Anda di halaman 1dari 29

PENGERTIAN KESEHATAN, HUKUM KESEHATAN,

TENAGA KESEHATAN DAN SARANA KESEHATAN

Oleh :
Solihin Niar Ramadhan 110110110195
Bima Rizki Nurahman 110110110237
Trian Christiawan 110110110244

Dosen :
Dr.Hj.Efa Laela Fakhriah. S.H.,M.H.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa kesehatan


adalah merupakan hak asasi manusia. Pada pasal 28 H dinyatakan
bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya pada pasal 34
ayat 3 dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk
menyehatkan yang sakit dan berupaya mempertahankan yang sehat
untuk tetap sehat. Berdasarkan UU Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian kesehatan selain sebagai
hak asasi manusia, kesehatan juga merupakan suatu investasi.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-
N) 2005 - 2025, dinyatakan bahwa dalam mewujudkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka kesehatan
bersama-sama dengan pendidikan dan peningkatan daya beli
keluarga/masyarakat adalah tiga pilar utama untuk meningkatkan kualitas
SDM dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Dalam RPJP-
N, dinyatakan pula pembangunan nasional di bidang kesehatan diarahkan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan
dengan didasarkan kepada perikemanusiaan, pemberdayaan dan
kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan
perhatian khusus kepada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak,

2
manusia usia lanjut dan keluarga miskin. Dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, juga diperhatikan dinamika kependudukan,
epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan
IPTEK, serta globalisasi dan demokratisasi dengan semangat kemitraan
dan kerjasama lintas sektoral.
Berbagai studi menunjukkan bahwa tenaga kesehatan merupakan
kunci utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan
kesehatan. Tenaga kesehatan memberikan kontribusi hingga 80% dalam
keberhasilan pembangunan kesehatan. Dalam laporan WHO tahun 2006,
Indonesia termasuk salah satu dari 57 negara yang menghadapi krisis
SDM kesehatan, baik jumlahnya yang kurang maupun distribusinya.
Menghadapi era globalisasi, adanya suatu Rencana
Pengembangan Tenaga Kesehatan yang menyeluruh sangat diperlukan.
Di era globalisasi berarti terbukanya negara-negara di dunia bagi produk-
produk baik barang maupun jasa yang datang dari negara manapun dan
mau tidak mau harus dihadapi. Di bidang kesehatan, Indonesia
mengupayakan dalam kepentingan perdagangan internasional jasa
melalui WTO (World Trade Organization), CAFTA (China-ASEAN Free
Trade Agreement), AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services)
dan perjanjian bilateral. Salah satu moda dalam pasokan perdagangan
jasa internasional adalah migrasi sumber daya manusia. Dalam hubungan
ini, melalui Sidang Umum Kesehatan Sedunia Tahun 2010, Organisasi
Kesehatan Sedunia (WHO) telah mengadopsi Global Code of Practice on
the International Recruitment of Health Personnel. Walaupun bersifat
sukarela, Indonesia sebagai negara anggota WHO, perlu ikut mendukung
dan melaksanakan prinsip-prinsip dan rekomendasi Global Code dalam
migrasi internasional tenaga kesehatan. Semua ini perlu dapat
diakomodasikan dalam Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan.

3
B.     Rumusan Masalah
1.      apa definisi dari kesehatan ?
2.      apa definisi dari hukum kesehatan ?
3.      apa definisi dari tenaga kesehatan ?
4.      apa definisi dari sarana kesehatan ?
5.   bagaimana keterkaitan antara kesehatan, hukum kesehatan, tenaga
kesehatan dan sarana kesehatan di indonesia ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Sedangkan  istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari sering
dipakai untuk menyatakan bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal.
Bahkan benda mati pun seperti kendaraan bermotor atau mesin, jika
dapat berfungsi secara normal, maka seringkali oleh pemiliknya dikatakan
bahwa kendaraannya dalam kondisi sehat. Kebanyakan orang
mengatakan sehat jika badannya merasa segar dan nyaman. Bahkan
seorang dokterpun akan menyatakan pasiennya sehat manakala menurut
hasil pemeriksaan yang dilakukannya mendapatkan seluruh tubuh pasien
berfungsi secara normal. Namun demikian, pengertian sehat yang
sebenarnya tidaklah demikian. Pengertian sehat menurut UU Pokok
Kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi
kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan
hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan
Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat. Tenaga Kesehatanadalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan. Sarana Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan. Dan Kesehatan adalah sesuatu
yang sangat berguna bagi kita semua, karena kesehatan adalah modal
dasar bagi setiap orang untuk melakukan segala aktivitas dengan baik
dan maksimal.

