Anda di halaman 1dari 5

A.

RUANG LINGKUP SEJARAH

Para sejarawan memberikan pemahaman mengenai sejarah dalam beberapa pengertian, yaitu :

1. Sejarah sebagai peristiwa,

Sejarah sebagai peristiwa berarti suatu kejadian dimasa lampau yang sudah terjadi dan sekali jadi,
serta tidak bisa diulang. Peristiwa adalah kenyataan yang bersifat absolut dan objektif. Karena
kejadian itu benar-benar ada dan terjadi, maka peristiwa itu dianggap sebagai kenyataan sejarah.

Semua yang terjadi pada masa lalu merupakan peristiwa atau kenyataan sejarah. Kenyataan
sejarah itu pada dasarnya objektif, artinya suatu kenyataan peristiwa yang memang benar-benar
terjadi. Peristiwa itu dapat kita ketahui melalui bukti-bukti yang dapat menjadi saksi terhadap
peristiwa itu.

Peristiwa yang dipelajari dalam sejarah adalah peristiwa yang berkaitan dengan kehidupan
manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Manusia pada dasarnya merupakan
makhluk yang multidimensi artinya gambaran peristiwa manusia dapat dilihat dari berbagai aspek
kehidupan.

Dalam sejarah, peristiwa itu terjadi diantaranya karena adanya hubungan sebab akibat, baik yang
bersifat internal maupun eksternal. Internal disebabkan factor yang ada dalam peristiwa itu sendiri,
misalnya lahirnya pergerakan nasional di Indonesia pada awal abad ke-20 disebabkan oleh lahirnya
kaum terpelajar sebagai dampak dari politik pendidikan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda
melalui politik etis. Sedangkan secara eksternalnya pergerakan itu lahir disebabkan oleh
kemenangan Jepang terhadap Rusia 1904 – 1905.

Peristiwa sejarah merupakan suatu perubahan kehidupan. Sejarah pada hakekatnya adalah
sebuah perubahan. Sejarah mempelajari aktifitas manusia dalam konteks waktu. Dengan melihat
aspek waktu akan terlihat perubahan dalam kehidupan manusia. Perubahan kehidupan tersebut
berupa aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Peristiwa sejarah terjadi dalam ruang yang beragam. Mulai dari yang lebih kecil sampai yang lebih
luas. Dalam ruang yang kecil peristiwa sejarah dapat terjadi pada sebuah keluarga. Banyak hal yang
bisa kita lihat tentang kehidupan keluarga. Peristiwa-peristiwa penting dalam keluarga biasanya
ditampilkan oleh tokoh biografi seseorang. Tokoh yang ditulis akan menceritakan peristiwa apa saja
yang terjadi pada keluarga dan dirinya. Mulai dari peristiwa kelahiran, masa kanak-kanak, remaja,
dewasa, peristiwa pernikahan dan peristiwa lainnya.

2. Sejarah sebagai kisah,

Sejarah sebagai kisah adalah hasil rekonstruksi dari suatu peristiwa oleh para sejarawan. Untuk
mewujudkan sejarah sebagai kisah diperlukan fakta-fakta yang diperoleh dari sumber sejarah.
Wujud sejarah sebagai kisah berupa tulisan atau buku-buku sejarah yang dapat kita baca. Sejarah
sebagai kisah dapat diulang-ulang, ditulis oleh siapa saja dan kapan saja. Dalam bentuk kisah sejarah
inilah peristiwa masa lalu dihadirkan sebagai data sejarah. Sejarah sebagai kisah memiliki sifat
subjektif.
Sejarah sebagai kisah berupa narasi yang disusun dari memori, kesan, atau tafsiran manusia
terhadap kejadian yang terjadi atau berlangsung pada masa lampau. Artinya, sejarah bersifat serba
subjek. Hal ini berbeda dengan sejarah sebagai peristiwa yang bersifat objektif. Sejarah sebagai kisah
dapat menjadi subjektif karena sejarah sebagai kisah adalah sejarah sebagaimana dituturkan,
diceritakan oleh seseorang. Satu peristiwa yang sama jika dituturkan oleh dua orang atau lebih akan
menghasilkan suatu penuturan cerita yang berbeda. Karena setiap orang akan memberikan tafsiran
yang berbeda tentang peristiwa tersebut.

