Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ISSUE HUKUM DI FASILITAS

PELAYANAN KESEHATAN

Disusun Oleh :

Nama:
1. Puteri Agus Setiyowati (202002010042)
2. Nurkhamidah (202002010054)
3. Berlian Pramesti Mulia (202002010070)
4. Rokhaniyah (202002010071)
5. Akhmad Kurniawan (202002010078)

PRODI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr, wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan

rahmat-Nya sehingga kami dapat meyelesaikan makalah “Hukum Kesehatan” ini dalam

waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan untuk Rasulullah SAW

yang telah mengubah zaman sehingga kita bisa menentukan yang hak dan yang bathil.

Dengan adanya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat baca dan

belajar teman-teman. Selain itu kami juga berharap semua dapat mengetahui dan memahami

tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu kita.

Kami menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai hasil yang

sempurna. Oleh karena itu, kritikan dan saran sangat diharapkan yang bersifat membangun

demi penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini dapat

membantu pembaca dalam mengupas imajinasi mengenai hal-hal yang masih belum

diungkapkan dalam membahas gaya dalim bidang kesehatan.

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................ 1

DAFTAR ISI.................................................................................................................................................... 2

BAB I............................................................................................................................................................ 3

PENDAHULUAN............................................................................................................................................ 3

1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................................................3


1.1 TUJUAN PENULISAN.............................................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................................................................4

BAB II........................................................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN.............................................................................................................................................. 5

2.1 PENGERTIAN HUKUM...................................................................................................................................5


2.2 PENGERTIAN KESEHATAN............................................................................................................................5
2.3 PENGERTIAN DARI HUKUM KESEHATAN.....................................................................................................5
2.4 SEJARAH HUKUM KESEHATAN....................................................................................................................6
2.5 KELOMPOK-KELOMPOK DALAM HUKUM KESEHATAN................................................................................7
2.6 RUANG LINGKUP YANG TERDAPAT DALAM HUKUM KESEHATAN..............................................................8
2.7 LATAR BELAKANG TERJADINYA TERJADINYA UNDANG UNDANG DI DUNIA KESEHATAN.............................9
2.8 FUNGSI DARI HUKUM KESEHATAN...........................................................................................................10
2.9 SUMBER-SUMBER HUKUM KESEHATAN....................................................................................................10
2.10 TUJUAN HUKUM KESEHATAN..................................................................................................................11
2.11 ASAS-ASAS HUKUM KESEHATAN............................................................................................................11
2.12 UPAYA KESEHATAN GUNA MENINGKATKAN DERAJAT KESEHATAN......................................................12
2.13 HUKUM KESEHATAN DIMASA YANG AKAN DATANG.............................................................................12
2.14 HAL-HAL PENTING DARI UNDANG-UNDANG KESEHATAN......................................................................13
2.15 HAK DAN KEWAJIBAN DALAM HUKUM KESEHATAN..............................................................................15
2.16 MATERI PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG KESEHATAN.....................................................................15
2.17 OBJEK PERJANJIAN MEDIS.......................................................................................................................17

BAB III......................................................................................................................................................... 19

KESIMPULAN.............................................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................... 20

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Di dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang berkaitan dengan
kesehatan yaitu bagaimana mengatasi masalah-masalah itu tidak keluar dari etika dan
hukum agar apa yang dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum
terhadap diri sendiri dan orang lain. Etik berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang
artinya yang baik/yang layak. Yang baik / yang layak ini ukurannya orang banyak.
Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam berbagai
segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan
dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan.
Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat
dielakkan. Pada awalnya pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan
penyakit dan pemulihan kesehatan, bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan yang
menyeluruh dengan penekanan pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam kalangan kesehatan sebagai paradigma sehat.
Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya paradigma sehat maka segala kegiatan
apapun harus berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan
peningkatan kualitas individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus
menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan
terjangkau serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Secara ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka
harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi
penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya jaminan
atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya
desentralisasi bidang kesehatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan perangkat hukum
kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan agar
adanya kepastian hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara
upaya kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah yang dimaksud dengan hukum
kesehatan, apa yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi muatan peraturan

3
perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di masa mendatang.
Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan sumbangan pemikiran,
baik secara teoritikal maupun praktikal terhadap keberadaan hukum kesehatan. Untuk itu
dilakukan kajian normatif, kajian yang mengacu pada hukum sebagai norma dengan
pembatasan pada masalah kesehatan secara umum melalui tradisi keilmuan hukum.
Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi dalam 3 (tiga) kelompok
sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat
hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum, pertanyaan hukum yang timbul maka
digunakan pendekatan konseptual, statuta, historis, dogmatik, dan komparatif. Namun
adanya keterbatasan waktu maka kajian ini dibatasi hanya melihat peraturan perundang-
undangan bidang kesehatan.

