Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kata “malpraktek” bukanlah menjadi sebuah kata yang asing lagi bagi kita saat

ini. Malpraktek seolah-olah menjadi identik dengan pelayanan buruk dokter. Meskipun

dalam UU yang berkaitan dengan kesehatan baik UU No. 29 Tahun 2004 Tentang

Praktek Kedokteran, UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, UU No. 44 Tahun

2009 Tentang Rumah Sakit maupun UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen tidak ada ditemukan satu katapun tentang malpraktek yang mengatur

pengertian tentang malpraktek.

Ketika kita mendengar kata malpraktek maka bayangan kita langsung tertuju

kepada dokter. Sehingga ketika seseorang dikatakan melakukan perbuatan malpraktek

maka yang pertama sekali timbul dari pikiran kita adalah dokter. Padahal malpraktek

adalah suatu istilah yang mempunyai konotasi buruk bersifat stigmatis, menyalahkan.

Praktek buruk dari seseorang yang memegang suatu profesi dalam arti umum. Tidak saja

hanya profesi medis saja, sehingga juga ditujukan kepada profesi lainnya seperti advokat,

akuntan, wartawan dll.

Pengertian masyarakat tentang malpraktek juga dinilai masih kurang dan tidak

paham. Jika membaca dan melihat pemberitaan tentang malpraktek medis sungguh

jarang kita mendengar adanya laporan malpraktek medis karena tidak memiliki SIP

(Surat Izin Praktek) atau STR (Surat Tanda Registrasi). Ketika si pasien telah meninggal

dunia atau mengalami cacat barulah dianggap sebagai sebuah malpraktek medis. Bahkan

1
ironisnya lagi adalah adanya pasien yang meninggal atau mengalami cacat ditempat

praktek yang tidak memiliki izin baik (Surat Izin Praktek) atau STR (Surat Tanda

Registrasi). Hal inilah yang semakin membuktikan bahwa masih kurangnya pemahaman

masyarakat tentang pengertian dan unsur-unsur terjadinya malpraktek medis.

Pandangan terhadap malpraktek kedokteran juga dapat dilihat dari sudut

kewajiban dokter yang dilanggar, artinya dihubungkan dengan kewajiban dokter.

Kesalahan dokter karena tidak memiliki Surat Izin Praktik dan/atau Surat Tanda

Registrasi juga dapat disebut sebagai malpraktek kedokteran sebagaimana terdapat dalam

Pasal 29 ayat 1 dan pasal 36 yang ancaman pidananya diatur dalam pasal 76 UU No. 29

Tahun 2004 tentang praktek kedokteran.

Belakangan ini kita mendengar sebuah malpraktek yang dilakukan disebuah

klinik di Jakarta Selatan atau Klinik Chiropraktek yang mengakibatkan matinya pasien.

Kejadian ini menjadi topik yang hangat di berita dan juga tak luput dari media social.

Sebuah fakta terungkap bahwa ternyata Ijin Klinik Chiropraktek ini illegal alias tidak

memiliki ijin.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun Rumusan Masalah dalam Makalah  ini adalah :

A. Pengertian Malpraktek Medis

B. Unsur-unsur  Malpraktek Medis

C. Aspek Hukum Malpraktek Medis

2
1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :

A. Untuk mengetahui apakah itu malpraktek Medis ?

1.4. Metoda Penulisan

Dalam penulisan makalah ini,  penulis menggunakan metode diskritif dan diskusi.

Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan penulis, penulis menggunakan metode studi

kepustakaan, dimana penulis memperoleh informasi dari buku dan internet yang

berkaitan dengan masalah yang dibahas.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. PENGERTIAN MALPRAKTEK MEDIS

1. Menurut Stedman’s Medical Dictionary

Malpraktek adalah salah cara mengobati suatu penyakit atau luka karena

disebabkan sikap tindak yang acuh, sembarangan atau berdasarkan motivasi

criminal.

2. Menurut Coughlin’s Dictionary Law

Malpraktek adalah sikap tindak professional yang salah dari seorang yang

berprofesi, seperti dokter, ahli hokum, akuntan, dokter gigi, dokter hewan.

