PELAYANAN KESEHATAN
Disusun Oleh :
Nama:
1. Puteri Agus Setiyowati (202002010042)
2. Nurkhamidah (202002010054)
3. Berlian Pramesti Mulia (202002010070)
4. Rokhaniyah (202002010071)
5. Akhmad Kurniawan (202002010078)
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat meyelesaikan makalah “Hukum Kesehatan” ini dalam
waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan untuk Rasulullah SAW
yang telah mengubah zaman sehingga kita bisa menentukan yang hak dan yang bathil.
Dengan adanya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat baca dan
belajar teman-teman. Selain itu kami juga berharap semua dapat mengetahui dan memahami
Kami menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai hasil yang
sempurna. Oleh karena itu, kritikan dan saran sangat diharapkan yang bersifat membangun
Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini dapat
membantu pembaca dalam mengupas imajinasi mengenai hal-hal yang masih belum
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................... 2
BAB I............................................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN............................................................................................................................................ 3
BAB II........................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................. 5
BAB III......................................................................................................................................................... 19
KESIMPULAN.............................................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................... 20
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di masa mendatang.
Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan sumbangan pemikiran,
baik secara teoritikal maupun praktikal terhadap keberadaan hukum kesehatan. Untuk itu
dilakukan kajian normatif, kajian yang mengacu pada hukum sebagai norma dengan
pembatasan pada masalah kesehatan secara umum melalui tradisi keilmuan hukum.
Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi dalam 3 (tiga) kelompok
sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat
hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum, pertanyaan hukum yang timbul maka
digunakan pendekatan konseptual, statuta, historis, dogmatik, dan komparatif. Namun
adanya keterbatasan waktu maka kajian ini dibatasi hanya melihat peraturan perundang-
undangan bidang kesehatan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Secara ringkas hukum kesehatan adalah:
a. Kumpulan peraturan yang mengatur tetang hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan
b. Seperangkat kaidah yang mengatur seluruh aspek yang berkaitan dengan upaya dan
pemeliharaan di bidang kesehatan.
c. Rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur
pelayanan medik dan sarana medik
6
Hukum Kesehatan berasal, bukan dari Mesir). Dalam Kode Hammurabi diatur ketentuan
tentang kelalaian dokter beserta daftar hukumannya, mulai dari hukuman denda sampai
hukuman yang mengerikan. Dan pula ketentuan yang mengharuskan dokter mengganti
budak yang mati akibat kelalian dokter ketika menangani budak tersebut.
Salah satu filosof yunani HIPPOCRATES (bapak ilmu kedokteran modern) telah
berhasil menyusun landasan bagi sumpah dokter serta etika kedokteran, yaitu:
a. Adanya pemikiran untuk melindungi masyarakat dari penipuan dan praktek
kedokteran yang bersifat coba-coba
b. Adanya keharusan dokter untuk berusaha semaksimal mungkin bagi kesembuhan
pasien serta adanya larangan untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikannya.
c. Adanya penghormatan terhadap makhluk insani melalui pelarangan terhadap
euthanasia dan aborsi
d. Menekankan hubungan terapetik sebagai hubungan di mana dokter dilarang
mengambil keuntungan
e. Adanya keharusan memegang teguh rahasia kedokteran bagi setiap dokter.
Abad 20 an telah terjadi perubahan sosial yang sangat besar, pintu pendidikan bagi
profesi kedokteran telah terbuka lebar dan dibuka di mana-mana, kemajuan di bidang
kedokteran menjadi sangat pesat, sehingga perlu dibatasi dan dikendalikan oleh perangkat
hukum untuk mengontrol profesi kedokteran. Hukum dan etika berfungsi sebagai alat
untuk menilai perilaku manusia, obyek hukum lebih menitik beratkan pada perbuatan
lahir, sedang etika batin, tujuan hukum adalah untuk kedamaian lahiriah, etika untuk
kesempurnaan manusia, sanksi hukum bersifat memaksa, etika berupa pengucilan dari
masyarakat.
