dagang di Makassar pada 1607. VOC berusaha untuk melakukan monopoli perdagangan dan
meminimalisir peran penguasa lokal. VOC mencoba memonopoli perdagangan dengan
membatasi perdagangan dengan negara lainnya, seperti Spanyol dan Portugis. Hal tersebut
mendapat perlawanan dari Raja Gowa yaitu Sultan Hasanuddin dan menyebabkan perang
pada tahun 1666.
Dalam melawan Raja Gowa, Belanda melakukan kerja sama dengan Kerajaan Bone yang
ingin melepaskan diri kekuasaan Gowa. Dengan kekuatan Kerajaan Bone yang didukung oleh
Kerajaan Wajo dan VOC, Sultan Hasanuddin pun berhasil dikalahkan. Berdasarkan
(kemdikbud, 2017:88), pada 18 November 1667, Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani
Perjanjian Bongaya, yang berisi:
1. Kerajaan Gowa harus mengakui monopoli VOC
2. Semua orang Barat (selain Belanda) harus meninggalkan wilayah Gowa
3. Gowa diharuskan membayar biaya perang
4. Kegiatan pelayaran para pedagang Makassar dibaah pengawasan VOC
5. Alat tukar yang digunakan di Makassar menggunakan mata uang Belanda (Aman,
2014:17)
6. Penyerahan 1500 budak pada VOC
Isi perjanjian yang dinilai merugikan ini membuat Sultan Hasanuddin menolak dan mencoba
kembali melawan. Namun perlawanan tersebut masih bisa diatasi VOC, bahkan benteng
pertahanan rakyat Gowa berhasil diambil alih oleh VOC dan diubah namanya menjadi
Benteng Rotterdam.
Perlawanan Mataram
Perlawanan ini dipimpin oleh Sultan Agung, raja Kerajaan Mataram. Sultan Agung sendiri
merupakan raja dengan cita-cita untuk mempersatukan seluruh tanah Jawa dan mengusir
kekuasaan asing. Oleh karena itu, Sultan Agung melakukan perlawanan pada VOC yang
melakukan ingin memonopoli perdagangan di Jawa. Selain itu, sebab lainnya adalah karena
VOC menghalangi kapal dagang Mataram yang akan berlayar ke Malaka, serta VOC juga
menolak mengakui kedaulatan Mataram. Oleh sebab itu, Sultan Agung berencana melakukan
penyerangan ke Batavia, pusat kekuatan VOC.
Pada tahun 1628 dibahwa komado Tumenggung Baureksa, Mataram menyerang Batavia.
Pasukan Mataram juga dibantu oleh pasukan lainnya, seperti pasukan Tumenggung Sura
Agul-Agul , serta Laskar Orang Sunda dibawah Dipati Ukur. Namun, Mataram masih kalah
dalam persenjataan sehingga masih mengalami kekalahan.
Hal tersebut tidak lantas berhenti, maka Sultan Agung melakukan serang yang kedua dengan
meningkatkan jumlah kapal dan senjata, serta membangun lumbung-lumbung beras. Namun
hal itu diketahui oleh VOC, dan rencana itupun digagalkannya. Perang tetap berjalan, benteng
Hollandia berhasil dihancurkan, serta benteng Bommel berhasil dikepung. Akan tetapi, pada
akhirnya dengan kekuatan VOC yang makin ditingkatkan maka Mataram berhasil dikalahkan.
Kegagalan dalam perang fisik membuat Sultan Agung melakukan diplomasi dengan VOC.
Hasil dari diplomasi ini,VOC kemudian mengakui kekuasaan Mataram yang dibuktikan
dengan pengiriman upeti secara berkala pada Mataram. Sebagai imbalanya, VOC diizinkan
melakukan perdagangan di Pantai Utara Jawa.
Perlawanan di Banten
Sejak awal Banten berada pada posisi yang strategis dalam perdagangan Internasional. Hal
itu membuat VOC ingin menguasai Banten, namun selalu gagal. Oleh karena itu VOC
berpindah ke Malaka. Sehingga memunculkan persaingan antara Banten dan Batavia.
Dibawah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa, ia berusaha memulihkan Banten sebagai bandar
perdagangan internasional dan menyaingi VOC di Batavia. Beberapa cara yang digunakan
Banten diantaranya ialah dengan pedagang Eropa lainnya, serta berhubungan dengan negara-
negara Asia lainnya.
Untuk melemahkan Banten, VOC melakukan blokade. Kapal Cina dan kapal dagang dari
Maluku dilarang melanjutkan perjalanan ke Banten. Untuk membalas blokade itu, Banten
juga mengirimkan pasukan untuk mengganggu serta merusak tanaman tebu VOC.
Perlawanan Banten dan VOC ini kemudian diselesaikan dengan perjanjian damai pada tahun
1569.
Pada tahun 1680, Sultan Ageng kembali melakukan perang dengan VOC. Namun, dalam
kerajaan Banten sendiri terdapat perselisihan antara Sultan Ageng dan Sultan Haji, yang
kemudian dimanfaatkan oleh VOC. Sultan Haji yang didukung Belanda berhasil
menggulingkan Sultan Ageng. Sebagai balas budi, Sultan Haji harus menandatangani
perjanjian yang berisi:
1. Persetujuan monopoli perdagangan oleh VOC di Banten
2. pengusiran orang-orang Eropa lain selain Belanda
3. Ganti rugi perang ditanggung oleh Banten
4. Penyerahan Cirebon pada VOC
5. VOC berhak ikut campur dalam urusan kerajaan

BAB VI
Tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia
Berkat jasa para pahlawan nasional Indonesia, negara kita dapat menyatakan kemerdekaan
tanggal 17 Agustus 1945. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi dari
pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya membela
kebenaran.
Dalam kamus tersebut, pahlawan juga diartikan sebagai pejuang yang gagah berani serta
hero.
Pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional atas perbuatan yang dinilai heroik. Artinya,
perbuatan tersebut dapat dikenang dan diteladani selamanya oleh warga negara Indonesia
atau perbuatan tersebut mengandung jasa yang amat tinggi bagi bangsa Indonesia.
Selain peristiwa Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, terdapat peristiwa lain yang tidak
kalah penting, yaitu Hari Kebangkitan Nasional. Para pahlawan yang berjuang pada Hari
Kebangkitan Nasional memberikan kontribusi besar untuk Indonesia.