1.1 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui hukum atau pasal-pasal yang mengatur tentang kesehatan
2. Agar bisa memahami fungsi fungsi hukum kesehatan
3. Agar kita tidak melanggar asas-asas kesehatan

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.1.1 Apa pengertian dari hukum?


1.1.2 Apa definisi dari kesehatan?
1.1.3 Apa yang dimaksud dengan hukum kesehatan?
1.1.4 Bagaimana sejarah hukum kesehatan?
1.1.5 Sebutkan kelompok-kelompok dalam hukum kesehatan?
1.1.6 Apa saja ruang lingkup yang terdapat dalam hukum kesehatan?
1.1.7 Bagaimana latar belakang terjadinya peraturan perundang-undangan di bidang
pelayanan kesehatan?
1.1.8 Apa saja fungsi dari hukum kesehatan?
1.1.9 Sebutkan sumber-sumber hukum kesehatan!
1.1.10 Apa tujuan dari hukum kesehatan?
1.1.11 Apa saja asas-asas hukum kesehatan?
1.1.12 Apa saja upaya kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat?
1.1.13 Bagaimana hukum kesehatan dimasa yang akan datang?
1.1.14 Apa saja hal-hal penting dalam undang-undang kesehatan?
1.1.15 Apa hak dan kewajiban dalam hukum kesehatan?
1.1.16 Apa saja materi peraturan perudang-undangan di bidang kesehatan?
1.1.17 Apa saja objek perjanjian medis?
1.2

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum


Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan
dalam mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat agar masyarakat bisa teratur.
Hukum perdata mengatur subjek dan antar subjek dalam hubungan interrelasi
(kedudukan sederajat) (1887)

2.2 Pengertian Kesehatan


Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

2.3 Pengertian Dari Hukum Kesehatan


Beberapa pengertian hukum kesehatan menurut beberapa ahli dan undang-umdamg:
Van Der Mijn: Hukum Kesehatan diartikan sebagai hukum yang berhubungan langsung
dengan pemeliharaan kesehatan, meliputi: penerapan perangkat hukum perdata, pidana dan
tata usaha negara.
Leenen: Hukum kesehatan sebagai keseluruhan aktivitas yuridis dan peraturan hukum di
bidang kesehatan serta studi ilmiahnya.
Hukum kesehatan (No. 23 tahun 1992) adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan / pelayanan dan penerapannya. Yang
diatur menyangkut hak dan kewajiban baik perorangan dan segenap lapisan
masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara
pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi, sarana pedoman standar
pelayanan medic, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber
hukum lainnya.
  Hukum kesehatan adalah semua ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan yang mengatur hak dan kewajiban individu,
kelompok atau masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan pada satu pihak, hak
dan kewajiban tenaga kesehatan dan sarana kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan di pihak lain yang mengikat masing-masing pihak dalam sebuah perjanjian
terapeutik dan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan perundang-undangan di
bidang kesehatan lainnya yang berlaku secara lokal, regional, nasional dan internasional.

5
Secara ringkas hukum kesehatan adalah:
a. Kumpulan peraturan yang mengatur tetang hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan
b. Seperangkat kaidah yang mengatur seluruh aspek yang berkaitan dengan upaya dan
pemeliharaan di bidang kesehatan.
c. Rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur
pelayanan medik dan sarana medik

2.4 Sejarah Hukum Kesehatan


Pada awalnya masyarakat menganggap penyakit sebagai misteri, sehingga tidak ada
seorangpun yang dapat menjelaskan secara benar tentang mengapa suatu penyakit
menyerang seseorang dan tidak menyerang lainnya. Pemahaman yang berkembang selalu
dikaitkan dengan kekuatan yang bersifat supranatural. Penyakit dianggap sebagai
hukuman Tuhan atas orang-orang yang yang melanggar hukumNya atau disebabkan oleh
perbuatan roh-roh jahat yang berperang melawan dewa pelindung manusia.
Pengobatannya hanya bisa dilakukan oleh para pendeta atau pemuka agama melalui do’a
atau upacara pengorbanan
Pada masa itu profesi kedokteran menjadi monopoli kaum pendeta, oleh karena itu
mereka merupakan kelompok yang tertutup, yang mengajarkan ilmu kesehatan hanya di
kalangan mereka sendiri serta merekrtu muridnya dari kalangan atas. Memiliki
kewenangan untuk membuat undang-undang, karena dipercayai sebagai wakil Tuhan
untuk membuat undang-undang di muka bumi. Undang-undang yang mereka buat
memberi ancaman hukuman yang berat, misalnya hukuman potong tangan bagi seseorang
yang melakukan pekerjaan dokter dengan menggunakan metode yang menyimpang dari
buku yang ditulis sebelumnya, sehingga orang enggan memasuki profesi ini.
Mesir pada tahun 2000 SM tidak hanya maju di bidang kedokteran tetapi juga
memiliki hukum kesehatan. Konsep pelayanan kesehatan sudah mulai dikembangkan
dimana penderita/psien tidak ditarik biaya oleh petugas kesehatan yang dibiayai oleh
masyarakat. Peraturan ketat diberlakukan bagi pengobatan yang bersifat eksperimen.
Tidak ada hukuman bagi dokter atas kegagalannya selama buku standar diikuti. Profesi
kedokteran masih di dominasi kaum kasta pendeta dan bau mistik tetap saja mewarnai
kedokteran
Sebenarnya ilmu kedokteran sudah maju di Babylonia (Raja Hammurabi 2200 SM)
dimana praktek pembedahan sudah mulai dikembangkan oleh para dokter, dan sudah
diatur tentang sistem imbalan jasa dokter, status pasien, besar bayarannya. (dari sini lah

