Disusun Oleh:
Bomy Charlios (2010341060)
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan ra
sehingga kami dapat meyelesaikan makalah “Hukum Kesehatan” ini dalam waktu y
ditentukan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan untuk Rasulullah SAW yang telah
zaman sehingga kita bisa menentukan yang hak dan yang bathil. Dengan adanya makalah i
mudahan dapat membantu meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman. Selain itu
berharap semua dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan men
Kami menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai hasil yang
Oleh karena itu, kritikan dan saran sangat diharapkan yang bersifat membang
Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini dapat
pembaca dalam mengupas imajinasi mengenai hal-hal yang masih belum diungkapk
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan rahmat-
Nya sehingga kami dapat meyelesaikan makalah “Hukum Kesehatan” ini dalam waktu yang
telah ditentukan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan untuk Rasulullah SAW yang telah
mengubah zaman sehingga kita bisa menentukan yang hak dan yang bathil. Dengan adanya
makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat baca dan belajar teman-
teman. Selain itu kami juga berharap semua dapat mengetahui dan memahami tentang materi
Kami menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai hasil yang
sempurna. Oleh karena itu, kritikan dan saran sangat diharapkan yang bersifat membangun
Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini dapat membantu
pembaca dalam mengupas imajinasi mengenai hal-hal yang masih belum diungkapkan dalam
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................... 2
BAB I............................................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN............................................................................................................................................ 3
BAB II........................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................. 5
BAB III......................................................................................................................................................... 19
KESIMPULAN.............................................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................... 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di masa mendatang.
Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan sumbangan pemikiran,
baik secara teoritikal maupun praktikal terhadap keberadaan hukum kesehatan. Untuk itu
dilakukan kajian normatif, kajian yang mengacu pada hukum sebagai norma dengan
pembatasan pada masalah kesehatan secara umum melalui tradisi keilmuan hukum.
Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi dalam 3 (tiga) kelompok
sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat
hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum, pertanyaan hukum yang timbul maka
digunakan pendekatan konseptual, statuta, historis, dogmatik, dan komparatif. Namun
adanya keterbatasan waktu maka kajian ini dibatasi hanya melihat peraturan perundang-
undangan bidang kesehatan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Secara ringkas hukum kesehatan adalah:
a. Kumpulan peraturan yang mengatur tetang hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan
b. Seperangkat kaidah yang mengatur seluruh aspek yang berkaitan dengan upaya dan
pemeliharaan di bidang kesehatan.
c. Rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur
pelayanan medik dan sarana medik
7
yang mengerikan. Dan pula ketentuan yang mengharuskan dokter mengganti budak yang
mati akibat kelalian dokter ketika menangani budak tersebut.
Salah satu filosof yunani HIPPOCRATES (bapak ilmu kedokteran modern) telah
berhasil menyusun landasan bagi sumpah dokter serta etika kedokteran, yaitu:
a. Adanya pemikiran untuk melindungi masyarakat dari penipuan dan praktek
kedokteran yang bersifat coba-coba
b. Adanya keharusan dokter untuk berusaha semaksimal mungkin bagi kesembuhan
pasien serta adanya larangan untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikannya.
c. Adanya penghormatan terhadap makhluk insani melalui pelarangan terhadap
euthanasia dan aborsi
d. Menekankan hubungan terapetik sebagai hubungan di mana dokter dilarang
mengambil keuntungan
e. Adanya keharusan memegang teguh rahasia kedokteran bagi setiap dokter.
Abad 20 an telah terjadi perubahan sosial yang sangat besar, pintu pendidikan bagi
profesi kedokteran telah terbuka lebar dan dibuka di mana-mana, kemajuan di bidang
kedokteran menjadi sangat pesat, sehingga perlu dibatasi dan dikendalikan oleh perangkat
hukum untuk mengontrol profesi kedokteran. Hukum dan etika berfungsi sebagai alat untuk
menilai perilaku manusia, obyek hukum lebih menitik beratkan pada perbuatan lahir, sedang
etika batin, tujuan hukum adalah untuk kedamaian lahiriah, etika untuk kesempurnaan
manusia, sanksi hukum bersifat memaksa, etika berupa pengucilan dari masyarakat.