Sejarah sebagai kisah dapat berbentuk lisan maupun tulisan. Misalnya jika kita menanyakan
tentang bagaimana pengalaman atau tafsiran seseorang terhadap suatu peristiwa. Maka jawaban
atau penuturan secara lisan orang tersebut itulah yang disebut sejarah sebagai kisah.

Sedangkan bentuk tulisan sejarah sebagai kisah dapat berupa catatan-catatan atau buku-buku
sejarah yang menceritakan tentang kejadian yang telah terjadi.

Sejarah sebagai kisah bersifat subjektif karena dipengaruhi oleh interpretasi yang dilakukan oleh
penulis. Subjektivitas tersebut terjadi lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor kepribadian dari
sipenulis atau penutur sejarah. Faktor-faktor tersebut adalah :

- Kepentingan dan nilai-nilai;

penulis sejarah memiliki kepentingan dalam menulis atau menuturkan sejarah. Kepentingan itu bisa
bersifat pribadi atau kelompok. Kepentingan pribadi akan banyak ditonjolkan dalam sebuah biografi.
Seorang tokoh secara pribadi ingin menunjukan bahwa pribadinya mempunyai peran dalam sebuah
peristiwa penting. Sedangkan kepentingan kelompok bergantung kepada jenis kelompoknya.

Nilai-nilai yang dimiliki seorang penulis pun akan mempengaruhi penulisan atau penuturan sejarah.
Nilai-nilai itu berupa keyakinan yang bersumber dari agama atau moral etika, nasionalisme, dan lain-
lain.

- Kelompok sosialnya;

Kelompok sosial maksudnya dilingkungan dimana ia bergaul dan berhubungan dengan orang-orang
yang pekerjaannya atau statusnya sama. Penulisan sejarah biasanya dilakukan oleh ahli sejarah dan
juga oleh penulis yang bukan sejarawan seperti wartawan, kolumnis, guru, dan lain-lain. Perbedaan
latar belakang kelompok sosial akan memberikan perbedaan dalam penulisan sejarah.

- Perbendaharaan pengetahuan;

Seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki penulis atau penutur sejarah akan mempengaruhi kisah
sejarah. Pengetahuan yang dimaksud baik pengetahuan fakta maupun pengetahuan dari ilmu
pengetahuan. Bagi penulis atau penutur yang memiliki wawasan yang luas akan mengkisahkan
suatu peristiwa dengan jelas dan lengkap. Seorang saksi yang langsung menyaksikan atau terlibat
dalam suatu peristiwa akan memiliki pengetahuan fakta yang lebih banyak dibanding dengan orang
yang tidak terlibat secara langsung, walaupun orang tersebut mengetahuinya.

Pengetahuan yang dimiliki oleh penulis sejarah akan mempengaruhi terhadap hasil tulisannya.
Seorang penulis yang memiliki sumber-sumber atau fakta sejarah yang banyak, maka ia akan
menampilkan suatu kisah sejarah yang lebih mendalam.
- Kemampuan berbahasa;

Fakta yang ditemukan oleh penulis sejarah akan dikemukakan dalam bentuk bahasa. Bahasa
berfungsi sebagai alat komunikasi. Walaupun seseorang memiliki sumber dan data yang lengkap,
tetapi jika gaya bahasanya sulit dimengerti oleh pembacanya, maka cerita sejarah itu akan terasa
kering, tidak menarik.