5
Pendekatan yang digunakan pada abad ke-21, sehat dipandang
dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu meliputi rasa
memiliki kekuasaan, hubungan kasih sayang, semangat hidup, jaringan
dukungan sosial yang kuat, rasa berarti dalam hidup, atau tingkat
kemandirian tertentu (Haber, 1994). Sehat merupakan sebuah keadaan
yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh
aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan
spiritual.
Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa
suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta
tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947). Definisi
WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat
meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994) :
1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan
eksternal.
3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
Sehat menurut DEPKES RI. Konsep sehat dan sakit
sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor -faktor
lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial
budaya. Setiap pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang
satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak
ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang
ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep
sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat
dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau
ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara
biologis, psikologis maupun sosio budaya. UU No.23,1992 tentang
Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial
dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai

6
satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial
dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
  Konsep sehat menurut Parkins (1938) adalah suatu keadaan
seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai
faktor yang berusaha mempengaruhinya. Sementara menurut White
(1977), sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang pada waktu
diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda
suatu penyakit dan kelainan.

Menurut Dian Mohammad Anwar dari Foskos Kesweis (Forum


Komunikasi dan Studi Kesehatan Jiwa Islami Indonesia), pengertian
kesehatan dalam Islam lebih merujuk kepada pengertian yang terkandung
dalam kata afiat. Konsep Sehat dan Afiat itu mempunyai makna yang
berbeda kendati tak jarang hanya disebut dengan salah satunya, karena
masing-masing kata tersebut dapat mewakili makna yang terkandung
dalam kata yang tidak disebut. Dalam kamus bahasa arab sehat diartikan
sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan dan afiat diartikan
sebagai perlindungan Allah SWT untuk hamba-Nya dari segala macam
bencana dan tipudaya. Perlindungan Allah itu sudah barang tentu tidak
dapat diperoleh secara sempurna kecuali bagi orang-orang yang
mematuhi petunjuk-Nya. Dengan demikian makna afiat dapat diartikan
sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan
penciptaannya.
Kesehatan bersifat menyeluruh dan mengandung empat aspek.
Perwujudan dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan
seseorang antara lain sebagai berikut:
1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh
sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak
sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami
gangguan.

7
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran,
emosional, dan spiritual:
• Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
• Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan
sebagainya.
• Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan
rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar
alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual
dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain,
sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah
dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan
dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan
ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan
sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa)
produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu
yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya
secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau
mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini
tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku
adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna
bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau
mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan
kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut. Dalam pengertian yang paling
luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana individu
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal
(psikologis, intelektual, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan
fisik, social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.

8
B. Definisi Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan (Health Law) menurut:
1. Van Der Mijn: Hukum Kesehatan diartikan sebagai hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan, meliputi:
penerapan perangkat hukum perdata, pidana dan tata usaha negara.
2. Leenen: Hukum kesehatan sebagai keseluruhan aktivitas yuridis dan
peraturan hukum di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya.
Secara ringkas hukum kesehatan adalah:
a. Kumpulan peraturan yang mengatur tetang hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan
b. Seperangkat kaidah yang mengatur seluruh aspek yang berkaitan
dengan upaya dan pemeliharaan di bidang kesehatan.
c. rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan
yang mengatur pelayanan medik dan sarana medik
Ruang lingkup hukum kesehatan meliputi semua aspek yang
berkaitan dengan kesehatan (yaitu kesehatan badaniah, rohaniah dan
sosial secara keseluruhan)
Ruang lingkup hukum kedokteran hanya pada masalah-masalah yang
berkaitan dengan profesi kedokteran. Oleh karena masalah kedokteran
juga termasuk di dalam ruang lingkup kesehatan, maka sebenarnya
hukum kedokteran adalah bagian dari hukum kesehatan.
Latar Belakang disusunnya peraturan perundang-undnagan di
bidang pelayanan kesehatan adalah karena adanya kebutuhan :
1.pengaturan pemberian jasa keahlian
2. tingkat kualitas keahlian tenaga kesehatan
3. keterarahan
4. pengendalian biaya
5. kebebasan warga masyarakat untuk menentukan kepentingannya serta
identifikasi kewajiban pemerintah
6. perlindungan hukum pasien
7. perlindungan hukum tenaga kesehatan

9
8. perlindungan hukum pihak ketiga
9. perlindungan hukum bagi kepentingan umum
Fungsi hukum kesehatan adalah:
1. menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Meskipun hanya mengatur
tata kehidupan di dalam sub sektor yang kecil tetapi keberadaannya dapat
memberi sumbangan yang besar bagi ketertiban masyarakat secara
keseluruhan
2. menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat (khususnya
di bidang kesehatan). Benturan antara kepentingan individu dengan
kepentingan masyarakat
3. merekayasa masyarakat (social engineering). Jika masyarakat
menghalang-halangi dokter untuk melakukan pertolongan terhadap
penjahat yang luka-luka karena tembakan, maka tindakan tersebut
sebenarnya keliru dan perlu diluruskan.
Contoh lain: mengenai pandangan masyarakat yang menganggap doktrer
sebagai dewa yang tidak dapat berbuat salah. Pandangan ini juga salah,
mengingat dokter adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan
di dalam menjalankan profesinya, sehingga ia perlu dihukum jika
perbuatannya memang pantas untuk dihukum.
Keberadaan Hukum Kesehatan di sini tidak saja perlu untuk meluruskan
sikap dan pandangan masyarakat, tetapi juga sikap dan pandangan
kelompok dokter yang sering merasa tidak senang jika berhadapan
dengan proses peradilan.
RUANG LINGKUP HUKUM KESEHATAN
Pasal 1 butir (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentgang
kesehatan menyatakan yang disebut sehat adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
Menurut Leenen, masalah kesehatan dikelompokkan dalam 15 kelompok:
(Pasal 11 UUK)
1. kesehatan keluarga

