Anda di halaman 1dari 16

Telaah Ilmiah

Malpraktek Medis

Oleh

Nur Haniyyah, S.Ked 04084821719186

Darian Davin 04084821719187

M. Rizky Rasyadi 04084821719188

Nicho Saputra Nugraha 04054821820134

Riska Mareta 04054821820071

Dika Dwiyasa 04054821820075

Pembimbing

dr. Baringin Sitanggang

DEPARTEMEN FORENSIK

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Telaah Ilmiah

Malpraktek Medis

Oleh:
Nur Haniyyah, S.Ked 04084821719186

Darian Davin 04084821719187

M. Rizky Rasyadi 04084821719188

Nicho Saputra Nugraha 04054821820134

Riska Mareta 04054821820071

Dika Dwiyasa 04054821820075

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Forensik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 26 Maret 2018 s.d 30 April 2018

Palembang, April 2018

dr. Baringin Sitanggang

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan
berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Malpraktek Medis” ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan
klinik senior di Bagian Forensik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. Penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada
dr. Baringin Sitanggang atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan telaah ilmiah ini.
Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk
penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1 Definisi Malpraktek Medis ....................................................................... 3
2.2 Unsur-Unsur Malpraktek Medis .............................................................. 5
2.3 Aspek Hukum Malpraktek Medis............................................................ 6
2.3.1. Aspek Hukum Perdata ................................................................ 7
2.3.2. Aspek Hukum Pidana .................................................................. 7
2.3.3. Aspek Hukum Administrasi ........................................................ 7
2.4 ..................................................................................................................... 9
BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

Malpraktek bukanlah menjadi sebuah kata yang asing lagi bagi kita saat ini.
Malpraktek seolah-olah menjadi identik dengan pelayanan buruk dokter. Meskipun dalam
UU yang berkaitan dengan kesehatan baik UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek
Kedokteran, UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, UU No. 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit maupun UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen tidak ada
ditemukan satu katapun tentang malpraktek yang mengatur pengertian tentang
malpraktek.
Pengertian masyarakat tentang malpraktek juga dinilai masih kurang dan tidak
paham. Jika membaca dan melihat pemberitaan tentang malpraktek medis sungguh jarang
kita mendengar adanya laporan malpraktek medis karena tidak memiliki SIP (Surat Izin
Praktek) atau STR (Surat Tanda Registrasi). Ketika si pasien telah meninggal dunia atau
mengalami cacat barulah dianggap sebagai sebuah malpraktek medis. Pandangan
terhadap malpraktek kedokteran juga dapat dilihat dari sudut kewajiban dokter yang
dilanggar, artinya dihubungkan dengan kewajiban dokter. Kesalahan dokter karena tidak
memiliki Surat Izin Praktik dan/atau Surat Tanda Registrasi juga dapat disebut sebagai
malpraktek kedokteran sebagaimana terdapat dalam Pasal 29 ayat 1 dan pasal 36 yang
ancaman pidananya diatur dalam pasal 76 UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktek
kedokteran.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Malpraktek Medis

Menurut Stedman’s Medical Dictionary, malpraktek adalah salah cara


mengobati suatu penyakit atau luka karena disebabkan sikap tindak yang acuh,
sembarangan atau berdasarkan motivasi criminal.
Menurut Coughlin’s Dictionary Law, malpraktek adalah sikap tindak
professional yang salah dari seorang yang berprofesi, seperti dokter, ahli hukum,
akuntan, dokter gigi, dokter hewan.
Menurut Balck’s Law Dictionary, malpraktek adalah sikap tindak yang
salah, kekurangan keterampilan dalam ukuran tingkat yang tidak wajar. Istilah ini
pada umumnya dipergunakan terhadap sikap tindak dari para dokter , pengacara,
akuntan. Kegagalan untuk memberikan pelayanan professional dan melakukan
pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian yang wajar didalam
masyarakatnya oleh teman sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga
mengakibatkan luka, kehilangan atau kerugian pada penerima pelayanan tererbut
yang cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk didalamnya
setiap sikap tindak professional yang salah, kekurangan keterampilan yang tidak
wajar atau kurang kehati-hatian atau kewajiban hukum, praktek buruk, atau illegal
atau sikap immoral.
Menurut The Oxford Illustrated Dicionary, malpraktek adalah sikap tindak
yang salah; (hukum) pemberian pelayanan terhadap pasien yang tidak benar oleh
profesi medis; tindakan yang illegal untuk memperoleh keuntungan sendiri
sewaktu dalam posisi kepercayaan.
Dari pengertian diatas bahwa yang dimaksud dengan malpraktek adalah
tindakan dokter/ dokter gigi atau tenaga kesehatan yang tidak sesuai dengan
standar profesi, standar prosedur dan informed consent yang mengakibatkan

