Anda di halaman 1dari 42

I.

Pendahuluan
A. Latar belakang
Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang
bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru
dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau
anggota masyarakat dalam berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving
dan proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation). Kebijakan publik,
hadir dengan tujuan tertentu, yaitu mengatur kehidupan bersama untuk mencapai tujuan (misi
dan visi) bersama yang telah disepakati, salah satu bidang yang sangat bergantung kepada
kebijakan publik yaitu kesehatan.
Pengertian sehat menurut World Health Organization (WHO) adalah keadaan yang
menunjukkan sehat fisik, mental, dan sosial bukan hanya terbebas dari penyakit, cacat dan
kelemahan. Indikator sehat ini telah dilengkapi oleh badan kesehatan dunia itu dengan
dimasukkannya komponen sehat spritual. Mengacu pada definisi tersebut seorang yang sehat
adalah berfungsinya komponen fisik, mental, dan sosial, serta pemahaman dan penerapan
nilai-nilai agama yang agung secara optimal dan harmonis.
Kesehatan merupakan anugerah yang sangat berharga dan tidak dapat diukur dengan
apapun. Oleh sebab itu tindakan yang paling tepat adalah mencegah timbulnya ancaman
terhadap kesehatan baik yang berasal dari diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
Jika kita ingin memberi nilai secara matematis maka tubuh kita sesungguhnya
memiliki nilai yang sangat berharga Dr. Harold J.M. dalam Journal of Hospital
Practice pernah menghitung harga tubuh kita berdasarkan analisis unsur kimia yang
membangunnya. Awalnya beliau hanya menghargainya 98 sen AS. Tetapi seiring dengan
kemajuan teknologi analisis dengan ditemukannya suatu hormon pada wanita yang disebut
dengan FSH dan Prolaktin, maka manusia yang beratnya 60 kg dinilai dengan harga
6.000.000. dolar AS ( ENAM JUTA DOLAR).
Harga tersebut di atas akan terus meningkat seiring dengan kemajuan teknologi yang
dapat menemukan unsur-unsur penting lainnya. Dengan demikian tubuh kita adalah benda
yang sangat berharga yang harus senantiasa dijaga keutuhannya dengan baik. Tubuh yang
sangat mahal itu nilainya dapat naik dan turun tergantung pada pola dan gaya hidup kita. Guru

sebagai suatu profesi yang mulia diharapkan dapat memberikan bimbingan kepada anak
didiknya agar memiliki sikap dan pola hidup sehat, melalui pemahaman akan pentingnya
kebersihan tubuh, pencegahan penyakit dan menjaga lingkungan yang sehat.
Kesehatan merupakan bagian penting dari kesejahteraan masyarakat. Kesehatan juga
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, disamping sandang, pangan dan papan.
Dengan berkembangnya pelayanan kesehatan dewasa ini, memahami etika Kesehatan
merupakan bagian penting dari kesejahteraan masyarakat. Namun dalam kehidupan kita tentu
tidak lepas dari masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang dihadapi tentunya harus memiliki
manajemen yang baik terkhusus kebijakan kesehatan. Dimana Kebijakan kesehatan memiliki
peran strategis dalam pengembangan dan pelaksanaan program kesehatan. Kebijakan
kesehatan juga berperan sebagai panduan bagi semua unsur masyarakat dalam bertindak dan
berkontribusi terhadap pembangunan kesehatan. Melalui perancangan dan pelaksanaan
kebijakan kesehatan yang benar, diharapkan mampu mengendalikan dan memperkuat peran
stakeholders guna menjamin kontribusi secara maksimal, menggali sumber daya potensial,
serta menghilangkan penghalang pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dan dalam hal ini,
pemerintah turut campur tangan di bawahi oleh Kementrian Kesehatan (Kemenkes). Selaku
pembuat kebijakan kesehatan Kementrian Kesehatan perlu melakukan analisis terhadap setiap
kebijakan kesehatan yang dibuat supaya derajat kesehatan di Indonesia lebih terarah untuk
mencapai Indonesia Sehat.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah nilai dan kedudukan serta kaitan antara kebijakan publik dan kebijakan
kesehatan?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Nilai dan Kedudukan Kesehatan
2. Untuk Mengetahui uraian Kebijakan Publik dan Kebijakan Kesehatan
D. Manfaat
1. Untuk Menambah Pemahaman Mengenai Kebijakan Kesehatan

II. ISI

A. Nilai dan Kedudukan Kesehatan


Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Begitu pentingnya, sehingga
sering dikatakan bahwa kesehatan bukan segala-galanya, tetapi tanpa kesehatan segalagalanya tidak bermakna. derajat kesehatan telah cukup lama dipahami
sebagai salah satu hak asasi manusia yang harus dilindungi dan dipenuhi
oleh negara. Di kalangan ahli kesehatan di Indonesia, telah berkembang
pemikiran untuk memasukkan kesehatan sebagai bagian dari hak asasi
manusia, serta memperoleh

jaminan konstitusi. Dengan jaminan

konstitusi diharapkan perhatian Negara, dalam hal ini Pemerintah, akan


jauh lebih besar terhadap pembangunan bidang kesehatan, sehingga
kondisi kesehatan di Indonesia akan membaik. Pemikiran itu terus
berkembang dalam berbagai seminar dan diskusi sampai akhirnya pada
tingkat regulasi.
Sesungguhnya jaminan konstitusi terhadap hak atas kesehatan telah
ada sejak masa Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949.
Dalam Pasal

40 Konstitusi RIS terdapat ketentuan yang menyatakan,

Penguasa senantiasa berusaha dengan sunguh-sungguh memajukan


kebersihan umum dan kesehatan rakyat. Setelah bentuk negara serikat
kembali ke bentuk negara kesatuan dan berlakunya Undang-Undang Dasar
Sementara 1950 (UUDS), ketentuan Pasal 40 Konstitusi RIS di adopsi ke
dalam Pasal 42 UUDS.
Perserikatan

Bangsa-Bangsa

(PBB)

pada

tahun

1948

telah

menetapkan Universal Declaration of Human Rights, yang di dalamnya


mengatur hak atas kesehatan. Dalam Pasal 25 dinyatakan:
Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan
kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan,
pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan

Sejalan dengan itu, Konstitusi World Health Organization (WHO)


1948 telah menegaskan pula bahwa memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya adalah suatu hak asasi bagi setiap orang (the
enjoyment of the highest attainable standard of health is one of the
fundamental rights of every human being). Istilah yang digunakan bukan
human rights, tetapi fundamental rights, yang kalau kita terjemahkan
langsung ke Bahasa Indonesia menjadi Hak hak Dasar.
Gagasan hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia terus
berkembang baik dalam hukum nasional maupun hukum intenasional.
Dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan
dinyatakan, Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
derajat

kesehatan

yang

optimal.

Sementara

itu

dalam

Hukum

Internasional telah dikembangkan berbagai instrumen hak asasi manusia,


antara lain Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights)
yang ditetapkan pada tahun 1966. Dalam Pasal 12 ayat (1) Kovenan
tersebut

dinyatakan

bahwa

setiap

orang

mempunyai

hak

untuk

menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan
mental.
Akhirnya pada tahun 2000, melalui Perubahan Kedua UndangUndang Dasar 1945, kesehatan ditegaskan sebagai bagian dari hak asasi
manusia. Dalam Pasal 28H ayat (1) dinyatakan, bahwa:
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Masuknya ketentuan tersebut ke dalam Undang-Undang Dasar
1945, menggambarkan perubahan paradigma yang luar biasa. Kesehatan
dipandang tidak lagi sekedar urusan pribadi yang terkait dengan nasib
atau karunia Tuhan yang tidak ada hubungannya dengan tanggung jawab
negara, melainkan suatu hak hukum (legal rights).

Memuat

ketentuan

jaminan

hak

asasi

manusia,

termasuk

hak

atas

kesehatan, ke dalam Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sebuah komitmen


politik Negara, hal ini mungkin telah menyelesaikan berbagai tuntutan politik
dan harapan rakyat, tetapi dari perspektif hukum tata negara, hal tersebut
masih mengandung persoalan. Persoalan utama terkait dengan beragamnya
batasan atau definisi hak atas kesehatan, padahal batasan tersebut sangat
penting bagi kepastian hukum.

Tanpa batasan yang jelas, akan sulit

menentukan ruang lingkup tanggung jawab negara sebagaimana yang


ditegaskan dalam UUD 1945.
Undang-Undang Kesehatan terbaru ini no. 36 tahun 2009 menjelaskan ( Bab 1
ketentuan umum pasal 1 ayat 1 ) yaitu Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Namun pengertian tentang kesehatan masyarakat sebagai kunci dari
paradigma sehat sama sekali tidak ditemukan. Undang-undang ini disusun berdasarkan 5
dasar pertimbangan perlunya dibentuk undang-undang kesehatan yaitu pertama; kesehatan
adalah hak asasi dan salah satu unsur kesejahteraan, kedua; prinsip kegiatan kesehatan yang
nondiskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan. Ketiga; kesehatan adalah investasi. Keempat;
pembangunan kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, dan
yang Kelima adalah bahwa undang-undang kesehatan no 23 tahun 1992 sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Tahun 2015 telah berlalu, maka berakhirlah salah satu program pembangunan dunia
yang di kenal dengan Milenium Depelopment Goals (MDGs). Sebagai penggantinya maka
diluncurkan suatu sistim pembangunan baru yang bernama Sustainable Depelopment Goals
(SDGs).

