Anda di halaman 1dari 9

Laporan Pendahuluan

Mobilitas Fisik di RSUD Bangil Kab. Pasuruan

Disusun oleh :
Bisma Teguh Pratama (1901110570)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2022/2023


LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktik dengan judul “Laporan Pendahuluan Keperawatan Dasar Manusia dengan
Mobilitas Fisik Di Ruang Poli Diabetus Militus RSUD Bangil Kab.Pasuruan”.
Telah disetujui oleh pembimbing lahan dan pembimbing institusi STIKes Kendedes Malang
Program Studi S1 Keperawatan Pada

Malang,

Bisma Teguh Pratama

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) ( )
KONSEP DASAR MOBILITAS FISIK
A. Pengertian
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak dan melakukan
kegiatan secara mudah, bebas dan teratur guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik
secara mandiri, dengan bantuan orang lain, maupun hanya dengan bantuan alat (Wulandari,
2018). Gangguan mobilitas atau imobilitas merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya (Wulandari,
2018). Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh
atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
B. Jenis Mobilitas
Kemampuan mobilitas secara umum dibedakan menjadi dua, mobilitas penuh dan mobilitas
sebagian. Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak atau beraktivitas
secara bebas tidak terbatas, sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi dari saraf motorik volunter dan sensorik untuk
dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang. Sedangkan mobilitas sebagian merupakan
kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara
bebas karena adanya gangguan pada saraf motorik dan sensorik di satu atau lebih ekstremitas
tubuhnya. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
Mobilitas sebagian temporer Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
Mobilitas sebagian permanen Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadi
hemiplegia karena stroke, parapelgia karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena
terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik (Widuri, 2010).
C. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal
Tulang (Osteon) Struktur tulang terdiri atas dua macam yaitu; tulang padat (compact) dan tulang
berongga (spongiosa). Tulang padat biasanya terdapat pada bagian luar semua tulang sedangkan
tulang berongga biasanya terdapat pada bagian dalam tulang, kecuali bagian yang digantikan
oleh sumsum tulang. Bila tulang diklasifikasikan berdasarkan morfologi (bentuknya), maka
dapat dibagi menjadi lima jenis yaitu ; tulang panjang/tulang pipa (long bone), tulang pendek
(short bone), tulang tipis/pipih (flat bone), tulang tidak teratur (irreguler bone) dan tulang
sesamoid.
Sendi (Artikulasio) Klasifikasi sendi secara fungsional ada tiga, yaitu sendi yang tidak dapat
bergerak (sinartrosis), sendi yang gerakannya minimal (amfiartrosis) dan sendi yang bergerak
bebas (diartrosis). Klasifikasi sendi secara struktural ada dua yaitu; sendi fibrosa (dihubungankan
dengan jaringan fibrosa) seperti sutura, sindesmosis, gomfosis, sendi kartilago (sendi yang
dihubungkan dengan jaringan kartilago) seperti sinkondrosis, simfisis, dan 3) sendi sinovial.
Sedangkan berdasarkan tipe gerakkan yang ditimbulkan, sendi sinovial dapat digolongkan
menjadi; sendi datar, sendi engsel, sendi poros, sendi elipsoid, sendi pelanan, dan sendi peluru.
Ligamen, Otot, Fasia, dan Tendon
Otot dapat dibedakan berdasarkan lokasi, struktur mikroskopis dan kontrol persyarafannya.
Terdapat tiga jenis otot yaitu : otot skelet, otot jantung dan otot polos.
a. Otot Skelet / Otot Rangka / Otot Lurik, dengan karakter:
1) Terdapat pada rangka dan dinamai sesuai dengan tulang yang berhubungan
2) Bergaris
3) Volunter (bekerja dengan pengendalian secara sadar)
b. Otot Jantung
1) Membentuk dinding jantung
2) Bergaris
c. Otot Polos
1) Terdapat pada dinding struktur interna (visera) antara lain: lambung, kandung kemih,
pembuluh darah dll.
2) Tidak bergaris
3) Involunter (bekerja di luar kesadaran)
Secara makroskopis, otot memiliki bagian-bagian antara lain: 1) Origo, yaitu tempat perlekatan
ujung proksimal pada otot rangka, 2) Venter (badan otot), yaitu bagian tengah dari otot (di antara
ujung proksimal dan distal), dan 3) Insersio, yaitu tempat perlekatan ujung distal otot pada
rangka
Fungsi Pokok Otot
a. Motion Yaitu fungsi untuk menghasilkan gerakan, baik gerakan seluruh tubuh (berjalan, lari,
dll). Maupun gerakan lokal (memegang, mengangguk, dll)
b. Mempertahankan postur Yaitu fungsi otot rangka dalam berkontraksi guna mempertahankan
tubuh dalam posisi tetap saimbang, seperti duduk tegak, berdiri, dll.
c. Menghasilkan kalori Yaitu fungsi untuk mempertahankan suhu tubuh yang normal melalui
panas yang dihasilkan oleh otot rangka saat berkontraksi.
Agar otot dapat berkontraksi, maka diperlukan suatu stimulus. Adapun proses stimulus adalah
sebagai berikut :
a. Stimulus datang dan diterima oleh sel saraf (neuron sensorik) yang selajutnya diubah menjadi
impuls saraf
b. Impuls dilanjutkan oleh neuron motorik menuju otot, melalui myoneura junction (motor end
plate), yaitu pertemuan antara neuron motorik dan otot. Pada tempat ini terdapat sinapsis, yaitu
tempat penyaluran neurotransmitter dari neuron ke otot.
c. Di sinapsis, neurotransmitter meneruskan impuls ke sarkolemma dan akhirnya kontraksi
dimulai
5. Fungsi Tendon
Tendon merupakan serabut kolagen yang melekatkan otot ke tulang. Tendon menyalurkan gaya
yang dihasilkan oleh otot yang berkontraksi ke tulang dan dengan demikian menggerakkan
tulang. Sedangkan fungsi ligamen adalah membatasi pergerakan sendi, karena ligamen adalah
taut fibrosa yang kuat antar tulang, biasanya terletak di sendi.
Fungsi Tulang
Tulang yang matur terdiri dari 30% materi organik dan 70% deposit garam. Materi organik
terdiri dari 90% serabut kolagen dan 10% proteoglikan. Deposit garam terpenting adalah kalsium
dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium bikarbonat, dan ion magnesium..
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan dan
penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang
ditentukan oleh stimulasi hormonal, faktor makanan, dan stres tulang (keberadaan osteoblas).
Aktivitas osteoblas ditentukan oleh diet, stimulasi hormonal, dan olahraga. Vitamin D mampu
menstimulasi kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblas, dan secara tidak
langsung dengan menstimulasi absorpsi kalsium di usus.
Peningkatan absorpsi kalsium meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong
kalsifikasi tulang, dengan demikian peranan vitamin D sangat penting.
Tulang memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Kerangka penunjang badan (penopang badan)
b. Pengungkit untuk otot (tempat otot bertumpu)
c. Pelindung alat tubuh tertentu
d. Sebagai tempat pembuatan sel-sel darah (sistem hemopoiesis)
e. Sebagai gudang penyimpanan kalsium dan fosfor
D. PATHWAY
Sistem Muskuloskeletal

