MALPRAKTIK MEDIS
Oleh:
Pembimbing
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................. i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1
A. Definisi Malpraktik........................................................... 3
B. Jenis-Jenis Malpraktik...................................................... 5
C. Unsur Malpraktik.............................................................. 9
D. Penyebab Malpraktik........................................................ 11
E. Pembuktian Malpraktik..................................................... 14
F. Pencegahan Malpraktik..................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
sempurna dalam suatu aturan Hukum Positif Indonesia. Dalam malpraktik medis
pun terdapat suatu pelayanan tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan oleh
sebab itu berimplikasi terjadinya suatu aturan ketentuan Undang – undang yang
ketidaksengajaan (culpa), kurang hati-hati, kurang teliti, acuh tak acuh, sembrono,
tak peduli terhadap kepentingan orang lain, namun akibat yang timbul memang
bukanlah tujuannya.1
merupakan bentuk interpretasi yang amat penting untuk diulas secara bersama -
sama, hal ini dipengaruhi karena timbulnya kesalahan dan kelalaian yang
1
Oleh karena itu se eloknya harus juga memperhatikan indikator-indikator seperti
aspek hukum yang mendasari terjadinya suatu hubungan hukum antara dokter dan
termasuk hukum lex specialis yang melindungi secara khusus tugas profesi
deklarasi Health for All dan perlindungan secara khusus terhadap pasien
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Malpraktik
mengobati dan merawat orang sakit. Berbicara mengenai malpraktik atau mal-
practice berasal dari kata “mal” yang berarti buruk. Sedang kata “practice” berarti
suatu tindakan atau praktik. Dengan demikian secara harfiah dapat diartikan
sebagai suatu tindakan medis “buruk” yang dilakukan dokter dalam hubungannya
dengan pasien.1,4
setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter karena pada saat
dilakukan oleh dokter pada umumnya, di dalam situasi dan kondisi yang sama.
Kedua, malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter, oleh
rata-rata dan masuk akal, dapat di lakukan oleh setiap dokter dalam siatuasi atau
3
tempat yang sama. Ketiga, malpraktik adalah setiap kesalahan profesional
ataupun kesetiaan yang kurang dalam menyelenggarakan kewajiban atau dan atau
sengaja atau karena kurang hati-hatiyang menyebabkan salah tindak rasa sakit,
luka, cacat, kerusakan tubuh, kematian dan kerugian lainnya yang menyebabkan
maupun pidana.5
4
B. Jenis-Jenis Malpraktik
1) Malpraktek Etik
kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan etik kedokteran ini mempunyai dua
sisi dimana satu sisi saling terkait dan saling pengaruh mempengaruhi, yaitu etik
jabatan atau medical ethics, yang menyangkut maalah yang berhubungan dengan
sikap para dokter terhadap sejawatnya, sikap dokter terhadap pembantunya dan
sikap dokter terhadap masyarakat. Sedangkan etik asuhan atau ethics of the
mengenai sikap dan tindakan seorang dokter terhadap penderita yang menjadi
Kedokteran ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata, tetapi ada juga
a. Pelanggaran etik murni : (1) Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik
imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi; (2) Mengambil alih
diri sendiri di hadapan pasien (melanggar Pasal 4 huruf a Kodeki) ; (4) Dokter
5
b. Terhadap pelanggaran etikolegal antara lain : (1) Pelayanan dokter di bawah
sekaligus Pasal 267 KUHP) ; (3) Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter
(melanggar Pasal 13 Kodeki dan Pasal 322 KUHP) ; (4) Tidak pernah mengikuti
(5) Abortus provokatus ; (6) Pelecehan seksual (7) Tidak mau melakukan
2) Malpraktek Yuridis
dasar hukum, yaitu: (1) Wanprestasi (Pasal 1239 KUHPerdata). Dalam hal ini
dokter tidak memenuhi kewajibannya yang timbul dari adanya suatu perjanjian
(tanggung jawab kontraktual). Dalam arti harfiah adalah prestasi yang buruk yang
pada dasarnya melanggar isi / kesepakatan dalam suatu perjanjian / kontrak oleh
salah satu pihak. Bentuk pelanggaran dalam wanprestasi sebagai berikut: (a)
6
Tidak memberikan prestasi sama sekali sebagaimana yang diperjanjikan; (b)
prestasi yang lain dari yang diperjanjikan. Di lihat dari transaksi terapeutik yang
harus dijalankan pada pasien adalah perlakukan medis yang sebaik-baiknya dan
cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam
melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat
tersebut.
c. Malpraktek admnistrasi terjadi jika dokter, tenaga kesehatan atau rumah sakit
menjalankan praktek tanpa ijin, melakukan praktek atau tindakan yang tidak
sesuai dengan ijin yang dimilikinya, atau ijin yang dimilikinya sudah kadaluarsa
dan ataupun menjalankan praktek tanpa membuat catatan medis yang jelas.