7
2. Hukum Kesehatan yang tidak secara laingsung terkait dengan pelayanan Kesehatan
antara lain:
a. HukumPidana
Pasal-pasal hukum pidana yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
Misalnya Pasal 359 KUHP tentang kewajiban untuk bertanggung jawab secara
pidana bagi tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyebabkan pasien mengalami
cacat, gangguan fungsi organ tubuh atau kematian akibat kelalaian atau
kesalahan yang dilakukannya.
b. Hukum Perdata
Pasal-pasal Hukum perdata yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
Misalnya Pasal 1365 KUHPerd. Mengatur tentang kewajiban hukum untuk
mengganti kerugian yang dialami oleh pasien akibat adanya perbuatan
wanprestasi dan atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan sarana kesehatan dalam memberikan pelayanan terhadap pasien
c. Hukum Administrasi
Ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan baik yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun oleh sarana kesehatan yang
melanggar hukum adminstrasi yang menyebabkan kerugian pada pada pasien
menjadi tanggung jawab hukum dari penyelenggara pelayanan kesehatan
tersebut
3. Hukum Kesehatan yang berlaku secara Internasional
Konvensi
Yurisprudensi
Hukum Kebiasaan
4. Hukum Otonomi
Perda tentang kesehatan
Kode etik profesi
8
1. Kesehatan keluarga
2. Perbaikan gizi
3. Pengemanan makanan dan minuman
4. Kesehatan lingkungan
5. Kesehatan kerja
6. Kesehatan jiwa
7. Pemberantasan penyakit
8. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
9. Penyuluhan kesehatan
10. Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
11. Pengamanan zat adiktif
12. Kesehatan sekolah
13. Kesehatan olah raga
14. Pengobatan tradisional
15. Kesehatan matra
Hukum kesehatan di Indonesia belum seluruhnya memenuhi runag lingkup yang
ideal, sehingga yang diperlukan adalah:
1. Melakukan inventarisasi dan analisis terhadap perundang-undangan yang sudah
ada untuk dikaji sudah cukup atau belum.
2. Perlu dilakukan penyuluhan tidak hanya terbatas kepada tenaga kesehatan saja
tetapi juga kalangan penagak hukum dan masyarakat
3. Perlu dilakukan identifikasi yang tepat bagi pengaturan masalah-masalah
kesehatan guna pembentukan perundang-undangan yang benar.
10
b. Sumber hukum formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan
memperoleh kekuatan hukum; melihat sumber hukum dari segi bentuknya.
11
4. Asas adil dan merata berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan
pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang
terjangkau oleh masyarakat
5. Asas perikehidupan dalam keseimbangan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus
dilaksanakan seimbang antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan
mental, antara materiel dan spiritual
6. Asas kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan sendiri berarti bahwa penyelenggaraan
kesehatan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri
dengan memanfaatkan potensi nasional seluas-luasnya.
12
Sebagaimana diketahui bahwa tindakan medik dalam bentuk pengguguran kandungan
dengan alasan apapun dilarang karena bertentangan dengan norma agama, kesusilaan,
dan hukum. Namun dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa ibu dapat
dilakukan aborsi.
Aborsi atas indikasi medik tersebut dapat dilakukan dengan syarat:
a. adanya kondisi yang menyebabkan wanita hamil berada dalam keadaan bahaya maut
jika tidak dilakukan aborsi.
b. Sebelumnya harus meminta pertimbangan lebih dahulu dari tim ahli yang terdiri atas
ahli medik, agama, hukum, dan psikologi.
c. Harus ada informed consent dari wanita yang bersangkutan. Jika wanita ybs dalam
keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, maka informed
consent dapat diminta dari suami atau keluarganya.
d. Pelaksanaan aborsi harus dilakukan oleh dokter ahli kandungan dan kebidanan.
e. Tempat aborsi adalah di sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan fasilitas yang
memadai untuk kepentingan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah.
2. Penyembuhan dan pemulihan kesehatan dengan transplantasi
Upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan dengan
memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang transplantasi. Meskipun
belum diatur secara lengkap tetapi beberapa pembatasan telah dikemukakan dalam UUK,
antaralain:
a. Transplantasi organ/jaringan hanya boleh dilakukan dengan kemanusiaan. Tidak
dibenarkan dilakukan dengan tujuan komersial.
b. Pelaksanaannya hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.
c. Tempat pelaksanaan ialah di sarana kesehatan yang memiliki persyaratan ketenagaan dan
fasilitas.
d. Pengambilan organ/jaringan harus memperhatikan kesehatan donor
e. Harus ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya
3. Dimungkinkannya melakukan upaya kehamilan di luar cara alami
Upaya kehamilan untuk memperoleh keturunan di luar cara alami dengan memanfaatkan
teknologi bayi tabung dapat dilakukan sebagai upaya terakhir dengan syarat-syarat yang
sangat ketat, yaitu:
a. Hanya boleh dilakukan terhadap pasangan nikah (suami isteri).
b. Harus menggunakan sperma suami dan ovum isteri.
c. Embrio yang dihasilkan hanya boleh ditanamkan ke dalam rahim isteri.
13
d. Pelaksanaannya hanya di sarana kesehatan yang memenuhi persyaratan ketenagaan dan
fasilitas yang memadai untuk itu dan telah ditunjuk oleh pemerintah
e. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu.