5
kematian atau cacat dan/atau kerugian materi pada pasien baik yang dilakukan
secara sengaja atau tidak sengaja.

2.2 Unsur-Unsur Malpraktek Medis

Untuk memahami malpraktek medis dari pandangan hukum, pengertian


dan isinya serta akibat hukum bagi pembuatnya harus memahami isi dan syarat
yang secara utuh dan ada di dalam tiga aspek pokok malpraktek medis tersebut.
Perbuatan malpraktek medis terdapat pada pemeriksaan, menarik diagnosis atas
fakta hasil pemeriksaan, wujud perlakuan terapi, maupun perlakuan untuk
menghindari kerugian dari salah diagnosis dan salah terapi.
Perbuatan dalam perlakukan medis dokter dapat berupa perbuatan aktif
dan dapat pula perbuatan pasif. Perbuatan dalam pelayanan/ perlakuan medis
dokter yang dapat dipersalahkan pada pembuatnya harus mengandung sifat
melawan hukum. Sifat melawan hukum yang timbul disebabkan oleh beberapa
kemungkinan antara lain :
 Dilanggarnya standar profesi kedokteran;
 Dilanggarnya standar operasional procedural;
 Dilanggarnya hukum, misalnya praktik tanpa SIP (Surat Izin Praktek)
atau STR (Surat Tanda Registrasi);
 Dilanggarnya kode etik kedokteran;
 Dilanggarnya prinsip-prinsip umum kedokteran;
 Dilanggarnya kesusilaan umum;
 Praktek kedokteran tanpa informed consent;
 Terapi tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien;
 Terapi tidak sesuai dengan informed consent
Pertimbangan untuk menentukan adanya malpraktek kedokteran tidak
dapat dipisahkan dari sikap batin dokter sebelum berbuat sesuatu kepada
pasiennya. Sikap batin yang diperlukan dalam malpraktek kedokteran dapat

6
berupa kesengajaan atau kelalaian. Unsur-unsur yang mengakibatkan terjadinya
malpraktek antara lain :
 Adanya perbuatan (aktif maupun pasif) tertentu dalam praktek
kedokteran
 Yang dilakukan oleh dokter atau yang ada dibawah perintahnya
 Dilakukan terhadap pasiennya
 Dengan sengaja maupun kelalaian
 Yang bertentangan dengan standar profesi, standar prosedur, prinsip-
prinsip professional kedokteran atau melanggar hukum, atau
dilakukan tanpa wewenang baik disebabkan tanpa informed consent,
tanpa STR, tanpa SIP dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan medis
pasien dan sebagainya.
 Yang menimbulkan akibat kerugian bagi kesehatan fisik maupun
mental, atau nyawa pasien

2.3 Aspek Hukum Malpraktek Medis

2.3.1. Aspek Hukum Perdata


Hubungan dokter dengan pasien merupakan transaksi teraupetik
yaitu hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua
belah pihak. Berbeda dengan transaksi yang biasa dilakukan masyarakat,
transaksi teraupetik memiliki sifat atau ciri yang berbeda dengan
perjanjian pada umumnya, kekhususan terletak pada atau mengenai objek
yang diperjanjikan.Hubungan hukum dokter dengan pasien dalam kontrak
teraupetik membentuk pertanggung jawaban perdata malpraktek
kedokteran.
Disamping melahirkan kewajiban bagi para pihak, hubungan
hukum antara dokter dan pasien juga membentuk pertanggung jawaban
hukum masing-masing. Bagi pihak dokter , prestasi berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu in casu berbuat salah atau keliru dalam perlakukan
medis yang semata-mata dilakukan untuk kepentingan kesehatan pasien

