Anda di halaman 1dari 42

MEMBANGUN TATA KELOLA & KELEMBAGAAN

KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN:

PEMBELAJARAN DARI TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU

©Andie Wibianto/MPAG
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Ringkasan
Upaya membangun tata kelola sebuah kawasan konservasi perairan merupakan faktor
penting untuk mencapai pengelolaan yang efektif berdasarkan EKKP3K. Taman Nasional
Perairan Laut Sawu sebagai salah satu kawasan konservasi perairan mengalami proses
membangun tata kelola ini dalam rentang waktu yang cukup panjang. Dokumentasi
pembelajaran proses membangun tata kelola di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut
Sawu merupakan upaya untuk berbagi pengalaman dengan kawasan konservasi perairan
lainnya.

Pembelajaran dimulai dari bagaimana konsep bersama tentang pengelolaan dibangun.


Berbagai diskusi dilakukan untuk membangun pemahaman sebagai langkah awal untuk
membangun konsep. TNP Laut Sawu merupakan kawasan konservasi nasional sehingga
lembaga pengelolanya juga merupakan wakil dari pemerintah nasional yaitu BKKPN
Kupang. Lembaga ini diperkuat dengan mitra-mitra di daerah melalui Tim P4KKP yang
membantu proses perumusan rencana pengelolaan. Kemudian tim P4KKP
bertransformasi menjadi Dewan Konservasi NTT yang berperan menjembatani berbagai
isu konservasi dengan pemerintah daerah. Masyarakat luas juga dilibatkan dalam proses
perencanaan melalui konsultasi public, melalui sistem perwakilan. Kelompok perempuan
juga dilibatkan dalam konsultasi publik walaupun persentasenya kecil.

Integrasi rencana pengelolaan dengan tata ruang propinsi NTT menunjukkan bagaimana
rencana pengelolaan berintegrasi dengan rencana pembangunan daerah. Begitu juga
dengan masuknya kearifan lokal ke dalam zona pemanfaatan tradisional. Integrasi
kepentingan daerah dan kearifan lokal merupakan salah satu upaya untuk menjamin
manfaat dan kepentingan lokal di dalam rencana pengelolaan. Walaupun dari segi
manfaat ekonomi langsung, hal ini belum dirasakan masyarakat luas. Namun strategi
pemanfaatan sudah dirumuskan di buku pengelolaan.

2
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Daftar Isi
Ringkasan............................................................................................................................ 2
Daftar Isi ............................................................................................................................. 3
Daftar Singkatan ................................................................................................................. 4
1. Pendahuluan.................................................................................................................... 5
Metode .................................................................................................................... 6
Struktur penulisan ................................................................................................... 7
2. Tata Kelola dan Kelembagaan ........................................................................................ 8
Tata kelola secara global......................................................................................... 8
Tata kelola menurut EKKP3K .............................................................................. 11
3. Kawasan Konservasi Perairan Laut Sawu .................................................................... 13
4. Gambaran umum pembelajaran .................................................................................... 16
5. Upaya membangun konsep pengelolaan Laut Sawu .................................................... 18
6. Pengembangan kelembagaan ........................................................................................ 21
7. Mendorong partisipasi masyarakat ............................................................................... 24
8. Membangun kemitraan ................................................................................................. 27
9. Mendorong partisipasi kelompok perempuan dalam tata kelola Laut Sawu ................ 30
10. Menyelaraskan pengelolaan Laut Sawu dengan kebijakan dan kepentingan lokal .... 32
Menyelaraskan pengelolaan Laut Sawu dengan pemerintah daerah .................... 32
Mengintegrasikan pengelolaan kawasan perairan masyarakat ke dalam
pengelolaan TNP Laut Sawu ................................................................................ 33
Manfaat pengelolaan secara ekonomi................................................................... 37
11. Kesimpulan ................................................................................................................. 39
Daftar Pustaka................................................................................................................... 40
Lampiran ........................................................................................................................... 42

3
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Daftar Singkatan
BLHD Badan Lingkungan Hidup Daerah
BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional
BKSDA Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT
DKP Dinas Kelautan dan Perikanan
EKKP3K Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil
IUCN International Union for Conservation of Nature
KK Keluarga
LMMA Locally managed marine area
LSM lembaga Swadaya Masyarakat
MPA Marine Protected Area
NTT Nusa Tenggara Timur
PKK Program Kesejahteraan Keluarga
PP Peraturan Pemerintah
RFLP-FAO Regional Fisheries and Livelihoods Program- Food and Agriculture
Organisation of United Nations
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah
TNC The Nature Conservancy
TNP Taman Nasional Perairan
Tim P4KKP Tim Pengkajian, Penetapan dan Perancangan Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan

4
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

1. Pendahuluan

Dokumentasi pembelajaran membangun Tata Kelola dan Kelembagaan Kawasan


Konservasi Perairan di Laut Sawu merupakan upaya untuk mendokumentasikan dan
menggambarkan proses serta faktor-faktor yang merupakan kekuatan dan tantangan, yang
berkontribusi terhadap kesuksesan dan kegagalan ketika membangun tata kelola sebuah
kawasan konservasi perairan.

Tujuan utama dari dokumentasi proses pembelajaran ini adalah untuk berbagi
pengalaman tentang proses yang pernah dilakukan ke berbagai pihak yang terlibat secara
aktif untuk membangun tata kelola sebuah kawasan konservasi perairan. Berbagai
kegiatan telah dilakukan sebagai bagian dari upaya membangun tata kelola. Lebih dari
lima tahun, TNC ikut ambil bagian dalam membangun tata kelola laut sawu. Para
pemangku kepentingan kawasan perairan di Laut Sawu telah melakukan kegiatan
membangun tata kelolanya lebih dari 10 tahun. Proses pembelajaran dari keterlibatan
berbagai pihak dan rentang waktu yang cukup lama diharapkan dapat membantu kawasan
lain dalam membangun tata kelola kawasan konservasinya. Sementara itu, upaya untuk
membangun tata kelola di Taman Nasional Perairan Laut Sawu juga merupakan kegiatan
yang terus menerus dilakukan dalam rangka mencapai pengelolaan kawasan konservasi
yang efektif sesuai dengan Buku Pedoman EKKP3K.

Dokumentasi ini ditujukan untuk para pihak yang tertarik dalam membangun tata kelola
sebuah kawasan konservasi perairan. Proses pembelajaran ini juga bisa membantu para
pihak untuk melakukan persiapan, pelaksanaan dan pemantauan atas upaya-upaya untuk
membangun tata kelola.

5
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Metode
Dokumentasi proses pembelajaran ini mengangkat studi kasus di Taman Nasional
Perairan Laut Sawu. Sumber utama dari dokumentasi proses pembelajaran ini adalah dari
dokumen yang dapat diakses, misalnya laporan, presentasi, dan dokumen resmi
pemerintah. Sumber lainnya adalah wawancara dan diskusi terstruktur dengan 19 orang
yang terlibat langsung dalam membangun tata kelola TNP Laut Sawu sejak diinisiasi atau
terlibat di tengah-tengah proses membangun tata kelola (Lampiran A). Pertanyaan kunci
yang digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman mereka meliputi:
- Keterlibatan dalam proses membangun tata kelola TNP Laut Sawu
- Keberhasilan yang paling berkesan
- Tantangan terbesar dalam membangun TNP
- ”Best Practices” dari kegiatan yang pernah dilakukan.
- Bagaimana kegiatan bisa dilakukan dengan lebih baik dimasa datang?

Berdasarkan hasil diskusi itu maka penulisan proses pembelajaran dengan membagi
tema-tema:
- Upaya membangun konsep bersama
- Pengembangan kelembagaan dan dasar hukumnya
- Upaya mendorong keterlibatan masyarakat
- Membangun kemitraan
- Keterlibatan perempuan dalam membangun tata kelola TNP Laut Sawu
- Menyelaraskan pengelolaan TNP Laut Sawu dengan kebijakan lokal, termasuk
didalamnya manfaat bagi pemangku lokal

6
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Struktur penulisan
Dokumentasi pembelajaran ini dikemas dalam dua belas bagian. Bagian pertama yang
merupakan bagian dari bab ini adalah pengantar yang memaparkan tentang latar
belakang, tujuan, target pembaca dan struktur penulisan. Bagian kedua memaparkan
tentang tata kelola dan kelembagaan baik secara global maupun berdasarkan EKKP3K,
faktor-faktor penting dalam tata kelola dan peran tata kelola dalam mencapai
keberhasilan. Bagian ketiga menceritakan tentang TNP Laut Sawu.

Bagian keempat merupakan pengantar tentang penulisan proses pembelajaran untuk


bagian-bagian berikutnya. Bagian kelima memaparkan tentang proses pembelajaran
membangun konsep bersama pengelolaan Laut sawu. Bagian ini menceritakan tentang
proses membangun tujuan bersama. Bagian keenam memaparkan tentang proses
pengembangan kelembagaan dan landasan hukumnya. Bagian ini juga menceritakan
tentang peran kelembagaan, upaya membangun struktur kelembagaan dan kapasitas
manusianya. Bagian ketujuh menceritakan tentang upaya-upaya untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam tata kelola. Bagian kedelapan memaparkan tentang upaya
untuk membangun kemitraan. Bagian kesembilan menceritakan tentang keterlibatan
kelompok perempuan dalam membangun tata kelola Laut Sawu. Bagian kesepuluh
memaparkan tentang upaya untuk menyelaraskan pengelolaan TNP Laut Sawu dengan
kebijakan pemerintah daerah dan masyarakat lokal. Bagian ini juga membahas tentang
manfaat pengelolaan secara ekonomi. Bagian terakhir memaparkan tentang kesimpulan.

