Anda di halaman 1dari 23

PENDIDIKAN AKHLAK DALAM

PELAYANAN KESEHATAN

DOSEN PEMBIMBING:

ALI ARSYAD ISU, S.Q, Spd.I, M.Ag

DISUSUN
OLEH:

FARA NABILA
P07125219047

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN ACEH
PRODI D IV KEPERAWATAN GIGI
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa Karena berkat
rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pelayanan
Kesehatan Dan tentang Korupsi. Kami juga berterima kasih kepada dosen mata
kuliah Pendidikan Akhlak Dalam Pelayanan Kesehatan yang telah membimbing
kami dalam menyusun makalah ini.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Akhlak Dalam Pelayanan Kesehatan. Kami sadar bahwa
makalah kami masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar
dapat diperbaiki lagi kedepannya.
Dan semoga makalah sederhanan ini dapat dipahami dan dimengerti oleh
para pembaca serta berguna dan dapat memberi banyak manfaat untuk para
pembaca. Kami juga mohon maaf apabila terdapat kata yang kurang berkenan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Banda Aceh, 10 Januari 2020

Riska Nazira

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 2
1.3 Tujuan........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan.................................................... 3
2.1.1 pelayanan kesehatan yang bermutu atau berkualitas..... 4
2.1.2 pengertian pelayanan kesehatan profesional.................. 4
2.1.3 cara memberikan pelayanan kesehatan profesional....... 5
2.2 Pengertian Korupsi........................................................................ 6
2.2.1 faktor penyebab terjadinya korupsi.............................. 7
2.2.2 cara pencegahan korupsi................................................ 8

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pelayanan publik yang terjadi di Indonesia merupakan masa krisis
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai birokrasi publik. Gejala ini
mulai tampak dengan semakin rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap
birokrasi publik yang ditandai adanya protes dan demonstrasi oleh berbagai
komponen masyarakat, baik ditingkat pusat ataupun daerah. Penyelenggaraan
pelayanan publik yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam berbagai
sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil dan
kebutuhan dasar masyarakat, kinerjanya belum seperti yang diharapkan.
Banyaknya pengaduan atau keluhan dari masyarakat, seperti prosedur dan
mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, kurang informasi, kurang
konsisten dan terbatasnya sarana dan prasarana pelayanan. Perkembangan sektor
kesehatan di Indonesia saat ini terlihat tumbuh secara tidak maksimal. Pemerintah
belum memberikan kualitas pelayanan kesehatan secara merata. Padahal kunci
utama masyarakat dalam melakukan kegiatan yaitu kondisi tubuh yang sehat.
Keadaan sehat membutuhkan banyak hal, diantaranya menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat
kesehatan masyarakat yang memuaskan harapan (consumer satisfaction), melalui
pelayanan yang prima oleh pemberi pelayanan yang memuaskan harapan
(provider satisfaction) dan institusi pelayanan yang diselenggarakan (institutional
satisfaction).
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan
keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu
proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan
masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh
dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari
perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan
salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber
daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara

1
lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan
termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah
rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari
segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan
kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat
penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia
dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat
berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara
yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya
perampasan dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh
kalangan anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan
lainsebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan
keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ?
2.Bagaimana cara melakukan pelayanan kesehatan profesional ?
3. Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya korupsi ?
5. Bagaimana cara pencegahan korupsi ?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pelayanan kesehatan
2.Untuk mengetahui cara melakukan pelayanan kesehatan profesional
3. Untuk mengetahui apa itu korupsi
4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya korupsi
5. Untuk mengetahui cara pencegahan korupsi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kesehatan merupakan pelaksanaan pemeliharaan kesehatan
dalam rangka mencapai derajat kesehatan baik individu maupun masyarakat
secara optimal. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan ini terdapat hubungan
antara pasien, tenaga kesehatan dan sarana kesehatan. Hubungan yang timbul
antara pasien, tenaga kesehatan, dan sarana kesehatan diatur dalam kaidah-kaidah
tentang kesehatan baik hukum maupun non hukum (antara lain: moral termasuk
etika, kesopanan, kesusilaan, ketertiban). Hubungan hukum yang terjadi adalah
hubungan antar subyek-subyek hukum yang diatur dalam kaidah-kaidah hukum
dan memenuhi hubungan yang mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak .
Pengertian Pelayanan kesehatan menurut Lavey dan Loomba adalah
setiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah penyakit,
mengobati penyakit dan memulihkan kesehatan yang ditujukan terhadap
perseorangan, kelompok dan masyarakat. Pelayanan kesehatan dapat juga
dikatakan sebagai upaya pelayanan kesehatan yang melembaga berdasarkan
fungsi sosial di bidang pelayanan kesehatan bagi individu dan keluarga. Fungsi
sosial disini berarti lebih mengutamakan pada unsur kemanusiaan dan tidak
mengambil keuntungan secara komersial.
Dalam Sistem Kesehatan Nasional kita, penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dasar dapat berupa Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) primer yaitu
mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang ditujukan
kepada perorangan. Penyelenggara UKP primer adalah pemerintah, masyarakat
dan swasta yang diwujudkan melalui berbagai bentuk pelayanan profesional dan
dapat dilaksanakan di rumah, tempat kerja maupun fasilitas kesehatan perorangan
primer baik Puskesmas dan jaringannya serta fasilitas kesehatan lainnya milik
pemerintah, masyarakat maupun swasta.
Secara umum pelayanan kesehatan dapat dibedakan atas pelayanan
kedokteran (medical service) dan pelayanan kesehatan masyarakat(public Health