Pergerakan Nasional merupakan sebuah bentuk dalam perlawanan terhadap penjajah, bukan
melalui penggunaan angkatan bersenjata, tetapi melalui penggunaan organisasi budaya,
sosial, ekonomi dan politik. Begitu juga dengan gerakan nasional yang berlangsung di
Indonesia. Suatu gerakan oleh para sarjana Indonesia untuk meningkatkan nasib atau kondisi
rakyat Indonesia dan untuk mencari kemerdekaan nasional.

Latar belakang Organisasi Gerakan Nasional ialah adanya sebuah kesadaran akan banyaknya
sebuah penderitaan yang diderita terhadap banyak penduduk dan masyarakat sekitar, serta
kesengsaraan yang dialami orang-orang selama pendudukan dan menyebabkan penderitaan.
Itu sebabnya, dapat diharapkan bahwa dengan keberadaan organisasi gerakan nasional ini
banyak orang akan dapat menemukan kondisi yang lebih baik dan mengubah keadaan mereka
menjadi lebih baik.

Adapun terdapat tokoh-tokoh dalam pergerakan nasional indonesia, diantaranya ialah sebagai
berikut:

Wahidin Sudirohusodo
Wahidin Sudirohusodo adalah sosok yang pandai dan lulus dari sekolah kedokteran hingga
menjadi pejabat kesehatan. Jiwa-jiwa pemberontakannya tampak saat ia memimpin redaksi
surat kabat Retnodhoemilah. Melalui surat kabar itu, Wahidin melontarkan gagasannya soal
kebangkitan Jawa, meliputi nasionalisme, pendidikan, kesamaan derajat, dan budi pekerti.
Namun upayanya di Retnodhoemilah kurang membuahkan hasil, ia pun mundur dan
memperjuangkan gagasannya dengan berkeliling menemui pejabat pemerintahan di Jawa
yang berpengaruh. Meski gagasannya banyak mengalami penolakan, Wahidin
akhirnya bertemu dengan Sutomo dan sepakat untuk membuat sebuah organisasi.
Organisasi itu adalah Budi Utomo yang lahir pada 20 Mei 1908. Budi Utomo tidak
hanya memajukan pendidikan, tetapi juga menyadarkan masyarakat Jawa akan
martabatnya sebagai bangsa.
Sutomo
Pada akhir 1907, Sutomo yang merupakan salah satu murid di STOVIA, bertemu dengan
Wahidin Sudirohusodo saat sedang melakukan penyebaran pemikiran nasionalisme di Jawa.
Tidak disangka, pertemuan mereka membuat Sutomo merasa tergugah untuk ikut
memperjuangkan hak bangsa Indonesia, yaitu mencapai kemerdekaan. Bersama dengan
Wahidin, Sutomo pun mendirikan organisasi Budi Utomo dan dipilih untuk memimpin
organisasi ini.

HOS Tjokroaminoto HOS Tjokroaminoto dikenal sebagai salah satu pejuang yang berani
melawan pemerintah kolonial Belanda. Ia kerap menyampaikan pidato untuk memacu
semangat patriotisme bangsa Indonesia dan gemar menuliskan kritik keras kepada pemerintah
Belanda. Karena aksinya tersebut, Tjokroaminoto pun dianggap sebagai ancaman oleh
Belanda. Selanjutnya, Tjokroaminoto menjadi salah satu pelopor gerakan serikat buruh di
Indonesia dan turut mencetuskan ide-ide politik.

Pada 1911, Haji Samanhudi mendirikan sebuah organisasi politik Islam bernama Sarekat
Dagang Islam, yang kemudian menjadi Sarekat Islam (SI). Tjokroaminoto diminta untuk
bergabung ke dalam organisasi ini. Awalnya, ia berperan sebagai komisaris, tetapi ia
kemudian dipilih untuk menjadi ketua organisasi. Semasa kepemimpinannya, SI tumbuh
menjadi organisasi yang besar.

Douwes Dekker
Douwes Dekker dikenal sebagai tokoh indo (keturunan Indonesia-Belanda), yang merintis
nasionalisme dengan mendirikan Indische Partij (IP) pada 1912. Alasan Dekker mendukung
rakyat pribumi adalah, saat itu ia melihat banyak sekali ketimpangan yang dilakukan Belanda
terhadap Indonesia. Sebagai bentuk dukungannya terhadap Indonesia, Douwes Dekker
mendirikan Indische Partij bersama dua rekan lainnya, yaitu Ki Hajar Dewantara dan Cipto
Mangunkusumo, atau biasa disebut Tiga Serangkai. Oleh karena itu, ia adalah tokoh
perjuangan kebangkitan nasional yang dikenal dengan Tiga Serangkai. Indische Partij, yang
mendapat respons positif dari keturunan indo, pribumi, maupun Tionghoa, dianggap
mengganggu keamanan oleh Belanda, sehingga dibubarkan pada 4 Maret 1913.

