©Andie Wibianto/MPAG
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Ringkasan
Upaya membangun tata kelola sebuah kawasan konservasi perairan merupakan faktor
penting untuk mencapai pengelolaan yang efektif berdasarkan EKKP3K. Taman Nasional
Perairan Laut Sawu sebagai salah satu kawasan konservasi perairan mengalami proses
membangun tata kelola ini dalam rentang waktu yang cukup panjang. Dokumentasi
pembelajaran proses membangun tata kelola di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut
Sawu merupakan upaya untuk berbagi pengalaman dengan kawasan konservasi perairan
lainnya.
Integrasi rencana pengelolaan dengan tata ruang propinsi NTT menunjukkan bagaimana
rencana pengelolaan berintegrasi dengan rencana pembangunan daerah. Begitu juga
dengan masuknya kearifan lokal ke dalam zona pemanfaatan tradisional. Integrasi
kepentingan daerah dan kearifan lokal merupakan salah satu upaya untuk menjamin
manfaat dan kepentingan lokal di dalam rencana pengelolaan. Walaupun dari segi
manfaat ekonomi langsung, hal ini belum dirasakan masyarakat luas. Namun strategi
pemanfaatan sudah dirumuskan di buku pengelolaan.
2
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Daftar Isi
Ringkasan............................................................................................................................ 2
Daftar Isi ............................................................................................................................. 3
Daftar Singkatan ................................................................................................................. 4
1. Pendahuluan.................................................................................................................... 5
Metode .................................................................................................................... 6
Struktur penulisan ................................................................................................... 7
2. Tata Kelola dan Kelembagaan ........................................................................................ 8
Tata kelola secara global......................................................................................... 8
Tata kelola menurut EKKP3K .............................................................................. 11
3. Kawasan Konservasi Perairan Laut Sawu .................................................................... 13
4. Gambaran umum pembelajaran .................................................................................... 16
5. Upaya membangun konsep pengelolaan Laut Sawu .................................................... 18
6. Pengembangan kelembagaan ........................................................................................ 21
7. Mendorong partisipasi masyarakat ............................................................................... 24
8. Membangun kemitraan ................................................................................................. 27
9. Mendorong partisipasi kelompok perempuan dalam tata kelola Laut Sawu ................ 30
10. Menyelaraskan pengelolaan Laut Sawu dengan kebijakan dan kepentingan lokal .... 32
Menyelaraskan pengelolaan Laut Sawu dengan pemerintah daerah .................... 32
Mengintegrasikan pengelolaan kawasan perairan masyarakat ke dalam
pengelolaan TNP Laut Sawu ................................................................................ 33
Manfaat pengelolaan secara ekonomi................................................................... 37
11. Kesimpulan ................................................................................................................. 39
Daftar Pustaka................................................................................................................... 40
Lampiran ........................................................................................................................... 42
3
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Daftar Singkatan
BLHD Badan Lingkungan Hidup Daerah
BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional
BKSDA Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT
DKP Dinas Kelautan dan Perikanan
EKKP3K Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil
IUCN International Union for Conservation of Nature
KK Keluarga
LMMA Locally managed marine area
LSM lembaga Swadaya Masyarakat
MPA Marine Protected Area
NTT Nusa Tenggara Timur
PKK Program Kesejahteraan Keluarga
PP Peraturan Pemerintah
RFLP-FAO Regional Fisheries and Livelihoods Program- Food and Agriculture
Organisation of United Nations
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah
TNC The Nature Conservancy
TNP Taman Nasional Perairan
Tim P4KKP Tim Pengkajian, Penetapan dan Perancangan Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan
4
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
1. Pendahuluan
Tujuan utama dari dokumentasi proses pembelajaran ini adalah untuk berbagi
pengalaman tentang proses yang pernah dilakukan ke berbagai pihak yang terlibat secara
aktif untuk membangun tata kelola sebuah kawasan konservasi perairan. Berbagai
kegiatan telah dilakukan sebagai bagian dari upaya membangun tata kelola. Lebih dari
lima tahun, TNC ikut ambil bagian dalam membangun tata kelola laut sawu. Para
pemangku kepentingan kawasan perairan di Laut Sawu telah melakukan kegiatan
membangun tata kelolanya lebih dari 10 tahun. Proses pembelajaran dari keterlibatan
berbagai pihak dan rentang waktu yang cukup lama diharapkan dapat membantu kawasan
lain dalam membangun tata kelola kawasan konservasinya. Sementara itu, upaya untuk
membangun tata kelola di Taman Nasional Perairan Laut Sawu juga merupakan kegiatan
yang terus menerus dilakukan dalam rangka mencapai pengelolaan kawasan konservasi
yang efektif sesuai dengan Buku Pedoman EKKP3K.
Dokumentasi ini ditujukan untuk para pihak yang tertarik dalam membangun tata kelola
sebuah kawasan konservasi perairan. Proses pembelajaran ini juga bisa membantu para
pihak untuk melakukan persiapan, pelaksanaan dan pemantauan atas upaya-upaya untuk
membangun tata kelola.
5
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Metode
Dokumentasi proses pembelajaran ini mengangkat studi kasus di Taman Nasional
Perairan Laut Sawu. Sumber utama dari dokumentasi proses pembelajaran ini adalah dari
dokumen yang dapat diakses, misalnya laporan, presentasi, dan dokumen resmi
pemerintah. Sumber lainnya adalah wawancara dan diskusi terstruktur dengan 19 orang
yang terlibat langsung dalam membangun tata kelola TNP Laut Sawu sejak diinisiasi atau
terlibat di tengah-tengah proses membangun tata kelola (Lampiran A). Pertanyaan kunci
yang digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman mereka meliputi:
- Keterlibatan dalam proses membangun tata kelola TNP Laut Sawu
- Keberhasilan yang paling berkesan
- Tantangan terbesar dalam membangun TNP
- ”Best Practices” dari kegiatan yang pernah dilakukan.
- Bagaimana kegiatan bisa dilakukan dengan lebih baik dimasa datang?