Dengan adanya syarat tersebut maka upaya kehamilan dengan teknologi bayi tabung
tidak boleh menggunakan donor sperma atau ovum, donor embrio, dan ibu tumpang. (ttg
kehamilan dg menggunakan teknologi cloning tidak disinggung dlm UUK)
4. Diakuinya hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
Pengakuan atas hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri yang diwujudkan dalam
bentuk informed consent merupakan refleksi bahwa HAM juga dijadikan acuan bagi
kebijakan di bidang kesehatan. Dengan adanya pengakuan tersebut maka pasien berhak
menentukan apakah ia akan menerima atau menolak tindakan medik.
Mengenai masalah imunisasi, yang sebetulnya amat oenting bagi upaya meningkatkan
kesehatan masyarakat tidak disebut dalam UUK, yaitu termasuk wajib atau sukarela.
5. Dibolehkannya melakukan pengobatan tradisional
Dengan dibolehkannya melakukan pengibatan tradisional berarti sistem yang dianut bukan
sistem monopli kedokteran, artinya orang boleh melakukan praktek pengobatan tradisional,
yaitu metode pengobatan yang mengacu pada pengalaman turun temurun, baik yang asli
maupun dari luar negeri.
Kebijakan seperti ini memang patut dihargai, sebab masyarakat memang punya hak untuk
menentukan, metode mana yang menurutnya baik untuk dipilih. Meskipun demikian
pemerintah punya kewajiban dan sekaligus kewenangan untuk melakukan pengawasan dan
pembinaan agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya sehingga tidak
merugikan masyarakat.
6. Dibentuknya majelis disiplin tenaga kesehatan
Untuk memberikan perlindungan yang seimbang antara tenaga kesehatan dan penerima
layanan kesehatan, maka perlu dibentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan, yang akan
menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam rangka memberikan layanan. Majelis terdiri atas ahli psikologi, sosiologi, agama dan
ahli hukum yang sekaligus bertindak sebagai ketua. Hukuman yang dapat diterapkan adalah
hukuman administratif berupa pencabutan izin untuk jangka waktu ttt atau hukukman lain
sesuai dengan kesalahan dan kelalaiannya.
7. Adanya payung bagi Program KB
Sebelum ada UUK banyak tenaga kesehatan merasa ragu terhadap program KB, sebab
meskipun secara materiil tidak lagi dianggap sebagai tindak pidana namun secara formil
14
masih. Dengan adanya UUK, maka secara formil tindakan pengaturan terhadap kelahiran
dalam rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis tidak lagi mrpkn tindak pidana.
8. Ditetapkannya hukuman pidana yang yang sangat berat (Pasal 80-86)
Bisanya dalam uu yang mengatur hal yang khusus (lex specialis) diatur juga ketentuan
pidananya, demikian juga dalam UUK. Hukumannya mencapai 15 tahun penjara disertai
denda 500 juta rupiah.
15
tersebut dapat diklasifikasikan ada 2 (dua) bentuk, yaitu ketentuan-ketentuan yang dibuat
oleh penguasa dan ketentuan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi kesehatan.
Hubungan antara keduanya adalah ketentuan yang dibuat oleh organisasi profesi dan
asosiasi kesehatan serta sarana kesehatan hanya mengikat ke dalam dan tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan yang dibuat oleh penguasa.
Menurut inventarisasi yang dilakukan terhadap ketentuan yang dikeluarkan penguasa
dalam bentuk peraturan perundang-undangan terdapat 2 (dua) kategori, yaitu yang bersifat
menetapkan dan yang bersifat mengatur.
Dari sudut pandang materi muatan yang ada dapat dikatakan mengandung 4 (empat) obyek,
yaitu:
a. Pengaturan yang berkaitan dengan upaya kesehatan
b. Pengaturan yang berkaitan dengan tenaga kesehatan
c. Pengaturan yang berkaitan dengan sarana kesehatan
d. Pengaturan yang berkaitan dengan komoditi kesehatan.
Apabila diperhatikan dari ketentuan tersebut terkandung prinsip perikemanusiaan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan
merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada kemampuan dan
kekuatan sendiri. Selanjutnya dari ketentuan yang ada dalam keputusan dan peraturan yang
dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi bidang kesehatan serta sarana kesehatan adalah
mencakup kode etik profesi, kode etik usaha dan berbagai standar yang harus dilakukan
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.
Apabila diperhatikan prinsip-prinsip yang dikandung dalam ketentuan ini mencakup 4
(empat) prinsip dasar, yaitu autonomy, beneficence, non maleficence dan justice.