6
Hukum Kesehatan berasal, bukan dari Mesir). Dalam Kode Hammurabi diatur ketentuan
tentang kelalaian dokter beserta daftar hukumannya, mulai dari hukuman denda sampai
hukuman yang mengerikan. Dan pula ketentuan yang mengharuskan dokter mengganti
budak yang mati akibat kelalian dokter ketika menangani budak tersebut.
Salah satu filosof yunani HIPPOCRATES (bapak ilmu kedokteran modern) telah
berhasil menyusun landasan bagi sumpah dokter serta etika kedokteran, yaitu:
a. Adanya pemikiran untuk melindungi masyarakat dari penipuan dan praktek
kedokteran yang bersifat coba-coba
b. Adanya keharusan dokter untuk berusaha semaksimal mungkin bagi kesembuhan
pasien serta adanya larangan untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikannya.
c. Adanya penghormatan terhadap makhluk insani melalui pelarangan terhadap
euthanasia dan aborsi
d. Menekankan hubungan terapetik sebagai hubungan di mana dokter dilarang
mengambil keuntungan
e. Adanya keharusan memegang teguh rahasia kedokteran bagi setiap dokter.
Abad 20 an telah terjadi perubahan sosial yang sangat besar, pintu pendidikan bagi
profesi kedokteran telah terbuka lebar dan dibuka di mana-mana, kemajuan di bidang
kedokteran menjadi sangat pesat, sehingga perlu dibatasi dan dikendalikan oleh perangkat
hukum untuk mengontrol profesi kedokteran. Hukum dan etika berfungsi sebagai alat
untuk menilai perilaku manusia, obyek hukum lebih menitik beratkan pada perbuatan
lahir, sedang etika batin, tujuan hukum adalah untuk kedamaian lahiriah, etika untuk
kesempurnaan manusia, sanksi hukum bersifat memaksa, etika berupa pengucilan dari
masyarakat.

2.5 Kelompok-Kelompok Dalam Hukum Kesehatan


Hukum kesehatan dapat di kelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:
1. Hukum kesehatan yang terkait langsung dengan pelayanan kesehatan yaitu antara lain :
a. UU No. 23/ 1992 Tentang Kesehatan yang telah diubah menjadi UU No 36/2009
tentang Kesehatan
b. UU No. 29/2004 tentang Praktek kedokteran
c. UU No, 44/ 2009 tentang Rumah sakit
d. PP  No. 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan
e. Permenkes 161/2010 tentang Uji kompetensi

7
2. Hukum Kesehatan yang tidak secara laingsung terkait dengan pelayanan Kesehatan
antara lain:
a. HukumPidana
Pasal-pasal hukum pidana yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
Misalnya Pasal 359 KUHP tentang kewajiban untuk bertanggung jawab secara
pidana bagi tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyebabkan pasien mengalami
cacat, gangguan fungsi organ tubuh atau kematian akibat kelalaian atau
kesalahan yang dilakukannya.
b. Hukum Perdata
Pasal-pasal Hukum perdata yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
Misalnya Pasal 1365 KUHPerd. Mengatur tentang kewajiban hukum untuk
mengganti kerugian yang dialami oleh pasien akibat adanya perbuatan
wanprestasi dan atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan sarana kesehatan dalam memberikan pelayanan terhadap pasien
c. Hukum Administrasi
Ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan baik yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun oleh sarana kesehatan yang
melanggar hukum adminstrasi yang menyebabkan kerugian pada pada pasien
menjadi tanggung jawab hukum dari penyelenggara pelayanan kesehatan
tersebut
3. Hukum Kesehatan yang berlaku secara Internasional
Konvensi
Yurisprudensi
Hukum Kebiasaan
4. Hukum Otonomi
Perda tentang kesehatan
Kode etik profesi