Berdasarkan hasil diskusi itu maka penulisan proses pembelajaran dengan membagi
tema-tema:
- Upaya membangun konsep bersama
- Pengembangan kelembagaan dan dasar hukumnya
- Upaya mendorong keterlibatan masyarakat
- Membangun kemitraan
- Keterlibatan perempuan dalam membangun tata kelola TNP Laut Sawu
- Menyelaraskan pengelolaan TNP Laut Sawu dengan kebijakan lokal, termasuk
didalamnya manfaat bagi pemangku lokal
6
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Struktur penulisan
Dokumentasi pembelajaran ini dikemas dalam dua belas bagian. Bagian pertama yang
merupakan bagian dari bab ini adalah pengantar yang memaparkan tentang latar
belakang, tujuan, target pembaca dan struktur penulisan. Bagian kedua memaparkan
tentang tata kelola dan kelembagaan baik secara global maupun berdasarkan EKKP3K,
faktor-faktor penting dalam tata kelola dan peran tata kelola dalam mencapai
keberhasilan. Bagian ketiga menceritakan tentang TNP Laut Sawu.
7
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Upaya membangun tata kelola di kawasan konservasi perairan adalah sebuah upaya
untuk menjamin bahwa kawasan konservasi perairan tersebut dikelola dengan baik sesuai
dengan tujuan pengelolaannya. Bagian ini membahas tentang tata kelola secara global,
tata kelola di dalam perspektif EKKP3K, dan faktor-faktor penting yang memperkuat
dalam tata kelola untuk mencapai keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi perairan
yang efektif.
8
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Ketiga bentuk pengelolaan ini bisa berdiri sendiri atau merupakan gabungan. Kooiman et
al (2005) menganalisa bahwa penggunaan salah satu bentuk pendekatan pengelolaan saja
sering menghasilkan pengelolaan yang jauh dari harapan. Mohan et al (2005)
menambahkan bagaimana sebuah kawasan konservasi perairan yang dikelola oleh
pemerintah secara de jure namun dalam pelaksanaannya menggunakan pendekatan
kolaborasi dari berbagai pihak, terutama untuk daerah-daerah yang jauh dari pusat
pengelolaan. Berdasarkan studi di 20 kawasan konservasi perairan di dunia, kombinasi
dari ketiga pendekatan pengelolaan diatas bisa memperkuat tata kelola kawasan
konservasi perairan (Jones et al. 2013).
9
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Institusi merupakan kerangka struktur, cara dan bentuk interaksi antara berbagai
orang/organisasi, misalnya aturan-aturan perorangan mengetahui bagaimana berinteraksi,
apa yang mereka harapkan dan diharapkan dari berinteraksi. Kerangka institusi ini bisa
secara formal yang disahkan dalam aturan-aturan atau tidak formal. Institusi ini
diperlukan dengan meningkatnya jumlah pelaku yang mempunyai berbagai kepentingan
seiring dengan berjalannya waktu. Mahon et al (2005) mengusulkan kerangka interaksi
yang dikenal dengan institusi harus di formalkan terutama untuk memudahkan
komunikasi, kelembagaan dan partisipasi perwakilan dari para pihak sehingga
memudahkan pelaku-pelakunya untuk terlibat.
Sementara itu, interaksi merupakan bentuk hubungan antara satu aktor dengan aktor
lainnya. Interaksi dibatasi oleh kerangka institusi dan menghasilkan konsekuensi-
konsekuensi. Ketiga komponen ini: pelaku, institusi dan interaksi merupakan komponen
penting dalam membangun tata kelola.
Para pihak yang terlibat dalam tata kelola mempunyai berbagai alasan yang menjadi
dasar mereka untuk ikut berpartisipasi dalam membangun tata kelola. Jones et al. (2011)
mendiskusikan tentang lima insentif yang bisa dirancang dari awal sehingga mendorong
para pelakunya untuk terlibat dalam pengelolaan. Kelima insentif ini berangkat dari
pemahaman bahwa pengelolaan kawasan konservasi membutuhkan kerangka hukum
sebagai dasar untuk mengelola sumber daya alam, memperkuat peran masyarakat lokal
dalam pengelolaan kawasan konservasi, serta market insentif yaitu penggunaan insentif
ekonomi untuk membantu peningkatan sumberpenghidupan masyarakat. Insentif tersebut
adalah
1. Ekonomi: menggunakan pendekatan ekonomi dan hak kepemilikan untuk
mencapat tujuan kawasan konservasi perairan. Insentif ini didorong oleh
mekanisme pasar
2. Interpretasi: mempromosikan kesadaran tentang komponen konservasi di kawasan
konservasi perairan, tujuan dan kebijakan untuk mencapai tujuan ini
3. Pengetahuan: menghormati kebijakan lokal tentang pemanfaatan tradisional
10
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Insentif-insentif ini menjadi aspek-aspek penting dalam upaya membangun tata kelola.
11
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Tata kelola berpengaruh besar terhadap efektifitas pengelolaan. Untuk itu proses
membangun tata kelola menjadi sangat penting.
12
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Laut Sawu dideklarasikan oleh pemerintah sebagai sebuah Taman Nasional Perairan
dengan nama Taman Nasional Perairan Laut Sawu (TNP Laut Sawu) melalui sebuah
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 38/2009 tanggal 8
Mei 2009. TNP Laut Sawu mempunyai luas perairan sekitar 3,5 juta hektar. TNP Laut
Sawu terdiri dari 2 bagian yaitu Wilayah Perairan Selat Sumba dan sekitarnya, seluas
567.165, 64 ha dan Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan sekitarnya,
seluas 2.953.964, 37 hektar.
Laut Sawu mempunyai sebaran terumbu karang dengan keanekaragaman hayati species
yang sangat tinggi. TNC mencatat 532 species karang dimana 11 species endemik dan
sub endemik dan merupakan tempat hidup bagi 350 jenis ikan karang (TNC Savu Sea,
2011). TNP Laut Sawu mempunyai luas hutan mangrove sekitar 5019,53 hektar dengan
13
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
daerah yang mempunyai luasan mangrove paling besar yaitu Sumba Timur dan Rote
Ndao. Sementara itu berdasarkan citra satelit, lamun paling banyak ditemukan di Sumba
Timur, Sabu Raijua dan Rote Ndao dengan total luasan 5320,62 hektar.
