Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA

KESEHATAN SEBAGAI BAGIAN DALAM HAK


ASASI MANUSIA

Disusun Oleh :
Muhammad Abdan Syakur (21400016)
Isabela Nely Ruth Sitanggang (21400049)
Tabitha Angelique (21400058)
Theo (21400075)

Dosen Pengajar : Tihadanah, SH, MH

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TAMA JAGAKARSA
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmatnya tim
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Kesehatan Sebagai
Bagian Dalam Hak Asasi Manusia.

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ibu. Tihadanah, SH,


MH selaku Dosen mata kuliah Hak Asasi Manusia Fakultas Hukum
Universitas Tama Jagakarsa. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat
menambah wawasan kelompok berkaitan dengan topik yang diberikan.
Penulis juga mengucapkan Terima Kasih yang sebesarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini.

Jakarta, 18 Mei 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................3
1.3 Tujuan.......................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................4
2.1 Hak Atas Kesehatan.................................................................4
2.2 Kesehatan Dalam Perspektif HAM..........................................5
2.3 Hubungan Antara Kesehatan dan Hak Asasi Manusia.............6
2.4 Isu Pokok atau Kasus Kesehatan Terkait Hak Asasi Manusia. 7
2.5 Permasalahan Kesehatan Sebagai Hak Asasi Manusia............8
2.6 Implementasi Hak Atas Kesehatan Dalam Konteks HAM......9
BAB III KESIMPULAN & SARAN................................................11
3.1 Kesimpulan.............................................................................11
3.2 Saran.......................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Kesehatan merupakan


hal yang paling penting dan bermakna dalam kehidupan bagi setiap orang. Tanpa
kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional. Tanpa kesehatan,
seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-hak lainnya. Lebih dari 60 tahun
merdeka, perkembangan dunia kesehatan di Indonesia belum menunjukkan
kemajuan yang berarti. Setidaknya demikian menurut pandangan World Health
Organization (WHO) (Perwira, 2014). Dalam Laporan Kesehatan Dunia (World
Health Report) yang diterbitkan WHO pada tahun 2001, derajat kesehatan
masyarakat Indonesia dilaporkan jauh tertinggal dari negara-negara Asia lainnya,
seperti Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, India, China, bahkan masih jauh
di bawah negara miskin seperti Srilanka (WHO, 2001). Dengan menggunakan
indikator “umur harapan hidup”, WHO meletakkan derajat kesehatan Indonesia
pada peringkat 103 dari 109 negara.

Sebagai perbandingan, United Nations Development Program (UNDP) dalam


laporannya untuk pembangunan bidang kesehatan pada tahun yang sama,
meletakkan tingkat kesehatan Indonesia pada peringkat ke 109 dari 174 negara.
Lima tahun berlalu yaitu pada tahun 2005 posisi peringkat Indonesia belum juga
membaik (Perwira, 2014).

Terlepas dari indikator yang digunakan oleh kedua lembaga tersebut, “derajat
kesehatan” telah cukup lama dipahami sebagai salah satu hak asasi manusia yang
harus dilindungi dan dipenuhi oleh negara. Ahli kesehatan di Indonesia, telah
mengembangkan pemikiran untuk memasukkan kesehatan sebagai bagian dari
“hak asasi manusia”, serta memperoleh jaminan konstitusi. Jaminan konstitusi
tersebut berupa perhatian Negara, yakni Pemerintah terhadap pembangunan
bidang kesehatan, sehingga kondisi kesehatan di Indonesia akan membaik.

1
Pemikiran itu terus berkembang dalam berbagai seminar dan diskusi sampai
akhirnya pada tingkat regulasi.

Pada dasarnya jaminan konstitusi terhadap hak atas kesehatan telah ada sejak
masa Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949. Dalam Pasal 40
Konstitusi RIS terdapat ketentuan yang menyatakan, “Penguasa senantiasa
berusaha dengan sunguh-sungguh memajukan kebersihan umum dan Kesehatan
rakyat”. Setelah bentuk negara serikat kembali ke bentuk negara kesatuan dan
berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS), ketentuan Pasal 40
Konstitusi RIS di adopsi ke dalam Pasal 42 UUDS.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1948 telah menetapkan