7
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

2. Tata Kelola dan Kelembagaan

Upaya membangun tata kelola di kawasan konservasi perairan adalah sebuah upaya
untuk menjamin bahwa kawasan konservasi perairan tersebut dikelola dengan baik sesuai
dengan tujuan pengelolaannya. Bagian ini membahas tentang tata kelola secara global,
tata kelola di dalam perspektif EKKP3K, dan faktor-faktor penting yang memperkuat
dalam tata kelola untuk mencapai keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi perairan
yang efektif.

Tata Kelola secara global


Kompleksnya hubungan antara sumber daya alam laut dan manusia serta institusi yang
memanfaatkannya membutuhkan sebuah system pengelolaan yang baik. Secara umum
ada tiga bentuk pendekatan pengelolaan kawasan konservasi perairan di dunia (Kooiman
2003):
- dikelola oleh pemerintah
- dikelola oleh berbagai pihak dengan pendekatan kolaborasi
- dikelola oleh masyarakat termasuk didalamnya swasta
Pengelolaan sebuah kawasan konservasi perairan oleh pemerintah, baik itu pemerintah
pusat maupun daerah, maka pengelolaan dan tanggungjawab pengelolaannya dilakukan
oleh pemerintah. Kerangka hukum formal merupakan dasar utama dalam pengelolaan,
terutama dalam proses pengambilan keputusan. Besarnya kekuasaan pemerintah untuk
mengatur pengelolaan bukan berarti menutup partisipasi masyarakat. Great Barrier Reef
MPA di Australia merupakan salah satu contoh dimana masyarakat berpartisipasi dalam
zonasi dan pengelolaan walaupun negara mempuyai hak dan tanggungjawab penuh dalam
pengelolaannya (Olsson et al 2008; Sutton dan Tobin 2009).

8
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Pengelolaan kawasan konservasi secara kolaborasi dilakukan dengan pertimbangan


begitu banyak para pihak yang berkepentingan sehingga pengelolaannya perlu dilakukan
secara kolaborasi. Maksud dari pengelolaan secara kolaborasi ini bagaimana para pihak
berbagi peran, pengalaman dan pengetahuan, dan kepercayaan dalam pengelolaan
(Berkes et al 2009). Pengelolaan secara kolaborasi dapat dianggap sebuah proses
penyelesaian masalah secara bersama.

Pengelolaan oleh masyarakat, termasuk didalamnya oleh lembaga swadaya masyarakat,


masyarakat dan swasta. Contoh pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat adalah
LMMA, pengelolaan kawasan konservasi dengan berdasarkan Sasi di Maluku.
Pengelolaan oleh swasta, misalnya adalah kawasan konservasi yang dikelola oleh hotel
dan resort dengan berbagai tingkatan partisipasi masyarakat dan pemerintah untuk
pengelolaannya (Svensson et al 2008).

Ketiga bentuk pengelolaan ini bisa berdiri sendiri atau merupakan gabungan. Kooiman et
al (2005) menganalisa bahwa penggunaan salah satu bentuk pendekatan pengelolaan saja
sering menghasilkan pengelolaan yang jauh dari harapan. Mohan et al (2005)
menambahkan bagaimana sebuah kawasan konservasi perairan yang dikelola oleh
pemerintah secara de jure namun dalam pelaksanaannya menggunakan pendekatan
kolaborasi dari berbagai pihak, terutama untuk daerah-daerah yang jauh dari pusat
pengelolaan. Berdasarkan studi di 20 kawasan konservasi perairan di dunia, kombinasi
dari ketiga pendekatan pengelolaan diatas bisa memperkuat tata kelola kawasan
konservasi perairan (Jones et al. 2013).

Pengelolaan kawasan konservasi perairan melibatkan pelaku, institusi dan interaksi


(Kooiman dan Bavinck 2005). Pelaku adalah pihak-pihak yang terlibat baik itu secara
individu maupun organisasi. Jumlah para pihak yang mempunyai kepentingan dengan
kawasan konservasi berubah-ubah dengan berjalannya waktu. Untuk melibatkan banyak
orang memang membutuhkan waktu yang cukup lama tetapi jika diperlukan adanya
konsensus, dukungan, dan juga dalam rangka meningkatkan kesadaran semua pemangku
kepentingan maka pelibatan banyak pihak adalah hal yang penting dalam membangun
tata kelola.

9
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Institusi merupakan kerangka struktur, cara dan bentuk interaksi antara berbagai
orang/organisasi, misalnya aturan-aturan perorangan mengetahui bagaimana berinteraksi,
apa yang mereka harapkan dan diharapkan dari berinteraksi. Kerangka institusi ini bisa
secara formal yang disahkan dalam aturan-aturan atau tidak formal. Institusi ini
diperlukan dengan meningkatnya jumlah pelaku yang mempunyai berbagai kepentingan
seiring dengan berjalannya waktu. Mahon et al (2005) mengusulkan kerangka interaksi
yang dikenal dengan institusi harus di formalkan terutama untuk memudahkan
komunikasi, kelembagaan dan partisipasi perwakilan dari para pihak sehingga
memudahkan pelaku-pelakunya untuk terlibat.

Sementara itu, interaksi merupakan bentuk hubungan antara satu aktor dengan aktor
lainnya. Interaksi dibatasi oleh kerangka institusi dan menghasilkan konsekuensi-
konsekuensi. Ketiga komponen ini: pelaku, institusi dan interaksi merupakan komponen
penting dalam membangun tata kelola.

Para pihak yang terlibat dalam tata kelola mempunyai berbagai alasan yang menjadi
dasar mereka untuk ikut berpartisipasi dalam membangun tata kelola. Jones et al. (2011)
mendiskusikan tentang lima insentif yang bisa dirancang dari awal sehingga mendorong
para pelakunya untuk terlibat dalam pengelolaan. Kelima insentif ini berangkat dari
pemahaman bahwa pengelolaan kawasan konservasi membutuhkan kerangka hukum
sebagai dasar untuk mengelola sumber daya alam, memperkuat peran masyarakat lokal
dalam pengelolaan kawasan konservasi, serta market insentif yaitu penggunaan insentif
ekonomi untuk membantu peningkatan sumberpenghidupan masyarakat. Insentif tersebut
adalah
1. Ekonomi: menggunakan pendekatan ekonomi dan hak kepemilikan untuk
mencapat tujuan kawasan konservasi perairan. Insentif ini didorong oleh
mekanisme pasar
2. Interpretasi: mempromosikan kesadaran tentang komponen konservasi di kawasan
konservasi perairan, tujuan dan kebijakan untuk mencapai tujuan ini
3. Pengetahuan: menghormati kebijakan lokal tentang pemanfaatan tradisional

10
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

4. Hukum: merumuskan dan melaksanakaan hukum, peraturan untuk meningkatkan


kepatuhan atas peraturan kawasan konservasi perairan.
5. Partisipasi: menyediakan ruang dan waktu bagi semua pihak kunci untuk ikut
terlibat dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang bisa
mempengaruhi kehidupan dan rasa kepemilikan mereka terhadap kawasan
konservasi perairan.

Insentif-insentif ini menjadi aspek-aspek penting dalam upaya membangun tata kelola.

Kajian di 20 kawasan konservasi perairan di negara-negara kawasan segitiga karang


menemukan beberapa aspek yang mempengaruhi tata kelola yaitu kejelasan hak
kepemilikan atas sumber daya, partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan, keanekaragaman institusi yang terlibat dan faktor legal (Jones et al. 2013).
Sementara itu, kajian efektifitas pengelolaan kawasan konservasi didunia oleh IUCN
(Leverington et al. 2008) menemukan beberapa aspek yang mempengaruhi tata kelola
yaitu: berhubungan dengan tahap perencanaan, komunikasi yang intensif, partisipasi
masyarakat, sumber daya manusia yang profesional dalam mengelola kawasan
konservasi, penelitian dan pemantauan, sarana dan prasarana, serta informasi. Indonesia
juga mempunyai panduan teknis dalam menilai efektifias pengelolaan. Hal ini akan
dijelaskan pada bagian berikut ini.
 

Tata kelola menurut EKKP3K


EKKP3K atau yang dikenal dengan Pedoman Teknis Evaluasi Efektifitas Pengelolaan
Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, merupakan perangkat
untuk menilai kerja dan efektifitas pengelolaan kawasan konservasi dalam memberikan
hasil-hasil yang diharapkan pada aspek-aspek kelembagaan, sumberdaya kawasan dan
sosial ekonomi budaya masyarakat, berdasarkan SK Dirjen KP3K No.44 tahun 2012
tentang Pedoman Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan,
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (EKKP3K).

11
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Berdasarkan EKKP3K, pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan Pulau-


pulau kecil harus mencakup tiga aspek, yaitu aspek tata kelola, sumberdaya dan sosial
ekonomi budaya. Adapun strategi dan kegiatan yang dikembangkan untuk membangun
tata kelola adalah:
- peningkatan sumber daya manusia
- penatakelolaan kelembagaan
- peningkatan kapasitas infrastruktur
- penyusunan peraturan pengelolaan kawasan
- pengembangan organisasi/kelembagaan masyarakat
- pengembangan kemitraan
- pembentukan jejaring kawasan konservasi perairan
- pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan
- monitoring dan evaluasi

Tata kelola berpengaruh besar terhadap efektifitas pengelolaan. Untuk itu proses
membangun tata kelola menjadi sangat penting.