Cipto Mangunkusumo
Cipto Mangunkusumo adalah satu dari tiga pendiri Indische Partij yang memulai kariernya
sebagai seorang dokter pemerintah Belanda di Demak. Suatu ketika, Cipto melihat banyak
sekali ketidakadilan yang dilakukan Belanda terhadap rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, ia
kerap memberi kritik keras kepada Belanda lewat beberapa surat kabar, seperti De
Locomotief dan Bataviaasch Nieuwsblad. Karena tindakannya itu, Belanda memberhentikan
Cipto dari tugasnya sebagai dokter pemerintah Belanda. Setelah itu, ia bertemu dengan
Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara, yang kemudian bersama-sama mendirikan Indische
Partij.

Ki Hajar Dewantara
Soewardi Soerjaningrat atau yang akrab disapa Ki Hajar Dewantara pernah menjadi
wartawan dari beberapa surat kabar, seperti Sediotomo, Midden Java, dan De Express
Oetoesan Hindia. Ki Hajar Dewantara bersama dengan Cipto Mangunkusumo dan Douwes
Dekker mendirikan Indische Partij pada 1912. Setelah itu, peran tokoh kebangkitan nasional
ini adalah semakin aktif menuliskan beberapa kritik keras kepada Belanda. Salah satu kritik
Ki Hajar Dewantara yang terkenal adalah tulisan berjudul Als ik een Nederlander was, yang
berarti "Seandainya Saya Seorang Belanda." Kemudian ada juga tulisan lain yang
bertajuk Een voor Allen maar Ook Aleen voor Een, yang berarti "Satu untuk Semua, Tapi
Semua untuk Satu Juga."
BAB VII
Pendudukan Jepang di Indonesia
Sejarah mencatat, Jepang resmi mengambil-alih Indonesia dari Belanda setelah
penandatanganan Perjanjian Kalijati. Lantas, kapan tepatnya kedatangan Dai Nippon ke
Nusantara, apa tujuannya, dan bagaimana kronologinya? Perjanjian Kalijati yang diteken
tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, dekat Subang, Jawa Barat. merupakan tanda resmi
menyerahnya Belanda kepada Jepang dalam Perang Asia Timur Raya atau yang menjadi
rangkaian dari Perang Dunia II. Lantaran Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang,
maka kekuasaan atas wilayah koloni mereka yakni Hindia Belanda alias Nusantara atau
Indonesia diserahkan kepada pemerintah militer Dai Nippon.
Penyebab Kedatangan Jepang ke Indonesia Sebenarnya, orang-orang Jepang memasuki
Indonesia sebelum menyerahnya Belanda tahun 1942. Tahun 1937 sedang terjadi krisis
ekonomi yang melanda dunia. Jepang ternyata berhasil mengantisipasi dampak buruk yang
diakibatkan oleh resesi global tersebut. Onghokham dalam Runtuhnya Hindia Belanda
(1987:30) menyebutkan bahwa Jepang termasuk salah satu negara yang mampu selamat dari
krisis moneter dunia. Hal ini berbeda dengan Hindia Belanda (Indonesia di bawah penjajah
kolonial Belanda). Maka, ketika krisis ekonomi melanda dunia, Jepang mampu bertahan
berkat strategi perekonomian mereka. Sebaliknya, perekonomian Hindia Belanda kian
terpuruk. Inilah yang menjadi jalan masuk awal Jepang ke wilayah Indonesia. Pada 1938-
1939, orang-orang Jepang masuk ke Indonesia untuk berinvestasi kepada pemerintah Hindia
Belanda. Selain itu, Jepang juga menjadi salah satu negara utama tujuan ekspor komoditas
dari Hindia Belanda yang didapat dari kekayaan alam Nusantara. Jepang pada waktu itu
menjadi pesaing negara-negara Eropa dalam perebutan pasar ekonomi. Situasi demikian,
membuat mereka mampu masuk ke Indonesia pada tahun 1938-1939 untuk berinvestasi
kepada pemerintah Hindia Belanda.
Tujuan Jepang Ingin Menguasai Indonesia Pada 1 September 1939, Perang Dunia II dimulai.
Jepang dan Belanda berada di kubu yang saling berhadapan: Jepang di blok fasisme bersama
Jerman dan Italia, sedangkan Belanda menjadi bagian dari Sekutu yang dimotori Amerika
Serikat dan Inggris. Situasi ini tentunya merugikan Jepang yang telah menanamkan investasi
di Indonesia serta mengimpor berbagai komoditas hasil alam dari Hindia Belanda. Atas hal
itulah Jepang kemudian mengincar Indonesia. Dengan demikian, tujuan awal Jepang atas
penguasaan terhadap Hindia Belanda adalah ingin menguasai kekayaan alam Nusantara untuk
kebutuhan perang dan industri. Jepang menjadi salah satu kekuatan penting dalam Perang
Dunia II. Bahkan, pada 7 Desember 1941, Jepang menyerang pangkalan militer Amerika
Serikat di Pearl Harbour, Hawaii.

Dikutip dari Sejarah Nasional Indonesia VI (1984) karya Marwati Djoened Poesponegoro
dan Nugroho Notosusanto, pemerintah kolonial Hindia Belanda melalui Gubernur Jenderal
Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menyatakan perang terhadap Jepang. Jepang merespons
tantangan tersebut dengan mengirimkan pasukannya ke wilayah Tarakan, Kalimantan Timur,
pada 11 Januari 1942. Keesokan harinya, wilayah Tarakan berhasil diduduki Jepang yang
segera merembet ke wilayah-wilayah Indonesia lainnya, termasuk Maluku di kawasan timur.

