Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

DAMPAK KORUPSI DALAM PELAYAN KESEHATAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Budaya Anti Korupsi dengan dosen pembimbing

Disusun oleh :

Bisma Teguh P

Dila Wiji Dwi Puspitasari

Firda Alif Aulia

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesainya makalah Dampak Korupsi
Dalam Pelayanan Kesehatan dalam memenuhi tugas mata kuliah Budaya Anti Korupsi.

Makalah ini disusun berupaya untuk meningkatkan kemampuan dalam pemahaman mengenai
dampak korupsi dalam pelayanan kesehatan . Materi dalam makalah ini bersumber dari
informasi dunia maya ( Internet ) .

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Budaya Anti
Korupsi yang telah memberikan tugas dalam upaya meningkatkan kemampuan kami untuk
memahami materi tersebut dan sebagai pembelajaran secara berkelompok .

Dalam penyusunan makalah ini , Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan karena faktor batasan pengetahuan penyusun ,
oleh sebab itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk penyempurnaan makalah ini dan
demi kualitas penyusunan makalah selanjutnya . .

Malang 26 Maret 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………. 2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………3

BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………

1.1 Latar belakang………………………………………………………………..4


1.2 Rumusan masalah…………………………………………………………… 5
1.3 Tujuan……………………………………………………………………… 5
1.4 Manfaat penulisan............................................................................................ 5

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Dampak Terhadap Pelayanan Kesehatan........................................................ 7


2.2 Penanganan Korupsi di Sektor Kesehatan………………………………… 11
2.3 Contoh Kasus Korupsi dalam Sektor Kesehatan…………………………… 12

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………… 16

3.2 Saran………………………………………………………………………… 17

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah Negara yang terkenal dengan kekayaan sumber daya alam yang tersedia,

namun di lihat secara nyata, rakyat Indonesia banyak yang menderita. Penderitaan ini

seperti : kemiskinan, kelaparan, dan kesengsaraan. Penderitaan yang di jalani rakyat tidak

lain dan tidak bukan adalah dampak dari otonomi daerah yang kurang terstruktur. Hal ini di

karenakan rendahnya moral – moral para pejabat yang memegang kekuasaan di Indonesia.

Rendahnya moral para pejabat yang ada di Indonesia menyebabkan Indonesia menempati

rangking ke-3 dalam Negara terkorup di dunia. Hal ini sangat mencoreng nama bangsa

Indonesia sebagai Negara yang memiliki kekayaan lebih. Saat ini, korupsi di Indonesia sudah

mencapai puncaknya, setiap pejabat tinggi yang di periksa, pasti terlibat korupsi. Jika hal ini

tidak di tanggapi dengan serius maka Negara Indonesia tidak akan mencapai puncak emas

seperti yang di cita – cita kan dalam pembukaan undang – undang dasar 1945.

Permasalahannya adalah, masyarakat belum mengetahui tentang dampak korupsi dalam

pelayanan kesehatan, penanganan di sector kesehatan. Maka dengan penyusunan makalah ini,

penulis akan mengunggakap hal – hal yang berkaitan dengan masalah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, permasalahan yang dibahas dalam makalah ini

sebagai berikut.

Apakah dampak korupsi terhadap pelayanan kesehatan?

Bagaimana penanganan korupsi di sektor kesehatan ?

Bagaimana contoh kasus korupsi di sektor kesehatan ?

1.3 Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui dampak korupsi terhadap pelayanan kesehatan.

Untuk mengetahui penanganan korupsi di sektor kesehatan.

Untuk mengetahui penanganan korupsi di sektor kesehatan.

1.4 Manfaat Penulisan

Berdasarkan tujuan diatas, maka penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat,

sebagai berikut:

Manfaat Umum

Memberikan sumbangan pemikiran untuk memperkaya wawasan dan pengetahuan tentang

materi.

Manfaat Khusus
Bagi pembaca

Makalah ini diharapkan dapat mempermudah pembaca dalam memahami materi yang di

sajikan. Selain itu pembaca makalah ini diharapkan mampu menerima semua materi yang

disampaikan.