12
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

3. Kawasan Konservasi Perairan Laut Sawu

Laut Sawu dideklarasikan oleh pemerintah sebagai sebuah Taman Nasional Perairan
dengan nama Taman Nasional Perairan Laut Sawu (TNP Laut Sawu) melalui sebuah
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 38/2009 tanggal 8
Mei 2009. TNP Laut Sawu mempunyai luas perairan sekitar 3,5 juta hektar. TNP Laut
Sawu terdiri dari 2 bagian yaitu Wilayah Perairan Selat Sumba dan sekitarnya, seluas
567.165, 64 ha dan Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan sekitarnya,
seluas 2.953.964, 37 hektar.

Figure 1: Peta zonasi Laut Sawu

Laut Sawu mempunyai sebaran terumbu karang dengan keanekaragaman hayati species
yang sangat tinggi. TNC mencatat 532 species karang dimana 11 species endemik dan
sub endemik dan merupakan tempat hidup bagi 350 jenis ikan karang (TNC Savu Sea,
2011). TNP Laut Sawu mempunyai luas hutan mangrove sekitar 5019,53 hektar dengan

13
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

daerah yang mempunyai luasan mangrove paling besar yaitu Sumba Timur dan Rote
Ndao. Sementara itu berdasarkan citra satelit, lamun paling banyak ditemukan di Sumba
Timur, Sabu Raijua dan Rote Ndao dengan total luasan 5320,62 hektar.

TNP Laut Sawu juga merupakan perlintasan dari 22 jenis mamalia laut (termasuk paus
biru dan paus sperma), habitat penting bagi duyung, ikan pari manta dan penyu (Kahn
2005). Fenomena upwelling yang membawa massa air laut bersuhu dingin dari dasar
perairan yang kaya akan nutrient ke perairan diatasnya menyebabkan beberapa kawasan
seperti perairan Kupang sebelah barat, Rote sebelah barat, Sumba Timur dan Manggarai
serta Manggarai Barat pada bulan Mei sampai October mempunyai produktifitas primer
yang tinggi bagi perikanan. Laut Sawu merupakan sumber ikan dan memberikan
kontribusi 65% sumber ikan kepada propinsi NTT. Selain itu, Laut Sawu juga merupakan
daerah utama jalur pelayaran di Indonesia.

Melihat dari pentingnya sumber daya alam Laut Sawu, maka TNP Laut Sawu ditetapkan
dengan tujuan (Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu, 2013-2032):
 Melindungi dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting
di perairan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya
 Mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistemnya serta jasa
lingkungannya secara berkelanjutan
 Melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya ikan di dalam
dan/atau di sekitar kawasan konservasi perairan

Secara khusus tujuan pencadangan TNP Laut Sawu:


 Mewujudkan kelestarian sumber daya ikan dan ekosistemnya sebagai bagian
wilayah ekologi perairan Laut Sunda Kecil
 Melindungi dan mengelola ekosistem perairan Laut Sawu dan sekitarnya sebagai
platform pembangunan daerah (bidang perikanan, pariwisata, masyarakat pesisr,
pelayaran, ilmu pengetahuan dan konservasi)
 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sumber mata pencaharian yang
berkelanjutan

14
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Perairan yang ada di TNP Laut Sawu merupakan wilayah perairan dari 10 kabupaten di
propinsi NTT, dengan perincian 49 kecamatan dan 189 desa pesisir. Jumlah rumah
tangga perikanan yang berada di pantai dari 10 kabupaten ini terbanyak berada di
Kabupaten Kupang (1.399 KK), diikuti Kabupaten Rote Ndao (1.247 KK), Kabupaten
Manggarai (1.162 KK) dan kabupaten lainnya berada dibawah 1000 KK (BPS NTT
2012). Masyarakat yang tinggal di TNP Laut Sawu mempunyai keragaman suku bahasa
dan kesenian seperti halnya keragaman budaya NTT secara umum. Misalnya di Pulau
Timor ada suku Helong, Dawan, Tetun, Kemak dan Marae. Sementara di Pulau Rote
terdapat suku Rote. Di Flores terdapat suku Manggarai Riung, Ngada, Ende Lio,
Nagekeo, Sikka-Krowe Muhang, Lamaholot, Kedang dan Labala. Ditambah lagi suku
Sabu, Alor, dan Sumba.

15
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

4. Gambaran umum pembelajaran

Tata kelola merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan kawasan konservasi
perairan (EKKP3K). Sedikit dokumentasi yang menggambarkan bagaimana proses tata
kelola sebuah kawasan konservasi perairan dibangun. Dimulai dari tahap awal ketika
konsensus dibangun untuk membangun konsep pengelolaan, hal ini akan dipaparkan di
bagian kelima. Pengembangan kelembagaan dan landasan hukum merupakan salah satu
aspek penting dalam tata kelola. Pengembangan kelembagaan disini termasuk di
dalamnya kemampuan pengelolanya dalam memecahkan masalah, analisa pemangku
kepentingan yang dinamis, dan menciptakan serta menangkap peluang yang ada. Hal ini
akan dijelaskan pada bagian pengembangan kelembagaan (Bagian Keenam). Jones et al
(2011) mengungkapkan bahwa empat faktor penting dalam pengembangan sumber daya
manusia di kawasan konservasi yaitu faktor kepemimpinan, peran lembaga swadaya
masyarakat dan keadilan dan stewardship. Gutierrez et al (2011) menganalisa bahwa
kepemimpinan sebagai salah satu aspek dalam social capital yang ada di masyarakat yang
merupakan faktor penting dalam pencapaian pengelolaan yang efektif. Pengalaman-
pengalaman membangun kelembagaan lengkap dengan sumber daya manusianya akan di
bahas pada bagian ini.

Partisipasi masyarakat telah diakui merupakan hal penting dalam pengelolaan kawasan
konservasi. Partisipasi masyarakat didorong dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan
pemantauan. Pada bagian bagaimana mendorong partisipasi masyarakat memaparkan
bagaimana tim TNP Laut Sawu membangun cara yang efektif untuk mendekatkan
masyarakat dengan pengelola (Bagian 7). Bagian 8 memaparkan tentang pengalaman
dalam membangun kemitraan di TNP Laut Sawu. Diakui banyak pihak bagaimana
membangun kemitraan merupakan tantangan tersendiri. Sementara itu, TNP Laut Sawu
mendapatkan dukungan yang cukup besar baik itu dari Pemerintah Daerah, akademik dan

16
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

masyarakat umum. Hal ini akan dijelaskan pada Bagian 8. Bagian sembilan menjelaskan
tentang upaya yang dilakukan untuk mendorong partisipasi aktif kelompok perempuan.
Baik perempuan maupun laki-laki merupakan agen perubahan dalam proses
pembangunan (Okali et al 2011). Sudah sewajarnyalah jika partisipasi kelompok
perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam lebih ditingkatkan (Fitriana and Stacey
2012). Bagian ini membahas bagaimana upaya yang dilakukan untuk mendorong
partisipasi kelompok perempuan,

IUCN melaksanakan kajian dari kawasan konservasi secara global (Leverington 2008).
Mereka menemukan bahwa program khusus yang memberikan manfaat ekonomi
langsung kepada masyarakat merupakan hal penting dalam membangun upaya
pengelolaan yang baik. Hal ini akan di bahas pada bagian 10. Bagian 11 memaparkan
tentang upaya TNP Laut Sawu untuk menyelaraskan dengan kebijakan daerah propinsi
NTT. Bagian ini juga membahas tentang integrasi kebijakan lokal dalam rencana
pengelolaan. Lilifuk, pengelolaan tradisional di Desa Kuanheum-Kabupaten Kupang,
merupakan salah satu contoh pengelolaan tradisional yang diintegrasikan dalam rencana
pengelolaan TNP Laut Sawu. Bagian terakhir, yaitu penutup, merupakan kesimpulan dari
berbagai pengalaman membangun tata kelola TNP Laut Sawu.

17
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

5. Upaya membangun konsep pengelolaan Laut Sawu

Awal mula pembentukan kawasan konservasi di Laut Sawu dimulai dengan diskusi
tentang wilayah perlintasan mamalia laut di Laut Sawu pada awal tahun 2002. Dalam
perjalanannya sampai dengan bulan Oktober 2005 sebuah tim dibentuk untuk mendorong
proses melindungi mamalia laut di Laut Sawu. Studi ekologi dan sosial ekonomi
masyarakat secara intensif dilakukan. Awal tahun 2008, inisiasi tentang pembentukan
kawasan konservasi dimulai. Pada bulan Januari 2009, workshop yang dihadiri oleh 21
Bupati di NTT, kepala Bappeda dan dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten yang
berkaitan dengan Laut Sawu menyepakati dan mendukung pembentukan kawasan
konservasi TNP Laut Sawu. Tonggak deklarasi pencadangan Laut Sawu sebagai wilayah
konservasi dilakukan pada World Ocean Conference/WOC bulan Mei 2009. Kemudian,
dari tahun 2010 sampai 2013 konsultasi publik dilakukan di tingkat desa. Saat ini
masyarakat NTT menunggu keputusan mentri tentang penetapan TNP Laut Sawu sebagai
sebuah kawasan konserasi perairan.