Tulang Otot Sendi Gg.Neuromuskular

Kerusakan kartilago Tendon Kekakuan Sendi Kerusakan pusat gerakan


dari tulang ligamen motoric di lobus frontalis
melemah
Terbatasnya (hemisper/hemiplagia
gerakan sendi
Hilangnya

Kekuatan otot
Gangguan Mobilitas Fisik Tirah Baring

Resiko Cidera

Resiko kerusakan
Defisit Perawatan
intergritas kulit
Diri
(dekubitus)
E. Etiologi
Menurut Tim Pokja DPP PPNI (2017), faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
gangguan mobilitas fisik, adalah sebagai berikut :
1. Penurunan kendali otot
2. Penurunan kekuatan otot
3. Kekakuan sendi
4. Kontraktur
5. Gangguan muskoloskeletal
6. Gangguan neuromuskular
7. Keengganan melakukan pergerakan
F. Manifestasi Klinis
Respon fisiologis dari perubahan mobilisasi yang mungkin muncul, diantaranya :
1. Muskuloskeletal sepeeti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi dan
abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium
2. Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan
pembentukan thrombus.
3. Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah beraktifitas.
4. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan
pencernaan (seperti konstipasi).
5. Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu
ginjal.
6. Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan.
7. Neurosensori: sensori deprivation
G. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Saputra (2013) dalam Adha (2017), ada beberapa penatalaksanaan gangguan mobilisasi
secara umum diantaranya, yaitu :
1. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan dengan
tingkat gangguan, seperti posisi fowler, sim, trendelenburg, dorsal recumbent, lithotomi, dan
genu pectoral.
a. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana bagian kepala tempat tidur lebih
tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
b. Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk memberi
kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria).
c. Posisi Trendelenburg
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada
bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
d. Posisi Dorsal Recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau direnggangkan)
di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa genitalia serta pada
proses persalinan.
e. Posisi Lithotomi
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke
atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan
memasang alat kontrasepsi.
f. Posisi Genu Pectoral
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian
alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa daerah rektum dan sigmoid
2. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma memerlukan
latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Menurut Junaidi (2011) dalam Adha (2017)
setelah keadaan pasien membaik dan kondisinya telah stabil baru diperbolehkan dilakukannya
mobilisasi. Berikut beberapa gerakan latihan ROM yang dilakukan untuk memelihara dan
mempertahankan kekuatan otot serta memelihara mobilitas persendian :
a. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
b. Fleksi dan Ekstensi Siku
c. Pronasi dan Supinasi Lengan
d. Pronasi Fleksi Bahu
e. Abduksi dan Adduksi
f. Rotasi Bahu
g. Fleksi dan Ekstensi Jari – jari
h. Infersi dan Efersi Kaki
i. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki
j. Fleksi dan Ekstensi Lutut
k. Rotasi Pangkal Paha
l. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
3. Latihan Ambulasi
a. Duduk diatas tempat tidur
b. Turun dari tempat tidur, berdiri, kemudian duduk di kursi roda
c. Membantu berjalan

Anda mungkin juga menyukai