Secara khusus, MDGs telah membawa dampak positif terhadap sektor kesehatan
sebagaimana yang ada pada RAKORPOP KEMENTERIAN KESEHATAN RI, JAKARTA, 1
DESEMBER 2015 sebagai berikut:
a.
b.

Meningkatnya
Meningkatnya

kesadaran
alokasi

isu
anggaran

kesehatan
kesehatan

c.

Menyatunya

arah

pembangunan

kesehatan

d. Integrasi monitoring dan evaluasi untuk isu - isu prioritas

Saat ini tlah ditetapkanlah sebuah sistem pembangunan baru yang dikenal dengan
SDGs yang memiliki 17 Goals dan 169 Target. Adapun 17 Goals SDGs adalah sebagai
berikut:
1. Mengakhiri segala bentuk kemiskinan di manapun [7 target]
2. Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi, serta
mendorong pertanian yang berkelanjutan [8 target]
3. Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di
segala usia [13 target]
4. Menjamin pendidikan yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong kesempatan belajar
seumur hidup bagi semua orang [10 target]
5. Menjamin kesetaraan gender serta memberdayakan seluruh wanita dan perempuan [9
target]
6. Menjamin ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang berkelanjutan bagi semua
orang [8 target]
7. Menjamin akses energi yang terjangkau, terjamin, berkelanjutan dan modern bagi semua
orang [5 target]
8. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus, inklusif, dan berkelanjutan, serta
kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua orang [11
target]
9. Membangun infrastruktur yang berketahanan, mendorong industrialisasi yang inklusif
dan berkelanjutan serta membina inovasi [8 target]
10. Mengurangi kesenjangan di dalam dan antar negara [10 target]
11. Menjadikan kota dan pemukiman manusia inklusif, aman, berketahanan dan
berkelanjutan [10 target]

12. Menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan [11 target]
13. Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya [5 target]
14. Melestarikan dan menggunakan samudera, lautan serta sumber daya laut secara
berkelanjutan untuk pembangunan berkelanjutan [10 target]
15. Melindungi, memperbarui, serta mendorong penggunaan ekosistem daratan yang
berkelanjutan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi penggurunan,
menghentikan dan memulihkan degradasi tanah, serta menghentikan kerugian
keanekaragaman hayati [12 target]
16. Mendorong masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan,
menyediakan akses keadilan bagi semua orang, serta membangun institusi yang efektif,
akuntabel, dan inklusif di seluruh tingkatan [12 target]
17. Memperkuat perangkat-perangkat implementasi (means of implementation) dan
merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan [19 target]
Sumber:

Litbang

Depkes

RI

Masih segar dalam ingatan, bahwa Indonesia pernah mencanangkan program Indonesia Sehat
tahun 2010, sebagai bagian dari upaya pemenuhan terhadap tuntuntan konstitusi yaitu untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial, tetapi setelah tahun yang dimaksud sudah berlalu selama
empat tahun, apakah Indonesia sudah sehat? Kemudian ada lagi program pembangunan
nasional yang mengacu pada agenda internasional, yaitu pembangunan pada abad milenium
yang diikuti oleh 189 negara, termasuk Indonesia, dan akan memasuki tahap akhir
evaluasinya pada tahun 2015.
Pantauan sementara dari 8 program dengan masing-masing indikatornya,
nampaknya ada sejumlah program yang tidak mungkin untuk dicapai pada tahun tersebut,
bahkan ada salah satu indikator di bidang kesehatan yang justru terjun bebas dari tahun
sebelumnya.
Melihat perkembangan hasil pembangunan dibeberapa negara yang masih belum
sesuai dengan target maka Millennium Development Goals (MDGs) pun siap-siap akan ganti
baju dan bernama menjadi SDGs (Sustainable Development Goals). Pertanyaannya adalah

sampai kapan pembangunan ini, khususnya di Indonesia, mampu mencapai batas akhir yaitu
terwujudnya kesejahteraan sosial?
Era Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
telah dimulai saat negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk
Indonesia, menyepakati Outcome Document SDGs pada tanggal 2 Agustus lalu. Dokumen ini
berisi tentang deklarasi, tujuan, target dan cara pelaksanaan SDGs hingga tahun 2030.
Dokumen ini adalah kerangka kerja pembangunan global baru pengganti Millenium
Development Goals (MDGs) yang berakhir tahun 2015 ini, dengan 17 tujuan dan 169 target.
SDGs untuk tahun 2016 2030. SDGs ini, merupakan program yang kegiatanya
meneruskan agenda-agenda MDGs sekaligus menindaklanjuti program yang belum selesai.
Bidang kesehatan yang menjadi sorotan adalah sebaran balita kurang gizi di Indonesia,
proporsi balita pendek, status gizi anak, tingkat kematian ibu, pola konsumsi pangan pokok,
dan sebagainya.
Secara teknis, dari delapan tujuan pembangunan milenium ini masing-masing telah
memiliki program yang berkelanjutan untuk dilaksanakan serta memiliki alokasi anggaran
baik dari pemerintah pusat, daerah maupun lembaga donor.
Sasaran pertama, dalam penanggulangan kemiskinan, ada program klaster PKH,
Raskin, PNPM mandiri, KUR dan UKM serta program pemenuhan kebutuhan fasilitas dasar.
Program sasaran kedua, dalam rangka mencapai pendidikan dasar untuk semua,
pemerintah telah menyelenggarakan pendidikan dasar yang terjangkau dan berkualitas, yang
ditempuh antara lain melalui program Bantuan Operasional Sekolah yang dilaksanakan sejak
tahun 2005 dan cakupan pada tahun 2011 sebesar 42,1 juta orang.
Program sasaran ketiga, dalam mendorong Kesetaraan Gender Dan Pemberdayaan
Perempuan upaya peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di Indonesia
ini secara umum dicapai karena gencarnya upaya pengarusutamaan gender (PUG) yang
dilakukan sejak tahun 1999.
Sasaran keempat, dalam menurunkan Angka Kematian Anak, berbagai upaya yang
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesehatan anak Indonesia, yakni melaluicontinuum
of care berdasarkan siklus hidup, continuum of care berdasarkan pelayanan kesehatan

(promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), continuum of care pathwaysejak anak di


rumah, di masyarakat (pelayanan posyandu dan poskesdes), di fasilitas pelayanan kesehatan
dasar, dan di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
Sasaran kelima, dalam meningkatkan Kesehatan Ibu, pemerintah mengatasi berbagai
hambatan yang dihadapi ibu-ibu dalam persalinan antara lain dikembangkan tiga program
penting, yaitu Jaminan Persalinan, Kelas Ibu Hamil, dan Rumah Tunggu Ibu Hamil. Selain itu
penurunan angka kematian ibu diperkuat oleh program keluarga berencana.
Sasaran keenam, dalam Memerangi Hiv Dan Aids, Malaria Dan Penyakit Menular
Lainnya telah dilakukan berbagai upaya pencegahan. Salah satu upaya tersebut yakni
penggunaan kondom pada hubungan seksual yang berisiko tinggi menularkan HIV dan AIDS.
Sasaran ketujuh, dalam memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dalam rangka
meningkatkan rasio luas kawasan tertutup pepohonan dan rasio luas kawasan lindung,
Pemerintah Indonesia telah melakukan kegiatan prioritas rehabilitasi hutan dan lahan kritis,
termasuk hutan mangrove, pantai, gambut dan rawa pada Daerah Aliran Sungai prioritas di
seluruh Indonesia dengan target pada periode 2010-2014 seluas 2,5 juta hektar.
Sasaran kedelapan, dalam Membangun Kemitraan Global Untuk Pembangunan,
Berbagai langkah dilakukan untuk meningkatkan rasio besarnya ekspor dan impor terhadap
PDB, antara lain melalui kebijakan peningkatan daya saing produk ekspor nonmigas melalui
diversifikasi pasar serta peningkatan keberagaman dan kualitas produk, yang didukung oleh
strategi, mendorong upaya diversifikasi pasar tujuan ekspor untuk mengurangi tingkat
ketergantungan kepada pasar ekspor tertentu; meningkatkan keberagaman dan kualitas produk
terutama untuk produk-produk manufaktur yang bernilai tambah lebih besar, berbasis pada
sumber daya alam, dan permintaan pasarnya besar; dan meningkatkan kualitas perluasan
akses pasar, promosi, dan fasilitasi ekspor nonmigas di berbagai tujuan pasar ekspor melalui
pemanfaatan skema kerjasama perdagangan baik bilateral, regional maupun multilateral; serta
melakukan pengendalian impor produk-produk yang berpotensi menurunkan daya saing
produk domestik di pasar dalam negeri.
Evaluasi secara menyeluruh terhadap berbagai strategi pelaksanaan program masingmasing kementerian/lembaga terkait, dalam rangka mewujudkan tercapainya sasaran

pembangunan milenium, menurut hemat saya bahwa kurangnya komitmen, koordinasi dan
komunikasi antar pemangku kepentingan, dalam mencapai target MDGs.
Indonesia tidak boleh mengulangi kesalahan MDGs, yang baru dipikirkan secara
serius oleh Pemerintah 10 tahun setelah MDGs disepakati. Pemerintah perlu segera membuka
keran partisipasi masyarakat sipil dalam pelaksanaan SDGs. Berkaca dari pengalaman masa
lalu (MDGs), keberhasilan pencapaian Tujuantujuan MDGs tidak hanya ditentukan oleh
pemerintah dan badan multilateral semata, melainkan juga kontribusi dari berbagai pemangku
kepentingan, terutama aktor masyarakat sipil. Sebagaimana diamanatkan oleh SDGs,
keterlibatan masyarakat sipil dalam penyusunan dan pelaksanaan agenda pembangunan global
memerlukan kemitraan yang sejajar dari berbagai pemangku kepentingan (inklusif).
Bukankah para founding fathers sudah meninggalkan warisan kemerdekaan dan
sebuah komitmen bangsa, yang bahkan sudah ada sebelum lahirnya indikator MDGs dan
SDGs? yaitu, pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