10
2. perbaikan gizi
3. pengemanan makanan dan minuman
4. kesehatan lingkungan
5. kesehatan kerja
6. kesehatan jiwa
7. pemberantasan penyakit
8. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
9. penyuluhan kesehatan
10. pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
11. pengamanan zat adiktif
12. kesehatan sekolah
13. kesehatan olah raga
14. pengobatan tradisional
15. kesehatan matra

Hukum kesehatan di Indonesia belum seluruhnya memenuhi runag


lingkup yang ideal, sehingga yang diperlukan adalah:
1. melakukan inventarisasi dan analisis terhadap perundang-undangan
yang sudah ada untuk dikaji sudah cukup atau belum.
2. perlu dilakukan penyuluhan tidak hanya terbatas kepada tenaga
kesehatan saja tetapi juga kalangan penagak hukum dan masyarakat
3. perlu dilakukan identifikasi yang tepat bagi pengaturan masalah-
masalah kesehatan guna pembentukan perundang-undangan yang benar.
SUMBER HUKUM KESEHATAN
Hukum Kesehatan tidak hanya bersumber pada hukum tertulis saja
tetapi juga yurisprudensi, traktat, Konvensi, doktrin, konsensus dan
pendapat para ahli hukum maupun kedokteran.
Hukum tertulis, traktat, Konvensi atau yurisprudensi, mempunyai
kekuatan mengikat (the binding authority), tetapi doktrin, konsensus atau
pendapat para ahli tidak mempunyai kekuatan mengikat, tetapi dapat

11
dijadikan pertimbangan oleh hakim dalam melaksanakan kewenangannya,
yaitu menemukan hukum baru.

C. Definisi Tenaga Kesehatan


Pengertian Tenaga Kesehatan dalam UU Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan yang dimaksud tenagakesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan,memiliki pengetahuan
dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
memerlukan kewenangan dalam menjalankan pelayanan kesehatan.
Tenaga kesehatan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) sampai denganayat
(8) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatanterdiri dari :

1. Tenaga medis terdiri dari dokter dan dokter gigi


2. Tenaga keperawatan terdiri dari perawat dan bidan
3. Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker, analis farmasi dan
asistenapoteker
4. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog
kesehatan, entomologkesehatan, mikrobiolog kesehatan,
penyuluh kesehatan, administratorkesehatan dan sanitarian
5. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien
6. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis
7. Terapis wicara

Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi


gigi,teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien,
othotik prostetik, teknisi tranfusi dan perekam medis.Menurut PP No. 32
Tahun 1996, maka yang dimaksud petugas dalam kaitannyadengan
tenaga kesehatan adalah dokter, dokter gigi, perawat, bidan,
danketeknisian medis (Medica, 2012)
Setiap profesi dapat dipastikan memiliki standar kompetensi, begitu
pula dengan profesi sebagai tenaga kesehatan. Penguasaan standar

12
kompetensi oleh tenaga kesehatan berperan penting bagi pelayanan
kesehatan dan berkaitan langsung dengan kualitas pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada pasien. Oleh karena itu, pemahaman dan
penguasaan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan harus
ditingkatkan, baik dari sisi standar kompetensinya sendiri maupun
penguasaannya oleh tenaga kesehatan yang bersangkutan.

1. Keadaan tenaga kesehatan


Pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu
prioritas dari 8 (delapan) fokus prioritas pembangunan kesehatan dalam
kurun waktu 2010 – 2014. Penetapan pengembangan sumber daya
manusia kesehatan sebagai salah satu prioritas adalah karena Indonesia
masih menghadapi masalah tenaga kesehatan, baik jumlah, jenis, kualitas
maupun distribusinya.
Rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk belum memenuhi
target yang ditetapkan sampai dengan tahun 2010. Sampai dengan tahun
2008, rasio tenaga kesehatan untuk dokter spesialis per 100.000
penduduk adalah sebesar 7,73 dibanding target 9; dokter umum 26,3
dibanding target 30; dokter gigi 7,7 dibanding target 11; perawat 157,75
dibanding target 158; dan bidan 43,75 dibanding target 75.
Dari pendataan tenaga kesehatan pada tahun 2010, ketersediaan
tenaga kesehatan di rumah sakit milik pemerintah (Kementerian
Kesehatan dan Pemerintah Daerah), telah tersedia 7.336 dokter spesialis,
6.180 dokter umum, 1.660 dokter gigi, 68.835 perawat/bidan, 2.787 S-1
Farmasi/Apoteker, 1.656 asisten apoteker, 1.956 tenaga kesehatan
masyarakat, 4.221 sanitarian, 2.703 tenaga gizi, 1.598 tenaga keterapian
fisik, dan 6.680 tenaga keteknisian medis.

13
2.   Pengadaan/Pendidikan Tenaga Kesehatan

Pengembangan sistem pendidikan tenaga kesehatan adalah untuk


membentuk keahlian dan keterampilan tenaga kesehatan di bidang-
bidang teknologi yang strategis serta mengantisipasi timbulnya
kesenjangan keahlian sebagai akibat kemajuan teknologi. Pengembangan
sistem pendidikan tenaga kesehatan tidak terlepas dari sistem pendidikan
nasional.
Pengembangan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung
jawab Kementerian Pendidikan Nasional, namun pembinaan teknis
pendidikan tenaga kesehatan merupakan kewenangan Kementerian
Kesehatan. Dalam upaya pengembangan sistem pendidikan tenaga
kesehatan, maka perlu perpaduan antara Kementerian Pendidikan
Nasional dan Kementerian Kesehatan. Pada era otonomi daerah
diterbitkan beberapa keputusan-keputusan antara lain, Keputusan
Mendiknas No. 234 Tahun 2000 tentang Pedoman Pendidikan Tinggi dan
Peraturan Menkes No. 1192 Tahun 2004 tentang Pendirian Diploma
Bidang Kesehatan dapat diselenggarakan berdasarkan ijin dari Menteri
Pendidikan Nasional setelah mendapat rekomendasi dari Menkes
Republik Indonesia.
Perkembangan institusi pendidikan tenaga kesehatan cukup tinggi.
Jenjang pendidikan yang besar pertumbuhannya adalah jenjang
pendidikan D3 dan S1. Berikut ini adalah perkembangan program studi di
bidang kesehatan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.

3.    Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kesehatan


Yang dimaksud dengan perencanaan tenaga kesehatan adalah
upaya penetapan jenis, jumlah, dan kualifikasi tenaga kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pembangunan kesehatan.(Depkes, 2004).
Perencanaan tenaga kesehatan diatur melalui PP No.32 tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah ini dinyatakan

14
antar lain bahwa pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan
dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan yang merata
bagi masyarakat.
Perencanaan nasional tenaga kesehatan disusun dengan
memperhatikan jenis pelayanan yang dibutuhkan, sarana kesehatan, serta
jenis dan jumlah yang sesuai. Perencanaan nasional tenaga kesehatan
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Sebagai turunan dari PP tersebut,
telah diterbitkan beberapa Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes).
Kepmenkes No.850/Menkes/SK/XII/2000 Tahun 2000 (Depkes,
2004) antara lain mengatur tentang kebijakan perencanaan tenaga
kesehatan untuk meningkatkan kemampuan para perencanan pemerintah,
masyarakat dan semua profesi disemua tingkatan. Kepmenkes No.
81/Menkes/SK/I/2004 Tahun 2004 (Depkes, 2004) antara lain mengatur
tentang pedoman penyusunan perencanaan sumberdaya kesehatan di
tingkat provinsi, kabupaten/kota, serta rumah sakit.
Pada Kepmenkes tersebut disediakan pula menu tentang metode
perencanaan tenaga kesehatan untuk dipilih sesuai dengan kemauan dan
kemampuan. Dalam hal perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan
terdapat empat metoda penyusunan yang dapat digunakan yaitu;
1. Health Need Method, yaitu perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan
yang didasarkan atas epidemiologi penyakit utama yang ada pada
masyarakat.
2. Health Service Demand, yaitu perencanaan kebutuhan tenaga
kesehatan yang didasarkan atas permintaan akibat beban pelayanan
kesehatan.
3. Health Service Target Method yaitu perencanaan kebutuhan tenaga
kesehatan yang didasarkan atas sarana pelayanan kesehatan yang
ditetapkan, misalnya Puskesmas, dan Rumah Sakit.
4. Ratios Method, yaitu perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan yang
didasarkan pada standar/rasio terhadap nilai tertentu.

15
Dalam prakteknya di Departemen Kesehatan lebih banyak
menggunakan Ratios Method dengan proses perhitungan sebagai berikut:
1. Menentukan/memperkirakan rasio terhadap suatu nilai, misalnya rasio
tenaga kesehatan dengan penduduk, dengan jumlah tempat tidur RS,
dengan Puskesmas,
2. Membuat proyeksi nilai tersebut kedalam sasaran/ target tertentu,
3. Menghitung perkiraan, yaitu dengan cara membagi nilai proyeksi
dengan rasio. Contoh, ratio tenaga kesehatan: tempat tidur di RS, di
Indonesia, misalnya 1:5000, di India 1: 2000, di Amerika 1:500
(Suseno, 2005)
Dari analisis perencanaan kebutuhan tenaga, secara umum dapat
dikatakan tenaga kesehatan di Indonesia baik dari segi jumlah, jenis,
kualifikasi, dan mutu dan penyebarannya masih belum memadai.
Beberapa jenis tenaga kesehatan yang baru masih diperlukan
pengaturannya. Beberapa jenis tenaga kesehatan masih tergolong langka,
dalam arti kebutuhannya besar tetapi jumlah tenaganya kurang karena
jumlah institusi pendidikannya terbatas dan kurang diminati. 