TNP Laut Sawu juga merupakan perlintasan dari 22 jenis mamalia laut (termasuk paus
biru dan paus sperma), habitat penting bagi duyung, ikan pari manta dan penyu (Kahn
2005). Fenomena upwelling yang membawa massa air laut bersuhu dingin dari dasar
perairan yang kaya akan nutrient ke perairan diatasnya menyebabkan beberapa kawasan
seperti perairan Kupang sebelah barat, Rote sebelah barat, Sumba Timur dan Manggarai
serta Manggarai Barat pada bulan Mei sampai October mempunyai produktifitas primer
yang tinggi bagi perikanan. Laut Sawu merupakan sumber ikan dan memberikan
kontribusi 65% sumber ikan kepada propinsi NTT. Selain itu, Laut Sawu juga merupakan
daerah utama jalur pelayaran di Indonesia.
Melihat dari pentingnya sumber daya alam Laut Sawu, maka TNP Laut Sawu ditetapkan
dengan tujuan (Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu, 2013-2032):
Melindungi dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting
di perairan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya
Mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistemnya serta jasa
lingkungannya secara berkelanjutan
Melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya ikan di dalam
dan/atau di sekitar kawasan konservasi perairan
14
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Perairan yang ada di TNP Laut Sawu merupakan wilayah perairan dari 10 kabupaten di
propinsi NTT, dengan perincian 49 kecamatan dan 189 desa pesisir. Jumlah rumah
tangga perikanan yang berada di pantai dari 10 kabupaten ini terbanyak berada di
Kabupaten Kupang (1.399 KK), diikuti Kabupaten Rote Ndao (1.247 KK), Kabupaten
Manggarai (1.162 KK) dan kabupaten lainnya berada dibawah 1000 KK (BPS NTT
2012). Masyarakat yang tinggal di TNP Laut Sawu mempunyai keragaman suku bahasa
dan kesenian seperti halnya keragaman budaya NTT secara umum. Misalnya di Pulau
Timor ada suku Helong, Dawan, Tetun, Kemak dan Marae. Sementara di Pulau Rote
terdapat suku Rote. Di Flores terdapat suku Manggarai Riung, Ngada, Ende Lio,
Nagekeo, Sikka-Krowe Muhang, Lamaholot, Kedang dan Labala. Ditambah lagi suku
Sabu, Alor, dan Sumba.
15
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Tata kelola merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan kawasan konservasi
perairan (EKKP3K). Sedikit dokumentasi yang menggambarkan bagaimana proses tata
kelola sebuah kawasan konservasi perairan dibangun. Dimulai dari tahap awal ketika
konsensus dibangun untuk membangun konsep pengelolaan, hal ini akan dipaparkan di
bagian kelima. Pengembangan kelembagaan dan landasan hukum merupakan salah satu
aspek penting dalam tata kelola. Pengembangan kelembagaan disini termasuk di
dalamnya kemampuan pengelolanya dalam memecahkan masalah, analisa pemangku
kepentingan yang dinamis, dan menciptakan serta menangkap peluang yang ada. Hal ini
akan dijelaskan pada bagian pengembangan kelembagaan (Bagian Keenam). Jones et al
(2011) mengungkapkan bahwa empat faktor penting dalam pengembangan sumber daya
manusia di kawasan konservasi yaitu faktor kepemimpinan, peran lembaga swadaya
masyarakat dan keadilan dan stewardship. Gutierrez et al (2011) menganalisa bahwa
kepemimpinan sebagai salah satu aspek dalam social capital yang ada di masyarakat yang
merupakan faktor penting dalam pencapaian pengelolaan yang efektif. Pengalaman-
pengalaman membangun kelembagaan lengkap dengan sumber daya manusianya akan di
bahas pada bagian ini.
Partisipasi masyarakat telah diakui merupakan hal penting dalam pengelolaan kawasan
konservasi. Partisipasi masyarakat didorong dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan
pemantauan. Pada bagian bagaimana mendorong partisipasi masyarakat memaparkan
bagaimana tim TNP Laut Sawu membangun cara yang efektif untuk mendekatkan
masyarakat dengan pengelola (Bagian 7). Bagian 8 memaparkan tentang pengalaman
dalam membangun kemitraan di TNP Laut Sawu. Diakui banyak pihak bagaimana
membangun kemitraan merupakan tantangan tersendiri. Sementara itu, TNP Laut Sawu
mendapatkan dukungan yang cukup besar baik itu dari Pemerintah Daerah, akademik dan
16
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
masyarakat umum. Hal ini akan dijelaskan pada Bagian 8. Bagian sembilan menjelaskan
tentang upaya yang dilakukan untuk mendorong partisipasi aktif kelompok perempuan.
Baik perempuan maupun laki-laki merupakan agen perubahan dalam proses
pembangunan (Okali et al 2011). Sudah sewajarnyalah jika partisipasi kelompok
perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam lebih ditingkatkan (Fitriana and Stacey
2012). Bagian ini membahas bagaimana upaya yang dilakukan untuk mendorong
partisipasi kelompok perempuan,
IUCN melaksanakan kajian dari kawasan konservasi secara global (Leverington 2008).
Mereka menemukan bahwa program khusus yang memberikan manfaat ekonomi
langsung kepada masyarakat merupakan hal penting dalam membangun upaya
pengelolaan yang baik. Hal ini akan di bahas pada bagian 10. Bagian 11 memaparkan
tentang upaya TNP Laut Sawu untuk menyelaraskan dengan kebijakan daerah propinsi
NTT. Bagian ini juga membahas tentang integrasi kebijakan lokal dalam rencana
pengelolaan. Lilifuk, pengelolaan tradisional di Desa Kuanheum-Kabupaten Kupang,
merupakan salah satu contoh pengelolaan tradisional yang diintegrasikan dalam rencana
pengelolaan TNP Laut Sawu. Bagian terakhir, yaitu penutup, merupakan kesimpulan dari
berbagai pengalaman membangun tata kelola TNP Laut Sawu.