B. Kebijakan Publik
Pengertian Kebijakan
David Easton;
Public policy is the authoritative allocation of values for the whole society.
Kebijakan

publik adalah

pengalokasian

nilai-nilai

secara

sah/paksa

kepada

seluruh masyarakat. Adapun kebijakan publik sebagaimana yang dirumuskan oleh Easton
(dalam Thoha 2002: 62-63) merupakan alokasi nilai yang otoritatif oleh seluruh masyarakat.
Akan tetapi, hanya pemerintah sajalah yang berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat,
dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah
hasil-hasil dari nilai-nilai tersebut.

Carl J. Friedrick;

Public policy is a proposed course of action of a person, group, or government within a given
environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and
overcome in an effort to reach a goal or realize an objective or purpose.
Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok,
atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan- hambatan dan
kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai
tujuan tertentu.

Thomas R. Dye
Public policy is whatever governments choose to do or not to do. Kebijakan publik adalah apa
saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan. Dalam pengertian
ini, pusat perhatian dari kebijakan publik tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, melainkan
termasuk apa saja yang tidak dilakukan oleh Pemerintah. Apa saja yang tidak dilakukan oleh
pemerintah itulah yang memberikan dampak cukup besar terhadap masyarakat seperti halnya
dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah.

James E. Anderson;
Public policies are those policies developed by governmental bodies and officials.
Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan
dan pejabat-pejabat

pemerintah. Hal

ini

cenderung

mengacu

pada

persoalaan

teknis

dan administrative saja.


Anderson mengartikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan
tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan
masalah tertentu. Lebih lanjut dikatakan Anderson ada elemen-elemen penting yang terkandung
dalam kebijakan publik antara lain mencakup:
1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.
2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa

yang bermaksud akan dilakukan.


4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu
masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak
melakukan sesuatu).
5. Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu
yang bersifat memaksa (otoritatif).
Berdasarkan pengertian dan elemen yang terkandung dalam kebijakan tersebut, maka
kebijakan publik dibuat adalah dalam kerangka untuk memecahkan masalah dan untuk
mencapai tujuan serta sasaran tertentu yang diinginkan.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan juga bahwa kebijakan publik adalah:

Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang berupa tindakan-tindakan

pemerintah.

Kebijakan publik baik untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu itu

mempunyai tujuan tertentu.

Kebijakan publik ditujukan untuk kepentingan masyarakat.

Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyakpada tataran
strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan
yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka
yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan
untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh
administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik
dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa
dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang
banyak. Menyeimbangkan peran negara yang mempunyai kewajiban menyediakan pelayan
publik dengan hak untukmenarik pajak dan retribusi; dan pada sisi lain menyeimbangkan

berbagai kelompok dalam masyarakat dengan berbagai kepentingan serta mencapai amanat
konstitusi.

Kebijakan merupakan aturan tertulis yang dimana merupakan keputusan formal organisasi, yang
bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tatanilai baru dalam
masyarakat.
Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang organisasi, atau
pemerintah); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk
manajemen dalam usaha mencapai sasaran tertentu.
Kebijakan berbeda makna dengan Kebijaksanaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
kebijaksanaan adalah kepandaian seseorang menggunakan akal budinya (berdasar pengalaman
dan pangetahuannya); atau kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan.
Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam
berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan
Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan lebih bersifat adaptif dan intepratatif,
meskipun kebijakan juga mengatur apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh. Kebijakan juga
diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan
harus memberi peluang diintepretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.
Masalah kebijakan adalah nilai kebutuhan atau kesempatan yang belum terpenuhi, tetapi dapat di
identifikasikan dan dicapai melalui tindakan publik. Tingkat permasalahan tergantung pada nilai
dan kebutuhan apa yang dipandang paling penting.

2.2

Perumusan Masalah Kebijakan

Masalah kebijakan adalah nilai kebutuhan atau kesempatan yang belum terpenuhi, tetapi dapat di
identifikasikan dan dicapai melalui tindakan publik. Tingkat permasalahan tergantung pada nilai
dan kebutuhan apa yang dipandang paling penting.
Menurut Dunn (1988) beberapa karakteristik masalah pokok dari masalah kebijakan, adalah :
1.

Interdepensi (saling ketergantungan)

Interdepensi yaitu kebijakan suatu bidang seringkali mempengaruhi masalah kebijakan lainnya.
Kondisi ini menunjukkan adanya sistem masalah. Sistem masalah ini membutuhkan
pendekatan holistik, satu masalah dengan yang lain tidak dapat di pisahkan dan diukur sendirian.
2.

Subjektif

Subjektif yaitu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah diindentifikasi, diklasifikasi dan
dievaluasi secara selektif. Contoh: Populasi udara secara objektif dapat diukur (data). Data ini
menimbulkan penafsiran yang beragam (Gangguan kesehatan, lingkungan, iklim, dll). Muncul
situasi problematis, bukan problem itu sendiri.

3.

Artifisial

Artifisial yaitu pada saat diperlukan perubahan situasi problematis, sehingga dapat menimbulkan
masalah kebijakan.

4.

Dinamis

Dinamis yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana perubahan yang terus menerus.
Pemecahan masalah justru dapat memunculkan masalah baru, yang membutuhkan pemecahan
masalah lanjutan.

5.

Tidak terduga

Tidak terduga yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan dan sistem masalah
kebijakan.

Siklus kebijakan
Ada banyak keuntungan yang dapat diambil dari adanya siklus kebijakan ini yaitu.

Siklus kebijakan menegaskan bahwa pemerintah itu merupakan proses yang melibatkan

banyak institusi dan bukan sekedar institusi yang berdiri independen tampa korelasi dengan
pihak lain (Bridgmen & Davis 2000,hlm 24.)

Siklus untuk kebijakan merupakan suatu model yang dapat digunakan untuk membantu

mempermudah kompleksitas kebijakan publik .Dengan modal ini akan semakin memungkinkan
para pengambil kebijakan dan masyarakat banyak memberikan focus pada tahapan-tahapan yang
dipandang perlu disamping mengatur berbagai aspek yang diperlukan dalam setiap tahapan
siklus tersebut.

Siklus kebijakan memberikan kesempatan yang bagus untuk secara sistimatis dan analitis

melakukan

kajian-kajian

kebijakan

publik

yang

relevan

dengan

area

yang

akan

dibahas sehingga memberikan banyak kesempatan untuk belajar dari berbagai pengalaman
kebijakan yang sudah ada selama ini termasuk plus minusnya.

Siklus kebijakan membantu membuat kebijakan dan masyarakat banyak dalam

menentukan langkah-langkah strategis-strategis berkaitan dengan apa yang ingin dilakukan


dalam sebuah kebijakan publik .

Siklus kebijakan juga akan memberikan gambaran yang komprehensif dan juga berbagai

implikasi yang perlu dimengerti oleh para pihak yang berkepantingan dengan kebijakan publik .

Siklus kebijakan juga dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai efektifitas dan

efesiensi sebuah kebijakan dilihat berdasarkan masing-masing tahapan itu. Siklus kebijakan
penting untuk dipahami dan dimengerti dengan baik semakinbaik pemahaman terhadap siklus
kebijakan maka akan semakin lengkaplah kerangka piker seseorang terhadap sebuah kebijakan
publik

.Siklus

kebijakan

meliputi

identifikasi

isu,

analisis

kebijakan,

kebijakan,konsultasi, koordinasi, keputusan, implementasi, evaluasi, dan umpan balik.

Tahapan-Tahapan dalam Pembentukan Kebijakan Publik


Problem Identification (Identifikasi Masalah)

instrumen,

A.

Tahap Identifikasi :

1.

Identifikasi Masalah dan Kebutuhan:

Tahap pertama dalam perumusan kebijakan sosial adalah mengumpul-kan data mengenai
permasalahan sosial yang dialami masyarakat dan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan
masyarakat yang belum terpenuhi (unmet needs).
2.