Diskusi untuk membangun konsep dimulai dari membangun pemahaman pemangku


kepentingan di NTT, terutama pemerintah daerah. Diskusi, seminar dan kegiatan bersama
dilakukan untuk membangun pemahaman dan kesepakatan bersama bagaimana laut sawu
ini akan dikelola. Upaya membangun pemahaman ini dilakukan dengan diskusi
mingguan oleh anggota Tim P4KKP bersama pemangku kepentingan lainnya. Selain itu
juga, pelatihan tentang dasar-dasar kawasan konservasi perairan dengan peserta para
birokrat di NTT dan perguruan tinggi membantu peningkatan pemahaman. Kemudian
mereka inilah yang ikut menyebarluaskan tentang informasi kawasan konservasi. Ibu
Maria Goreti, BKKPN Kupang, mengatakan bahwa peningkatan pemahaman oleh
birokrat di Pemda propinsi memperlancar kerjasama dan selanjutnya bisa membantu
peningkatan pemahaman masyarakat. Kemampuan untuk membangun pemahaman dan

18
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

tujuan bersama ini merupakan tantangan besar. Bapak Maxi Ndun dari Himpunan
Nelayan mengatakan sosialisasi keliling masyarakat membantu untuk membangun
konsep bersama. Beliau menegaskan bahwa jika masyarakat mengetahui manfaat
pengelolaan bagi sektor perikanan, nelayan akan mendukung penuh kegiatan ini.

Bapak Issak Angwarmasse dari Dinas kelautan dan perikanan Propinsi NTT mengatakan
bahwa visi bersama bagaimana anak cucu bisa menikmati apa yang kita nikmati sekarang
menjadi dasar dalam membangun pemahaman pengelolaan Laut Sawu. Bapak
Raimundus Nggajo dari BKKPN Kupang menegaskan bahwa tidak ada kepentingan lain
selain untuk bersama-sama mengelola dan menjaga sumber daya di Laut Sawu.
Berangkat dari kesamaan visi dan misi untuk mengelola Laut Sawu ini maka tim P4KKP
merumuskan tujuan pengelolaan TNP Laut Sawu seperti yang sudah dituliskan di awal.

Diskusi tentang inisiasi TNP Laut Sawu dimulai dengan wilayah perlintasan paus. Dalam
perjalanan perumusan perencanaan pengelolaan, semua aspek biologi dan ekologi
dimasukkan dan mempunyai bobot yang sama, termasuk di dalamnya pengelolaan habitat
penting dan perlintasan Paus. Rofi Al Hanif dari BKKPN Kupang menyatakan bahwa
seharusnya Paus sebagai hewan yang menjadi simbol Laut Sawu lebih ditekankan dan
tercermin lebih kuat dalam buku perencanaan. Begitu juga dengan alat tangkap yang
dapat menganggu perlintasan paus seharusnya dilarang di TNP Laut Sawu ini, misalnya
gillnet dan longline. Untuk menjawab hal ini, BKKPN Kupang bersama Dewan
Konservasi berencana untuk menyiapkan Pusat Informasi Paus di Kupang sebagai upaya
untuk mengangkat Paus sebagai hewan perlindungan utama di TNP Laut Sawu.

Pembelajaran dari proses membangun konsep secara bersama adalah:


- Upaya membangun konsep kawasan konservasi dimulai dari membangun
pemahaman bersama dengan waktu yang tidak pendek. Diskusi formal dan
informal membantu proses ini.
- Rumusan rencana pengelolaan TNP Laut Sawu merupakan hasil dari upaya
membangun konsep bersama antara Tim P4KKP dan BKKPN dimana didalamnya

19
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

terdapat rumusan tujuan pengelolaan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk


mewujudkan tujuan ini.
- Inisiasi awal dari konsep pengelolaan Laut Sawu adalah perlindungan perlintasan
Paus. Namun dalam perumusan rencana pengelolaan, penekanan terhadap paus
tidak begitu menonjol. Sehingga tim akhirnya menyadari hal ini dan menyiapkan
Pusat Informasi Paus di Kupang.

20
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

6. Pengembangan kelembagaan

Upaya membangun tata kelola kawasan konservasi mengalami dinamika yang sangat
tinggi, baik itu untuk mengelola sumberdaya alamnya maupun para pihak yang
memanfaatkan sumber daya alam. Untuk itu membangun tata kelola harus
memperhatikan kelembagaan dan kemampuan pengelolanya.

Kelembagaan merupakan faktor penting dalam membangun tata kelola sebuah kawasan
perairan. Sebuah lembaga dibentuk untuk mengimplementasikan pengelolaan. Lembaga
ini bisa dibentuk oleh pemerintah, lsm maupun masyarakat sipil. TNP Laut Sawu
merupakan kawasan konservasi taman nasional perairan pertama yang dikelola oleh
Kementrian Kelautan dan Perikanan. Lembaga pengelolanya disebut dengan Balai
Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kupang (BKKPN-Kupang) yang dibentuk pada
bulan Maret 2008. BKKPN Kupang mempunyai tugas melaksanakan pemangkuan,
pemanfaatan dan pengawasan kawasan konservasi perairan nasional yang bertujuan
untuk melestarikan sumber daya ikan dan lingkungannya berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku (Buku Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu).

BKKPN Kupang dibantu oleh Tim P4KKP Laut Sawu melalui SK Gubernur No.
180/2009 untuk menjalankan tugasnya dalam menyiapkan rencana pengelolaan. Tujuan
pembentukan tim P4KKP agar representasi pemerintah daerah dalam penyusunan
rencana pengelolaan kawasan konservasi yang ada di NTT tetap terkawal (TNC 2012).
Peran Tim P4KKP akan berakhir ketika TNP Laut Sawu ditetapkan.

Persiapan penetapan dilakukan sejak medio 2012. Dengan persiapan ini maka Tim
P4KKP juga bersiap-siap mengakhiri perannya dan bermetamorfosis menjadi Dewan
Konservasi NTT berdasarkan SK Gubernur No 74/20013. Fungsi Dewan Konservasi
lebih luas dengan mengintegrasikan seluruh kegiatan konservasi di NTT. Dewan

21
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Konservasi ini adalah dewan yang dibentuk untuk tingkat propinsi. Diharapkan
kabupaten juga membentuk tim konservasi untuk tingkat kabupaten sehingga bisa
mengkoordinir berbagai keahlian dan kepentingan dalam pengelolaan kawasan
konservasi.

Kawasan konservasi TNP Laut Sawu mencakup 3.5 juta hektar, yang terdiri dari 10
kabupaten dan 195 desa pesisir. Wilayah yang luas ini membutuhkan tenaga profesional
di bidang konservasi. BKKPN Kupang juga mengelola tujuh kawasan konservasi lainnya
di NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara,
Maluku dan Papua. Sementara itu, saat ini BKKPN Kupang mempunyai jumlah staf
sebanyak 80 orang. Jumlah ini sudah termasuk 10 orang tenaga kontrak yang
ditempatkan di kabupaten di NTT sebagai jembatan untuk berkomunikasi dengan Pemda
Kabupaten.

Menurut DR Yesaya Mau keberadaan satu orang tenaga kontrak di kabupaten tidak
mampu secara penuh melaksanakan tugas BKKPN Kupang di tingkat Kabupaten.
Perhatian tentang strategi penempatan dan kombinasi keahlian staf di tingkat kabupaten
juga menjadi perhatian anggota dewan konservasi lainnya. Ibu Ana Salean menambahkan
permasalahan sumber daya manusia di BKKPN Kupang membutuhkan perhatian karena
sebagai badan pengelola yang mengelola kawasan yang luas di NTT harus kuat. Beliau
menambahkan belum lagi kemampuan tenaga kontrak ini dalam berkomunikasi dan
bernegoisasi dengan pemerintah daerah. Sehingga perhatian tentang penempatan staf
menjadi perhatian banyak pihak. Sumber daya manusia merupakan faktor penting sesuai
dengan EKKP3K.

Pembelajaran dari membangun kelembagaan:


- Dukungan kelembagaan dari Gubernur sangat kuat untuk memperlancar proses
pengelolaan TNP Laut Sawu. Hal ini terbukti lewat pembentukan Tim dan Dewan
Konservasi. Sinergi antara kegiatan BKKPN dan juga tim pendukung dari
propinsi membantu kelancaran proses perencanaan.