3. Menurut Balck’s Law Dictionary

Malpraktek adalah sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan

dalam ukuran tingkat yang tidak wajar. Istilah ini pada umumnya dipergunakan

terhadap sikap tindak dari para dokter , pengacara, akuntan. Kegagalan untuk

memberikan pelayanan professional dan melakukan pada ukuran tingkat

keterampilan dan kepandaian yang wajar didalam masyarakatnya oleh teman

sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga mengakibatkan luka, kehilangan atau

kerugian pada penerima pelayanan tererbut yang cenderung menaruh kepercayaan

terhadap mereka itu. Termasuk didalamnya setiap sikap tindak professional yang

salah, kekurangan keterampilan yang  tidak wajar atau kurang kehati-hatian atau

kewajiban hokum, praktek buruk, atau illegal atau sikap immoral.

4
4. Menurut The Oxford Illustrated Dicionary

Malpraktek adalah sikap tindak yang salah; (hokum) pemberian pelayanan

terhadap pasien yang tidak benar oleh profesi medis; tindakan yang illegal untuk

memperoleh keuntungan sendiri sewaktu dalam posisi kepercayaan.

Dari pengertian diatas bahwa yang dimaksud dengan malpraktek adalah :

tindakan dokter/ dokter gigi atau tenaga kesehatan yang tidak sesuai dengan

standar profesi, standar prosedur dan informed consent yang mengakibatkan

kematian atau cacat dan/atau kerugian materi pada pasien baik yang dilakukan

secara sengaja atau tidak sengaja.

2.2. UNSUR-UNSUR MALPRAKTEK MEDIS

Untuk memahami malpraktek medis dari padangan hokum, pengertian dan

isinya  serta akibat hokum bagi pembuatnya harus memahami isi dan syarat yang

secara utuh ada dalam tiga aspek pokok malpraktek medis tersebut. Perbuatan

malpraktek medis terdapat pada pemeriksaan, menarik diagnosis atas fakta hasil

pemeriksaan, wujud perlakuan terapi, maupun perlakuan untuk menghindari kerugian

dari salah diagnosis dan salah terapi.

Perbuatan dalam perlakukan medis dokter dapat berupa perbuatan aktif dan

dapat pula perbuatan pasif. Perbuatan dalam pelayanan/ perlakuan medis dokter yang

dapat dipersalahkan pada pembuatnya harus mengandung sifat melawan hokum. Sifat

melawan hokum yang timbul disebabkan oleh beberapa kemungkinan antara lain :

1. Dilanggarnya standar profesi kedokteran

2. Dilanggarnya standar operasional procedural

3. Dilanggarnya hokum, misalnya praktik tanpa SIP (Surat Izin Praktek) atau STR

(Surat Tanda Registrasi)

5
4. Dilanggarnya kode etik kedokteran

5. Dilanggarnya prinsip-prinsip umum kedokteran

6. Dilanggarnya kesusilaan umum

7. Praktek kedokteran tanpa informed consent

8. Terapi tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien

9. Terapi tidak sesuai dengan informed consent

Pertimbangan untuk menentukan adanya malpraktek kedokteran tidak dapat

dipisahkan dari sikap bathin dokter sebelum berbuat sesuatu kepada pasiennya. Sikap

bathin yang diperlukan dalam malpraktek kedokteran dapat berupa kesengajaan atau

kelalaian. Unsur-unsur yang mengakibatkan terjadinya malpraktek antara lain :

1. Adanya perbuatan (aktif maupun pasif) tertentu dalam praktek kedokteran

2. Yang dilakukan oleh dokter atau yang ada dibawah perintahnya

3. Dilakukan terhadap pasiennya

4. Dengan sengaja maupun kelalaian

5. Yang bertentangan dengan standar profesi, standar prosedur, prinsip-prinsip

professional kedokteran atau melanggar hokum, atau dilakukan tanpa wewenang

baik disebabkan tanpa informed consent, tanpa STR, tanpa SIP dilakukan tidak

sesuai dengan kebutuhan medis pasien dan sebagainya.

6. Yang menimbulkan akibat kerugian bagi kesehatan fisik maupun mental, atau

nyawa pasien

6
2.3. ASPEK HUKUM MALPRAKTEK MEDIS

1. Aspek Hukum Perdata

Hubungan dokter dengan pasien merupakan transaksi teraupetik yaitu

hubungan hokum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.

Berbeda dengan transaksi yang biasa dilakukan masyarakat, transaksi teraupetik

memiliki sifat atau ciri yang berbeda dengan perjanjian pada umumnya,

kekhususan terletak pada atau mengenai objek yang diperjanjikan.Hubungan

hokum dokter dengan pasien dalam kontrak teraupetik membentuk pertanggung

jawaban perdata malpraktek kedokteran.