Kronologi Masuknya Jepang ke Indonesia


Keberhasilan Jepang menduduki Tarakan kemudian diikuti dengan didudukinya wilayah-
wilayah lainnya. Balikpapan dan Pontianak, misalnya, masing-masing berhasil dikuasai
Jepang tanggal 24 Januari 1942 dan 29 Januari 1942. Berikutnya, berturut-turut pada 3
Februari 1942 dan 10 Februari 1942, giliran Samarinda dan Banjarmasin yang direbut Jepang
dari Belanda.
Setelah menguasai Kalimantan dan Maluku, pasukan Dai Nippon melanjutkan ekspansi ke
wilayah Sumatera. Tanggal 14 Februari 1942, Jepang mengerahkan pasukan payung untuk
menduduki Sumatera. Dua hari kemudian, tepatnya tangga 16 Februari 1942, Palembang dan
sekitarnya berhasil diduduki. Keberhasilan tersebut membuat Jepang semakin bertekad
menguasai Jawa.
Jepang menduduki wilayah Teluk Banten di Jawa Barat dan Kragan di Jawa Tengah pada
awal Maret 1942. Akhirnya, Batavia (Jakarta) yang menjadi pusat pemerintahan kolonial
Hindia Belanda direbut pada 5 Maret 1942 menyusul kemudian Bandung yang diambil-alih
dua hari berselang. Belanda yang semakin terdesak terpaksa menyetujui untuk diadakan
perundingan. Tanggal 8 Maret 1942, di Kalijati, dekat Subang, Jawa Barat, kedua belah pihak
bertemu. Dalam perundingan yang dikenal dengan nama Perjanjian Kalijati itu, diputuskan
bahwa Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang.
Dikutip dari Sejarah Pergerakan Nasional: Dari Budi Utomo Sampai Proklamasi 1908-1945
(2001) karya Suhartono, pertemuan dilangsungkan di Kalijati pada 8 Maret 1942. Disepakati
bahwa angkatan perang Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Selanjutnya,
dilakukan penyerahan kekuasaan atas wilayah Indonesia oleh Gubernur Jenderal Hindia
Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan Letnan Jenderal Heindrik Ter Poorten
yang merupakan Komandan Angkatan Perang Belanda di Jawa kepada Jenderal Hitoshi
Imamura selaku wakil delegasi Dai Nippon. Sejak saat itu, wilayah Indonesia berada dalam
pendudukan pemerintahan militer Jepang. Hingga akhirnya, Dai Nippon mengalami
kekalahan dari Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya yang membuka peluang bagi bangsa
Indonesia untuk memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Propaganda Jepang di Indonesia Setelah resmi menduduki Indonesia sejak 8 Maret 1942,
Jepang mulai menyusun pemerintahan demi melancarkan pendudukan mereka di Indonesia.
Selain itu, Dai Nippon juga melakukan aksi-aksi propaganda demi menarik simpati rakyat
Indonesia. Salah satu propaganda yang Jepang lakukan ialah membentuk Gerakan 3A, yaitu
Nippon Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Cahaya Asia. Abdulsalam
dalam Menudju Kemerdekaan (1964) menyebutkan bahwa gerakan 3A dibentuk oleh Jepang
diterapkan untuk membantu usaha peperangan mereka melawan Sekutu di Perang Dunia
Kedua. Selain Gerakan 3A, pemerintah militer Jepang juga menyebarkan berbagai
propaganda lainnya serta kegiatan-kegiatan dan membentuk deretan organisasi yang
melibatkan orang-orang Indonesia, seperti Pembela Tanah Air (PETA), Heiho, Seinendan,
Keibodan, Barisan Pelopor, dan masih banyak lagi.

Jepang membutuhkan bantuan orang-orang Indonesia untuk menghadapi Sekutu di Perang


Dunia Kedua. Namun di sisi lain, pada perkembangannya, perlakuan Dai Nippon terhadap
rakyat Indonesia justru semakin kejam, penerapan kerja paksa romusha dan jugun ianfu
adalah sedikit contohnya. Selama kurang lebih 4,5 tahun Jepang menjajah Indonesia, banyak
kerugian dan kesengsaraan yang ditimbulkan. Semua diarahkan demi kepentingan perang
untuk Jepang sehingga kehidupan masyarakat Indonesia tersiksa, begitu pula dengan sumber
daya alam yang dikuras oleh Dai Nippon. Hingga akhirnya, pada pertengahan tahun 1945,
Jepang menunjukkan tanda-tanda kekalahan dan akhirnya menyerah kepada Sekutu. Situasi
ini membuka peluang bagi bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaan pada 17
Agustus 1945.
BAB VIII

