Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ANALISIS DERAJAT KESEHATAN

Disusun Oleh:
KELOMPOK 1

1. M IRFAN MAULANA NPM. 2126020004


2. RISON DANI PRATAMA NPM. 2126020041
3. BELLA SAKINA PUTRI NPM. 2126020004
4. THRESIA PARAMESTI NPM. 2126020018
5. WULANDARI NPM. 2126020033
6. SITI AMINA NPM. 2126020013
7. SHELLA SAFIRA NPM. 2126020022
8. RIZKI ANANDA NPM. 2126020044

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, hidayah, serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat di pergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk ,
maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami makalah ini. Harapan saya
semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Analisis Derajat Kesehatan..........................................................3
B. Derajat Pelayanan Kesehatan Yang Optimal............................................4
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan ..........................7
D. Situasi Derajat Kesehatan..........................................................................12
E. Kasus Analis Derajat Kesehatan...............................................................17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................20
B. Saran..........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia hukum memegang peran penting dalam berbagai segi
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Salah satunya yaitu di bidang
kesehatan, setiap tanggal 7 April diperingati oleh seluruh masyarakat di dunia
sebagai Hari Kesehatan Sedunia. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan
salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pancasila dan UUD 1945.
Membicarakan hak asasi manusia (HAM) berarti membicarakan dimensi
kehidupan manusia. HAM, ada bukan karena diberikan oleh masyarakat dan
kebaikan dari Negara, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
Pengakuan atas eksistensi manusia menandakan bahwa manusia sebagai
makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT patut
memperoleh apresiasi secara positif.
Dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang,
yang merupakan bagian dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi
penyelenggaraan di bidang kesehatan. Hak atas derajat kesehatan yang
optimal akan semakin kuat klaimnya jika dijustifikasi dengan jalan
mengaitkannya dengan hak hidup, berhak atas hidup, ekuivalen dengan berhak
atas derajat kesehatan yang optimal. Pada mulanya upaya penyelenggaraan
kesehatan hanya berupa upaya pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan. Kemudian secara berangsur-angsur berkembang kearah kesatuan
pada upaya pembangunan kesehatan yang menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan yang mencakup upaya promotif (peningkatan), preventif
(pencegahan), kuratif (penyembuhan) dan rehabilitatif (pemulihan).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi Analisis Derajat Kesehatan?
2. Bagaimana Derajat Pelayanan Kesehatan Yang Optimal?

1
3. Bagaimana Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan ?
4. Bagaimana Situasi Derajat Kesehatan?
5. Bagaimana Kasus Analis Derajat Kesehatan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Analisis Derajat Kesehatan
2. Untuk mengetahui Derajat Pelayanan Kesehatan Yang Optimal
3. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan
4. Untuk mengetahui Situasi Derajat Kesehatan
5. Untuk mengetahui Kasus Analis Derajat Kesehatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Analisis Derajat Kesehatan


Analisis derajat kesehatan adalah proses untuk mengukur dan
mengevaluasi tingkat kesehatan individu, kelompok, atau populasi dengan
menggunakan berbagai indikator, data, atau metrik yang relevan. Tujuan dari
analisis derajat kesehatan adalah untuk memahami dan mengukur sejauh mana
kesehatan seseorang atau sekelompok orang terpengaruh oleh berbagai faktor,
termasuk gaya hidup, kondisi medis, lingkungan, dan determinan kesehatan
lainnya. Dengan memahami derajat kesehatan, peneliti, profesional kesehatan,
dan pengambil keputusan dapat mengidentifikasi masalah kesehatan,
merancang intervensi yang tepat, dan memantau perubahan dalam kondisi
kesehatan seiring waktu.
Analisis derajat kesehatan dapat melibatkan pengumpulan dan analisis
data berikut:
1. Data Demografis
Informasi tentang usia, jenis kelamin, etnisitas, dan faktor-faktor
demografis lainnya yang dapat memengaruhi kesehatan.
2. Data Kesehatan
Data medis seperti riwayat penyakit, kondisi kronis, riwayat perawatan
kesehatan, obat-obatan yang digunakan, dan hasil pemeriksaan medis.
3. Faktor Gaya Hidup
Data tentang perilaku seperti pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan
merokok, konsumsi alkohol, dan kepatuhan terhadap pedoman kesehatan.
4. Faktor Lingkungan
Informasi tentang lingkungan fisik, kebersihan lingkungan, paparan polusi
udara atau air, dan faktor-faktor lingkungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kesehatan.