Analisis Masalah dan Kebutuhan:

Tahap berikutnya adalah mengolah, memilah dan memilih data mengenai masalah dan
kebutuhan masyarakat yang selanjutnya dianalisis dan ditransformasikan ke dalam laporan yang
terorganisasi. Informasi yang perlu diketahui antara lain: apa penyebab masalah dan apa
kebutuhan masyarakat? Dampak apa yang mungkin timbul apabila masalah tidak dipecahkan dan
kebutuhan tidak dipenuhi? Siapa dan kelompok mana yang terkena masalah?
3.

Penginformasian Rencana Kebijakan:

Berdasarkan laporan hasil analisis disusunlah rencana kebijakan. Rencana ini kemudian
disampaikan kepada berbagai sub-sistem masyarakat yang terkait dengan isu-isu kebijakan sosial
untuk memperoleh masukan dan tanggapan. Rencana ini dapat pula diajukan kepada lembagalembaga perwakilan rakyat untuk dibahas dan disetujui.
4.

Perumusan Tujuan Kebijakan:

Setelah mendapat berbagai saran dari masyarakat dilakukanlah berbagai diskusi dan
pembahasan untuk memperoleh alternatif-alternatif kebijakan. Beberapa alternatif kemudian
dianalisis kembali dan dipertajam menjadi tujuan-tujuan kebijakan.
5.

Pemilihan Model Kebijakan:

Pemilihan model kebijakan dilakukan terutama untuk menentukan pendekatan, metoda dan
strategi yang paling efektif dan efisien mencapai tujuan-tujuan kebijakan. Pemilihan model ini
juga dimaksudkan untuk memperoleh basis ilmiah dan prinsip-prinsip kebijakan sosial yang
logis, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan.
6.

Penentuan Indikator Sosial:

Agar pencapaian tujuan dan pemilihan model kebijakan dapat terukur secara objektif, maka
perlu dirumuskan indikator-indikator sosial yang berfungsi sebagai acuan, ukuran atau standar
bagi rencana tindak dan hasil-hasil yang akan dicapai.
7.

Membangun Dukungan dan Legitimasi Publik:

Tugas pada tahap ini adalah menginformasikan kembali rencana kebijakan yang telah
disempurnakan. Selanjutnya melibatkan berbagai pihak yang relevan dengan kebijakan,
melakukan lobi, negosiasi dan koalisi dengan berbagai kelompok-kelompok masyarakat agar
tercapai konsensus dan kesepakatan mengenai kebijakan sosial yang akan diterapkan.
Biasanya suatu masalah sebelum masuk ke dalam agenda kebijakan, masalah tersebut menjadi
isu terlebih dahulu. Isu, dalam hal isu kebijakan, tidak hanya mengandung ketidaksepakatan
mengenai arah tindakan aktual dan potensial, tetapi juga mencerminkan pertentangan pandangan
mengenai sifat masalah itu sendiri. Dengan demikian, isu kebijakan merupakan hasil dari
perdebatan definisi, eksplanasi dan evaluasi masalah.
Isu ini akan menjadi embrio awal bagi munculnya masalah-masalah publik dan bila masalah
tersebut mendapat perhatian yang memadai, maka ia akan masuk ke dalam agenda kebijakan.
Namun demikia, karena pada dasarnya masalah-masalah kebijakan mencakup dimensi yang luas
maka suatu isu tidak akan secara otomatis bisa masuk ke agenda kebijakan. Isu-isu yang beredar
akan bersaing satu sama lain untuk mendapatkan perhatian dari para elit politik sehingga isu
yang mereka perjuangkan dapat masuk ke agenda kebijakan.

Agenda Setting
Agenda kebijakan adalah tuntutan-tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa
terdorong untuk melakukan tindakan tertentu. Dengan demikian, maka agenda kebijakan dapat
dibedakan dari tuntutan-tuntutan politik secara umum serta dengan istila prioritas yang
biasanya dimaksudkan untuk merujuk pada susunan pokok-pokok agenda dengan pertimbangan
bahwa suatu agenda lebih penting dibandingkan dengan agenda lain. Barbara Nelson
menyatakan bahwa proses agenda kebijakan berlangsung ketika pejabat publik belajar mengenai
masalah-masalah baru, memutuskan untuk memberi perhatian secara personal dan memobilisasi
organisasi yang mereka miliki untuk merespon masalah tersebut. Dengan demikian, agenda

kebijakan pada dasarnya merupakan pertarungan wacana yang terjadi dalam lembaga
pemerintah.
Tidak semua masalah atau isu akan masuk ke dalam agenda kebijaka. Isu-isu atau masalahmasalah tersebut harus berkompetisi antara satu dengan yang lain dan akhirnya hanya masalahmasalah tertentu saja yang akan menang dan masuk ke dalam agenda kebijakan.

Lester dan Stewart

menyatakan

bahwa suatu isu akan

mendapat

perhatian bilA

memenuhi beberapa kriteria, yakni:


a.

Bila suatu isu telah melampaui proporsi suatu krisis dan tidak dapat terlalu lama

didiamkan. Misalnya, kebakaran hutan.


b.

Suatu isu akan mendapat perhatian bial isu tersebut memiliki sifat partikularitas, dimana isu

tersebut menunjukkan dan mendramatisir isu yang lebih besar. Misalnya, isu mengenai
kebocoran lapisan ozon dan pemanasan global.
c.

Mempunyai aspek emosional dan mendapat perhatian media massa karena faktor human

interest.
d.

Mendorong munculnya pertanyaan menyangkut kekuasaan dan legitimasi, dan masyarakat.

e.

Isu tersebut sedang menjadi trend atau sedang diminati oleh banyak orang.

Menurut Peter Bachrach dan Morton Barazt ada beberapa cara yang digunakan oleh para
pembuat kebijakan untuk menghalangi suatu masalah masuk ke dalam agenda kenijakan, yaitu:
a.

Menggunakan kekerasan.

b.

Menggunakan nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan yang berlaku, yaitu dengan

menggunakan budaya politik.


Kepemimpinan politik merupakan faktor penting dalam penyusunan agenda kebijaakn. Para
pemimpin politik, apakah dimotivasi oleh pertimbangan-pertimbangan keuntungan politik,
kepentingan publik, maupun kedua-duanya, mungkin menanggapi masalah-masalah tertentu,
menyebarluaskannya dan mengusulkan penyelesaian terhadap masalah-masalah tersebut. Dalam
kaitan ini, eksekutif yaitu Presiden dan legislatif yaitu DPR mempunyai peran utama dalam
politik dan pemerintahan untuk menyusun agenda publik.

Jenis-jenis Agenda Kebijakan


Roger W. Cobb dan Charles D. Elder mengidentifikasi dua macam agenda pokok, yaitu:
a.

Agenda sistemik

Terdiri dari semua isu yang menurut pandangan anggota-anggota masyarakat politik pantas
mendapat perhatian publik dan mencakup masalah-masalah yang berada dalam yurisdiksi
wewenang pemerintah yang sevara sah ada. Agenda ini terdapat dalam setiap sistem politik di
tingkat nasionan dan di daerah. Agenda sistemik pada dasarnya merupakan agenda pembahasan.
Tindakan mengenai suatu masalah hanya akan ada apabila masalah tersebut di ajukan kepada
lembaga pemerintah dengan suatu kewenangan untuk mengambil tindakan yang pantas.
b.

Agenda lembaga atau pemerintah

Terdiri dari masalah-masalah yang mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pejabat
pemerintah. Karena terdapat bermacam-macam pokok agenda yang membutuhkan keputusankeputusan kebijakan maka terdapat pula banyak agenda lembaga. Agenda lembaga merupakan
agenda tindakan yang memiliki sifat lebih khusus dan lebih konkret bila dibandingkan dengan
agenda sistemik.
Pokok-pokok agenda lembaga dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
Pokok-pokok agenda lama
Pokok-pokok agenda lama cenderung tidak mendapatkan proriyas dari para pembuat kebijakan.
Alokasi waktu yang diberikan terbatas, serta agendanya selalu sarat dengan masalah. Hal ini
terjadi karena masalah-masalah telah tercantum lama dalam agenda sehingga para pembuat
keputusan cenderung beranggapan bahwa masalah-masalah lama tersebut telah mendapat
perhatian yang cukup besar dan para pejabat lebih mempunyai pemahaman terhadap masalah
tersebut.
Pokok-pokok agenda baru
Pokok-pokok agenda baru tercantum secara teratur dalamk agenda. Misalnya, kenaikan gaji
pegawai dan alokasi anggaran belanja. Agenda ini biasanya ikenal oleh para pejabat dan
alternatif-alternatif untuk menanggulanginya telah terpola sedemikian rupa. Pokok-pokok agenda

baru timbul dari keadaan-keadaan tertentu. Misalnya, pemogokan buruh kereta api atau krisi
kebijakan luar negeri.

Policy Formulation (Formulasi Kebijakan)


Pengertian:
1. The stage of the policy process where pertinent and acceptable courses of action for dealing
with some particular public problem are identified and enacted into a law (Lester and
Stewart,2000).
2. Formulation is a derivative of formula and means simply to develop a plan, a method, a
prescription, in this chase for alleviating some need, for acting on a problem (Jones, 1984).