2.6 Ruang Lingkup Yang Terdapat Dalam Hukum Kesehatan


Pasal 1 butir (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentgang kesehatan
menyatakan yang disebut sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Menurut Leenen, masalah kesehatan dikelompokkan dalam 15 kelompok: (Pasal 11
UUK)

8
1. Kesehatan keluarga
2. Perbaikan gizi
3. Pengemanan makanan dan minuman
4. Kesehatan lingkungan
5. Kesehatan kerja
6. Kesehatan jiwa
7. Pemberantasan penyakit
8. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
9. Penyuluhan kesehatan
10. Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
11. Pengamanan zat adiktif
12. Kesehatan sekolah
13. Kesehatan olah raga
14. Pengobatan tradisional
15. Kesehatan matra
Hukum kesehatan di Indonesia belum seluruhnya memenuhi runag lingkup yang
ideal, sehingga yang diperlukan adalah:
1. Melakukan inventarisasi dan analisis terhadap perundang-undangan yang sudah
ada untuk dikaji sudah cukup atau belum.
2. Perlu dilakukan penyuluhan tidak hanya terbatas kepada tenaga kesehatan saja
tetapi juga kalangan penagak hukum dan masyarakat
3. Perlu dilakukan identifikasi yang tepat bagi pengaturan masalah-masalah
kesehatan guna pembentukan perundang-undangan yang benar.

2.7 Latar Belakang Terjadinya terjadinya undang undang di dunia kesehatan

1. Pengaturan pemberian jasa keahlian


2. Tingkat kualitas keahlian tenaga kesehatan
3. Keterarahan
4. Pengendalian biaya
5. Kebebasan warga masyarakat untuk menentukan kepentingannya serta identifikasi
kewajiban pemerintah
6. Perlindungan hukum pasien
7. Perlindungan hukum tenaga kesehatan
8. Perlindungan hukum pihak ketiga
9. Perlindungan hukum bagi kepentingan umum
9
2.8 Fungsi Dari Hukum Kesehatan
Fungsi hukum kesehatan adalah:
1. Menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Meskipun hanya mengatur tata kehidupan di
dalam sub sektor yang kecil tetapi keberadaannya dapat memberi sumbangan yang besar
bagi ketertiban masyarakat secara keseluruhan
2. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat (khususnya di bidang
kesehatan). Benturan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.
3. Merekayasa masyarakat (social engineering). Jika masyarakat menghalang-halangi
dokter untuk melakukan pertolongan terhadap penjahat yang luka-luka karena tembakan,
maka tindakan tersebut sebenarnya keliru dan perlu diluruskan.
Contoh lain: mengenai pandangan masyarakat yang menganggap doktrer sebagai dewa
yang tidak dapat berbuat salah. Pandangan ini juga salah, mengingat dokter adalah
manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan di dalam menjalankan profesinya,
sehingga ia perlu dihukum jika perbuatannya memang pantas untuk dihukum.
Keberadaan Hukum Kesehatan di sini tidak saja perlu untuk meluruskan sikap dan
pandangan masyarakat, tetapi juga sikap dan pandangan kelompok dokter yang sering
merasa tidak senang jika berhadapan dengan proses peradilan.

2.9 Sumber-Sumber Hukum Kesehatan


Hukum Kesehatan tidak hanya bersumber pada hukum tertulis saja tetapi juga
yurisprudensi, traktat, Konvensi, doktrin, konsensus dan pendapat para ahli hukum maupun
kedokteran. Hukum tertulis, traktat, Konvensi atau yurisprudensi, mempunyai kekuatan
mengikat (the binding authority), tetapi doktrin, konsensus atau pendapat para ahli tidak
mempunyai kekuatan mengikat, tetapi dapat dijadikan pertimbangan oleh hakim dalam
melaksanakan kewenangannya, yaitu menemukan hukum baru.
Zevenbergen mengartikan sumber hukum adalah sumber terjadinya hukum; sumber yang
menimbulkan hukum. Sedangkan Achmad Ali, sumber hukum adalah tempat di mana kita
dapat menemukan hukum.
Sumber hukum dapat dibedakan ke dalam :
a. Sumber hukum materiil, adalah faktor-faktor yang turut menentukan isi hukum. Misalnya,
hubungan sosial/kemasyarakatan, kondisi atau struktur ekonomi, hubungan kekuatan
politik, pandangan keagamaan, kesusilaan dsb.

10
b. Sumber hukum formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan
memperoleh kekuatan hukum; melihat sumber hukum dari segi bentuknya.