17
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Awal mula pembentukan kawasan konservasi di Laut Sawu dimulai dengan diskusi
tentang wilayah perlintasan mamalia laut di Laut Sawu pada awal tahun 2002. Dalam
perjalanannya sampai dengan bulan Oktober 2005 sebuah tim dibentuk untuk mendorong
proses melindungi mamalia laut di Laut Sawu. Studi ekologi dan sosial ekonomi
masyarakat secara intensif dilakukan. Awal tahun 2008, inisiasi tentang pembentukan
kawasan konservasi dimulai. Pada bulan Januari 2009, workshop yang dihadiri oleh 21
Bupati di NTT, kepala Bappeda dan dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten yang
berkaitan dengan Laut Sawu menyepakati dan mendukung pembentukan kawasan
konservasi TNP Laut Sawu. Tonggak deklarasi pencadangan Laut Sawu sebagai wilayah
konservasi dilakukan pada World Ocean Conference/WOC bulan Mei 2009. Kemudian,
dari tahun 2010 sampai 2013 konsultasi publik dilakukan di tingkat desa. Saat ini
masyarakat NTT menunggu keputusan mentri tentang penetapan TNP Laut Sawu sebagai
sebuah kawasan konserasi perairan.
18
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
tujuan bersama ini merupakan tantangan besar. Bapak Maxi Ndun dari Himpunan
Nelayan mengatakan sosialisasi keliling masyarakat membantu untuk membangun
konsep bersama. Beliau menegaskan bahwa jika masyarakat mengetahui manfaat
pengelolaan bagi sektor perikanan, nelayan akan mendukung penuh kegiatan ini.
Bapak Issak Angwarmasse dari Dinas kelautan dan perikanan Propinsi NTT mengatakan
bahwa visi bersama bagaimana anak cucu bisa menikmati apa yang kita nikmati sekarang
menjadi dasar dalam membangun pemahaman pengelolaan Laut Sawu. Bapak
Raimundus Nggajo dari BKKPN Kupang menegaskan bahwa tidak ada kepentingan lain
selain untuk bersama-sama mengelola dan menjaga sumber daya di Laut Sawu.
Berangkat dari kesamaan visi dan misi untuk mengelola Laut Sawu ini maka tim P4KKP
merumuskan tujuan pengelolaan TNP Laut Sawu seperti yang sudah dituliskan di awal.
Diskusi tentang inisiasi TNP Laut Sawu dimulai dengan wilayah perlintasan paus. Dalam
perjalanan perumusan perencanaan pengelolaan, semua aspek biologi dan ekologi
dimasukkan dan mempunyai bobot yang sama, termasuk di dalamnya pengelolaan habitat
penting dan perlintasan Paus. Rofi Al Hanif dari BKKPN Kupang menyatakan bahwa
seharusnya Paus sebagai hewan yang menjadi simbol Laut Sawu lebih ditekankan dan
tercermin lebih kuat dalam buku perencanaan. Begitu juga dengan alat tangkap yang
dapat menganggu perlintasan paus seharusnya dilarang di TNP Laut Sawu ini, misalnya
gillnet dan longline. Untuk menjawab hal ini, BKKPN Kupang bersama Dewan
Konservasi berencana untuk menyiapkan Pusat Informasi Paus di Kupang sebagai upaya
untuk mengangkat Paus sebagai hewan perlindungan utama di TNP Laut Sawu.
19
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
20
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
6. Pengembangan kelembagaan
Upaya membangun tata kelola kawasan konservasi mengalami dinamika yang sangat
tinggi, baik itu untuk mengelola sumberdaya alamnya maupun para pihak yang
memanfaatkan sumber daya alam. Untuk itu membangun tata kelola harus
memperhatikan kelembagaan dan kemampuan pengelolanya.
Kelembagaan merupakan faktor penting dalam membangun tata kelola sebuah kawasan
perairan. Sebuah lembaga dibentuk untuk mengimplementasikan pengelolaan. Lembaga
ini bisa dibentuk oleh pemerintah, lsm maupun masyarakat sipil. TNP Laut Sawu
merupakan kawasan konservasi taman nasional perairan pertama yang dikelola oleh
Kementrian Kelautan dan Perikanan. Lembaga pengelolanya disebut dengan Balai
Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kupang (BKKPN-Kupang) yang dibentuk pada
bulan Maret 2008. BKKPN Kupang mempunyai tugas melaksanakan pemangkuan,
pemanfaatan dan pengawasan kawasan konservasi perairan nasional yang bertujuan
untuk melestarikan sumber daya ikan dan lingkungannya berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku (Buku Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu).
BKKPN Kupang dibantu oleh Tim P4KKP Laut Sawu melalui SK Gubernur No.
180/2009 untuk menjalankan tugasnya dalam menyiapkan rencana pengelolaan. Tujuan
pembentukan tim P4KKP agar representasi pemerintah daerah dalam penyusunan
rencana pengelolaan kawasan konservasi yang ada di NTT tetap terkawal (TNC 2012).
Peran Tim P4KKP akan berakhir ketika TNP Laut Sawu ditetapkan.
Persiapan penetapan dilakukan sejak medio 2012. Dengan persiapan ini maka Tim
P4KKP juga bersiap-siap mengakhiri perannya dan bermetamorfosis menjadi Dewan
Konservasi NTT berdasarkan SK Gubernur No 74/20013. Fungsi Dewan Konservasi
lebih luas dengan mengintegrasikan seluruh kegiatan konservasi di NTT. Dewan
21
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Konservasi ini adalah dewan yang dibentuk untuk tingkat propinsi. Diharapkan
kabupaten juga membentuk tim konservasi untuk tingkat kabupaten sehingga bisa
mengkoordinir berbagai keahlian dan kepentingan dalam pengelolaan kawasan
konservasi.
Kawasan konservasi TNP Laut Sawu mencakup 3.5 juta hektar, yang terdiri dari 10
kabupaten dan 195 desa pesisir. Wilayah yang luas ini membutuhkan tenaga profesional
di bidang konservasi. BKKPN Kupang juga mengelola tujuh kawasan konservasi lainnya
di NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara,
Maluku dan Papua. Sementara itu, saat ini BKKPN Kupang mempunyai jumlah staf
sebanyak 80 orang. Jumlah ini sudah termasuk 10 orang tenaga kontrak yang
ditempatkan di kabupaten di NTT sebagai jembatan untuk berkomunikasi dengan Pemda
Kabupaten.
Menurut DR Yesaya Mau keberadaan satu orang tenaga kontrak di kabupaten tidak
mampu secara penuh melaksanakan tugas BKKPN Kupang di tingkat Kabupaten.