3
service). Kedua jenis pelayanan ini mempunyai karakteristik yang berbeda
tentunya. Pelayanan kedokteran lebih ditujukan pada upaya-upaya pengobatan
(kuratif) penyakit dan pemulihan (rehabilitatif) kesehatan dengan sasaran
utamanya adalah perorangan/individu yang datang untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan tersebut. Pelayanan kesehatan masyarakat umumnya diselenggarakan
secara bersama-sama dalam suatu organisasi bahkan harus mengikutsertakan
potensi masyarakat dengan sasaran utamanya adalah masyarakat secara
keseluruhan. Upaya kesehatan yang ditujukan lebih pada penekanan upaya-upaya
promosi (promotif) dan pencegahan (preventif). Upaya-upaya kesehatan tersebut
harus bersifat menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, berjenjang, profesional dan
bermutu serta tidak bertentangan dengan kaidah ilmiah, norma sosial budaya,
moral dan etika profesi.

2.1.1 Pelayanan Kesehatan Yang Bermutu Atau Berkualitas


Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan kesehatan adalah yang
menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan
rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan pasien, makin baik
pula kualitas pelayanan kesehatan.
Salah satu definisi kulaitas pelayanan kesehatan biasanya mengacu pada
kemampuan rumah sakit/puskesmas memberi pelayanan yang sesuai dengan
standar profesi kesehatan dan dapat diterima pasiennya. Aspek-aspek mutu atau
kualitas pelayanan menurut Parasuraman (dalam Tjiptono, 1997) adalah :
a. Keandalan (reliability)
b. Ketanggapan (responsiveness)
c. Jaminan (assureance)
d. Empati atau kepedulian (emphaty)
e. Bukti langsung atau berujud (tangibles)

Dalam setiap organisasi yang berhubungan pelayanan publik selalu


berhubungan era dengan mutu pelayan itu sendiri. Sehingga dalam sebuah
pelayanan yang bermutu merupakan hal yang paling penting dalam sebuah
pelayanan public sehingga tujuan awal dari organisasi tersebut dapat di wujudkan.
Dalam sebuah Pelayanan yang bermutu penting bagi organisasi penyedia layanan

4
public. Hal ini penting Karena dapat mempertahankan loyalitas pelanggan, serta
memberi kepuasan dan membantu untuk mewujudkan tujuan dari organisasi
tesebut.
Pelayanan bermutu bukan hanya sekedar memberikan suatu layanan, hal ini
memerlukan sedikit pelayanan ekstra dan sesuai dengan harapan pelanggan yang
mengharapkan pelayanan yang terbaik.
Selain itu, betapa pentingnya pelayanan bermutu terhadap pelanggan karena
keberhasilan pelayanan bermutu dapat juga menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
 Pelayanan bermutu dapat menimbulkan keputusan pihak pelanggan untuk
segera membeli produk yang kita tawarkan pada saat itu juga.
 Pelayanan bermutu dapat menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap
keberhasilan pelayanan.
 Pelayanan bermutu dapat mempertahankan pelanggan agar tetap loyal (setia)
dengan pelayanan yang diterapakn.
 Pelayanan prima diharapkan dapat mendorong pelanggan untuk kembali lagi
membeli produk kita. Pelayanan prima dapat menghindarkan terjadinya
tuntutan-tuntutan terhadap penjual yang tidak perlu.

2.1.2 Pengertian Pelayanan Kesehatan Profesional


Untuk mewujudkan profesi kesehatan sebagai profesi yang utuh. Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi. Setiap petugas kesehatan harus mempunyai
”body of knowledge” yang spesifik, memberikan pelayanan kepada masyarakat
melalui praktik keprofesian yang didasari motivasi altruistik, mempunyai standar
kompetensi dan kode etik profesi. Para praktisi dipersiapkan melalui pendidikan
khusus pada jenjang pendidikan tinggi.
Budi Sampurna, Pakar Hukum Kesehatan dari Universitas di Indonesia,
mengemukakan bahwa setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama,
yaitu kompetensi yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen
intelektual yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan
pelayanan yang penting kepada masyarakat.