7
adalah kewajiban hukum yang sangat mendasar dalam perjanjian dokter
dengan pasie (kontrak teraupetik) yang dalam Pasal 39 UU No. 29 Tahun
2004 Tentang Praktek Kedokteran disebut sebagai kesepakatan antara
dokter atau dokter gigi dengan pasien.
Ukuran berbuat sesuatu secara maksimal dengan sebaik-baiknya
harus berdasarkan pada standar profesi medis dan standar prosedur atau
bagi dokter atau yang dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Prakter
Kedokteran disebutkan dengan istilah”standar profesi dan standar
operasional prosedur” (pasal 50 jo 51). Sementara dalam pasal 44 (1)
disebut sebagai standar pelayana kedokteran atau dokter gigi yang isinya
dibedakan menurut jenis dan starata pelayana kesehatan (ayat 2) . Standar
pelayanan kedokteran dan dokter gigi lebih lanjut diatur dalam Peraturan
Menteri (Ayat3).
Beban pertanggung jawaban dokter terhadap akibat malpraktek
kedokteran karena wanprestasi lebih luas dari beban pertanggung jawaban
karena perbuatan melawan hukum dari pasal 1236 jo 1239 BW, selain
penggantian kerugian pasien juga dapat menuntut biaya dan bunga.
Wujud kerugian dalam wanprestasi pelayana dokter harus benar-benar
akibat (causal verband) dari perlakuan medis yang menyalahi standar
profesi kedokteran dan SOP.
Apabila dalam perlakuan medis terdapat kesalahan dengan
menimbulkan akibat kerugian maka pasien berhak menuntut adanya
penggantian kerugian berdasarkan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365
BW). Dalam hal ini perlakukan medis dokter yang menyalahi standa
profesi kedokteran dan SOP dapat masuk dalam kategori melawan hukum.

2.3.2. Aspek Hukum Pidana


Malpraktek medis bisa bisa masuk lapangan hukum pidana
apabila memenuhi syarat-syarat tertentu dalam 3 aspek, yaitu :
a. Syarat dalam sikap batin

8
Sikap batin adalah sesuatu yang ada dalam batin sebelum
seseorang berbuat. Apabila kemampuan mengarahkan dan
mewujudkan alam batin kedalam perbuatan-perbuatan tertentu yang
dilarang, hal itu disebut kesengajaan. Namun apabila kemampuan
berpikir , berperasaan, berkehendak itu tidak digunakan sebagaimana
mestinya dalam hal melakukan suatu perbuatan yang pada
kenyataannya dilarang, maka sikap batin tersebut dinamakan kelalaian
(culpa). Jadi perbedaan antara kesengajaan dan kelalaian sebenarnya
hanyalah dari sudut tingkatannya (graduasi belaka)

b. Syarat dalam perlakuan medis


Yaitu syarat perlakuan medis yang menyimpang. Semua
perbuatan dalam pelayanan medis dapat mengalami kesalahan
(sengaja atau lalai ) yang pada ujungnya menimbulkan malpraktek
kedokteran apabila dilakukan secara menyimpang.

c. Syarat mengenai hal akibat


Yaitu syarat mengenai timbulnya kerugian bagi kesehatan atau
nyawa pasien. Akibat yang boleh masuk pada lapangan malpraktek
medis harus akibat yang merugikan pihak yang ada hubungan hukum
dengan dokter. Apakah malpraktek medis masuk dalam lapangan
perdata atau pidana, penentu pada akibat. Sifat akibat dan letak
hukum pengaturannya menentukan kategori malpraktek kedokteran
antara malpraktek pidana atau perdata.
Dalam hukum pidana akibat merugikan yang masuk dalam ranah
hukum pidana apabila jenis kerugian tersebut masuk dalam rumusan
kejahatan menjadi unsur tindak pidana akibat kematian dan luka yang
merupakan unsur kejahatan pasal 359 dan 360 maka bila kelalaian/
culpa perlakukan medis terjadi dan mengakibatkan kematian atau luka
sejenis yang ditentukan dalam pasal ini maka perlakuan medis masuk
kategori malpraktek pidana.