Bagi penulis

Dapat memperluas kaidah-kaidah pengetahuan serta sumber ajar yang berguna dalam proses

pembelajaran khususnya pada materi .


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dampak Terhadap Pelayanan Kesehatan

Identik dengan di atas, korupsi di bidang kesehatan akan meningkatkan biaya barang dan jasa

di bidang kesehatan, yang pada akhirnya kesemuanya harus ditanggung oleh konsumer atau

rakyat Keberhasilan terhadap program program kesehatan tidak ditentukan semata hanya

kuantitas dari program itu sendiri, namun sedikit banyaknya ditentukan oleh berjalannya

sistem yang ada melalui kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Kewenangan dan

kekuasaan pada tahap implementasi dapat diterjemahkan secara berbeda oleh tiap-tiap daerah

dan cenderung ditafsirkan dengan keinginan masing-masing daerah. Kondisi ini akan dapat

menciptakan peluang-peluang KKN yang dapat berdampak langsung maupun tidak langsung

terhadap pelayanan kesehatan masyarakat.

Dampak korupsi di bidang kesehatan, antara lain:

1. Tingginya biaya kesehatan.

Tingginya biyaya kesehatan saat ini sangatlah membuat kalangan masyarakat menengah

kebawah untuk mendapat pelayanan yang optimal, fenomena ini terjadi akibat prilaku nakal

dari pejabat-pejabat yang rusak moralnya sehingga dana-dana yang seharusnya digelontorkan

untuk menunjang kesehatan masyarakat miskin “dimakan” oleh para pejabat-pejabat nakal

yang menduduki kursi di pemerintahan, sehingga masyarakat miskin yang jadi korbannya.

2. Tingginya angka kematian ibu hamil, ibu menyusui dan bayi.


Penurunan angka kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup masih terlalu lamban untuk

mencapai target Tujuan PembangunanMillenium (Millenium Development Goals/MDGs)

dalam rangka mengurangi tiga per empat jumlah perempuan yang meninggal selama hamil

dan melahirkan pada 2015. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pernyataan yang

diterbitkan di laman resmi WHO itu dijelaskan, untuk mencapai target MDGs penurunan

angka kematian ibu antara 1990 dan 2015 seharusnya 5,5 persen pertahun. Data WHO,

UNICEF, UNFPA dan Bank Dunia menunjukkan angka kematian ibu hingga saat ini masih

kurang dari satu persen per tahun. Tahun 2005, sebanyak 536.000 perempuan meninggal

dunia akibat masalah persalinan, lebih rendah dari jumlah kematian ibu tahun 1990 yang

sebanyak 576.000. Menurut data WHO, sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah

persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-

negaraberkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran

bayihidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51

negara persemakmuran.

Terlebih lagi, rendahnya penurunan angka kematian ibu global tersebut merupakan

cerminanbelum adanya penurunan angka kematian ibu secara bermakna. Sebanyak 20-30

persen dari kehamilan mengandung resiko atau komplikasi yang dapat menyebabkan

kesakitan dan kematian ibu dan bayinya. Salah satu indikator utama derajat kesehatan suatu

negara adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Angka Kematian Ibu adalah jumlah wanita yang

meninggal mulai dari saat hamil hingga 6 minggu setelah persalinan per 100.000 persalinan.

Angka Kematian Ibu menunjukkan kemampuan dan kualitas pelayanan kesehatan, kapasitas

pelayanan kesehatan, kualitas pendidikan dan pengetahuan masyarakat, kualitas kesehatan

lingkungan, sosial budaya serta hambatan dalam memperoleh akses terhadap pelayanan

kesehatan.
Tingginya AKI dan lambatnya penurunan angka ini menunjukkan bahwa pelayanan