Sebelum memasuki komponen kedua, perlu dibahas terlebih dahulu komponen ketiga
mengenai intervensi yang berupa penanganan yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang
diatur. Komponen ini merupakan aktualisasi terhadap komponen ideal yang ada dalam
komponen pertama. Bila diperhatikan isi ketentuan yang ada dimana diperlukan penanganan
terdapat 4 (empat) sifat, yaitu:
a. Perintah (gebod) yang merupakan kewajiban umum untuk melakukan sesuatu
b. Larangan (verbod) yang merupakan kewajiban umum untuk tidak melakukan sesuatu
c. Pembebasan (vrijstelling, dispensatie) berupa pembolehan khusus untuk tidak melakukan
sesuatu yang secara umum diharuskan.
d. Izin (toesteming, permissie) berupa pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu yang
secara umum dilarang.
16
Tindakan penanganan yang dilakukan apakah sudah benar atau tidak, kiranya dapat
diukur dengan tatanan hukum seperti yang dikemukakan oleh Nonet dan Selznick, yaitu
apakah masih bersifat represif, otonomous atau responsive. Selanjutnya dengan komponen
kedua tentang organisasi yang ada dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dapat dibagi
dalam 2 (dua) bagian besar yaitu organisasi pemerintah dan organisasi / badan swasta.
Pada organisasi pemerintah mencakup aparatur pusat dan daerah serta departemen dan
lembaga pemerintah non departemen. Pada sektor swasta terdapat berbagai organisasi
profesi, asosiasi dan sarana kesehatan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang
kesehatan.
Dari susunan dalam 3 (tiga) komponen tersebut secara global menurut Schuyt bahwa tujuan
yang ingin dicapat adalah :
a. Penyelenggaraan ketertiban sosial
b. Pencegahan dari konflik yang tidak menyenangkan
c. Jaminan pertumbuhan dan kemandirian penduduk secara individual
d. Penyelenggaraan pembagian tugas dari berbagai peristiwa yang baik dalam
masyarakat
e. Kanalisasi perubahan sosial.
17
Pasangan suami istri yang ingin mencegah kelahiran atau ingin mempunyai keturunan,
secara umum mereka berada dalam keadaan sehat. Usaha ini bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kebaha¬giaan keluarga secara umum.
4. Usaha penyembuhan penyakit
Sifat tindakan di sini adalah kuratif, Untuk menyembuhkan penyakit yang akut atau relatif
belum terlalu lama di derita.
5. Meringankan penderitaan
Umumnya dokter memberikan obat-obat yang simptomatis sifatnya, hanya
menghilangkan gejala saja, karena penyebab Penyakitnya belum dapat diatasi. Misalnya
obat-obat penghilang rasa nyeri.
6. Memperpanjang hidup
Penyakit pasien belum dapat diatasi sepenuhnya sehingga sewaktu-waktu perlu
dilakukan tindakan medis tertentu. Misalnya pada pasien gagal ginjal yang memerlukan
‘cuci darah’.
7. Rehabilitasi
Tindakan medis yang dilakukan untuk rehabilitasi umumnya dilakukan terhadap pasien
yang cacat akibat kelainan bawaan atau penyakit yang di dapat seperti luka bakar atau
trauma. Ada pula mereka yang sebenamya sehat tetapi merasa kurang cantik sehingga
menginginkan dilakukan suatu bedah kosmetik. Tindakan ini yang kadang
menimbulkan masalah apabila harapan yang didambakan untuk memperoleh kecantikan
yang dijanjikan tidak terpenuhi.
Secara yuridis semua upaya tindakan medis tersebut di atas dapat menjadi objek
hukum yang sah. Akan tetapi bentuk perjanjian medisnya harus jelas apakah
inspanningsverbintenis atau suatu resultaatsverbintenis. Hal ini penting dalam kaitamya
dengan ‘beban pembuktian’ apabila terjadi suatu gugatan hukum. Akan tetapi apabila
dokter bekerja sesuai dengan standar profesinya dan tidak ada unsur kelalaian serta
hubungan dokter-pasien merupakan hubungan yang saling penuh pengertian, umumnya
tidak akan ada permasalahan yang menyangkut jalur hukum.
Dengan demikian maka Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata: semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku bagi mereka yang membuatnya sebagai undang-undang. Oleh
karena itu jika perjanjian terapetik telah memenuhi pasal 1320 KUH Perdata, maka semua
kewajiban yang timbul mengikat baik dokter maupun pasien. Pasal 1338 (2) perjanjian itu
18
tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan
yang oleh uu dinyatakan cukup untuk itu.
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20