Universal Declaration of Human Rights, yang di dalamnya mengatur hak atas
kesehatan. Pasal 25 didalamnya menyatakan:

“Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan
kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian,
perumahan dan perawatan kesehatan…”

Sesuai dengan itu, Konstitusi World Health Organization (WHO) 1948 telah
menegaskan pula bahwa “memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
adalah suatu hak asasi bagi setiap orang” (the enjoyment of the highest attainable
standard of health is one of the fundamental rights of every human being). Secara
tata Bahasa yang digunakan dalam pernyataan tersebut bukanlah “human rights”,
akan tetapi “fundamental rights”, yang jika diterjemahkan bebas kedalam Bahasa
Indonesia artinya adalah “Hak hak Dasar”.

Gagasan hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia terus berkembang baik
dalam hukum nasional maupun hukum intenasional. Dalam Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan dinyatakan, “Setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal”.
Sementara itu dalam Hukum Internasional telah dikembangkan berbagai
instrumen hak asasi manusia, antara lain Kovenan Internasional tentang Hak-hak

2
Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and
Cultural Rights) yang ditetapkan pada tahun 1966. Dalam Pasal 12 ayat (1)
Kovenan tersebut dinyatakan bahwa “setiap orang mempunyai hak untuk
menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental”.
(telah dirativikasi dengan UUD No.12 tahun 2005).

Pada tahun 2000, melalui Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945,


kesehatan ditegaskan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Pasal 28 H ayat (1)
menyatakan, bahwa:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.” Masuknya ketentuan tersebut ke dalam Undang-Undang
Dasar 1945, menggambarkan perubahan paradigma yang sangat signifikan.
Kesehatan dipandang tidak lagi sekedar urusan pribadi yang terkait dengan nasib
atau karunia Tuhan yang tidak ada hubungannya dengan tanggung jawab negara,
melainkan suatu hak hukum (legal rights). Memuat ketentuan jaminan hak asasi
manusia, termasuk hak atas kesehatan, ke dalam Undang-Undang Dasar 1945,
sebagai sebuah komitmen politik Negara, hal ini mungkin telah menyelesaikan
berbagai tuntutan politik dan harapan rakyat. Oleh karena itu penting sekali untuk
memahami terkait bagaimana Kesehatan dipandang sebagai bagian dalam Hak
Asasi Manusia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang makalah ini, maka berikut pokok masalah yang
dapat dirumuskan:

 Bagaimana Kesehatan Dipandang Sebagai Bagian Dalam Hak Asasi


Manusia?

1.3 Tujuan

 Untuk Mengetahui Bagaimana Kesehatan Dipandang Sebagai Bagian


Dalam Hak Asasi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hak Atas Kesehatan

Hak atas kesehatan bukanlah berarti hak agar setiap orang untuk menjadi
sehat, atau pemerintah harus menyediakan sarana pelayanan kesehatan yang
mahal di luar kesanggupan pemerintah. Tetapi lebih menuntut agar pemerintah
dan pejabat public dapat membuat berbagai kebijakan dan rencana kerja yang
mengarah kepada tersedia dan terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan untuk
semua dalam kemungkinan waktu yang secepatnya (WHO,2002 & Lubis, 2003)

Dalam Pasal 12 ayat (1) International Covenant on Economic, Social and


Cultural Right (ICESCR) hak atas kesehatan dijelaskan sebagai “hak setiap orang
untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan
mental” tidak mencakup area pelayanan kesehatan. Sebaliknya, dari sejarah
perancangan dan pemaknaan kata dalam pasal 12 ayat (2) yang menyatakan
bahwa langkah-langkah yang akan diambil oleh Negara Pihak pada kovenan ini
guna mencapai perwujudan hak ini sepenuhnya, harus meliputi hal-hal yang
diperlukan untuk mengupayakan, antara lain:

1) Ketentuan-ketentuan untuk pengurangan tingkat kelahiran-mati dan


kematian anak serta perkembangan anak yang sehat;
2) Perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri;
3) Pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular,
endemik, penyakit lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan;
4) Penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin semua pelayanan dan
perhatian medis dalam hal sakitnya seseorang.

Sehingga hak atas kesehatan mencakup wilayah yang luas dari faktor ekonomi
dan sosial yang berpengaruh pada penciptaan kondisi dimana masyarakat dapat
mencapai kehidupan yang sehat, juga mencakup faktor-faktor penentu kesehatan

4
seperti makanan dan nutrisi, tempat tinggal, akses terhadap air minum yang sehat
dan sanitasi yang memadai, kondisi kerja yang sehat dan aman serta lingkungan
yang sehat (ICESCR, 1966 dalam Afandi, 2017).

2.2 Kesehatan Dalam Perspektif HAM

Mengutip dari sebuah bulletin yang diterbitkan oleh Komisi Untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Istilah untuk kesehatan sebagai
hak asasi manusia yang kerap digunakan di tingkat PBB adalah hak atas
kesehatan. Hak atas kesehatan telah dijamin dan diatur di berbagai instrumen
internasional dan nasional. Ketentuan-ketentuan didalamnya pada intinya
merumuskan kesehatan sebagai hak individu dan menetapkan secara konkrit
bahwa negara selaku pihak yang memiliki tanggung jawab atas kesehatan.

Hak atas kesehatan di instrumen internasional dapat ditemukan di dalam pasal


25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), pasal 12 Kovenan
Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, pasal 12 Konvensi
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan pasal
24 Konvensi tentang Hak-Hak Anak. Hak atas kesehatan juga dapat ditemukan di
instrumen nasional di dalam pasal 28H ayat (1) dan pasal 34 ayat (3) amandemen
UUD 1945, pasal 9 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan pasal
12 UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Ekonomi Sosial,
dan Budaya.

Ketentuan dalam UUD 1945 diatas lebih lanjut diatur di dalam UU No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan. Hak atas kesehatan memiliki aspek ekonomi,
sosial, dan budaya. Hak ini memiliki karakter ekonomi dan sosial karena hak ini
berusaha sedapat mungkin menjaga agar individu tidak menderita ketidakadilan
sosial dan ekonomi berkenaan dengan kesehatannya. Lebih lanjut, hak ini
memiliki karakter budaya sebab hak ini berusaha menjaga agar layanan kesehatan
yang tersedia cukup dapat menyesuaikan dengan latar belakang budaya seseorang.

5
Sementara itu, isi pokok (core content) hak atas kesehatan tidak hanya mencakup
unsur-unsur yang berkaitan dengan hak atas pelayanan perawatan kesehatan,
tetapi juga hak atas sejumlah prasyarat dasar bagi kesehatan, seperti air minum
bersih, sanitasi memadai, kesehatan lingkungan, dan kesehatan di tempat kerja.
Kemudian yang menjadi prinsip-prinsip yang harus ditaati oleh pihak negara
dalam pemenuhan hak atas kesehatan mengandung empat unsur, yakni
ketersediaan, aksesibilitas, kualitas, dan kesetaraan. Ketersediaan dapat diartikan
sebagai ketersediaan sejumlah pelayanan kesehatan seperti fasilitas berupa sarana
(rumah sakit, puskesmas dan klinik) dan prasarana Kesehatan (obat-obatan, tenaga
kesehatan dan pembiayaan kesehatan) yang mencukupi untuk penduduk secara
keseluruhan. Aksesibilitas mensyaratkan agar pelayanan kesehatan dapat
terjangkau baik secara ekonomi atau geografis bagi setiap orang, dan secara
budaya, agar menghormati tradisi budaya masyarakat. Kualitas mensyaratkan agar
pelayanan Kesehatan memenuhi standar yang layak. Terakhir, kesetaraan
mensyaratkan agar pelayanan kesehatan dapat diakses secara setara oleh setiap
orang, khususnya bagi kelompok rentan di masyarakat.

6
2.3 Hubungan Antara Kesehatan dan Hak Asasi Manusia

Antara Hak Asasi Manusia dan Kesehatan terdapat hubungan yang saling
mempengaruhi. Seringkali akibat dari pelanggaran HAM adalah gangguan
terhadap kesehatan demikian pula sebaliknya, pelanggaran terhadap hak atas
kesehatan juga merupakan pelanggaran terhadap HAM (Afandi, 2017).