7
Jika diukur menurut berat-ringannya maka malpraktik yang dilakukan
8
Tingkatan kelelaian oleh hukum hanya dapat dibedakan menjadi 2
ukuran tingkat:7
1. Yang bersifat ringan, biasa (culpa levis): yaitu apabila seseorang tidak
melakukan apa yang seseorang biasa, wajar dan berhati-hati akan melakukan atau
justru melakukan apa yang orang wajar tidak akan melakukan didalam situasi
yang meliputi keadaan tersebut.
2. Yang bersifat kasar, berat (culpa lata): yaitu apabila seseorang dengan sadar
dan dengan sengaja tidak melakukan atau melakukan sesuatu yang tidak
sepatutnya dilakukan.
C. Unsur Malpraktik
a. Dereliction of that duty, apabila sudah ada kewajiban (duty), dokter harus
bertindak sesuai dengan standar profesi yang berlaku. Jika terdapat penyimpangan
dari standar tersebut maka dokter dapat dipersalahkan. Bukti adannya suatu
kesalahan sudah jelas, sehingga tidak perlukan kesaksian ahli lagi, maka hakim
b. Duty to Use Due Care, tidak ada kelalaian jika tidak ada kewajiban untuk
mengobati. Hal ini berarti bahwa harus ada hubungan hukum antara pasien dan
dokter. Dengan adanya hubungan hukum maka implikasinya adalah bahwa sikap
tindakan dokter itu harus sesuai dengan standar pelayanan medis agar pasien
jangan sampai menderita cedera karenanya. Rasio dari kewajiban ini adalah
sebagai akibat perkembangan hak asasi manusia dalam bentuk otonomi (self
determination), dan ini berawal dari putusan Hakim Benyamin Cardozo yang
9
terkenal dengan ucapanya yakni “Every human being of dault of years and sound
mind has a right to determine what shall be done with his body; and a surgeon
who performs an operation without his patient’s consent commits and assault, for
berdasarkan malpraktik medis, maka harus ada hubungan kausal yang wajar
antara sikap tindak tergugat (dokter) dan kerugian (demage) yang diderita oleh
misalnya, dari Prof.W.B. Van Der Mijn juga menyinggung soal “The Three
Elements Of Civil Liability”, yang berarti atas: culpabilitas, demages, dan causal
relationship.
d. Damage, memiliki pengertian yang berarti kerugian yang diderita pasien itu
harus berwujud dalam bentuk fisik, finansial, emosional, atau berbagai dalam
kategori kerugian lainnya. Apabila dokter dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika
yang memenuhi unsur 4-D berakhir dengan proses peradilan. Hal ini terjadi akibat
masing, jenis yang paling umum dari litigasi malpraktik medis, apabila diurutkan
10
Kurangnya persetujuan; 3. Kurangnya pertanggungjawaban/pengawasan
D. Penyebab Malpraktik
banyak teori yang dikembangkan oleh beberapa para ahli hukum. Teori-teori
tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua teori besar yang disebut dengan teori
mengindividualisasi, bahwa dari sekian rangkaian factor yang ada, tidak semua
unsur dapat menjadi penyebab suatu akibat dan hanyalah faktor yang paling kuat
yang dapat menimbulkan suatu akibat, sementara yang lain hanyalah faktor syarat.
Kedua teori ini sendiri dicetuskan oleh Birkmeyer dan Karl Binding.10
setelah peristiwa terjadi secara konkrit (post factum) merupakan faktor yang
memiliki pengaruh paling kuat di antara semua factor lainnya sehingga berperan
terhadap timbulnya akibat. Menurut Karl binding, bahwa di antara berbagai faktor
yang ada, faktor penyebab adalah faktor yang terpenting dan seimbang atau sesuai
dengan akibat yang timbul. Timbulnya akibat disebabkan oleh adanya faktor
positif yang menyebabkan timbulnya akibat yang memiliki nilai lebih kuat dari
faktor negative, yaitu faktor yang bertahan dan berperan untuk meniadakan suatu
11
Pada teori ini terdapat kelemahan berhubung tidak adanya kriteria untuk
menentukan faktor mana yang dimaksudkan dominan lalu faktor mana yang
kelemahan dari teori sebelumnya, menurut teori ini dalam mencari faktor
penyebab harus dicari faktor mana yang secara wajar dan logis serta berdasarkan
rekaman kejadian yang sudah pernah terjadi pada umumnya dapat menimbulkan
suatu akibat. Sedangkan Culpa atau yang biasa disebut dengan kelalaian biasanya
Yang dimaksud dengan akibat yang merugikan pasien dan bersifat tidak
mengenai beberapa hal, tidak disadari oleh seorang praktisi medis bahwa dengan
dapat menimbulkan akibat yang buruk bagi pasien, yang di mana pada awalnya
yang termasuk dalam malpraktik harus tidak sesuai dengan standar profesi medis
Kelalaian (culpa) tidak memiliki pengertian atau pun definisi yang jelas
dalam hukum pidana. Kelalaian atau culpa merupakan suatu sikap batin dari
12
menjadi salah satu faktor penyebab kelalaian yang kemudian dapat
Namun, bila ditinjau dari risiko malpraktik yang terjadi saat ini,
faktor penyebab yang tergolong ke dalam predisposisi juga harus ditinjau lebih
lanjut lagi, yang mana terdiri atas unsur predisposisi yang bersifat sistemik,
tersebut, yaitu:
1. Pemahaman dan penerapan etika kedokteran yang rendah. Hal ini diduga
13
2. Paham materialisme yang semakin menguat di masyarakat pada umumnya dan
akuntabel).
