Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

“MEMBANTU PASIEN BAB DAN BAK”


Dosen Pengampu : Ibu Wahyu Jati Dyah Utami, S.ST, M.Tr.Kes

Disusun Oleh :
Putri Amalia Mahsun
NIM. P1337425120096/1B

Program Studi D-III Kesehatan Gigi Semarang


Jurusan Keperawatan Gigi
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Eliminasi produk pencernaan yang teratur merupakan aspek penting


untuk fungsi tubuh normal. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah
pada gastrointestinal dan system tubuh lainnya, karena fungsi usus
bergantung pada keseimbangan beberapa factor pola dan kebiasaan
eliminasi bervariasi diantara individu namun telah terbukti bahwa pengeluaran
feses yang sering dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya
berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolesterol (Robinson dan
Weigley, 1989).
Untuk menangani masalah eliminasi perawat harus memahami
eliminasi normal dan factor-faktor yang meningkatkan atau menghambat
eliminasi. Asuhan keperawatan yang mendukung akan menghormati privasi
dan kebutuhan emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk
meningkatkan eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa
ketidaknyamanan.
Kebanyakan orang yang masuk rumah sakit dapat buang air kecil bila
perlu. Sebagian mempunyai kebiasaan buang air kecil sebelum makan dan
memanfaatkan refleks gastrokolis untuk buang air besar setelah makan
(pagi,siang, atau malam). Setiap orang mempunyai frekuensi buang air kecil
dan besar yang berbeda-beda dan merupakan hal yang normal untuknya.
Sebagian percaya akan pengaruh jelek yang ditimbulkan karena menahan
buang air kecil dan konstipasi.

1.2 Tujuan

Tujuan utama dari pemasangan pispot adalah untuk membantu pasien dalam
upaya memenuhi kebutuhan eliminasi, serta menjaga kebersihan pasien dan
baju pasien.

1.3 Indikasi
Pasien yang membutuhkan penggunaan pispot adalah pasien yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan eliminasinya sendiri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Teori

System tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi adalah
system gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Usus
halus terdiri dari atas duodenum, jejenum, dan ilem dengan Panjang kurang
lebih 6 meter dengan diameter 2,5 cm. Usus besar dimulai dari rectum, kolon
hingga anus yang memiliki Panjang kurang lebih 1,5m atau 50-60 inci dengan
diameter 6 cm.
Pada batas diantara usus besar dan ujung usus halus terdapat
ilcocaccal. Katup ini biasanya mencegah produk buangan untuk kembai ke
usus halus. Produk buangan yang memasuki usus besar isinya berupa
cairan. Setiap hari saluran anus menyerap sekitar 800-1000 ml cairan,
penyerapan inilah yang menyebabkan feses mempunyai bentuk setengah
padat, lunak dan cair. Kalua feses terlalu lama dalam usus besar maka terlalu
banyak air yang diserap sehingga feses menjadi kering dan keras.
Kolon sigmoid mengandung feses yang sudah siap dibuang dan
diteruskan kedalam rectum. Dalam rectum terdapat 3 lapisan jaringan
transversal segitiga lapisan tersebut mempunyai arteri dan vena.
Makanan yang diterima oleh usus halus dan lambung dalam bentuk
setengah padat atau dikenal dengan nama chyme, baik berupa air, nutrient,
bikarbonat dan enzim. Secara umum, kolon sebagai tempat absorbs, proteksi,
sekresi dan eliminasi. Proses perjalanan makanan makanan dari mulut
hingga sampai rectum membutuhkan waktu selama 12 jam. Proses
perjalanan makanan khusus pada daerah kolon memiliki beberapa Gerakan
diantaranya haustral suffing atau dikenal sebagai Gerakan mencampur zat
makanan dalam bentuk padat untuk mengabsorpsi air kemudian diikuti
dengan kontraksi haustral atau Gerakan mendorong zat makanan atau air
pada daerah kolon dan terakhir terjadi Gerakan peristatik yaitu Gerakan maju
ke anus.
Defekasi atau proses BAB adalah proses pengosongan usus yang
sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks
untuk defekasi yang terletak di medulla dan sumsum tulang belakang. Apabila
terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian luar yang diawali oleh
syaraf parasimpatis setiap waktu menguncup atau mengendor selama
defekasi berbagai otot lain membantuk proses itu seperti otot dinding perut,
diafragma dan otot-otot dasar pelvis.
Secara umum, terdapat 2 macam reflek yang membantu proses
defekasi, yaitu pertama, reflekdefekasi interinsik yang mulai dari zat sisa
makanan (feses) dalam rectum sehingga terjadi ditensi. Kemudian, flexus
mesenterikus merangsang Gerakan peristaltic, dan akhirnya feses sampai di
anus. Lalu pada saat sfingter interna relaksasi, maka terjadilah proses
defekasi kedua, feflek defekasi parasimpatis. Adanya feses dalam rectum
yang merangsang saraf rectum ke spinal cord. Dan merangsang ke kolon
desenden, kemudian ke sigmoid, lalu ke rectum dengan Gerakan peristaltic
dan akhirnya terjadi relaksasi sfingter interna, maka terjadilah proses defekasi
saat sfingter interna, maka terjadilah proses defekasi saat sfingter interna
berelaksasi.
Adapun gangguan-gangguan dalam masalah eliminasi alvi yaitu:
1. Konstipasi, keadaan individu yang mengalami resiko tinggi stasis untuk
besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras; keluarnya
feses terlalu kering dan keras.
2. Diare, Merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering
mengalami pengeluaran feses dengan bentuk cair. Diare di sertai kejang
usus,mungkin ada rasa mual dan muntah.
3. Inkontinesia Usus, Merupakan keadaan individu yang mengalami
perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal mengalami proses
pengeluaran feses tidak di sadari;yang merupakan hilangnya kemampuan
otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter
sehingga mengakibatkan kerusakan pada sfingter.
4. Kembung, Merupakan penuh udara dalam perut karena pengumpulan
secara berlebihan dalam lambung atau usus.
5. Hemorroid, Merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus
sebagai akibat peningkatan tekanan daerah anus yang dapat di sebabkan
karena kontipasiperenggangan saat defekasi.
6. Fekal Impactions, Merupakan masa feses keras di lipatan rektum yang di
akibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang
berkepanjangan.penyebab kontipasi asupan kurang,aktivitas kurang,diet
rendah serat,kelemahan tonnus otot.

Salah satu kebiasaan paling penting yang dapat perawat ajarkan tentang
kebiasaan defekasi ialah menetapkan waktu untuk melakukan defekasi untuk
memiliki kebiasaan defekasi yang teratur,seorang klien harus mengetahui
kapan keinginan untuk defekasi muncul secara normal. Perawat
menganjurkan klien untuk mulai menerapkan waktu defekasi yang paling
memungkinkan dalam sehari yang akan dijadikan sebagai rutinitas, biasanya
satu jam setelah makan, apabila klien harus menjalani tirah garing atau
membutuhkan bantuan dalam berjalan perawat harus menawarkan sebuah
pispot atau membantu klien mencapai kamar mandi.

Untuk membantu klien berdefekasi secara normal dan tanpa rasa tidak
nyaman,sejumlah intervensi dapat menstimulasi refleks defekasi
mempengaruhi karakter feses atau meningkatkan peristaltik.

Posisi jongkok, perawat mungkin perlu membantu klien yang memiliki


kesulitan untuk mengambil posisi jongkok akibat kelemahan otot atau
masalah-masalah mobilitas. Toilet umum biasanya terlalu rendah untuk
mengambil posisi jongkok akibat menderita penyakit sendi atau penyakit yang
menyebabkan kehilangan masa otot. Klien dapat membeli tempat duduk toilet
yang dapat ditinggikan untuk digunakan di rumah. Dengan tempat duduk
seperti ini,klien tidak perlu melakukan banyak upaya untuk berdiri atau duduk.