3
5. Faktor Sosial dan Ekonomi
Data tentang status sosial, tingkat pendapatan, akses terhadap perawatan
medis, pendidikan, dan aspek sosial ekonomi lainnya yang berkaitan
dengan kesehatan.
6. Data Kesehatan Mental
Informasi tentang kesehatan mental, termasuk stres, depresi, dan
kecemasan.
Hasil dari analisis derajat kesehatan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan yang mendesak, menilai risiko
kesehatan, merancang program kesehatan yang lebih efektif, serta
mengukur dampak dari intervensi kesehatan yang telah dilakukan. Analisis
derajat kesehatan menjadi alat penting dalam pengambilan keputusan
kesehatan publik, perencanaan layanan kesehatan, dan upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan kesehatan individu dan masyarakat secara
keseluruhan.
B. Derajat Pelayanan Kesehatan Yang Optimal
1. Kesehatan Optimal Sebagai Hak Asasi Manusia
Sejak kesehatan diakui sebagai sebagai salah satu hak asasi manusia,
dalam penerapannya terdapat berbagai pengertian. Hal tersebut tidak
terlepas dari pengertian ”kesehatan”. Kesehatan adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap prang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Dalam Pasal 4 UU kesehatan ditegaskan bahwa “Setiap orang
berhak atas kesehatan”, sedangkan Pasal 28 H UUD 1945, menegaskan
bahwa ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Dalam kepustakaan kesehatan, terdapat berbagai istilah yang
digunakan untuk menyebut hak asasi manusia di bidang kesehatan, seperti
“hak asasi atas kesehatan” (Human Right to Health), atau “hak atas
kesehatan”(Right to Health), atau “hak memperoleh derajat kesehatan

4
yang optimal” (The Right to Attainable Standard To Health). Hukum
berkepentingan bukan pada istilah, melainkan pada makna yang
terkandung dalam istilah tersebut. Apalagi setelah UUD 45 memberikan
jaminan konstitusional terhadap hak atas kesehatan, mengenali hak
tersebut secara benar menjadi sangat penting bagi hukum.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1948 telah
menetapkan Universal Declaration of Human Rights, yang di dalamnya
mengatur hak atas kesehatan. Dalam Pasal 25 ayat (1) dinyatakan: “Setiap
orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan
untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan
perawatan kesehatan…”.
Sejalan dengan itu, Konstitusi World Health Organization (WHO)
1948 telah menegaskan pula bahwa “The enjoyment of the highest
attainable standard of health is one of the fundamental rights of every
human being”. Istilah yang digunakan bukan “Human Rights”, tetapi
“Fundamental Rights”, yang kalau kita terjemahkan langsung ke Bahasa
Indonesia menjadi “Hak hak Dasar”.
2. Hak Atas Derajat Pelayanan Kesehatan Yang Optimal Merupakan
Kewajiban Pemerintah
Dalam pasal 9 ayat (1) UU Kesehatan dinyatakan, bahwa “Setiap
orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya”.
Ayat (2) menegaskan, bahwa “Kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya
kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan”. Seperti
yang dikemukakan, kesehatan sebagai hak asasi manusia tidak terlepas
dari ciri-ciri hak asasi manusia, yaitu “hak” dalam arti yang sesungguhnya
dan bersifat prima facie. Kalaupun ada kewajiban yang melekat pada hak
asasi manusia, hal itu semata-mata sebagai pembatasan agar pelaksanaan
hak asasi manusia tersebut tidak melanggar hak asasi orang lain. Kenapa
kewajiban itu tidak hanya ditujukan untuk memelihara kesehatan orang

5
lain, tetapi juga kesehatan perseorangannya? Untuk menjelaskan hal ini
penulis menggunakan contoh seorang perokok. Sangat logis apabila
seorang perokok dilarang merokok di tempat umum karena akan
mengganggu kesehatan orang lain. Dalam kasus ini melekat kewajiban
bagi diri si perokok, namun pada saat dia merokok sendiri atau di tempat
yang khusus untuk merokok, larangan tersebut menjadi tidak logis.
Menurut penulis, lebih mudah memahani kewajiban asasi dalam
kontek tanggung jawab negara/ pemerintah untuk memenuhi hak asasi
manusia. Dalam contoh di atas, perokok yang sakit akibat merokok tidak
dapat menuntut haknya kepada pemerintah atas derajat kesehatan yang
lebih baik, kecuali yang bersangkutan terlebih dahulu berhenti merokok.
Kewajiban Pemerintah untuk memenuhi hak atas kesehatan sebagai
hak asasi manusia memiliki landasan yuridis internasional dalam Pasal 2
ayat (1) Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB 2200 A (XXI) tanggal 16
Desember 1966. Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa
perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Kewajiban
pemerintah ini juga ditegaskan dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama
menjadi tanggung jawab Pemerintah.
Dibidang kesehatan, Pasal 14 ayat (1) UU Kesehatan menyatakan
bahwa “Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat”. Pasal 15 UU
Kesehatan menyatakan bahwa “Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan lingkungan, tantanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun
sosial bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya”.