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sangat mendesak untuk ditingkatkan baik dari segi jangkauan

maupun kualitas pelayanannya. Menurut WHO tahun 2010, sebanyak 536.000 perempuan

meninggal akibat persalinan. Sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan

atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara

berkembang merupakan tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup

jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di 9 negara maju dan 51 negara

persemakmuran. Jumlah angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi diantara

negara-negara ASEAN lainnya. Menurut Depkes tahun 2008 jikadibandingkan AKI

Singapura adalah 6 per 100.000 kelahiran hidup, AKIMalaysia mencapai 160 per 100.000

kelahiran hidup. Bahkan AKI Vietnam sama seperti Negara Malaysia, sudah mencapai 160

per 100.000 kelahiran hidup, filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup, brunei 33 per 100.000

per kelahiran hidup, sedangkan di Indonesia 228 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut

depkes pada tahun 2010, penyebab langsung kematian maternal di Indonesia terkait

kehamilan dan persalinan terutama yaitu perdarahan 28 persen. Sebab lain, yaitu eklampsi 24

persen, infeksi 11 persen, partus lama 5 persen, dan abortus 5 persen.

3. Tingkat kesehatan masih buruk.

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap

orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya

penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan,

pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan

4. Banyaknya kasus gizi buruk

Masalah gizi, khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak muda, dengan

dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Studi menunjukkan
bahwa anak pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama

pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa Meskipun

Indonesia telah menunjukkan penurunan kemiskinan secara tetap, tetapi masalah gizi pada

anak-anak menunjukkan sedikit perbaikan. Dari tahun 2007 sampai 2011, proporsi penduduk

miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 16,6 - 12,5 persen, tetapi masalah gizi

tidak menunjukkan penurunan secara signifikan (Gambar 1). Prevalensi anak pendek sangat

tinggi, mempengaruhi satu dari tiga anak balita, yang merupakan proporsi yang menjadi

masalah kesehatan masyarakat menurut kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dari

fakta tersebut terbukti bahwa gizi buruk di indonesia masih banyak, penyebab signifikan dari

hal ini adalah pelayanan kesehatan yang kurang memadai, dan yang mengakibatkan

pelayanan kesehatan yang kurang memadai adalah dana yang “dimakan” oleh para pejabat

diatas yang melakukan “korupsi”

5. Kinerja petugas kesehatan yang tidak sesuai standar.

Resiko kerusakan dapat terjadi pada kesehatan dan keselamatan manusia berbagai akibat

kualitas lingkungan yang buruk kualitas petugas kesehatan yang masih buruk, penanaman

modal yang anti-lingkungan atau ketidakmampuan memenuhi standarisasi kesehatan dan

lingkungan. Korupsi akan menyebabkan kualitas pembangunan buruk, yang dapat berdampak

pada kerentanan bangunan sehingga memunculkan resiko korban.

Angka mortalitas ibu hamil dan melahirkan pada tahun 2012, ternyata masih tinggi yakni 359

per 100.000 kelahiran. Angka ini meningkat tajam dibanding tahun 2007, yakni 228 per

100.000 kelahiran hidup. Secara makro, angka kematian ibu hamil dan melahirkan,

merupakan parameter kualitas kesehatan masyarakat pada suatu negara.

Laksono Trisnantoro dalam Seminar Pencegahan Korupsi di Sektor Kesehatan yang

diselenggarakan oleh Keluarga Alumni Gadjah Mada Fakultas Kedokteran Yogyakarta


(Kagama Kedokteran) pada Rabu, 22 Mei 2013, secara khusus menyoroti dampak korupsi

terhadap sistem manajemen rumah sakit. Sistem manajemen rumah sakit yang diharapkan

untuk pengelolaan lebih baik menjadi sulit dibangun. Apabila korupsi terjadi di berbagai

level maka akan terjadi keadaan sebagai berikut:55

1. Organisasi rumah sakit menjadi sebuah lembaga yang mempunyai sisi bayangan yang

semakin gelap.