Konsekuensi dari formulasi kebijakan public


Formulasi kebijakan mengisyaratkan diperlukannya tindakan yang lebih teknis dengan cara
menerapkan metode penelitian guna mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk
merumuskan permasalahan kebijakan dan mencari berbagai alternatif solusi kebijakan.

Asumsi-asumsi Tentang Formulasi

Sering tidak diawali dengan rumusan permasalahan yang jelas

Tidak dimonopoli oleh suatu institusi pemerintah

Formulasi dan reformulasi dapat terjadi secara terus menerus dalam jangka panjang

Karena bersifat kompetisi antar aktor maka formulasi menimbulkan situasi ada yang kalah

dan menang

Tidak terbatas hanya dilakukan oleh satu actor

Metode Formulasi

Rasional

Inkremental/tambal sulam (berdasarkan kebijakan/keputusan yang sudah ada kemudian

diperbaiki/disempurnakan untuk memecahkan masalah yang baru tersebut).

Model system

Langkah-langkah dalam model rasional

Pengambil kebijakan dihadapkan pada suatu masalah

Tujuan dan nilai2 yang ingin dicapai dapat dirangking

Alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah dirumuskan

Analisa biaya dan manfaat dilakukan untuk masing-masing alternatif

Membandingkan masing-masing alternatif

Memilih alternatif yang terbaik

Model incremental
Model system

Policy Legitimation

Proses legitimasi kebijakan public dilakukan setelah dilakukan formulasi kebijakan.


Legitimasi adalah proses pengesahan suatu keputusan menjadi sebuah undang-undang dan
hukum tertulis lainnya.

Bentuk-bentuk legitimasi kebijakan public

UNDANG-UNDANG

Undang-undang merupakan peraturan tinggi setelah undang-undang dasar yang diangkat sebagai
konstitusi negara Indonesia. Undang-undang mengatur urusan-urusan yang bersifat spesifik.
Misalnya masalah pertanian, lalu lintas, pemasaran, dan lain sebagainya.

PERPU ( peraturan pemerintah pengganti Undang-undang)

Perpu baru bisa diputusan oleh presiden disaat yang genting. Misalnya dalam hal penanganan
masalah bencana alam ataupun perang. Sebab harus dibahas DPR pada kesempatan pertama
untuk dijadikan UU. Dalam konteks ini, DPR cuma punya dua pilihan: menolak atau menyetujui.

PP

Peraturan pemerintah diterbitkan untuk memeberikan penjelasan terhadap undang-uandang agar


tidak terjadi salah tafsir bagi masing-masaing penafsir kebijakan.

PERATURAN PRESIDEN

Peraturan presiden merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh presiden untuk menajalankan
implementasi kebijakan kepada pemerintahan.

PERATURAN DAERAH

Peraturan Daerah adalah Naskah Dinas yang berbentuk peraturan perundang-undangan, yang
mengatur urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan atau untuk mewujudkan kebijaksanaan
baru, melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan menetapkan sesuatu
organisasi dalam lingkungan Pemerintah daerah yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Policy Implementation (Implementasi Kebijakan)


Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
suatu keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi
pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil
sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga upaya
pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan. Implementasi
kebijakan tidak hanya melibatkan instansi yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan kebijakan
tersebut, namun juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Dalam tataran
praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas
beberapa tahapan yakni:
1.

tahapan pengesahan peraturan perundangan;

2.

pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana;

3.

kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan;

4.

dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak;

5.

dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana;

6.

upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.

Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting yakni:


1.

penyiapan sumber daya, unit dan metode;

2.

penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan;

3.

penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.

Oleh

karena

itu,

pengorganisasian,

implikasi

sebuah

penerjemahan

dan

kebijakan

merupakan

aplikasi. Berikut

ini

tindakan
merupakan

sistematis

dari

tahapan-tahapan

operasional implementasi sebuah kebijakan:


1.

Tahapan intepretasi. Tahapan ini merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang

bersifat abstrak dan sangat umum ke dalam kebijakan atau tindakan yang lebih bersifat
manajerial dan operasional. Kebijakan abstrak biasanya tertuang dalam bentuk peraturan

perundangan yang dibuat oleh lembaga eksekutif dan legislatif, bisa berbentuk perda ataupun
undang-undang. Kebijakan manajerial biasanya tertuang dalam bentuk keputusan eksekutif yang
bisa berupa peraturan presiden maupun keputusan kepala daerah, sedangkan kebijakan
operasional berupa keputusan pejabat pemerintahan bisa berupa keputusan/peraturan menteri
ataupun keputusan kepala dinas terkait. Kegiatan dalam tahap ini tidak hanya berupa proses
penjabaran dari kebijakan abstrak ke petunjuk pelaksanaan/teknis, namun juga berupa proses
komunikasi dan sosialisasi kebijakan tersebut, baik yang berbentuk abstrak maupun operasional
kepada para pemangku kepentingan.
2.

Tahapan pengorganisasian. Kegiatan pertama tahap ini adalah penentuan pelaksana

kebijakan (policy implementor) yang setidaknya dapat diidentifikasikan sebagai berikut: instansi
pemerintah (baik pusat maupun daerah); sektor swasta; LSM maupun komponen masyarakat.
Setelah pelaksana kebijakan ditetapkan; maka dilakukan penentuan prosedur tetap kebijakan
yang berfungsi sebagai pedoman, petunjuk dan referensi bagi pelaksana dan sebagai pencegah
terjadinya kesalahpahaman saat para pelaksana tersebut menghadapi masalah. Prosedur tetap
tersebut terdiri atas prosedur operasi standar (SOP) atau standar pelayanan minimal (SPM).
Langkah berikutnya adalah penentuan besaran anggaran biaya dan sumber pembiayaan. Sumber
pembiayaan bisa diperoleh dari sektor pemerintah (APBN/APBD) maupun sektor lain (swasta
atau masyarakat). Selain itu juga diperlukan penentuan peralatan dan fasilitas yang diperlukan,
sebab peralatan tersebut akan berperan penting dalam menentukan efektifitas dan efisiensi
pelaksanaan kebijakan. Langkah selanjutnya penetapan manajemen pelaksana kebijakan
diwujudkan dalam penentuan pola kepemimpinan dan koordinasi pelaksanaan, dalam hal ini
penentuan focal point pelaksana kebijakan. Setelah itu, jadwal pelaksanaan implementasi
kebijakan segera disusun untuk memperjelas hitungan waktu dan sebagai salah satu alat penentu
efisiensi implementasi sebuah kebijakan.
3.

Tahapan implikasi. Tindakan dalam tahap ini adalah perwujudan masing-masing tahapan

yang telah dilaksanakan sebelumnya.


Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, para ahli mengidentifikasi berbagai faktor yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi sebuah kebijakan. Dari kumpulan faktor tersebut bisa
kita tarik benang merah faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan publik.
Faktor-faktor tersebut adalah:

1.

Isi atau content kebijakan tersebut. Kebijakan yang baik dari sisi content setidaknya

mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: jelas, tidak distorsif, didukung oleh dasar teori yang teruji,
mudah dikomunikasikan ke kelompok target, didukung oleh sumberdaya baik manusia maupun
finansial yang baik.
2.

Implementator dan kelompok target. Pelaksanaan implementasi kebijakan tergantung pada

badan pelaksana kebijakan (implementator) dan kelompok target (target groups). Implementator
harus mempunyai kapabilitas, kompetensi, komitmen dan konsistensi untuk melaksanakan
sebuah kebijakan sesuai dengan arahan dari penentu kebijakan (policy makers), selain itu,
kelompok target yang terdidik dan relatif homogen akan lebih mudah menerima sebuah
kebijakan daripada kelompok yang tertutup, tradisional dan heterogen. Lebih lanjut, kelompok
target yang merupakan bagian besar dari populasi juga akan lebih mempersulit keberhasilan
implementasi kebijakan.
3.

Lingkungan. Keadaan sosial-ekonomi, politik, dukungan publik maupun kultur populasi

tempat sebuah kebijakan diimplementasikan juga akan mempengaruhi keberhasilan kebijakan


publik. Kondisi sosial-ekonomi sebuah masyarakat yang maju, sistem politik yang stabil dan
demokratis, dukungan baik dari konstituen maupun elit penguasa, dan budaya keseharian
masyarakat yang mendukung akan mempermudah implementasi sebuah kebijakan

Model-model Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi Sistem Rasional (Top-Down)

Menurut Parsons (2006), model implementasi inilah yang paling pertama muncul. Pendekatan
top down memiliki pandangan tentang hubungan kebijakan implementasi seperti yang tercakup
dalam Emile karya Rousseau : Segala sesuatu adalah baik jika diserahkan ke tangan Sang
Pencipta. Segala sesuatu adalah buruk di tangan manusia. Masih menurut Parsons (2006),
model rasional ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah menjadikan orang melakukan apaapa yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem. Mazmanian dan
Sabatier (1983) dalam Ratmono (2008), berpendapat bahwa implementasi top down adalah
proses pelaksanaan keputusan kebijakan mendasar.