6
Dengan demikian, adanya pengakuan baik menurut Hukum Nasional
maupun Hukum Internasional terhadap hak atas kesehatan tidak berarti
masyarakat mempunyai hak untuk sehat. Siapapun pada dasarnya tidak
mampu menjamin suatu kondisi kesehatan tertentu, baik Pemerintah
maupun masyarakat. Kondisi kesehatan individu lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tinggal dan keturunan. Oleh
karena itu substansi hak atas kesehatan sangat relatif, karena derajat
tertinggi yang dapat dicapai tersebut dapat bervariasi sesuai waktu dan
tempat.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan


Hendrik L Blum mengatakan bahwa ada empat faktar yang
mempengaruhi status kesehatan masyarakat, yaitu lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan, dan keturunan.
Lingkungan mempunyai pengaruhi peranan yang besar di ikuti perilaku,
fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat berfariasi umumnya di
golongkan tiga kategori, yaitu: yang berhubungan dengan aspek fisik
misalnya: sampah, air udara, tanah, iklim, perumaan dan sebagainya.Perilaku
merupakan faktor kedua mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, karena
sehat tidaknya lingkungan individu, keluarga dan masyarakat sangat
tergantung pada prilaku manusia itu sendiri, selain itu juga dipengaruhi oleh
kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, pendidikan, sosial ekonom dan prilaku-
prilaku lain yang melekat pada dirinya.
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ke tiga yang mempengaruhi
kesehatan masyarakat, karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat
menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap
penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang
memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas sangat di pengaruhi
oleh lokasi, apakah dapat di jangkau masyarakat atau tidak. Faktor keturunan
merupakan faktor yang telah ada dalam tubuh manusia yang di bawa sejak

7
lahir, misalnya dalam penyakit keturunan diabetes militus, asma bronkial dan
sebagainya.
1. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan
yang berkaitan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan
dan lingkungan. Menurut Notoatmodjo dalam Dwi (2010), rangsangan
yang terkait dengan perilaku kesehatan terdiri dari 4 unsur, yaitu: sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan.
Menurut Nasrul (1998) perilaku kesehatan terhadap sakit dan
penyakit sesuai dengan tingkat-tingkat pemberian pelayanan kesehatan
yang menyeluruh atau sesuai dengan tingkat pencegahan penyakit, yaitu:
a. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion
behavior) Contoh: Ibu-ibu memasak makanan yang bervitamin dan
bergizi untuk keluarga.
b. Perilaku pencegahan penyakit (healt prevention behavior) Contoh:
Melaksanakan 3 M (menimbun, menanam, ,menguras) untuk
mencegah penyakit demam berdarah
c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior) Contoh:
Berobat ke puskesmas, rumah sakit, dan dokter praktik
d. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) Contoh:
Seorang penderita hepatitis melakukan diet dengan tidak makan
makanan mengandung lemak.
2. Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau
keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap
terwujudnya statu kesehatan yang optimum pula (Notoatmodjo dalam
Ricky, 2005). Sedangkan kesehatan lingkungan menurut WHO adalah
ilmu dan keterampilan yang memusatkan perhatiannya pada usaha
pengendalian semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang
diperkirakan menimbulkan/akan menimbulkan hal-hal yang merugikan
perkembangan fisiknya, kesehatannya maupun kelangsungan hidupnya.