Gambar 1. Hubungan Kesehatan Dengan HAM

Sumber: WHO, 2002

Lingkaran kanan bawah dari lingkaran hubungan antara HAM dan


Kesehatan merupakan akibat tidak terpenuhi atau gagalnya pemerintah dalam
memenuhi kewajibannya. Sementara itu, lingkaran atas erat kaitannya dengan hak
atas kesehatan yang terlanggar oleh praktik-praktik kekerasan, yang menjadi
bagian dari pelanggaran hak sipil dan politik. Untuk lingkaran kiri bawah
menggambarkan hubungan antara HAM dan Kesehatan yang terjadi akibat

7
kondisi masyarakat yang rentan Sementara itu juga terdapat beberapa aspek yang
tidak dapat diarahkan secara sendiri dalam hubungan antara Negara dan Individu.
Secara khusus, kesehatan yang baik tidaklah dapat dijamin oleh Negara, dan tidak
juga Negara menyediakan perlindungan terhadap setiap kemungkinan penyebab
penyakit manusia. Oleh karena itu, faktor genetik, kerentanan individu terhadap
penyakit dan adopsi gaya hidup yang tidak sehat atau beresiko, mempunyai
peranan yang sangat penting terhadap kesehatan seseorang. Sehingga, Hak Atas
Kesehatan harus dipahami sebagai hak atas pemenuhan berbagai fasilitas,
pelayanan dan kondisi-kondisi yang penting bagi terealisasinya standar kesehatan
yang memadai dan terjangkau (Asher, 2004).

2.4 Isu Pokok atau Kasus Kesehatan Terkait Hak Asasi Manusia

Pengertian kesehatan sangat luas dan merupakan konsep yang subjektif, serta
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor-faktor geografis, budaya dan
sosioekonomi. Oleh karena itu sulit untuk menentukan tentang apa saja yang
termasuk ke dalam hak atas kesehatan. Untuk itu para ahli, aktivis dan badan-
badan PBB mencoba membuat rincian mengenai core content hak atas kesehatan.
Core content terdiri dari seperangkat unsur-unsur yang harus dijamin oleh negara
dalam keadaan apapun, tanpa mempertimbangkan ketersediaan sumber daya, yang
terdiri dari :

1. Perawatan Kesehatan
1) Perawatan kesehatan ibu dan anak, termasuk keluarga berencana.
2) Imunisasi.
3) Tindakan yang layak untuk penyakit-penyakit biasa (common
disease) dan kecelakaan.
4) Penyediaan obat-obatan yang pokok (essential drugs).
2. Prakondisi dasar untuk Kesehatan
1) Pendidikan untuk menangani masalah kesehatan termasuk metode-
metode untuk mencegah dan mengedalikannya.
2) Promosi penyediaan makanan dan nutrisi yang tepat.

8
3) Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar.

2.5 Permasalahan Kesehatan Sebagai Hak Asasi Manusia

Mengutip dari apa yang dilansir dalam Alomedika dengan tajuk “Perkembangan
Dan Permasalahan Kesehatan Sebagai Hak Asasi Manusia” berikut beberapa
permasalahan Kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia yang umum terjadi :

1) Stigmatisasi Pada Pasien Covid 19


Pandemi COVID-19 telah memicu stigmatisasi sosial dan perilaku
diskriminatif pada mereka yang tertular serta orang diduga pernah
berkontak. COVID-19 merupakan penyakit baru yang menimbulkan akibat
serius, dan masih banyak yang belum diketahui. Hal ini menyebabkan
terjadi ketakutan dan panik, lalu cenderung mencari yang dapat
dipersalahkan.
Survei Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan Ikatan
Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia menunjukkan, terdapat perawat yang
menangani COVID-19 kemudian diminta meninggalkan tempat tinggalnya
bahkan mengalami ancaman pengusiran, orang-orang menghindari, dan
masyarakat menjauhi keluarga mereka. Terdapat pula perawat yang karena
statusnya sebagai perawat Covid-19 atau bertugas di rumah sakit
penanganan COVID-19, merasa dipermalukan oleh lingkungan sekitarnya.
Hak atas kesehatan bersifat non diskriminatif yakni setiap orang berhak
mendapatkan kesehatan secara setara, tanpa perbedaan. Pemberiaan
pelayanan kesehatan yang dibedakan berdasarkan latar belakang sosial
ekonomi, suku, agama, ras, gender, maupun pandangan politik, hal
tersebut merupakan diskriminasi.
Kasus seperti menolak pemberian pelayanan kesehatan pada pasien
berdasarkan latar belakang sosial ekonomi merupakan pelanggaran
terhadap hak asasi di bidang kesehatan. Di Jakarta beberapa waktu lalu
pernah menjadi berita yang viral mengenai bayi yang tidak diberikan
perawatan di unit pediatric intensive care unit (PICU) di sebuah rumah

