Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia- Nya kami masih diberi kesempatan untuk bekerja bersama untuk menyelesaikan
makalah ini dimana makalah ini merupakan salah satu dari tugas mata kuliah ,yaitu
“Dampak Korupsi pada Kesehatan Masyarakat‘’ Tidak lupa kami ucapkan terimakasih
kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan teman-teman
Sekian dan terimakasih.
Medan,
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………..…………………i
Daftar Isi………………….………………………………………………………...ii
BAB l PENDAHULUAN……….……….………………………..……………….1
1.1 Latar Belakang…………………………………….…………….........................1
1.2 Rumusan Masalah…………………….………….…………………………..….1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………...............1
BAB II PEMBAHAASAN………………………………………………………...2
2.1 Dampak KorupsiTerhadap Pelayanan Kesehatan…………………..……….…..……..2
2.2 Tempat korupsi di sektor kesehatan ……………………………………………5
2.3 Akibat dari korupsi……………………………………………………………...6
2.4 Dampak korupsi terhadap sistem manajemen rumah sakit……………………..6
2.5 Penanganan korupsi di sektor kesehatan……………………………………….6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah yaitu Pendidikan Budaya Anti Korupsi
Memberitahu pembaca tentang apa saja dampak korupsi bagi pelayanan kesehatan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Program-program dalam meningkatkan derajat sehat masyarakat pun saat ini tidak
hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan saja, akan tetapi juga dilakukan oleh
kementerian/lembaga yang lain terutama dalam hal meningkatkan kesejahteraan dibidang
kesehatan. Besarnya anggaran yang dimiliki oleh Kemeterian Kesehatan menjadikan adanya
peluang untuk disalahgunakan serta diselewengkan apabila tidak ada pengawasan yang ketat
dari Kementerian Kesehatan sendiri atau dari lembaga lain.
Peluang korupsi semakin besar apabila kita melihat program-program kesehatan saat
ini memiliki pos anggaran yang cukup besar seperti program pengadaan alat kesehatan,
pengadaan obat, program penanggulang dan pencegahan penyakit dan sebagainya.
Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), korupsi jadi biang keladi
buruknya pelayanan kesehatan, dua masalah utama adalah peralatan yang tidak memadai dan
kekurangan obat. Korupsi juga membuat masyarakat sulit mengakses pelayanan kesehatan
yang berkualitas.
Dampak dari korupsi bidang kesehatan adalah secara langsung mengancam nyawa
masyarakat. ICW mencatat, pengadaan alat kesehatan dan obat merupakan dua sektor paling
rawan korupsi. Perangkat medis yang dibeli dalam proses korupsi berkualitas buruk,
pelayanan purnajualnya juga jelek, serta tidak presisi. Begitu juga dengan obat yang
pembeliannya mengandung unsur korupsi, pasti keampuhannya dipertanyakan.
2
Korupsi terjadi di pembuat kebijakan hingga unit penyedia layanan, seperti rumah
sakit dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Pada tingkat pusat, misalnya, sudah dua
menteri kesehatan yang ditahan: Achmad Suyudi dan Siti Fadilah Supari.
Pada tingkat daerah, beberapa kepala daerah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) karena terlibat korupsi proyek dan anggaran kesehatan, antara lain Bupati Jombang
Nyono Suharli Wihandoko, Wali Kota Tegal Siti Mashita, dan mantan Gubernur Banten Atut
Chosiyah. Begitu pula tingkat penyedia pelayanan, tidak sedikit pemimpin atau pegawai
rumah sakit dan puskesmas yang berurusan akhirnya masuk bui karena korupsi.
Dari banyak celah korupsi, pengadaan alat kesehatan dan obat merupakan dua sektor
paling rawan. Berdasarkan tren pemberantasan korupsi anggaran kesehatan 2010-2015,
pengadaan alat kesehatan menempati urutan puncak sektor paling banyak korupsi. Dalam
rentang lima tahun, setidaknya ada 107 kasus korupsi pengadaan alat kesehatan yang
ditangani aparat penegak hukum. Nilai kerugian Rp 543 miliar.