Implementasi Kebijakan Bottom Up

Model implementasi dengan pendekatan bottom up muncul sebagai kritik terhadap model
pendekatan rasional (top down). Parsons (2006), mengemukakan bahwa yang benar-benar
penting dalam implementasi adalah hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana
kebijakan. Model bottom up adalah model yang memandang proses sebagai sebuah negosiasi
dan pembentukan consensus. Masih menurut Parsons (2006), model pendekatan bottom up
menekankan pada fakta bahwa implementasi di lapangan memberikan keleluasaan dalam
penerapan kebijakan. Ahli kebijakan yang lebih memfokuskan model implementasi kebijakan
dalam persfektif bottom up adalah Adam Smith. Menurut Smith (1973) dalam Islamy (2001),
implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses atau alur. Model Smith ini memamndang
proses implementasi kebijakan dari proses kebijakan dari persfekti perubahan social dan politik,
dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau
perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.
Menurut Smith dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variable,
yaitu :
1. Idealized policy : yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan dengan tujuan
untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group untuk melaksanakannya
2. Target groups : yaitu bagian dari policy stake holders yang diharapkan dapat mengadopsi polapola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan. Karena kelompok ini
menjadi sasaran dari implementasi kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola
perilakukan dengan kebijakan yang telah dirumuskan
3. Implementing organization : yaitu badan-badan pelaksana yang bertanggung jawab dalam
implementasi kebijakan.
4. Environmental factors : unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi
kebijakan seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik.

Policy Evaluation (Evaluasi Kebijakan)


Konsep Evaluasi Kebijakan Publik
Dalam Studi Analisis Kebijakan Publik, maka salah satu cabang bidang kajiannya adalah
Evaluasi Kebijakan. Mengapa Evaluasi Kebijakan dilakukan? karena pada dasarnya setiap

kebijakan negara ( public policy ) mengandung resiko untuk mengalami kegagalan. ( Abdul
Wahab, 1990 : 47-48 ), mengutip pendapat Hogwood dan Gunn ( 1986 ), selanjutnya
menjelaskan bahwa penyebab dari kegagalan suatu kebijakan ( policy failure ) dapat dibagi
menjadi 2 katagori, yaitu : (1) karena non implementation ( tidak terimplementasi ), dan (2)
karena unsuccessful ( implementasi yang tidak berhasil ).Tidak terimplementasikannya suatu
kebijakan itu berarti bahwa kebijakan itu tidak dilaksanakan sesuai dengan di rencanakan.
Sedangkan implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi bila suatu kebijakan tertentu telah
dilaksanakan sudah sesuai rencana, dengan mengingat kondisi eksternal ternyata sangat tidak
menguntungkan, maka kebijakan tersebut tidak dapat berhasil dalam mewujudkan dampak atau
hasil akhir yang telah dikehendaki. Biasanya kebijakan yang memiliki resiko untuk gagal
disebabkan oleh faktor-faktor diantaranya : pelaksanaannya jelak ( bad execution ), kebijakannya
sendiri itu memang jelek ( bad policy ) atau kebijakan itu sendiri yang bernasib kurang
baik ( bad luck ). Adapun telaah mengenai dampak atau evaluasi kebijakan adalah, dimaksudkan
untuk mengkaji akibat-akibat dari suatu kebijakan atau dengan kata lain untuk mencari jawaban
apa yang terjadi sebagai akibat dari pada implementasi kebijakan ( Abdul Wahab, 1997 : 62 ).
Menurut ( Santoso, 1988; 8 ), sementara itu ( Lineberry 1977; 104 ), analisis dampak
kebijakan dimaksudkan untuk mengkaji akibat-akibat pelaksanaan suatu kebijakan dan
membahas hubungan antara cara -cara yang digunakan dan hasil yang hendak akan dicapai.
Sinyal tersebut lebih diperjelas oleh ( Cook dan Scioli 1975 : 95 ), dari salah satu buku yang
ditulis oleh ( Dolbeare, 1975 : 95 ) dijelaskan bahwa : policy impact analysis entails an
extension of this research area while, at the same time, shifting attention toward the measurment
of the consequences of public policy. In other words, as opposed to the study of what policy
causes. Dengan demikian, secara singkat analisis dampak kebijakan menggarisbawahi pada
masalah what policy causes sebagai lawan dari kajian what causes policy. Konsep evaluasi
dampak yang mempunyai arti sama dengan konsep kebijakan yang telah disebutkan diatas,
yaitu : Seperti pada apa yang pernah didefinisikan oleh ( Dye, 1981 : 366 367 ) : Policy
vealuation islearning about the consequences of public policy. Adapun definisi yang lebih
kompleks adalah sebagai berikut :

Policy evaluation is the assesment of the overall effectiveness of a national program in


meeting its objectives, or assesment of the relative effectiveness of two or more programs in
meeting common objectives ( Wholey, 1970, dalam Dye, 1981 ).
Evaluasi Kebijakan adalah merupakan suatu aktivitas untuk melakukan penilaian terhadap
akibat-akibat atau dampak kebijakan dari berbagai programprogram pemerintah. Pada studi
evaluasi kebijakan telah dibedakan antara policy impact / outcome danpolicy output. Policy
Impact / outcome adalah akibatakibat dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dengan
dilaksanakannya suatu kebijakan. Adapun yang dimaksud denganPolicy output ialah dari apa
yang telah dihasilkan dengan adanya program proses perumusan kebijakan pemerintah ( Islamy,
1986 : 114-115). Dari pengertian tersebut maka dampak mengacu pada adanya perubahanperubahan terjadi yang di akibatkan oleh suatu implementasi kebijakan. Dampak kebijakan disini
tidak lain adalah seluruh dari dampak pada kondisi dunia -nyata ( the impact of a policy is all
its effect on real world conditions ),untuk itu masih menurut ( Dye, 1981: 367 ) yang termasuk
dampak kebijakan adalah :
1. The impact on the target situations or group.
2. The impact on situations or groups other than the target (spoilover effect).
3. Its impact on future as well as immediate conditions.
4 . Its direct cost, in term of resources devote to the program.
5. Its indirect cost, including loss of opportunities to do other things.

Model Evaluasi Kebijakan Publik


( House, 1978 : 45 ) dalam William Dunn, mengemukakan beberapa Model Evaluasi Kebijakan
Publik yang terdiri dari :
1. The Adversary Model, para evaluator dikelompokkan menjadi dua, yang pertama bertugas
menyajikan hasil evaluasi program yang positip, hasil dampak kebijakan yang efektif dan baik,
tim kedua berperan untuk menemukan hasil evaluasi program negatif, tidak efektif, gagal dan
yang tidak tepat sasaran. Kedua kelompok ini dimaksudkan untuk menjamin adanya netralitas

serta obyektivitas proses evaluasi. Temuannya kemudian dinilai sebagai hasil evaluasi. Menurut
model dari evaluasi ini tidak ada efisiensi data yang dihimpun.
2. The Transaction Model, Model ini memperhatikan penggunaan metode studi kasus, bersifat
naturalistik dan terdiri dua jenis, yaitu : evaluasi responsif (responsive evaluation) yang
dilakukan melalui kegiatan - kegiatan secara informal, ber ulang-ulang agar program yang telah
direncanakan dapat digambarkan dengan akurat ; dan evaluasi iluminativ (illuminativ
evaluation) bertujuan untuk mengkaji program inovativ dalam rangka mendeskripsikan dan
menginterpretasikan pelaksanaan suatu program atau kebijakan. Jadi evaluasi model ini akan
berusaha mengungkapkan serta mendokumenter pihak-pihak yang berpartisipasi dalam program.
3. Good Free Model, model evaluasi ini ber tujuan untuk mencari dampak aktual dari suatu
kebijakan, dan bukan hanya sekedar untuk menentukan dampak yang diharapkan sesuai dengan
ditetapkan dalam program. Dalam upaya mencari dampak aktual, evaluator tidak perlu mengkaji
secara luas dan mendalam tentang tujuan dari program yang direncanakan. Sehingga evaluator
(peneliti) dalam posisi yang bebas menilai dan ada obyektivitas. Evaluasi Kebijakan Publik
sering kali diartikan sebagai aktivitas yang hanya mengevaluasi kegiatan proyek, selanjutnya
mengevaluasi anggaran, baik ( rutin / pembangunan ).

Evaluasi Kebijakan Publik, ialah :


a. Evaluasi Administratif, evaluasi kebijakan publik yang dilakukan sebatas dalam lingkungan
pemerintahan atau instansi pemerintah.
b. Evaluasi Yudisial, evaluasi ini melihat apakah kebijakan itu melanggar hukum. Sedangkan
yang melaksanakan evaluasi yudisial adalah lembaga-lembaga hukum, pengacara, pengadilan,
dan kejaksaan.
c. Evaluasi Politik, pada umumnya evaluasi politik dilakukan oleh lembaga politik, misalnya:
parlemen, parpol, atau masyarakat. Pertimbangan politik apa saja dan bagaimana yang
seharusnya mungkin dapat dijadikan acuan untuk mengevaluasi suatu kebijakan.