22
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

- BKKPN tidak bekerja sendiri dalam menggalang dukungan dari pemerintah


daerah dan masyarakat. Jejaring dan upaya menghilangkan ego sektoral dari
berbagai instansi membantu kelancaran proses perencanaan dan sosialisasinya.
- Hal penting lainnya bahwa setiap pertemuan terdokumentasi dengan baik. Catatan
pertemuan merupakan dokumen penting ketika melakukan seri pertemuan.
Sehingga hasil diskusi sebelumnya menjadi bahan rujukan setiap peserta yang
hadir dan diskusi antar lembaga berdasarkan catatan pertemuan tersebut. Catatan
pertemuan ini juga menjadi alat untuk mengevaluasi komitmen yang diberikan
oleh lembaga yang ahdir ketika pertemuan.
- Pembelajaran lainnya, anggota dewan konservasi menyatakan bahwa
kepemimpinan dalam tata kelola Laut Sawu adalah sangat penting. Rusydi dari
Universitas Muhammadiyah mengatakan bahwa kepemimpinan yang ada di
BKKPN dan juga tim inisiator dari Tim P4KKP serta Dewan Konservasi
mempengaruhi kelancaran proses membangun koordinasi. Kepemimpinan dalam
proses ini merupakan pengikat bagi semua orang yang ingin ikut aktif
berpartisipasi. Hal ini didukung dengan kajian oleh Gutierrez et al 2011 bahwa
kepemimpinan di masyarakat merupakan hal pentng dalam pengelolaan kawasan
konservasi.
- Kawasan yang begitu luas membutuhkan tenaga profesional. Sehingga strategi
penempatan staf harus mendapatkan perhatian

23
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

7. Mendorong Partisipasi Masyarakat

Yang dimaksud dengan partisipasi masyarakat adalah peran serta masyarakat dalam
pengelolaan kawasan konservasi perairan. Dengan berjalannya waktu, partisipasi
masyarakat telah bergerak dari partisipasi yang terbatas sampai kepada partisipasi untuk
ikut dalam pengambilan keputusan. Ada beberapa tingkatan partisipasi masyarakat
(Pretty et al. 1995; Arnstein 1969):
- Informing: kelompok masyarakat menerima informasi tentang kegiatan dari pihak
luar. Tidak ada kesempatan bagi masyarakat untuk mempengaruhi merubah
kebijakan. Komunikasi lebih satu arah
- Consulting: Masyarakat menerima informasi tentang sebuah rencana kegiatan.
Pendapat mereka juga dimintakan
- Pengambilan keputusan bersama: Masyarakat ikut serta dalam proses pengambilan
keputusan. Tahap ini merupakan pendekaan arus bawah yang sempurna.
Proses partisipasi masyarakat yang terjadi di TNP Laut Sawu dimulai dari wakil
masyarakat dari 110 desa terlibat dalam pemetaan partisipatif pada tahap awal. Tim
survai melakukan kajian ekologi berdasarkan hasil diskusi pemetaan dengan wakil
masyarakat ini. BKKPN, kemudian, sebagai lembaga pengelola TNP Laut Sawu
membentuk tim kelompok kerja yang bertujuan untuk menghasilkan rencana pengelolaan
dan zonasi tahun 2010. Rencana pengelolaan dan zonasi ini dipresentasikan ke
masyarakat lewat konsultasi publik di 125 desa.

Konsultasi publik ditingkat desa dilakukan oleh tim konsultasi publik yang terdiri dari
anggota dewan konservasi dan BKKPN. Tim menghubungi Dinas kelautan dan Perikanan
tingkat Kabupaten untuk menyiapkan acara konsultasi publik. Kemudian, tim dari
kabupaten memberitahukan kepada desa. Di beberapa tempat, lembaga swadaya

24
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

masyarakat (LSM) di tingkat kabupaten juga dilibatkan untuk membantu proses


konsultasi publik.

Kegiatan konsultasi publik tidak dilakukan disetiap desa, namun dilakukan di ibukota
kecamatan misalnya, atau di desa dimana ada beberapa desa yang berdekatan. Total ada
45 lokasi dimana konsultasi publik dilakukan. Melihat dari jumlah desa yang terlibat
dalam konsultasi publi (125 desa) maka sekali konsultasi publik, ada dua sampai tiga
desa terlibat sekaligus.

Wakil masyarakat dipilih oleh kepala desa ikut hadir dalam pertemuan tersebut. Diskusi
dilakukan secara dinamis. Setiap peserta dapat memberikan masukan. Bahkan rencana
pengelolaan ini pernah ditolak masyarakat di Manggarai Barat akibat imbas dari
informasi yang tidak tepat dari kegiatan di Taman Nasional Komodo. Dewan Konservasi
menjelaskan kepada masyarakat luas tentang rencana pengelolaan TNP Laut Sawu.
Masyarakat di Desa Nangabere menerima usulan tentang rencana pengelolaan ini dan
menyetujui rencana zonasi. Pemahaman tidak hanya dilakukan ketika konsultasi publik
namun juga ketika acara informal dilakukan. Hasil diskusi dengan masyarakat ini
kemudian menjadi masukan dan modifikasi dalam zonasi dilakukan.

Dari hasil diskusi diatas, berdasarkan tingkat partisipasi Pretty et al. (1995), keterlibatan
masyarakat ketika proses sosialisasi rencana pengelolaan TNP Laut Sawu baru pada
tahap consulting dimana mereka dimintakan pendapatnya tentang rencana pengelolaan.
Masyarakat belum ikut serta dalam proses pengambilan keputusan.

Ada beberapa pembelajaran ketika konsultasi publik yaitu:


- Pelibatan LSM yang berada di tingkat kabupaten, apapun bidang kegiatan mereka,
sangat membantu proses pendekatan masyarakat. Mereka telah melakukan kegiatan
bersama masyarakat sehingga mengetahui karakteristik masyarakat.
- Pedoman pelaksanaan konsultasi publik telah disiapkan oleh tim pelaksana konsultasi
publik. Sehingga siapapun anggota tim pelaksana konsultasi publik yang

25
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

melaksanakan kegiatan di desa-desa menyampaikan informasi dan memfasilitasi


diskusi dalam standard yang hampir sama.
- Konsultasi publik dapat dipolitisir oleh sekelompok tertentu yang mempunyai
kepentingan berbeda. Misalnya konsultasi publik di Sumba Timur dimana
sekelompok orang mempunyai kepentingan lain. Pembelajarannya adalah peta
pemangku kepentingan juga harus dipelajari ketika mengajak masyarakat ikut dalam
diskusi rencana pengelolaan.
- Ketika konsultasi publik hanya wakil masyarakat yang dipilih oleh kepala desa yang
ikut hadir dalam pertemuan. Informasi tentang rencana pengelolaan ini hanya terbatas
sampai ke peserta yang hadir. Misalnya, ketika penulis menanyakan kepada ketua
forum nelayan tradisional di Oelua dan Papela, Rote tentang rencana pengelolaan laut
Sawu, mereka tidak mengetahui. Begitu juga ketika nelayan di Oesapa Kupang yang
menangkap ikan di perairan laut Sawu mereka tidak mengetahui tenang rencana
pengelolaan ini. Sehingga perlu diinformasikan kepada kepala desa dan wakil
masyarakat yang hadir agar mereka juga perlu menginformasikan kepada teman
lainnya. Pembelajaran dari sini adalah jumlah desa dan masyarakat nelayan di NTT
ini sangat banyak sehingga diadakan pertemuan dengan sistem perwakilan. Perlu
dipikirkan mekanisme penyebarluasan informasi ini dari peserta yang hadir ketika
konsultasi publik ke anggota nelayan lainnya.
- Masyarakat terlibat dalam kegiatan persiapan rencana pengelolaan laut sawu lewat
pemetaan partisipatif dan konsultasi publik. Hanya beberapa orang yang terlibat
dalam pemetaan partisipatif. Wakil masyarakat terlibat secara luas dalam konsultasi
publik. Sementara itu tim perancang TNP Laut sawu berharap informasi tentang
rencana pengelolaan laut Sawu tersebar luas. Sehingga perlu kesepakatan dengan
anggota tim lainnya di tingkat kabupaten dan propinsi bahwa kegiatan lainnya yang
dilakukan bersama masyarakat pesisir dihubungkan dengan rencana pengelolaan laut
sawu sehingga masyarakat bisa terinformasikan tentang laut sawu.
- Bentuk penerimaan masyarakat atas rencana pengelolaan ini berbeda-beda, ada yang
mendukung prositif ada juga yang menentang. Kemampuan tim konsultasi publik
untuk menjelaskan dan fasilitasi proses diskusi sangat berperan penting untuk
meningkatkan pemahaman dan dukungan masyarakat.

26
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

8. Membangun Kemitraan

Pelaksanaan kemitraan dalam kawasan konservasi merupakan amanat peraturan


pemerintah melalui PP No 60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan. Sebagaimana
tercantum dalam pasal 18 dari PP 60 Tahun 2007: ‘Pemerintah atau Pemerintah Daerah
sesuai kewenangannya dalam mengelola kawasan konservasi perairan dapat melibatkan
masyarakat melalui kemitraan antara unit organisasi pengelola dengan kelompok
masyarakat dan/atau masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, korporasi, lembaga
penelitian, maupun perguruan tinggi’. Berdasarkan mandat ini maka pengelolaan
kawasan konservasi harus membangun kemitraan dari berbagai pemangku kepentingan.
Ada beberapa manfaat dalam melibatkan berbagai pihak (Kooiman, 2005):
- keanekaragaman para pelaku saling meningkatkan pengetahuan
- dapat memformulasikan permasalahan dengan lebih baik sehingga
menghasilkan solusi yang lebih baik juga
- meningkatkan kepatuhan atas kebijakan yang telah ditetapkan
- berbagi peran dan tanggungjawab
- merupakan hak setiap pemangku kepentingan untuk didengar dan
mendengar mengenai rencana pengelolaan, terutama rencana tersebut akan
memberikan dampak ats sumber penghidupan mereka

Menurut Biengen (2013) ada tiga aspek penting dalam kemitraan: konsultasi, koordinasi
kerjasama. Tiga aspek ini bisa berdiri sendiri dan bisa juga saling terintegrasi. Untuk
kasus TNP Laut Sawu yang begitu luas dan keragaman masyarakatnya yang tinggi, maka
dukungan pemerintah daerah, perguruan tinggi, organisasi profesi, lembaga swadaya
masyarakat, tokoh masyarakat dan masyarakat luas sangat diperlukan. DR Yesaya Mau,
Kepala BKKPN Kupang, mengatakan bahwa BKKPN sangat membutuhkan para mitra
untuk sama-sama membangun dan mengelola TNP Laut sawu yang juga memberikan

27
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

kesejahteraan masyarakat yang tinggal di kawasan ini. Dewan Konservasi merupakan


salah satu bentuk kemitraan yang solid di NTT.