8
Kesehatan lingkungan mencakup aspek yang sangat luas yang
meliputi hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Pentingnya lingkungan
yang sehat akan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia. Ruang
lingkup kesehatan lingkungan meliputi:
a. Masalahperumahan
Rumah bagi manusia mempunyai arti, yaitu: Sebagai tempat untuk
melepaskanlelah, beristirahat setelah penat melaksanakan kewajiban
sehari- hari Sebagai tempatuntuk melindungi diri dari bahaya yang
datang mengancam.
b. Pembuangan kotoran manusia (tinja)
Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang
tidak dipakailagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam
tubuh.
c. Penyediaan air bersih
Penyediaan air bersih untuk masyarakat mempunyai peranan yang
sangat penting dalam meningkatkan kesehatan lingkungan atau
masyarakat, yakni mempunyai peranan dalam menurunkan angka
penderita penyakit, khususnya yang berhubungandengan air, dan
berperan dalam meningkatkan standar atau taraf/ kualitas hidup
masyarakat
3. Pelayanan Kesehatan
Sesorang apabila menderita penyakit atau mersakan suatu kelainan
pada bagian tubuhnya akan berusaha dan bertindak untuk mngetahui
penyebabnya dan upaya penyembuhannya. Banyak upaya untuk
melakukannya, antara lain dengan cara mencari pengobatan ke pelayanan
kesehatan yang tersedia baik milik pemerinta maupun swasta. Tindakan
percarian pengobatan oleh seseorang erat kaitannya dengan persepsi
seseorang tentang pelayanan kesehatan tersebut. Apabila persepsi
seseorang terhadap pelayanan kesehatan yang ada itu baik maka dia akan
memanfaatkan pelayanan kesehatan tersebut dan dengan segera
menkonsultasikan penyakitnya.

9
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang di selenggarakan
sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok
atau masyarakat.
Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan beraneka ragam karena semua
ini di tentukanoleh:
a. Pengoganisasian pelayanan, yaitu apakah dilakukan sendiri atau
bersama-sama dalamsuatuorganisasi.
b. Ruang lingkup kegiatan, yaitu apakah hanya mencakup kegiatan
pemeliharaan kegiatan, peningkatan kesehatan, peningkatan kesehatan,
pencegah penyakit, pengobatan penyakit, pemulihan kesehatan atau
kombinasi dari padanya.
c. Sasaran pelayanan kesehatan, yaitu apakah untuk perseorangan,
kelompok ataupununtuk masyarakat secara keseluruhan (Tri,2013).
Kebutuhan seseorang terhadap pelayanan kesehatan adalah yang
obyektif, karena mrupakan wujud dari masalah-masalah kesehatan yang
ada di msyarakat yang tercermin dari gambaran pola penyakit. Dengan
demikian untuk menentukan perkembangan kebutuhan terhadap pelayanan
kesehatan dapat mengacu pada perkembangan pola penyakit di
masyarakat.
Adapun tuntutan kesehatan adalah suatu yang obyektif, oleh karena
itu pemenuhan terhadap tuntutan kesehatan sedikit pengaruhnya terhadap
perubahan derajat kesehatan, karena sifat yang obyektif, maka tuntutan
terhadap kesehatan sangat di pengaruhi oleh status sosial masyarakat itu
sendiri.
Untuk dapat menyelenggarakan kesehatan dengan baik maka banyak
hal yang perlu di perhatikan di antaranya adalah kesesuaian dengan
kebutuhan masyarakat, sehingga pelayanan kesehatan secara umum di
pengaruhi oleh besar kecilnya kebutuhan dan tuntutan dari masyarakat

10
yang sebenarnya merupakan gambaran dari maslah kesehatan yang di
hadapi masyarakat tersebut.
Departemen of health education end welfare , USA, menguraikan
faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan, yaitu:
a. Faktor regional dan residence
b. Faktor dari sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan, yaitu tipe
dari organisasi, kelengkapan program kesehatan, tersedianya tenaga
dan fasilitas medis, teraturnya pelayanan, hubungan antara dokter/
tenaga kesehatan lainnya dengan penderita dan adanya asuransi
kesehatan
c. Faktor adanya fasilitas kesehatan
d. Faktor-faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan
4. Genetika Atau Keturunan
Factor genetic berpengaruh hanya 5 persen terhadap status
kesehatan. Genetic biasanya di kaitkan dengan adanya kemiripan anak-
anak dengan orang tuanya dalam hal bentuk tubuh, proposi tubuh dan
percepatan perkembangan. Diamsusikan bahwa selain aktifitas nyata dari
lingkungan yang menentukan pertumbuhan, kemiripan ini mencerminkan
pengaruh gen yang di kontribusi oleh orang tuanya kepada keturunannya
secara biologis.
Faktor ini paling kecil pengaruhnya terhadap kesehatan perorangan
atau masyarakat dibandingkan dengan faktor yang lain. Pengaruhnya pada
status kesehatan perorangan terjadi secara evolutif dan paling sukar di
deteksi. Untuk itu perlu dilakukan konseling genetik. Untuk kepentingan
kesehatan masyarakat atau keluarga, faktor genetik perlu mendapat
perhatian dibidang pencegahan penyakit. Misalnya seorang anak yang
lahir dari orangtua penderita diabetas melitus akan mempunyai resiko
lebih tinggi dibandingkan anak yang lahir dari orang tua bukan penderita
DM. Untuk upaya pencegahan, anak yang lahir dari penderita DM harus
diberi tahu dan selalu mewaspadai faktor genetik yang diwariskan
orangtuanya. Oleh karenanya, ia harus mengatur dietnya, teratur