Kemampuan berbahasa dalam menulis sejarah dapat berupa kemampuan berimajinasi, yaitu
bagaimana seorang penulis merekonstruksi fakta atau bukti-bukti sejarah yang kemudian disusun
dalam bentuk cerita sejarah yang dapat dibaca orang lain. Penulis sejarah harus mampu
menghidupkan masa lalu. Masa lalu akan menjadi hidup jika seorang penulis mampu mengisahkan
dengan gaya bahasa yang baik.

3. Sejarah sebagai ilmu

Sejarah sebagai ilmu merupakan suatu proses rekonstruksi dengan menggunakan metode sejarah.
Sejarah sebagai ilmu sudah tentu memiliki objek, tujuan, dan metode

Sejarah dikatakan sebagai ilmu apabila sejarah memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu. Adapun
syarat-syarat ilmu adalah :

a. ada masalah yang menjadi objek

b. ada metode

c. tersusun secara sistematis

d. menggunakan pemikiran yang rasional

e. kebenarannya bersifat objektif

Syarat-syarat tersebut dapat dipenuhi dalam sejarah. Hal ini dapat kita lihat sebagai berikut :

1) Masalah yang menjadi objek kajian sejarah adalah kejadian-kejadian dimasa lalu yang
menimbulkan perubahan dalam kehidupan manusia, kejadian-kejadian itu merupakan sebab akibat

2) Metode sejarah adalah cara menangani bukti-bukti sejarah dan menghubungkannya serta
memastikannya dengan bukti tentang asal-usul. Kemudian menarik penafsiran dengan bukti
peristiwa masa lalu sehingga terlihat probabilitasnya.

3) Kisah sejarah disusun dengan sistematis, berdasarkan tahun kejadian dan peristiwa yang
mengawalinya.

4) Kebenaran fakta sejarah diperoleh dari penelitian sumber sejarah yang dikumpulkan dengan
menggunakan rasio.

5) Kebenaran fakta sejarah adalah objektif, karena dalam menyusun kisah sejarah harus
berdasarkan fakta yang ada.
Sebuah pengetahuan dapat disusun secara sistematis dengan cara menggunakan metode yang
dimilikinya. Secara sederhana, metode dapat diartikan sebagai langkah-langkah yang harus
ditempuh untuk menjelaskan objek yang dikajinya.

Setiap ilmu pengetahuan memiliki objeknya. Objek sejarah adalah manusia, sehingga sejarah
dimasukkan kedalam kelompok ilmu humaniora. Hasil dari penjelasan terhadap objek yang
ditelitinya akan melahirkan rumusan-rumusan kebenaran yang disebut teori. Rumusan kebenaran
dalam sejarah bersifat unik, tidak umum atau universal. Unik dalam pengertian bahwa kebenaran
sejarah hanya berlaku pada situasi atau tempat tertentu saja, belum tentu berlaku pada situasi atau
tempat yang lainnya. Revolusi dan pemberontakan sering kali terjadi dalam sejarah Indonesia. Akan
tetapi, penyebabnya merupakan hal yang unik, selalu berbeda.

Ciri umum kebenaran ilmu pengetahuan, yaitu bersifat rasional, empiris, dan sementara. Rasional
artinya kebenaran itu ukurannya akal. Sesuatu dianggap benar menurut ilmu apabila masuk akal.
Sebagai contoh, kita mengenal adanya candi Borobudur yang megah. Secara akal dapat dijelaskan
bahwa pembangunannya dilakukan oleh manusia biasa dengan menggunakan teknik teknik tertentu
sehingga terciptalah sebuah bangunan. Janganlah kita menjelaskan bahwa Borobudur itu dibangun
dengan menggunakan kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia, misalnya jin, sihir dan jenis-
jenis makhluk lainnya.

Bersifat empiris maksudnya bahwa sejarah melakukan kajian atas peristiwa yang benar-benar
terjadi dimasa silam peristiwa itu akan didokumentasikan dan menjadi bahan penelitian para
sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta ini kemudian diinterpretasikan sehingga timbul
tulisan sejarah. Jika kita bercerita tentang terjadinya perang, maka perang itu benar-benar pernah
terjadi berdasarkan bukti-bukti peninggalan yang ditemukan. Atau kemungkinan masih adanya saksi
hidup yang masih ada.