4.    Pendayagunaan Tenaga Kesehatan 

Pendayagunaan tenaga kesehatan adalah upaya pemerataan,


pembinaan, dan pengawasan tenaga kesehatan. Beberapa permasalahan
klasik dalam pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain:
a. Kurang serasinya antara kemampuan produksi dengan
pendayagunaan
b. Penyebaran tenaga kesehatan yang kurang merata
c. Kompetensi tenaga kesehatan kurang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan kesehatan
d. Pengembangan karir kurang berjalan dengan baik
e. Standar profesi tenaga kesehatan belum terumuskan dengan
lengkap

16
f. Sistem penghargaan dan sanksi tidak berjalan dengan
semestinya.
Dalam hal pendayagunaan dan penempatan tenaga dokter tercatat
paling tidak tiga periode perkenmbangan kebijakan. Pada periode tahun
1974-1992, tenaga medis harus melaksanakan kewajiban sebagai tenaga
Inpres, diangkat sebagai PNS dengan golongan kepangkatan III A atau
dapat ditugaskan sebagai tenaga medis di ABRI. Masa bakti untuk PNS
Inpres selama 5 tahun di Jawa, dan 3 tahun di luar Jawa. Pada periode ini
berhasil diangkat sekitar 8.300 tenaga dokter dan dokter gigi dengan
menggunakan formasi Inpres dan hampir semua Puskesmas terisi oleh
tenaga dokter.
Periode 1992-2002 ditetapkan kebijakan zero growth personel.
Dengan demikian hampir tidak ada pengangkatan tenaga dokter baru.
Sebagai gantinya pengangkatan tenaga medis dilakukan melalui program
pegawai tidak tetap (PTT) yang didasarkan atas Permenkes No.
1170.A/Menkes/Per/SK/VIII/1999. Masa bakti dokter PTT selama 2
sampai 3 tahun. Dalam periode ini telah diangkat sebanyak 30.653 dokter
dan 7.866 dokter gigi yang tersebar di seluruh tanah air. Pada tahun 2002
terjadi beberapa permasalahan dalam penempatan dokter PTT yaitu:
a) Daftar tunggu PTT untuk provinsi favorit terlalu lama
b) Usia menjadi penghambat untuk melanjutkan pendidikan ke
dokter spesialis
c) Terjadi kelambatan pembayaran gaji
d) Besarnya gaji tidak signifikan jika dibandingkan dengan dokter
PNS
e) Adanya persyaratan jabatan sebagai Kepala Puskesmas
f) Ada anggapan melanggar hak azasi masusia (HAM) karena
dianggap sebagai kerja paksa.
Pada perode mulai tahun 2005 pengangkatan dokter dan dokter
gigi PTT mempunyai ciri sebagai berikut:
1. Bukan merupakan suatu kewajiban, tetapi bersifat sukarela

17
2. Tidak lagi memberlakukan kebijakan antrian/daftar tunggu
3. Semua provinsi terbuka untuk pelaksanaan PTT sesuai
kebutuhan
4. Rekrutmen, seleksi administratif berdasarkan IPK (Indeks
Prestasi Kumulatif),
5. domisili, tahun kelulusan dan lamanya menunggu dalam antrian
6. Diprioritaskan bagi dokter dan dokter gigi yang belum
melaksanakan masa bakti
7. Dokter pasca PTT dapat diangkat kembali untuk provinsi yang
kebutuhannya belum
8. terpenuhi
9. Pengurangan lama masa bakti bagi daerah yang kurang
diminati seperti daerah terpencil dan daerah pemekaran.
Kebijakan ini berpotensi menimbulkan permasalahan kompensasi
gaji yang tidak cukup menarik dan peminatan cenderung ke provinsi yang
besar dan kaya (misalnya Jabar, Jateng, Kepulauan Riau, DI Yogyakarta,
dan Kaltim). Provinsi-provinsi di kawasan timur Indonesia pada umumnya
kurang peminat karena adanya alternatif pilihan di provinsi lain.
Dalam hal penempatan dokter spesialis, sampai dengan Desember
2004 jumlah dokter spesialis (PNS) di seluruh wilayah Indonesia sebanyak
11.057 orang. Jumlah RS vertikal dan Daerah sebanyak 420 RS. Jumlah
dokter spesialis yang bertugas di RS milik Pemerintah sebanyak 7.461
orang, terdapat kekurangan sebanyak 3.868 orang. Rata-rata produksi
dan penempatan tenaga dokter spesialis per tahun sebanyak 509 orang.
Sejak diterapkannya otonomi daerah, penempatan dokter spesialis
harus terlebih dulu ditawarkan melalui pejabat pembina kepegawaian (PP
No.9 Tahun 2003). Pada akhir tahun 1999 diberlakukan kebijakan
penundaan masa bakti bagi dokter spesialis yang langsung diterima
pendidikan spesialis. Dengan adanya pengurangan masa bakti bagi
dokter spesialis bagi daerah tertentu, misalnya di provinsi NAD cukup
menarik minat untuk bertugas di daerah.

