Anda di halaman 1dari 3

ISU ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN

DAERAH
Oleh:
Erlan Suwarlan,S.IP

Kebijakan desentralisasi adalah untuk membangun kemandirian daerah agar


dapat mendukung pembangunan secara nasional. Kemandirian lokal merupakan
paradigma pembangunan yang sedang digalakkan dalam rangka keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah. Dengan visi kemandirian lokal, maka paradigma
pembangunan yang sedang dijalankan daerah bertujuan untuk mengurangi
ketergantungan baik terhadap Pusat, daerah lain bahkan negara-negara lain.
Disinilah otonomi daerah menunjukkan maknanya yang begitu luas. Sebab tidak
hanya menyangkut penyerahan kekuasaan kepada seseorang atau kelompok. Namun
jauh lebih penting otonomi daerah mengandung pengertian sebuah kemampuan yang
dimiliki untuk merancang, merumuskan dan mengatasi persoalan-persoalan yang
dihadapi melalui pengembangan suatu tatanan yang mandiri dan tetap terbingkai pada
semangat persatuan dan kesatuan dalam NKRI.
Kemandirian suatu daerah dalam arti politik, salah satunya dapat diukur dari
derajat kebebasan yang dimilik daerah untuk berinisiatif dalam mengambil berbagai
keputusan penting atas beragam persoalan yang dihadapi. Birokrasi pemerintah daerah
dan masyarakat daerah telah cukup lama terbiasa hidup dalam alam politik yang serba
dituntun dari atas, sehingga sebagian besar kapasitas inisiatif lokalnya tidak pernah
terlatih atau bahkan telah terhisap sama sekali. Padahal, adanya kapasitas inisiatif lokal
itu sangat diperlukan bagi keberhasilan implementasi otonomi daerah. Dalam konteks
perencanaan pembangunan daerah, ini berarti bahwa daerah juga menuntut adanya
model perencanaan yang bukan saja komprehensif tetapi juga responsif pada
masyarakat. Berbagai elemen sosial di masyarakat seperti Perguruan Tinggi (negeri dan
swasta) di daerah dan berbagai struktur mediasi yang ada di masyarakat dapat
memainkan peran penting dalam membantu pemerintah dan masyarakat guna
membangkitkan kapasitas inisiatif lokal itu, terutama dalam menyiapkan input-input
penting dalam proses perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan daerah.
Dalam pembangunan daerah otonom, hal lain yang memiliki derajat sangat
penting adalah formulasi visi sebagai pedoman implementasi pembangunan. Visi yang
baik dapat didefinisikan sebagai deskripsi tentang apa yang hendak dicapai oleh
organisasi setelah organisasi tersebut mengimplementasikan strateginya dan mencapai
potensi sepenuhnya. Perumusan visi merupakan salah satu langkah penting yang
terumuskan dalam Rencana Strategis Daerah. Visi, bersama dengan rangkaian proses
yang menyertai penyusunan dan Implementasinya, adalah kunci penting pembangunan
daerah. Tanpa visi yang baik, pembangunan daerah menjadi proses yang tidak
sempurna, tanpa kejelasan orientasi serta parameter pengukuran keberhasilan
pembangunan yang telah dilakukan.
Kemisikinan adalah masalah utama daerah-daerah di Indonesia yang
menjalankan otonomi daerah. Karena itu pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di daerah adalah sangat penting untuk dikemukakan sebagai
bagian dari berbagai strategi kebijakan yang dilaksanakan daerah. Melalui strategi yang
terencana dengan baik, pemberdayaan masyarakat tidak dilakukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan formal organisasi dan bersifat sporadis yang seolah-olah
mempunyai tujuan nyata tetapi substansinya administratif.
Upaya pemberdayaan masyarakat harus menumbuhkembangkan keberpihakan
aparat pemerintahan kepada masyarakat miskin yang berada dalam situasi tidak
berdaya. Disamping itu, pemberdayaan juga harus memperbaiki citra aparat pemerintah
sebagai pengabdian dan pelayanan masyarakat. Pemberdayaan merupakan suatu sikap
yang harus muncul dalam diri manusia, dimana setiap manusia mempunyai kemampuan
dan potensi. Persoalannya adalah bagaimana kemampuan dan potensi itu dibangkitkan
agar dapat berkembang dan berdaya sebagaimana seharusnya? Kunci utama
mengentaskan masyarakat dari kemisikinan berada pada kekuatan masyarakat sendiri,
masyarakat memiliki kekuatan untuk mengontrol masa depannya sendiri, sedangkan
pihak luar dapat mengembangkan daya itu.
Dalam suasana desentralisasi, keterlibatan seluruh masyarakat sebagai pelaku
pembangunan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Partisipasi masyarakat dalam