5
Sikap yang terlihat pada profesionalisme adalah profesional yang
bertanggung jawab dalam arti sikap dan pelaku yang akuntabel kepada
masyarakat, baik masyarakat profesi maupun masyarakat luas.
Beberapa ciri profesionalisme tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri,
seperti kompetensi dan kewenangan yang selalu sesuai dengan tempat dan waktu,
sikap yang etis sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya dan khusus
untuk profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban).
Kemampuan atau kompetensi, menurut Budi, diperoleh seorang profesional dari
pendidikan atau pelatihannya, sedangkan kewenangan diperoleh dari penguasa
atau pemegang otoritas di bidang tersebut melalui pemberian izin.
Kewenangan itu, ungkap Budi, memang hanya diberikan kepada mereka yang
memiliki kemampuan. Namun, memiliki kemampuan tidak berarti memiliki
kewenangan. Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang,
kewenangan yang diberikan juga berjenjang.
Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang
diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang
kesehatan dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam
arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi
masing-masing.
Dijelaskan Budi, kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus
perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus
dilampaui.
Kewenangan berkaitan dengan izin melaksanakan praktik profesi.
Kewenangan memiliki dua aspek, yakni kewenangan material dan kewenangan
formal. Kewenangan material diperoleh sejak seseorang memiliki kompetensi dan
kemudian teregistrasi, sebagai contoh registered nurse yang disebut Surat Ijin
Perawat atau SIP.
Sedangkan kewenangan formal adalah izin yang memberikan kewenangan
kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi perawat yaitu Surat Ijin
Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat
(SIPP) bila bekerja secara perorangan atau berkelompok.

6
Hal yang tidak kalah penting, kata Murni, adalah penyelenggaraan
pendidikan yang bertanggung jawab. Dalam pengabdiannya, petugas kesehatan
dituntut bekerja secara profesional, memiliki sifat ”caring”, bertanggung jawab
dan bertanggung gugat. Setiap petugas kesehatan harus berusaha selalu
meningkatkan kemampuannya baik dari segi keterampilan di mana era globalisasi
diharapkan kemampuan profesionalisme petugas kesehatan dengan basis
kompetensi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

2.1.3 Cara Memberikan Pelayanan Kesehatan Yang Profesional


A. Altruisme atau sifat yang lebih memperhatikan dan mengutamakan
kesejahteraan orang lain. Contohnya, perawat yang mengimplementasikan
caring, compassion (kasih sayang), generosity (murah hati), dan tabah kepada
pasiennya.
B. Otonomi atau hak untuk menentukan nasib sendiri. Dalam praktik
professional perawat dapat menunjukan nilai ini dengan cara menghormati
hak pasien dalam membuat suatu keputusan mengenai kesehatan mereka.
C. Menghargai martabat manusia seperti menghormati nilai yang sudah melekat
dan keunikan setiap pasien. Contoh yang dapat diterapkan adalah dengan
berempati, seperti saat ada klien dengan masalah yang besar maka perawat
mampu melindungi privasi dari klien tersebut.
D. Nilai kejujuran atau nilai integritas dimana perawat mampu mengsinkronisasi
antara fakta dan realita dari seorang klien. Contohnya adalah seorang perawat
dapat mendokumentasikan hasil dari asuhan keperawatan yang dilakukannya
dengan benar, akurat, dan juga jujur.
E. Bertindak adil kepada semua klien atau pasien karena perawat diharapkan
mampu menjaga semua aspek etik dan kelegalan dalam keperawatan.
Contohnya seperti, perawat harus dapat berlaku adil terlepas dari status
ekonomi, usia, suku, ras, kewanegaraan, cacat, atau orientasi seksual yang
dimiliki oleh pasien. Jika saja perawat memandang status ekonomi dari suatu
pasien, perawat sudah menyalahi kode etik, UU dan lain sebagainya.
F. Kehandalan, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan
dengan segera, akurat dan memuaskan.

7
G. Daya tanggap, yaitu kemampuan para karyawan untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

Perawat yang menerapkan nilai-nilai profesionalisme dalam keperawatan


dan berpegang teguh pada prinsip moral serta prinsip etik keperawatan akan
membangun pandangan yang baik kepada pasien. Pasien akan menilai perawat
sebagai sebuah profesi yang profesional. Profesi yang tidak hanya sekedar
melakukan pekerjaannya saja tetapi profesi yang memberikan pelayanan yang
terbaik serta setara dengan profesi lainnya. Hal ini juga akan meningkatkan
pandangan pasien mengenai kualitas serta citra rumah sakit menjadi semakin lebih
baik.