9
sakit karena orangtuanya tidak mampu membayar uang muka, hingga
berakhir dengan meninggalnya sang bayi. Kejadian tersebut merupakan
pelanggaran terhadap hak asasi untuk mendapatkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
2) Stigmatisasi Penderita HIV
Orang dengan HIV-AIDS (ODHA) sering kali terkena stigmatisasi, hal ini
terjadi karena anggapan masyarakat bahwa perilaku mereka yang
menyebabkan mereka tertular HIV. Kelompok berisiko tertentu seperti
pekerja seks komersial, laki-laki suka lelaki, transgender, pengguna
narkoba jarum suntik dan seks bebas tanpa perlindungan. Akan tetapi,
infeksi HIV juga dapat ditularkan ke bayi dari orang tua HIV, prosedur
transfusi darah, prosedur medis, dan juga pasangan yang menikah dengan
HIV positif (serodiscordant). Akibatnya terdapat perilaku stigmatisasi
yang menyudutkan ODHA hingga dijauhkan dari pergaulan, terkena PHK
dan diusir dari tempat tinggal. Selain itu, pelayanan dan profesional
kesehatan seringkali mengekalkan stigma ini, yang menyebabkan luaran
kesehatan pasien memburuk
3) Diskriminasi Kaum Rentan
iskriminasi di bidang kesehatan kerap terjadi pada kaum miskin,
penyandang disabilitas, lanjut usia, narapidana, penduduk daerah terpencil,
dan suku terasing. Pelaksanaan hak asasi manusia memberikan perhatian
pada perlindungan terhadap kelompok rentan. Kelompok tersebut
mendapatkan perlakuan khusus atau tindakan afirmasi atau perlindungan
lebih, khususnya terkait potensi diskriminasi yang diakibatkan oleh
kerentanan mereka. Tindakan afirmasi untuk melindungi hak kelompok
rentan, marginal ataupun minoritas bukanlah diskriminasi, justru
merupakan upaya untuk meniadakan diskriminasi
Dalam mengatasi stigmatisasi dan diskriminasi perlu dibangun kondisi
yang kondusif dalam mana penyakit dan dampaknya dapat didiskusikan
dan ditangani secara terbuka, jujur, dan efektif. Agar tidak terjadi
stigmatisasi dan diskriminasi di bidang kesehatan, terutama perlu

10
dilakukan pemberian informasi yang benar dan tepat. Stigmatisasi dan
diskriminasi dapat ditimbulkan karena kurangnya pengetahuan tentang
penyakit, hingga perlu menyampaikan fakta yang sebenarnya. Sebaiknya
terutama menyampaikan pula hal positif dan menimbulkan optimisme,
seperti menekankan efektivitas pencegahan dan tindakan pengobatan.
Selain itu otoritas kesehatan perlu pula menetapkan regulasi dan kebijakan
untuk melindungi masyarakat agar tidak mengalami stigmatisasi dan
diskriminasi.

2.6 Implementasi Hak Atas Kesehatan Dalam Konteks HAM

Dalam upaya untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan
memenuhi (to fulfil) sebagai kewajiban negara mengimplementasikan norma-
norma HAM pada hak atas kesehatan harus memenuhi prinsip-prinsip :\

1. Ketersediaan pelayanan Kesehatan :


Dimana negara diharuskan memiiki sejumlah pelayanan kesehatan bagi
seluruh penduduk
2. Aksesibilitas Fasilitas Kesehatan :
Barang dan jasa, harus dapat diakses oleh tiap orang tanpa diskriminasi
dalam jurisdiksi negara. Aksesibilitas memiliki empat dimensi yang saling
terkait yaitu tidak diskriminatif, terjangkau secara fisik, terjangkau secara
ekonomi dan akses informasi untuk mencari, menerima dan atau
menyebarkan informasi dan ide mengenai masalah-masalah kesehatan.

11
3. Penerimaan :
Segala fasilitas kesehatan, barang dan pelayanan harus diterima oleh etika
medis dan sesuai secara budaya, misalnya menghormati kebudayaan
individu-individu, kearifan lokal, kaum minoritas, kelompok dan
masyarakat, sensitif terhadap jender dan persyaratan siklus hidup. Juga
dirancang untuk penghormatan kerahasiaan status kesehatan dan
peningkatan status kesehatan bagi mereka yang memerlukan.

4. Kualitas :
Selain secara budaya diterima, fasilitas kesehatan, barang, dan jasa harus
secara ilmu dan secara medis sesuai serta dalam kualitas yang baik. Hal
ini mensyaratkan antara lain, personil yang secara medis berkemampuan,
obat-obatan Jurnal Ilmu Kedokteran, dan perlengkapan rumah sakit yang
secara ilmu diakui dan tidak kadaluarsa, air minum aman dan dapat
diminum,serta sanitasi memadai.

12
BAB III
KESIMPULAN & SARAN

3.1 Kesimpulan

Perlu kesungguhan dari negara serta partisipasi semua pihak baik itu
masyarakat umum, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk dapat senantiasa
meningkatkan kepedulian, monitoring serta mengevaluasi sehingga hak atas
kesehatan dapat terpenuhi yang secara langsung maupun tidak langsung akan
berdampak positif dalam pembangunan masyarakat Indonesia dan pengaturan
lebih lanjut hak atas kesehatan ke dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan semakin menunjukkan pengakuan, penghormatan, dan
perlindungan hak atas kesehatan sebagai bagian dari HAM. Undang-undang
tersebut sudah semakin menegaskan bahwa hak atas kesehatan sebagai bagian dari
HAM yang wajib dilindungi oleh negara terutama Pemerintah. Hak atas kesehatan
yang di dalam UUD 1945 hanya menyangkut pelayanan kesehatan diterjemahkan
di dalam Undang-Undang Kesehatan menjadi dua aspek, yaitu hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dan memperoleh fasilitas kesehatan. Dengan
kata lain, terjadi perluasan makna hak atas kesehatan oleh Undang-Undang
Kesehatan.

3.2 Saran

1) Pengakuan dan perlindungan hak atas kesehatan sebagai begian dari HAM
di dalam Undang-Undang Kesehatan perlu lebih ditegaskan terutama
menyangkut pelayanan kesehatan bagi orang miskin, lanjut usia,
perempuan, bayi, dan anak.
2) Pemerintah perlu memperhatikan ketersediaan dan pemerataan pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum secara proporsioal terutama di
wilayah-wilayah terpencil, tertinggal, dan termiskin.

13
DAFTAR PUSTAKA

Afandi. D (2017). Hak Atas Kesehatan Dalam Perspektif HAM. Universitas


Riau.
Asher. J (2004).The Right to Health: A resource manual for NGO's.
Amersfoort, The Netherlands: Printing B.V.
Hernadi.A (2017). Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas
Pendidikan Menurut UndangUndang Dasar Tahun 1945. H Jurmal
Hukum Positum, Universitas Singaperbangsa, Karawang.
Lubis, F. (2003). Kesehatan dan hak asasi manusia, perspektif Indonesia.
Seminar dan Lokakarya "Kesehatan dan Hak Asasi Manusia". Jakarta
Perwira. I (2014). Memahami Kesehatan Sebagai Hak Asasi Manusia.
Pusdok ElSAM.
Undang-Undang Dasar, Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1945
World Health Organization. (2005). Human rights, health and poverty
reduction strategies. Health and human rights publication series.
World Health Organization. (2002). 25 Question and answer on health and
human rights. Health and human rights publication series.
https://www.alomedika.com/perkembangan-dan-permasalahan-kesehatan-
sebagai-hak-asasi-manusia, diakses 18 Mei 2022

14

Anda mungkin juga menyukai