18
Tenaga kesehatan lainnya yang cukup penting adalah bidan,
sebagai tenaga yang diharapkan berperan dalam penurunan angka
kematian bayi dan kematian ibu melahirkan. Seperti halnya dengan
dokter, pengangkatan tenaga bidan menggunakan sistem PTT dengan
karakteristik kebijakan sebagai berikut:
a. Penugasan selama 3 tahun di daerah biasa dan 2 tahun di
daerah terpencil
b. Penugasan dapat diperpanjang dua kali di desa yang sama dan
dimungkinkan untuk diangkat kembali sebagai bidan PTT sesuai
kebutuhan.
Sampai dengan bulan April 2005 keberadaan Bidan PTT di seluruh
tanah air sebanyak 32.470 orang, berarti kurang dari 50 % dari jumlah
desa. Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan Bidan PTT antara
lain pada umumnya mereka berharap dapat diangkat sebagai PNS
(peningkatan status), kompensasi gaji relatif tidak memadai, dan besaran
gaji antara daerah terpencil dengan sangat terpencil relatif kecil sehingga
tidak menarik. (Ruswendi, 2005)
Pembinaan dan pengawasan praktik profesi tenaga kesehatan
belum terlaksana dengan baik. Pada masa mendatang, pembinaan dan
pengawasan tersebut dilakukan melalui sertifikasi, registrasi, uji
kompetensi, dan pemberian lisensi. Sertifikasi dilakukan oleh institusi
pendidikan, registrasi dilakukan oleh komite registrasi tenaga kesehatn, uji
kompetensi dilakukan oleh setiap organisasi profesi, sedangkan
pemberian lisensi dilakukan oleh pemerintah. Pengaturan ini memerlukan
dukungan peraturan perundangan yang kuat. Sampai saat ini baru profesi
kedokteran yang sudah memiliki UU Praktik Kedokteran.
Dewasa ini dan ke depan masih dihadapi isu strategis atau
masalah pokok dalam pengembangan tenaga kesehatan sebagai berikut:
1.   Pengembangan tenaga kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan
tenaga kesehatan untuk pelayanan/pembangunan kesehatan. Tenaga
kesehatan terus membaik dalam jumlah, kualitas dan penyebarannya,

19
namun masih belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
di seluruh wilayah terutama pada daerah tertinggal, terpencil, perbatasan
dan kepulauan. Mutu tenaga kesehatan belum memiliki daya saing dalam
memenuhi permintaan tenaga kesehatan dari luar negeri.
2.   Regulasi untuk mendukung upaya pengembangan tenaga kesehatan
masih terbatas.
3.   Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan masih perlu ditingkatkan dan
belum didukung dengan sistem informasi tenaga kesehatan yang
memadai. Rencana kebutuhan tenaga kesehatan yang menyeluruh belum
disusun sesuai yang diharapkan, sehingga belum sepenuhnya dapat
dipergunakan sebagai acuan dalam pengadaan/pendidikan tenaga
kesehatan, pendayagunaan tenaga kesehatan, serta pembinaan dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan.
4.   Masih kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan/pendidikan
berbagai jenis tenaga kesehatan. Kajian jenis tenaga kesehatan yang
dibutuhkan tersebut belum dilakukan sebagaimana mestinya. Kualitas
hasil pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan pada umumnya masih
kurang memadai. Masih banyak institusi pendidikan tenaga kesehatan
yang belum terakreditasi dan memenuhi standard. Hal ini akan berdampak
terhadap kompetensi dan kualitas lulusan tenaga kesehatan.
Permasalahan pendidikan tenaga kesehatan pada umumnya bersifat
sistemik, antara lain terdapat ketidaksesuaian kompetensi lulusan
pendidikan dengan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat,
lemahnya kerjasama antara pelaku dalam pembangunan kesehatan dan
pendidikan tenaga kesehatan, lebih dominannya pendidikan tenaga
kesehatan yang berorientasi ke Rumah Sakit dibandingkan
dengan Primary Health Care.
5.   Dalam pendayagunaan tenaga kesehatan, pemerataan dan pemanfaatan
tenaga kesehatan yang berkualitas masih kurang, utamanya di daerah
tertinggal, terpencil, perbatasan, kepulauan dan daerah yang kurang
diminati. Hal ini disebabkan oleh disparitas sosial ekonomi, budaya

20
maupun kebijakan pemerintah daerah termasuk kondisi geografis antar
daerah mengurangi minat tenaga kesehatan untuk ditempatkan di daerah
tersebut. Selain itu pengembangan dan pelaksanaan pola pengembangan
karir, sistem penghargaan dan sanksi belum dilaksanakan sesuai yag
diharapkan. Pengembangan profesi yang berkelanjutan (Continue
Professional Development= CPD), sertaTraining Need Assesment
(TNA) masih perlu dikembangkan.
6.   Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan masih belum dapat
dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan. Registrasi dan sertifikasi
tenaga kesehatan masih terbatas pada tenaga dokter dan dokter gigi.
Sosialisasi dan penerapan peraturan perundang-perundangan di bidang
pengembangan tenaga kesehatan belum dilaksanakan secara memadai.
7.   Sumber daya pendukung pengembangan dan pemberdayaan tenaga
kesehatan masih terbatas. Sistem informasi tenaga kesehatan belum
sepenuhnya dapat menyediakan data yang akurat, terpercaya dan tepat
waktu. Dukungan sumber daya pembiayaan dan lain-lain sumber daya
belum memadai.