Yang termasuk sumber hukum formal, adalah :


1. Undang-undang (UU) : Peraturan negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan
negara yang berwenang, dan mengikat masyarakat.
2. Kebiasaan : Perbuatan manusia mengenai hal tertentu yang dilakukan berulang-
ulang.
3. Yurisprudensi : Keputusan hakim/ pengadilan terhadap persoalan tertentu, yang
menjadi dasar bagi hakim-hakim yang lain dalam memutuskan perkara, sehingga
keputusan hakim itu menjadi keputusan hakim yang tetap.
4. Traktat (Perjanjian antar negara) : Perjanjian merupakan salah satu sumber
hukum karena perjanjian yang telah dibuat oleh kedua belah pihak (para pihak)
mengikat para pihak itu sebagai undang-undang. Hal ini diatur dalam pasal 1338
ayat 1 KUH Perdata.
5. Perjanjian : Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum karena perjanjian
yang telah dibuat oleh kedua belah pihak (para pihak) mengikat para pihak itu
sebagai undang-undang. Hal ini diatur dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata.
6. Doktrin : Adalah pendapat para sarjana hukum terkemuka yang besar
pengaruhnya bagi pengadilan (hakim) dalam mengambil keputusannya. Doktrin
untuk dapat menjadi salah satu sumber hukum (formal) harus telah menjelma
menjadi keputusan hakim.

2.10 Tujuan Hukum Kesehatan


Tujuannya Pasal 3 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal

2.11 Asas-Asas Hukum Kesehatan


1. Asas perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa berarti bahwa
penyelenggaraan kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membeda-bedakan golongan, agama, dan
bangsa
2. Asas manfaat berarti memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan
perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara;
3. Asas usaha bersama dan kekeluargaan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan
dilaksanakan melalui kegiatan yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan
dijiwai oleh semangat kekeluargaan.

11
4. Asas adil dan merata berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan
pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang
terjangkau oleh masyarakat
5. Asas perikehidupan dalam keseimbangan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus
dilaksanakan seimbang antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan
mental, antara materiel dan spiritual
6. Asas kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan sendiri berarti bahwa penyelenggaraan
kesehatan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri
dengan memanfaatkan potensi nasional seluas-luasnya.

2.12 Upaya Kesehatan Guna Meningkatkan Derajat Kesehatan


Upaya kesehatan guna mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat
meliputi:
1. upaya peningkatan kesehatan (promotif)
2. upaya pencegahan penyakit ( preventif)
3. upaya penyembuhan penyakit (kuratif)
4. upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif)
keempat upaya tersebut dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

2.13 Hukum Kesehatan Dimasa Yang Akan Datang


Hermien Hadiati Koeswadji mencatat bahwa dari apa yang telah digariskan dalam peraturan
perundang-undangan yang ada perlu terus ditingkatkan untuk (15):
1. Membudayakan perilaku hidup sehat dan penggunaan pelayanan kesehatan secara wajar
untuk seluruh masyarakat;
2. Mengutamakan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit;
3. Mendorong kemandirian masyarakat dalam memilih dan membiayai pelayanan
kesehatan yang diperlukan;
4. Memberikan jaminan kepada setiap penduduk untuk mendapatkan pemeliharaan
kesehatan;
5. Mengendalikan biaya kesehatan;
6. Memelihara adanya hubungan yang baik antara masyarakat dengan penyedia pelayanan
kesehatan;
7. Meningkatkan kerjasama antara upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dan
masyarakat melalui suatu bentuk pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat yang secara
efisien, efektif dan bermutu serta terjangkau oleh masyarakat.
Untuk itu dukungan hukum tetap dan terus diperlukan melalui berbagai kegiatan untuk
menciptakan perangkat hukum baru, memperkuat terhadap tatanan hukum yang telah
ada dan memperjelas lingkup terhadap tatanan hukum yang telah ada.

2.14 Hal-Hal Penting Dari Undang-Undang Kesehatan


1. Adanya payung bagi tindakan aborsi atas indikasi medik

12
Sebagaimana diketahui bahwa tindakan medik dalam bentuk pengguguran kandungan
dengan alasan apapun dilarang karena bertentangan dengan norma agama, kesusilaan,
dan hukum. Namun dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa ibu dapat
dilakukan aborsi.
Aborsi atas indikasi medik tersebut dapat dilakukan dengan syarat:
a. adanya kondisi yang menyebabkan wanita hamil berada dalam keadaan bahaya maut
jika tidak dilakukan aborsi.
b. Sebelumnya harus meminta pertimbangan lebih dahulu dari tim ahli yang terdiri atas
ahli medik, agama, hukum, dan psikologi.
c. Harus ada informed consent dari wanita yang bersangkutan. Jika wanita ybs dalam
keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, maka informed
consent dapat diminta dari suami atau keluarganya.
d. Pelaksanaan aborsi harus dilakukan oleh dokter ahli kandungan dan kebidanan.
e. Tempat aborsi adalah di sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan fasilitas yang
memadai untuk kepentingan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah.
2. Penyembuhan dan pemulihan kesehatan dengan transplantasi
Upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan dengan
memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang transplantasi. Meskipun
belum diatur secara lengkap tetapi beberapa pembatasan telah dikemukakan dalam UUK,
antaralain:
a. Transplantasi organ/jaringan hanya boleh dilakukan dengan kemanusiaan. Tidak
dibenarkan dilakukan dengan tujuan komersial.
b. Pelaksanaannya hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.
c. Tempat pelaksanaan ialah di sarana kesehatan yang memiliki persyaratan ketenagaan dan
fasilitas.
d. Pengambilan organ/jaringan harus memperhatikan kesehatan donor
e. Harus ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya
3. Dimungkinkannya melakukan upaya kehamilan di luar cara alami
Upaya kehamilan untuk memperoleh keturunan di luar cara alami dengan memanfaatkan
teknologi bayi tabung dapat dilakukan sebagai upaya terakhir dengan syarat-syarat yang
sangat ketat, yaitu:
a. Hanya boleh dilakukan terhadap pasangan nikah (suami isteri).
b. Harus menggunakan sperma suami dan ovum isteri.
c. Embrio yang dihasilkan hanya boleh ditanamkan ke dalam rahim isteri.