9
Ada perbedaan akibat kerugian oleh maplraktek perdata dengan
malpraktek pidana. Kerugian karena malpraktek perdata lebih luas dari
malpraktek pidana. Akibat-akibat malpraktek perdata khususnya termasuk
perbuatan melawan hukum terdiri atas kerugian materiil dan idiil. Bentuk-
bentuk kerugian tidak dimuat secara khusus dalam UU. Akibat malpraktek
kedokteran yang menjadi tindak pidana harus berupa akibat yang sesuai
yang ditentukan dalam UU.
Malpraktek pidana yang sering terjadi akibat tindakan medis antara lain :
a. Penganiayaan (mishandeling)
Malpraktek medis dapat menjadi penganiayaan jika ada
kesengajaan , baik terhadap perbuatan maupun akibat
perbuatan. Pembedahan tanpa informed consent termasuk
penganiayaan. Sifat melawan hukumnya terletak pada tanpa informed
consent sehingga jika ada informed consent maka pembedahan secara
penganiayaan kehilangan sifat melawan hukum. Informed consent
merupakan dasar peniadaan pidana, sebagai alasan pembenar, bukan
alasan pemaaf.
Selain itu, alasan pembenar pembedahan sebagai
penganiayaan juga terletak pada maksud dan tujuannya, yakni untuk
mencapai tujuan yang patut. Arrest HR (10-2-1902) dalam
pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa “jika menimbulkan luka
atau sakit pada tubuh bukan menjadi tujuan melainkan sarana belaka
untuk mencapai suatu tujuan yang patut maka tidak ada
penganiayaan. Dengan demikian sebaliknya, walaupun mendapatkan
informed consent jika untuk mencapai tujuan yang tidak patut maka
pembedahan merupakan penganiayaan.
KUHP membedakan lima macam penganiayaan, yakni
bentuk standar, atau sering disebut sebagai bentuk pokok (pasal 351)
atau biasa ; penganiayaan ringan (pasal 352); penganiayaan
berencana (pasal 353); penganiayaan berat (pasal 354) dan

10
penganiayaan berat berencana pasal (355). Unsur-unsur yang harus
dibuktikan meliputi :
i. Adanya kesengajaan
ii. Adanya wujud perbuatan
iii. Adanya akibat perbuatan
iv. Adanya causa verband antara wujud perbuatan dan timbulnya
akibat yang terlarang.

b. Kealpaan yang menyebabkan kematian


Pasal 359 KUHP dapat menampung semua perbuatan yang
dilakukan yang mengakibatkan kematian. Dimana kematian bukanlah
dituju atau dikehendaki. Disamping adanya sikap culpa harus ada tiga
unsur lagi yang menyebabkan orang lain mati yaitu :
i. Harus adanya perbuatan
ii. Adanya akibat berupa kematian
iii. Adanya causa verband antara wujud perbuatan dengan akibat
kematian.
Khusus dalam mencari causal verband antara tindakan medis
dengan akibat yang timbul sesudah tindakan medis dilakukan
digunakan ilmu kedokteran sendiri. Tidak cukup dengan akal orang
awam, tetapi harus menggunakan ilmu kedokteran.

c. Kealpaan yang menyebabkan luka-luka


Selain pasal 359 KUHP, pasal 360 KUHP juga sudah lazim
digunakan untuk mendakwa dokter atas dugaan malprakek
kedokteran, selanjutnya pasal 359 jika ada kematian dan pasal 360 jika
ada luka.
Unsur-unsur dalam pasal 360 ayat 1 yakni :
i. Adanya kelalaian
ii. Adanya wujud perbuatan
iii. Adanya akibat luka berat

11
iv. Adanya hubungan causal antara luka berat dengan wujud
perbuatan
Unsur-unsur dalam pasal 360 ayat 1 yakni :
i. Adanya kelalaian
ii. Adanya wujud perbuatan
iii. Adanya akibat : 1) yang menimbulkan penyakit, 2) luka yang
menjadikan halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian selama waktu tertentu.
iv. Adanya hubungan causal antara luka berat dengan wujud
perbuatan
Sama halnya dengan pasal 359, tindak pidana ini juga
merupakan tindak pidana materiil berupa tindak pidana dimana
timbulnya akibat oleh perbuatan sebagai syarat selesainya tindak
pidana.