proses pembangunan adalah keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan
daerah dan menentukan orientasi serta kebutuhan dirinya sendiri, sebab hakikat dari
pembangunan nasional adalah dari, oleh dan untuk masyarakat sendiri. Tetapi harus
difahami bahwa partispasi masyarakat dalam pembangunan adalah kesadaran yang
tidak bisa muncul dengan sendirinya. Kesadaran tersebut harus dibimbing dan diarahkan
sampai mereka bisa mencapai kemandiriannya sendiri. Pola partisipasi masyarakat
dalam melaksanakan pembangunan kurang lebih dapat digambarkan sebagai
berikut: Pertama, Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan. Perasaan
terlibat dalam perencanaan pembangunan harus ditumbuhkan, keterlibatan masyarakat
dalam hal tersebut dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri terhadap apa
yang dibangun. Kedua, Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Pembangunan.
Dalam pelaksanaan pembangunan, terutama pada program fisik yang telah
direncanakan bersama, tentu membutuhkan keterlibatan dari segenap masyarakat,
karena walaupun rencana telah disusun dengan baik tanpa ada dukungan dari
masyarakat, maka pembangunan tidak akan dapat berjalan dengan baik. Ketiga,
Partisipasi Masyarakat dalam Memelihara dan Memanfaatkan Hasil Pembangunan.
Partisipasi masyarakat dapat tumbuh apabila mereka menikmati atau memperoleh
manfaat dari pembangunan yang telah dilaksanakan, maka dengan sendirinya tentu
diperlukan usaha melaksanakan pembangunan yang memberi manfaat bagi masyarakat
yang bersangkutan.
Permasalahan pembangunan merupakan gap expectation antara kinerja
pembangunan yang saat ini dicapai dengan apa yang direncanakan serta apa yang ingin
dicapai di masa datang dengan kondisi riil pada saat perencanaan dibuat. Potensi
permasalahan pembangunan daerah pada umumnya timbul dari kekuatan daerah yang
belum didayagunakan secara optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak
dimanfaatkan dan acaman yang tidak diantisipasi.
Berdasarkan pengertian permasalahan pembangunan di atas, maka perlu
dilakukan identifikasi permasalahan berdasarkan evaluasi pembangunan, target rencana
serta capaian kinerja yang direncanakan dalam RPJMD. Identifikasi permasalahan
bertujuan agar dapat memetakan berbagai permasalahan yang terkait dengan urusan
yang menjadi kewenangan, kewajiban dan tanggung jawab penyelenggaraan
pemerintahan daerah guna menentukan isu-isu strategis pembangunan jangka
menengah. Program pembangunan daerah harus menjabarkan dengan baik sasaran-
sasaran dari visi dan misi rencana pembangunan dalam RPJPD dan RPJMD.
Dengan keterbatasan dan karakteristik alokasi belanja daerah, tentunya tidak
semua urusan dapat diprioritaskan,meski demikian tidak berarti urusan tersebut tidak
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Secara operasional,urusan-urusan tersebut
harus dilaksanakan untuk menjaga kinerja yang telah dicapai di masa lalu dan memenuhi
standar pelayanan bagi masyarakat. Isu strategis merupakan permasalahan yang
berkaitan dengan fenomena yang belum dapat diselesaikan pada periode sebelumnya
dan memiliki dampak jangka panjang bagi keberlanjutan pelaksanaan pembangunan,
sehingga perlu diatasi secara bertahap.
Dalam pengamatan penulis, umumnya Isu strategis pembangunan di daerah
misalnya: Pertama, Kualitas pendidikan masih relatif rendah yang disebabkan antara lain
kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan. Kedua, Kualitas pelayanan
kesehatan, kesadaran hidup bersih dan sehat, serta kesehatan lingkungan yang masih
relatif rendah. Ketiga, Jumlah penduduk miskin masih relatif tinggi yang disebabkan oleh
tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkatan pendapatan. Keempat, Kualitas
pelayanan publik belum optimal yang disebabkan oleh terbatasnya kualitas sumberdaya
manusia aparatur,kinerja birokrasi dan sarana prasarana yang belum memadai.Kelima,
Masih rendahnya keterpaduan pemanfaatan ruang kota, seperti terminal,pasar dan
sistem transportasi sehingga menyebabkan kesemerawutan kota. Keenam, Rendahnya
kinerja pembangunan desa yang disebabkan kualitas SDM, sarana Infrastruktur
perdesaan, pemanfaatan ruang kawasan perdesaan, lemahnya kelembagaan desa.
Dan Ketujuh, Koordinasi, integrasi, simplikasi dan sinkronisasi dalam penyelenggaran
pemerintahan serta belum optimalnya aplikasi konsep pembangunan partisipatif.

Anda mungkin juga menyukai