2.2 Pengertian Korupsi


Istilah korupsi sebenarnya bukan istilah yang berasal dari istilah yang
terdapat dalam bahasa Arab; bahasa Kitab Suci al-Quran, dan bukan pula istilah
yang berasal dari bahasa Indonesia, hanya saja sudah menjadi bahasa Indonesia.
Kata korupsi berasal dari bahasa Inggris yaitu Corrupt yang secara harfiah berarti
disuap, jahat, buruk, curang, atau merusak. Di dalam kamus bahasa Indonesia,
korupsi berarti perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok dan lain sebagainya.
Istilah ini kemudian dikaitkan dengan perilaku jahat, buruk atau curang
dalam hal keuangan dimana individu berbuat curang ketika mengelola uang milik
bersama. Oleh karena itulah maka korupsi adalah merupakan pemanfaatan dana
publik yang seharusnya untuk kepentingan umum dipakai secara tidak sah untuk
memenuhi kebutuhan peribadi. Dan inilah istilah korupsi yang lazim dipakai
dalam istilah sehari-hari.
Korupsi sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat 1 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dalam terminologi Islam dikenal istilah yang hampir sama dengan korupsi
yaitu Risywah (suap), hanya saja risywah ini hanya menyangkut sebahagian dari

8
istilah korupsi yaitu suap menyuap antara seseorang dengan orang lain dengan
imbalan uang tertentu guna memperoleh pekerjaan atau jabatan. Istilah korupsi ini
jauh lebih dari sekedar suap menyuap sebab korupsi termasuk di dalamnya
manipulasi, pungli, mark up, dan pencairan dana pubik secara terselubung dan
bersembunyi di balik dalil-dalil konstitusi, dengan niat untuk memperoleh
keuntungan yang lebi besar secara tidak sah dari apa yang seharusnya diperoleh
menurut kadar dan derajat pekerjaan seseorang.
Namun demikian sekalipun istilah korupsi berasal dari bahasa asing dalam
hal ini bahasa Inggris, istilah korupsi ini telah menjadi sebuah istilah yang sangat
akrab di telinga kita, baik dalam kehidupan kita sebagai ummat, sebagai bangsa
maupun sebagai negara. Bahkan saking akrabnya istilah ini dengan kita, pekerjaan
korupsi sudah menjadi suatu yang lumrah dan biasa dalam perilaku sehari-hari,
akibatnya yang melakukan korupsi kita anggap biasa-biasa saja, dan bahkan akan
dijunjung setinggi langit manakala uang yang dikorupsi itu disumbangkan untuk
kepentingan sosial, baik sosial keagamaan maupun soisial kemasyarakatan.
Padahal kita semua tahu dan sadar bahwa yang menyebabkan keterpurukan
bangsa dan negara ini ke jurang kehancuran adalah disebabkan peraktek korupsi
yang dilakukan oleh seuruh lapisan masyarakat, baik secara terang-terangan
maupun secara sembunyi-sembunyi, baik secara perorangan maupun secara
berjamaah. Kitapun tidak pernah menolak sumbangan orang untuk kegiatan sosial
yang bersumber dari korupsi, sikap kita justru sebaliknya.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa korupsi itu adalah
merupakan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain
dan atau koprorasi, ataupun dapat disebut sebagai pemanfataan dana publik untuk
kepentingan peribadi secara tidak sah (melawan hukum). Sebagai contoh dalam
masalah ini adalah mempergunakan uang negara dan atau pasilitas negara untuk
kepentingan peribadi, keluarga dan ataupun golongan tertentu, yang seharusnya
dipergunakan untuk kepentingan negara.
2.2.1 Faktor Penyebab terjadinya Korupsi
Korupsi sebagaimana digambarkan di atas telah menjadi sebuah peraktek
kebiasaan di kalangan masyarakat dan pemerintah yang sulit dicegah dan
dibendung penularannya. Hal ini adalah merupakan sebuah akibat langsung dari

9
kondisi riel masyarakat Indonesia yang sangat rendah mentalitasnya yang
barangkali dapat disebabkan oleh minimnya penghasilan, rendahnya pengetahuan
dan pengamalan agama, sikap tamak dan rakus yang menghantui setiap anggota
masyarakat dan lain-lain sebagainya. Kondisi riel inilah barangkali yang
menyebabkan suburnya peraktek korupsi pada masyarakat dan pemerintah.
Untuk lebih lanjut dalam masalah ini dapat diuraikan penyebab-penyebab
terjadinya peraktek korupsi, antara lain adalah sebagai berikut :
1.Lemahnya Keyakinan Agama
Lemahnya keyakinan agama adalah merupakan salah satu faktor penyebab
seseorang melakukan korupsi. Kita semua mengetahui bahwa penduduk Indonesia
100 adalah beragama dan 88 di antaranya adalah penganut agama Islam. Hal ini
menunjukkan bahwa sesunguhnya pelaku-pelaku korupsi itu adalah orang yang
memiliki dan meyakini agama, dan sebahagian besar di antaranya adalah penganut
agama Islam.
Atas dasar itu dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya pelaku tindak pidana
korupsi itu adalah penganut agama Islam. Padahal sesungguhnya ajaran agama
Islam itu dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar termasuk di
dalamnya mencegah perbuatan korupsi. Yang jadi masalah adalah ada beberapa
orang tertentu yang rajin melaksanakan ibadah sesuai ajaran agamanya, namun
peraktek korupsinya tetap juga jalan.
Hal ini disebabkan oleh karena pelaksanaan ajaran agama itu tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan sekaligus tidak mendalami makna yang
terkandung dalam ibadah itu. Akibatnya ibadah yang dilaksanakan baru sebatas
ibadah ritual ceremonial, belum menjalankan ibadah sebagai ibadah ritual dan
aktual.
2.Pemahaman Keagamaan yang keliru
Pemahaman keagamaan yang keliru yang dimaksudkan di sini adalah
adanya satu pemahaman bahwa setiap berbuat satu kebaikan akan diberikan
pahalanya tujuh ratus kali lipat pada satu pihak, sebagaimana tercermin dalam
Firman Allah SWT :
Artinya : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di Jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang

10
menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas
(kurniaNya) lagi Maha Mengetahui.
Dan adanya pemahaman bahwa berbuat satu kejahatan akan diberikan satu
ganjaran / balasan pada pihak yang lain. Kedua pemahaman ini digabungkan
menjadi satu dalam hal kejahatan. Akibatnya seseorang berpikir bahwa kalau dia
melakukan korupsi Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) akan diberikan dosa
sebanyak seratus juta dosa. Untuk itu maka dia berpikir alangkah baiknya uang
yang dikorupsi itu disedekahkan sebanyak Rp. 1.000.000,00 (Satu juta rupiah) dan
akan mendapatkan pahala sebanyak 700.000.000,00 kebaikan.
Dan masih untung sebanyak 600.000.000,00 kebaikan. Padahal dia tidak
sadar bahwa uang yang disedekahkan itu harus bersumber dari yang halal, bukan
dari yang haram sebagaimana Sabda Rasulullah SAW :
Artinya : Tidak diterima sholat seseorang kecuali dalam keadaan suci dan
tidak diterima sedekah seseorang yang bersumber dari penipuan.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya pemahaman yang keliru tentang
ganjaran pahala dan dosa yang dipahami oleh seseorang, akibatnya dia rajin
korupsi dan rajin pula memberikan infaq/shodaqah.
3.Adanya Kesempatan dan Sistem yang Rapuh
Seseorang melakukan tindak pidana korupsi salah satunya adalah
disebabkan adanya kesempatan dan peluang serta didukung oleh sistem yang
sangat kondusif untuk berbuat korupsi. Adanya kesempatan dan peluang itu antara
lain adalah dalam bentuk terbukanya kesempatan dan peluang untuk berbuat
korupsi karena tidak adanya pengawasan melekat dari atasannya dan terkadang
justru atasannya mengharuskan seseorang untuk berbuat korupsi.
Atau bisa dalam bentuk sistem penganggaran yang memang mengharuskan
seseorang berbuat korupsi seperti diperlukannya uang pelicin untuk menggolkan
anggaran kegiatan, atau dalam bentuk lain diperlukannya uang setoran kepada
atasan di akhir pelaksanaan kegiatan.
4.Mentalitas yang rapuh
Mentalitas ataupun sikap mental yang rapuh adalah disebabkan pengetahuan
dan pengamalan agama yang kurang, disamping penyebab-penyebab lainnya.

11
Apabila pengetahuan dan pengamalan agama seseorang baik, maka dapat
dipastikan bahwa sikap mental orang tersebut akan baik, namun demikian tidak
semua yang bermental baik berarti memiliki pengetahuan dan pengamalan agama
yang baik, sebab masih banyak penyebab-penyebab lainnya yang menyebabkan
seseorang bermental baik.
Perlu diketahui bahwa faktor mentalitas ini adalah merupakan faktor yang
paling dominan yang menyebabkan terjadinya korupsi, sebab dalam kenyataannya
yang melakukan peraktek korupsi itu biasanya yang paling tinggi jabatannya,
disamping yang mempunyai peluang dan kesempatan untuk melakukannya.
5.Faktor Ekonomi / Gaji Kecil
Faktor ekonomi / gaji kecil ditengarai adalah salah satu faktor penyebab
orang melakukan korupsi, sebab bagaimana mungkin seseorang tidak melakukan
korupsi, sementara gajinya relatif kecil, kebutuhannya banyak, dan dia mengelola
uang. Sebagaimana diketahui bahwa gaji Pegawai Negeri Sipil di Indonesia
adalah merupakan salah satu gaji terendah di dunia dan jauh lebih rendah apabila
dibandingkan dengan negara tetangga Singapura dan Malaysia, akibatnya untuk
mencari tambahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan anak-
anak sekolah, maka dicarilah jalan pintas dengan mengambil uang negara secara
tidak sah (melawan hukum).
Hal ini sepintas kilas dapat dibenarkan, tetapi karena yang melakukannya
hampir semua orang yang mempunyai kesempatan dan peluang, maka keuangan
negara habis dikorupsi orang-orang tertentu untuk selanjutnya dinikmati oleh
orang-orang tertentu pula.
6.Faktor Budaya
Adalah sebuah kebiasaan bagi kita orang Indonesia bahwa setiap seseorang
menjadi pejabat tinggi dalam sebuah pemerintahan, maka yang bersangkutan akan
menjadi sandaran dan tempat bergantung bagi keluarganya, akibatnya dia
diharuskan melakukan perbuatan korupsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
keluarganya tersebut, apalagi permintaan akan kebutuhan itu datang dari orang
yang sangat berpengaruh bagi dirinya seperti mamak umpamanya.