13
d. Pelaksanaannya hanya di sarana kesehatan yang memenuhi persyaratan ketenagaan dan
fasilitas yang memadai untuk itu dan telah ditunjuk oleh pemerintah
e. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu.
Dengan adanya syarat tersebut maka upaya kehamilan dengan teknologi bayi tabung
tidak boleh menggunakan donor sperma atau ovum, donor embrio, dan ibu tumpang. (ttg
kehamilan dg menggunakan teknologi cloning tidak disinggung dlm UUK)
4. Diakuinya hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
Pengakuan atas hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri yang diwujudkan dalam
bentuk informed consent merupakan refleksi bahwa HAM juga dijadikan acuan bagi
kebijakan di bidang kesehatan. Dengan adanya pengakuan tersebut maka pasien berhak
menentukan apakah ia akan menerima atau menolak tindakan medik.
Mengenai masalah imunisasi, yang sebetulnya amat oenting bagi upaya meningkatkan
kesehatan masyarakat tidak disebut dalam UUK, yaitu termasuk wajib atau sukarela.
5. Dibolehkannya melakukan pengobatan tradisional
Dengan dibolehkannya melakukan pengibatan tradisional berarti sistem yang dianut bukan
sistem monopli kedokteran, artinya orang boleh melakukan praktek pengobatan tradisional,
yaitu metode pengobatan yang mengacu pada pengalaman turun temurun, baik yang asli
maupun dari luar negeri.
Kebijakan seperti ini memang patut dihargai, sebab masyarakat memang punya hak untuk
menentukan, metode mana yang menurutnya baik untuk dipilih. Meskipun demikian
pemerintah punya kewajiban dan sekaligus kewenangan untuk melakukan pengawasan dan
pembinaan agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya sehingga tidak
merugikan masyarakat.
6. Dibentuknya majelis disiplin tenaga kesehatan
Untuk memberikan perlindungan yang seimbang antara tenaga kesehatan dan penerima
layanan kesehatan, maka perlu dibentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan, yang akan
menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam rangka memberikan layanan. Majelis terdiri atas ahli psikologi, sosiologi, agama dan
ahli hukum yang sekaligus bertindak sebagai ketua. Hukuman yang dapat diterapkan adalah
hukuman administratif berupa pencabutan izin untuk jangka waktu ttt atau hukukman lain
sesuai dengan kesalahan dan kelalaiannya.
7. Adanya payung bagi Program KB
Sebelum ada UUK banyak tenaga kesehatan merasa ragu terhadap program KB, sebab
meskipun secara materiil tidak lagi dianggap sebagai tindak pidana namun secara formil

14
masih. Dengan adanya UUK, maka secara formil tindakan pengaturan terhadap kelahiran
dalam rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis tidak lagi mrpkn tindak pidana.
8. Ditetapkannya hukuman pidana yang yang sangat berat (Pasal 80-86)
Bisanya dalam uu yang mengatur hal yang khusus (lex specialis) diatur juga ketentuan
pidananya, demikian juga dalam UUK. Hukumannya mencapai 15 tahun penjara disertai
denda 500 juta rupiah.