Berdasarkan buku Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu, ada sebuah badan kolaborasi
yang disebut dengan Dewan Konservasi NTT yang dibentuk bedasarkan SK Gubernur
No 74/Kep/HK/2013. Dewan konservasi ini merupakan kemitraan yang strategis antara
berbagai pihak di NTT dengan lembaga pengelola. Fungsi dewan konservasi ini
menjembatani dan mengkoordinasikan berbagai pihak yang terkait terhadap dukungan
TNP Laut Sawu. Lebih jelasnya ada di Buku Rencana Pengelolaan Laut Sawu.

Hal yang menarik dari Dewan Konservasi NTT adalah anggotanya bersedia melakukan
kegiatan yang berkaitan dengan TNP laut Sawu tanpa mengharapkan imbalan ekonomi.
Commitment dari anggota dewan konservasi untuk mewujudkan pelaksanaan TNP laut
sawu yang efektif sangat tinggi. Semua pihak yang diwawancara untuk dokumentasi ini
mengatakan bahwa investasi pertemanan yang tidak hanya tentang Laut Sawu sangat
membantu proses diskusi dan upaya membangun tata kelola laut Sawu. Jotham Ninef,
Ketua Harian Dewan Konservasi NTT mengatakan bahwa kegiatan bersama-sama
tentang pengelolaan sumber daya alam laut telah dilakukan jauh sebelum pembentukan
dewan konservasi. Kegiatan sosial bersama seperti olahraga (seperti bulutangkis, selam
bersama) merupakan contoh bagaimana awal dan upaya untuk memperat kemitraan
dilakukan. Pernyataan ini juga didukung oleh Efferhad Ludoni, yang dulunya bertugas di
Polisi Air namun sekarang di kepolisian Kupang, bahwa pertemanan dan visi bersama
tentang betapa pentingnya upaya untuk melindungi sumber daya alam yang ada di
perairan Laut Sawu menjadi penguat dalam segala kegiatan di Dewan Konservasi.

Dari kegiatan kemitraan ini juga, dewan konservasi berhasil menjembatani diskusi antara
BKKPN Kupang dan BKSDA NTT tentang langkah konkrit yang bisa dilakukan untuk
menjaga keberlanjutan sumberdaya alam pesisir dan laut di NTT. Pada medio October
2013, dalam sebuah seminar membangun jejaring kawasan konservasi perairan di NTT,
BKSDA sangat mengapresiasi kegiatan dewan konservasi NTT dan mendukung upaya
membangun kerjasama (Wiratno, 2013).

28
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Beberapa pembelajaran dari upaya membangun kemitraan adalah:


- Investasi pertemanan dan kegiatan sosial diluar kegiatan pekerjaan merupakan
faktor penting didalam membangun kemitraan yang lebih erat. Anggota tim
dewan konservasi membangun proses ini dari sejak mereka mulai melakukan
diskusi-diskusi tentang pengelolaan sumber daya alam laut di awal tahun 2000an.
- Upaya membangun kemitraan merupakan bentuk koordinasi, kolaborasi,
kerjasama secara bersama. Sehingga upaya membangun kepercayaan bersama
sangatlah penting dalam membangun kemitraan ini
- Ada 33 orang yang menjadi anggota dewan konservasi ditambah dengan lima
pelaksana harian. Mereka ini adalah para pihak dan wakil dari organisasi yang
mempunyai kepentingan untuk membangun kawasan konservasi perairan di NTT.
Keterlibatan berbagai organisasi dan individu yang ada di NTT membantu proses
membangun koordinasi dan kerjasama kegiatan.
- Disamping komitmen organisasi, komitmen individu merupakan faktor penting di
NTT ini. Hal ini terlihat walaupun ada beberapa dari anggota dewan konservasi
yang sudah dipindahtugaskan ke bidang lainnya, tetap memberikan kontribusi
pemikiran dan tenaga untuk kawasan konservasi perairan NTT.

29
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

9. Mendorong Partisipasi Kelompok Perempuan dalam


Tata Kelola Laut Sawu

Sumber daya alam laut dimanfaatkan oleh kelompok perempuan dan laki-laki. Apalagi di
NTT, sumberpenghidupan yang berasal dari kawasan pesisir dan mangrove merupakan
faktor penting bagi kelompok perempuan (Fitriana and Stacey, 2012). Mereka
membentuk kelompok informal untuk melakukan kegiatan secara bersama, misalnya
pergi dan pulang bersama, kemudian juga melakukan proses dan penjualan bersama jika
hasil tersebut dijual. Kegiatan di wilayah pesisir ini tidak hanya sekedar mengambil hasil
laut bagi kelompok perempuan namun ada kekuatan dan keterikatan sosial yang dibangun
dalam kegiatan ini. Di Kei-Maluku, aktifitas memanfaatkan hasil laut di kawasan pesisir
bagi kelompok perempuan sekaligus menjadi ajang pertukaran informasi, dan berbagi
suka-duka (Sitmatauw, 2013). Sehingga keterlibatan mereka dalam pengelolaan kawasan
konservasi dan pengelolaan sumber daya alam laut merupakan faktor penting (Harcourt,
2008) dan kelompok perempuan seharusnya tidak mendapatkan dampak negatif yang
lebih besar dari pengelolaan kawasan konservasi.

Dalam upaya membangun tata kelola kawasan konservasi NTT, kelompok perempuan di
tingkat desa terlibat ketika proses konsultasi publik. Menurut Ibu Rehatta, anggota dewan
konservasi NTT dari Universitas Kristen Artha Wacana: ”Kelompok perempuan
merupakan pemangku kepentingan yang penting dalam pengelolaan sumber daya alam
di NTT”. Kelompok perempuan diundang untuk pertemuan konsultasi publik.
Berdasarkan undangan yang dikirimkan ke desa-desa memang dituliskan peserta dari
wakil PKK yang bisa dianggap merupakan wakil dari kelompok perempuan. Sementara
itu, dari investigasi dokumentasi hasil konsultasi publik di tujuh kabupaten, rata-rata
sekitar 10.6% persen wakil dari kelompok perempuan ikut menandatangai proses diskusi

30
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

akhir kesepakatan di tingkat kabupaten. Namun dari tujuh kabupaten ini (Timor Tengah
Selatan, Rote Ndao, Manggarai, Manggarai Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Barat,
Sumba Timur), ada dua kabupaten dimana tidak ada wakil dari kelompok perempuan
yang iku menandatangani rekomendasi hasil akhir, yaitu Rote Ndao dan Sumba Barat.
Dari proses ini terlihat bahwa kelompok perempuan memang diundang dan
diikutsertakan dalam diskusi namun terkadang dalam proses perumusan hasil dan
pengambilan keputusan tidak diikutsertakan. Padahal kelompok perempuan juga
merupakan pemanfaat sumber daya alam pesisir dan laut sehingga seharusnya
diikutsertakan dalam perumusan hasil dan pengambilan keputusan (Harcourt, 2008).

Pembelajarannya adalah ketika mengirimkan undangan harus menegaskan kembali


hadirnya wakil kelompok perempuan walaupun undangan panitia sudah mencantumkan
wakil dari PKK yang mungkin dimaksudkan sebagai wakil dari kelompok perempuan.
Selain itu keterbatasan waktu dan batasan tempat pelaksanaan terkadang membatasi
keterlibatan kelompok perempuan. Ini merupakan pembelajaran dalam mengundang
wakil dari kelompok perempuan. Harapan keterlibatan kelompok perempuan tidak hanya
ditingkat kehadiran, namun juga ikut dalam diskusi perumusan hasil dan proses
pengambilan keputusan. Hal ini terkadang yang dilupakan dimana banyak pihak
beranggapan kehadiran saja sudah penting yang sebenarnya ikut dalam perumusan hasil
dan bagaimana hasil dari pengelolaan ini tidak merugikan kepentingan kelompok
perempuan yang juga banyak melakukan kegiatan di wilayah pesisir.

31
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

10. Menyelaraskan pengelolaan Laut Sawu dengan


kebijakan dan kepentingan lokal

Menyelaraskan pengelolaan Laut sawu dengan pemerintah


daerah

Kawasan Konservasi Perairan laut Sawu terletak di propinsi NTT. Sehingga mau tidak
mau program pengelolaan TNP Laut Sawu harus selaras dengan program pembangunan
propinsi NTT dan kabupaten yang berada di dalamnya. Berdasarkan buku Rencana
Pengelolaan TNP Laut Sawu, sasaran dan tujuan pengelolaan Laut Sawu mengakomodir
strategi pokok pengembangan daerah. Tujuan yang ingin dicapai dari pengelolaan juga
mencerminkan delapan agenda pembangunan propinsi NTT yang tercantum di RPJMD
NTT 2009-2013. Begitu juga dengan kebijakan tata ruang propinsi NTT (Perda RTRW
2010-2030) mempertimbangkan kawasan perlindungan termasuk didalamnya zonasi dari
TNP Laut sawu dan juga kawasan konservasi lainnya. Adanya keselarasan antara rencana
pengelolaan dan rencana pembangunan daerah ini dapat terjadi karena berperannya
fungsi Dewan Konservasi NTT.

