Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan
manusia, antara lain adalah :
Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya,
serta tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16)
: 78
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa.
Dia menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di
antara mereka yang mensyukurinya.
Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai
macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan
rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan
oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga
kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi
yang lain seperti apa yang dihuraikan di bawah:
Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Sesetangah soalan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan soalan yang
tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas
mati, matlamat menarik dan untuk menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah
berfungsi untuk menjawab soalan-soalan ini.
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah
kerana sistem agama menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang
sama, malah tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang
bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh
yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah
(desintegrative factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama
sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.
Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu
mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-
sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan
sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama.
Tujuan Agama
Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab
yang sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua
agama sudah sangat sempurna dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap
dengan baik dan benar serta dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan
penyampaian si pemeluk agama dikarnakan ketidakpahaman tujuan daripada
agama-nya. memburukan serta membandingkan agama satu dengan yang lain
adalah cerminan kebodohan si pemeluk agama
Menurut para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan
Peter L Berger, agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Bagi umumnya agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar
pengaruhnya bahkan sampai pada aspek yang terdalam (seperti kalbu, ruang
batin) dalam kehidupan kemanusiaan.
Yang lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan Kristen yang
ekspansionis), banyak di antaranya yang berambisi ingin mendakwahkan atau
menebarkan misi (baca, mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan agama yang
dipeluknya. Dan, para elite agama ini pun tentunya sangat jeli dan tidak akan
menyia-nyiakan peran signifikan dari negara sebagaimana yang dikatakan Hobbes
di atas. Maka, kloplah, politisasi agama menjadi proyek kerja sama antara politisi
yang mabuk kekuasaan dengan para elite agama yang juga mabuk ekspansi
keyakinan.
Namun, perlu dicatat, dalam proyek kerja sama ini tentunya para politisi jauh
lebih lihai dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya yang memabukkan,
mereka tampil (seolah-olah) menjadi elite yang sangat relijius yang mengupayakan
penyebaran dakwah (misi agama) melalui jalur politik. Padahal sangat jelas, yang
terjadi sebenarnya adalah politisasi agama.
Di tangan penguasa atau politisi yang ambisius, agama yang lahir untuk
membimbing ke jalan yang benar disalahfungsikan menjadi alat legitimasi
kekuasaan; agama yang mestinya bisa mempersatukan umat malah dijadikan alat
untuk mengkotak-kotakkan umat, atau bahkan dijadikan dalil untuk memvonis
pihak-pihak yang tidak sejalan sebagai kafir, sesat, dan tuduhan jahat lainnya.
Menurut saya, disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang seyogianya
diperhatikan oleh segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi Islam
semacam MUI. Ulama harus mempu mengembalikan fungsi agama karena Agama
bukan benda yang harus dimiliki, melainkan nilai yang melekat dalam hati.
Mengapa kita sering takut kehilangan agama, karena agama kita miliki, bukan kita
internalisasi dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas dari ruang batinnya
yang hakiki, yakni hati (kalbu). Itulah sebab, mengapa Rasulullah SAW pernah
menegaskan bahwa segala tingkah laku manusia merupakan pantulan hatinya. Bila
hati sudah rusak, rusak pula kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah yang lepas
dari agama. Dengan kata lain, hanya agama yang diletakkan di relung hati yang
bisa diobjektifikasi, memancarkan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.
Sayangnya, kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau
di kibaran bendera, bukan di relung hati
Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan,
serta bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini
dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan
mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan
Tuhan yang saya sebutkan tadi. Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar
tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya.
Kategori pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara
agama. Pluralisma agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah,
TIDAK bermaksud menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana
mungkin penyama rataan dibuat sedangkan sesiapa sahaja tahu bahawa asas agama
malah sejarahnya begitu berbeza. Tidak mungkin semua agama itu sama!
Manakala fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam
konteks interpersonal iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. Bagi
pembaca Muslim, kategori ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas.
Ketika Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia agar
saling kenal mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di antara
manusia bukan sahaja meliputi perbezaan kaum, malah agama dan kepercayaan.
Fenomena berbilang agama adalah seiring dengan perkembangan manusia yang
berbilang bangsa itu semenjak sekian lama.
Maka manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai
medan kenal mengenal, dan bukannya gelanggang krisis dan perbalahan.
Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara satu sama
lain, mereka memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi bersama untuk
menghasilkan persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara agama (Interfaith
Dialogue) mengambil tempat. Dialog antara agama bertujuan untuk menerokai
beberapa persamaan yang ada di antara agama. Dan persamaan itu banyak ditemui
di peringkat etika dan nilai.
Sukai ini: