Anda di halaman 1dari 31

Referat

HALAMAN JUDUL
MALPRAKTIK MEDIS

Disusun oleh:

Nur Haniyyah, S.Ked 04084821719186


Darian Davin 04084821719187
M. Rizky Rasyadi 04084821719188
Nicho Saputra Nugraha 04054821820134
Riska Mareta 04054821820071
Dika Dwiyasa 04054821820075

Pembimbing:
dr. Baringin Sitanggang

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan judul


Malpraktik Medis

Oleh:
Nur Haniyyah, S.Ked 04084821719186
Darian Davin 04084821719187
M. Rizky Rasyadi 04084821719188
Nicho Saputra Nugraha 04054821820134
Riska Mareta 04054821820071
Dika Dwiyasa 04054821820075

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang
periode 26 Maret 2018 s.d. 30 April 2018.

Palembang, April 2018

dr. Baringin Sitanggang

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
karunia yang telah diberikan sehingga atas izin dan ketetapan-Nya, referat yang
berjudul “Malpraktik Medis” ini dapat diselesaikan dengan baik. Referat ini
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik
di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik RSMH Palembang periode 26 Maret
s.d 30 April 2018.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Baringin Sitanggang
selaku pembimbing kami yang telah berkenan meluangkan waktu dalam
membimbing penulisan referat ini.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan kepada penulis sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Sesungguhnya, dalam penulisan referat ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat bermanfaat untuk
perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami sangat berharap bahwa referat ini akan memberikan
manfaat dan menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Palembang, April 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN....................................Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
2.1. Definisi Malpraktik Medis.......................Error! Bookmark not defined.
2.2. Jenis-Jenis Malpraktik Medis...................Error! Bookmark not defined.
2.3. Unsur-Unsur Malpraktik Medis...............Error! Bookmark not defined.
2.4. Aspek Hukum Malpraktik Medis.............Error! Bookmark not defined.
2.4.1 Aspek Hukum Malpraktik Perdata...........Error! Bookmark not defined.
2.4.2 Aspek Hukum Malpraktik Pidana............Error! Bookmark not defined.
2.4.3 Aspek Hukum Malpraktik Administrasi. .Error! Bookmark not defined.
2.4. Error! Bookmark not defined.
BAB III CONTOH KASUS................................................................................23
BAB IV PENUTUP.............................................................................................24
4.1. Kesimpulan..............................................................................................24
4.2. Saran........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Malpraktek bukanlah menjadi sebuah kata yang asing lagi bagi kita saat
ini. Malpraktek seolah-olah menjadi identik dengan pelayanan buruk dokter.
Meskipun dalam UU yang berkaitan dengan kesehatan baik UU No. 29 Tahun
2004 Tentang Praktek Kedokteran, UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit maupun UU No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen tidak ada ditemukan satu katapun tentang
malpraktek yang mengatur pengertian tentang malpraktek.
Pengertian masyarakat tentang malpraktek juga dinilai masih kurang dan
tidak paham. Jika membaca dan melihat pemberitaan tentang malpraktek medis
sungguh jarang kita mendengar adanya laporan malpraktek medis karena tidak
memiliki SIP (Surat Izin Praktek) atau STR (Surat Tanda Registrasi). Ketika si
pasien telah meninggal dunia atau mengalami cacat barulah dianggap sebagai
sebuah malpraktek medis. Pandangan terhadap malpraktek kedokteran juga dapat
dilihat dari sudut kewajiban dokter yang dilanggar, artinya dihubungkan dengan
kewajiban dokter. Kesalahan dokter karena tidak memiliki Surat Izin Praktik
dan/atau Surat Tanda Registrasi juga dapat disebut sebagai malpraktek kedokteran
sebagaimana terdapat dalam Pasal 29 ayat 1 dan pasal 36 yang ancaman
pidananya diatur dalam pasal 76 UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktek
kedokteran.
Dalam beberapa tahun belakangan ini yang dirasakan mencemaskan oleh
dunia kedokteran dan perumahsakitan di Indonesia adalah meningkatnya tuntutan
dan gugatan malpraktek, utamanya sejak diberlakukannya Undang–Undang No. 8
Th. 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Apakah undang–undang itu yang
menjadi pemicu berubahnya masyarakat yang semakin gemar menuntut (litigious
society) ataukah karena ada sebab lain, belum ada konfirmasi yang dapat
dipercaya (Dahlan, 2006).
Bertitik tolak dari adanya perbedaan pendapat ini, tidak mengherankan
jika banyak putusan profesi dokter yang menyatakan tidak ada malpraktek yang

1
dilakukan dokter seringkali ditanggapi secara sinis oleh pengacara. Dari
munculnya perbedaan pendapat ini yang seharusnya tidak perlu terjadi, perlu
dicari solusi untuk menghilangkannya. Salah satu cara adalah dengan
merumuskan bersama mengenai pengertian tentang apa yang dimaksud dengan
malpraktek tersebut (Kode Etik Kedokteran, 2009).
Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
diundangkan untuk mengatur praktik kedokteran dengan tujuan agar dapat
memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan
mutu pelayanan medis dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat,
dokter dan dokter gigi. Perlu diperhatikan pula, bahwa dokter merupakan bagian
dari masyarakat, karena dokter juga mengenal berbagai tanggungjawab terhadap
norma-norma yang berlaku di masyarakat dimana dokter bertugas (Williams,
2009).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Malpraktek Medis

2
Malpraktek atau malpraktek terdiri dari suku kata mal dan praktik atau
praktek. Mal berasal dari kata Yunani, yang berati buruk. Praktik (Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Purwadarminta 1976) atau praktik (Kamus Dewan Bahasa dan
Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, 1991) berarti menjalankan perbuatan
yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan (profesi). Jadi malpraktek
berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak lege artis, tidak tepat.
Malpraktek tidak hanya dalam bidang kedokteran, tetapi juga dalam profesi lain
seperti perbankan, pengacara, akuntan public, dan wartawan. (Hanafiah Jusuf,
2008)
Ada berbagai macam pendapat dari para sarjana mengenai pengertian
malpraktek. Masing-masing pendapat itu diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Veronica menyatakan bahwa istilah malparaktik berasal dari
“malpractice” yang pada hakikatnya adalah kesalahan dalam
menjalankan profesi yang timbul sebagai akibat adanya kewajiban-
kewajiban yang harus dilakukan oleh dokter (Rizaldy Pinzon, 2009).
b. Hermien Hadiati menjelaskan malpractice secara harfiah berarti bad
practice, atau praktek buruk yang berkaitan dengan praktek penerapan
ilmu dan teknologi medik dalam menjalankan profesi medik yang
mengandung ciri-ciri khusus. Karena malpraktek berkaitan dengan
“how to practice the medical science and technology”, yang sangat
erat hubungannya dengan sarana kesehatan atau tempat melakukan
praktek dan orang yang melaksanakan praktek. Maka Hermien lebih
cenderung untuk menggunakan istilah “maltreatment” (Kedokteran
Forensik FK UI, 1994).
c. Menurut J. Guwandi merumuskan pengertian malpraktek medik
tersebut, yakni: melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak
dilakukan oleh tenaga kesehatan; Tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban (negligence).
Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan (Budi Sampurna, 2006).

3
d. Amri Amir menjelaskan malpraktek medis adalah tindakan yang salah
oleh dokter pada waktu menjalankan praktek, yang menyebabkan
kerusakan atau kerugian bagi kesehatan dan kehidupan pasien, serta
menggunakan keahliannya untuk kepentingan pribadi (Budiyanto,
1997).
e. Stedman’s Medical Dictionary, malpraktek adalah salah cara
mengobati suatu penyakit atau luka karena disebabkan sikap tindak
yang acuh, sembarangan atau berdasarkan motivasi criminal.
f. Coughlin’s Dictionary Law,malpraktek adalah sikap tindak
professional yang salah dari seorang yang berprofesi, seperti dokter,
ahli hukum, akuntan, dokter gigi, dokter hewan.
g. Balck’s Law Dictionary, malpraktek adalah sikap tindak yang salah,
kekurangan keterampilan dalam ukuran tingkat yang tidak wajar.
Istilah ini pada umumnya dipergunakan terhadap sikap tindak dari
para dokter , pengacara, akuntan. Kegagalan untuk memberikan
pelayanan professional dan melakukan pada ukuran tingkat
keterampilan dan kepandaian yang wajar didalam masyarakatnya oleh
teman sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga mengakibatkan luka,
kehilangan atau kerugian pada penerima pelayanan tererbut yang
cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk
didalamnya setiap sikap tindak professional yang salah, kekurangan
keterampilan yang tidak wajar atau kurang kehati-hatian atau
kewajiban hukum, praktek buruk, atau illegal atau sikap immoral.
h. The Oxford Illustrated Dicionary, bahwa malpraktek adalah sikap
tindak yang salah; (hukum) pemberian pelayanan terhadap pasien
yang tidak benar oleh profesi medis; tindakan yang illegal untuk
memperoleh keuntungan sendiri sewaktu dalam posisi kepercayaan.
Dengan demikian, malpraktek medik dapat diartikan sebagai kelalaian atau
kegagalan seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu
pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang cedera
menurut ukuran dilingkungan yang sama

4
Apapun definisi malpraktek medik pada intinya mengandung salah satu
unsur berikut.
1. Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan
yang sudah berlaku umum dikalangan profesi kedokteran.
2. Dokter memberikan pelayanan medik dibawah standar (tidak lege artis)
3. Dokter melakukan kelalaian berat atau kurang hati-hati, yang dapat
mencakup :
a. Tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya dilakukan, atau
b. Melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan
4. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum
Dalam praktiknya banyak sekali hal yang dapat diajukan sebagai
malpraktek, seperti salah diagnosis atau terlambat diagnose karena kurang
lengkapnya pemeriksaan, pemberian terapi yang sudah ketinggalan zaman,
kesalahan teknis waktu melakukan pembedahan, salah dosis obat, salah metode
tes atau pengobatan, perawatan yang tidak tepat, kelalaian dalam pemantauan
pasien, kegagalan komunikasi, dan kegagalan perawatan.
Malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan
tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam
mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang
sama. Yang dimaksud dengan kelalaian disini ialah sikap kurang hati-hati, yang
tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukanya dengan
wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak
akan melakukanya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan
melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik. (Hanafiah
Jusuf, 2008)

2.2 Jenis – Jenis Malpraktek Medis


2.2.1 Ethical malpractice
Kombinasi antara interaksi profesional dan aktivitas tenaga pendukungnya
serta hal yang sama akan mempengaruhi anggota komunitas profesional lain dan
menjadi perhatian penting dalam lingkup etika medis. Panduan dan standar etika
yang ada terkait dengan profesi yang dijalaninya itu sendiri. Panduan dan standar
profesi tersebut mengarah pada terjadinya inklusi atau eksklusi orang – orang
yang terlibat dalam profesi tersebut. Kelalaian dalam menjalani panduan dan

5
standar etika yang ada secara umum tidak memiliki dampak terhadap dokter
dalam hubungannya dengan pasien. Namun, hal ini akan mempengaruhi
keputusan dokter dalam memberikan tata laksana yang baik. Hal tersebut dapat
menghasilkan reaksi yang kontroversial dan menimbulkan kerugian baik kepada
dokter, maupun kepada pasien karena dokter telah melalaikan standar etika yang
ada. Tindakan tidak profesional yang dilakukan dengan mengabaikan standar etika
yang ada umumnya hanya berurusan dengan komite disiplin dari profesi tersebut.
Hukuman yang diberikan termasuk pelarangan tindakan praktik untuk sementara
dan pada kasus yang tertentu dapat dilakukan tindakan pencabutan izin praktek.
2.2.2 Legal malpractice, teridiri dari :
a. Administrative malpractice
Administrative malpracticeterjadi apabila dokter atau tenaga kerja
kesehatan lain melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang
berlaku, misalnya menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau izin praktek,
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau iinnya, menjalanka
praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa dan menjalankan praktek tanpa
membuat catatan medik.
b. Civil malpractice
Civil malpractice adalah tipe malpraktek dimana dokter karena
pengobatannya dapat mengakibatkan pasien meninggal atau luka tetapi dalam
waktu yang sama tidak melanggar hukum pidana. Sementara Negara tidak dapat
menuntut secara pidana, tetapi pasien atau keluarganya dapat menggugat dokter
secara perdata untuk mendapatkan uang sebagai ganti rugi. Tanggung jawab
dokter tersebut tidak berkurang meskipun pasien tersebut kaya atau tidak mampu
membayar. Misalnya seorang dokter yang menyebabkan pasien luka atau
meningggal akibat pemakaian metode pengobatan yang sama sekali tidak benar
dan berbahaya tetapi sulit dibuktikan pelangggaran pidananya, maka pasien atau
keluarganya dapat menggugat perdata.
Pada civil malpractice, tanggung gugat dapat bersifat individual atau
korporasi. Dengan prinsip ini maka rumah sakit dapat bertanggung gugat atas

6
kesalahan yang dilakukan oleh dokter-dokternya asalkan dapat dibuktikan bahwa
tindakan dokter itu dalam rangka melaksanakan kewajiban rumah sakit.
2.2.3 Criminal malpractice
Criminal malpracticeterjadi ketika seorang dokter yang menangani sebuah
kasus telah melanggar undang-undang hukum pidana. Malpraktik dianggap
sebagai tindakan kriminal dan termasuk perbuatan yang dapat diancam hukuman.
Hal ini dilakukan oleh Pemerintah untuk melindungi masyarakat secara umum.
Perbuatan ini termasuk ketidakjujuran, kesalahan dalam rekam medis,
penggunaan ilegal obat – obat narkotika, pelanggaran dalam sumpah dokter,
perawatan yang lalai, dan tindakan pelecehan seksual pada pasien yang sakit
secara mental maupun pasien yang dirawat di bangsal psikiatri atau pasien yang
tidak sadar karena efek obat anestesi.
Peraturan hukum mengenai tindak kriminal memang tidak memiliki
batasan antara tenaga profesional dan anggota masyarakat lain. Jika perawatan
dan tatalaksana yang dilakukan dokter dianggap mengabaikan atau tidak
bertanggung jawab, tidak baik, tidak dapat dipercaya dan keadaan - keadaan yang
tidak menghargai nyawa dan keselamatan pasien maka hal itu pantas untuk
menerima hukuman. Dan jika kematian menjadi akibat dari tindak malpraktik
yang dilakukan, dokter tersebut dapat dikenakan tuduhan tindak kriminal
pembunuhan. Tujuannya memiliki maksud yang baik namun secara tidak
langsung hal ini menjadi berlebihan. Seorang dokter dilatih untuk membuat
keputusan medis yang sesuai dan tidak boleh mengenyampingkan pendidikan dan
latihan yang telah dilaluinya serta tidak boleh membuat keputusan yang tidak
bertanggung jawab tanpa mempertimbangkan dampaknya. Ia juga tidak boleh
melakukan tindakan buruk atau ilegal yang tidak bertanggung jawab dan tidak
boleh mengabaikan tugas profesionalnya kepada pasien. Dia juga harus selalu
peduli terhadap kesehatan pasien.
Criminal malpractice sebenarnya tidak banyak dijumpai. Misalnya
melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau adanya dokter
yang sengaja melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medik,
(appendektomi, histerektomi dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu

7
dilakukan, jadi sematamata untuk mengeruk keuntungan pribadi. Memang dalam
masyarakat yang menjadi materialistis, hedonistis dan konsumtif, dimana
kalangan dokter turut terimbas, malpraktek diatas dapat meluas.

Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktek medik menjadi


dua bentuk, yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek yuridis
(yuridical malpractice), ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum (Anny
Isfandyarie, 2006).
a. Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan
melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya
sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang melakukan
tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan.
b. Malpraktek Yuridis
Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk,
yaitu malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana
(criminal malpractice) dan malpraktek administratif (administrative
malpractice).
1. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)
Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang
menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi)
didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya
perbuatan melanggar hukum, sehingga menimbulkan kerugian
kepada pasien. Adapun isi daripada tidak dipenuhinya perjanjian
tersebut dapat berupa:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib
dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan,
tetapi terlambat melaksanakannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan,
tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan

8
2. Malpraktek Pidana
Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau
mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau
kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien
yang meninggal dunia atau cacat tersebut. Malpraktek pidana ada
tiga bentuk yaitu:
a. Malpraktek pidana karena kesengajaan, misalnya pada kasus
aborsi tanpa indikasi medis, tidak melakukan pertolongan pada
kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang
bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak
benar.
b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness),
misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak
sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa
disertai persetujuan tindakan medis.
c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya
terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan
tenaga kesehatan yang kurang hati-hati.
3. Malpraktek Administratif
Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan
melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang
berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau
izin praktek.

2.3 Unsur-Unsur Malpraktek Medis


Untuk memahami malpraktek medis dari pandangan hukum, pengertian
dan isinya serta akibat hukum bagi pembuatnya harus memahami isi dan syarat
yang secara utuh dan ada di dalam tiga aspek pokok malpraktek medis tersebut.
Perbuatan malpraktek medis terdapat pada pemeriksaan, menarik diagnosis atas
fakta hasil pemeriksaan, wujud perlakuan terapi, maupun perlakuan untuk
menghindari kerugian dari salah diagnosis dan salah terapi.

9
Perbuatan dalam perlakukan medis dokter dapat berupa perbuatan aktif
dan dapat pula perbuatan pasif. Perbuatan dalam pelayanan/ perlakuan medis
dokter yang dapat dipersalahkan pada pembuatnya harus mengandung sifat
melawan hukum. Sifat melawan hukum yang timbul disebabkan oleh beberapa
kemungkinan antara lain :
 Dilanggarnya standar profesi kedokteran;
 Dilanggarnya standar operasional procedural;
 Dilanggarnya hukum, misalnya praktik tanpa SIP (Surat Izin
Praktek)
atau STR (Surat Tanda Registrasi);
 Dilanggarnya kode etik kedokteran;
 Dilanggarnya prinsip-prinsip umum kedokteran;
 Dilanggarnya kesusilaan umum;
 Praktek kedokteran tanpa informed consent;
 Terapi tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien;
 Terapi tidak sesuai dengan informed consent
Pertimbangan untuk menentukan adanya malpraktek kedokteran tidak
dapat dipisahkan dari sikap batin dokter sebelum berbuat sesuatu kepada
pasiennya. Sikap batin yang diperlukan dalam malpraktek kedokteran dapat
berupa kesengajaan atau kelalaian. Unsur-unsur yang mengakibatkan terjadinya
malpraktek antara lain :
 Adanya perbuatan (aktif maupun pasif) tertentu dalam praktek
kedokteran
 Yang dilakukan oleh dokter atau yang ada dibawah perintahnya
 Dilakukan terhadap pasiennya
 Dengan sengaja maupun kelalaian
 Yang bertentangan dengan standar profesi, standar prosedur,
prinsip-prinsip professional kedokteran atau melanggar
hukum, atau dilakukan tanpa wewenang baik disebabkan
tanpa informed consent, tanpa STR, tanpa SIP dilakukan tidak
sesuai dengan kebutuhan medis pasien dan sebagainya.
 Yang menimbulkan akibat kerugian bagi kesehatan fisik
maupun mental, atau nyawa pasien
Unsur Malpraktek
1. Dokter itu mempunyai kewajiban terhadap pasien.
2. Dokter itu gagal dalam memenuhi kewajibannya terhadap pasien.

10
3. Sebagai akibat dari kegagalan dokter itu untuk memenuhi
kewajibannya, maka sampai terjadi kerugian terhadap pasien.
4. Kegagalan sang dokter untuk memenuhi kewajibannya adalah
penyebab langsung dari luka yang timbul.
Malpraktek meliputi:
a. Unsur kesengajaan (intensional)
Unsur kesengajaan (intensional) menyebabkan professional misconducts
(melakukan tindakan yang tidak benar)
 Penahanan pasien
Tindak pidana ini menurut pasal 333 KUHP, yaitu “barang siapa dengan
sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan (menahan) orang atau
meneruskan tahanan itu dengan melawan hak”. Istilah dari kata “menahan” dan
“meneruskan penahanan” dari pasal di atas, adalah:
a. Menahan; menunjukkan aflopende-delicten (delik yang sekilas atau sekejap).
b. Meneruskan penahanan; menunjukkan voor tdurende delicten (delik yang
selalu/ terus-menerus diperbuat).
Unsur-unsur dari pasal 333, yaitu:
a. Perbuatan “menahan/ merampas kemerdekaan”.
b. Yang ditahan “orang”.
c. Penahanan terhadap orang itu untuk melawan hak.
d. Adanya unsur kesengajaan dan melawan hukum.
Pasal 333 KUHP ini hanya melindungi kemerdekaan badan seseorang, bukan
kemerdekaan jiwa. Jadi, harus adanya perbuatan yang menyentuh badan seseorang
yang ditahan, misalnya diikat tangannya sehingga sulit bergerak.
 Buka rahasia kedokteran tanpa hak
Menurut undang-undang RI NO. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Pasal 4 berbunyi demikian :
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
2. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-
undangan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan
Menteri.
Sanksi yang diberikan dapat sebagai berikut :

11
1. Sanksi terhadap pelanggaran dari hukum diterapkan oleh penguasa (orang
atau lembaga yang memegang kekuasaan).
2. Sanksi terhadap pelanggaran dari etika diterapkan oleh masyarakat.
 Aborsi illegal
Banyak pendapat mengenai abortus provocatus yang disampaikan oleh
berbagai ahli dalam berbagai macam bidang seperti agama, kedokteran, sosial,
hukum, eugenetika, dan sebagainya. Pada umumnya setiap Negara mempunyai
undang-undang yang melarang abortus provocatus (pengguguran kandungan).
Abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai pengobatan, apabila merupakan
satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus
therapeuticus). Dalam undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan
diperjelas mengenai hal ini. Indikasi medic ini dapat berubah-ubah sesuai
perkembangan ilmu kedokteran. Beberapa penyakit seperti hipertensi,
tuberkulosis dan sebagainya. Sebaliknya ada pula negara yang membenarkan
indikasi sosial, humaniter, dan eugenetik, seperti misalnya di Swedia dan Swiss
yaitu bukan semata-mata untuk menolong ibu, melainkan juga
mempertimbangkan demi keselamatan anak, baik jasmaniah maupun rohaniah.
Keputusan untuk melakukan abortus provocatus therapeuticus harus dibuat
oleh sekurang-kurangnya dua dokter dengan persetujuan tertulis dari wanita hamil
yang bersangkutan, suaminya dan atau keluarganya yang terdekat. Hendaknya
dilakukan dalam suatu rumah sakit yang mempunyai cukup sarana untuk
melakukannya.
Menurut penyelidikan, abortus provocatus paling sering terjadi pada wanita
bersuami, yang telah sering melahirkan, keadaan sosial dan keadaan ekonomi
rendah. Ada harapan abortus provocatus di kalangan wanita bersuami ini akan
berkurang apabila keluarga berencana sudah dipraktekkan dengan tertib. Setiap
dokter perlu berperan serta untuk membantu suksesnya program keluarga
berencana ini. Seperti yang telah diatur pada pasal 349 KUHP, “Jika seorang
dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal
346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan

12
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.” dimana dokter dapat dikenakan
sanksi 4 tahun penjara.
 Euthanasia
Euthanasia memiliki tiga arti, yaitu :
 Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan dan
bagi yang beriman dengan nama Allah di bibir.
 Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) penderitaan pasien diperingan
dengan memberi obat penenang.
 Mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja atas permintaan
pasien sendiri dan keluarganya.
Pada suatu saat seorang dokter mungkin menghadapi pasien dengan
penderitaan yang tidak tertahankan, misalnya karena kanker dalam keadaan yang
menyedihkan, kurus kering bagaikan tulang dibungkus kulit, menyebarkan bau
busuk, menjerit-jerit dan sebagainya. orang yang berpendirian pro euthanasia
dalam butir c, akan mengajukan supaya pasien diberi saja morphin dalam dosis
lethal, supaya ia bebas dari penderitaan yang berat itu. Di beberapa Negara Eropa
dan Amerika sudah banyak terdengar suara yang pro-euthanasia, mereka
mengadakan gerakan yang mengukuhkannya dalam undang-undang. Sebaliknya,
bagi mereka yang kontra-euthanasia berpendirian bahwa tindakan demikian sama
dengan pembunuhan.
Kita di Indonesia sebagai umat yang beragama dan berfalsafah atau
berazazkan Pancasila percaya pada kekuasaan mutlak dari Tuhan Yang Maha Esa.
Segala sesuatu yang diciptakannya serta penderitaan yang dibebankan kepada
makhlukNya mengandung makna dan maksud terentu. dokter harus mengerahkan
segala kepandaianannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan
memelihara hidup akan tetapi tidak untuk mengakhirinya.
 Keterangan palsu
Pada pasal 267 KUHP dinyatakan bahwa :
(1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu
tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke
dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana
penjara paling lama delapan tahun enam bulan.

13
(3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai
surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

 Praktik tanpa ijin/tanpa kompetensi


Pada pasal 2 kodeki, disebutkan bahwa, “Seorang dokter harus senantiasa
berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi”.
Ijazah yang dimiliki seseorang, merupakan persyartan untuk memperoleh ijin
kerja sesuai profesinya (SID (surat ijin dokter) atau SP (Surat Penugasan)). Untuk
melakukan pekerjaan profesi kedokteran, wajib dituruti peraturan
perundangundangan yang berlaku (SP, yaitu : Surat Ijin Penugasan).
 Sengaja tidak mematuhi standar

b. Kurang Keahlian (Lack of Skill)


Melakukan tindakan diluar kemampuan atau kompetensi seorang dokter,
kecuali pada situasi kondisi sangat darurat, seperti melakukan pembedahan oleh
bukan dokter, dan mengobati pasien diluar spesialisasinya.
 Kompentensi kurang atau diluar kompetensi / kewenangan
 Sering menjadi penyebab eror
 Sering dikaitkan dengan kompetensi institusi/ sarana
 Kadang dapat dibenarkan pada situasi kondisi lokal tertentu

c. Kelalaian (Negligence)
Melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian pada pasien.
Kelalaian medik merupakan salah satu bentuk dari malpraktek medis, sekaligus
merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya
kelalaian terjadi apabila seorang dengan tidak sengaja melakukan sesuatu (komisi)
yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang
seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada
suatu keadaan dan situasi yang sama.
 Malfeasance (pelanggaran jabatan)
Melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tindakan yang tidak tepat
dan layak (unlawful/improper). Seperti melakukan tindakan pengobatan tanpa
indikasi yang memadai dan mengobati pasien dengan coba-coba tanpa dasar yang
jelas.
 Misfeasance (ketidak hati-hatian)

14
Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan
tidak tepat (improper performance). Seperti melakukan tindakan medis dengan
menyalahi prosedur.
Suatu perbuatan atau sikap tenaga medis dianggap lalai apabila memenuhi
empat unsur di bawah ini:
 Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan atau
tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada
suatu kondisi medis tertentu
 Dereliction of the duty/penyimpangan kewajiban tersebut
 Damage/kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai
kerugian akibat layanan dari kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh
pemberi layanan
 Direct causal relationship/hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini
harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban
dengan kerugian yang setidak-tidaknya merupakan “proximate cause”.

2.4 Aspek Hukum Malpraktek Medis


2.4.1 Aspek Hukum Perdata
Hubungan dokter dengan pasien merupakan transaksi teraupetik yaitu
hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.
Berbeda dengan transaksi yang biasa dilakukan masyarakat, transaksi teraupetik
memiliki sifat atau ciri yang berbeda dengan perjanjian pada umumnya,
kekhususan terletak pada atau mengenai objek yang
diperjanjikan.Hubunganhukum dokter dengan pasien dalam kontrak teraupetik
membentuk pertanggung jawaban perdata malpraktek kedokteran.
Disamping melahirkan kewajiban bagi para pihak, hubungan hukum antara
dokter dan pasien juga membentuk pertanggung jawaban hukum masing-masing.
Bagi pihak dokter , prestasi berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu in casu
berbuat salah atau keliru dalam perlakukan medis yang semata-mata dilakukan
untuk kepentingan kesehatan pasien adalah kewajiban hukum yang sangat
mendasar dalam perjanjian dokter dengan pasie (kontrak teraupetik) yang dalam
Pasal 39 UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran disebut sebagai
kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien.

15
Ukuran berbuat sesuatu secara maksimal dengan sebaik-baiknya harus
berdasarkan pada standar profesi medis dan standar prosedur atau bagi dokter
atau yang dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Prakter Kedokteran disebutkan
dengan istilah”standar profesi dan standar operasional prosedur” (pasal 50 jo 51).
Sementara dalam pasal 44 (1) disebut sebagai standar pelayana kedokteran atau
dokter gigi yang isinya dibedakan menurut jenis dan starata pelayana kesehatan
(ayat 2) . Standar pelayanan kedokteran dan dokter gigi lebih lanjut diatur dalam
Peraturan Menteri (Ayat3).
Beban pertanggung jawaban dokter terhadap akibat malpraktek kedokteran
karena wanprestasi lebih luas dari beban pertanggung jawaban karena perbuatan
melawan hukum dari pasal 1236 jo 1239 BW, selain penggantian kerugian pasien
juga dapat menuntut biaya dan bunga. Wujud kerugian dalam wanprestasi
pelayana dokter harus benar-benar akibat (causal verband) dari perlakuan medis
yang menyalahi standar profesi kedokteran dan SOP.
Apabila dalam perlakuan medis terdapat kesalahan dengan menimbulkan
akibat kerugian maka pasien berhak menuntut adanya penggantian kerugian
berdasarkan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 BW). Dalam hal ini
perlakukan medis dokter yang menyalahi standa profesi kedokteran dan SOP
dapat masuk dalam kategori melawan hukum.

2.4.2 Aspek Hukum Pidana


Malpraktek medis bisa bisa masuk lapangan hukum pidana apabila
memenuhi syarat-syarat tertentu dalam 3 aspek, yaitu :
a. Syarat dalam sikap batin
Sikap batin adalah sesuatu yang ada dalam batin sebelum seseorang
berbuat. Apabila kemampuan mengarahkan dan mewujudkan alam batin kedalam
perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang, hal itu disebut kesengajaan. Namun
apabila kemampuan berpikir , berperasaan, berkehendak itu tidak digunakan
sebagaimana mestinya dalam hal melakukan suatu perbuatan yang pada
kenyataannya dilarang, maka sikap batin tersebut dinamakan kelalaian (culpa).
Jadi perbedaan antara kesengajaan dan kelalaian sebenarnya hanyalah dari sudut
tingkatannya (graduasi belaka)
b. Syarat dalam perlakuan medis

16
Yaitu syarat perlakuan medis yang menyimpang. Semua perbuatan dalam
pelayanan medis dapat mengalami kesalahan (sengaja atau lalai ) yang pada
ujungnya menimbulkan malpraktek kedokteran apabila dilakukan secara
menyimpang.
c. Syarat mengenai hal akibat
Yaitu syarat mengenai timbulnya kerugian bagi kesehatan atau nyawa
pasien. Akibat yang boleh masuk pada lapangan malpraktek medis harus akibat
yang merugikan pihak yang ada hubungan hukum dengan dokter. Apakah
malpraktek medis masuk dalam lapangan perdata atau pidana, penentu pada
akibat. Sifat akibat dan letak hukum pengaturannya menentukan kategori
malpraktek kedokteran antara malpraktek pidana atau perdata.
Dalam hukum pidana akibat merugikan yang masuk dalam ranah hukum
pidana apabila jenis kerugian tersebut masuk dalam rumusan kejahatan menjadi
unsur tindak pidana akibat kematian dan luka yang merupakan unsur kejahatan
pasal 359 dan 360 maka bila kelalaian/ culpa perlakukan medis terjadi dan
mengakibatkan kematian atau luka sejenis yang ditentukan dalam pasal ini maka
perlakuan medis masuk kategori malpraktek pidana.
Ada perbedaan akibat kerugian oleh maplraktek perdata dengan
malpraktek pidana. Kerugian karena malpraktek perdata lebih luas dari
malpraktek pidana. Akibat-akibat malpraktek perdata khususnya termasuk
perbuatan melawan hukum terdiri atas kerugian materiil dan idiil. Bentuk-bentuk
kerugian tidak dimuat secara khusus dalam UU. Akibat malpraktek kedokteran
yang menjadi tindak pidana harus berupa akibat yang sesuai yang ditentukan
dalam UU.
Malpraktek pidana yang sering terjadi akibat tindakan medis antara lain :
a. Penganiayaan (mishandeling)
Malpraktek medis dapat menjadi penganiayaan jika ada kesengajaan , baik
terhadap perbuatan maupun akibat perbuatan. Pembedahan tanpa informed
consent termasuk penganiayaan. Sifat melawan hukumnya terletak pada tanpa
informed consent sehingga jika ada informed consent maka pembedahan secara
penganiayaan kehilangan sifat melawan hukum. Informed consent merupakan
dasar peniadaan pidana, sebagai alasan pembenar, bukan alasan pemaaf.

17
Selain itu, alasan pembenar pembedahan sebagai penganiayaan juga
terletak pada maksud dan tujuannya, yakni untuk mencapai tujuan yang patut.
Arrest HR (10-2-1902) dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa “jika
menimbulkan luka atau sakit pada tubuh bukan menjadi tujuan melainkan sarana
belaka untuk mencapai suatu tujuan yang patut maka tidak ada penganiayaan.
Dengan demikian sebaliknya, walaupun mendapatkan informed consent jika
untuk mencapai tujuan yang tidak patut maka pembedahan merupakan
penganiayaan.
KUHP membedakan lima macam penganiayaan, yakni bentuk standar,
atau sering disebut sebagai bentuk pokok (pasal 351) atau biasa ; penganiayaan
ringan (pasal 352); penganiayaan berencana (pasal 353); penganiayaan berat
(pasal 354) dan penganiayaan berat berencana pasal (355). Unsur-unsur yang
harus dibuktikan meliputi:
1. Adanya kesengajaan
2. Adanya wujud perbuatan
3. Adanya akibat perbuatan
4. Adanya causa verband antara wujud
perbuatan dan timbulnya akibat yang
terlarang.

b. Kealpaan yang menyebabkan kematian


Pasal 359 KUHP dapat menampung semua perbuatan yang dilakukan yang
mengakibatkan kematian. Dimana kematian bukanlah dituju atau dikehendaki.
Disamping adanya sikap culpa harus ada tiga unsur lagi yang menyebabkan orang
lain mati yaitu :
1. Harus adanya perbuatan
2. Adanya akibat berupa kematian
3. Adanya causa verband antara wujud perbuatan dengan akibat kematian.
Khusus dalam mencari causal verband antara tindakan medis dengan akibat
yang timbul sesudah tindakan medis dilakukan digunakan ilmu kedokteran
sendiri. Tidak cukup dengan akal orang awam, tetapi harus menggunakan ilmu
kedokteran.
c. Kealpaan yang menyebabkan luka-luka

18
Selain pasal 359 KUHP, pasal 360 KUHP juga sudah lazim digunakan
untuk mendakwa dokter atas dugaan malprakek kedokteran, selanjutnya pasal 359
jika ada kematian dan pasal 360 jika ada luka.
Unsur-unsur dalam pasal 360 ayat 1 yakni :
1. Adanya kelalaian
2. Adanya wujud perbuatan
3. Adanya akibat luka berat
4. Adanya hubungan causal antara luka berat dengan wujud perbuatan
Sama halnya dengan pasal 359, tindak pidana ini juga merupakan tindak
pidana materiil berupa tindak pidana dimana timbulnya akibat oleh perbuatan
sebagai syarat selesainya tindak pidana.

2.4.3. Aspek Hukum Administrasi


Dari sudut hukum, pelanggaran hukum administrasi kedokteran merupakan
sifat melawan hukum perbuatan malpraktek. Hukum Administrasi Kedokteran
UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran , menentukan beberapa syarat
bagi dokter untuk menjadi wewenang menjalankan praktek. Syarat prakter
tersebut adalah :
i. Memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) Dokter atau Dokter
gigi (pasal 29)
ii. Khusus dokter lulusan luar negeri yang praktek di Indonesia
atau dokter asing dapat diberikan Surat Tanda Registrasi
(pasal 30)
iii. Memiliki Surat Izin Praktek (SIP) (pasal 36 jo 37)
Untuk ahli spesialis , ada peraturan menteri kesehatan no.
561/Menkes/Per/X/1981 tentang pemberian ijin menjalankan
pekerjaan dan ijin praktek bagi dokter spesialis.
Tindak pidana malpraktek medis bermula dari pelanggaran hukum
administrasi. Pelanggaran hukum administrasi yang menjadi tindak pidana
praktek medis, potensial menjadi malpraktek pidana sekaligus malpraktek perdata.
Setiap malpraktek pidana sekaligus mengandung unsur malpraktek perdata. Tetapi
malpraktek perdata tidak selalu menjadi malpraktek pidana.

19
BAB III
CONTOH KASUS

3.1. Contoh Kasus

Kasus ini terjadi di Medan. Terkait kasus dugaan melakukan aborsi di


salah satu rumah yang diduga dijadikan sebagai tempat praktek aborsi di Jalan
Lubuk Kuda Gang Marco Sentosa Lama yang digerebek anggota Reskrim
Poltabes Medan, Sabtu (12/12) lalu, dua orang telah dijadikan tersangka dan
masih ditahan di Mapoltabes Medan. Kedua tersangka yakni Dr J dan Bidan M.
Kasat Reskrim Kompol Gidion Arif Setyawan SIK dan Kanit VC Poltabes
Medan AKP Ronny Nicolas Sidabutar SIK saat dikonfirmasi SIB, Senin (14/12)
membenarkan bahwa pihaknya telah menetapkan Dr J dan Bidan M sebagai
tersangka dan masih ditahan di Mapoltabes Medan guna pengusutan lebih lanjut.
Untuk biaya aborsi, Ny. R dikenakan biaya Rp 2 juta oleh tersangka.
Diduga, R melakukan aborsi atas kemauan dirinya sendiri karena malu
mengandung janin hasil perselingkuhan dengan S yang sudah mempunyai istri.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, penggerebekan itu berawal dari adanya
laporan masyarakat yang menyebutkan bahwa satu rumah di Jalan Lubuk Kuda
Gang Marco Sentosa Lama kerap kali dijadikan tempat praktek aborsi.
Kemudian anggota Unit VC Reskrim Poltabes Medan melakukan
penyelidikan di lapangan sekaligus menggerebek rumah tersebut. Dr J dan Bidan
M yang diduga sebagai pelaku aborsi tersebut selanjutnya diboyong ke
Mapoltabes Medan untuk diperiksa. (M16/y)