11
berolahraga dan upaya pencegahan lainnya sehingga tidak ada peluang
faktor genetiknya berkembang menjadi faktor resiko terjadinya DM pada
dirinya. Jadi dapat di umpamakan, genetik adalah peluru (bullet) tubuh
manusia adalah pistol (senjata), dan lingkungan/prilakun manusia adalah
pelatuknya (trigger).
Semakin besar penduduk yang memiliki resiko penyakit bawaan
akan semakin sulit upaya meningkatkan derajat kesehatan. Oleh karena itu
perlu adanya konseling perkawinan yang baik untuk menghindari penyakit
bawaan yang sebenarnya dapat dicegah munculnya. Akhir-akhir ini
teknologi kesehatan dan kedokteran semakin maju. Teknologi dan
kemampuan tenaga ahli harus diarahkan untuk meningkatkan upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

D. Situasi Derajat Kesehatan


1. Angka Kematian
Permasalah kependudukan merupakan masalah yang umum yang
dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Secara umum
permasalah kependudukan dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu, jumlah
penduduk, kepadadatan penduduk dalam suatu wilayah, dan kualitas
penduduknya.Dinamika penduduk dari waktu ke waktu senantiasa berubah
yang disebabkan karena adanya pertistiwa kelahiran, kematian, dan
perpindahan penduduk. Perubahan tersebut dapat dihitung melalui
beberapa cara, diantarannya metode sensus, regitrasi, dan survey peduduk.
Menurut standar WHO, pencatatan penduduk dilakukan berserta tenaga
kesehatan dengan mengidentifikasi penyebab kematiannya melalui
klasifikasi standar ICD-10. Tujuannya adalah mengetahui tingkat dan
penyebab kematian. Data tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan
masalah kesehatan dan prioritaspeyelesaiannya bidang kesehatan
masyarakat.

12
2. Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka kematian bayi (AKB) atau lebih dikenal dengan infant
mortality rate (IMR). Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator
sangat sensitif untuk mengetahui gambaran tingkat permasalahan
kesehatan masyarakat. Angka kematian bayi menjelaskan kemungkinan
kematian bayi dalam 1.000 kelahiran hidup di suatu wilayah dalam
periode tertentu. Faktor yang berkaitan dengan penyebab kematian bayi
antara lain terutama tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil,
tingkat keberhasilan program KIA & KB, kondisi lingkungan, dan sosial
Ekonomi.
3. Angka Kematian Balita (AKABA)
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak
umur 12-59 bulan per 1.000 kelahiran hidup pada periode waktu tertentu.
AKABA dapat menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan serta
faktor lain yang mempengaruhi terhadap kesehatan anak balita seperti gizi,
sanitasi lingkungan, tingkat pelayanan KIA / Posyandu, penyakit infeksi,
dan kecelakaan.
4. Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian ibu hamil
selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan
tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran
hidup. Angka kematian ibu diketahui dari jumlah kematian yang
disebabkan kehamilan, persalinan dan ibu nifas per jumlah kelahiran hidup
di wilayah tertentu dalam waktu tertentu. Angka kematian ibu merupakan
indikator kesehatan yang penting. Angka Kematian Ibu mencerminkan
risiko-risiko yang dihadapi ibu selama kehamilan dan melahirkan yang
dipengaruhi oleh : keadaan sosial ekonomi dan kesehatan menjelang
kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada kehamilan dan kelahiran,
serta tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan prenatal dan obstetrik.