Menurut Gaspar Enga dari Bappeda yang juga anggota Dewan Konservasi:” Aktifnya
anggota Dewan Konservasi dalam perencanaan strategi pembangunan NTT memberikan
kontribusi yang besar masuknya rencana pengelolaan TNP Laut Sawu dalam rencana
pembangunan daerah propinsi.” Setiap anggota Dewan Konservasi NTT yang duduk di
kantor kedinasan, misalnya BLHD, DKP dan Pariwisata mengintegrasikan rencana
pengelolaan TNP Laut Sawu dalam rencana pembangunan dari dinas mereka yang
kemudian diolah lagi oleh Bappeda. Sehingga orang-orang kunci di kedinasan tersebut
harus mempunyai pemahaman dan visi yang sama untuk membangun perairan Laut

32
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Sawu. Hal ini juga ditegaskan oleh Bapak Joni Rohi dari Dinas Pariwisata bahwa
keterlibatan dinas dalam memasukkan program yang berkaitan dengan TNP Laut Sawu
membantu mempercepat proses integrasi ini.”

Proses pembelajaran adalah:


- Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di NTT mendapatkan dukungan dari
gubernur beserta jajarannya. Hal ini bisa didapatkan karena anggota tim yang
aktif mempersiapkan kawasan konservasi di NTT terdiri dari orang-orang yang
mewakili dinas-dinas dari jajaran di Propinsi NTT. Peran mereka sangat strategis
dalam mempengaruhi kebijakan propinsi NTT.
- Peningkatan pemahaman di tingkat pengambil keputusan dilakukan dengan
diskusi melalui workshop dan pertemuan informal. Mereka inilah yang juga
memberikan masukan kepada kepala daerah NTT
- Dewan Konservasi NTT melakukan diskusi dengan kepala daerah lebih dari lima
kali pertahun sejak mereka terbentuk. Berangkat dari meningkatnya pemahaman
dan ketertarikan ini, dukungan dari Kepala Daerah juga semakin meningkat.
- Peran orang-orang kunci di kantor-kantor dinas ketika memasukkan kegiatan
yang berkaitan dengan TNP Laut Sawu dalam rencana anggaran didukung oleh
Bappeda sebagai badan yang mengkoordinasikan rencana pembangunan daerah.
Sehingga kerjasama antara bagian rencana program di dinas dan Bappeda sangat
penting.

Mengintegrasikan pengelolaan kawasan perairan masyarakat ke


dalam pengelolaan TNP Laut Sawu
Keanekaragaman masyarakat di propinsi NTT sangat tinggi. Hal ini juga diakui dalam
buku Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu. Keanekaragaman suku dan tata
kehidupannya ini memberikan pengaruh bagaimana mereka mengatur sumber daya alam
lautnya. Sejak turun temurun, masyarakat pesisir di NTT mempunyai kearifan lokal
dalam pemanfaatan sumber daya perikanan. Ini dapat dijumpai pada masyarakat Belong

33
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

(Kupang), Sumba, Alor, Solor, Rote, Timor dan Lembata. Beberapa kearifan lokal ini
sudah mengalamai degradasi, namun masih ada yang tetap eksis sampai sekarang.

Menurut Buku Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu, ada sekitar 20 kearifan lokal yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat pesisir sekitar TNP Laut Sawu. Ada enam yang
masih berjalan dan dimasukkan kedalam rencana pengelolaan dan dua kebijakan lokal di
revitalisasi dan diperkuat melalui Peraturan Desa. Kearifan lokal ini masuk dalam zona
pemanfaatan tradisional.

Kearifan lokal Lilifuk di Desa Kuanheun, Kabupaten Kupang merupakan salah satu
contoh kearifan lokal yang diperkuat menjadi Perdes dan juga menjadi bagian zonasi dan
rencana pengelolaan. Revitalisasi kearifan lokal Lilifuk dilakukan melalui kerjasama
antara tim persiapan rencana pengelolaan TNP Laut Sawu dengan TNC, RFLP-FAO dan
Bengkel APPeK. TNC memberikan bantuan teknis untuk melakukan kajian Lilifuk,
Regional Fisheries and Livelihoods Program dari FAO mendukung Bengkel APPeK
sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berbasis di Kupang untuk memfasilitasi
aplikasi Lilifuk ke dalam bentuk Perdes. Kerjasama berbagai pihak ini menghasilkan
Lilifuk masuk dalam rencana pengelolaan dan disahkan dalam bentuk Peraturan Desa
tentang perlindungan sumber daya laut di wilayah Lilifuk.

Lilifuk melindungi sebuah kolam yang terjadi ketika surut rendah dengan luas sekitar +
2ha dan kedalaman + 5m (Perdes Kuanheun). Di daam kolam ini terdapat berbagai jenis
ikan, lamun dan terumbu karang yang kondisinya sudah kurang baik yaitu tutupan karang
+ 20% (Fajariyanto et al. 2012). Ketika surut rendah ikan berkumpul dalam kolam ini.
Awalnya Lilifuk ini dimilik oleh Suku Baineo. Ketika terompet yang terbuat dari kerang
dibunyikan sebagai tanda masyarakat boleh mengambil hasil yang ada di dalam kolam,
masyarakat termasuk dari desa tetangga boleh mengambil dengan alat tangkap serok.
Dari hasil panen, 40% diserahkan kepada Suku Baineo. Yang melanggar aturan didenda
beras dan babi sebagai bahan yang dibutuhkan untuk sidang adat.

34
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Figure 2 Peta hasil diskusi bersama masyarakat di Desa Kuanheum
Sumber: Perdes

Ketika proses revitalisasi, Suku Baineo menyerahkan proses ini kepada desa. Sekarang
masyarakat yang akan mengambil hasil laut di kolam ini harus membayar Rp 2500,-.
Persentase hasil dibagikan untuk gereja, desa, duku Baineo dan Kelompok Masyarakat
Pengawas Desa (Pokmaswas). Ada beberapa aturan tambahan ketika proses revitalisasi
ini yaitu masyarakat tidak boleh menggunakan alat tangkap serok karena dapat merusak
dasar kolam, hanya boleh menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan, tidak boleh
mengambil Kima dan anak ikan Pada. Terjadi diskusi yang hangat dengan kelompok
perempuan tentang batasan ukuran Ikan Pada, karena anakan ikan Pada paling banyak
diambil oleh kelompok perempuan sebagai bahan makanan rempeyek untuk dijual.
Namun kelompok ibu-ibu ini akhirnya menyadari tentang keberlanjutan ikan jika
mengambil anak ikan dan mereka setuju dengan peraturan baru ini. Tim pengelolaan
TNP Laut Sawu membantu proses penetapan Perdes, penandaan tanda batas dengan
buoy, dan papan informasi.

35
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Photo: TNC

Figure 3: Foto pemasangan tanda batas Lilifuk di Kabupaten Kupang

Pembelajaran dari integrasi kearifan lokal masyarakat ke dalam rencana pengelolaan TNP
Laut Sawu adalah:
- Tim persiapan rencana pengelolaan TNP Laut Sawu menyadari bahwa
pengelolaan kawasan konservasi ini adalah untuk kesejahteraan masyarakat di
NTT, sehingga setiap kearifan lokal yang berasal dari masyarakat harus menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari rencana pengelolaan.
- Pengakuan terhadap kearifan lokal memberikan jaminan kepada masyarakat
bahwa kepentingan masyarakat mendapat tempat di dalam rencana pengelolaan.
Hal ini meningkatkan kepercayaan masyarakat atas proses yang dibangun.
- Identifikasi tentang pengelolaan oleh masyarakat dilakukan oleh Tim. Namun
proses ini belum sampai dengan studi ekologi dari hasil pengelolaan masyarakat
ini kepada kawasan konservasi. Memang dari pengelolaan yang turun temurun ini
telah memberikan keberlanjutan hasil kepada anak cucu. Namn studi ekologi tetap
harus dilakukan untuk melihat keterkaitan dalam arena yang lebih luas.

36
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

- Tidak semua kearifan lokal dan kebiasaan masyarakat yang diperoleh secara turun
temurun diterima langsung dalam rencana pengelolaan TNP Laut Sawu. Misalnya
penggunaan alat tangkap serok dan pengambilan anak ikan Pada di kolam Lilifuk.
Selain itu kebiasaan masyarakat di enam desa di kabupaten Sabu Raijua
mengambil karang hidup yang digunakan untuk kapur sirih satu kali dalam satu
tahun (pada bulan sabit ketujuh) diterima di dalam rencana pengelolaan dengan
persayaratan bahwa pengambilan itu untuk konsumsi pribadi dan keluarga sertia
tidak untuk keperluan komersil. Diskusi panjang perlu dilakukan untuk
membangun pemahaman dan persetujuan agar setiap pihak mengetahui
konsekuensi dan manfaat dari setiap tindakan yang diambil. Proses membangun
persetujuan peraturan yang ada di dalam Lilifuk, misalnya, merupakan salah satu
bentuk partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Manfaat Pengelolaan Secara Ekonomi


Ada beberapa cara untuk mempromosikan upaya untuk mencapai tujuan kawasan
konservasi. Salah satunya dengan menggunakan pendekatan manfaat ekonomi (Jones et
al. 2011). Berdasarkan buku Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu, strategi pemanfaatan
kawasan mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat melalui program
pemberdayaan masyarakat pesisir dan pengembangan mata pencaharian yang
berkelanjutan. Pemberian akses pemanfaatan sumberdaya ikan dan ekosistemnya kepada
masyarakat lokal dan tradisional dan merupakan bagian dari pengelolaan TNP Laut
Sawu. Untuk kegiatan pengembangan sumber mata pencaharian alternatif memang tidak
disebutkan secara detil di dalam buku rencana pengelolaan. Namun kriteria nya
dirumuskan yaitu misalnya diterima secara sosial budaya, ramah lingkungan, dan layak
dari segi bisnis.