12
Selain daripada itu dalam budaya kita akan dianggap bodoh seseorang
manakala dia tidak mempunyai apa-apa di luar penghasilannya, sementara dia
menduduki suatu jabatan penting, akibatnya dipaksa untuk melakukan korupsi.
7.Faktor Kebiasaan dan Kebersamaan
Peraktek korupsi sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi yang mempunyai
peluang dan kesempatan melakukannya, ditambah lagi peraktek korupsi ini telah
dilakukan oleh banyak orang, dan bahkan dilakukan secara berjamaah. Akibatnya
peraktek ini menjadi kebiasaan yang tak perlu diusik dan diutak-atik.
Akhirnya terjadilah pembiasaan terhadap yang salah, padahal seharusnya
kita membiasakan yang benar dan bukan membenarkan yang biasa apalagi
perbuatan yang salah itu merugikan dan menjadi wabah penyakit serius bagi
bangsa Indonesia seperti korupsi. Kebiasaan ini harus dicegah dan bila perlu
dibasmi sampai ke akar-akarnya, sehingga hilang sama sekali dari bumi
Indonesia.
8.Penegakan Hukum yang Lemah
Orang tidak kapok melakukan korupsi secara berulang-ulang, salah satu
penyebabnya adalah karena tidak adanya sanksi hukum yang jelas yang diberikan
kepada pelaku korupsi, padahal hukuman terhadap mereka telah diatur dalam
berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi karena penegakan
hukumnya lemah, ditambah dengan aparat penegak hukumnya juga pelaku
korupsi, maka pelaku korupsi tadi tidak merasa jera dengan perbuatannya dan
bahkan semakin menjadi-jadi, akibatnya menjadi sebuah kebiasaan yang sulit
dihindari apalagi untuk dihentikan.
9.Hilangnya Rasa Bersalah
Seorang koruptor tidak merasa bersalah atas perilakunya memakan uang
negara, sebab dia merasa bahwa korupsi tidak sama dengan mencuri. Baginya
korupsi berbeda dengan mencuri. Orang seperti ini sering berdalih, kalau yang
dirugikan itu negara maka negara tidak bisa bersedih apalagi menangis, apalagi
saya ini termasuk bahagian dari negara. Kalau yang dicuri uang rakyat, maka
rakyat yang mana ? sebab saya sendiri juga adalah rakyat, hal itu berarti bahwa
saya juga mencuri uang saya sendiri.

13
Akibatnya para pelaku korupsi itu tidak pernah merasa bersalah atas
perbuatannya, padahal kalaulah ia merasa bersalah atas perbuatannya maka besar
kemungkinan ia akan mengembalikan uang yang dikorupsinya itu atau minimal
dia tidak akan mengulangi lagi perbuatnnya di kemudian hari. Perasaan hilangnya
rasa bersalah atau tidak punya rasa malu ini, harus ditumbuh kembangkan lagi,
sehingga menjadi bahagian dari hidup ataupun menjadi budaya bangsa. Namun
inilah yang sudah hilang dari diri bangsa ini.
10.Hilangnya Nilai Kejujuran
Nilai kejujuran adalah merupakan satu asset yang sangat berharga bagi
seseorang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, sebab kejujuran akan
mampu menjadi benteng bagi seseorang untuk menghindari perbuatan-perbuatan
munkar seperti perbuatan korupsi ini.
Hanya saja memang harus diakui bahwa nilai-nilai kejujuran telah hilang
dari pelaku-pelaku korupsi itu. Oleh karena itulah maka sejak kecil dalam rumah
tangga sudah harus ditanamkan nilai-nilai kejujuran kepada anak-anak sesuai
dengan hadis Nabi, Katakanlah yang benar itu walau pahit sekalipun.
11.Sikap Tamak dan Serakah
Sikap tamak dan serakah adalah merupakan dua sikap yang sering
menjerumuskan ummat manusia ke jurang kehinaan dan keghancuran sebab kedua
sikap ini mengantar manusia kepada sikap tidak pernah merasa puas dan tidak
pernah merasa cukup sekalipun harta yang telah dimilikinya sudah melimpah
ruah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Quran :
Artinya : Bagi orang-orang yang memenuhi seruan TuhanNya, (disediakan)
pembalasan yang baik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan,
sekiranya mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi, dan ditambah
sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya
dengan kekayaan itu. Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan
tempat kediaman mereka ialah Jahannam dan itulah seburuk-buruk tempat
kembali.
12.Ingin Cepat Kaya, Tanpa Usaha dan Kerja Keras
Korupsi cepat tumbuh da berkembang biak dengan pesat adalah disebabkan
sikap manusia yang ingin cepat mendapatkan kekayaan, tanpa melalui usaha dan