13
5. Angka Kesakitan (Morbiditas)
Data kesakitan diperlukan untuk memberikan informasi di
masyarakat (community based data) mengenai permasalahan penyakit,
perkembangan dan penyebarannya. Selain itu, data morbiditas dipakai
dalam perumusan kebijaksanaan dan program kesehatan dalam
pengelolaan, monitoring, dan evaluasinya.
6. Penyakit Menular
Karakteristik wilayah perkotaan di Indonesia yang memiliki banyak
wilayah permukiman padat dan kumuh selalu terjadi peningkatan jumlah
kasus penyakit menular. Kendati demikian, tak menutup pula
kemungkinan wilayah dengan kepadatan rendah dan wilayah pedesaan
menjadi sasaran penyebaran penyakit menular. Selain itu, karakteristik
sosial kultural perkotaan dengan tingginya aktivitas dan mobilitas
masyarakatnya juga menjadi penyebab tingginya penyakit menular
7. Penyakit Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Penyakit Acute Flaccid Paralysis (AFP) adalah penyakit infeksi
paralisis yang disebabkan oleh virus. Penularan dapat terjadi secara
langsung dan tak langsung. Penyebarannya sangat ditentukan oleh kondisi
kualitas sanitasi lingkungan dan status imunisasi anak di suatu wilayah.
8. Penyakit Tuberculosis
Tuberculosis (TBC atau TB) adalah penyakit infeksi pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri ini merupakan bakteri
basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya. Bakteri ini lebih sring menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Tuberculosis (TBC) merupakan
penyakit menular akibat kuman mycobacterium tuberculosis dengan angka
kesakitan dan kematiannya yang tinggi.
9. Penyakit Pneumonia Pada Balita
Balita merupakan usia kelompok rentan terserang penyakit dengan
spesifik risiko masing-masing baik yang itu yang menular maupun yang
tidak menular disebabkan karena daya tahan dan kondisi fisik tubuh yang

14
masih lemah.Penyakit pneumonia adalah penyakit yang sering terjadi pada
balita juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
Penyakit pneumonia merupakan peradangan atau inflamasi yang
terdapat pada parenkim paru. Kondisi ini ditandai dengan adanya batuk,
sesak nafas, demam,dan infiltrat pada foto rontgen. Gejalanya berupa
adanya napas cepat pada anak. Bahaya pneumonia balita mengakibatkan
kematian dalam waktu 3-10 jam apabila tidak mendapatpertolongan yang
cepat dan tepat. Jumlah balita dengan Pneumonia diperkirakan sekitar 10
% dari jumlah populasi balita yang ada di suatu wilayah.
10. Penyakit HIV/AIDS
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi virus Human Immunodeficiency Virus / HIV yang menyerang
sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita
mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah terinfeksi
berbagai macam penyakit lain. Kondisi seseorang mengidap HIV positif,
yaitu suatu kondisi seseorang sebelum memasuki fase AIDS, dapat
dijaring melalui 3 metode, yaitu layanan Voluntary Counseling and
Testing (VCT), Sero Survey, dan Survey Terpadu Biologis dan Perilaku
(STBP).
11. Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS)
Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh kuman (virus, bakteri, jamur, parasit) yang ditularkan
melalui hubungan seksual. Infeksi menular seksual cenderung meningkat
jumlahnya dan menyerang seluruh lapisan masyarakat utamanya
diperkotaan, meski sekarang telah merambah daerah pedesaan (rural area)
12. Penyakit Diare
Terbatasnya fasilitas sanitasi lingkungan seperti penanganan
sampah, air limbah, tinja, saluran pembuangan, saluran pembuangan, dan
rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat, termasuk juga
masyarakat perkotaan, menyebabkan tingginya kejadian penyakit diare
dan berperan dalam mengundang munculnya berbagai vektor pembawa