Perhatian tentang strategi penempatan dan kombinasi keahlian staf di tingkat kabupaten
juga menjadi perhatian anggota dewan konservasi lainnya. Ibu Ana Salean menambahkan
permasalahan sumber daya manusia di BKKPN Kupang membutuhkan perhatian karena
sebagai badan pengelola yang mengelola kawasan yang luas di NTT harus kuat. Beliau
menambahkan belum lagi kemampuan tenaga kontrak ini dalam berkomunikasi dan
bernegoisasi dengan pemerintah daerah. Sehingga perhatian tentang penempatan staf
menjadi perhatian banyak pihak. Sumber daya manusia merupakan faktor penting sesuai
dengan EKKP3K.
22
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
23
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Yang dimaksud dengan partisipasi masyarakat adalah peran serta masyarakat dalam
pengelolaan kawasan konservasi perairan. Dengan berjalannya waktu, partisipasi
masyarakat telah bergerak dari partisipasi yang terbatas sampai kepada partisipasi untuk
ikut dalam pengambilan keputusan. Ada beberapa tingkatan partisipasi masyarakat
(Pretty et al. 1995; Arnstein 1969):
- Informing: kelompok masyarakat menerima informasi tentang kegiatan dari pihak
luar. Tidak ada kesempatan bagi masyarakat untuk mempengaruhi merubah
kebijakan. Komunikasi lebih satu arah
- Consulting: Masyarakat menerima informasi tentang sebuah rencana kegiatan.
Pendapat mereka juga dimintakan
- Pengambilan keputusan bersama: Masyarakat ikut serta dalam proses pengambilan
keputusan. Tahap ini merupakan pendekaan arus bawah yang sempurna.
Proses partisipasi masyarakat yang terjadi di TNP Laut Sawu dimulai dari wakil
masyarakat dari 110 desa terlibat dalam pemetaan partisipatif pada tahap awal. Tim
survai melakukan kajian ekologi berdasarkan hasil diskusi pemetaan dengan wakil
masyarakat ini. BKKPN, kemudian, sebagai lembaga pengelola TNP Laut Sawu
membentuk tim kelompok kerja yang bertujuan untuk menghasilkan rencana pengelolaan
dan zonasi tahun 2010. Rencana pengelolaan dan zonasi ini dipresentasikan ke
masyarakat lewat konsultasi publik di 125 desa.
Konsultasi publik ditingkat desa dilakukan oleh tim konsultasi publik yang terdiri dari
anggota dewan konservasi dan BKKPN. Tim menghubungi Dinas kelautan dan Perikanan
tingkat Kabupaten untuk menyiapkan acara konsultasi publik. Kemudian, tim dari
kabupaten memberitahukan kepada desa. Di beberapa tempat, lembaga swadaya
24
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Kegiatan konsultasi publik tidak dilakukan disetiap desa, namun dilakukan di ibukota
kecamatan misalnya, atau di desa dimana ada beberapa desa yang berdekatan. Total ada
45 lokasi dimana konsultasi publik dilakukan. Melihat dari jumlah desa yang terlibat
dalam konsultasi publi (125 desa) maka sekali konsultasi publik, ada dua sampai tiga
desa terlibat sekaligus.
Wakil masyarakat dipilih oleh kepala desa ikut hadir dalam pertemuan tersebut. Diskusi
dilakukan secara dinamis. Setiap peserta dapat memberikan masukan. Bahkan rencana
pengelolaan ini pernah ditolak masyarakat di Manggarai Barat akibat imbas dari
informasi yang tidak tepat dari kegiatan di Taman Nasional Komodo. Dewan Konservasi
menjelaskan kepada masyarakat luas tentang rencana pengelolaan TNP Laut Sawu.
Masyarakat di Desa Nangabere menerima usulan tentang rencana pengelolaan ini dan
menyetujui rencana zonasi. Pemahaman tidak hanya dilakukan ketika konsultasi publik
namun juga ketika acara informal dilakukan. Hasil diskusi dengan masyarakat ini
kemudian menjadi masukan dan modifikasi dalam zonasi dilakukan.
Dari hasil diskusi diatas, berdasarkan tingkat partisipasi Pretty et al. (1995), keterlibatan
masyarakat ketika proses sosialisasi rencana pengelolaan TNP Laut Sawu baru pada
tahap consulting dimana mereka dimintakan pendapatnya tentang rencana pengelolaan.
Masyarakat belum ikut serta dalam proses pengambilan keputusan.
25
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
26
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
8. Membangun Kemitraan
Menurut Biengen (2013) ada tiga aspek penting dalam kemitraan: konsultasi, koordinasi
kerjasama. Tiga aspek ini bisa berdiri sendiri dan bisa juga saling terintegrasi. Untuk
kasus TNP Laut Sawu yang begitu luas dan keragaman masyarakatnya yang tinggi, maka
dukungan pemerintah daerah, perguruan tinggi, organisasi profesi, lembaga swadaya
masyarakat, tokoh masyarakat dan masyarakat luas sangat diperlukan. DR Yesaya Mau,
Kepala BKKPN Kupang, mengatakan bahwa BKKPN sangat membutuhkan para mitra
untuk sama-sama membangun dan mengelola TNP Laut sawu yang juga memberikan
27
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Berdasarkan buku Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu, ada sebuah badan kolaborasi
yang disebut dengan Dewan Konservasi NTT yang dibentuk bedasarkan SK Gubernur
No 74/Kep/HK/2013. Dewan konservasi ini merupakan kemitraan yang strategis antara
berbagai pihak di NTT dengan lembaga pengelola. Fungsi dewan konservasi ini
menjembatani dan mengkoordinasikan berbagai pihak yang terkait terhadap dukungan
TNP Laut Sawu. Lebih jelasnya ada di Buku Rencana Pengelolaan Laut Sawu.
Hal yang menarik dari Dewan Konservasi NTT adalah anggotanya bersedia melakukan
kegiatan yang berkaitan dengan TNP laut Sawu tanpa mengharapkan imbalan ekonomi.