14
kerja keras, akibatnya korupsi menjadi pilihan utama untuk dilaksanakan, sebab
pekerjaan korupsi tidak memerlukan kerja keras dan tidak memerlukan waktu
lama. Dalam sekejap seseorang bisa cepat kaya dan mendapat harta yang
berlimpah ruah, hanya dengan melakukan korupsi. Korupsi nampaknya menjadi
jalan pintas untuk mendapatkan harta kekayaan yang berlimpah, padahal dalam
konsep agama Islam, untuk mendapatkan harta kekayaan haruslah melalui kerja
keras dan halal.
13.Terjerat Sifat Materialistik, Kapitalistik dan Hedonistik
Materialistik, Kapitalistik dan hedonistik adalah tiga sifat yang siap siaga
mengantarkan ummat manusia untuk menghalalkan segala macam cara agar
mendapatkan harta yang berlimpah. Harta yang berlimpah inipun tidak pernah
merasa puasa dan cukup, selalu kehausan dan kekurangan setiap saat.
Sudah punya mobil satu maka ingin punya mobil dua, sudah punya mobil
dua maka iapun berhasrat untuk memiliki tiga dan seterusnya, akibatnya apapun
dilakukan untuk mendapatkannya termasuk di dalamnya dengan melakukan
korupsi yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat dan negara. Oleh karena itulah
maka Nabi memperingatkan kepada yang haus akan harta melalui sabda beliau :
Artinya : Rasulullah SAW bersabda, : Celakah hamba dinar dan hamba dirham,
hamba permadani, dan hamba baju. Apabila ia diberi maka ia puas dan apabila
ia tidak diberi maka iapun menggerutu kesal.

2.2.2 Cara Pencegahan Korupsi


masyarakat tentu sangat menantikan upaya-upaya manjur untuk mengatasi
salah satu problem besar negara ini. Pertanyaannya, bagaimana upaya itu harus
dilakukan? Secara khusus, jalan apa yang bisa diberikan Islam sebagai agama
yang paling banyak dianut oleh penduduk negeri ini dan mungkin juga paling
banyak dianut oleh para koruptor, agar benar-benar kerahmatan yang dijanjikan
bisa benar-benar terwujud?
Berdasarkan kajian terhadap berbagai sumber, didapatkan sejumlah cara
sebagaimana ditunjukkan oleh syariat Islam.
1. Sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan
sebaik-baiknya. Dan itu sulit berjalan dengan baik bila gaji mereka tidak
mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa.

15
Rasul dalam hadis riwayat Abu Dawud berkata, “Barang siapa yang
diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan disediakan
rumah, jika belum beristri hendaknya menikah, jika tidak mempunyai
pembantu hendaknya ia mengambil pelayan, jika tidak mempunyai hewan
tunggangan (kendaraan) hendaknya diberi. Dan barang siapa mengambil
selainnya, itulah kecurangan (ghalin)”. Oleh karena itu, harus ada upaya
pengkajian menyeluruh terhadap sistem penggajian dan tunjangan di negeri
ini.
2. larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan
seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu,
karena buat apa memberi sesuatu bila tanpa maksud di belakangnya, yakni
bagaimana agar aparat itu bertindak menguntungkan pemberi hadiah.
Saat Abdullah bin Rawahah tengah menjalankan tugas dari Nabi untuk
membagi dua hasil bumi Khaybar separo untuk kaum muslimin dan sisanya
untuk orang Yahudi datang orang Yahudi kepadanya memberikan suap berupa
perhiasan agar ia mau memberikan lebih dari separo untuk orang Yahudi.
Tawaran ini ditolak keras oleh Abdullah bin Rawahah, “Suap yang kalian
tawarkan adalah haram, dan kaum muslimin tidak memakannya”. Mendengar
ini, orang Yahudi berkata, “Karena itulah (ketegasan Abdullah) langit dan
bumi tegak” (Imam Malik dalam al-Muwatta’).
Tentang suap Rasulullah berkata, “Laknat Allah terhadap penyuap dan
penerima suap” (HR. Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat
pemerintah, Rasul berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa
adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur” (HR Imam
Ahmad).
Nabi sebagaimana tersebut dari hadis riwayat Bukhari mengecam keras
Ibnul Atabiyah lantaran menerima hadiah dari para wajib zakat dari kalangan
Bani Sulaym. Suap dan hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat
pemerintah. Aparat bekerja tidak sebagaimana mestinya sampai dia menerima
suap atau hadiah.