Banyak faktor penyebab pengadaan alat kesehatan jadi obyek utama korupsi, yaitu :
Seiring pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu kedokteran, semakin banyak alat
yang digunakan untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Hampir semua
tindakan medis menggunakan bantuan alat kesehatan.
Apalagi, di sisi lain, pemerintah daerah berlomba ”menaikkan kelas” rumah sakit. Syarat
utama yang harus dipenuhi: memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medik, seperti
medik umum dan spesialis. Semua itu menuntut ketersediaan alat kesehatan. Semakin tinggi
tipe, semakin banyak fasilitas dan jenis pelayanan yang harus disediakan. Artinya, makin
banyak alat yang mesti dimiliki.
Satu jenis barang dengan fungsi dan spesifikasi yang sama bisa diproduksi banyak
perusahaan. Kualitas dan harga berbeda-beda. Sebenarnya hal tersebut sangat lumrah dalam
dunia bisnis. Namun, yang jadi masalah adalah perbedaan harga sering kali dimanfaatkan
sebagai peluang untuk korupsi.
Dari banyak kasus korupsi, khususnya di daerah, modus yang digunakan dengan mencari
keuntungan dari selisih harga. Dalam pengusulan anggaran, spesifikasi mengacu pada barang
yang berkualitas tinggi; umumnya diproduksi perusahaan dari Eropa atau Amerika. Akan
tetapi, realisasinya, barang yang dibeli berkualitas lebih rendah dengan harga yang jauh lebih
murah.
3. Lemahnya pengawasan.
3
Selain jenisnya banyak, spesifikasi alat kesehatan umumnya lebih rumit. Tidak semua
orang bisa memahami dan membedakan antara alat berkualitas rendah dan tinggi. Karena
cukup rumit, tak banyak yang mau dan mampu mengawasi pengadaan alat kesehatan.
Hal serupa terjadi dalam pengadaan obat. Hampir semua aktivitas pelayanan kesehatan
berkaitan dengan obat. Walau sebagian besar harganya tidak semahal alat kesehatan, alokasi
anggaran yang disediakan hampir sama besar, jenisnya pun sangat banyak, dan jarang yang
mengetahui detail teknis atau spesifikasinya.
Walau secara umum modus korupsi dalam pengadaan obat tidak jauh berbeda dengan
pengadaan alat kesehatan, ICW menemukan modus yang lebih unik, yaitu membeli atau
mengadakan obat yang mendekati masa kedaluwarsa. Rekanan atau panitia pengadaan bisa
mendapat rente yang lebih besar karena potongan harganya jauh lebih tinggi sehingga harga
obat jauh lebih murah.
Dampak korupsi
2. Peralatan kesehatan dan obat yang dibeli jauh lebih mahal, tetapi tak berkualitas.
5. Berbagai peralatan yang dibeli dari proses yang korup sangat mudah rusak, pelayanan
purnajualnya buruk, dan tak presisi dalam mendiagnosis kondisi pasien.
Peralatan tak bisa memberikan informasi akurat yang dapat menyebabkan tenaga medis
salah melakukan tindakan medis. Begitu pula dengan obat. Jika masih tetap digunakan, obat
kedaluwarsa justru jadi ancaman serius bagi pasien.
Tapi, e-katalog dan e-purchasing bukan satu-satunya solusi untuk menekan korupsi
kesehatan. Proses politik dalam penganggaran pun harus dikontrol oleh publik.
4
Karena itu, agar timbul efek jera, dampak korupsi harus didorong menjadi bahan
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis.
Di level sistem-sistem manajemen rumah sakit, dan lingkungan rumah sakit, terjadi antara
lain :
1. saat pembelian alat-alat kesehatan (alkes) dan obat
2. suap/gratifikasi misal dalam perijinan atau akreditasi rumah sakit
3. dalam konstruksi RS dan Puskesmas
4. penyelewengan dana Jamkesmas-Jamkesda dan bantuan sosial kesehatan
5. memberikan dana illegal ke pimpinan pemerintah daerah agar menjadi pejabat
struktural di RS atau menjadi pegawai.