Kesimpulan
Studi kebijakan publik melihat proses pembentukan kebijakan sebagai suatu proses siklus
di mana terdapat berbagai tahapan yang pasti dan berulang kembali. Tahapan-tahapan
pembentukan kebijakan publik yang terdapat dalam proses siklus tersebut adalah problem
identification,

agenda

setting,

policy

formulation,

policy

legitimation,

policy

implementation, dan policy evaluation. Satu demi satu tahapan dalam proses pembentukan
kebijakan publik menunjukkan bahwa suatu tahapan proses kebijakan publik terkait dengan
tahapan yang sebelumnya dan mempengaruhi tahapan yang selanjutnya.
Adanya siklus kebijakan memberikan keuntungan, antara lain untuk membantu
mempermudah kompleksitas perumusan kebijakan publik,memberikan kesempatan yang bagus
untuk melakukan kajian-kajian kebijakan publik yang relevan secara sistimatis dan
analitis sesuai dengan batasan area, dansebagai tolak ukur untuk menilai efektifitas dan efesiensi
sebuah kebijakan dilihat berdasarkan masing-masing tahapan itu.

Daftar Pustaka

Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.
http://rush.dagdigdug.com/2009/11/06/kebijaksanaan-pemerintahan-analisis-kebijakan-melaluipendekatan-empirik/
http://hykurniawan.wordpress.com/2009/01/23/proses-implementasi-kebijakan-publik/
http://hykurniawan.wordpress.com/2009/01/27/penjabaran-operasional-proses-implementasikebijakan/

http://hykurniawan.wordpress.com/2009/01/27/penjabaran-operasional-proses-implementasikebijakan/
http://mulyono.staff.uns.ac.id/2009/05/13/penelitian-evaluasi-kebijakan/

C. Kebijakan Kesehatan
A.

Pengertian Kebijakan Kesehatan

Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat
mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam
masyarakat,. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota
masyarakat dalam berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif.
Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation).
Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang organisasi, atau
pemerintah); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk
manajemen dalam usaha mencapai sasaran tertentu.
Kebijakan berbeda makna dengan Kebijaksanaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
kebijaksanaan adalah kepandaian seseorang menggunakan akal budinya (berdasar pengalaman
dan pangetahuannya); atau kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan.
Kebijaksanaan berkenaan dengan suatu keputusan yang memperbolehkan sesuatu yang
sebenarnya dilarang berdasarkan alasan-alasan tertentu seperti pertimbangan kemanusiaan,
keadaan gawat dll. Kebijaksanaan selalu mengandung makna melanggar segala sesuatu yang
pernah ditetapkan karena alasan tertentu.
Menurut UU RI No. 23, tahun 1991, tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara soial dan
ekonomi (RI, 1992).
Pengertian ini cenderung tidak berbeda dengan yang dikembangkan oleh WHO, yaitu: kesehatan
adalah suatu keadaan yang sempurna yang mencakup fisik, mental, kesejahteraan dan bukan
hanya terbebasnya dari penyakit atau kecacatan. Menurut UU No. 36, tahun 2009 Kesehatan

adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Kebijakan kesehatan membahas tentang penggarisan kebijaksanaan pengambilan keputusan,
kepemimpinan, public relation, penggerakan peran serta masyarakat dalam pengelolaan program
program kesehatan.

B.

Perumusan Masalah Kebijakan

Masalah kebijakan adalah nilai kebutuhan atau kesempatan yang belum terpenuhi, tetapi dapat di
identifikasikan dan dicapai melalui tindakan publik. Tingkat permasalahan tergantung pada nilai
dan kebutuhan apa yang dipandang paling penting.
Menurut Dunn (1988) beberapa karakteristik masalah pokok dari masalah kebijakan, adalah :
1.

Interdepensi (saling ketergantungan)

Interdepensi yaitu kebijakan suatu bidang seringkali mempengaruhi masalah kebijakan lainnya.
Kondisi ini menunjukkan adanya sistem masalah. Sistem masalah ini membutuhkan
pendekatan holistik, satu masalah dengan yang lain tidak dapat di pisahkan dan diukur sendirian.
2.

Subjektif

Subjektif yaitu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah diindentifikasi, diklasifikasi dan
dievaluasi secara selektif. Contoh: Populasi udara secara objektif dapat diukur (data). Data ini
menimbulkan penafsiran yang beragam (Gangguan kesehatan, lingkungan, iklim, dll). Muncul
situasi problematis, bukan problem itu sendiri.
3.

Artifisial

Artifisial yaitu pada saat diperlukan perubahan situasi problematis, sehingga dapat menimbulkan
masalah kebijakan.

4.

Dinamis

Dinamis yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana perubahan yang terus menerus.
Pemecahan masalah justru dapat memunculkan masalah baru, yang membutuhkan pemecahan
masalah lanjutan.
5.

Tidak terduga

Tidak terduga yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan dan sistem masalah
kebijakan.
Terjadinya masalah-masalah tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yaitu:
1.

Faktor Sosial Ekonomi

Pendidikan rendah, penghasilan rendah sehingga menyebabkan kurangnya kesadaran dalam


pemeliharaan kesehatan.
2.

Gaya hidup dan perilaku masyaralat

Kebiasaan yang merugikan kebiasaan adat istiadat yang tidak menunjang kesehatan.
3.

Lingkungan masyarakat (peran masyarakat)

4.

Sistem pelayanan kesehatan

Cakupan pelayanan kesehatan yang belum menyeluruh, sarana dan prasarana yang kurang
menunjang, keterbatasan tenaga dan penyebaran tenaga kesehatan yang belum merata, upaya
pelayanan masih bersifat kuratif.

C.

Perencanaan Kebijakan Kesehatan

Perencanaan yang baik, mempunyai beberapa ciri-ciri yang harus diperhatikan. Menurut Azwar
(1996) ciri-ciri tersebut secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut :
1.

Bagian dari sistem administrasi

Suatu perencanaan yang baik adalah yang berhasil menempatkan pekerjaan perencanaan sebagai
bagian dari sistem administrasi secara keseluruhan. Sesungguhnya, perencanaan pada dasarnya
merupakan salah satu dari fungsi administrasi yang amat penting. Pekerjaan administrasi yang
tidak didukung oleh perencanaan, bukan merupakan pekerjaan administrasi yang baik.
2.

Dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan

Suatu

perencanaan

yang

baik

adalah

yang

dilakukan

secara

terus-menerus

dan

berkesinambungan. Perencanaan yang dilakukan hanya sekali bukanlah perencanaan yang


dianjurkan. Ada hubungan yang berkelanjutan antara perencanaan dengan berbagai fungsi
administrasi lain yang dikenal. Disebutkan perencanaan penting untuk pelaksanaan, yang apabila
hasilnya telah dinilai, dilanjutkan lagi dengan perencanaan. Demikian seterusnya sehingga
terbentuk suatu spiral yang tidak mengenal titik akhir.
3.

Berorientasi pada masa depan

Suatu perencanaan yang baik adalah yang berorientasi pada masa depan. Artinya, hasil dari
pekerjaan perencanaan tersebut, apabila dapat dilaksanakan, akan mendatangkan berbagai
kebaikan tidak hanya pada saat ini, tetapi juga pada masa yang akan datang.
4.

Mampu menyelesaikan masalah

Suatu perencanaan yang baik adalah yamg mampu menyelesaikan berbagai masalah dan ataupun
tantangan yang dihadapi. Penyelesaian masalah dan ataupun tantangan yang dimaksudkan disini
tentu harus disesuaikan dengan kemampuan. Dalam arti penyelesaian masalah dan ataupun
tantangan tersebut dilakukan secara bertahap, yang harus tercermin pada tahapan perencanaan
yang akan dilakukan.
5.

Mempunyai tujuan

Suatu perencanaan yang baik adalah yang mempunyai tujuan yang dicantumkan secara jelas.
Tujuan yang dimaksudkandi sini biasanya dibedakan atas dua macam, yakni tujuan umum yang
berisikan uraian secara garis besar, serta tujuan khusus yang berisikan uraian lebih spesifik.

6.

Bersifat mampu kelola

Suatu perencanaan yang baik adalah yang bersifat mampu kelola, dalam arti bersifat wajar, logis,
obyektif, jelas, runtun, fleksibel serta telah disesuaikan dengan sumber daya. Perencanaan yang
disusun tidak logis serta tidak runtun, apalagi yang tidak sesuai dengan sumber daya bukanlah
perencanaan yang baik.

D.

Kebijakan Kesehatan di Indonesia

Kebijakan pemerintah dalam hal kesehatan terdiri atas visi, misi, strategi dan program kesehatan.
Masing-masing memiliki peran untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat. Kebijakan
pemerintah tersebut antara lain:
1.

Pemantapan kerjasama lintas sektor.

2.

Peningkatan perilaku, kemandirian masyarakat, dan kemitraan swasta.

3.

Peningkatan kesehatan lingkungan.

4.

Peningkatan upaya kesehatan.

5.

Peningkatan sumber daya kesehatan.

6.

Peningkatan kebijakan dan menejemen pembangunan kesehatan.

7.

Peningkatan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penggunaan obat, makanan dan

alat kesehatan yang illegal.


8.