di Indonesia, yang terlihat dari belum ada atau kurangnya standar (kompetensi,
E. Pembuktian Malpraktik
didakwakan. Sistem atau teori pembuktian ini bervariasi menurut waktu dan
kesalahan profesi, maka tidaklah mudah bagi siapa saja yang tidak memahami
14
profesi ini untuk membuktikannya di pengadilan. Meskipun demikian tidak berarti
kesalahan dokter tidak mungkin dapat dibuktikan, karena pada hakikatnya bila
memang terdapat suatu tindakan malpraktik, pasti juga terdapat cara pembuktian
malpraktik tersebut.12
malpractice yang dituduhkan. Dalam hal dokter dituduh melaku- kan kealpaan
sehingga pasien yang ditangani meninggal dunia, menderita luka berat atau luka
sedang, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan yang salah
yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati. Perlu
dipahami bahwa tidak setiap hasil pengobatan yang tidak sesuai dengan harapan
semacam itu juga dapat merupakan bagian dari risiko tindakan medis. Kesalahan
diagnosis juga tidak boleh secara otomatis dijadikan ukuran adanya criminal
hal di atas hanya dapat dijadikan persangkaan yang masih harus dibuktikan unsur-
unsur pidananya.3
Jika terbukti bersalah maka dokter dapat dipidana sesuai jenis tindak
pidana yang dilakukannya. Selain itu dokter masih dapat digugat melalui
Pada malpraktik perdata pembuktiannya dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
langsung atau tak langsung. Secara langsung, yaitu dengan membuktikan keempat
15
unsurnya secara langsung, yang terdiri atas unsur kewajiban, menelantarkan
langsung, yaitu dengan mencari fakta-fakta yang berdasarkan doktrin res ipsa
semua kelalaian dokter meninggalkan fakta semacam itu. Doktrin res ipsa
hanya saja di sini masih diperlukan sedikit bantuan kesaksian dari ahli untuk
menguji apakah fakta yang ditemukan memang dapat dijadikan bukti adanya
kelalaian dokter.
Apabila ada gunting atau tang tertinggal dalam perut pasien yang
menjalani operasi, maka gunting atau tang itu berdasarkan doktrin res ipsa
loquitor, dapat dijadikan fakta yang secara tidak langsung dapat membuktikan
kesalahan dokter, sebab gunting atau tang itu tak mungkin tertinggal kalau tak ada
kelalaian. Gunting atau tang yang tertinggal itu berada di bawah tanggung jawab
dokter. Pasien dalam keadaan terbius, sehingga tidak mungkin dapat memberi
andil terhadap tertinggalnya alat-alat tersebut. Dari uraian tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa penyebab dari perselisihan konflik antara dokter dan pasien
16
melakukan perbaikan mendasar secara sistematik dari predisposisinya, mulai dari
dianjurkan dimulai lebih dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan
banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi kondisi etik-
klinik tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan
dibendung dengan memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis
justice, serta sikap altruisme. Diyakini bahwa hal ini adalah bagian tersulit dari
yang besar dan serempak dari masyarakat profesi kedokteran untuk mau bergerak
ke arah tersebut.11
bagi mereka yang akan berpraktik. Konsil harus berani dan tegas dalam
dapat ditegakkan. Standar perilaku harus ditetapkan sebagai suatu aturan yang
lebih konkrit dan dapat ditegakkan daripada sekedar kode etik. Demikian pula
standar pelayanan harus diterbitkan untuk mengatur hal-hal pokok dalam praktik,
17
sedangkan ketentuan rinci agar diatur dalam pedomanpedoman. Keseluruhannya
profesi kedokteran, yang harus diterapkan, dipantau dan ditegakkan oleh Majelis
mendukung good clinical governance harus dibuat dan ditegakkan. Dalam hal ini
peran rumah sakit sangat diperlukan. Rumah sakit harus mampu mencegah
informed consent. Dan dalam prosedur layanan medis agar selalu mencatat semua
tindakan yang dilakukan dalam rekam medis. Apabila dirasa terdapat suatu
keraguan, agar dapat segera dikonsultasikan kepada praktisi medis yang lebih
senior atau dokter yang lebih senior. Aspek komunikasi terhadap pasien juga
kebutuhannya dan menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan
18
BAB III
PENUTUP
teoritis dapat dibagi menjadi malpraktik yang disebabkan oleh suatu factor
oleh sistem yang ada. Sistem atau teori pembuktian suatu kejadian malpraktik
pencegahan factor predisposisi yang mana terdiri atas unsur yang bersifat
19
DAFTAR PUSTAKA
20