Sedangkan bersifat sementara maksudnya adalah bahwa dalam ilmu pengetahuan, kebenaran yang
dihasilkan sifatnya tidak mutlak. Tidak seperti halnya kebenaran dalam agama yang bersifat mutlak.
Kebenaran ilmu pengetahuan bersifat sementara, artinya dapat dibantah apabila ditemukan teori-
teori baru. Dalam sejarah, kebenaran sementara ini dapat dalam bentuk perbedaan penafsiran
terhadap suatu peristiwa. Perbedaan ini dapat diterima selama didukung oleh bukti yang kuat.
Sifatnya yang sementara inilah yang membuat ilmu itu berkembang terus.

4. Sejarah sebagai Seni

Sejarah dikatakan sebagai seni sebab dalam rangka penulisan sejarah, seorang penulis
memerlukan intuisi, imajinasi, emosi, dan gaya bahasa.

Sejarawan memerlukan intuisi atau ilham, yaitu pemahaman langsung dan insting selama masa
penelitian berlangsung. Seringkali dalam rangka memilih suatu penjelasan sejarawan juga
memerlukan intuisi. Dalam hal ini cara kerja sejarawan sama dengan cara kerja seorang seniman.
Walaupun demikian dalam menuliskan hasil karyanya sejarawan harus tetap berpijak kepada bukti
dan data yang ada.
Seorang sejarawan harus dapat berimajinasi membayangkan apa yang sebenarnya terjadi pada
masa lampau. Misalnya dalam menuliskan cerita tentang perang Padri, ia harus dapat
membayangkan bagaimana keadaan alam daerah Minangkabau, kehidupan masyarakatnya, adat
istiadatnya sehingga dapat memahami mengapa didaerah tersebut kemudian timbul perang
saudara.

Dalam menulis sejarah, sejarawan dituntut untuk membawa si pembaca seolah-olah hadir dan
menyaksikan sendiri peristiwa sejarah. Dalam hal ini sejarawan haruslah mempunyai emosi yang
tinggi untuk menyatukan perasaan dengan objeknya. Sifat ini sangat penting untuk mewariskan nilai-
nilai perjuangan.

Penggunaan gaya bahasa juga diperlukan dalam penulisan sejarah. Gaya bahasa yang baik, bukan
berarti yang berbunga-bunga. Terkadang bahasa yang lugas lebih menarik. Dalam tulisan sejarah,
deskripsi itu seperti melukis naturalistis. Hal yang diperlukan adalah kemampuan untuk menuliskan
detil.

Seni satra dapat menyumbangkan karakteristik pada tulisan sejarah. Sejarawan harus bisa
menggambarkan watak manusia dalam descripsinya. Plot atau alur cerita diperlukan juga dalam
sejarah. Kisah yang berangkai, dari pendahuluan, inti cerita dan penutup akan memberi nyawa pada
kisah sejarah.

Tokoh penganjur sejarah sebagai seni adalah George Macauly Travelyan. Dikatakannyta bahwa
menulis sebuah kisah peristiwa sejarah tidak mudah karena memerlukan imajinasi dan seni. Menulis
sejarah merupakan seni, filsafat, polemik, dan dapat sebagai propaganda. Dalam penulisan kisah
sejarah, perlu menggunakan bahasa yang indah, komunikatif, menarik, dan isinya mudah dimengerti.
Oleh karena itu, diperlukan seni dalam penulisannya. Seorang penulis sejarah harus bersedia
menjadi ahli seni yang menghidupkan kembali kisah kehidupan masa lampau untuk masa sekarang
dan masa yang akan datang. Dengan demikian, selain unsur ilmiah yang terdapat dalam sejarah, juga
terdapat unsur seni.

Anda mungkin juga menyukai