Dalam upaya menjawab isu strategis atau masalah pokok dalam


pengembangan tenaga kesehatan, Indonesia memiliki beberapa modal
dasar antara lain:
1.   Telah disahkannya beberapa aturan perundang-undangan terkait tenaga
kesehatan.
2.   Ikut sertanya Indonesia dalam meratifikasi aturan-aturan di tingkat
Internasional terkait tenaga kesehatan seperti ‘International Code of
Practice’.
3.   Mulai terbangunnya komitmen diantara pemangku kepentingan terkait
pengembangan tenaga kesehatan seperti terbentuknya Tim Koordinasi
dan Fasilitasi Pengembangan Tenaga Kesehatan.

21
4.   Kepercayaan dunia Internasional semakin meningkat terhadap kualitas
tenaga kesehatan Indonesia. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya
permintaan tenaga kesehatan Indonesia untuk bekerja di luar negeri.

D. Definisi Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan menurut pasal 56 ayat (1) UU No. 23 Tahun


1992 tentang kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek
dokter,praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek bidan, toko
obat, apotek pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat,
laboratorium, sekolah, dan akademi kesehatan, balai pelatihan kesehatan
dan sarana kesehatan lainnya.
Kualitas sarana prasarana kesehatan di Indonesia belum memadai.
Hal tersebut tampak dari kualitas rumah sakit Indonesia yang masih kalah
dibandingkan dengan luar negeri. Buktinya adalah maraknya penduduk
Indonesia yang berobat ke luar negeri. Selain itu, tampak pula beberapa
puskesmas yang masih minim peralatan medis sehingga tidak bisa
digunakan untuk menangani pasien dengan maksimal. Belum lagi sarana
pendukun lain seperti kasur, selimut, dan lain-lain. Berdasarkan data Profil
Kesehatan Indonesia 2012 yang dimuat di kompas.com (6/7/2013) umlah
rumah sakit di Indonesia 1.721 unit dengan 170.656 tempat tidur. Padahal
jumlah idealnya adalah 237.000. Dengan demikian, akan banyak pasien
yang terlantar karena ketidaktersediaan tempat tidur. Belum lagi
ketersediaan dan kualitas sarana-prasarana puskesmas-rumah sakit di
daerah terpencil yang masih jauh dari harapan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kualitas pelayanan kesehatan pasti tidak akan berlangsung dengan
baik karena sarana-prasarana yang kurang memadai.

22
E. Perkembangan dan Masalah Pembangunan Kesehatan Dalam
Kaitannya Dengan Kesehatan, Hukum kesehatan, Tenaga Kesehatan
dan Sarana Kesehatan

Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara


berkesinambungan telah berhasil meningkatkan status kesehatan
masyarakat. Kinerja sistem kesehatan telah menunjukkan peningkatan,
antara lain ditunjukkan dengan peningkatan status kesehatan, yaitu:
penurunan angka kematian bayi (AKB) dari 46 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 1997 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007.
Angka kematian ibu (AKI) juga mengalami penurunan dari 318 per
100.0000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 228 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2007. Sejalan dengan penurunan angka
kematian bayi, umur harapan hidup (UHH) meningkat dari 68,6 tahun
pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007. Demikian pula
telah terjadi penurunan prevalensi kekurangan gizi pada balita dari 29,5%
pada akhir tahun 1997 menjadi sebesar 18,4% pada tahun 2007
(Riskesdas 2007), dan 17,9% (Riskesdas 2010).
Namun perbaikan indikator kesehatan masyarakat tersebut masih
belum seperti yang diharapkan. Upaya percepatan pencapaian indikator
kesehatan dalam lingkungan strategis baru harus terus diupayakan
dengan menyelenggarakan pembangunan kesehatan sesuai dengan
Sistem Kesehatan Nasional.
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN
disebutkan bahwa tantangan pembangunan bidang kesehatan jangka
panjang yang dihadapi antara lain adalah mengurangi kesenjangan status
kesehatan masyarakat dan akses terhadap pelayanan kesehatan antar
wilayah, tingkat sosial ekonomi, dan gender; meningkatkan jumlah dan
penyebaran tenaga kesehatan yang kurang memadai; meningkatkan
akses terhadap fasilitas kesehatan; dan mengurangi beban ganda