8
Pasal-pasal hukum pidana yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
Misalnya Pasal 359 KUHP tentang kewajiban untuk bertanggung jawab secara
pidana bagi tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyebabkan pasien mengalami cacat,
gangguan fungsi organ tubuh atau kematian akibat kelalaian atau kesalahan
yang dilakukannya.
b. Hukum Perdata
Pasal-pasal Hukum perdata yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
Misalnya Pasal 1365 KUHPerd. Mengatur tentang kewajiban hukum untuk
mengganti kerugian yang dialami oleh pasien akibat adanya perbuatan
wanprestasi dan atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan sarana kesehatan dalam memberikan pelayanan terhadap pasien
c. Hukum Administrasi
Ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan baik yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun oleh sarana kesehatan yang melanggar
hukum adminstrasi yang menyebabkan kerugian pada pada pasien menjadi
tanggung jawab hukum dari penyelenggara pelayanan kesehatan tersebut
3. Hukum Kesehatan yang berlaku secara Internasional
Konvensi
Yurisprudensi
Hukum Kebiasaan
4. Hukum Otonomi
Perda tentang kesehatan
Kode etik profesi
9
5. Kesehatan kerja
6. Kesehatan jiwa
7. Pemberantasan penyakit
8. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
9. Penyuluhan kesehatan
10. Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
11. Pengamanan zat adiktif
12. Kesehatan sekolah
13. Kesehatan olah raga
14. Pengobatan tradisional
15. Kesehatan matra
Hukum kesehatan di Indonesia belum seluruhnya memenuhi runag lingkup yang
ideal, sehingga yang diperlukan adalah:
1. Melakukan inventarisasi dan analisis terhadap perundang-undangan yang sudah
ada untuk dikaji sudah cukup atau belum.
2. Perlu dilakukan penyuluhan tidak hanya terbatas kepada tenaga kesehatan saja
tetapi juga kalangan penagak hukum dan masyarakat
3. Perlu dilakukan identifikasi yang tepat bagi pengaturan masalah-masalah kesehatan
guna pembentukan perundang-undangan yang benar.
10
1. Menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Meskipun hanya mengatur tata kehidupan di
dalam sub sektor yang kecil tetapi keberadaannya dapat memberi sumbangan yang besar
bagi ketertiban masyarakat secara keseluruhan
2. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat (khususnya di bidang
kesehatan). Benturan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.
3. Merekayasa masyarakat (social engineering). Jika masyarakat menghalang-halangi dokter
untuk melakukan pertolongan terhadap penjahat yang luka-luka karena tembakan, maka
tindakan tersebut sebenarnya keliru dan perlu diluruskan.
Contoh lain: mengenai pandangan masyarakat yang menganggap doktrer sebagai dewa
yang tidak dapat berbuat salah. Pandangan ini juga salah, mengingat dokter adalah
manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan di dalam menjalankan profesinya,
sehingga ia perlu dihukum jika perbuatannya memang pantas untuk dihukum.
Keberadaan Hukum Kesehatan di sini tidak saja perlu untuk meluruskan sikap dan
pandangan masyarakat, tetapi juga sikap dan pandangan kelompok dokter yang sering
merasa tidak senang jika berhadapan dengan proses peradilan.
11
1. Undang-undang (UU) : Peraturan negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan
negara yang berwenang, dan mengikat masyarakat.
2. Kebiasaan : Perbuatan manusia mengenai hal tertentu yang dilakukan berulang-
ulang.
3. Yurisprudensi : Keputusan hakim/ pengadilan terhadap persoalan tertentu, yang
menjadi dasar bagi hakim-hakim yang lain dalam memutuskan perkara, sehingga
keputusan hakim itu menjadi keputusan hakim yang tetap.