15
penyakit. Penyakit diare berhubungan erat dengan perilaku sehat hidup
individu (personal hygiene) dan lingkungan terutama pada bayi dan balita
13. Penyakit Kusta
Penyakit kusta atau penyakit lepra adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium leprae. Penyakit ini dapat
menyebabkan kecatatan tubuh, mati rasa hingga kematian. Faktor
penyebab penyakit kusta adalah rendahnya kualitas lingkungan hygiene
dan sanitasi.
14. Penyakit Menular Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
PD3I merupakan penyakit-penyakit menular yang dapat
diberantas/ditekan dengan pelaksanaan program imunisasi. Penyakit-
penyakit menular yang dpat dicegah melalui pemberian imunisasi tersebut
adalah difteri, pertusis, tetanus neonatorum, campak, polio dan Hepatitis
B. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya imunisasi dapat
menyebabkan merebaknya jenis-jenis penyakit tersebut di atas. Penyakit
tersebut disamping dapat menimbulkan kematian, kesakitan, dan juga
kecacatan, bahkan apabila tak ditangani dengan benar dan cepat dapat
menular dan mengakibatkan kondisi wabah atau kejadian luar biasa
/outbrake (KLB). Pelaksanaan PD3I terus dilakukan oleh pemerintah
dengan target membentuk kekebalan imunitas di komunitas, yaitu cakupan
minimal 80 % bayi di imunisasi dengan imunisasi dasar.
15. Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD)
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus Dengue yang dibawa oleh vektornya nyamuk Aedes
Aegypti. Gejala yang ditimbulkan penyakti ini berupa demam, nyeri sendi,
dan pendarahan dalam kondisi lanjut penyakit ini dapat mengakibatkan
kematian. Penyebaran nyamuk DBD tersebar luas baik di rumah-rumah
maupun di tempat-tempat umum, maka upaya pemberantasannya harus
didukung peran serta masyarakat secara aktif. Cara pencegahan dan
penanggulangan penyakit Demam Berdarah yang paling efektif adalah
dengan pemberantasan berbasis masyarakat yang mandiri yaitu dengan

16
memberantas sarang nyamuk (PSN) melalui 3M Plus (mengubur,
menguras, menutup, dan mencegah gigitan nyamuk serta memelihara
tanaman/ikan pemakan jentik) oleh masyarakat.
16. Penyakit Filariasis
Filariasis atau penyakit yang lebih dikenal dengan penyakit kaki
gajah adalah sejenis penyakit infeksi yang bersifat menahun. Penyebabnya
adalah cacing filaria yang kemudian ditularkan oleh semua jenis nyamuk.
Penyakit ini dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki,
lengan, kantung buah zakar dan kelamin. Penyakit ini ditentukan oleh
kualitas kebersihan dan penjagaan pola hidup sehat.

E. Kasus Analis Derajat Kesehatan


Dalam sebuah studi peer-review yang dipublikasikan di jurnal The
Lancet menunjukkan bahwa derajat kesehatan masyarakat Indonesia pada
umummya mengalami kemajuan besar atau meningkat. Namun, sayangnya
masih ada kesenjangan dalam beberapa indikator kesehatan antar provinsi.
Studi yang diterbitkan pada Selasa (11/10/2022) di The Lancet Global
Health ini, para peneliti menganalisis ratusan penyakit, cedera, dan faktor
risiko kesehatan di Indonesia secara sistematis baru berdasarkan data Global
Burden of Disease (GBD) Study 2019. GBD adalah pengamatan studi
epidemiologi global terlengkap yang menyediakan alat untuk mengukur
tantangan kessehatan di 204 negara di dunia, yang mana kini telah memasuki
tahun ke-30.
Berdasarkan studi yang dilakukan di 34 provinsi di Indonesia,
menunjukkan beberapa indikator peningkatan derajat kesehatan masyarakat, di
antaranya sebagai berikut.
1. Angka harapan hidup masyarakat Indonesia
Angka harapan hidup laki-laki dan perempuan di Indonesia, antara
tahun 1990 dan 2019, meningkat di seluruh provinsi. Angka harapan hidup
laki-laki menunjukkan peningkatan dari usia 62,5 menjadi 69,4 tahun
dengan perubahan positif sebesar 6,9 tahun.