Commitment dari anggota dewan konservasi untuk mewujudkan pelaksanaan TNP laut
sawu yang efektif sangat tinggi. Semua pihak yang diwawancara untuk dokumentasi ini
mengatakan bahwa investasi pertemanan yang tidak hanya tentang Laut Sawu sangat
membantu proses diskusi dan upaya membangun tata kelola laut Sawu. Jotham Ninef,
Ketua Harian Dewan Konservasi NTT mengatakan bahwa kegiatan bersama-sama
tentang pengelolaan sumber daya alam laut telah dilakukan jauh sebelum pembentukan
dewan konservasi. Kegiatan sosial bersama seperti olahraga (seperti bulutangkis, selam
bersama) merupakan contoh bagaimana awal dan upaya untuk memperat kemitraan
dilakukan. Pernyataan ini juga didukung oleh Efferhad Ludoni, yang dulunya bertugas di
Polisi Air namun sekarang di kepolisian Kupang, bahwa pertemanan dan visi bersama
tentang betapa pentingnya upaya untuk melindungi sumber daya alam yang ada di
perairan Laut Sawu menjadi penguat dalam segala kegiatan di Dewan Konservasi.
Dari kegiatan kemitraan ini juga, dewan konservasi berhasil menjembatani diskusi antara
BKKPN Kupang dan BKSDA NTT tentang langkah konkrit yang bisa dilakukan untuk
menjaga keberlanjutan sumberdaya alam pesisir dan laut di NTT. Pada medio October
2013, dalam sebuah seminar membangun jejaring kawasan konservasi perairan di NTT,
BKSDA sangat mengapresiasi kegiatan dewan konservasi NTT dan mendukung upaya
membangun kerjasama (Wiratno, 2013).
28
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
29
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Sumber daya alam laut dimanfaatkan oleh kelompok perempuan dan laki-laki. Apalagi di
NTT, sumberpenghidupan yang berasal dari kawasan pesisir dan mangrove merupakan
faktor penting bagi kelompok perempuan (Fitriana and Stacey, 2012). Mereka
membentuk kelompok informal untuk melakukan kegiatan secara bersama, misalnya
pergi dan pulang bersama, kemudian juga melakukan proses dan penjualan bersama jika
hasil tersebut dijual. Kegiatan di wilayah pesisir ini tidak hanya sekedar mengambil hasil
laut bagi kelompok perempuan namun ada kekuatan dan keterikatan sosial yang dibangun
dalam kegiatan ini. Di Kei-Maluku, aktifitas memanfaatkan hasil laut di kawasan pesisir
bagi kelompok perempuan sekaligus menjadi ajang pertukaran informasi, dan berbagi
suka-duka (Sitmatauw, 2013). Sehingga keterlibatan mereka dalam pengelolaan kawasan
konservasi dan pengelolaan sumber daya alam laut merupakan faktor penting (Harcourt,
2008) dan kelompok perempuan seharusnya tidak mendapatkan dampak negatif yang
lebih besar dari pengelolaan kawasan konservasi.
Dalam upaya membangun tata kelola kawasan konservasi NTT, kelompok perempuan di
tingkat desa terlibat ketika proses konsultasi publik. Menurut Ibu Rehatta, anggota dewan
konservasi NTT dari Universitas Kristen Artha Wacana: ”Kelompok perempuan
merupakan pemangku kepentingan yang penting dalam pengelolaan sumber daya alam
di NTT”. Kelompok perempuan diundang untuk pertemuan konsultasi publik.
Berdasarkan undangan yang dikirimkan ke desa-desa memang dituliskan peserta dari
wakil PKK yang bisa dianggap merupakan wakil dari kelompok perempuan. Sementara
itu, dari investigasi dokumentasi hasil konsultasi publik di tujuh kabupaten, rata-rata
sekitar 10.6% persen wakil dari kelompok perempuan ikut menandatangai proses diskusi
30
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
akhir kesepakatan di tingkat kabupaten. Namun dari tujuh kabupaten ini (Timor Tengah
Selatan, Rote Ndao, Manggarai, Manggarai Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Barat,
Sumba Timur), ada dua kabupaten dimana tidak ada wakil dari kelompok perempuan
yang iku menandatangani rekomendasi hasil akhir, yaitu Rote Ndao dan Sumba Barat.
Dari proses ini terlihat bahwa kelompok perempuan memang diundang dan
diikutsertakan dalam diskusi namun terkadang dalam proses perumusan hasil dan
pengambilan keputusan tidak diikutsertakan. Padahal kelompok perempuan juga
merupakan pemanfaat sumber daya alam pesisir dan laut sehingga seharusnya
diikutsertakan dalam perumusan hasil dan pengambilan keputusan (Harcourt, 2008).
31
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Kawasan Konservasi Perairan laut Sawu terletak di propinsi NTT. Sehingga mau tidak
mau program pengelolaan TNP Laut Sawu harus selaras dengan program pembangunan
propinsi NTT dan kabupaten yang berada di dalamnya. Berdasarkan buku Rencana
Pengelolaan TNP Laut Sawu, sasaran dan tujuan pengelolaan Laut Sawu mengakomodir
strategi pokok pengembangan daerah. Tujuan yang ingin dicapai dari pengelolaan juga
mencerminkan delapan agenda pembangunan propinsi NTT yang tercantum di RPJMD
NTT 2009-2013. Begitu juga dengan kebijakan tata ruang propinsi NTT (Perda RTRW
2010-2030) mempertimbangkan kawasan perlindungan termasuk didalamnya zonasi dari
TNP Laut sawu dan juga kawasan konservasi lainnya. Adanya keselarasan antara rencana
pengelolaan dan rencana pembangunan daerah ini dapat terjadi karena berperannya
fungsi Dewan Konservasi NTT.
Menurut Gaspar Enga dari Bappeda yang juga anggota Dewan Konservasi:” Aktifnya
anggota Dewan Konservasi dalam perencanaan strategi pembangunan NTT memberikan
kontribusi yang besar masuknya rencana pengelolaan TNP Laut Sawu dalam rencana
pembangunan daerah propinsi.” Setiap anggota Dewan Konservasi NTT yang duduk di
kantor kedinasan, misalnya BLHD, DKP dan Pariwisata mengintegrasikan rencana
pengelolaan TNP Laut Sawu dalam rencana pembangunan dari dinas mereka yang
kemudian diolah lagi oleh Bappeda. Sehingga orang-orang kunci di kedinasan tersebut
harus mempunyai pemahaman dan visi yang sama untuk membangun perairan Laut
32
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Sawu. Hal ini juga ditegaskan oleh Bapak Joni Rohi dari Dinas Pariwisata bahwa
keterlibatan dinas dalam memasukkan program yang berkaitan dengan TNP Laut Sawu
membantu mempercepat proses integrasi ini.”