Disamping melahirkan kewajiban bagi para pihak, hubungan hokum

antara dokter dan pasien juga membentuk pertanggung jawaban hokum masing-

masing. Bagi pihak dokter , prestasi berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu in

casu berbuat salah atau keliru dalam perlakukan medis yang semata-mata

dilakukan untuk kepentingan kesehatan pasien adalah kewajiban hokum yang

sangat mendasar dalam perjanjian dokter dengan pasie (kontrak teraupetik) yang

dalam Pasal 39 UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran disebut

sebagai kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien.

Ukuran berbuat sesuatu secara maksimal dengan sebaik-baiknya harus

berdasarkan pada standar profesi medis dan standar prosedur  atau bagi dokter

atau yang dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Prakter Kedokteran disebutkan

dengan istilah”standar profesi dan standar operasional prosedur” (pasal 50 jo 51).

Sementara dalam pasal 44 (1) disebut sebagai standar pelayana kedokteran atau

dokter gigi yang isinya dibedakan menurut jenis dan starata pelayana kesehatan

(ayat 2) . Standar pelayanan kedokteran dan dokter gigi lebih lanjut diatur dalam

Peraturan Menteri (Ayat3)

7
Beban pertanggung jawaban dokter terhadap akibat malpraktek

kedokteran karena wanprestasi lebih luas dari beban pertanggung jawaban karena

perbuatan melawan hokum dari pasal 1236 jo 1239 BW, selain penggantian

kerugian pasien juga dapat menuntut  biaya dan bunga. Wujud kerugian dalam

wanprestasi pelayana dokter harus benar-benar akibat (causal verband) dari

perlakuan medis yang menyalahi standar profesi kedokteran dan SOP.

Apabila dalam perlakuan medis terdapat kesalahan dengan menimbulkan

akibat kerugian  maka pasien berhak menuntut adanya penggantian kerugian

berdasarkan perbuatan melawan hokum (Pasal 1365 BW). Dalam hal ini

perlakukan medis dokter yang menyalahi standa profesi kedokteran dan SOP

dapat masuk dalam kategori melawan hokum.

2. Aspek Hukum Pidana

Malpraktek medis bisa bisa masuk lapangan hokum  pidana apabila

memenuhi syarat-syarat tertentu dalam 3 aspek, yaitu :

1) Syarat dalam sikap batin

Sikap batin adalah sesuatu yang ada dalam batin sebelum seseorang

berbuat. Apabila kemampuan mengarahkan dan mewujudkan alam batin

kedalam perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang, hal itu disebut

kesengajaan. Namun apabila kemampuan berpikir , berperasaan,

berkehendak itu tidak digunakan sebagaimana mestinya dalam hal

melakukan suatu perbuatan yang pada kenyataannya dilarang, maka sikap

batin tersebut dinamakan kelalaian (culpa). Jadi perbedaan antara

kesengajaan dan kelalaian sebenarnya hanyalah dari sudut tingkatannya

(graduasi belaka)

8
2) Syarat dalam perlakuan medis

Yaitu syarat perlakuan medis yang menyimpang. Semua perbuatan

dalam pelayanan medis  dapat mengalami kesalahan (sengaja atau lalai )

yang pada ujungnya menimbulkan malpraktek kedokteran apabila dilakukan

secara menyimpang.

3) Syarat mengenai hal akibat

Yaitu syarat mengenai timbulnya kerugian bagi kesehatan atau nyawa

pasien. Akibat yang boleh masuk pada lapangan malpraktek medis harus

akibat yang merugikan pihak yang ada hubungan hokum dengan dokter.

Apakah malpraktek medis masuk dalam lapangan perdata atau pidana,

penentu pada akibat. Sifat akibat dan letak hokum  pengaturannya

menentukan kategori malpraktek kedokteran antara malpraktek pidana atau

perdata.

Dalam hokum pidana akibat merugikan yang masuk dalam ranah

hokum pidana apabila jenis kerugian tersebut masuk dalam rumusan

kejahatan menjadi unsur tindak pidana akibat kematian dan luka yang

merupakan unsur kejahatan pasal 359 dan 360 maka bila kelalaian/ culpa

perlakukan medis terjadi dan mengakibatkan kematian atau luka sejenis yang

ditentukan dalam pasal ini maka perlakuan medis masuk kategori malpraktek

pidana.