3.2. Pembahasan
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran
janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus
Criminalis”

Yang menerima hukuman adalah:

20
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi

Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992, dijelaskan


bahwa tindakan medis dalam bentuk apapun dan atau pengguguran kandungan
dengan alasan apapun dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma
agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat
sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat
diambil tindakan medis tertentu. Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-
benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis
tertentu itu, ibu hamil dan atau janinnya terancam bahaya maut.
Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah
tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya
yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Sebelum melakukan
tindakan medis tertentu tenaga kesehatan harus terlebih dahulu meminta
pertimbangan tim ahli yang dapat terdiri dari berbagai bidang seperti medis,
agama, hukum, dan psikologi.

Beberapa pasal yang terkait adalah:


Pasal 299
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan
harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda
paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau
jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah
sepertiga. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam
menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan
pencarian itu.

21
Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat
anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.

Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut
akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau
tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena
melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang
lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan
dengan rencana.

Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.

Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama 12 tahun
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama 15 tahun.

Pasal 348

22
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga
dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan
dilakukan.

UU Kesehatan No.23 Tahun 1992


Pasal 15:
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya
dapat dilakukan: Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan
diambilnya tindakan tersebut.
3. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi erta
berdasarkan pertimbangan tim ahli.
4. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya.
5. Pada sarana kesehatan tertentu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Pasal 80:

23
Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 15 ayat (1) dan ayat (92), dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (liam belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).

Jadi, pada kasus aborsi di atas, pelaku (bidan dan dokter) ditindak oleh
kepolisian dan dijerat KUHP Bab XIX Pasal 299, 348 dan 349 serta UU
Kesehatan No.23 tahun 1992 Pasal 80 ayat 1. Pelaku juga dicabut ijin praktiknya.
Sedangkan korban dijerat KUHP pasal 346.

24
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Tindak pidana malpraktek medis bermula dari pelanggaran hukum
administrasi. Pelanggaran hukum administrasi yang menjadi tindak pidana
praktek medis, potensial menjadi malpraktek pidana sekaligus malpraktek perdata.
Seitap malpraktek pidana sekaligus mengandung unsur malpraktek perdata. Tetapi
malpraktek perdata tidak selalu menjadi malpraktek pidana. Untuk melihat apakah
malpraktek medis masuk dalam lapangan perdata atau pidana, penentu pada
akibat. Sifat akibat dan letak hukum pengaturannya menentukan kategori
malpraktek medis antara malpraktek pidana atau perdata.
Dalam aspek hukum perdata hubungan antara dokter atau tenaga kesehatan
lainnya merupakan transaksi teraupetik yaitu hubungan hukum yang melahirkan
hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Beban pertanggung jawaban dokter
terhadap akibat malpraktek kedokteran karena wanprestasi lebih luas dari beban
pertanggung jawaban karena perbuatan melawan hukum dari pasal 1236 jo 1239
BW, selain penggantian kerugian pasien juga dapat menuntut biaya dan bunga.
Wujud kerugian dalam wanprestasi pelayana dokter harus benar-benar akibat
(causal verband) dari perlakuan medis yang menyalahi standar profesi kedokteran
dan SOP.
Dalam aspek hukum pidana Malpraktek medis bisa bisa masuk lapangan
hukum pidana apabila memenuhi syarat-syarat tertentu dalam 3 aspekpidana
yaitu : 1) syarat sikap batin, 2) syarat dalam perlakuan medis, 3) syarat dalam hal
akibat. Malpraktek pidana yang sering terjadi didalam malpraktek medis adalah :
1). Penganiayaan (pasal 351, 352, 353, 354, 353. 2) kealfaan yang menyebabkan
kematian (pasal 359), 3) kealpaan yang menyebabkan luka-luka (pasal 360)
Aspek hukum administrasidari sudut hukum, pelanggaran hukum
administrasi kedokteran merupakan sifat melawan hukum perbuatan malpraktek.
Hukum Administrasi Kedokteran UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek

25
Kedokteran , menentukan beberapa syarat bagi dokter untuk menjadi wewenang
menjalankan praktek.

4.2. Saran

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. Veronica Komalawati, S.S.,M.H. Persetujuan Dalam Hubungan Dokter


Dan Pasien. Bandung, 1999.
2. Drs. H. Adami Chazawi, S.H. Malpraktik kedokteran. Bayumedia Publising
Malang, 2007.J. Guwandi, S.H. Hukum Medik FKUI. Jakarta, 2004.
3. KEMENKES RI. N0. 1076/MENKES/SK/VII/2003.KUHP, KUHPer.
4. Rinanto Suryadhimartha, S.H.,M.Sc. Hukum Malpraktik Kedokteran.
Yogyakarta, Totalmedia 2011.UU No. 29 Tahun 2009. Tentang Praktik
Kedokteran.

27

Anda mungkin juga menyukai