16
3. Perhitungan kekayaan. Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah
kekayaannya akan bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang
cepat kaya pasti karena telah melakukan korupsi.
Bisa saja ia mendapatkan semua kekayaannya itu dari warisan,
keberhasilan bisnis atau cara lain yang halal. Tapi perhitungan kekayaan dan
pembuktian terbalik sebagaimana telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin
Khattab menjadi cara yang bagus untuk mencegah korupsi.
Semasa menjadi khalifah, Umar menghitung kekayaan para pejabat di
awal dan di akhir jabatannya. Bila terdapat kenaikan yang tidak wajar, yang
bersangkutan, bukan jaksa atau orang lain, diminta membuktikan bahwa
kekayaan yang dimilikinya itu didapat dengan cara yang halal.
Bila gagal, Umar memerintahkan pejabat itu menyerahkan kelebihan harta
dari jumlah yang wajar kepada Baitul Mal, atau membagi dua kekayaan itu
separo untuk yang bersangkutan dan sisanya untuk negara. Cara inilah yang
sekarang dikenal dengan istilah pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat
efektif mencegah aparat berbuat curang.
4. Teladan pemimpin. Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila para
pemimpin, terlebih pemimpin tertinggi, dalam sebuah negara bersih dari
korupsi. Dengan takwa, seorang pemimpin melaksanakan tugasnya dengan
penuh amanah.
Dengan takwa pula, ia takut melakukan penyimpangan, karena meski ia
bisa melakukan kolusi dengan pejabat lain untuk menutup kejahatannya,
Allah SWT pasti melihat semuanya dan di akhirat pasti akan dimintai
pertanggungjawaban.
Di sinilah diperlukan keteladanan dari para pemimpin itu. Khalifah Umar
menyita sendiri seekor unta gemuk milik puteranya, Abdullah bin Umar,
karena kedapatan digembalakan bersama di padang rumput milik Baitul Mal.
Hal ini dinilai Umar sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara.
Demi menjaga agar tidak mencium bau secara tidak hak, khalifah Umar
bin Abdul Azis sampai menutup hidungnya saat membagi minyak kesturi
kepada rakyat. Dengan teladan pemimpin, tindak penyimpangan akan mudah
terdeteksi sedari dini.

17
5. Hukuman setimpal. Pada dasarnya, orang akan takut menerima risiko yang
akan mencelakakan dirinya, termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal
kepada para koruptor. Berfungsi sebagai pencegah (zawajir), hukuman
setimpal atas koruptor diharapkan membuat orang jera dan kapok melakukan
korupsi. Dalam Islam, koruptor dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau
pewartaan (dulu dengan diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa
ditayangkan di televisi seperti yang pernah dilakukan), penyitaan harta dan
hukuman kurungan, bahkan sampai hukuman mati.
6. Pengawasan masyarakat. Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau
menghilangkan korupsi. Demi menumbuhkan keberanian rakyat mengoreksi
aparat, khalifah Umar di awal pemerintahannya menyatakan, “Apabila kalian
melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskan aku walaupun
dengan pedang”.
Dari sini terlihat dengan jelas bahwa Islam melalui syariatnya telah
memberikan jalan yang sangat gamblang mengenai pemberantasan korupsi
dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih. Semoga cara ini bisa menjadi
masukan dalam meminimalisir tindak korupsi di Indonesia.

18
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan
derajat kesehatan. Dalam sistem ini terdapat tingkat, lembaga, lingkup dan faktor
yang mempengaruhi dalam terlaksananya sistem pelayanan kesehatan tersebut.
Rumah Sakit merupakan unit pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang
berfungsi untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia. Kualitas pelayanan
kesehatan yang bermutu pada dasarnya tidak terlepas dengan bagaimana seorang
pasien puas dengan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan,
termasuk perawat. Perawat yang profesional akan menentukan seberapa besar
keberhasilan rumah sakit itu sendiri, karena seorang perawat hampir 24 jam
melakukan kontak komunikasi dengan pasien. Oleh karena itu, pentingnya
kehadiran seorang perawat yang profesional dapat meningkatkan kualitas
pelayanan dan citra dari sebuah rumah sakit.
Korupsi adalah merupakan perbuatan yang dilarang dalam ajaran agama
Islam yang hukumnya adalah HARAM. Keharamannya ini bisa dicari dalil-
dalilnya dalam ajaran agama Islam seperti Risywah (Suap), Saraqah (Pencurian),
al-Gasysy (Penipuan), dan Khiyanah (Penghianatan).
Korupsi menimbulkan dampak negatif yang sangat besar bagi suatu
bangsa dan negara, oleh karena itu maka pencegahan dan penanggulangannyapun
harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan terpadu antara seluruh komponen
bangsa.
Korupsi di Indonesia sudah merupakan sebuah wabah penyakit yang telah
merasuki seluruh elemen bangsa, oleh karena itu maka perilaku korupsi harus
menjadi perhatian serius ummat beragama sebab bangsa Indonesia dikenal
sebabagi bangsa yang religius.
.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://prasko17.blogspot.com/2012/04/pengertian-pelayanan-kesehatan.html.
http://keperawatankomunitas.blogspot.com/2010/01/profesinalisle-petugas-
kesehatan-dalam_03.html
https://www.percikaniman.org/2015/01/23/korupsi-dalam-perspektif-islam/
https://zulchizar.wordpress.com/2010/07/10/cara-pemberantasan-korupsi-dalam-
perspektif-islam/

20

Anda mungkin juga menyukai