33
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
(Kupang), Sumba, Alor, Solor, Rote, Timor dan Lembata. Beberapa kearifan lokal ini
sudah mengalamai degradasi, namun masih ada yang tetap eksis sampai sekarang.
Menurut Buku Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu, ada sekitar 20 kearifan lokal yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat pesisir sekitar TNP Laut Sawu. Ada enam yang
masih berjalan dan dimasukkan kedalam rencana pengelolaan dan dua kebijakan lokal di
revitalisasi dan diperkuat melalui Peraturan Desa. Kearifan lokal ini masuk dalam zona
pemanfaatan tradisional.
Kearifan lokal Lilifuk di Desa Kuanheun, Kabupaten Kupang merupakan salah satu
contoh kearifan lokal yang diperkuat menjadi Perdes dan juga menjadi bagian zonasi dan
rencana pengelolaan. Revitalisasi kearifan lokal Lilifuk dilakukan melalui kerjasama
antara tim persiapan rencana pengelolaan TNP Laut Sawu dengan TNC, RFLP-FAO dan
Bengkel APPeK. TNC memberikan bantuan teknis untuk melakukan kajian Lilifuk,
Regional Fisheries and Livelihoods Program dari FAO mendukung Bengkel APPeK
sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berbasis di Kupang untuk memfasilitasi
aplikasi Lilifuk ke dalam bentuk Perdes. Kerjasama berbagai pihak ini menghasilkan
Lilifuk masuk dalam rencana pengelolaan dan disahkan dalam bentuk Peraturan Desa
tentang perlindungan sumber daya laut di wilayah Lilifuk.
Lilifuk melindungi sebuah kolam yang terjadi ketika surut rendah dengan luas sekitar +
2ha dan kedalaman + 5m (Perdes Kuanheun). Di daam kolam ini terdapat berbagai jenis
ikan, lamun dan terumbu karang yang kondisinya sudah kurang baik yaitu tutupan karang
+ 20% (Fajariyanto et al. 2012). Ketika surut rendah ikan berkumpul dalam kolam ini.
Awalnya Lilifuk ini dimilik oleh Suku Baineo. Ketika terompet yang terbuat dari kerang
dibunyikan sebagai tanda masyarakat boleh mengambil hasil yang ada di dalam kolam,
masyarakat termasuk dari desa tetangga boleh mengambil dengan alat tangkap serok.
Dari hasil panen, 40% diserahkan kepada Suku Baineo. Yang melanggar aturan didenda
beras dan babi sebagai bahan yang dibutuhkan untuk sidang adat.
34
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Figure 2 Peta hasil diskusi bersama masyarakat di Desa Kuanheum
Sumber: Perdes
Ketika proses revitalisasi, Suku Baineo menyerahkan proses ini kepada desa. Sekarang
masyarakat yang akan mengambil hasil laut di kolam ini harus membayar Rp 2500,-.
Persentase hasil dibagikan untuk gereja, desa, duku Baineo dan Kelompok Masyarakat
Pengawas Desa (Pokmaswas). Ada beberapa aturan tambahan ketika proses revitalisasi
ini yaitu masyarakat tidak boleh menggunakan alat tangkap serok karena dapat merusak
dasar kolam, hanya boleh menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan, tidak boleh
mengambil Kima dan anak ikan Pada. Terjadi diskusi yang hangat dengan kelompok
perempuan tentang batasan ukuran Ikan Pada, karena anakan ikan Pada paling banyak
diambil oleh kelompok perempuan sebagai bahan makanan rempeyek untuk dijual.
Namun kelompok ibu-ibu ini akhirnya menyadari tentang keberlanjutan ikan jika
mengambil anak ikan dan mereka setuju dengan peraturan baru ini. Tim pengelolaan
TNP Laut Sawu membantu proses penetapan Perdes, penandaan tanda batas dengan
buoy, dan papan informasi.
35
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Photo: TNC
Pembelajaran dari integrasi kearifan lokal masyarakat ke dalam rencana pengelolaan TNP
Laut Sawu adalah:
- Tim persiapan rencana pengelolaan TNP Laut Sawu menyadari bahwa
pengelolaan kawasan konservasi ini adalah untuk kesejahteraan masyarakat di
NTT, sehingga setiap kearifan lokal yang berasal dari masyarakat harus menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari rencana pengelolaan.
- Pengakuan terhadap kearifan lokal memberikan jaminan kepada masyarakat
bahwa kepentingan masyarakat mendapat tempat di dalam rencana pengelolaan.
Hal ini meningkatkan kepercayaan masyarakat atas proses yang dibangun.
- Identifikasi tentang pengelolaan oleh masyarakat dilakukan oleh Tim. Namun
proses ini belum sampai dengan studi ekologi dari hasil pengelolaan masyarakat
ini kepada kawasan konservasi. Memang dari pengelolaan yang turun temurun ini
telah memberikan keberlanjutan hasil kepada anak cucu. Namn studi ekologi tetap
harus dilakukan untuk melihat keterkaitan dalam arena yang lebih luas.
36
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
- Tidak semua kearifan lokal dan kebiasaan masyarakat yang diperoleh secara turun
temurun diterima langsung dalam rencana pengelolaan TNP Laut Sawu. Misalnya
penggunaan alat tangkap serok dan pengambilan anak ikan Pada di kolam Lilifuk.