Ada perbedaan akibat kerugian oleh maplraktek perdata dengan malpraktek

pidana. Kerugian karena malpraktek perdata lebih luas dari malpraktek pidana.

Akibat-akibat malpraktek perdata khususnya termasuk perbuatan melawan hokum

terdiri atas kerugian materiil dan idiil. Bentuk-bentuk kerugian tidak dimuat secara

9
khusus dalam UU. Akibat malpraktek kedokteran yang menjadi tindak pidana harus

berupa akibat yang sesuai yang ditentukan dalam UU.

Malpraktek pidana yang sering terjadi akibat tindakan medis antara lain :

1) Penganiayaan (mishandeling)

Malpraktek medis dapat menjadi penganiayaan jika ada kesengajaan , baik

terhadap perbuatan maupun akibat perbuatan.  Pembedahan tanpa informed

consent termasuk penganiayaan. Sifat melawan hukumnya terletak pada tanpa

informed consent sehingga jika ada informed consent maka pembedahan secara

penganiayaan kehilangan sifat melawan hokum. Informed consent merupakan

dasar peniadaan pidana, sebagai alasan pembenar, bukan alasan pemaaf.

Selain itu, alasan pembenar pembedahan sebagai penganiayaan juga

terletak pada maksud dan tujuannya, yakni untuk mencapai tujuan yang patut.

Arrest HR (10-2-1902) dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa “jika

menimbulkan luka atau sakit pada tubuh bukan menjadi tujuan melainkan sarana

belaka untuk mencapai suatu tujuan yang patut maka tidak ada penganiayaan. 

Dengan demikian sebaliknya, walaupun mendapatkan informed consent jika

untuk mencapai tujuan yang tidak patut maka pembedahan merupakan

penganiayaan.

KUHP membedakan lima macam penganiayaan, yakni bentuk standar,

atau sering disebut sebagai bentuk pokok (pasal 351) atau biasa ; penganiayaan

ringan (pasal 352); penganiayaan berencana (pasal 353); penganiayaan berat

(pasal 354) dan penganiayaan berat berencana pasal (355). Unsur-unsur yang

harus dibuktikan meliputi :

1. Adanya kesengajaan

2. Adanya wujud  perbuatan

10
3. Adanya akibat perbuatan

4. Adanya causa verband antara wujud perbuatan dan timbulnya akibat yang

terlarang.

2) Kealpaan yang menyebabkan kematian

Pasal 359 KUHP dapat menampung semua perbuatan yang dilakukan

yang mengakibatkan kematian. Dimana kematian bukanlah dituju atau

dikehendaki. Disamping adanya sikap culpa harus ada tiga unsur lagi yang

menyebabkan orang lain mati yaitu :

1. Harus adanya perbuatan

2. Adanya akibat berupa kematian

3. Adanya causa verband antara wujud perbuatan dengan akibat kematian.

Khusus dalam mencari causal verband antara tindakan medis dengan

akibat yang timbul sesudah tindakan medis dilakukan digunakan ilmu kedokteran

sendiri. Tidak cukup dengan akal orang awam, tetapi harus menggunakan ilmu

kedokteran.

3) Kealpaan yang menyebabkan luka-luka

Selain pasal 359 KUHP, pasal 360 KUHP juga sudah lazim digunakan

untuk mendakwa dokter atas dugaan malprakek kedokteran, selanjutnya pasal 359

jika ada kematian dan pasal 360 jika ada luka.

Unsur-unsur dalam pasal 360  ayat 1 yakni :

1. Adanya kelalaian

2. Adanya wujud perbuatan

3. Adanya akibat luka berat

4. Adanya hubungan causal antara luka berat dengan wujud perbuatan

11
Unsur-unsur dalam pasal 360  ayat 1 yakni :

1. Adanya kelalaian

2. Adanya wujud perbuatan

3. Adanya akibat :

1) Yang menimbulkan penyakit

2) Luka yang menjadikan halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau

pencarian selama waktu tertentu.

4. Adanya hubungan causal antara luka berat dengan wujud perbuatan

Sama halnya dengan pasal 359, tindak pidana ini juga merupakan

tindak pidana materiil berupa tindak pidana dimana timbulnya akibat oleh

perbuatan sebagai syarat selesainya tindak pidana.