2.3.3. Aspek Hukum Administrasi


Dari sudut hukum, pelanggaran hukum administrasi kedokteran
merupakan sifat melawan hukum perbuatan malpraktek. Hukum
Administrasi Kedokteran UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran , menentukan beberapa syarat bagi dokter untuk menjadi
wewenang menjalankan praktek. Syarat prakter tersebut adalah :
i. Memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) Dokter atau Dokter gigi
(pasal 29)
ii. Khusus dokter lulusan luar negeri yang praktek di Indonesia atau
dokter asing dapat diberikan Surat Tanda Registrasi (pasal 30)
iii. Memiliki Surat Izin Praktek (SIP) (pasal 36 jo 37)
Untuk ahli spesialis , ada peraturan menteri kesehatan no.
561/Menkes/Per/X/1981 tentang pemberian ijin menjalankan
pekerjaan dan ijin praktek bagi dokter spesialis.
Tindak pidana malpraktek medis bermula dari pelanggaran hukum
administrasi. Pelanggaran hukum administrasi yang menjadi tindak pidana

12
praktek medis, potensial menjadi malpraktek pidana sekaligus malpraktek
perdata. Setiap malpraktek pidana sekaligus mengandung unsur
malpraktek perdata. Tetapi malpraktek perdata tidak selalu menjadi
malpraktek pidana.

13
BAB III
KESIMPULAN

Tindak pidana malpraktek medis bermula dari pelanggaran hukum administrasi.


Pelanggaran hukum administrasi yang menjadi tindak pidana praktek medis, potensial
menjadi malpraktek pidana sekaligus malpraktek perdata. Seitap malpraktek pidana
sekaligus mengandung unsur malpraktek perdata. Tetapi malpraktek perdata tidak selalu
menjadi malpraktek pidana. Untuk melihat apakah malpraktek medis masuk dalam
lapangan perdata atau pidana, penentu pada akibat. Sifat akibat dan letak
hukum pengaturannya menentukan kategori malpraktek medis antara malpraktek pidana
atau perdata.
Dalam aspek hukum perdata hubungan antara dokter atau tenaga kesehatan
lainnya merupakan transaksi teraupetik yaitu hubungan hukum yang melahirkan hak dan
kewajiban bagi kedua belah pihak. Beban pertanggung jawaban dokter terhadap akibat
malpraktek kedokteran karena wanprestasi lebih luas dari beban pertanggung jawaban
karena perbuatan melawan hukum dari pasal 1236 jo 1239 BW, selain penggantian
kerugian pasien juga dapat menuntut biaya dan bunga. Wujud kerugian dalam
wanprestasi pelayana dokter harus benar-benar akibat (causal verband) dari perlakuan
medis yang menyalahi standar profesi kedokteran dan SOP.
Dalam aspek hukum pidana Malpraktek medis bisa bisa masuk lapangan
hukum pidana apabila memenuhi syarat-syarat tertentu dalam 3 aspek pidana yaitu : 1)
syarat sikap batin, 2) syarat dalam perlakuan medis, 3) syarat dalam hal akibat.
Malpraktek pidana yang sering terjadi didalam malpraktek medis adalah :1).
Penganiayaan (pasal 351, 352, 353, 354, 353. 2) kealfaan yang menyebabkan kematian
(pasal 359), 3) kealpaan yang menyebabkan luka-luka (pasal 360)
Aspek hukum administrasi dari sudut hukum, pelanggaran hukum administrasi
kedokteran merupakan sifat melawan hukum perbuatan malpraktek. Hukum Administrasi
Kedokteran UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran , menentukan beberapa
syarat bagi dokter untuk menjadi wewenang menjalankan praktek.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. Veronica Komalawati, S.S.,M.H. Persetujuan Dalam Hubungan Dokter Dan


Pasien. Bandung, 1999.
2. Drs. H. Adami Chazawi, S.H. Malpraktik kedokteran. Bayumedia Publising
Malang, 2007. J. Guwandi, S.H. Hukum Medik FKUI. Jakarta, 2004.
3. KEMENKES RI. N0. 1076/MENKES/SK/VII/2003. KUHP, KUHPer.
4. Rinanto Suryadhimartha, S.H.,M.Sc. Hukum Malpraktik Kedokteran. Yogyakarta,
Totalmedia 2011. UU No. 29 Tahun 2009. Tentang Praktik Kedokteran.

15

Anda mungkin juga menyukai