Proklamasi kemerdekaan Indonesia

Dengan pengumuman Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada dunia maka Indonesia telah
dinyatakan sebagai negara baru yang memiliki kedudukan yang sama dengan negara-negara
lain yang sudah melakukan Proklamasi Kemerdekaan. Bagi negara yang belum merdeka
maka pengumuman Proklamasi Kemerdekaan pada dunia adalah suatu impian yang sangat
didamba-dambakan.
Setiap negara punya sejarah sendiri untuk melakukan Proklamasi Kemerdekaan. Sama halnya
negara dan bangsa Indonesia yang di mana sejarah Proklamasi Kemerdekaannya
membutuhkan beberapa hal, seperti menggunakan rumah Laksamana Muda Maeda,
pemilihan naskah Proklamasi, dan lain-lain.
Namun, sebelum membahas tentang sejarah singkat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,
sebaiknya kita kenali dulu apa arti dari “proklamasi kemerdekaan”. Dengan mengetahui
“proklamasi kemerdekaan” maka kita bisa merasakan rasa kemerdekaan pada suatu negara.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun
Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang  (kōki) (17 Agustus Shōwa 20
dalam penanggalan Jepang itu sendiri), yang dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi
oleh Mohammad Hatta di sebuah rumah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat.
Chairul Basri, yang bekerja pada kantor propaganda Jepang, disuruh mencari rumah yang
berhalaman luas. Rumah Pegangsaan Timur 56 milik orang Belanda ditukar dengan rumah
lain di Jalan Lembang. Jadi rumah itu memang disiapkan Jepang untuk Bung Karno. Chairul
tidak menyebut nama pemilik rumah itu. Saat diambil alih pemerintah Jepang untuk Sukarno,
rumah itu milik Mr. Jhr. P.R. Feith seperti disebut Kwee Kek Beng, pemimpin redaksi
koran Sin Po dari 1925 sampai 1947, dalam Doea Poeloe Lima Tahon Sebagi Wartawan,
1922–1947 (1948).
Dari pemberitaan di koran Sin Po 5 Juli 1948 diketahui bahwa rumah tersebut merupakan
rumah bersejarah bagi bangsa Indonesia karena menjadi tempat diproklamasikannya
kemerdekaan. Rumah tersebut juga pernah dipakai sebagai rumah pertemuan. Belanda juga
pernah memfungsikan rumah tersebut sebagai rumah tawanan juga. Rumah itu pun berubah
lagi menjadi Gedung Republik. Hingga akhirnya pemiliknya yang orang Belanda menjualnya
seharga 250 ribu gulden (ƒ). Rumah ini akhirnya dibeli oleh pemerintah Indonesia. Begini
bunyi pemberitaan tersebut:
"Eigenaar (pemilik rumah) itoe roemah jang baroe sadja kombali dari Nederland telah
menetapken mendjoel miliknja dengen harga ƒ 250.000,- pada pemerentah repoeblik"
Dari sini belum ditemukan bukti keterkaitan antara pembelian rumah oleh pemerintah
Republik Indonesia di tahun 1948 dengan informasi sumbangan rumah Pegangsaan Timur 56
oleh Faradj Martak sebagaimana tertera di dalam surat Ir. M. Sitompoel, Menteri Pekerjaan
Umum dan Perhubungan, tanggal 14 Agustus 1950.
Proklamasi yang dibacakan dari rumah Pegangsaan Timur 56 tersebut menandai dimulainya
perlawanan diplomatik dan bersenjata dari Revolusi Nasional Indonesia, yang berperang
melawan pasukan Belanda dan warga sipil pro-Belanda, hingga Belanda secara resmi
mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.
Pada tahun 2005, Belanda menyatakan bahwa mereka telah memutuskan untuk menerima
secara de facto tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Namun,
pada tanggal 14 September 2011, pengadilan Belanda memutuskan dalam kasus pembantaian
Rawagede bahwa Belanda bertanggung jawab karena memiliki tugas untuk mempertahankan
penduduknya, yang juga mengindikasikan bahwa daerah tersebut adalah bagian dari Hindia
Timur Belanda, bertentangan dengan klaim Indonesia atas 17 Agustus 1945 sebagai tanggal
kemerdekaannya.[3] Dalam sebuah wawancara tahun 2013, sejarawan Indonesia Sukotjo,
meminta pemerintah Belanda untuk secara resmi mengakui tanggal kemerdekaan pada 17
Agustus 1945. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakui tanggal 27 Desember 1949 sebagai
tanggal kemerdekaan Indonesia.
Naskah Proklamasi ditandatangani oleh Sukarno (yang menuliskan namanya sebagai
"Soekarno" menggunakan ortografi Belanda) dan Mohammad Hatta, yang kemudian ditunjuk
sebagai presiden dan wakil presiden berturut-turut sehari setelah proklamasi dibacakan.
Hari Kemerdekaan dijadikan sebagai hari libur nasional melalui keputusan pemerintah yang
dikeluarkan pada 18 Juni 1946.
Latar Belakang
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang
oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh
dunia. Sehari kemudian, Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (disingkat
BPUPK; Jepang: 独立準備調査会, Dokuritsu Junbi Chōsa-kai), berganti nama
menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (disingkat PPKI; Jepang: 独立準備委員
会, Dokuritsu Junbi Iin-kai), untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai
kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di
atas Nagasaki, yang menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya.
Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno dan Hatta selaku pimpinan PPKI serta Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan
ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam, untuk
bertemu Marsekal Hisaichi Terauchi, pimpinan tertinggi Jepang di Asia Tenggara dan putra
mantan Perdana Menteri Terauchi Masatake. Mereka bertiga dikabarkan bahwa pasukan
Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar
berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah
bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan menolak bentuk kemerdekaan
yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam,
mengatakan kepada Soekarno, Hatta, dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat
dilaksanakan dalam beberapa hari, berdasarkan tim PPKI. Meskipun demikian, Terauchi
menginginkan proklamasi diadakan pada 24 Agustus 1945. Dua hari kemudian, saat
Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar
Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di
Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi
menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta
menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa
Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan
pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum
siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan
kemerdekaan karena itu adalah hak PPKI. Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah
badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari
Jepang.
Pada tanggal 2 September 1945 Jepang secara resmi menyerah kepada Sekutu di kapal USS
Missouri.[18] Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang
berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir,
Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah
mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua
untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin
terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat
proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak
menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang.
Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh
konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Namun, kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Achmad Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana
Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (rumah Maeda di Jalan Imam Bonjol 1). Maeda
menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat
dan menjawab bahwa ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari
Tokyo. Sepulang dari tempat Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan
PPKI pada pukul 10.00 pagi tanggal 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon
No. 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi
Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh
Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI
pada 16 Agustus pukul 10.00 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak
muncul.
Peristiwa Rengasdengklok

Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana yang terbakar gelora


kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka. Pada dini hari
tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA,
dan pemuda lain, membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9
bulan) serta Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai Peristiwa
Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang.
Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para
pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Achmad Soebardjo melakukan
perundingan. Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di
Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar ke Rengasdengklok. Mereka
menjemput Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Soebardjo berhasil meyakinkan para
pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta,
mereka pulang ke rumah masing-masing. Mengingat bahwa Hotel Des Indes (sekarang
kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10.00
malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda Tadashi untuk menggunakan rumahnya
(sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima
oleh para tokoh Indonesia.
Penyusunan naskah proklamasi
Pada malam hari setelah Peristiwa Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta.
Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang
menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau
menerima Sukarno–Hatta yang diantar oleh Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal
Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk
menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang
hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus
menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi
Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat,
Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu
sikap seorang perwira yang bersemangat "bushido", ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu.
Sukarno–Hatta lantas meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin
dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-
diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi
perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di
daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, mereka menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam
Bonjol No. 1) diiringi oleh Shunkichiro Miyoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan
teks Proklamasi.[24] Setelah menyapa Sukarno dan Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan
Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Teks proklamasi ditulis di
ruang makan laksamana Tadashi Maeda. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Soekarno,
Hatta, dan Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Soekarno sendiri. Di ruang depan,
hadir B.M. Diah, Sayuti Melik, Soekarni, dan Soediro. Miyoshi yang setengah mabuk duduk
di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari
Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan
menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang
hal ini, Soekarno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power".
Hatta, Subardjo, B.M. Diah, Sukarni, Sudiro dan Sayuti Malik tidak ada yang membenarkan
klaim Nishijima, tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.
Menurut sejarawan Benedict Anderson, kata-kata dan deklarasi proklamasi tersebut harus
menyeimbangkan kepentingan kepentingan internal Indonesia dan Jepang yang saling
bertentangan pada saat itu. Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam
penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung dari pukul dua hingga
empat dini hari. Setelah konsep selesai disepakati, Soekarni mengusulkan agar yang
menandatangani teks proklamasi itu adalah Soekarno dan Hatta atas nama bangsa
Indonesia, dan Sayuti menyalin dan mengetik naskah tersebut, menggunakan mesin ketik
yang diambil dari kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman, milik Mayor (Laut) Dr.
Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada,
namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan
Timur 56 (sekarang Jalan Proklamasi Nomor 1).
Pembacaan naskah proklamasi
Pada pagi hari, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah
hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Mohammad Tabrani, dan Trimurti.
Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan
disambung pidato singkat tanpa teks. Setelah itu, Sang Saka Merah Putih, yang telah dijahit
oleh Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil wali kota Jakarta
saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera, tetapi ia menolak dengan alasan
pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu
ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas
tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah
Putih yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar,
hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih
disimpan di Monumen Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang
dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat
mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan
Proklamasi, tetapi ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan
Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya
dikenal sebagai UUD 1945. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan
Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk
kemudian.
Setelah itu Soekarno dan Mohammad Hatta terpilih atas usul dari Otto Iskandardinata dan
persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama.
Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Isi teks proklamasi
Naskah Proklamasi Klad
Proklamasi Klad adalah naskah asli proklamasi yang merupakan tulisan tangan sendiri oleh
Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Hatta dan
Achmad Soebardjo. Adapun perumus proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia terdiri dari
Tadashi Maeda, Tomegoro Yoshizumi, S. Nishijima, S. Miyoshi, Mohammad Hatta,
Soekarno, dan Achmad Soebardjo.
Para pemuda yang berada di luar meminta supaya teks proklamasi bunyinya keras. Namun
Jepang tak mengizinkan. Beberapa kata yang dituntut adalah "penyerahan", "dikasihkan",
diserahkan", atau "merebut". Akhirnya yang dipilih adalah "pemindahan kekuasaan". Setelah
dirumuskan dan dibacakan di rumah orang Jepang, isi proklamasi pun disiarkan di radio
Jepang.
Berikut isi proklamasi tersebut:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17 - 8 - '05
Wakil2 bangsa Indonesia.
Naskah Proklamasi Klad ini ditinggal begitu saja dan bahkan sempat masuk ke tempat
sampah di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda. B.M. Diah menyelamatkan naskah
bersejarah ini dari tempat sampah dan menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari,
hingga diserahkan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha pada 29 Mei 1992.
Naskah baru setelah mengalami perubahan
Teks naskah Proklamasi yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan
naskah "Proklamasi Otentik", adalah merupakan hasil ketikan Sayuti Melik, seorang tokoh
pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi, yang isinya adalah sebagai berikut:
PR O K LAMAS I
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.
Tahun pada kedua teks naskah Proklamasi di atas (baik pada teks naskah Proklamasi
Klad maupun pada teks naskah Proklamasi Otentik) tertulis angka "tahun 05" yang
merupakan kependekan dari angka "tahun 2605", karena tahun penanggalan yang
dipergunakan pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang saat itu adalah sesuai
dengan tahun penanggalan yang berlaku di Jepang, yang kala itu adalah "tahun 2605".
Klip suara naskah yang dibacakan oleh Soekarno di studio RRI
Tempat pembacaan teks naskah Proklamasi Otentik oleh Soekarno untuk pertama kali adalah
di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 (hari yang
diperingati sebagai "Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia"), pukul 11.30
waktu Nippon (sebutan untuk negara Jepang pada saat itu). Waktu Nippon adalah merupakan
patokan zona waktu yang dipakai pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang kala
itu. Namun perlu diketahui pula bahwa pada saat teks naskah Proklamasi itu dibacakan oleh
Bung Karno, waktu itu tidak ada yang merekam suara ataupun video, yang ada hanyalah
dokumentasi foto.
Suara asli dari Soekarno saat membacakan teks naskah Proklamasi yang sering kita dengar
saat ini adalah bukan suara yang direkam pada tanggal pada tanggal 17 Agustus 1945 tetapi
adalah suara asli Soekarno yang direkam pada tahun 1951 di studio Radio Republik
Indonesia (RRI), yang sekarang bertempat di Jalan Medan Merdeka Barat 4–5, Jakarta Pusat.
Dokumentasi berupa suara asli hasil rekaman atas pembacaan teks naskah Proklamasi oleh
Bung Karno ini dapat terwujudkan adalah berkat prakarsa dari salah satu pendiri RRI, Jusuf
Ronodipuro.
Teks pidato proklamasi kemerdekaan republik Indonesia
Berikut ini adalah teks pidato Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