17
Sedangkan angka harapan hidup perempuan selama periode yang
sama juga meningkat dari usia 65,7 menjadi 73,5 tahun atau meningkat
sebesar 7,8 tahun. Sementara itu, angka harapan hidup tertinggi pada tahun
2019 adalah provinsi Bali yakni 75,4 tahun, dan angka harapan hidup
Papua yang terendah dengan angka 65,2 tahun, selisih 10,2 tahun.
2. Faktor risiko masalah kesehatan masyarakat Indonesia
Sebagian besar faktor risiko kesehatan masyarakat Indonesia
disebabkan oleh tekanan darah sistolik yang tinggi dan kebiasaan merokok
atau penggunaan tembakau. Faktor tersebut ditemukan di semua provinsi
di Indonesia. Faktor risiko lainnya adalah gizi buruk pada anak dan ibu,
yang sebagian besar masih ditemukan di Kalimantan Utara, Gorontalo,
dan Papua.
Indeks massa tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko utama
untuk Riau, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur, dan faktor risiko
utama kedua untuk Kepulauan Bangka-Belitung, Kalimantan Utara,
Jakarta, Papua Barat, dan Papua. Temuan penelitian ini sangat penting
untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mengurangi beban penyakit di
Indonesia karena menunjukkan faktor risiko dan penyakit utama di setiap
provinsi, sehingga memungkinkan untuk merencanakan dan
mengimplementasikan program dan kebijakan di tingkat local.
3. Beban penyakit di seluruh provinsi Indonesia
Transisi epidemiologis Indonesia terus berlanjut dan
memperkenalkan tantangan baru yang signifikan terhadap sistem
kesehatan. Studi ini menunjukkan bahwa penurunan beban penyakit
menular di beberapa provinsi masih berjalan cukup lambat, sementara
penyakit tidak menular terus mempengaruhi kesehatan masyarakat
Indonesia, meskipun dalam pola yang tidak merata di seluruh provinsi.
Penyakit tidak menular seperti diabetes adalah isu kebijakan
kesehatan yang mendesak—diabetes adalah penyakit yang sangat mahal
untuk diobati dan dikelola. Selama 30 tahun terakhir, dan sejak Indonesia
meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahun

18
2014, penyakit menular seperti TB, diare, dan infeksi saluran pernapasan
bawah tetap menjadi sumber utama Disability-adjusted Life Years
(DALYs) atau jumlah tahun hidup sehat yang hilang di Indonesia.
Sedangkan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung iskemik
dan diabetes melonjak. Temuan dari studi beban penyakit subnasional
pertama untuk Indonesia ini memberikan dasar yang kuat untuk
merumuskan kebijakan penanganan penyakit menular dan tidak menular
serta memperkuat sistem kesehatan.
Analisis dalam studi ini telah memberikan gambaran komprehensif
tentang kondisi kesehatan di Indonesia sesaat sebelum pandemi Covid-19
dan kemanjuran kebijakan dan program kesehatan yang diterapkan di
Indonesia yang mungkin tidak terdeteksi karena pandemi.
Studi ini merupakan hasil kerja sama antara jaringan peneliti dan
pembuat kebijakan dari lembaga pemerintah dan lembaga akademik di
Indonesia. Termasuk di antaranya Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/BAPPENAS, Kementerian Kesehatan, Badan
Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Badan Penyelenggara Statistik
(BPS), dan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di Fakultas
Kedokteran University of Washington.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hasil dari analisis derajat kesehatan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan yang mendesak, menilai risiko kesehatan,
merancang program kesehatan yang lebih efektif, serta mengukur dampak dari
intervensi kesehatan yang telah dilakukan. Analisis derajat kesehatan menjadi
alat penting dalam pengambilan keputusan kesehatan publik, perencanaan
layanan kesehatan, dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan kesehatan
individu dan masyarakat secara keseluruhan.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini diharapkan menggunakan literatur yang
lebih banyak sehingga pembahasan bisa lebih baik dan mudah dimengerti bagi
pembaca. Semoga dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai
pedoman bagi pembaca, baik bagi tenaga kesehatan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Aulia, A. (2017). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan dengan


Menggunakan Regresi Multivariat (Studi kasus: Derajat Kesehatan
Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat) (Doctoral dissertation,
Universitas Andalas).

Dwi Hapastari.,2010, pengaruh lingkungan sehat dan perilaku hidup sehat


terhadap status kesehtan

Eko budianto.,2016, Pengantar epidemologi, jakarta: EGC

Nasrul Efendi.2018.Dasar Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat,


jakarta:EGC

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan


Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2017.

Sulistyowati, E. T. (2019). UPAYA PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN


DENGAN PEMBERIAN PENYULUHAN DAN PEMERIKSAAN
KESEHATAN PADA MASYARAKAT DI DUSUN MANGIR
TENGAH. Jurnal Pengabdian Masyarakat Karya Husada (JPMKH), 1(1),
1-5.

Tambaip, B., & Tjilen, A. P. (2023). Analisis Kebijakan Publik Dalam Derajat
Kesehatan Di Papua. Jurnal Kebijakan Publik, 14(01), 101-110.

Tri rini.,2018, pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan dan


kepulauan, Jakarta

21

Anda mungkin juga menyukai