3. Aspek Hukum Administrasi

Dari sudut hokum, pelanggaran hokum administrasi kedokteran

merupakan sifat melawan hokum perbuatan malpraktek. Hukum Administrasi

Kedokteran  UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran , menentukan

beberapa syarat bagi dokter untuk menjadi wewenang menjalankan praktek.

Syarat prakter tersebut adalah :

1. Memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) Dokter atau Dokter gigi (pasal 29)

2. Khusus dokter lulusan luar negeri yang praktek di Indonesia atau dokter

asing dapat diberikan Surat Tanda Registrasi (pasal 30)

3. Memiliki Surat Izin Praktek (SIP)  (pasal 36 jo 37)

Untuk ahli spesialis , ada peraturan menteri kesehatan no.

561/Menkes/Per/X/1981 tentang pemberian ijin menjalankan pekerjaan dan ijin

praktek bagi dokter spesialis.

12
Tindak pidana malpraktek medis bermula dari pelanggaran hokum

administrasi. Pelanggaran hokum administrasi yang menjadi tindak pidana

praktek medis, potensial menjadi malpraktek pidana sekaligus malpraktek

perdata. Setiap malpraktek pidana sekaligus mengandung unsur malpraktek

perdata. Tetapi malpraktek perdata tidak selalu menjadi malpraktek pidana.

13
BAB III

KASUS

A. ANALISA KASUS (MASALAH YANG TERJADI PADA KASUS

BERDASARKAN PENDAPAT PRIBADI)

Tampak kondisi Suparman yang kulitnya mengelupas usai minum obat dari

dokter pascaoperasi.(Foto: Erfanto/Koran SINDO)

BANTUL - Mengenaskan, nasib yang dialami oleh Suparman (47), warga RT 05, Dusun

Sakaran Desa Wirokerten, Kecamatan Banguntapan. 

14
Sudah seminggu lebih ia terbaring lemah di pembaringan karena tidak bisa menjalankan

aktivitas. Sebab, sudah sepekan lebih kulit di hampir sekujur tubuhnya melempuh dan

mengelupas.

Di kamarnya ukuran 3x3 yang belum diplester, ia terbaring di atas kasur kapas dengan seprei

seadanya. Mulutnya terkatup rapat karena kering seolah ditempeli dengan lem yang sangat

banyak. 

Sesekali ia bergumam sembari meringis kesakitan karena ketika mulutnya sangat susah untuk

dibuka, bahkan seolah bagian bibir bawah ataupun atas ada yang tertarik ketika dibuka.

Dengan terbata-bata dan suara yang lirih, ia menyapa beberapa awak media yang berkunjung

ke rumah ukuran 6x6 meter persegi ini. 

Sepatah dua patah kata muncul dari mulutnya menceritakan bagaimana sakit yang ia rasakan

saat ini. Mulutnya sangat sakit ketika dibuka dan tenggorokannya tidak bisa dilalui makanan

sedikitpun. 

Baru semalam ia tidur di rumahnya, setelah selama sepekan lalu dirinya dirawat di RS Nur

Hidayah. "Sekujur tubuh saya rasanya panas," tuturnya sembari tangannya terus berusaha

mengupas kulitnya yang telah mengelupas. 

Beberapa kali mengucapkan kata, ia langsung meminta Istrinya, Soginah (39), minum.

Istrinya dengan sabar memberi minum dengan menyuapinya sesendok dua sendok.

15
Untuk sekedar minum tiga sampai lima sendok saja, Suparman membutuhkan waktu yang

cukup lama. Sekitar 5 menit, Suparman sudah minta menghentikan suapan istrinya.

"Suami saya hanya bisa menelan air minum dan susu. Sama sekali tidak ada makanan yang

masuk," papar Soginah.

Soginah menceritakan awal mula seluruh kulit tubuh menghitam dan mengelupas tersebut.

Tanggal 26 Januari 2016 lalu, suaminya menjalani operasi di Rumah Sakit Rajawali Citra di

Desa Jambidan, Kecamatan Banguntapan untuk mengobati penyakit ambeinnya. 

Awalnya operasi tersebut berjalan dengan baik dan suaminya diperkenankan untuk pulang.

Lantas awal pekan lalu, suaminya pergi ke rumah sakit tersebut untuk kontrol yang ketiga

kalinya. 