Peningkatan IPTEK kesehatan.

E.

Program Kesehatan Pemerintah

Pemerintah dalam menjamin kesehatan masyarakat adalah dengan memberikan pelayanan


kesehatan yang merata, dan bisa dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Pelayanan kesehatan
tersebut dilakukan oleh puskesmas yang memiliki usaha-usaha kesehatan pokok yaitu:
1.

Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

2.

Kesehatan ibu dan anak

3.

Hygiene sanitasi lingkungan

4.

Usaha kesehatan sekolah

5.

Usaha kesehatan gigi

6.

Usaha kesehatan mata

7.

Usaha kesehatan jiwa

8.

Pendidikan kesehatan masyarakat

9.

Usaha kesehatan gizi

10. Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan


11. Perawatan kesehatan masyarakat
12. Keluarga berencana
13. Rehabilitasi
14. Usaha-usaha farmasi
15. Laboratorium
16. Statistik kesehatan
17. Administrasi usaha kesehatan masyarakat

F.

Dasar-Dasar Kebijakan kesehatan di Indonesia

Amandemen UUD 1945 dan TAP No. VII / MPR / 2001 merupakan visi Indonesia untuk
bertanggung jawab dalam hal kesehatan warga negaranya, menjaga hak asasi manusia dalam
kesehatan, dan menjadikannya sebagai jaminan sosial.
Kesehatan merupakan aspek penting dalam kehidupan karena tidak ada kegiatan yang dapat
dilaksanakan secara maksimal yang dapat dilakukan oleh orang sakit. Oleh karena itu cerminan
negara

sejahtera

diukur

dalam

bentuk

HDI

(Human

Development

Indeks)

atau

pembangunanmanusia yang mencakup kesehatan, pendidikan, ekonomi. Jika HDI tinggi maka
ketiga cakupan tadi akan berada pada tingkat yang tinggi pula. Yang diukur dalam kesehatan
salah satunya adalah usia harapan hidup. Usia harapan hidup berbanding lurus dengan
pendidikan dan ekonomi. Maksudnya adalah jika ekonomi dan pendididkan seseorang tinggi
maka harapan hidupnya pun akan tinggi pula. Seperti yang terjadi di Kalimantan Selatan sendiri
harapan hidup warganya masih kalah dengan provinsi tetangganya yakni Kalimantan Tengah.
Menurut perkiraan angka harapan hidup yang rendah ini disebabkan karena masih tingginya
angka kematian ibu dan bayi.

Menurut HR. Blum derajat kesehatan seseorang dipengaruhi oleh empat faktor dari yang paling
dominan :
1.

Perilaku

2.

Lingkungan

3.

Pelayanan kesehatan

4.

Genetik

Perilaku menjadi faktor yang paling mendasar sebab perilaku melekat pada individu dan
memiliki kemungkinan untuk menyebarkannya atau ditiru oleh orang lain. Misalnya orang tua
yang memiliki perilaku hidup yang tidak sehat akan ditiru oleh anak-anaknya. Meskipun
pelayanan yang diberikan pemerintah telah bagus tetapi jika perilaku masyarakat tidak berubah
maka derajat kesehatan tetap tidak akan meningkat karena tidak ada kemandirian dari individu
atau masyarkat untuk meningkatkan dan menjaga kesehatannya sendiri.

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan

Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat
mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam
masyarakat,. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota
masyarakat dalam berperilaku.
Masalah kebijakan adalah nilai kebutuhan atau kesempatan yang belum terpenuhi, tetapi dapat di
identifikasikan dan dicapai melalui tindakan publik. Tingkat permasalahan tergantung pada nilai
dan kebutuhan apa yang dipandang paling penting.
Perencanaan yang baik, mempunyai beberapa ciri-ciri yang harus diperhatikan. Menurut Azwar
(1996) ciri-ciri tersebut secara sederhana antara lain : bagian dari sistem administrasi,
dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan, berorientasi pada masa depan,
mampu menyelesaikan masalah, mempunyai tujuan, dan bersifat mampu kelola.

B.

Saran

Seharusnya untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional didukung oleh kerjasama
dengan semangat kemitraan antar semua pelaku pembangunan, baik pemerintah secara lintas
sektor, pemerintah pusat dan daerah, badan legislatif dan yudikatif, serta masyarakat, termasuk

swasta. Dengan demikian, penyelenggaraan pembangunan kesehatan dapat dilaksanakan dengan


berhasil guna dan berdaya guna.
Dalam menanggulangi permasalahan sistem kesehatan nasional, pemerintah hendaknya berusaha
meningkatkan berbagai program kesehatan yang telah dicanangkan dengan melihat kekurangan
yang ada sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://husnhy.blogspot.com/2013/11/makalah-analisis-kebijakan-kesehatan.html.
http://festivialee.blogspot.com/2013/05/ikm-administrasi-kebijakan-kesehatan.html
http://milikyusry.blogspot.com/2013/04/makalah-kebijakan-kesehatan.html.
https://ml.scribd.com/doc/40148940/kebijakan-kesehatan.
http://veronikare.blogspot.com/p/analisis-kebijakan-kesehatan.html.
http://kadek-suwartana.blogspot.com
Pembangunan Kesehatan yang telah dilakukan selama ini menunjukkan peningkatan derajat
kesehatan dan gizi masyarakat yang ditandai dengan perbaikan kesehatan ibu dan anak,
perbaikan gizi masyarakat, dan pengendalian penyakit. Meskipun begitu masih perlu dilakukan
percepatan dalam pencapaian target jangka panjang untuk peningkatan kualitas SDM terutama di
bidang kesehatan.
Tahun 2015 merupakan tahun pertama pelaksanaan RPJMN 2015-2019 yang menjadi periode
ketiga pembangunan jangka panjang nasional. Sebagai langkah awal perlu dilakukan konsolidasi
dan koordinasi menyeluruh seluruh stakeholder pembangunan antara lain kementerian/lembaga
terkait, pemerintah daerah serta organisasi masyarakat sehingga dapat dipahami dan

diintegrasikan dalam rencana pembangunan tingkat daerah. Hal ini dirasa perlu dilakukan
konsolidasi dan sosialisasi intensif dalam periode awal RPJMN 2015-2019.
Salah satu isu strategis yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 kesehatan dan gizi masyarakat
adalah terkait peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam Undangundang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah mengamanatkan melakukan pendekatan
melalui upaya yang komprehensif yaitu upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya promotif dan preventif memegang
peranan yang sangat penting karena keberhasilan pada pendekatan ini akan mengurangi jumlah
penduduk yang memerlukan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Untuk meningkatkan komitmen seluruh pemangku kepentingan terhadap upaya promotif dan
preventif kesehatan baik Pemerintah, Swasta, Masyarakat Madani, dan seluruh masyarakat
umum, maka diperlukan kajian terkait peningkatan upaya Promotif dan Preventif Kesehatan
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan kemandirian untuk berperilaku
hidup sehat. Hal ini juga sangat berkaitan dengan peningkatan kemandirian masyarakat serta
partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka selain perlu dilakukan kooordinasi dan sosialisasi terkait
RPJMN 2015-2019 guna mencapai perencanaan yang terintegrasi antar tingkat pemerintahan,
juga dipandang perlu untuk melakukan kajian komprehensif tentang peningkatan upaya promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu cara bagian dari pencapaian strategi
RPJMN 2015-2019.
Hal ini makin terasa penting dengan adanya kebijakan Rencana Penggunaan Kenaikan Anggaran
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2016. Dalam kebijakan tersebut, alokasi DAK Kesehatan dan
Keluarga Berencana meningkat menjadi Rp 19,6 T pada tahun 2016 (Catatan: tahun 2015 hanya
Rp. 6,8 T). Dana DAK Kesehatan tersebut dapat digunakan untuk kegiatan non fisik. Anggaran
BOK misalnya bisa untuk kegiatan outreach (ANC, KB, Neonatal, Bayi, Program
penanggulangan ATM, Penanggulangan Gizi Buruk, Penyediaan Air Bersih).
Kegiatan outreach ini bisa kurang optimal dilaksanakan akibat terbatasnya jumlah SDM dan
tingginya beban kerja di puskesmas terutama di Indonesia bagian timur. Meskipun Kementerian
Kesehatan tahun 2016 berencana untuk meningkatkan jumlah penugasan tim ke daerah dan
penugasan khusus 5 jenis tenaga preventif dan promotif, tetapi tentu belum cukup untuk

mengatasi kendala yang ada dan belum tentu sesuai dengan kebutuhan daerah. Dalam hal ini,
daerah tentu lebih tahu kebutuhannya. Dengan alokasi DAK yang lebih besar (dan dana dari
APBD "murni"), peluang untuk melakukan inovasi (termasuk contracting out) sangat
dimungkinkan.
Selain itu, di era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini, selain BOK, puskesmas memiliki
anggaran berdasarkan sistem kapitasi yang relatif besar dari BPJS. Potensi anggaran yang relatif
besar ini perlu dioptimalkan pemanfaatannya sesuai dengan kebutuhan lokal wilayah kerja yang
tetap searah dengan RPJMN dan RPJMD.

Anda mungkin juga menyukai