23
penyakit yaitu pola penyakit yang diderita oleh sebagian besar masyarakat
adalah penyakit infeksi menular, namun pada waktu yang bersamaan
terjadi peningkatan penyakit tidak menular serta meningkatnya
penyalahgunaan narkotik dan obat-obat terlarang.
Dalam kaitannya dengan tantangan tersebut diatas dan
mengantisipasi pelaksanaan SKN sebagai pengelolaan kesehatan, isu
satrategis yang dihadapi pembangunan kesehatan dewasa ini dan dimasa
depan adalah:
1) Dalam perubahan epidemiologis dan demografi, tampak derajat
kesehatan masyarakat pada umumnya masih rendah
2) Mutu, pemerataan dan keterjangkauan upaya kesehatan belum
optimal. Perhatian pada masyarakat miskin, rentan, dan beresiko tinggi
masih kurang memadai
3) Penelitian dan pengembangan kesehatan belum sepenuhnya
menunjang pembangunan kesehatan
4) Penggalian pembiayaan masih terbatas dan pengalokasian serta
pembelanjaan pembiayaan kesehatan masih kurang tepat
5) Pemerataan dan mutu sumber daya manusia kesehatan belum
sepenuhnya menunjang penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Perencanaan, pengadaan, pendayagunaan serta pembinaan dan
pengawasan mutu sumber daya manusia kesehatan pada umumnya
masih terbatas kemampuannya
6) Ketersediaan, keamanan, manfaat, dan mutu sumber daya obat,
serta keterjangkauan, pemerataan, dan mudahnya diakses masyarakat
umumnya masih kurang,
7) Manajemen/ administrasi, informasi, dan hukum kesehatan
masih kurang memadai
8) Pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelayanan, advokasi
kesehatan serta pengawasan sosial dalam pembangunan kesehatan
belum banyak dilaksanakan

24
9) Berbagai lingkungan strategis yang terkait masih kurang
mendukung pembangunan kesehatan.

25
BAB III
PENUTUP

 Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial


yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Sedangkan  istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari
sering dipakai untuk menyatakan bahwa sesuatu dapat bekerja
secara normal. Bahkan benda mati pun seperti kendaraan bermotor
atau mesin, jika dapat berfungsi secara normal, maka seringkali
oleh pemiliknya dikatakan bahwa kendaraannya dalam kondisi
sehat. Kebanyakan orang mengatakan sehat jika badannya merasa
segar dan nyaman. Bahkan seorang dokterpun akan menyatakan
pasiennya sehat manakala menurut hasil pemeriksaan yang
dilakukannya mendapatkan seluruh tubuh pasien berfungsi secara
normal. Namun demikian, pengertian sehat yang sebenarnya
tidaklah demikian. Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan
No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi
kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta
bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan
 Hukum kesehatan (Health Law) menurut Van Der Mijn diartikan
sebagai hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan
kesehatan, meliputi: penerapan perangkat hukum perdata, pidana
dan tata usaha negara. Sedangkan menurut Leenen, Hukum
kesehatan sebagai keseluruhan aktivitas yuridis dan peraturan
hukum di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya.
 Tenaga Kesehatan dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan yang dimaksud tenagakesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan,memiliki
pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang memerlukan kewenangan dalam menjalankan
pelayanan kesehatan

26
 Sarana kesehatan menurut pasal 56 ayat (1) UU No. 23 Tahun
1992 tentang kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat
kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus,
praktek dokter,praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek
bidan, toko obat, apotek pedagang besar farmasi, pabrik obat dan
bahan obat, laboratorium, sekolah, dan akademi kesehatan, balai
pelatihan kesehatan dan sarana kesehatan lainnya.
 Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN
disebutkan bahwa tantangan pembangunan bidang kesehatan
jangka panjang yang dihadapi antara lain adalah mengurangi
kesenjangan status kesehatan masyarakat dan akses terhadap
pelayanan kesehatan antar wilayah, tingkat sosial ekonomi, dan
gender; meningkatkan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan
yang kurang memadai; meningkatkan akses terhadap fasilitas
kesehatan; dan mengurangi beban ganda penyakit yaitu pola
penyakit yang diderita oleh sebagian besar masyarakat adalah
penyakit infeksi menular, namun pada waktu yang bersamaan
terjadi peningkatan penyakit tidak menular serta meningkatnya
penyalahgunaan narkotik dan obat-obat terlarang.

27
DAFTAR PUSTAKA

1.   Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang


Pokok-Pokok Kepegawaian.
2.   Republik Indonesia, Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional.
3.   Republik Indonesia, Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran.
4.   Republik Indonesia, Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
5.   Republik Indonesia, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
6.   Republik Indonesia, Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
7.   Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
8.   Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 Tentang Administrasi
Prajurit Tentara Nasional Indonesia.
9.   Peraturan Presiden Republik Indonesia, No. 5 Tahun 2010 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014.

https://www.academia.edu/9789388/
Makalah_Pengertian_Kesehatan_Hukum_Kesehatan_Tenaga_Kesehatan_dan_Sarana_K
esehatan. Diakses pada tanggal 2 januari 2020

28
 

29

Anda mungkin juga menyukai