2.15 Hak Dan Kewajiban Dalam Hukum Kesehatan


Setiap undang-undang selalu mengatur hak dan kewajiban, baik yang dimiliki oleh
pemerintah maupun warganya, demikian juga uu kesehatan. Hak dan kewajiban yang
dimiliki setiap warga berdasarkan Pasal 4 dan 5 UUK adalah:
1. setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang
optimal.
2. Setiap orang berkewajiban ikut serta dalam pemeliharaan dan peningkatan derajat
kesehatan perseorangan, keluarga dan lingkungannya.
3. Sedangkan pemerintah mempunyai tugas dan tanggung jawab sbb:
a. mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan.
b. menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau masyarakat
c. menggerakkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pembiayaan
kesehatan dengan memperhatikan fungsi sosial.
d. bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

2.16 Materi Perundang-Undangan Dibidang Kesehatan


Segala sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan seringkali dikatakan sebagian
masyarakat kesehatan dengan ucapan saratnya peraturan. Peraturan dimaksud dapat berupa
peraturan perundang-undangan yang berlaku umum dan berbagai ketentuan internal bagi
profesi dan asosiasi kesehatan. Agar diperoleh gambaran yang lebih menyeluruh maka
digunakan susunan 3 (tiga) komponen dalam suatu sistem hukum seperti yang dikemukakan
Schuyt.(9) Ketiga komponen dimaksud adalah keseluruhan peraturan, norma dan ketetapan
yang dilukiskan sebagai sistem pengertian, betekenissysteem, keseluruhan organisasi dan
lembaga yang mengemban fungsi dalam melakukan tugasnya, organisaties instellingen dan
keseluruhan ketetapan dan penanganan secara konkret telah diambil dan dilakukan oleh
subjek dalam komponen kedua, beslisingen en handelingen.
Dalam komponen pertama yang dimaksudkan adalah seluruh peraturan, norma dan
prinsip yang ada dalam penyelenggaraan kegiatan di bidang kesehatan. Bertolak dari hal

15
tersebut dapat diklasifikasikan ada 2 (dua) bentuk, yaitu ketentuan-ketentuan yang dibuat
oleh penguasa dan ketentuan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi kesehatan.
Hubungan antara keduanya adalah ketentuan yang dibuat oleh organisasi profesi dan
asosiasi kesehatan serta sarana kesehatan hanya mengikat ke dalam dan tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan yang dibuat oleh penguasa.
Menurut inventarisasi yang dilakukan terhadap ketentuan yang dikeluarkan penguasa
dalam bentuk peraturan perundang-undangan terdapat 2 (dua) kategori, yaitu yang bersifat
menetapkan dan yang bersifat mengatur.
Dari sudut pandang materi muatan yang ada dapat dikatakan mengandung 4 (empat) obyek,
yaitu:
a. Pengaturan yang berkaitan dengan upaya kesehatan
b. Pengaturan yang berkaitan dengan tenaga kesehatan
c. Pengaturan yang berkaitan dengan sarana kesehatan
d. Pengaturan yang berkaitan dengan komoditi kesehatan.
Apabila diperhatikan dari ketentuan tersebut terkandung prinsip perikemanusiaan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan
merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada kemampuan dan
kekuatan sendiri. Selanjutnya dari ketentuan yang ada dalam keputusan dan peraturan yang
dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi bidang kesehatan serta sarana kesehatan adalah
mencakup kode etik profesi, kode etik usaha dan berbagai standar yang harus dilakukan
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.
Apabila diperhatikan prinsip-prinsip yang dikandung dalam ketentuan ini mencakup 4
(empat) prinsip dasar, yaitu autonomy, beneficence, non maleficence dan justice.
Sebelum memasuki komponen kedua, perlu dibahas terlebih dahulu komponen ketiga
mengenai intervensi yang berupa penanganan yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang
diatur. Komponen ini merupakan aktualisasi terhadap komponen ideal yang ada dalam
komponen pertama. Bila diperhatikan isi ketentuan yang ada dimana diperlukan penanganan
terdapat 4 (empat) sifat, yaitu:
a. Perintah (gebod) yang merupakan kewajiban umum untuk melakukan sesuatu
b. Larangan (verbod) yang merupakan kewajiban umum untuk tidak melakukan sesuatu
c. Pembebasan (vrijstelling, dispensatie) berupa pembolehan khusus untuk tidak melakukan
sesuatu yang secara umum diharuskan.
d. Izin (toesteming, permissie) berupa pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu yang
secara umum dilarang.

16
Tindakan penanganan yang dilakukan apakah sudah benar atau tidak, kiranya dapat
diukur dengan tatanan hukum seperti yang dikemukakan oleh Nonet dan Selznick, yaitu
apakah masih bersifat represif, otonomous atau responsive. Selanjutnya dengan komponen
kedua tentang organisasi yang ada dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dapat dibagi
dalam 2 (dua) bagian besar yaitu organisasi pemerintah dan organisasi / badan swasta.
Pada organisasi pemerintah mencakup aparatur pusat dan daerah serta departemen dan
lembaga pemerintah non departemen. Pada sektor swasta terdapat berbagai organisasi
profesi, asosiasi dan sarana kesehatan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang
kesehatan.
Dari susunan dalam 3 (tiga) komponen tersebut secara global menurut Schuyt bahwa tujuan
yang ingin dicapat adalah :
a. Penyelenggaraan ketertiban sosial
b. Pencegahan dari konflik yang tidak menyenangkan
c. Jaminan pertumbuhan dan kemandirian penduduk secara individual
d. Penyelenggaraan pembagian tugas dari berbagai peristiwa yang baik dalam
masyarakat
e. Kanalisasi perubahan sosial.