4. Traktat (Perjanjian antar negara) : Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum
karena perjanjian yang telah dibuat oleh kedua belah pihak (para pihak) mengikat
para pihak itu sebagai undang-undang. Hal ini diatur dalam pasal 1338 ayat 1
KUH Perdata.
5. Perjanjian : Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum karena perjanjian yang
telah dibuat oleh kedua belah pihak (para pihak) mengikat para pihak itu sebagai
undang-undang. Hal ini diatur dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata.
6. Doktrin : Adalah pendapat para sarjana hukum terkemuka yang besar pengaruhnya
bagi pengadilan (hakim) dalam mengambil keputusannya. Doktrin untuk dapat
menjadi salah satu sumber hukum (formal) harus telah menjelma menjadi
keputusan hakim.
12
5. Asas perikehidupan dalam keseimbangan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus
dilaksanakan seimbang antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan
mental, antara materiel dan spiritual
6. Asas kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan sendiri berarti bahwa penyelenggaraan
kesehatan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri
dengan memanfaatkan potensi nasional seluas-luasnya.
13
aborsi.
Aborsi atas indikasi medik tersebut dapat dilakukan dengan syarat:
a. adanya kondisi yang menyebabkan wanita hamil berada dalam keadaan bahaya maut
jika tidak dilakukan aborsi.
b. Sebelumnya harus meminta pertimbangan lebih dahulu dari tim ahli yang terdiri atas
ahli medik, agama, hukum, dan psikologi.
c. Harus ada informed consent dari wanita yang bersangkutan. Jika wanita ybs dalam
keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, maka informed
consent dapat diminta dari suami atau keluarganya.
d. Pelaksanaan aborsi harus dilakukan oleh dokter ahli kandungan dan kebidanan.
e. Tempat aborsi adalah di sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan fasilitas yang
memadai untuk kepentingan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah.
2. Penyembuhan dan pemulihan kesehatan dengan transplantasi
Upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan dengan
memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang transplantasi. Meskipun
belum diatur secara lengkap tetapi beberapa pembatasan telah dikemukakan dalam UUK,
antaralain:
a. Transplantasi organ/jaringan hanya boleh dilakukan dengan kemanusiaan. Tidak
dibenarkan dilakukan dengan tujuan komersial.
b. Pelaksanaannya hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.
c. Tempat pelaksanaan ialah di sarana kesehatan yang memiliki persyaratan ketenagaan dan
fasilitas.
d. Pengambilan organ/jaringan harus memperhatikan kesehatan donor
e. Harus ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya
3. Dimungkinkannya melakukan upaya kehamilan di luar cara alami
Upaya kehamilan untuk memperoleh keturunan di luar cara alami dengan memanfaatkan
teknologi bayi tabung dapat dilakukan sebagai upaya terakhir dengan syarat-syarat yang sangat
ketat, yaitu:
a. Hanya boleh dilakukan terhadap pasangan nikah (suami isteri).
b. Harus menggunakan sperma suami dan ovum isteri.
c. Embrio yang dihasilkan hanya boleh ditanamkan ke dalam rahim isteri.
d. Pelaksanaannya hanya di sarana kesehatan yang memenuhi persyaratan ketenagaan dan
fasilitas yang memadai untuk itu dan telah ditunjuk oleh pemerintah
14
e. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu.
Dengan adanya syarat tersebut maka upaya kehamilan dengan teknologi bayi tabung tidak
boleh menggunakan donor sperma atau ovum, donor embrio, dan ibu tumpang. (ttg
kehamilan dg menggunakan teknologi cloning tidak disinggung dlm UUK)
4. Diakuinya hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
Pengakuan atas hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri yang diwujudkan dalam bentuk
informed consent merupakan refleksi bahwa HAM juga dijadikan acuan bagi kebijakan di
bidang kesehatan. Dengan adanya pengakuan tersebut maka pasien berhak menentukan apakah
ia akan menerima atau menolak tindakan medik.