“ Saudara-saudara sekalian,
Saya telah minta saudara-saudara hadir disini untuk menyaksikan satu peristiwa
mahapenting dalam sejarah kita.
Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjoang, untuk kemerdekaan tanah
air kita bahkan telah beratus-ratus tahun! Gelombang aksi kita untuk mencapai
kemerdekaan kita itu ada naiknya dan ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke
arah cita-cita.
Juga di dalam zaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekan nasional
berhenti-hentinya. Di dalam zaman Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan
diri kepada mereka, tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga sendiri, tetapi
kita percaya kepada kekuatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil sikap nasib bangsa dan nasib
tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil
nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya.
Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarat dengan pemuka-pemuka
rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata berpendapat
bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah
proklamasi kami:
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain
diselenggarakan
dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Djakarta, 17 Agustus 1945
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.
Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka! Tidak ada suatu ikatan
lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun
negara kita!
Negara merdeka, negara Republik Indonesia! Merdeka, kekal, abadi! Insya Allah
Tuhan memberkati kemerdekaan kita ini

Penyebaran teks proklamasi


Wilayah Indonesia yang sangat luas, sedangkan komunikasi dan transportasi sekitar tahun
1945 masih sangat terbatas, ditambah dengan hambatan dan larangan untuk menyebarkan
berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang
menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di
luar Jawa. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat
dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi
telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Berita Domei (sekarang Kantor
Berita ANTARA) Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang
wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang
markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz
melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab
mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.
Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi
Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi
kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat
dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita
dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel
oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei
disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei)
ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman,
Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31,
dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan
disiarkan
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan
melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya
tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang
memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara
lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan
kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding
tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan Respect Our Constitution, August
17!!! (Hormatilah Konstitusi Kami, 17 Agustus!!!). Melalui berbagai cara dan media tersebut,
akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia
dan di luar negeri. Meskipun menggunakan banyak media dan alat penyebaran, sebelum
tahun 2005, pihak Belanda sebagai penjajah Indonesia tak mengakui Kemerdekaan Indonesia
pada tahun 1945 (de facto) melainkan tahun 1949 tanggal 27 Desember sebagaimana
pengakuan PBB (de jure)[44] sebab mereka berpendapat bahwa pada tahun 1945, kekuasaan di
Indonesia diserahkan kepada Sekutu, bukan dibebaskan oleh Jepang. Di samping melalui
media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah
yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita
proklamasi:

 Teuku Mohammad Hassan dari Aceh,


 Sam Ratulangi dari Sulawesi,
 Ketut Pudja dari Sunda Kecil (Bali),
 A.A. Hamidan dari Kalimantan.
Peringatan hari kemerdekaan
Peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka dipimpin oleh Presiden RI selaku
Inspektur Upacara. Upacara dimulai sekitar pukul 10.00 WIB untuk memperingati awal
upacara Proklamasi tahun 1945. Seremoni peringatan biasanya disiarkan secara langsung
oleh seluruh stasiun televisi nasional Indonesia. Acara-acara pada pagi hari termasuk:
penembakan meriam dan sirene, pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih (Bendera
Indonesia), pembacaan naskah Proklamasi, dan lain sebagainya. Pada sore hari sekira pukul
17.00 terdapat acara penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.
Kewajiban mengibarkan bendera
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Pasal 7 ayat (3) mengatur tentang kewajiban
mengibarkan bendera Merah Putih bagi setiap warga negara yang memiliki hak penggunaan
rumah, gedung kantor, satuan pendidikan, transportasi publik dan transportasi pribadi di
wilayah Indonesia, serta kantor perwakilan diplomatik Indonesia di luar negeri pada tanggal
17 Agustus.
BAB IX