Mengatur posisi di atas pispot,klien yang menjalani tirah baring harus


menggunakan pispot untuk defekasi. Wanita menggunakan pispot sebagai
tempat untuk mengeluarkan urine dan feses,sementara pria menggunakan
pispot dapat sangat tidak nyaman. Perawat harus membantu klien mengambil
posisi yang nyaman.
Saat mengatur posisi klien penting mencegah agar otot tidak tegang
sehingga tidak menimbulkan rasa tidak nyaman. Klien tidak pernah boleh
dibiarkan duduk diatas pispot dan membiarkan tempat tidurnya dalam posisi
datar, kecuali jika restriksi aktivitas membuat tempat tidurnya harus dalam
posisi datar, apabila tempat tidur datar panggul akan berada dalam posisi
hiperekstensi. Saat membantu klien keatas pispot , mungkin tempat tidur
memang harus datar. Setelah klien berada diatas pispot, perawat
meninggikan kepala tempat tidur dengan sudut 30 derajat. Meninggikan klien
dengan dengan sudut 90 derajat akan membuat sulit pengaturan posisi.
Dalam posisi duduk, klien harus mengangkat tubuhnya dengan menggunakan
kekuatan lengannya sementara perawat meletakkan pispot. Kebanyakan klien
terlalu lemah untuk melakukan hal tersebut. Klien yang baru menjalani bedah
abdomen,takut kalau jahitannya terkoyak akibat regangan yang mereka
lakukan. Terlebih lagi, perawat membuat klien beresiko mengalami cidera
dengan berupaya mengangkat klien keatas pispot.
BAB III

METODOLOGI

3.1. Persiapan Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang perlu dipersiapkan adalah sebagai berikut.
- Handschoon - Nierbekken
- Perlak - Selimut
- Handuk - Masker medis
- Pispot - Antiseptic gel
- Air - Keranjang sampah
3.2. Prosedur Kerja
Berikut Langkah kerja yang dilakukan untuk membantu pasien BAB dengan
menggunakan pispot.

No Langkah Kerja Gambar


.
1. Interaksi dengan pasien,
menjelaskan SOP Tindakan.
2. Menjaga privasi pasien,
dengan menutup gorden.

3. Cuci tangan

4. Gunakan handschoon

5. Ganti selimut pasien

6. Memasang perlak sedang

7. Memberikan posisi Dorsal


Recumbent

8. Membantu melepas celana


pasien
9. Memasang pispot, dengan
ujung menghadap ke pasien.

10. Kemudian persilakan pasien


melakukan eliminasi.

11. Siapkan alat untuk


membersihkan kotoran
pasien

12. Bersihkan/rapikan alat

13. Rapikan pasien dengan


membersihkan pasien
menggunakan handuk

14. Melepas Handschoon

15. Bantu pasien mengenakan


celana
16. Ganti selimut pasien dengan
yang sebelumnya

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam menangani masalah eliminasi alvi, perawat harus memahami eliminasi


normal dan factor factor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi asuhan
keperawatan yang mendukung dan menghormati dan kebutuhan emosional klien.
Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus
meminimalkan rasa ketidaknyamanan. Dampak yang dapat terjadi akibat dari
gangguan system gastrointestinal sangatlah beragam mulai dari konstipasi, diare,
inkontinesia usus, dan hemorroid fecal infection.
DAFTAR PUSTAKA

Noviansyah, R,2012, Prosedur Tindakan BAB dan BAK, Blog at Word Press, diakses
pada 11 Okrober 2020, https://rulinoviansah.wordpress.com/2012/12/06/prosedur-tindakan-
bab-dan-bak/

Wiki How Komunitas,2017, Menyediakan Pispot, WikiHow, diakses pada 10 Oktober


2020, https://id.wikihow.com/Menyediakan-Pispot

Fitri D,2011,SOP Membantu Pasien BAB dengan menggunakan Pispot, Robi Murora
Blogspot, diakses pada 10 Oktober 2020,< https://roby-murora.blogspot.com/2012/05/sop-
membantu-pasien-bab-dengan.html>

Widyawati D,2010,Menolong Pasien BAB diatas Tempat Tidur, Huknah dan


Kolostoni, Wadung Wordpress, diakses pada 11 Oktober 2020,<
https://wadung.wordpress.com/2010/03/21/menolong-pasien-bab-diatas-tempat-tidur-
huknah-dan-kolostomi/>

Anda mungkin juga menyukai