2. Ilmu manajemen yang diajarkan di pendidikan tinggi menjadi tidak relevan;

3. Direktur yang diangkat karena kolusif (misalnya harus membayar untuk menjadi

direktur) menjadi sulit menghargai ilmu manajemen;

4. Proses manajemen dan klinis di pelayanan juga cenderung akan tidak seperti apa yang

ada di buku teks.

Akhirnya, terjadi kematian ilmu manajemen apabila sebuah rumah/ lembaga kesehatan sudah

dikuasai oleh kultur korupsi di sistem manajemen rumah sakit maupun sistem penanganan

klinis.

2.2 Penanganan Korupsi di Sektor Kesehatan

Secara prinsip dikenal ungkapan Pencegahan lebih baik dibanding dengan Pengobatan. Oleh

karena itu, diperlukan pencegahan korupsi di sektor kesehatan melalui berbagai cara, antara

lain:

1. Pembangunan karakter tenaga kesehatan, pimpinan pemerintahan dan politik, serta

konsultan, yang dimulai sejak masa kecil;

2. Rekrutmen pimpinan lembaga kesehatan dan rumah sakit dan serta SDMnya harus

dilakukan secara baik ,dan transparan;


3. Pendampingan kegiatan yang potensi korupsi sejak awal perencanaan, terutama pada

proyek-proyek di sektor kesehatan yang rentan menjadi proyek yang dapat dirancang

untuk dikorupsi;

4. Cermat dalam melakukan kegiatan, termasuk administrasi perkantoran;

5. Dokter, tenaga kesehatan, manajer RS harus memahami peraturan dan perundangan

mengenai korupsi melalui pendidikan dan pelatihan.

2.3 Contoh Kasus Korupsi Dalam Sektor Kesehatan

Kasus dokter Ayu yang divonis hukuman 10 bulan penjara oleh MA sepertinya mampu

membangunkan kesadaran masyarakat betapa buruknya pelayanan kesehatan di Indonesia.

Selain pelayanan yang buruk, kasus korupsi yang menjerat para dokter dan orang-orang yang

terlibat dalam bidang kesehatan juga menyebabkan citra dokter semakin terpuruk.

Tulisan ini akan mencoba membuka kembali lembaran-demi lembaran prasasti tentang jenis-

jenis tindak pidana korupsi (TIPIKOR) yang kerap dilakukan oleh para dokter dan orang-

orang yang berkecimpung dibidang kesehatan baik yang dilakukan secara sengaja maupun

yang dilakukan karena ketidaktahuannya. Fakta bahwa dokter juga melakukan korupsi perlu

diangkat ke publik karena kejahatan korupsi di Indonesia sudah membuat hati masyarakat

Indonesia gundah gulana. Kegundahan yang disebabkan hampir setiap hari berita tentang

tertangkapnya koruptor tidak pernah berhenti. Survei MTI (Masyarakat Transparansi

Indonesia) beberapa tahun lalu yang menempatkan Indonesia dalam kelompok Negara

terkorup juga membuat hati semakin miris dan meringis.

Dan diantara kasus-kasus korupsi yang pernah ditangani oleh aparat penegak hukum baik

KPK, kejaksaan dan kepolisian beberapa diantaranya menyeret dokter baik sebagai tersangka,
terdakwa maupun terpidana. Catatan KPK menunjukkan, di tahun 2005 saja, ada 93 kasus

yang menyeret orang-orang yang bekerja dibidang kesehatan dan 11 dokter diantaranya telah

dijatuhi hukuman.

 Kongkalingkong dokter dengan produsen obat

Sudah bukan rahasia lagi jika dokter mempunyai hubungan spesial dengan perusahaan

farmasi. Dokter sering dijadikan ujung tombak pemasaran obat-obatan dari perusahaan

farmasi tertentu. Kerjasama spesial dokter-perusahaan farmasi mengarahkan dokter untuk

untuk membeli obat ataupun peralatan medis ke perusahaan farmasi dan ini tentu

mempengaruhi dokter dalam memberikan resep kepada pasien. Dan perusahaan farmasi pun

membalas jasa dokter dengan cara memberikan fee baik berupa discount khusus maupun

fasilitas lain seperti jalan-jalan ke luar negeri, biaya dan akomodasi seminar. Akibat adanya

biaya khusus untuk memberikan pelayanan para dokter, maka perusahaan farmasi

menghitungnya sebagai biaya promosi yang kemudian dibebankan kepada biaya produksi

yang semakin tinggi dan berakibat pada mahalnya harga obat-obatan. Akhirnya, harga obat

yang mahal pun semuanya dibebankan kepada pasien. Menurut Direktur Gratifikasi, Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono, pemberian fee baik berupa discount khusus

maupun fasilitas lain seperti jalan-jalan ke luar negeri, biaya dan akomodasi seminar

merupakan bentuk gratifikasi dan dapat dikategorikan tindakan korupsi. Pasalnya, gratifikasi

perusahaan farmasi kepada dokter baik secara langsung maupun tidak langsung akan

mempengaruhi dokter untuk memberikan resep atau alat kesehatan ke perusahaan tertentu

yang telah menjalin kerjasama dengan dokter. Seperti diketahui, regulasi tentang gratifikasi

tercantum jelas dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Berdasar undang-undang tersebut, sumbangan

bisa saja masuk kategori gratifikasi. Setiap gratifikasi kepada PNS atau penyelenggara negara
dianggap korupsi, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan

kewajiban atau tugasnya. Menurut Pasal 12B UU No. 20/2001 bagi penerima gratifikasi

dihukum pidana seumur hidup, atau pidana paling singkat 4 tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00

(Rp1 Milyar). Kecuali, apabila penerima gratifikasi melaporkannya ke KPK dalam waktu 30

hari setelah diterimanya gratifikasi.

 Mark up dana pengadaan alat kesehatan

Selain gratifikasi, tindak pidana korupsi yang paling banyak menjerat dokter dan tenaga

kesehatan adalah mark up dan manipulasi dana pengadaan alat kesehatan untuk Puskesmas

dan RSUD. Contoh dari kasus ini adalah hukuman terhadap mantan Menteri Kesehatan di era

Presiden Megawati, Achmad Suyudi yang dijatuhi hukuman penjara 2 tahun 3 bulan dan

denda 100 juta rupiah. Proyek pengadaan alat kesehatan untuk 32 RSUD di wilayah

Indonesia timur tersebut mengakibatkan kerugian negara hingga 104 milyar rupiah. Selain

Achmad Suyudi, mantan Menteri Kesehatan KIB-1 era Presiden SBY, Siti Fadilah Supari

juga terjerat kasus pengadaan alkes dalam rangka wabah flu burung tahun 2006-2007.

Mantan Menteri Kesehatan almarhumah Endang Rahayu Sedyaningsih juga sempat diisukan

terlibat dalam dugaan korupsi Pengadaan Alat Bantu Belajar Mengajar (ABBM) Pendidikan

dokter/dokter Spesialis di Rumah Sakit (RS) Pendidikan dan RS Rujukan Tahun 2010 pada

Kementerian Kesehatan. Proyek ABBM ini diduga melibatkan mafia anggaran di DPR yang

dikendalikan dan diatur oleh M. Nazaruddin.

 Dampak korupsi yang dilakukan oleh dokter

Terjadinya tindak pidana korupsi dibidang kesehatan yang dilakukan oleh dokter dan pejabat

di lingkungan kementrian kesehatan mengakibatkan semakin buruknya pelayanan kesehatan


dan menurunnya derajat kesehatan masyarakat. Anggaran kesehatan yang seharusnya

digunakan untuk membangun kesehatan dan mewujudkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat masyarakat, justru digunakan untuk memperkaya diri sendiri dan

orang lain yang berakibat pada buruknya pelayanan kesehatan masyarakat.