Berdasarkan konsultasi publik pula, kepentingan masyarakat digali dan diupayakan untuk
diintegrasikan kedalam rencana pengelolaan. Dari berbagai konsultasi publik, masyarakat
mengusulkan bagaimana upaya yang perlu dilakukan untuk penguatan dan pendampingan

37
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

masyarakat nelayan agar memiliki mata pencaharian alternatif selain mengambil hasil
laut. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan keahlian dan juga kesejahteraan keluarga.
Bapak Ferdi Kapitan dari Biro Ekonomi Propinsi NTT mengatakan bahwa kepentingan
masyarakat harus diutamakan dalam pengelolaan Laut Sawu tanpa menghilangkan unsur
konservasi. Bapak Joni Rohi dari Dinas Pariwisata Propinsi NTT menambahkan
pengembangan pariwisata dari kegiatan kawasan konservasi ini bisa melibatkan
masyarakat. Beliau mencontohkan kegiatan di Alor dimana masyarakat terlibat aktif di
Alor Kecil sebagai boat operator dan pemandu wisata.

Semua orang berharap banyak dari rencana pengelolaan TNP Laut Sawu agar bisa
memberikan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat. Saat ini upaya yang
dilakukan baru pada tahap mengintegrasikan kepentingan masyarakat dan pemerintah
daerah dalam rencana pengelolaan. Sehingga upaya yang banyak dilakukan adalah
diskusi dan konsultasi publik. Upaya nyata untuk memberikan manfaat ekonomi
langsung kepada masyarakat belum banyak dilakukan. Bapak Wilhelmus Dere dari
Yayasan Iehari yang juga aktif di Dewan Konservasi menekankan bahwa manfaat
langsung bagi masyarakat atas pengelolaan kawasan konservasi harus segera menjadi
kegiatan prioritas dimasa datang.

38
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

11. Kesimpulan

Upaya mendokumentasikan proses pembelajaran membangun tata kelola Laut Sawu


dilakukan untuk mengenali faktor-faktor yang mempengaruhi kisah sukses dan kegagalan
yang terjadi dalam proses membangun tata kelola. Pendokumentasian ini juga untuk
menampilkan cara-cara yang efektif untuk membangun tata kelola.

TNP Laut Sawu merupakan kawasan konservasi nasional dimana pengelolanya adalah
unit pelaksana teknis dan wakil pemerintah pusat di daerah. Pengelola berusaha
melaksanakan kebijakan dan peraturan pelaksanaan kawasan konservasi. Jika dilihat dari
insentif pemangku kepentingan (Jones et al. 2011), insentif legal menjadi dominan.
Namun, besarnya upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman (insentif
interpretatif) menjadi bagian dari proses.

Dari temuan proses dokumentasi ini, peningkatan pemahaman dan visi serta membangun
kesepakatan merupakan langkah awal dalam membangun konsep bersama. Kemitraan
yang berdasarkan keterbukaan dan semangat kerjasama membuat hubungan kerja antara
BKKPN sebagai lembaga pengelola dengan Dewan Konservasi sebagai institusi yang
mendukung pengelolaan kawasan konservasi di NTT sangat solid. Kerjasama dilakukan
dengan pemerintahd aerah tingkat propinsi dan kabupaten. Begitu juga masyarakat
dilibatkan melalui konsultasi publik. Keterlibatan perempuan juga menjadi perhatian
ketika konsultasi publik misalnya disebutkan dalam undangan sebagai peserta, walaupun
jumlah yang hadir kurang dari 10%. Kepentingan masyarakat lokal diakomodir dalam
proses sosialisasi zonasi dan rencana pengelolaan. Kearifan lokal dalam pengelolaan
sumber daya alam laut diakui dan diintegrasikan kedalam rencana pengelolaan.

39
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Daftar Pustaka

Berkes, F. (2009). Evolution of co-management: Role of knowledge generation, bridging


organizations and social learning. Journal of Environmental Management 90(5):
1692-1702.

Biengen, D (2013). Tilik-Kaji kemitraan pengelolaan kawasan konservasi di wilayah


pesisir dan pulau-pulau kecil. Disampaikan pada diskusi Kemitraan 7 Oktober
2013. KKP-WWF Indonesia.

BPS NTT (2012). NTT dalam angka 2012. BPS NTT. Kupang

Buku 1 Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu 2013-2032. BKKPN. Kementerian


Kelautan dan Perikanan

Fajariyanto, Y., Enga, G., Ledo, M., Bengkel APPeK, dan Masyarakat Desa Kuanheun.
(2012). Hasil Groundtruthng zonasi TNP Laut sawu di Desa Kuanheun dan
Tesabela, Kabupaten Kupang. TNC

Fitriana, R and Stacey, N. (2012). The Role of Women in the Fishery Sector of Pantar
Island, Indonesia. Asian Fisheries Science Special Issue. Asian Fisheries Society.
25S:159-175.

Gutierrez, N.L., Hilborn, R., Defeo, O. (2011). Leadership, social capital and incentives
promote successful fisheries. Nature. 470: 386–389

Harcourt, W. (2008). Editorial: whatever happened to women, environment and


development? Development 51: 173-175

Jones, P.J.S, Qiu, W., and De Santo EM (2011). Governing Marine Protected Areas -
Getting the Balance Right. Technical Report, United Nations Environment
Programme.

Jones, P. J. S., Qiu, W., De Santo E.M. (2013). Governing marine protected areas: Social-
ecological resilience through institutional diversity. Marine Policy 41: 5-13.

Jones, P. J. S., De Santo, E. M., Qiu, W., Vestergaard, O.(2013). Introduction: An


empirical framework for deconstructing the realities of governing marine
protected areas. Marine Policy (0).

40
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Kahn, B. (2005). Indonesia Oceanic Cetacean Program Activity Report April-June 2005.
TNC-APEX.

Kooiman and Bavinck (2005). The Governance Perspective. In Kooiman, J., Bavinck,
M., Jentoft, S., Pulin, R. (Eds.). Fish for Life: Interactive Governance for
Fisheries. Amsterdam University Press, Amsterdam.

Leverington, F. Marc Hockings and Katia Lemos Costa (2008). Management


effectiveness evaluation in protected areas: Report for the project ‘Global study
into management effectiveness evaluation of protected areas’, The University of
Queensland, Gatton, IUCN WCPA, TNC, WWF, Australia.

Okali, C. (2011). Searching for new pathways towards achieving gender equity Beyond
Boserup and ‘Women’s role in economic development’. ESA Working paper 11-
09. Food and Agriculture Organisation of the United Nations.

Olsson P, Folke C, Hughes TP (2008). Navigating the transition to ecosystem-based


management of the Great Barrier Reef, Australia. Proc Natl Acad Sci
USA.105:9489–9494.

Robin Mahon, Maarten Bavinck, and Rathindra Nath Roy (2005) Governance in Action.
In Kooiman, J., Bavinck, M., Jentoft, S., Pulin, R. (Eds.), 2005. Fish for Life:
Interactive Governance for Fisheries. Amsterdam University Press, Amsterdam.

Sitmatauw, M. (2013). Bameti Integritas Perempuan Evav-Kei Kecil. Unpublished report.


WWF-Indonesia

Sutton, S.G., Tobin, R. C. (2009). Recreational fishers’ attitudes towards the 2004
rezoning of the Great Barrier Reef Marine Park. Environmental Conservation: 1-8

Svensson, P., Rodwell, L.D., Attrill, M.J (2008). Hotel managed marine reserves: A
willingness to pay survey. Ocean and Coastal Management 51: 854-861

TNC (2012). Laporan Kegiatan 2012. Proyek Pengembangan TNP Laut Sawu. TNC
_Savu Sea MPA Development Project.

TNC Savu Sea (2011). Unpublished report.

Wiratno (2013). Strategi Kelola Kawasan Konservasi Balai Besar Konservasi


Sumberdaya Alam Provinsi Nusa Tenggara Timur [2012-2013]. Balai
Besar BBKSDA NTT. Disampaikan pada workshop pembentukan jejaring
kawasan konservasi perairan di NTT, Kupang, October 2013.

41
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________

Lampiran

Daftar Pemangku Kepentingan yang diwawancara


No Nama Instansi
1 DR Yesaya Mau BKKPN Kupang
2 Maria Goreti BKKPN Kupang
3 Jotham Ninef Dewan Konservasi
4 Izaak Angwarmasse DKP Propinsi NTT
5 Joni Rohi Pariwisata
6 Gaspar Enga Bappeda NTT
7 Beatrix Rehatta UnKris
8 Rusydi Konsorsium Universitas
9 Ferdi Kapitan Biro Ekonomi
10 Wilhelmus Dere Yayasan Iehari
11 Efferhad Ludoni Polda NTT
12 Maxi Ndun HNSI
13 Ana Salean Eks Ka DKP Propinsi
14 Isai Yusidartha BKSDA NTT
15 Rofi Al Hanif BKKPN Kupang
16 Raimundus Nggajo BKKPN Kupang
17 Rynal TNC
18 Yusuf TNC
19 Alex Tanody TNC

42

Anda mungkin juga menyukai