Mengenai masalah imunisasi, yang sebetulnya amat oenting bagi upaya meningkatkan
kesehatan masyarakat tidak disebut dalam UUK, yaitu termasuk wajib atau sukarela.
5. Dibolehkannya melakukan pengobatan tradisional
Dengan dibolehkannya melakukan pengibatan tradisional berarti sistem yang dianut bukan
sistem monopli kedokteran, artinya orang boleh melakukan praktek pengobatan tradisional,
yaitu metode pengobatan yang mengacu pada pengalaman turun temurun, baik yang asli
maupun dari luar negeri.
Kebijakan seperti ini memang patut dihargai, sebab masyarakat memang punya hak untuk
menentukan, metode mana yang menurutnya baik untuk dipilih. Meskipun demikian
pemerintah punya kewajiban dan sekaligus kewenangan untuk melakukan pengawasan dan
pembinaan agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya sehingga tidak
merugikan masyarakat.
6. Dibentuknya majelis disiplin tenaga kesehatan
Untuk memberikan perlindungan yang seimbang antara tenaga kesehatan dan penerima
layanan kesehatan, maka perlu dibentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan, yang akan
menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam rangka memberikan layanan. Majelis terdiri atas ahli psikologi, sosiologi, agama dan
ahli hukum yang sekaligus bertindak sebagai ketua. Hukuman yang dapat diterapkan adalah
hukuman administratif berupa pencabutan izin untuk jangka waktu ttt atau hukukman lain
sesuai dengan kesalahan dan kelalaiannya.
7. Adanya payung bagi Program KB
Sebelum ada UUK banyak tenaga kesehatan merasa ragu terhadap program KB, sebab
meskipun secara materiil tidak lagi dianggap sebagai tindak pidana namun secara formil
masih. Dengan adanya UUK, maka secara formil tindakan pengaturan terhadap kelahiran
dalam rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis tidak lagi mrpkn tindak pidana.
15
8. Ditetapkannya hukuman pidana yang yang sangat berat (Pasal 80-86)
Bisanya dalam uu yang mengatur hal yang khusus (lex specialis) diatur juga ketentuan
pidananya, demikian juga dalam UUK. Hukumannya mencapai 15 tahun penjara disertai
denda 500 juta rupiah.
16
antara keduanya adalah ketentuan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi kesehatan
serta sarana kesehatan hanya mengikat ke dalam dan tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan yang dibuat oleh penguasa.
Menurut inventarisasi yang dilakukan terhadap ketentuan yang dikeluarkan penguasa
dalam bentuk peraturan perundang-undangan terdapat 2 (dua) kategori, yaitu yang bersifat
menetapkan dan yang bersifat mengatur.
Dari sudut pandang materi muatan yang ada dapat dikatakan mengandung 4 (empat) obyek,
yaitu:
a. Pengaturan yang berkaitan dengan upaya kesehatan
b. Pengaturan yang berkaitan dengan tenaga kesehatan
c. Pengaturan yang berkaitan dengan sarana kesehatan
d. Pengaturan yang berkaitan dengan komoditi kesehatan.
Apabila diperhatikan dari ketentuan tersebut terkandung prinsip perikemanusiaan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan
merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan
sendiri. Selanjutnya dari ketentuan yang ada dalam keputusan dan peraturan yang dibuat oleh
organisasi profesi dan asosiasi bidang kesehatan serta sarana kesehatan adalah mencakup
kode etik profesi, kode etik usaha dan berbagai standar yang harus dilakukan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan.
Apabila diperhatikan prinsip-prinsip yang dikandung dalam ketentuan ini mencakup 4
(empat) prinsip dasar, yaitu autonomy, beneficence, non maleficence dan justice.
Sebelum memasuki komponen kedua, perlu dibahas terlebih dahulu komponen ketiga
mengenai intervensi yang berupa penanganan yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang
diatur. Komponen ini merupakan aktualisasi terhadap komponen ideal yang ada dalam
komponen pertama. Bila diperhatikan isi ketentuan yang ada dimana diperlukan penanganan
terdapat 4 (empat) sifat, yaitu:
a. Perintah (gebod) yang merupakan kewajiban umum untuk melakukan sesuatu
b. Larangan (verbod) yang merupakan kewajiban umum untuk tidak melakukan sesuatu
c. Pembebasan (vrijstelling, dispensatie) berupa pembolehan khusus untuk tidak melakukan
sesuatu yang secara umum diharuskan.
d. Izin (toesteming, permissie) berupa pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu yang
secara umum dilarang.
Tindakan penanganan yang dilakukan apakah sudah benar atau tidak, kiranya dapat
diukur dengan tatanan hukum seperti yang dikemukakan oleh Nonet dan Selznick, yaitu
apakah masih bersifat represif, otonomous atau responsive. Selanjutnya dengan komponen
17
kedua tentang organisasi yang ada dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dapat dibagi
dalam 2 (dua) bagian besar yaitu organisasi pemerintah dan organisasi / badan swasta.
Pada organisasi pemerintah mencakup aparatur pusat dan daerah serta departemen dan
lembaga pemerintah non departemen. Pada sektor swasta terdapat berbagai organisasi profesi,
asosiasi dan sarana kesehatan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang kesehatan.
Dari susunan dalam 3 (tiga) komponen tersebut secara global menurut Schuyt bahwa tujuan
yang ingin dicapat adalah :
a. Penyelenggaraan ketertiban sosial
b. Pencegahan dari konflik yang tidak menyenangkan
c. Jaminan pertumbuhan dan kemandirian penduduk secara individual
d. Penyelenggaraan pembagian tugas dari berbagai peristiwa yang baik dalam masyarakat
e. Kanalisasi perubahan sosial.
18
5. Meringankan penderitaan
6. Memperpanjang hidup
Penyakit pasien belum dapat diatasi sepenuhnya sehingga sewaktu-waktu perlu dilakukan
tindakan medis tertentu. Misalnya pada pasien gagal ginjal yang memerlukan ‘cuci
darah’.
7. Rehabilitasi
Tindakan medis yang dilakukan untuk rehabilitasi umumnya dilakukan terhadap pasien
yang cacat akibat kelainan bawaan atau penyakit yang di dapat seperti luka bakar atau
trauma. Ada pula mereka yang sebenamya sehat tetapi merasa kurang cantik sehingga
menginginkan dilakukan suatu bedah kosmetik. Tindakan ini yang kadang menimbulkan
masalah apabila harapan yang didambakan untuk memperoleh kecantikan yang dijanjikan
tidak terpenuhi.
Secara yuridis semua upaya tindakan medis tersebut di atas dapat menjadi objek hukum
yang sah. Akan tetapi bentuk perjanjian medisnya harus jelas apakah inspanningsverbintenis
atau suatu resultaatsverbintenis. Hal ini penting dalam kaitamya dengan ‘beban pembuktian’
apabila terjadi suatu gugatan hukum. Akan tetapi apabila dokter bekerja sesuai dengan
standar profesinya dan tidak ada unsur kelalaian serta hubungan dokter-pasien merupakan
hubungan yang saling penuh pengertian, umumnya tidak akan ada permasalahan yang
menyangkut jalur hukum.
Dengan demikian maka Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata: semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku bagi mereka yang membuatnya sebagai undang-undang. Oleh karena itu
jika perjanjian terapetik telah memenuhi pasal 1320 KUH Perdata, maka semua kewajiban
yang timbul mengikat baik dokter maupun pasien. Pasal 1338 (2) perjanjian itu tidak dapat
ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan yang oleh uu
dinyatakan cukup untuk itu.
19
BAB III
KESIMPULAN
1. Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan / pelayanan dan penerapannya. Yang diatur menyangkut hak dan
kewajiban baik perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima
pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam
segala aspeknya, organisasi, sarana pedoman standar pelayanan medic, ilmu
pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya. (UU No.23
tahun 1992)
2.
20
DAFTAR PUSTAKA
21