Terjadinya korupsi bahkan sudah sampai korupsi yang "by design". Sebagai gambaran
pembelian alat direncanakan oleh oknum eksekutif, dengan dorongan dari penjual alat
kesehatan. Direktur rumah sakit dapat terpojok untuk memberikan tanda tangan yang
kemungkinan dapat berujung pada korupsi.
5
2.3 Akibat dari korupsi
Jika terlanjur ada korupsi akibatnya dapat berupa:
kerusakan fisik
kemacetan pembangunan fisik
nama baik dan citra, termasuk keluarga di cap jelek
karir berhenti
mutu pelayanan rumah sakit menurun.
Walaupun pelaku di penjara, kehidupan masih dapat berjalan, namun kerusakan yang terjadi
sudah terlanjur buruk.
1. Organisasi rumah sakit menjadi sebuah lembaga yang mempunyai sisi bayangan yang
semakin gelap;
2. Ilmu manajemen yang diajarkan di pendidikan tinggi menjadi tidak relevan;
3. Direktur yang diangkat karena kolusif (misalnya harus membayar untuk menjadi
direktur) menjadi sulit menghargai ilmu manajemen;
4. Proses manajemen dan klinis di pelayanan juga cenderung akan tidak seperti apa yang
ada di buku-teks;
2. Rekrutmen pimpinan lembaga kesehatan dan rumah sakit dan serta SDMnya harus
dilakukan secara baik ,dan transparan;
3. Pendampingan kegiatan yang potensi korupsi sejak awal perencanaan, terutama pada
proyek-proyek di sektor kesehatan yang rentan menjadi proyek yang dapat dirancang
untuk dikorupsi;
4. Cermat dalam melakukan kegiatan, termasuk administrasi perkantoran;
5. Dokter, tenaga kesehatan, manajer RS harus memahami peraturan dan perundangan
mengenai korupsi melalui pendidikan dan pelatihan.
Dari kasus diatas sudah jelas terbukti bahwa sektor kesehatan telah masuk dalam pusaran
korupsi. Masuknya sektor kesehatan dalam pusaran korupsi dapat menghambat pemerintah
dalam upayanya memperbaiki mutu pelayanan kesehatan. Sudah menjadi rahasia umum jika
mutu pelayanan kesehatan di Indonesia belum begitu baik. Hal ini akan menambah berat
tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan pelayanan yang bermutu. Di sisi lain, juga
berdampak pada semakin sulitnya mencapai derajat sehat masyarakat yang optimal. Akibat
dari maraknya kasus korupsi disektor kesehatan. Sehingga banyak program yang tidak
berjalan secara optimal.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Agar kasus korupsi disektor kesehatan tidak meluas maka perlu dibuat sistem
pengawasan program. Sistem pengawasan ini harus mampu menjalankan peran-peran
manajemen dengan baik. Peran yang baik akan menghasilkan program yang efektif dan
efisien. Selain sistem pengawasan juga diperlukan evaluasi pelaksanaan program. Selama ini
setiap program yang dibuat oelh pemerintah sangat jarang dilakukan evaluasi. Kalaupun ada
itu sangat sederhana dan terkesan hanya sebatas formalitas. Padahal adanya evaluasi sangat
penting untuk menciptakan sistem birokrasi yang efektif dan efisien. Maka, peluang untuk
melakukan korupsi akan semakin sempit karena ketatnya pengawasan serta adanya evaluasi.
3.2 Saran
Dengan penulis makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat memilih
manfaat yang tersirat didalamnya dan dapat dijadikan sebagai kegiatan motivasi agar kita
tidak terjerumus oleh hal-hal korupsi dan dapat menambah wawasan dan pemikiran yang
intelektual khususnya dalam mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi.
8
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/18556161/DAMPAK_KORUPSI_Autosaved
https://jurnal.kpk.go.id/Dokumen/jurnal-integritas-volume-02-nomor-1-tahun-2016/jurnal-
integritas-volume-02-nomor-1-tahun-2016%20-%2006.pdf
https://id.scribd.com/doc/243381504/Dampak-Korupsi-Terhadap-Bidang-Pelayanan-
Kesehatan-Masyarakat
https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220520-kenali-bahayanya-dampak-
korupsi-di-berbagai-bidang-ini
9