2.17 Objek Perjanjian Medis


Apabila objek perjanjian medis ditinjau dari sudut pandang ilmu kedokteran maka kita
dapat merincinya melalui upaya yang umum dilakukan dalam suatu pelayanan kesehatan atau
pelayanan medis. Tahapan pelayanan kesehatan bisa dimulai dari usaha promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Jadi variasi objek perjanjian medis dapat merupakan
1. Medical check-up
Upaya ini bertujuan untuk mengetahui apakah seseorang berada dalam kondisi sehat atau
cenderung mengalami suatu kelainan dalam taraf dini. Hal ini berkaitan dengan usaha
promotif yang bertujuan memelihara atau meningkatkan kesehatan secara umum.
2. Imunisasi
Tindakan ini ditujukan untuk mencegah terhadap suatu penyakit tertentu bagi seseorang
yang mempunyai risiko terkena. Misalnya anggota keluarga dari pasien yang menderita
Hepatitis B, dianjurkan sekali untuk mendapatkan vaksinasi Hepatitis B. Usaha preventif
ini bersifat spesifik untuk mencegah penularan penyakit Hepatitis B.
3. Keluarga Berencana

17
Pasangan suami istri yang ingin mencegah kelahiran atau ingin mempunyai keturunan,
secara umum mereka berada dalam keadaan sehat. Usaha ini bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kebaha¬giaan keluarga secara umum.
4. Usaha penyembuhan penyakit
Sifat tindakan di sini adalah kuratif, Untuk menyembuhkan penyakit yang akut atau relatif
belum terlalu lama di derita.

5. Meringankan penderitaan
Umumnya dokter memberikan obat-obat yang simptomatis sifatnya, hanya
menghilangkan gejala saja, karena penyebab Penyakitnya belum dapat diatasi. Misalnya
obat-obat penghilang rasa nyeri.
6. Memperpanjang hidup
Penyakit pasien belum dapat diatasi sepenuhnya sehingga sewaktu-waktu perlu
dilakukan tindakan medis tertentu. Misalnya pada pasien gagal ginjal yang memerlukan
‘cuci darah’.
7. Rehabilitasi
Tindakan medis yang dilakukan untuk rehabilitasi umumnya dilakukan terhadap pasien
yang cacat akibat kelainan bawaan atau penyakit yang di dapat seperti luka bakar atau
trauma. Ada pula mereka yang sebenamya sehat tetapi merasa kurang cantik sehingga
menginginkan dilakukan suatu bedah kosmetik. Tindakan ini yang kadang
menimbulkan masalah apabila harapan yang didambakan untuk memperoleh kecantikan
yang dijanjikan tidak terpenuhi.
Secara yuridis semua upaya tindakan medis tersebut di atas dapat menjadi objek
hukum yang sah. Akan tetapi bentuk perjanjian medisnya harus jelas apakah
inspanningsverbintenis atau suatu resultaatsverbintenis. Hal ini penting dalam kaitamya
dengan ‘beban pembuktian’ apabila terjadi suatu gugatan hukum. Akan tetapi apabila
dokter bekerja sesuai dengan standar profesinya dan tidak ada unsur kelalaian serta
hubungan dokter-pasien merupakan hubungan yang saling penuh pengertian, umumnya
tidak akan ada permasalahan yang menyangkut jalur hukum.
Dengan demikian maka Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata: semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku bagi mereka yang membuatnya sebagai undang-undang. Oleh
karena itu jika perjanjian terapetik telah memenuhi pasal 1320 KUH Perdata, maka semua
kewajiban yang timbul mengikat baik dokter maupun pasien. Pasal 1338 (2) perjanjian itu

18
tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan
yang oleh uu dinyatakan cukup untuk itu.

BAB III
KESIMPULAN

1. Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung


dengan pemeliharaan / pelayanan dan penerapannya. Yang diatur menyangkut hak
dan kewajiban baik perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima
pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam
segala aspeknya, organisasi, sarana pedoman standar pelayanan medic, ilmu
pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya. (UU No.23
tahun 1992)
2.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. http://Etika dan Hukum Kesehatan _ Catatan Kuliahnya Nilna.html


2. http://kuliah hukum kesehatan _ Budiyanto's Blog.html
3. http://Biro Hukum Dan Organisasi _ Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.html
4. http://aniromaningsih.blogspot.co.id/2015/05/makalah-tentang-etika-kesehatan.html?
m=1

20

Anda mungkin juga menyukai