Selain itu kebiasaan masyarakat di enam desa di kabupaten Sabu Raijua
mengambil karang hidup yang digunakan untuk kapur sirih satu kali dalam satu
tahun (pada bulan sabit ketujuh) diterima di dalam rencana pengelolaan dengan
persayaratan bahwa pengambilan itu untuk konsumsi pribadi dan keluarga sertia
tidak untuk keperluan komersil. Diskusi panjang perlu dilakukan untuk
membangun pemahaman dan persetujuan agar setiap pihak mengetahui
konsekuensi dan manfaat dari setiap tindakan yang diambil. Proses membangun
persetujuan peraturan yang ada di dalam Lilifuk, misalnya, merupakan salah satu
bentuk partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan konsultasi publik pula, kepentingan masyarakat digali dan diupayakan untuk
diintegrasikan kedalam rencana pengelolaan. Dari berbagai konsultasi publik, masyarakat
mengusulkan bagaimana upaya yang perlu dilakukan untuk penguatan dan pendampingan
37
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
masyarakat nelayan agar memiliki mata pencaharian alternatif selain mengambil hasil
laut. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan keahlian dan juga kesejahteraan keluarga.
Bapak Ferdi Kapitan dari Biro Ekonomi Propinsi NTT mengatakan bahwa kepentingan
masyarakat harus diutamakan dalam pengelolaan Laut Sawu tanpa menghilangkan unsur
konservasi. Bapak Joni Rohi dari Dinas Pariwisata Propinsi NTT menambahkan
pengembangan pariwisata dari kegiatan kawasan konservasi ini bisa melibatkan
masyarakat. Beliau mencontohkan kegiatan di Alor dimana masyarakat terlibat aktif di
Alor Kecil sebagai boat operator dan pemandu wisata.
Semua orang berharap banyak dari rencana pengelolaan TNP Laut Sawu agar bisa
memberikan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat. Saat ini upaya yang
dilakukan baru pada tahap mengintegrasikan kepentingan masyarakat dan pemerintah
daerah dalam rencana pengelolaan. Sehingga upaya yang banyak dilakukan adalah
diskusi dan konsultasi publik. Upaya nyata untuk memberikan manfaat ekonomi
langsung kepada masyarakat belum banyak dilakukan. Bapak Wilhelmus Dere dari
Yayasan Iehari yang juga aktif di Dewan Konservasi menekankan bahwa manfaat
langsung bagi masyarakat atas pengelolaan kawasan konservasi harus segera menjadi
kegiatan prioritas dimasa datang.
38
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
11. Kesimpulan
TNP Laut Sawu merupakan kawasan konservasi nasional dimana pengelolanya adalah
unit pelaksana teknis dan wakil pemerintah pusat di daerah. Pengelola berusaha
melaksanakan kebijakan dan peraturan pelaksanaan kawasan konservasi. Jika dilihat dari
insentif pemangku kepentingan (Jones et al. 2011), insentif legal menjadi dominan.
Namun, besarnya upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman (insentif
interpretatif) menjadi bagian dari proses.
Dari temuan proses dokumentasi ini, peningkatan pemahaman dan visi serta membangun
kesepakatan merupakan langkah awal dalam membangun konsep bersama. Kemitraan
yang berdasarkan keterbukaan dan semangat kerjasama membuat hubungan kerja antara
BKKPN sebagai lembaga pengelola dengan Dewan Konservasi sebagai institusi yang
mendukung pengelolaan kawasan konservasi di NTT sangat solid. Kerjasama dilakukan
dengan pemerintahd aerah tingkat propinsi dan kabupaten. Begitu juga masyarakat
dilibatkan melalui konsultasi publik. Keterlibatan perempuan juga menjadi perhatian
ketika konsultasi publik misalnya disebutkan dalam undangan sebagai peserta, walaupun
jumlah yang hadir kurang dari 10%. Kepentingan masyarakat lokal diakomodir dalam
proses sosialisasi zonasi dan rencana pengelolaan. Kearifan lokal dalam pengelolaan
sumber daya alam laut diakui dan diintegrasikan kedalam rencana pengelolaan.
39
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Daftar Pustaka
BPS NTT (2012). NTT dalam angka 2012. BPS NTT. Kupang
Fajariyanto, Y., Enga, G., Ledo, M., Bengkel APPeK, dan Masyarakat Desa Kuanheun.
(2012). Hasil Groundtruthng zonasi TNP Laut sawu di Desa Kuanheun dan
Tesabela, Kabupaten Kupang. TNC
Fitriana, R and Stacey, N. (2012). The Role of Women in the Fishery Sector of Pantar
Island, Indonesia. Asian Fisheries Science Special Issue. Asian Fisheries Society.
25S:159-175.
Gutierrez, N.L., Hilborn, R., Defeo, O. (2011). Leadership, social capital and incentives
promote successful fisheries. Nature. 470: 386–389
Jones, P.J.S, Qiu, W., and De Santo EM (2011). Governing Marine Protected Areas -
Getting the Balance Right. Technical Report, United Nations Environment
Programme.
Jones, P. J. S., Qiu, W., De Santo E.M. (2013). Governing marine protected areas: Social-
ecological resilience through institutional diversity. Marine Policy 41: 5-13.
40
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Kahn, B. (2005). Indonesia Oceanic Cetacean Program Activity Report April-June 2005.
TNC-APEX.
Kooiman and Bavinck (2005). The Governance Perspective. In Kooiman, J., Bavinck,
M., Jentoft, S., Pulin, R. (Eds.). Fish for Life: Interactive Governance for
Fisheries. Amsterdam University Press, Amsterdam.
Okali, C. (2011). Searching for new pathways towards achieving gender equity Beyond
Boserup and ‘Women’s role in economic development’. ESA Working paper 11-
09. Food and Agriculture Organisation of the United Nations.
Robin Mahon, Maarten Bavinck, and Rathindra Nath Roy (2005) Governance in Action.
In Kooiman, J., Bavinck, M., Jentoft, S., Pulin, R. (Eds.), 2005. Fish for Life:
Interactive Governance for Fisheries. Amsterdam University Press, Amsterdam.
Sutton, S.G., Tobin, R. C. (2009). Recreational fishers’ attitudes towards the 2004
rezoning of the Great Barrier Reef Marine Park. Environmental Conservation: 1-8
Svensson, P., Rodwell, L.D., Attrill, M.J (2008). Hotel managed marine reserves: A
willingness to pay survey. Ocean and Coastal Management 51: 854-861
TNC (2012). Laporan Kegiatan 2012. Proyek Pengembangan TNP Laut Sawu. TNC
_Savu Sea MPA Development Project.
41
Pembelajaran upaya membangun tata kelola TNP Laut Sawu
____________________________________________________________________
Lampiran
42