Dampak korupsi lebih jauh yang dilakukan oleh dokter adalah semakin tingginya harga obat-

obatan dan rendahnya kualitas alat kesehatan pada rumah sakit dan puskesmas serta sarana

kesehatan masyarakat lainnya. Karenanya, kongkalingkong dokter dengan produsen obat

harus segera dihentikan agar pasien tidak dirugikan. Seharusnya Dokter Demo ke Kementrian

Kesehatan.Fakta membuktikan bahwa selama ini kasus-kasus korupsi dibidang kesehatan

banyak dilakukan oleh para pejabat dilingkungan kementrian kesehatan baik di pusat maupun

di daerah. Melihat fakta-fakta tersebut, seharusnya dokter-dokter yang selama ini

mengeluhkan kecilnya anggaran di bidang kesehatan sebaiknya mengarahkan demonya ke

Kementrian Kesehatan agar anggaran untuk kesehatan yang sudah kecil tidak ada lagi

korupsi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Dampak korupsi di bidang kesehatan akan meningkatkan biaya barang dan jasa di bidang

kesehatan, yang ada akhirnya ke semuanya harus ditanggung oleh konsumer atau rakyat.

Kondisi ini akan dapat menciptakan peluang-peluang KKN yang dapat berdampak langsung

maupun tidak langsung terhadap pelayanan kesehatan masyarakat. Hal tersebut akan

menimbulkan dampak di bidang kesehatan, seperti :Tingginya biaya kesehatan, Tingginya

angka kematian ibu hamil, ibu menyusui dan bayi, Tingkat kesehatan masih buruk,

Banyaknya kasus gizi buruk, Kinerja petugas kesehatan yang tidak sesuai standar. Secara

prinsip dikenal ungkapan Pencegahan lebih baik dibanding dengan Pengobatan. Oleh karena

itu, diperlukan pencegahan korupsi di sektor kesehatanseperti 1. Pembangunan karakter

tenaga kesehatan, 2. Rekrutmen pimpinan lembaga kesehatan dan rumah sakit dan serta

SDMnya harus dilakukan secara baik ,dan transparan, 3. Pendampingan pada kegiatan yang

berpotensi korupsi sejak awal perencanaan, 4. Cermat dalam melakukan kegiatan, termasuk

administrasi perkantoran, 5.Dokter atau tenaga kesehatan,manajer RS harus memahami

peraturan dan perundangan mengenai korupsi melalui pendidikan dan pelatihan demi

menciptakan pelayanan kesehatan yang optimal bersih dari korupsi.


3.1 Saran

Dengan kekayaan yang sangat melimpah ini, rakyat Indonesia seharusnya dapat hidup lebih

baik dan bahkan sangat mungkin untuk menjadi yang terbaik di dunia ini. Sudah sewajarnya

kalau penduduk Indonesia hidup sejahtera jika melihat kekayaan yang dimiliki tersebut.

Tidak ada orang yang menderita karena sakit dikarenakan tidak mampu untuk berobat, tidak

ada lagi orang yang meninggal karena pelayanan kesehatan burukdan tingginya biaya

kesehatan,Tidak ada angka kematian ibu hamil, ibu menyusui dan bayi, Tidak ada kesehatan

yang masih burukdan banyaknya kasus gizi buruk. Indonesia sangat potensial untuk

menjadikan masyarakatnya memiliki dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang terjamin.

Tentunya dengan catatan, tidak ada korupsi, tidak ada yang mengambil hak orang lain, dan

tidak ada yang menjarah kekayaan negara.Sebab apabila masih ada yang korupsi dan

mengambil hak-hak orang lain, Oleh sebab itu mari satukan langkah, mari perangi korupsi

dengan mengawali dari diri sendiri, dengan harapan besar bagi kejayaan negeri ini serta

kesejahteraan bangsa yang ditumjukan dengan kemakmuran rakyatnya.


Daftar Pustaka

https://id.scribd.com/doc/263417715/MAKALAH-PBAK-2

https://id.scribd.com/upload-document?archive_doc=263417715&escape=false&metadata=
%7B%22context%22%3A%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read
%22%2C%22action%22%3A%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C
%22platform%22%3A%22web%22%7D

Anda mungkin juga menyukai