Seperti biasa, oleh dokter bedah yang bernama dr Wicaksono, ia diberi resep. Namun ia

sendiri tidak memperhatikan apakah obat tersebut sama dengan obat yang diberikan pada

kontrol (periksa) sebelumnya

16
BAB 1V

PEMBAHASAN KASUS

BAB V

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Tindak pidana malpraktek medis bermula dari pelanggaran hokum administrasi.

Pelanggaran hokum administrasi yang menjadi tindak pidana praktek medis, potensial

menjadi malpraktek pidana sekaligus malpraktek perdata. Seitap malpraktek pidana

sekaligus mengandung unsur malpraktek perdata. Tetapi malpraktek perdata tidak selalu

menjadi malpraktek pidana.

Untuk melihat apakah malpraktek medis masuk dalam lapangan perdata atau

pidana, penentu pada akibat. Sifat akibat dan letak hokum  pengaturannya menentukan

kategori malpraktek medis antara malpraktek pidana atau perdata.

Dalam aspek hokum perdata hubungan antara dokter atau tenaga kesehatan

lainnya merupakan transaksi teraupetik yaitu hubungan hokum yang melahirkan hak dan

kewajiban bagi kedua belah pihak. Beban pertanggung jawaban dokter terhadap akibat

malpraktek kedokteran karena wanprestasi lebih luas dari beban pertanggung jawaban

17
karena perbuatan melawan hokum dari pasal 1236 jo 1239 BW, selain penggantian

kerugian pasien juga dapat menuntut  biaya dan bunga. Wujud kerugian dalam

wanprestasi pelayana dokter harus benar-benar akibat (causal verband) dari perlakuan

medis yang menyalahi standar profesi kedokteran dan SOP.

Dalam aspek hokum pidana Malpraktek medis bisa bisa masuk lapangan hokum 

pidana apabila memenuhi syarat-syarat tertentu dalam 3 aspek pidana yaitu : 1) syarat

sikap batin, 2) syarat dalam perlakuan medis, 3) syarat dalam hal akibat. Malpraktek

pidana yang sering terjadi didalam malpraktek medis adalah  :1). Penganiayaan (pasal

351, 352, 353, 354, 353. 2) kealfaan yang menyebabkan kematian (pasal 359), 3)

kealpaan yang menyebabkan luka-luka (pasal 360)

Aspek hokum administrasi Dari sudut hokum, pelanggaran hokum administrasi

kedokteran merupakan sifat melawan hokum perbuatan malpraktek. Hukum

Administrasi Kedokteran  UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran ,

menentukan beberapa syarat bagi dokter untuk menjadi wewenang menjalankan praktek.

3.2. SARAN

Ada tidaknya perbuatan malpraktek sebaiknya dikaji terlebih dahulu apakah

sudah memenuhi unsure-unsur dalam malpraktek atau tidak. Dan malpraktek yang selalu

dikonotasikan dengan praktek seorang dokter belum tentu dilakukan oleh seorang dokter

tetapi juga seseorang yang membuat seolah-olah dengan meyakinan orang lain bahwa ia

adalah dokter, hal tersebut bukanlah malpraktek kedokteran tetapi malpraktek pidana.

Dan penyelesaian kasus akibat terjadinya malpraktek sebaiknya diteliti terlebih

dahulu apakah diselesaikan dengan badan perlindungan konsumen, gugatan ganti rugi

atau pidana melalui aparat penegak hokum.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Veronica Komalawati, S.S.,M.H. Persetujuan Dalam Hubungan Dokter Dan

Pasien.Bandung, 1999.

Drs. H. Adami Chazawi, S.H. Malpraktik kedokteran. Bayumedia Publising Malang, 2007.

J. Guwandi, S.H. Hukum Medik FKUI. Jakarta, 2004.

KEMENKES RI. N0. 1076/MENKES/SK/VII/2003.

KUHP, KUHPer.

Rinanto Suryadhimartha, S.H.,M.Sc. Hukum Malpraktik Kedokteran. Yogyakarta,

Totalmedia 2011.

UU No. 29 Tahun 2009. Tentang Praktik Kedokteran.

Bahder Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Rineka Cipta, Jakarta ,

2005, hlm 11

Soenarto soerodibroto, 1994, KUHP dan KUHAP dilengkapi dengan prudensi mahkamah

agung dan hoge raad, penerbit PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, hl. 212

19
20

Anda mungkin juga menyukai