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia

Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebar ke seluruh penjuru dunia, muncul


berbagai respon dari negara-negara internasional. Belanda merespon hal tersebut dengan
datang kembali ke Indonesia untuk merebut kekuasaan dari pemerintah Indonesia pimpinan
Soekarno-Hatta. Belanda datang ke Indonesia dengan menumpang kapal tentara Sekutu
(AFNEI) yang sedang bertugas untuk melucuti dan memulangkan tentara Jepang di
Indonesia. Pada 15 September 1945, Pasukan Belanda tiba di Jakarta dan berupaya untuk
menaklukan beberapa wilayah Indonesia. Rakyat Indonesia merespon kedatangan Belanda
dengan melakukan perlawanan di beberapa daerah, di antaranya:

1. Insiden Hotel Yamato di Surabaya

Aksi ini berlangsung pada malam hari, 19 September 1945 atau sehari setelah kedatangan
pasukan Sekutu dan Belanda yang tergabung dalam aliansi (Allied Forces Netherlands East
Indies). Mereka menempati Hotel Yamoto di Jalan Tanjungan No. 56 tanpa adanya izin dari
karesidenan Surabaya, bahkan juga mengibarkan bendera Belanda. Melihat kondisi tersebut,
keesokan harinya warga Surabaya memenuhi Hotel Yamoto dan mengecam tindakan Belanda
tersebut karena dinilai telah menghina kemerdekaan Indonesia. Mewakili Residen Surabaya,
Sudirman bersama Sidik dan Hariyono memasuki Hotel Yamoto untuk meminta Ploegman
(Pimpinan AFNEI) untuk menurunkan bendera. Namun, permintaan tersebut ditolak dan
memicu perkelahian yang menyebabkan Ploegman dan Sidik Terbunuh, sedangkan Sudirman
dan Hariyono berhasil meloloskan diri.

2. Pertempuran Lima Hari di Semarang


Pertempuran lima hari di Semarang ini berlangsung pada 15-20 Oktober 1945. Peristiwa ini
dilatarbelakangi oleh larinya tentara Jepang yang akan dipindahkan dari Cepiring ke Bulu
untuk selanjutnya bergabung bersama pasukan Jepang lainnya di Markas Kido Butai,
Jatingaleh. 
Selain itu, pertempuran ini juga dipicu oleh kematian dr. Karyadi yang berawal penyerangan
Jepang ke reservoir Siranda pada tanggal 14 Oktober 1945. Dari penyerangan tersebut
tersebar berita bahwa Jepang telah meracuni reservoir yang merupakan sumber mata air
masyarakat Semarang.
Pertempuran lima hari ini berlangsung di pusat kota Semarang dengan diselingi usaha
gencatan senjata oleh Jenderal Nakamura dan Kasman Singodimejo. Sampai akhirnya Sekutu
datang ke Semarang pada untuk meminta gencatan senjata dalam konferensi di Hotel Pavilion
pada 20 Oktober 1945.

3. Pertempuran Ambarawa di Magelang


Pertempuran di Ambarawa berlangsung sejak 12-15 Desember 1945 yang diawali tindakan
Sekutu dan NICA (Nederlandsche Indische Civil Administration) yang mempersenjatai
kembali tawanan perang. Di bawah pimpinan Kolonel Sudirman, TKR (Tentara Keamanan
Rakyat) mengadakan koordinasi untuk melakukan pengepungan dan serangan serentak.
Sampai akhirnya, pertempuran ini berakhir ketika TKR berhasil membuat Sekutu mundur dan
lari hingga ke Semarang.
4. Pertempuran Medan Area
Pada 10 Desember 1945, Sekutu dan NICA melakukan serangan besar ke kota Medan yang
pada saat itu dipertahankan oleh TKR Sumatra Timur di bawah pimpinan Achmad Tahir.
Serangan tersebut mengakibatkan banyak korban berjatuhan sampai akhirnya di bulan April
1946, Sekutu berhasil menguasai Kota Medan dan mengusir Pemerintahan RI seperti
Gubernur, TKR, dan Walikota untuk keluar dari Medan. 

5. Bandung Lautan Api


Salah satu peristiwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan ialah Bandung Lautan Api.
Sesuai namanya, pembakaran di Bandung ini dilakukan oleh penduduk dalam tujuan
pengosongan kota dari pasukan AFNEI di bawah pimpinan Brigadir MacDonald pada 23
Maret 1946. Peristiwa Bandung Lautan Api dilatarbelakangi oleh beberapa tuntutan dan
ketegangan saat pasukan AFNEI memasuki Bandung, yakni:
 Sekutu menuntut penduduk Bandung menyerahkan semua senjata dari hasil pelucutan
tentara Jepang.
 Ultimatum Sekutu untuk mengosongkan Bandung Utara paling lambat tanggal 29
November 1945 dengan alasan keamanan rakyat.
 Sekutu tanggal 23 Maret 1946 untuk mengosongkan Bandung Selatan
Pembakaran Bandung Lautan Api ini dipelopori oleh Kolonel A.H. Nasution yang bertujuan
agar pasukan Sekutu tidak bisa menggunakan berbagai fasilitas, senjata, dan bangunan di
Bandung sebagai bentuk pertahanannya.

6. Peristiwa Merah Putih di Manado


Dinamakan Peristiwa Merah Putih dikarenakan setelah sukses merebut tangsi militer Teling,
para pemuda dan pejuang melakukan upacara bendera sebagai bentuk Indonesia telah
merdeka dan siap menjaga dan mempertahankan kemerdekaan. Peristiwa Merah Putih di
Manado terjadi pada 14 Februari 1946 yang dilakukan oleh pemuda setempat dan pejuang
KNIL dalam mengusir kekuasaan NICA di wilayah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai