Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa atas
rahmatNya Kelompok Kerja (pokja) Analisis dan Evaluasi mengenai
Pemenuhan Hak Kesehatan, dapat diselesaikan sesuai waktu yang telah
ditentukan. Tim ini bekerja berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM RI
Nomor : PHN-02.HN.01.01 Tahun 2017 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Analisis dan Evaluasi Hukum mengenai Pemenuhan Hak Kesehatan.
1
Kesehatan dalam Prespektif HAM, Buletin KontraS.
i
kesehatan dijamin Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 Pasal 28 H
ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan dan negara wajib untuk menyediakannya.
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Isu strategis yang marak dewasa ini terkait dengan Bidang Kesehatan
adalah Badan Penyelenggara Kesehatan Sosial (BPJS). BPJS memegang
peranan penting dalam memperbaiki performa pelayanan kesehatan. Sengaja
isu ini dipilih agar diketahui bagaimana pola penyempurnaan ketentuan
peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial
nasional (SJSN) diupayakan. SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial,
sistem ini berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
menanggulangi kemiskinan melalui penjaminan layanan kesehatan dan
ketenagakerjaan. BPJS sendiri lahir dari Undang - Undang nomor 40 Tahun
2004 tentang SJSN yang mengamanahkan penyelenggaraan BPJS. Indonesia
adalah negara kesejahteraan. Hal ini nampak dari cita-cita yang terkandung
dalam UUD NRI Tahun 1945. Ciri negara kesejahteraan Indonesia terlihat pada
UUD NRI Tahun 1945 paska perubahan (tahun 2002) Bab XIV berjudul
Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial khususnya pada Pasal 33 dan
34. Jika Pasal 33 lebih cenderung pada perekonomian nasional, maka Pasal 34
lebih mengedepankan kesejahteraan sosial. Sementara itu cita-cita
pengembangan sistem jaminan sosial sebagai konsekuensi dari dianutnya
negara kesejahteraan baru muncul pada perubahan Pasal 34 ayat (2) UUD NRI
Tahun 1945 yang secara eksplisit menyatakan bahwa Negara mengembangkan
Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat
yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Selanjutnya ketentuan lebih lanjut mengenai SJSN diatur dalam Undang -
Undang nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
Selain terkait dengan kesejahteraan sosial, BPJS juga hadir untuk
meningkatkan kualitas kesehatan melalui perbaikan layanan. Kesehatan
1
adalah salah satu aspek yang digunakan untuk mengukur kemajuan suatu
negara bersama dengan pendidikan dan peningkatan daya beli (income).
Ketiga aspek tersebut dijadikan oleh UNDP sebagai indikator untuk mengukur
kemajuan negara, yang dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia
(Human Development Indeks). Bidang kesehatandalam konstitusi Indonesia
diatur pada Pasal 28 H dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan
bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan layanan kesehatan
dan negara wajib untuk menyediakannya.
SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial
oleh sejumlah badan penyelenggara jaminan sosial. SJSN adalah program
negara yang bertujuan memberikan perlindungan dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai cita-cita keadilan sosial sebagaimana
tercantum dalam UUD 1945. Melalui SJSN setiap penduduk diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak apabila terjadi peristiwa yang
dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan karena
menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia
lanjut atau pensiun.
Pembentukan BPJS, selain diperintahkan oleh UU no 40 Tahun 2004
juga merupakan realisasi dari amanah Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945 yang
mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan diri manusia secara utuh sebagai manusia
bermartabat. Sedangkan kewajiban negara untuk mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diatur oleh Pasal 34 ayat (2), yang
diwujudkan dengan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial
dalam bentuk jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan. Kedua
jaminan tersebut merupakan bagian pokok dalam jaminan sosial.
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan telah berdiri sejak 1 Januari
2014. Namun BPJS Ketenagakerjaan baru beroperasi pada Bulan Juli 2015, atau
1 tahun lebih lama ketimbang beroperasinya BPJS Kesehatan. Sebagai Badan
2
penyelenggara jaminan sosial, BPJS kesehatan telah berumur 3 tahun. Banyak
potensi yang perlu dikembangkan dan banyak permasalahan yang perlu
dibenahi, baik dari sisi pelaksanaan maupun dari sisi regulasinya. Dalam
pelaksanaannya BPJS menuai banyak kritik dan keluhan. Hal ini diakibatkan
oleh implementasi yang belum sesuai ketentuan, atau bisa jadi regulasinya
kurang tegas.Tulisan ini hendak mengupas bagaimana konsistensi peraturan-
perundang-undangan mengawal pelaksanaan BPJS dalam melindungi
masyarakat kurang beruntung, memperbaiki layanan kesehatan dan
memegang teguh prinsip tata kelola yang baik (good governance).
3
pemberdayaan perelayanan kesehatan, maka disusun arah kebijakan dan
strategi sebagai berikut :2
1. Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja,
dan Lanjut Usia yang Berkualitas melalui :
a. Peningkatan akses dan mutu continuum of care pelayanan ibu dan
anak yang meliputi kunjungan ibu hamil, dan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas kesehatan serta
penurunan kasus kematian ibu di rumah sakit;
b. Peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi para remaja;
c. Penguatan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS);
d. Penguatan Pelayanan Kesehatan Kerja dan Olahraga;
e. Peningkatan pelayanan kesehatan penduduk usia produktif dan
lanjut usia;
f. Peningkatan cakupan imunisasi tepat waktu pada bayi dan balita;
dan
g. Peningkatan peran dan upaya kesehatan berbasis masyarakat
termasuk posyandu dan pelayanan terintegrasi lainnya dalam
pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja,
dan lansia.
2. Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat melalui :
a. Peningkatan surveilans gizi termasuk pemantauan pertumbuhan;
b. Peningkatan akses dan mutu paket pelayanan kesehatan dan gizi
dengan fokus utama pada 1.000 hari pertama kehidupan, remaja
calon pengantin, dan ibu hamil termasuk pemberian makanan
tambahan terutama untuk keluarga kelompok termiskin dan wilayah
Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK);
2
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, hal 166-171
4
c. Peningkatan peran masyarakat dalam perbaikan kesehatan, gizi,
sanitasi, hygiene, dan pengasuhan;
d. Peningkatan peran masyarakat dalam perbaikan gizi terutama
untuk ibu hamil, wanita usia subur, anak, dan balita di daerah DTPK
termasuk melalui upaya kesehatan berbasis masyarakat dan
Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (Posyandu dan
Pos PAUD);
e. Penguatan pelaksanaan, dan pengawasan regulasi dan standar gizi;
serta
f. Penguatan peran lintas sektor dalam rangka intervensi sensitif dan
spesifik yang didukung oleh peningkatan kapisatas pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten/ kotadalam pelaksanaan rencana
aksi pangan dan gizi.
5
h. Peningkatan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan;
i. Peningkatan kesehatan lingkungan dan akses terhadap air minum
dan sanitasi yang layak dan perilaku hygiene; dan
j. Pemberdayaan dan peningkatan peran swasta dan masyarakat
dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan.
4. Memantapkan Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Bidang Kesehatan melalui :
a. Peningkatan cakupan kepesertaan melalui Kartu Indonesia Sehat;
b. Peningkatan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang menjadi
penyedia layanan sesuai standar antara lain melalui kerjasama
anatara pemerintah dengan penyedia layanan swasta;
c. Peningkatan pengelolaan jaminan kesehatan dalam bentuk
penyempurnaan dan koordinasi paket manfaat, insentif penyedia
layanan, pengendalian mutu dan biaya pelayanan, peningkatan
akuntabilitas sistem pembiayaan, pengembangan health technolgy
assesment, serta pengembangan sistem monitoring dan evaluasi
terpaadu;
d. Penyempurnaan sistem pembayaran untuk penguatan pelayanan
kesehatan dasar, kesehatan ibu dan anak, insentif tenaga
kesehatan di DTPK dan peningkatan upaya promotif dan preventif
perorangan;
e. Pengembanngan berbagai regulasi termasuk standar guideline
pelayanan kesehatan;
f. Peningkatan kapasitas kelembagaan untuk mendukung mutu
pelayanan; serta
g. Pengembangan pembiayaan pelayanan kesehatan kerjasama
pemerintah swasta.
6
5. Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar yang berkualitas
melalui:
a. Pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan dasar sesuai standar
mencakup puskesmas (rawat inap/ perawatan) dan jaringannya
termasuk meningkatkan jangkauan pelayanan terutama di daerah
terpencil, perbatasan dan kepulauan;
b. Peningkatan kerjasama Puskesmas dengan unit transfusi darah
khususnya dalam rangka penurunan kematian ibu;
c. Pengembangan dan penerapan sistem akreditasi fasilitas pelayanan
kesehatan dasar milik pemerintah dan swasta;
d. Peningkatan pelayanan kesehatan promotif dan preventif di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar dengan dukungan bantuan operasional
kesehatan;
e. Penyusunan, penetapan dan pelaksanaan berbagai standar guideline
pelayanan kesehatan diikuti dengan pengembangan sistem
monitoring dan evaluasinya;
f. Peningkatan pengawasan dan kerjasama pelayanan kesehatan dasar
dengan fasilitas swasta;
g. Pengembangan kesehatan tradisional dan komplementer; serta
h. Pengembangan inovasi pelayanan kesehatan dasar melalui
pelayanan kesehatan bergerak, pelayanan primer dan pelayanan
keperawatan kesehatan masyarakat.
7
b. Penguatan dan pengembangan sistem rujukan nasional, rujukan
regional dan sistem rujukan gugus kepulauan dan pengembangan
sistem informasi dan rujukan di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan
online;
c. Peningkatan mutu fasilitas pelayanan kesehatan rujukan melalui
akreditasi rumah sakit dan pengembangan standar guideline
pelayanan kesehatan;
d. Pengembangan sistem pengendalian mutu internal fasilitas
kesehatan;
e. Peningkatan pelayanan kesehatan promotif dan preventif di fasilitas
pelayanan kesehatan rujukan;
f. Peningkatan efektivitas pengelolaan rumah sakit terutama dalam
regulasi pengelolaan dana kesehatan di rumah sakit umum daerah
dan pemerintah daerah; serta
g. Pengembangan inovasi pelayanan kesehatan melalui rumah sakit
pratama, telemedicine, dan pelayanan kesehatan tradisional,
alternatif dan komplementer;
7. Meningkatkan ketersediaan, Penyebaran dan Mutu Sumber Daya
Manusia Kesehatan melalui;
a. Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan dengan prioritas di Daerah Terpencil, Perbatasan, dan
Kepulauan (DTPK) melalui penempatan tenaga kesehatan termasuk
tenaga pegawai tidak tetap kesehatan/ PPPK (Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja), penempatan tenaga kesehatan baru lulus/
penugasan khusus (affirmative policy) dan pengembangan model
penempatan tenaga kesehatan;
b. Peningkatan mutu tenaga kesehatan melalui peningkatan
kompetensi, pendidikan, pelatihan dan sertifikasi seluruh jenis
tenaga kesehatan;
8
c. Peningkatan kualifikasi tenaga kesehatan termasuk pengembangan
dokter spesialis dan dokter layanan primer;
d. Pengembangan insentif finansial dan non-finansial bagi tenaga
kesehatan terutama untuk meningkatkan retensi tenaga kesehatan
di Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan Daerah Terpencil
Perbatasan dan Kepulauan (DTPK); serta
e. Pengembangan sistem pendataan tenaga kesehatan dan upaya
pengendalian dan pengawasan tenaga kesehatan.
8. Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan, dan
Kualitas Farmasi dan Alat Kesehatan melalui:
a. Peningkatan ketersediaan dan keterjangkauan obat, terutama obat
esensial generik;
b. Peningkatan pengendalian, monitoring dan evaluasi harga obat,
penyempurnaan, penyelarasan dan evaluasi reguler berbabagi daftar
dan formularium obat;
c. Peningkatan kapasitas institusi dalam management supplychain obat,
vaksin dan alat kesehatan;
d. Peningkatan daya saing industri farmasi dan alkes melalui
pemenuhan standar dan persyaratan;
e. Peningkatan pengawasan pre- dan post-market alat kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT);
f. Penguatan upaya kemandirian di bidang Bahan Baku Obat (BBO)
termasuk Bahan Baku Obat Tradisional (BBOT) dan alat kesehatan
dengan pengembangan riset, penguatan sinergitas perguruan
tinggi, dunia usaha/ swasta, pemerintah dan masyarakat;
g. Peningkatan mutu pelayanan kefarmasian termasuk tenaga
kefarmasian; serta
h. Peningkatan promosi penggunaan dan teknologi rasional oleh
provider dan konsumen.
9
9. Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan melalui :
a. Penguatan sistem pengawasan obat dan makanan berbasis risiko:
b. Peningkatan sumber daya manusia pengawas obat dan makanan;
c. Penguatan Kemitraan pengawasan obat dan makanan dengan
pemangku kepentingan;
d. Peningkatan kemandirian pengawasan obat dan makanan berbasis
risiko oleh masyarakat dan pelaku usaha;
e. Peningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka
mendorong peningkatan daya saing produk obat dan makanan; serta
f. Penguatan kapasitas dan kapabilitas pengujian obat dan makanan.
10. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
melaui:
a. Peningkatan advokasi kebijakan pembangunan berwawasan
kesehatan;
b. Pengembangan regulasi dalam rangka promosi kesehatan;
c. Penguatan gerakan masyarakat dalam promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan antara lembaga
pemerintah dengan swasta dan masyarakat madani; serta
d. Peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan kesehatan
masyarakat melalui pendidikan kesehatan masyarakat, Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) serta upaya kesehatan berbasis masyarakat
(UKBM) termasuk pengembangan rumah sakit.
Analisis dan evaluasi hukum ini merupakan bagian dari konsep pengujian
peraturan perundang-undangan (executive review) yang selama ini belum
begitu dikenal dalam praktek ketatanegaraan dibandingkan konsep
judicialreview, atau legislativereview. Analisis dan evaluasi hukum ditujukan
untuk menilai: (1) kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan
peraturan perundang-undangan; (2) kejelasan rumusan ketentuan peraturan
perundang-undangan; (3) keterpenuhan asas pembentukan peraturan
perundang-undangan dengan materi muatan; (4) potensi disharmoni
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (5) efektivitas implementasi
peraturan perundang-undangan. Dari berbagai latar belakang di atas Pada
Tahun 2017, Badan Pembinaan Hukum Nasional melaksanakan kegiatan
analisis dan evaluasi hukum menilai peraturan perundang-undangan terkait
sistem hukum acara perdata.
B. Permasalahan
C. Ruang Lingkup
12
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran;
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia;
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika;
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Jiwa;
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012
Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2013
Tentang Modal Awal Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan;
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2013
Tentang Tata Cara Hubungan Antar Lembaga Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial;
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2013
Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi
Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi
Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan
Jaminan Sosial;
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2013
Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan;
15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2013
Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Anggota
13
Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial;
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018
Tentang Standar Pelayanan Minimal;
17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2014
Tentang Sistem Informasi Kesehatan;
18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016
Tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014
Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional;
20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Lingkungan;
21. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998
Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
22. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan;
23. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan;
24. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2013 Tentang
Pelayanan Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional
Kementerian Pertahanan, TNI dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
25. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2013 Tentang
Bentuk dan Isi Laporan Program Jaminan Sosial;
26. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2013 Tentang
Gaji atau Upah dan Manfaat Tambahan Lainnya Serta Insentif Bagi
Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial;
14
27. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 Tentang
Pengelolan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan
Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah
Daerah;
28. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang
Sistem Kesehatan Nasional.
No. Judul PUU Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H
Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan
Tentang Sistem Jaminan Sosial Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2)
Nasional Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Republik Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23A, Pasal
Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3),
Tentang Badan Penyelenggara dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat
Jaminan Sosial (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
3. Undang-Undang Republik Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3)
Tentang Rumah Sakit Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
4. Undang-Undang Republik Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan
Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Pasal 28J Undang-Undang Dasar
Tentang Keterbukaan Informasi Negara Republik Indonesia Tahun
Publik 1945
5. Undang-Undang Republik Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang
Tentang Kesehatan Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
15
6. Undang-Undang Republik Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1)
Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Undang-Undang Dasar Negara
Tentang Praktik Kedokteran Republik Indonesia Tahun 1945
7. Undang-Undang Republik Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1),
Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal29,
Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33
ayat (1) dan ayat (3), Pasal 34
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
8. Undang-Undang Republik Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Undang-Undang DasarNegara
Tentang Narkotika Republik Indonesia Tahun 1945
9. Undang-Undang Republik Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1),
Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 dan Pasal 34 ayat (3)Undang-
Tentang Kesehatan Jiwa Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun
1945
10. Peraturan Pemerintah Republik Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Dasar Negara Republik Indonesia
Tentang Penerima Bantuan Iuran Tahun 1945
Jaminan Kesehatan
2. Penilaian.
Setelah diinventarisasi seluruh peraturan perundang-undangan serta
data dukungnya, langkah berikutnya adalah melakukan penilaian
dengan menggunakan lima dimensi yang meliputi:
a. Dimensi Kesesuaian Antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan.
Penilaian terhadap dimensi ini dilakukan untuk memastikan
bahwa peraturan perundang-undangan dimaksud sudah sesuai
dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Norma hukum
itu berjenjang dalam suatu hierarki tata susunan, sehingga
norma yang lebih rendah bersumber dan berdasar pada norma
yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi bersumber dan
berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya
sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lagi lebih
lanjut yang berupa norma dasar (grundnorm).
20
b. Dimensi Kejelasan Rumusan.
Setiap peraturan perundang-undangan harus disusun sesuai
dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan,
yang memperhatikan:
- sistematika,
- pilihan kata atau istilah,
- teknik penulisan,
- penggunaan bahasa peraturan perundang-undangan
yang lugas dan pasti, hemat kata, objektif dan
menekan rasa subjektif,
- pembakuan makna kata, ungkapan atau istilah yang
digunakan secara konsisten,
- pemberian definisi atau batasan artian secara cermat,
sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksanaannya
c. Dimensi Materi Muatan.
Penilaian ini dilakukan untuk memastikan peraturan
perundang-undangan dimaksud sudah sesuai dengan asas
materi muatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
21
Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai
kejelasan tujuan yang hendak dicapai serta berdayaguna dan berhasilguna
sebagaimana dimaksud dalam asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik yang tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011. Penilaian ini perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana manfaat
dari pembentukan suatu peraturan perundang-undangan sesuai dengan yang
diharapkan.
3. Perumusan Simpulan
Pada tahap ini, pokja akan mengolah setiap hasil temuan, baik yang
berasal dari kerja mandiri maupun masukan dari masyarakat dan
pemangku kepentingan
4. Perumusan Rekomendasi
Rekomendasi terdiri atas umum dan khusus. Rekomendasi umum berisi
saran terkait dengan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya
hukum. Rekomendasi khusus berisi saran terhadap ketentuan yang
bermasalah berdasarkan hasil analisis dan evaluasi hukum.
F. Personalia Pokja
1. Penanggung Jawab : Pocut Eliza, S.Sos., S.H., M.H.
2. Ketua : Eko Suparmiyati, S.H., M.H.
3. Sekretaris : Alice Angelica, S.H., M.H.
4. Anggota : 1. Fabian Adiasta Nusabakti Broto, S.H.
2. Danang Risdianto, S.H
3. Sakti Maulana Alkausar, S.H.
22
G. Jadwal Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan dengan agenda sebagai dalam tabel berikut:
No Agenda 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Rapat Umum Pokja
2 Rapat 1 Presentasi
Anggota Pokja
3 Rapat 1 Review
Presentasi Anggota
Pokja oleh
Narasumber
4 Diskusi Publik
5 Rapat 2 Presentasi
Anggota Pokja
6 Rapat 2 Review
Presentasi Anggota
Pokja oleh
Narasumber
7 Rapat 3 Presentasi
Anggota Pokja
8 Rapat 3 Review
Presentasi Anggota
Pokja oleh
Narasumber
9 FGD
10 Rapat pembahasan
laporan akhir
23
BAB II
KESESUAIAN ANTARA JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Bab ini berisi narasi, data, dan hasil analisis dan evaluasi hukum dalam
dimensi kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan peraturan
perundang-undangan. Dalam penyususnan peraturan perundang-undangan
harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan
jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Penilaian terhadap dimensi
ini dilakukan untuk memastikan bahwa peraturan perundang-undangan
dimaksud sudah sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan.
Norma hukum itu berjenjang dalam suatu hierarki tata susunan, sehingga
norma yang lebih rendah bersumber dan berdasar pada norma yang lebih
tinggi, norma yang tinggi bersumber dan berdasar pada norma yang lebih
tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat
ditelusuri lagi lebih lanjut yang berupa norma dasar (grundnorm). Peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (lex
superiori derogat legi inferior). Dalam sistem hukum Indonesia peraturan
perundang-undangan juga disusun berjenjang sebagaimana diatur dalam
dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Dimensi penilaian ini hendak menegaskan bahwa materi muatan yang
terdapat di dalam masing-masing jenis peraturan perundang-undangan
seharusnya dapat dibedakan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari cara
perumusan normanya pada masing-masing jenis peraturan perundang-
undangan. Norma dalam peraturan perundang-undangan pada jenjang yang
semakin ke atas, seharusnya semakin abstrak. Norma dalam peraturan
perundang-undangan pada jenjang yang semakin ke bawah bersifat aplikatif
untuk langsung dilaksanakan.
24
Dimensi penilaian ini ingin mereduksi peraturan perundang-undangan
yang norma aturannya tidak sesuai dengan jenis dan hierarkinya. Dengan kata
lain, dimensi penilaian ini ingin mengevaluasi kelayakan suatu pengaturan
yang dituangkan dalam suatu jenis peraturan perundang-undangan tertentu.
Dimensi penilaian ini dilakukan terhadap undang-undang :
25
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Perundangan-undangan: Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
26
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
(1), Pasal 20, Pasal 28 H
ayat (1), (2),(3), Pasal 34
:
- Pasal 5
Penyebutan pasal ini
adalah untuk
menunjukan bahwa
pembentukan UU ini
dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat (asas
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang
tepat,sebagaimana
Pasal 5 huruf b UU
No. 12 Tahun 2011),
dalam hal ini Presiden
sebagai kepala
pemerintahan.
(landasan formil)
- Pasal 20
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukkan
bahwa
pembentukan UU
ini dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat (asas
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat pasal 5
huruf b UU 12 tahun
2011). Namun
seharusnya Pasal 20
tidak disebutkan
secara utuh,
melainkan hanya
ayat (1) yang terkait
27
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
dengan ketepatan
kelembagaan
pembentuk.
(landasan formil)
28
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
manusia yang
bermartabat.
Penyebutan pasal
ini adalah
menunjukan bahwa
pemerintah
sungguh-sungguh
akan menjamin hak
asasi setiap
manusia untuk
dapat memenuhi
hak dasarnya yang
layak seperti hak
hidup, dan hak
untuk
mendapatkan
perlindungan.
- Pasal 34 :
(1) Fakir miskin dan
anak-anak yang
terlantar
dipelihara oleh
negara.
(2) Negara
mengembangk
an sistem
jaminan sosial
bagi seluruh
rakyat dan
memberdayaka
n masyarakat
yang lemah dan
tidak mampu
sesuai dengan
martabat
kemanusiaan.
C. Analisis terhadap
Politik Hukum (arah
pengaturan:
Politik hukum Nomor
40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial
Nasional dapat ditinjau
dari konsiderans
menimbang dan/atau
penjelasan umumnya.
Dalam penjelasan
umumnya
menyebutkan bahwa
Sistem Jaminan Sosial
Nasioanl pada dasarnya
merupakan program
Negara yang bertujuan
30
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
memberi kepastian
perlindungan dan
kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat
Indonesia. Melalui
program ini diharapkan
setiap orang dapat
memenuhi kebutuhan
dasar hidup yang layak
apabila terjadi hal-hal
yang dapat
mengakibatkan hilang
atau berkurangnya
pendapatan, karena
menderita sakit,
mengalami kecelakaan,
kehilangan pekerjaan,
memasuki usia lanjut,
atau pensiun.
Kesimpulan analisis :
UU 40/2004 sudah tepat
dituangkan dalam
undang-undang.
Mengingat pentingnya
memberikan
perlindungan terhadap
setiap manusia untuk
hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal
dan mendapatkan
lingkungan hidup yang
bersih dan sehat.
31
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
HAM dalam UU ini juga
diamanatkan dalam Pasal
28H ayat (3) dan Pasal 34
ayat (2) UUD 1945.
3. Pelaksa √ -
naan
dan
penega
kan
kedaula
tan
Negara
serta
pembag
ian
kekuasa
an
Negara
4. Wilayah √ -
Negara
dan
pembag
ian
daerah
5. Kewarg √ Sistem Jaminan Sosial
anegara Nasional merupakan
an dan program negara yang
kepend bertujuan memberikan
kepastian perlindungan dan
udukan
kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat, diharapkan
32
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
melalui program ini setiap
penduduk dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang
layak.
6. Keuang √
an
Negara
2 Perintah √
Undang-
Undang
untuk diatur
dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √ -
mengenai
kewenangan
absolut
Pemerintah
Pusat
4 Tindak lanjut √
Putusan MK
B. Anallisis terhadap
dasar hukum
mengingat:
Dalam bagian dasar
hukum mengingat UU
24 Tahun 2011 tentang
BPJS, disebutkan 5
(lima) pasal UUD
1945, Pasal 20, Pasal
21, Pasal 23A, Pasal
28H ayat (1), (2), (3),
dan Pasal 34 ayat
(1),(2)
yaitu:
- Pasal 20
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukkan
bahwa
34
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
pembentukan UU
ini dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat
pembentuk yang
tepat (asas
kelembagaan atau
pejabat
pembentuk yang
tepat pasal 5
huruf b UU 12
tahun 2011).
Namun
seharusnya pasal
20 tidak
disebutkan secara
utuh yang
disebutkan secara
utuh, melainkan
hanya ayat (1)
yang terkait
dengan ketepatan
kelembagaan
pembentuk.
(landasan formil)
- Pasal 21
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukkan
bahwa DPR
berhak
mengajukan usul
rancangan UU
(rancangan
Undang-Undang
dapat berasal dari
DPR atau Presiden
pasal 43 ayat (1)
UU 12/2011).
- Pasal 23A
Pasal 23A
berbunyi : “Pajak
dan pungutan lain
35
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
yang bersifat
memaksa untuk
keperluan negara
diatur dengan
undang-undang.”
Pasal ini
mengamanatkan
bahwa segala
ketentuan
pemungutan yang
bersifat memaksa,
harus berdasarkan
undang-undang.
Dasar filosofis
karena tidak ada
perpindahan
kekayaan tanpa
persetujuan
pemilik, dan ini
menunjukkan
bahwa
masyarakat
(pemilik)
memberikan izin
atas perpindahan
sebagian
kekayaannya
kepada negara
melalui proses
pembuatan
undang-undang
dimana wakil
rakyat memberi
persetujuan. Pajak
asalnya dari rakyat
yang
pemungutannya
dikoordinir oleh
negara untuk
membiayai
pengeluaran
negara baik rutin
maupun
36
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
pembangunan
yang hasilnya
dinikmati oleh
rakyat. Disinilah
nampak kesatuan
antara rakyat dan
pemerintah untuk
pencapaian tujuan
bersama.
- Pasal 34 ayat
(1),(2)
Penyebutan pasal
ini menegaskan
bahwa fakir
miskin dan anak-
anak yang
terlantar
dipelihara oleh
negara.
Hal ini
membuktikan
jaminan
konstitusional
yang mengatur
kewajiban negara
di bidang
kesejahteraan
sosial. Di dalam
rumusan tersebut
terkandung
maksud bahwa
tidak boleh ada
seorangpun
rakyat yang
penghidupannya
tidak layak atau
berada digaris
kemiskinan.
Kalaupun ada
rakyat yang miskin
maka kewajiban
negara untuk
meliharanya serta
berusaha untuk
membuatnya
kembali menjadi
sejahtera.
Selanjutnya untuk
bidang kesehatan,
38
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
pada dasarnya
semua orang
termasuk
masyarakaat
kurang mampu
berhak atas hak
dasar salah
satunya adalah
hak memperoleh
kesehatan, untuk
itu
pemerintahpun
seharusnya
mampu menjamin
kesehatan bagi
setiap warganya
tanpa
memandang
status dari
masyarakat yang
mampu atau tidak
bila dilihat dari
bidang
ekonominya.
Fakta menunjukan
bahwa pelayanan
kesehatan bagi
masyarakat miskin
sangat terasa
perbedaannya
dengan pelayanan
bagi masyarakat
yang
berkecukupan
dalam bidang
ekonominya.
3 Pengaturan √ -
mengenai
kewenangan
absolut
Pemerintah
Pusat
4 Tindak lanjut √ Pembentukan UU BPJS
Putusan MK merupakan pelaksanaan
UU No 40/2004 Ttg SJSN,
setelah Putusan Mahkamah
Konstitusi terhadap
perkara Nomor 007/PUU-
III/2005, guna memberikan
kepastian hukum bagi
pembentukan BPJS untuk
melaksanakan program
Jaminan Sosial di seluruh
Indonesia.
41
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
1 Mengatur A. Analisis terhadap √
lebih lanjut “Nama” Undang-
ketentuan Undang:
UUD NRI Dalam petunjuk no.
Tahun 1945, 3 lampiran II UU
yang meliputi: No.12 tahun 2011,
dinyatakan bahwa
nama PUU dibuat
secara singkat
dengan hanya
menggunakan 1
(satu) kata atau
frasa yang secara
esensial maknanya
telah mencerminkan
isi PUU itu sendiri.
Ditinjau dari
namanya “Rumah
Sakit” dapat
diasumsikan bahwa
UU ini berisi tentang
pengelolaan dan
penyelenggaraan
Rumah Sakit. Maka
berdasarkan analisis
terhadap nama PUU
ini, sudah tepat
dijadikan UU.
B. Anallisis terhadap
dasar hukum
mengingat :
Dalam bagian dasar
hukum mengingat
UU 44 Tahun 2009
Tentang Rumah
Sakit, disebutkan 4
42
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
(empat) pasal UUD
1945, yaitu Pasal 5
ayat (1), Pasal 20,
Pasal 28 H ayat (1),
dan Pasal 34 ayat
(3).
- Pasal 5
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukan bahwa
pembentukan UU
ini dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat (asas
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang
tepat,sebagaimana
Pasal 5 huruf b UU
No. 12 Tahun 2011),
dalam hal ini
Presiden sebagai
kepala
pemerintahan.
(landasan formil).
- Pasal 20
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukkan
bahwa
pembentukan UU
ini dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat
pembentuk yang
tepat (asas
kelembagaan atau
pejabat
pembentuk yang
tepat pasal 5
43
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
huruf b UU 12
tahun 2011).
Namun
seharusnya pasal
20 tidak
disebutkan secara
utuh yang
disebutkan secara
utuh, melainkan
hanya ayat (1)
yang terkait
dengan ketepatan
kelembagaan
pembentuk.
(landasan formil)
- Pasal 28 H ayat
(1) :
setiap orang
berhak hidup
sejahtera lahir
dan bathin,
bertempat
tinggal, dan
mendapatkan
lingkungan hidup
yang baik dan
sehat serta
berhak
memperoleh
pelayanan
kesehatan.
Pasal ini jelas
mengamanatkan
bahwa sejak lahir
kedunia, setiap
orang
mempunyai hak
asasi antara lain
setiap orang
berhak
merasakan
fasilitas yang
diberikan oleh
44
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Negara agar
masyarakatnya
sejahtera lahir
batin. Warga
negara juga
berhak
mendapatkan
tempat tinggal
serta lingkungan
hidup yang baik
dan sehat untuk
ditinggali
bersama
keluarganya,
walaupun
beberapa
kelompok
masyarakat
belum bisa
merasakan atau
memiliki tempat
tinggal dan
lingkungan hidup
yang baik.
- Pasal 34 ayat (3)
Pasal 34 ayat (3)
berbunyi :
Negara
bertanggung
jawab atas
penyediaan
fasilitas
pelayanan
kesehatan dan
fasilitas
pelayanan umum
yang layak.
Pasal ini
mengamanatkan
bahwa negara
berkewajiban
membuat sarana
dan prasarana
45
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
umum yang
memadai dan
berkualitas dalam
pemberian
pelayanannya,
misalnya rumah
sakit, pelayanan
administrasi di
kelurahan dan
kecamatan,
maupun
penyediaan alat
transportasi yang
memadai dan
layak beserta
kelengkapannya.
7. HAM √ UU ini mengatur
tentang Hak Asasi
Manusia (sebagaimana
diatur pada UU No. 39
Tahun 1999 tentang
HAM) pada Pasaln29
huruf b menyatakan
bahwa rumah sakit
memberikan pelayanan
kesehatan yang aman,
bermutu,
antidiskriminasi, dan
efektif dengan
mengutamakan
kepentingan pasien
sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.
8. Hak dan √ Hak dan kewajiban warga
kewajiban negara dalam UU ini diatur
warga pada Pasal 32 yang
Negara menyatakan bahwa setiap
pasien mempunyai hak
antara lain memperoleh
informasi mengenai tata
tertib dan yang berlaku di
Rumah Sakit, memperoleh
informasi tentang hak dan
kewajiban pasien,
memperoleh layanan yang
manusiawi, adil, jujur, dan
46
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
tanpa diskriminasi, juga
memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu
sesuai dengan standar
profesi dan prosedur
operasional.
9. Pelaksana √
an dan
penegaka
n
kedaulata
n Negara
serta
pembagia
n
kekuasaan
Negara
10. Wilayah √
Negara
dan
pembagia
n daerah
11. Kewargan √
egaraan
dan
kependud
ukan
12. Keuangan √
Negara
2 Perintah √
Undang-
Undang untuk
diatur dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √ Penyelenggaraan urusan
mengenai penyediaan Rumah Sakit
kewenangan dibagi antara Pemerintah
absolut Pusat dan Daerah. Hal ini
dijelaskan pada Pasal 6 ayat
Pemerintah
(1). Ini menjelaskan bahwa
Pusat urusan pemerintahan yang
dimaksud diklasifikasikan
sebagai urusan
47
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
pemerintahan konkuren
(Ps. 9 ayat (3) UU Pemda).
Yang mana urusan
pemerintahan konkuren
yang diserahkan ke daerah
menjadi dasar pelaksanaan
Otonomi Daerah.
4 Tindak lanjut √
Putusan MK
B. Anallisis terhadap
dasar hukum
mengingat:
Dalam bagian dasar
hukum mengingat UU
14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan
Informasi Publik,
disebutkan 4 (empat)
pasal UUD 1945, Pasal
20, Pasal 21, Pasal 28
F, Pasal 28 J yaitu:
- Pasal 20
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukkan
bahwa
pembentukan UU
ini dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat
pembentuk yang
tepat (asas
kelembagaan atau
pejabat
pembentuk yang
tepat pasal 5
huruf b UU 12
tahun 2011).
Namun
seharusnya pasal
20 tidak
disebutkan secara
utuh yang
disebutkan secara
utuh, melainkan
hanya ayat (1)
49
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
yang terkait
dengan ketepatan
kelembagaan
pembentuk.
(landasan formil)
- Pasal 21
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukkan
bahwa DPR
berhak
mengajukan usul
rancangan UU
(rancangan
Undang-Undang
dapat berasal dari
DPR atau Presiden
pasal 43 ayat (1)
UU 12/2011).
- Pasal 28 F
Pasal 28 F
berbunyi : Setiap
orang berhak
untuk
berkomunikasi
dan memperoleh
Informasi untuk
mengembangkan
pribadi dan
lingkungan
sosialnya, serta
berhak untuk
mencari,
memperoleh,
memiliki, dan
menyimpan
Informasi dengan
menggunakan
segala jenis
saluran saluran
yang tersedia.
Pasal ini
mengamanatkan
50
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
bahwa negara
memberikan
jaminan terhadap
semua orang
dalam
memperoleh
informasi.
Mengingat hak
untuk
memperoleh
Informasi
merupakan hak
asasi manusia
sebagai salah satu
wujud dari
kehidupan
berbangsa dan
bernegara yang
demokratis.
- Pasal 28 J
Pasal 28 J
berbunyi
(1) Setiap orang
wajib
menghormati hak
asasi manusia
orang lain dalam
tertib kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa, dan
bernegara.
(2) Dalam
menjalankan hak
dan
kebebasannya,
setiap orang wajib
tunduk kepada
pembatasan yang
ditetapkan
dengan undang-
undang dengan
maksud semata-
51
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
mata untuk
menjamin
pengakuan serta
penghormatan
atas hak dan
kebebasan orang
lain dan untuk
memenuhi
tuntutan yang adil
sesuai dengan
pertimbangan
moral, nilai-nilai
agama,
keamanan, dan
ketertiban umum
dalam suatu
masyarakat
demokratis.
Penyebutan pasal
ini
mengamanatkan
bahwa negara
memberikan
pembatasan yang
ditetapkan
dengan undang-
undang dan untuk
menjamin
pengakuan serta
penghormatan
atas hak dan
kebebasan orang
lain dan untuk
memenuhi
tuntutan yang adil
sesuai dengan
pertimbangan
moral, nilai-nilai
agama,
keamanan, dan
ketertiban umum
dalam suatu
52
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
masyarakat
demokratis.
53
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
memperoleh,
memiliki,
menyimpan,
mengolah, dan
penyampaikan
informasi dengan
menggunakan
segala jenis saluaran
yang tersedia.
- Keberadaan
Undang-undang
tentang
Keterbukaan
Informasi Publik
sangat penting
sebagai landasan
hukum yang
berkaitan dengan
hak setiap orang
untuk memperoleh
informasi,
kewajiban negara
menyediakan dan
melayani
permintaan
informasi secara
cepat, tepat waktu,
biaya
ringan/proposional,
dan cara sederhana.
54
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
15. Pelaksana √
an dan
penegaka
n
kedaulata
n Negara
serta
pembagia
n
kekuasaan
Negara
16. Wilayah √
Negara
dan
pembagia
n daerah
17. Kewargan √
egaraan
dan
kependud
ukan
18. Keuangan √
Negara
2 Perintah √
Undang-
Undang untuk
diatur dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √
mengenai
kewenangan
absolut
Pemerintah
Pusat
4 Tindak lanjut √
Putusan MK
55
. YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima
Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
1 Melaksanakan √ Pelaksanaan dari ketentuan √
ketentuan pasal 14 ayat (3), pasal 17
Undang- ayat (6), Undang-Undang
undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan
(diperintahka
Sosial Nasional.
n secara
tegas)
2 Melaksanakan
ketentuan
Undang-
Undang
sepanjang
diperlukan
(tidak
diperintahkan
secara tegas)
3 Tindak lanjut
Putusan MA
57
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Putusan MA
58
9. Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset
Jaminan Sosial Kesehatan
2 Melaksanakan
ketentuan
Undang-
Undang
sepanjang
diperlukan
(tidak
diperintahkan
secara tegas)
3 Tindak lanjut
Putusan MA
60
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Sosial.
3 Untuk √ Pada dasar hukum
melaksanakan mengingat Perpres ini
penyelenggara terdapat Pasal 4 ayat (1)
an kekuasaan UUD 1945, yang
menyatakan bahwa
pemerintahan
pemegang kekuasaaan
pemerintahan adalah
Presiden.
Dalam konsep negara
Republik, Presiden
merupakan pemegang
kekuasaan pemerintahan
4 Tindak lanjut √
Putusan MA
12. Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan
61
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Penyelenggaran Jaminan
Sosial, dan Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun
2013 Tentang Jaminan
Kesehatan.
3 Untuk √ Pada dasar hukum
melaksanakan mengingat Perpres ini
penyelenggar terdapat Pasal 4 ayat (1)
aan UUD 1945, yang
menyatakan bahwa
kekuasaan
pemegang kekuasaaan
pemerintahan pemerintahan adalah
Presiden.
Dalam konsep negara
Republik, Presiden
merupakan pemegang
kekuasaan pemerintahan.
4 Tindak lanjut √
Putusan MA
14. Peraturan Presiden Nomor 108 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Isi
Laporan Program Jaminan Sosial)
15. Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2013 tentang Gaji atau Upah dan
Manfaat Tambahan Lainnya serta Intensif Bagi Anggoa Dewan Pengawas
dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan sosial
64
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
PP, atau materi untuk
melaksanakan
penyelenggaraan
kekuasaan Pemerintahan.
2 Melaksanakan √ Perpres ini melaksanakan
lebih lanjut perintah Pasal Perpres ini
perintah melaksanakan perintah
Peraturan Undang-undang nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan
Sosial.
3 Untuk √ Pada dasar hukum
melaksanakan mengingat Perpres ini
penyelenggar terdapat Pasal 4 ayat (1)
aan UUD 1945, yang
menyatakan bahwa
kekuasaan
pemegang kekuasaaan
pemerintahan pemerintahan adalah
Presiden.
Dalam konsep negara
Republik, Presiden
merupakan pemegang
kekuasaan pemerintahan.
4 Tindak lanjut √
Putusan MA
66
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
mencerminkan essensial
dari isi PUU tersebut,
dalam hal ini UU No. 36
Tahun 2009 menggunakan
kata “Kesehatan” sebagai
nama UU, pada pasal 1
ketentuan umum UU ini
yang dimaksud dengan
“Kesehatan” adalah
keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang
memungkinkan setiap
orang untuk hidup
produktif secara sosial dan
ekonomis. namun ditinjau
dari analisis materi muatan
akan lebih tepat bila
menggunakan judul
“Sistem Kesehatan
Nasional” karena
didalamnya memuat induk
dari unsur-unsur upaya
kesehatan. Sedangkan
dalam pasal 1 ketentuan
umum menjelaskan bahwa
Kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan
ekonomis. Dalam Pasal 167
ayat (4) mendelegasikan
pengaturan lebih lanjut
dengan Peraturan Presiden
mengenai pengelolaan
kesehatan, berdasarkan
pasal tersebut telah
dibentuk Peraturan
Presiden Nomor 72 Tahun
2012 tentang “Sistem
Kesehatan Nasional”, yang
didalam pasal 1 ketentuan
umum menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan
Sistem Kesehatan Nasional
adalah Sistem Kesehatan
67
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Nasional, yang selanjutnya
disingkat SKN adalah
pengelolaan kesehatan
yang diselenggarakan oleh
semua komponen bangsa
Indonesia secara terpadu
dan saling mendukung
guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-
tingginya, maknanya sesuai
dengan dasar sosiologis
konsideran menimbang UU
Nomor 36 Tahun 2009
bahwa upaya peningkatan
kesehatan menjadi
tanggung jawab semua
pihak dan sebagai investasi
pembangunan negara.
Konsideran UU
Dalam penjelasan lampiran
II UU 12/2011, bahwa
konsideran UU diawali
dengan kata menimbang,
memuat uraian singkat
mengenai pokok pikiran
yang menjadi
pertimbangan dan alasan
pembentukan PUU,
berurutan memuat unsur
filosofis, sosiologis, yuridis.
Unsur filisofis
menggambarkan cita
hukum meliputi suasana
kebatinan falsafah bangsa
yang bersumber dari
Pancasila dan Pembukaan
UUD NRI Tahun 1945,
dalam UU ini tersirat pada
konsideran menimbang
huruf a bahwa kesehatan
merupakan hak asasi
manusia dan salah satu
unsur kesejahteraan, unsur
sosiologis menggambarkan
kebutuhan masyarakat
dalam aspek kesehatan
68
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
tersirat pada konsideran
menimbang huruf b, c, dan
d bahwa upaya
peningkatan kesehatan
menjadi tanggung jawab
semua pihak dan sebagai
investasi pembangunan
negara, unsur yuridis
menggambarkan solusi
permasalahan hukum atau
untuk mengisi kekosongan
hukum, dalam UU ini
tersirat pada konsideran
menimbang huruf e bahwa
Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang
kesehatan sudah tidak
sesuai lagi dengan
perkembangan dan
kebutuhan hukum
masyarakat sehingga perlu
dicabut dan diganti dengan
yang baru.
Dasar Hukum UU
Dalam penjelasan lampiran
II UU 12/2011, bahwa dasar
hukum UU diawali dengan
kata mengingat memuat
dasar kewenangan
pembentukan PUU dan
dasar hukum dalam PUU
yang memerintahkan
pembentukan UU ini. Dasar
Hukum mengingat UU ini
terdiri atas tiga pasal yaitu
pasal 20, pasal 28H ayat (1),
pasal 34 ayat (3) UUD NRI
Tahun 1945.
Pasal 20
Pasal ini merupakan
landasan formil untuk
memenuhi asas
kelembagaan atau pejabat
pembentuk yang tepat
(Pasal 5 huruf b UU
12/2011).
69
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Politik Hukum UU
Untuk mencapai tujuan
nasional dilakukan melalui
upaya pembangunan yang
berkesinambungan dalam
suatu rangkaian
pembangunan yang
menyeluruh terarah dan
terpadu, termasuk
diantaranya pembangunan
kesehatan. Upaya
peningkatan derajat
kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya
memiliki arti penting guna
pembentukan sumber daya
manusia Indonesia,
peningkatan ketahanan
dan daya saing bangsa,
serta pembangunan
nasional.
Kesimpulan
UU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan tepat
dituangkan dalam jenis UU
70
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
dengan perubahan judul
tersebut diatas.
71
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
2 Perintah √
Undang-
Undang untuk
diatur dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √ Bidang kesehatan tidak
mengenai termasuk dalam urusan
kewenangan pemerintahan absolut,
absolut tapi termasuk kedalam
Pemerintah urusan konkuren yang
Pusat menjadi kewenangan
daerah dalam urusan
pemerintah wajib yang
berkaitan dengan
pelayanan dasar
(berdasarkan pasal 12
UU 23/2014 ttg Pemda)
4 Tindak lanjut √
Putusan MK
72
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
dapat diasumsikan
bahwa UU ini berisi
tentang ketentuan
mengenai
perilndungan
terhadap Hak Asasi
Manusia di Indonesia.
B. Analisis terhadap
dasar hukum
mengingat:
Dalam bagian dasar hukum
mengingat UU No.39
Tahun 1999 Tentang HAM,
disebutkan 11(sebelas )
pasal UUD 1945, yaitu:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20
ayat (1), Pasal 26, Pasal 27,
Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30,
Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33
ayat (1) dan ayat (3), dan
Pasal 34 Undang-Undang
Dasar 1945.
- Pasal 5 ayat (1)
Penyebutan pasal ini
adalah untuk
menunjukkan bahwa
pembentgukan UU ini
dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat.
Sebagaimana dimaksud
asas kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat dalam Pasal
5 huruf b UU 12 Tahun
2011, dalam hal ini
Presiden sebagai
kepala pemerintahan
(landasan formil);
- Pasal 20 ayat (1)
Pada dasarnya
penyebutan pasal 20
73
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
adalah sama maknanya
dengan penyebutan
Pasal 5 ayat(1), yaitu
untuk memenuhi asas
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat (Pasal 5
huruf b UU 12 Tahun
2011).
- Pasal 26
Pasal ini
mencantumkan bahwa
warga negara ialah
orang-orang bangsa
Indonesia asli dan
orang-orang bangsa
lain yang disahkan
sebagai warga negara.
Selain itu disebutkan
pula bahwa penduduk
ialah warga negara
Indonesia dan orang
asing yang bertempat
tinggal di Indonesia.
Pencantuman pasal ini
dalam UU No.39/1999
ingin menegaskan
bahwa seluruh warga
negara dan penduduk
Indonesia mendapat
perlindungan HAM
- Pasal 28
Pasal ini menegaskan
bahwa pelindungan
HAM bagi warga
negara dan penduduk
Indonesia meliputi
kemerdekaan untuk
berserikat dan
berkumpul,
mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan
tulisan
74
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Pasal 28 UUD 1945 ini
merupakan pasal yang
secara khusus
mengenai HAM, hal ini
tercantum dalam Pasal
28A hingga Pasal 28 J
yang secara terperinci
mengatur hak dan
kewajiban warga
negara dalam usaha
pemenuhan HAM
- Pasal 29
Pasal ini mengatur
tentang perlindungan
HAM dari segi agama.
Dalam hal ini negara
berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha
Esa dan menjamin
kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk
memeluk agamanya
masing-masing dan
untuk beribadat
menurut agamanya
dan kepercayaannya
itu.
- Pasal 30
Pasal ini secara umum
mengatur tentang
Pertahanan dan
keamanan negara serta
usaha pertahanan dan
keamanan semesta
oleh TNI, Polri sebagai
kekuatan utama dan
rakyat sebagai
kekuatan pendukung.
Terkait masalah HAM
memang tidak secara
khusus tersurat dalam
Pasal ini,namun dalam
ayat (4) dicantumkan
75
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
mengenai tugas Polri
adalah alat negara
yang menjaga
keamanan dan
ketertiban masyarakat
bertugas melindungi,
mengayomi, melayani
masyarakat serta
menegakkan hukum.
Mengenai tugas Polri
tersebut cukup penting
dalam perlindungan
HAM di Indonesia,
khususnya fungsi
penegakan hukum jika
terjadi pelanggaran
HAM terhadap warga
negara Indonesia.
Disarankan sebaiknya
dalam UU No.39 Tahun
1999 ini untuk
mencantumkan secara
khusus Pasal 30 ayat
(4) dalam ketentuan
mengingat, hal ini
karena terkait masalah
HAM yang disebutkan
dalam Pasal 30 tidak
secara langsung
menyebutkan
kewenangan TNI dalam
pemenuhan HAM.
Kewenangan TNI yang
disebutkan dalam pasal
ini lebih kearah
pertahanan negara.
- Pasal 31
Pasal ini mengatur
tentang pendidikan
dan kebudayaan. Hak
untuk mendapatkan
pendidikan dan
76
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
pengajaran adalah
salah satu hak asasi
yang paling mendasar,
oleh sebab itu setiap
warga negara berhak
mendapat pendidikan.
Selain itu pemerintah
wajib membiayai
pendidikan serta
mengusahakan dan
menyelenggarakan
satu sistem pendidikan
nasional.
- Pasal 32
Pasal 32 ini mengatur
tentang kebudayaan
nasioanl dengan
menjamin kebebasan
masyarakat dalam
memelihara dan
mengembangkan nilai-
nilai budayanya.
77
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
maupun penafsiran
MK, menunjukan
bahwa Pasal 33
merupakan satu
kesatuan yang utuh,
ayat yang satu
berkaitan dengan ayat
yang lain. Makna Pasal
33 UUD 1945 ini
berintikan bahwa
perekonomian nasional
dilaksanakan dengan
asas kekeluargaan
untuk sebesar-
besarnya kemakmuran
rakyat, dan oleh
karenanya cabang-
cabang produksi yang
penting dan menguasai
hajat hidup orang
banyak perlu dikuasai
oleh Negara.
Oleh karena Pasal 33 ini
harus dilihat secara
utuh, maka tidak tepat
jika hanya sebagian
ayat saja yang dijadikan
sebagai dasar hukum
membentuk suatu UU.
(lihat contoh kasus JR
UU 7/2004 tentang
SDAir, Putusan MK No.
85/PUU-XI/2013 hlm.
131-145) juga
membahas dan
menafsirkan ayat (1)
dan (2) dan (4),
walaupun UU ini hanya
menggunakan ayat (3)
dan (5) sebagai
landasan hukumnya).
Berdasarkan dari
pertimbangan tigas
78
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
aspek (isi, sejarah dan
pendapat MK)
tersebut, maka dapat
dipahami makna pasal
33 ini adalah bahwa
dalam menerapkan
roda perekonomian
nasional dan
pemanfaatan SDA
harus dalam rangka
menjamin kepentingan
masyarakat secara
kolektif dan untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat,
serta adanya
penguasaan Negara
atas cabang-cabang
produksi strategis
(menguasai hajat hidup
orang banyak). Jika
tidak menjiwai ketiga
kriteria tersebut, maka
suatu UU tidak dapat
melegitimasi Pasal 33
UUD 1945 sebagai
dasar hukum
pembentukannya.
Beberapa unsur yang
harus ada ketika suatu
UU yang menyatakan
dirinya sebagai
pengaturan lebih lanjut
Pasal 33 UUD 1945
dapat disebutkan sbb:
- Adanya cabang-
cabang produksi
yang menguasai
hajat hidup orang
banyak, yang
harus dikuasai
oleh Negara;
- Adanya
79
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
pembatasan hak-
hak
individu/swasta
untuk
kepentingan
kolektif dalam
mencapai
sebesar-besarnya
kemakmuran
rakyat;
- Pasal 34
Pasal ini
mengatur
tentang
kewajiban negara
untuk
memelihara fakir
miskin dan anak-
anak terlantar.
Selain itu negara
wajib
menyediakan
sistem jaminan
sosial bagi
seluruh rakyat.
Selain itu Negara
bertanggungjawa
b atas
penyediaan
fasilitas
pelayanan
kesehatan dan
fasilitas
pelayanan umum
yang layak.
C. Analisis terhadap
Politik Hukum (arah
pengaturan):
Politik hukum UU
No.39 Tahun 1999
tentan HAM dapat
80
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
ditinjau dari
konsideran
menimbang dan/atau
penjelasan umum nya.
Dalam konsideran
menimbang, dikatakan
bahwa manusia,
sebagai makhluk
ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa yang
mengemban tugas
mengelola dan
memelihara alam
semesta dengan penuh
ketaqwaan dan penuh
tanggung jawab untuk
kesejahteraan umat
manusia, oleh pencipta-
Nya dianugerahi hak
asasi untuk menjamin
keberadaan harkat dan
martabat kemuliaan
dirinya serta
keharmonisan
lingkungannya; hak
asasi manusia
merupakan hak dasar
yang secara kodrati
melekat pada diri
manusia, bersifat
universal dan langgeng,
oleh karena itu harus
dilindungi, dihormati,
dipertahankan, dan
tidak boleh diabaikan,
dikurangi, atau
dirampas oleh
siapapun. selain hak
asasi, manusia juga
mempunyai kewajiban
dasar antara manusia
yang satu terhadap
yang lain dan terhadap
masyarakat secara
keseluruhan dalam
kehidupan
81
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
bermasyarakat,
berbangsa, dan
bernegara;
Kesimpulan analisis:
Kesimpulan
UU Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik
Kedokteran tidak tepat
dituangkan dalam jenis UU
sebab secara substansi
tidak dalam rangka
mengatur lebih lanjut dari
Pasal tertentu dalam UUD
NRI Tahun 1945. Jenis
peraturan perundang-
undangan yang
direkomendasikan adalah
dalam bentuk Peraturan
Presiden.
31. HAM √
32. Hak dan √
kewajiban
warga
Negara
33. Pelaksana √
an dan
penegaka
n
kedaulata
n Negara
serta
pembagia
n
kekuasaan
Negara
34. Wilayah √
Negara
dan
pembagia
n daerah
35. Kewargan √
egaraan
dan
kependud
ukan
36. Keuangan √
86
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Negara
2 Perintah √
Undang-
Undang untuk
diatur dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √
mengenai
kewenangan
absolut
Pemerintah
Pusat
4 Tindak lanjut √
Putusan MK
87
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
34 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara
Republik Indonesia
Tahun 1945;
Dasar hukum tersebut
sama dengan dasar
hukum mengingat dari
undang-undang nomor
36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.
Dalam konsideran
menimbang huruf d
menerangkan bahwa
pengaturan
penyelenggaraan upaya
kesehatan jiwa dalam
peraturan perundang-
undangan saat ini belum
diatur secara komprehensif
sehingga perlu diatur
secara khusus dalam satu
Undang-Undang;
Kesehatan Jiwa merupakan
sub bagian dari upaya
kesehatan dalam undang-
undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan.
Kesimpulan
UU Nomor 18 Tahun 2014
tentang Kesehatan Jiwa
tidak tepat dituangkan
dalam jenis UU sebab
secara substansi
merupakan sub bagian dari
upaya kesehatan. Jenis
peraturan perundang-
undangan yang
direkomendasikan adalah
dalam bentuk Peraturan
Pemerintah.
37. HAM √
38. Hak dan √
kewajiban
warga
88
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Negara
39. Pelaksana √
an dan
penegaka
n
kedaulata
n Negara
serta
pembagia
n
kekuasaan
Negara
40. Wilayah √
Negara
dan
pembagia
n daerah
41. Kewargan √
egaraan
dan
kependud
ukan
42. Keuangan √
Negara
2 Perintah √
Undang-
Undang untuk
diatur dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √
mengenai
kewenangan
absolut
Pemerintah
Pusat
4 Tindak lanjut √
Putusan MK
89
21. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Konsideran menimbang
secara menyeluruh
mendasarkan pada
pengendalian dan
pengawasan bahaya
penyalahgunaan dan
90
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
peredaran gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika,
ini merupakan kekhususan
dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan.
Kesimpulan
UU No.35 Tahun 2009
tentang Narkotika ini sudah
tepat dituangkan dalam
jenis UU. Hal ini mengingat
bahwa Narkotika, ini
memiliki sifat kekhususan
dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan.
43. HAM √
44. Hak dan √
kewajiban
warga
Negara
45. Pelaksana √
an dan
penegaka
n
kedaulata
n Negara
serta
pembagia
n
kekuasaan
Negara
46. Wilayah √
Negara
dan
pembagia
n daerah
47. Kewargan √
egaraan
dan
kependud
ukan
48. Keuangan √
Negara
2 Perintah √
91
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Undang-
Undang untuk
diatur dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √
mengenai
kewenangan
absolut
Pemerintah
Pusat
4 Tindak lanjut √
Putusan MK
2 Melaksanak
an
ketentuan
Undang-
Undang
sepanjang
diperlukan
(tidak
diperintahka
n secara
tegas)
3 Tindak lanjut
Putusan MA
94
BAB III
KEJELASAN RUMUSAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Bab ini berisi narasi, data, dan hasil analisis dan evaluasi hukum dalam
dimensi kejelasan rumusan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap
peraturan perundang-undangan harus disusun sesuai dengan teknik
penyusunan peraturan perundang-undangan, yang memperhatikan :
- Sistimatika,
- Pilihan kata atau istilah,
- Teknik penulisan,
- Penggunaan bahasa peraturan perundang-undangan yang lugas dan
pasti, hemat kata, obyektif dan menekan rasa subjektif,
- Pembakuan makna kata, ungkapan atau istilah yang digunakan secara
konsisten,
- Pemberian definisi atau batasan artian secara cermat, sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaannya.
96
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
umum, hal ini sesuai dengan petunjuk
no. 98 huruf c, Lampiran II UU No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan).
3 Pasal 7 Pasal 7 ayat (2) menyebutkan bahwa √
Dewan Jaminan Sosial Nasional berfungsi
Nasional berfungsi merumuskan
kebijakan umum dan sinkronisasi
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
Analisis :
Apa yang dimaksud dengan
merumuskan kebijakan umum, dan
dalam format apa dituangkan
kebijakan umum tersebut, hal ini tidak
dijelaskan dalam UU SJSN. Demikian
juga dengan frase “sinkronisasi
penyelenggaraan Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Apa itu
penyelenggaraan Sistem Jaminan
Sosial Nasional, bagaiman ruang
lingkup sinkronisasi dan cara
melakukan sinkronisasi tidak jelas
maksudnya, sehingga anggota DJSN
memberikan penafsiran yang
beragam tentang hal tersebut.
Akibatnya kedua fungsi tersebut tidak
jelas pelaksanaannya.
4 Pasal 7 Pasal 7 ayat (3) menyebutkan bahwa √
ayat (3) Dewan Jaminan Sosial Nasional bertugas :
a. melakukan kajian dan penelitian yang
berkaitan dengan penyelenggaraan
jaminan sosial;
b. mengusulkan kebijakan investasi
Dana Jaminan sosial Nasional; dan
c. mengusulkan anggaran jaminan
sosial bagi penerima bantuan iuran
dan tersedianya anggaran operasinal
kepada Pemerintah.
Analisis :
Pasal 7 ayat (3) huruf b UU SJSN tidak
jelas menentukan kepada siapa atau
97
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
instansi mana usul kebijakan investasi
Dana Jaminan Sosial ditujukan. Kemudian
apakah kebijakan investasi aset BPJS tidak
tercakup dalam ketentuan Pasal 7 ayat (3)
huruf b tersebut.
Analisis :
Undang-undang Sisitem Jaminan Sosial
Nasional ini tidak memberikan penjelasan
mengenai apa yang dimaksud dengan
kelas standar sehingga dalam praktek
peserta yang membutuhkan rawat inap di
rumah sakit mendapat pelayanan rawat
inap di rumah sakit di Kelas I, Kelas II, atau
Kelas III sesuai dengan kategori
kepesertaannya.
Analisis :
Undang-undang ini tidak secara jelas
menentukan bentuk “kesepakatan antara
Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan
dan asosiasi fasilityas kesehatan di
wilayah tersebut” untuk menentukan
besarnya pembayaran kepada fasilitas
kesehatan untuk setiap wilayah. Apakah
dalam bentuk perjanjian notoriilatau di
bawah tangan atau cukup Nota
Kesepahaman.
Analisis :
Frasa “sejak permintaan pembayaran
diterima”, penjelasan Pasal 24 ayat (2)
tidak menjelaskan frasa tersebut, tetapi
menjelaskan hal lain seperti bahwa
ketentuan tersebut menghendaki agar
BPJS membayar fasilitas kesehatan secara
efektif dan efisien, kapitasi, dan cakupan
anggaran kapitasi.
100
17. Ketentuan peralihan
18. Ketentuan penutup
2. Status pasal :
Masih berlaku;
Pasal 15 ayat (1), bertentangan dengan UUD 1945 berdasarkan
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 82/PUU-X/2012.
1 2 3 4 5 6
Analisis :
101
No Pasal Analisis Rekomendasi
1 2 3 4 5 6
Analisis :
Pasal ini ambigu, tidak jela maksudnya.
Apakah pengusulan kembali tersebut
tetap mengikuti proses seleksi atau
tidak ? Apakah pengusulan kembali
tersebut berarti kembali pada posisi
atau jabatan sebelumnya.
Analisis :
Hal ini dapat digunakan sebagai alasan
untuk menjatuhkan anggota Dewan
Pengawas atau anggota Direksi dengan
alasan yang tidak terukur.
Analisis :
102
No Pasal Analisis Rekomendasi
1 2 3 4 5 6
Analisis :
Dalam UU BPJS tidak jelas menentukan
lembaga mana yang berwenang untuk
menyatakan penerimaan dan
pembebasan terhadap
pertanggungjawaban atas pelaksanaan
tugas Dewan Pengawas dan Direksi.
Analisis :
Frasa “Pemerintah dapat mengambil
kebijakan khusus”, tidak ada
penjelasan mengenai apa yang
dimaksud dengan pemerintah dapat
mengambil kebijakan khusus tersebut.
Berbeda halnya dengan Pasal 56 ayat
(3) UU BPJS khususnya frase
“Pemerintah dapat melakukan
tindakan khusus”, frasa tersebut
dijelaskan dalam penjelasannya yang
menyatakan bahwa “tindakan khusus”
tersebut antara lain berupa
penyesuaian manfaat, iuran, dan/atau
103
No Pasal Analisis Rekomendasi
1 2 3 4 5 6
1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ini terdiri dari
15 Bab, 66 Pasal, dibentuk dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat, dengan karateristik tersendiri yang harus tetap
mampu meningkatkan pelayananan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat secara menyeluruh, diberikan melalui institusi. Sistimatika sebagai
berikut :
1. ketentuan umum;
2. asas dan tujuan;
3. tujuan dan fungsi;
4. tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah;
5. persyaratan;
6. jenis dan klasifikasi;
104
7. perizinan;
8. kewajiban dan hak;
9. penyelenggaraan;
10. pembiayaan;
11. pencatatan dan pelaporan;
12. pembinaan dan pengawasan;
13. ketentuan pidana;
14. ketentuan peralihan;
15. ketentuan penutup.
2. Status pasal :
Masih berlaku;
Analisis :
Ketentuan pasal 16 ini bersifat administratif,
namun dalam pasal-pasal
106
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
Namun, dalam pasal-pasal selanjutnya yang
menjelaskan tentang sanksi, dikatakan bahwa
sanksi yang diberikan untuk pelanggaran pasal ini
adalah sanksi pidana. Sehingga, yang turut
menjadi permasalahan kemudian adalah
bagaimana kita dapat mencantumkan sanksi
pidana terhadap pasal ini, apabila ketentuannya
bersifat administratif dan pengaturan lebih lanjut
terhadap pasal-pasal tersebut dilimpahkan
kepada Peraturan Perundang-undangan (lainnya),
Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Menteri.
Analisis :
Ketika akan dibenturkan dengan pasal 17 tentang
pencabutan izin operasional atau tidak
diberikannya izin mendirikan rumah sakit, maka
masalah lain yang muncul adalah kemungkinan
akan “pemakluman” dan “pembijaksanaan-
pembijaksanaan” yang sifatnya negatif dari pihak-
pihak yang ingin mencari keuntungan sendiri
tanpa mempertimbangkan dampak negatif dari
“pemakluman” dan “pembijaksanaan-
pembijaksanaan” ini terhadap keselamatan dan
kepuasan pasien yang menjadi isu utama
diusungnya kebijakan tentang rumah sakit ini.
Analisis :
Hal ini juga bertentangan dengan tujuan dari UU
RS dimana dalam pasal 2 dijelaskan bahwa Rumah
Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan
didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan
profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan
hak dan anti diskriminasi, pemerataan,
perlindungan dan keselamatan pasien, serta
107
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
mempunyai fungsi sosial.
Analisis :
Pasal tersebut sebenarnya merugikan semua
tenaga kesehatan lainnya ataupun profesi lain
yang mampu secara kepemimpinan dan
manajerial untuk memimpin rumah sakit.
UU rumah sakit pasal 34 memutuskan harapan
profesi lain yang secara kepemimpinan dan
manajerial mampu memimpin rumah sakit,
bahkan jika kembali pada UUD 1945 pasal 27,
pasal tersebut telah melanggar UUD yaitu hak
asasi seseorang untuk layak mendapatkan
pekerjaan maupun kedudukan.
108
ini merupakan pemenuhan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud
dari kehidupan berbangsa dan bernegara., dengan sistimatika sbb :
1. ketentuan umum;
2. asas dan tujuan;
3. hak dan kewajiban pemohon dan pengguna informasi publik
serta hak dan kewajiban badan publik;
4. informasi yang wajib disediakan dan diumumkan;
5. informasi yang dikecualikan;
6. mekanisme memperoleh informasi;
7. komisi informasi
8. keberatan dan penyelesaian sengketa melalui komisi
informasi;
9. hukum acara komisi;
10. gugatan ke pengadilan dan kasasi;
11. ketentuan pidana;
12. ketentuan lain-lain;
13. ketentuan peralihan;
14. ketentuan penutup.
2. Status pasal :
Masih berlaku;
Pasal 5 ayat (2), (3), (4) tidak berlaku berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 007/PUU-III/2005, tanggal 31
Agustus 2005;
Pasal 13 ayat (1)
Analisis :
Masyarakat atau pihak yang
memerlukan informasi , karena
tidak jelas rumusan frase bahwa
Badan Publik harus membangun
dan mengembangkan sistem
informasi dan dokumentasi, dalam
bentuk ada hal tersebut.
111
5. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima
Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
112
6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2013 Tentang Modal Awal
Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
113
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
2 Pasal 4 Hal-hal lain yang bersifat umum yang √
berlaku bagi pasal atau beberapa
pasal berikutnya antara lain ketentuan
yang mencerminkan asas, maksud,
dan tujuan tanpa dirumuskan
tersendiri dalam pasal atau bab
seharusnya dimuat dalam ketentuan
umum. Merujuk pada petunjuk no.98
Lampiran II UU No.12 Tahun 2011
115
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
Ayat (6) : √
116
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
c. aset program Jaminan Kesehatan
yang menjadi hak peserta dari BUMN
yang menjalankan program Jaminan
Kesehatan; dan
Pasal 38,
Pasal 40,
Pasal 46
Catatan: Perubahan pada PerPres No.12 Tahun 2013 terdiri dari 47 pasal, 18
Pasal sisipan Ps1A, Ps6A, Ps16, Ps16A, Ps16B, Ps16C, Ps16D, Ps16E, Ps16F,
Ps16G, Ps16H, Ps16I, Ps17A, Ps17B, Ps18, Ps27A,P s27B, Ps43A, 16 Pasal diubah
118
(diubah, ditambahkan, dihapus ayat/hurufnya), yaitu Ps4, Ps5, Ps6, Ps11, Ps16,
Ps17, Ps19, Ps22, Ps23, Ps25, Ps28, Ps32, Ps38, Ps43, Ps44
119
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
peraturan menteri tentang apa dan
nomor berapa. Seharusnya dijelaskan
mengenai peraturna menteri yang mana
yang merupakan rujukan dari pasal ini.
4 Pasal 22 Pada penjelasan pasal 22 ayat (2) yang √
berbunyi “ Dalam hal pelayanan
kesehatan lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c telah ditanggung
dalam program pemerintah, maka tidak
termasuk dalam pelayanan kesehatan
yang dijamin” tidak diketahui jenis
“program pemerintah” yang
dimaksudkan dalam pasal tersebut.
Seharusnya dijelaskna mengenai
program pemerintah ang berkaitan
dengan “ tindakan medis spesialistik
sesuai dengan indikasi medis” sesuai
dengan isi pasal.
5 Pasal 25 Penggunaan kata “dan” hendaknya √
diganti dengan kata “atau”. Karena
huruf a sampai dengan huruf o tidak
dimaksudkan secara kumulatif,
melainkan alternatif.
12. Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan
Catatan: Perubahan pada PerPres No.12 Tahun 2013 terdiri dari 47 pasal,18
Pasal sisipan Ps1A,Ps6A,Ps16,Ps16A,Ps16B,Ps16C, Ps16D, Ps16E, Ps16F, Ps16G,
120
Ps16H, Ps16I,Ps17A,Ps17B,Ps18,Ps27A,Ps27B,Ps43A, 16 Pasal diubah
(diubah,ditambahkan,dihapus ayat/hurufnya), yaitu Ps4, Ps5, Ps6, Ps11, Ps16,
Ps17, Ps19, Ps22, Ps23, Ps25, Ps28, Ps32, Ps38, Ps43, Ps44
121
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
- Penulisan judul Perpres tersebut terlalu
panjang dan dapat menimbulkan
kerancuan
122
14. Peraturan Presiden Nomor 108 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Isi
Laporan Program Jaminan Sosial)
undangan.
15. Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2013 tentang Gaji atau Upah dan
Manfaat Tambahan Lainnya serta Intensif Bagi Anggoa Dewan Pengawas
dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan sosial
123
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Judul Perpres Sesuai dengan aturan dalam nomor 3 √
Lampiran II UU No 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, bahwa Nama
Peraturan Perundang–undangan dibuat
secara singkat dengan hanya
menggunakan 1 (satu) kata atau frasa
tetapi secara esensial maknanya telah
dan mencerminkan isi Peraturan
Perundang–
undangan.
124
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
Kemudian dalam penghematan kata
dam agar dapat menjadi satu frasa maka
dapat diubah menjadi “Pengelolaan Dan
Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan
Kesehatan Nasional Milik Pemerintah
Daerah”
Terdiri dari 205 Pasal dengan status pasal masih berlaku seluruhnya.
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Judul Dalam penjelasan lampiran II UU 12/2011, √
Undang- judul peraturan perundangan –
undangan (PUU) selain memuat
Undang No. keterangan mengenai jenis, nomor,
36 Tahun tahun pengundangan, nama PUU dibuat
2009 menggunakan suatu kata atau frasa
tentang yang maknanya mencerminkan essensial
dari isi PUU tersebut, dalam hal ini UU
Kesehatan No. 36 Tahun 2009 menggunakan kata
“Kesehatan” sebagai nama UU, pada
pasal 1 ketentuan umum UU ini yang
dimaksud dengan “Kesehatan” adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Dalam Pasal 167 ayat (4)
mendelegasikan pengaturan lebih lanjut
dengan Peraturan Presiden mengenai
pengelolaan kesehatan, berdasarkan
pasal tersebut telah dibentuk Peraturan
Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang
“Sistem Kesehatan Nasional”, yang
didalam pasal 1 ketentuan umumnya
menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan Sistem Kesehatan Nasional
adalah Sistem Kesehatan Nasional, yang
selanjutnya disingkat SKN adalah
pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia secara terpadu dan
saling mendukung guna menjamin
125
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya,
maknanya sesuai dengan dasar
konsideran menimbang UU Nomor 36
Tahun 2009 bahwa bahwa setiap
kegiatan dalam upaya untuk memelihara
danmeningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya
dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif, partisipatif, dan
berkelanjutandan upaya peningkatan
kesehatan ini menjadi tanggung jawab
semua pihak dan sebagai investasi
pembangunan negara.
126
BAB IV
128
masalah kesehatan. Dari variabel tersebut diturunkan lagi menjadi
indikator penilaian sehingga dapat dihasilkan rekiomendasi terhadap
ketentuan pasal-pasal yang dievaluasi.
Dari 28 PUU peraturan perundang-undangan terkait Pemenuhan
Hak Kesehatan yang dianalisis, masih terdapat ketentuan pasal yang
tidak sesuai dengan asas materiil. Berikut data hasil penilaian PUU
terkait masalah Pemenuhann Kesehatan, yang ditinjau dari dimensi
kesesuaian norm dengan asa dan indikator yang sudah ditentukan.
Analisis :
prinsip asuransi
sosial sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 19 dan
penjelasan UU SJSN
mengamanahkan
gotong royong
antara si kaya
dengan si miskin,
tua-muda, sehat-
sakit dan beresiko
tinggi-rendah dapat
ditempuh dengan
pelibatan Pemda
serta masyarakat
sehingga
memungkinkan
kepesertaan wajib
133
No Pasal Keterkaiatan dengan Analisis Rekomendasi
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
tidak selektif, iuran
berdasar upah dan
lembaga makin
nirlaba dengan
gotong royong.
Outputnya adalah
memperoleh
kesamaan pelayanan
(asas ekuitas) yang
tidak terkait dengar
besarnya iuran yang
dibayarkan.
134
No Pasal Keterkaiatan dengan Analisis Rekomendasi
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
dapat dimaknai
partisipatif dan
pengelolaan yang
inklusif, melibatkan
Pemda dan
Masyarakat (secara
perorangan maupun
terorganisir melalui
Civil Society
Organization).
Sehingga
Kesejahteraan sosial
yang hendak
dicapaipun dapat
dirancang dan
dikontrol bersama
seperti diatur dalam
Pasal 174 UU no 36
Tahun 2009 tentang
Kesehatan.Dalam
era sekarang
Pemerintah akan
mampu mencegah
penyalahgunaan
wewenang apabila
pengelolaan badan
publik dilaksanakan
melibatkan 3 pihak,
Pemerintah,
masyarakat dan
dunia usaha
sebagaimana
diamanahkan dalam
Pasal 3 UU no 14
Tahun 2008 tentang
Keterbukaan
Informasi Publik
Rumusan yang
diusulkan adalah: “
Memberikan
perlindungan terhadap
keselamatan pasien,
masyarakat mampu dan
tidak mampu,
lingkungan rumah sakit
dan sumber daya
manusia di rumah sakit
”
143
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
informasi publik
tersebut. Ketentuan ini
juga dapat
menyebabkan moral
hazard Badan publik,
yakni dengan secara
sengaja tidak
menguasai dan
mendokumentasikan
informasi publik yang
berada di bawah
kewenanganya dengan
maksud untuk
menghindari
transparansi
(keterbukaan), yang
pada akhirnya dapat
menyebabkan tidak
terjaminnya
transparansi
(keterbukaan) informasi
publik. Padahal sesuai
dengan Pasal 7 ayat 1,
Badan Publik justru
diwajibkan untuk
menyediakan informasi
publik yang berada di
bawah kewenanganya.
Kata “diwajibkan untuk
menyediakan” pada
ketentuan Pasal 7 ayat 1
tersebut seharusnya
dimaknai juga sebagai
kewajiban untuk
menguasai dan
mendokumentasikan
informasi publik yang
berada di bawah
kewenanganya
sehingga dapat
disediakan kepada
publik. Dengan
demikian ketentuan
Pasal 6 ayat 3 huruf e
tersebut sebaiknya
dicabut.
2 Pasal Keter Kejelasan Pasal 52 UU KIP ini √
52 tiban sanksi menyatakan bahwa
144
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
dan terhadap “Badan Publik yang
Kepa pelanggar dengan sengaja tidak
stian an menyediakan, tidak
Huku memberikan, dan/atau
m tidak menerbitkan
Informasi Publik berupa
Informasi Publik secara
berkala, Informasi Publik
yang wajib diumumkan
secara sertamerta,
Informasi Publik yang
wajib tersedia setiap
saat, dan/atau Informasi
Publik yang harus
diberikan atas dasar
permintaan sesuai
dengan UndangUndang
KIP ini, dan
mengakibatkan kerugian
bagi orang lain
dikenakan pidana
kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan/atau
pidana denda paling
banyak Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah)”.
Pasal 52 tersebut
memang sudah
mengatur mengenai
pengenaan sanksi
terhadap pelanggaran
sebagaimana dimaksud
di atas, namun
sebagaimana dijelaskan
pada penjelasan Pasal
52 tersebut diketahui
bahwa sanksi tersebut
hanya mencakup pada
Badan Publik bukan
Negara (dalam hal ini;
badan hukum,
perseroan,
perkumpulan, atau
yayasan, dan orang
yang memberikan
perintah atau pimpinan
Badan Publik bukan
Negara), sedangkan
145
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
sanksi terhadap
pelanggaran yang
dilakukan oleh Badan
Publik negara atau
pejabat Badan Publik
Negara belum diatur
secara jelas. Bahwa
semakin terbuka
penyelenggaraan suatu
Badan Publik untuk
diawasi oleh
masyarakat,
penyelenggaraan Badan
Publik tersebut semakin
dapat
dipertanggungjawabka
n, oleh karena itu sanksi
terhadap Badan Publik
Negara atau pejabat
Badan Publik Negara
yang melanggar
ketentuan dalam Pasal
52 perlu diatur secara
jelas agar Badan Publik
Negara ataupun Pejabat
Badan Publik Negara
tidak dengan mudah
mengabaikan
pentingnya penyediaan
informasi publik,
terutama terkait
pelaksanaan putusan
Komisi Informasi
ataupun putusan
pengadilan yang
memerintahkan Badan
Publik Negara atau
pejabat Badan Publik
Negara untuk
memberikan sebagian
atau seluruh informasi
yang diminta oleh
Pemohon Informasi
Publik. Dengan
demikian Pasal 52
tersebut seharusnya
diubah dengan
menambahkan
146
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
ketentuan sanksi
terhadap Badan Publik
Negara atau pejabat
Badan Publik Negara,
yakni dalam hal ini
sanksi berupa pidana
denda dan pidana
tambahan berupa
pengumuman putusan
hakim.
Rekomendasi:
Pasal 52 ayat 1
Badan Publik bukan
negara yang dengan
sengaja tidak
menyediakan, tidak
memberikan, dan/atau
tidak menerbitkan
Informasi Publik berupa
Informasi Publik secara
berkala, Informasi Publik
yang wajib diumumkan
secara sertamerta,
Informasi Publik yang
wajib tersedia setiap
saat, dan/atau Informasi
Publik yang harus
diberikan atas dasar
permintaan sesuai
dengan UndangUndang
ini, dan mengakibatkan
kerugian bagi orang lain
dikenakan pidana
kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan/atau
pidana denda paling
banyak Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah).
Pasal 52 ayat 2
Badan Publik Negara
dan/atau Pejabat Badan
Publik Negara yang
dengan sengaja tidak
menyediakan, tidak
memberikan, dan/atau
tidak menerbitkan
147
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Informasi Publik berupa
Informasi Publik secara
berkala, Informasi Publik
yang wajib diumumkan
secara sertamerta,
Informasi Publik yang
wajib tersedia setiap
saat, dan/atau Informasi
Publik yang harus
diberikan atas dasar
permintaan sesuai
dengan UndangUndang
ini, dan mengakibatkan
kerugian bagi orang lain
dikenakan pidana denda
paling banyak Rp
5.000.000,00 (lima juta
rupiah) dan pidana
tambahan berupa
penggumuman putusan
hakim
Rekomendasi:
Pasal 48 ayat 1 huruf a
“Pengajuan gugatan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 ayat (1)
dan ayat (2) hanya dapat
ditempuh apabila salah
satu atau para pihak
yang bersengketa secara
tertulis menyatakan
tidak menerima putusan
Ajudikasi dari Komisi
149
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Informasi paling lambat
14 (empat belas) hari
kerja setelah
diterimanya putusan
tersebut”
PP Nomor 101 Tahun 2012 jo. PP Nomor 76 Tahun 2015 tentang Penerima
Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
Status Pasal :
Penjelasan Pasal 3:
Verifikasi dan validasi
dilakukan dengan
mencocokkan dan
mengesahkan data.
Permasalahan/Analisa:
Terkait dengan
pendataan fakir miskin
dan orang tidak
mampu, perlu
dipertimbangkan
mekanisme bagi fakir
miskin dan orang tidak
mampu untuk secara
aktif
melapor/mendaftarkan
diri kepada pihak yang
memiliki wewenang
pertama kali melakukan
153
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
pendataan. Hal tersebut
perlu dilakukan untuk
mengatasi bilamana ada
yang terlewat ketika
proses pendataan.
Rekomendasi:
Dapat ditambahkan dua
Pasal yang secara detil
mengatur peluang bagi
fakir miskin dan orang
tidak mampu untuk
secara aktif
melapor/mendaftar.
Usulan rumusan pasal,
kurang lebih berbunyi:
“Pasal X:
Dalam hal hasil
pendataan fakir dan
orang tidak mampu
sebagaimana Pasal 3,
lembaga yang
menyelenggarakan
urusan pemerintahan
dibidang statistik dapat
menerima data fakir
miskin dan orang tidak
mampu tambahan
susulan yang
disampaikan lembaga
yang ditunjuk sesuai
peraturan perundang-
undangan.”
“Pasal Y:
(1) Seorang fakir miskin
yang belum terdata
dapat secara aktif
mendaftarkan diri
kepada lurah atau
kepala desa atau nama
lain yang sejenis di
tempat tinggalnya.
(2) Kepala keluarga yang
telah terdaftar sebagai
fakir miskin wajib
melaporkan setiap
154
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
perubahan data anggota
keluarganya kepada
lurah atau kepala desa
atau nama lain yang
sejenis di tempat
tinggalnya.
(3) Lurah atau kepala
desa atau nama lain
yang sejenis wajib
menyampaikan
pendaftaran atau
perubahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) kepada
bupati/walikota melalui
camat.
(4) Bupati/walikota
menyampaikan
pendaftaran atau
perubahan data
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada
gubernur untuk
diteruskan kepada
Menteri.
(5) Dalam hal diperlukan,
bupati/walikota dapat
melakukan verifikasi dan
validasi terhadap
pendaftaran dan
perubahan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3).”
Permasalahan/Analisa:
Nomor identitas
155
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
menjadi kunci dari
kesuksesan
pelaksanaan jaminan
kesehatan nasional.
Nomor identitas
tunggal akan sangat
memudahkan
pendataan secara
administrasi terhadap
fakir miskin dan orang
tidak mampu.
Ketentuan Pasal 8 PP
Nomor 101 Tahun 2012
mengatur, BPJS sebagai
pihak yang wajib
memberikan nomor
identitas tunggal.
Namun, terkait
penomoran identitas
tunggal khususnya fakir
miskin sebelumnya
telah diatur dalam UU
Nomor 13 Tahun 2011
tentang Penanganan
Fakir Miskin. Dalam
undang-undang
tersebut, Menteri Sosial
diminta untuk memiliki
data terpadu fakir
miskin dengan
menerbitkan kartu
identitas. (Pasal 10 ayat
(5) UU Nomor 13/2011)
Rekomendasi:
Demi menghindari
duplikasi data fakir
miskin sebagaimana
telah dilakukan
Kementerian Sosial,
sebaiknya ditambahkan
satu ayat yang
mengatur mengenai
integrasi data fakir
miskin dari berbagai
kementerian/lembaga
menganani fakir miskin
156
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
dan orang tidak mampu
yang ditunjuk
berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Permasalahan/Analisa:
Tujuh kriteria fakir
miskin dan orang tidak
mampu dirasa kurang
begitu mengakomodir
golongan lain yang
memenuhi kriteria
sebagai fakir miskin dan
orang tidak mampu.
Rekomendasi:
Perlu diperluas kriteria-
kriteria di atas dengan
menyebutkan secara
tegas dan rinci. Usulan
penambahan kriteria
fakir miskin dan orang
tidak mampu, yakni:
Selanjutnya, khusus
penderita Kejadian
Ikutan Paska Imunisasi
(KIPI), dapat
memperoleh pelayanan
kesehatan dengan
menunjukkan kartu
identitas seperti KTP,
kartu keluarga dan lain-
lain.
Rekomendasi:
Dapat ditambahkan
satu ayat yang
mengatur soal peluang
diberlakukannya sanksi
dalam pelaksanaan
peran serta masyarakat.
Usulannya kurang lebih:
161
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
tentang Badan
Penyelenggara
Jaminan Sosial
Pasal 2:
(1) Nilai modal awal
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
1 sebesar
Rp500.000.000.000,0
0 (lima ratus miliar
rupiah).
(2) Modal awal
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) berbentuk tunai
dan merupakan
kekayaan Negara yang
dipisahkan.
(3) Modal awal
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) bersumber dari
Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2013.
Permasalahan/Analisa
:
UU Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan
Penyelenggara
Jaminan Sosial
memberikan hak
kepada BPJS berupa
modal awal
pemerintah maksimal
Rp 2 triliun rupiah.
Modal tersebut
diperlakukan sebagai
aset BPJS yang
peruntukkan
penggunaannya telah
diatur rinci dalam
undang-undang serta
aturan pelaksanannya.
UU Nomor 24 Tahun
2011 mengatur aset
Dana Jaminan Sosial
yang bersumber dari
iuran Jaminan Sosial
atau hasil
pengembangan Dana
Jaminan Sosial, itu
yang dapat digunakan
untuk pembayaran
manfaat kepada
masyarakat.
Dalam praktiknya,
BPJS diperbolehkan
menerima aset berupa
penambahan
penyertaan modal
163
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
negara, sekira tahun
2015. Berdasarkan PP
Nomor 124 Tahun 2015
tentang Penambahan
Penyertaan Modal
Negara ke dalam
Modal BPJS, negara
mengucurkan dana Rp
1,54triliun rupiah.
Mesti dicatat,
penambahan
penyertaan modal
negara tersebut
diperuntukan hanya
menambah aset
bersih Dana Jaminan
Sosial Kesehatan.
Penambahan dana
tersebut sangat
berpengaruh
terhadap
kelangsungan
program jaminan
sosial yang
diselenggarakan BPJS
karena kucuran dana
segar itu masuk
sebagai aset bersih
Dana Jaminan Sosial.
Rekomendasi:
Ubah ketentuan pasal
1, menjadi:
164
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
“Pasal 1:
Ayat (1):
Negara Republik
Indonesia memberikan
modal awal kepada
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
Kesehatan yang
dibentuk berdasarkan
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan
Penyelenggara
Jaminan Sosial.
Ayat (2):
Modal awal
sebagaimana ayat (1)
baru dapat diberikan
kembali sepanjang
Dewar Perwakilan
Rakyat tidak
memberikan
persetujuan atas
usulan Perubahan
Cadangan Pembiayaan
kepada BPJS
Kesehatan untuk
program Dana Jaminan
Sosial Kesejatan
menjadi pembiayaan
PMN.
Ayat (3):
Besaran modal awal
yang dapat diberikan
sebagaimana ayat (1),
maksimal berdasarkan
UU Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan
Penyelenggara
Jaminan Sosial.
165
PP Nomor 85 Tahun 2013 tentang Tata Cara Hubungan Antar Lembaga Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
166
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Sosial; dan
g. memberikan
informasi mengenai
penyelenggaraan
program Jaminan
Sosial kepada peserta
dan masyarakat.
Permasalahan/Analisa
:
Upaya menjalin
kerjasama dengan
pihak lain dalam
rangka peningkatan
kualitas BPJS atau
kualitas pelayanan
kepada peserta mesti
didukung. Hanya saja,
ketentuan di atas
terlalu membuka luas
ruang kerjasama yang
semestinya secara
terbatas hanya dapat
dilakukan oleh BPJS.
Rekomendasi:
Sebaiknya, beberapa
poin (dalam huruf)
pada ketentuan Pasal
6 ayat (3) direvisi atau
dihapus dari daftar
tugas-tugas BPJS yang
dapat dikerjasamakan.
Permasalahan/Analisa
:
Revisi ketentuan pasal
8 merupakan
konsekuensi dari
beberapa perubahan
dalam Pasal 6 ayat (3).
Rekomendasi:
Ubah rumusan Pasal 8
ayat (1) menjadi:
“Pasal 8:
Ayat (1):
Hubungan kerja sama
BPJS dengan organisasi
atau lembaga lain
dalam negeri
dilaksanakan di
bidang:
a. pendaftaran
Peserta; dan/atau
b. pemungutan dan
pengumpulan Iuran
dari Peserta dan/atau
Pemberi Kerja;
c. dihapus;
d. dihapus;
e. dihapus.”
170
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Perundang-
undangan.
Upaya kesehatan
dalam pasal ini tidak
menyebutkan frase “
terintegrasi” sesuai
makna upaya
kesehatan dalam
ketentuan umum
pasal 1 angka 11, selain
kementerian
kesehatan terdapat
lembaga lain dibidang
kesehatan yang
melakukan upaya
kesehatan, ini akan
berimpilkasi terhadap
koordinasi horisontal
antar lembaga,
misalnya antara
lembaga
Penyelenggara
Jaminan Sosial
Kesehatan dengan
171
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Kementerian
Kesehatan, dan akan
berpotensi terjadi
tumpang tindih
kewenangan ataupun
program dalam
pemenuhan hak
kesehatan.
2 Pasal kepasti Tidak Pasal 55 √
55 an ditemukan (1) Pemerintah waj ib
Hukum nya menetapkan standar
ketentuan mutu
mengenai pelayanan kesehatan.
prosedur (2) Standar mutu
yang jelas pelayanan kesehatan
dan sebagaimana
efisien. dimaksud pada ayat
(1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
kewaj iban
menetapkan standar
mutu
pelayanan kesehatan
belum terlaksana,
hingga saat ini
Peraturan Pemerintah
tersebut belum
terbentuk, secara
teknis opersional ini
akan berimplikasi
pada efsiensi
penyelenggaraan
upaya kesehatan,
perlu ketegasan dan
kepastian
terbentuknya
Peraturan Pemerintah
tersebut.
172
BAB V
POTENSI DISHARMONI KETENTUAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
173
oleh peraturan perundang-undangan akan dapat memberikan perlindungan
penuh kepada masyarakat luas.
Berikut hasil analisis mengenai potensi disharmoni terhadap beberapa
ketentuan pasal yang ditemukan :
Dari hasil analisis terhadap 26 PUU terkait bidang Kesehatan, ditemukan
beberapa ketentuan pasal yang berpotnesi disharmoni, yaitu yang terdapat
pada:
- Pasal 1 angka 7, Pasal 4 huruf h Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
- Pasal 19 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional;
- Pasal 8 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan;
- Pasal 13 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan;
- Pasal.. Perpres no 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan;
- Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan;
- Pasal 30 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan;
- Pasal 12 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
- Pasal 29 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
- Pasal 16 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
- Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Penilaian berdasarkan potensi disharmoni terhadap PUU yang
terkait dengan masalah Pemenuhan Hak Kesehatan, ditinjau antara
pasal ketentuan dalam satu PUU atau antar ketentuan pasal dari satu
174
atau dua PUU, baik antara PUU yang setingkat maupun yang
bertingkat secara vertikal.
179
No Ketentuan Pasal Variabel Temuan Analisis Rekomendasi
PUU ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7
8 Pasal 12 UU Kewena Pasal Berdasarkan definisi √
Rumah Sakit ngan 1UU 36 / Pasal 1 UU 36 / 2014
2014 maka tenaga kesehatan
berwenang untuk
menyelenggarakan
pelayanan kesehatan
semua bidang
keahliannya, namun
dalam penyelenggaraan
setiap tenaga
kesehatan wajib
syarakat sebmingga
memiliki izin dari
pemerintah, sehingga
masyarakat sebagai
pengguna jasa akan
mendapatkan
pelayanan yang aman,
terjamin serta
masyarakat maupun
tenaga kesehatan
sendiri juga terlindungi
dari hukum.
180
No Ketentuan Pasal Variabel Temuan Analisis Rekomendasi
PUU ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7
9 Pasal 29 ayat (1) Kewena Dalam Pasal 29 ayat (1) huruf c
huruf c UU ngan Pasal 59 UU Rumah Sakit, rumah
Rumah Sakit ayat (1) sakit wajib memberikan
UU pelayanan gawat
Tenaga darurat kepada pasien
Kesehat sesuai dengan
an kemampuan
pelayanannya. Jadi,
seharusnya korban
kecelakaan yang
mengalami keadaan
gawat darurat tersebut
harus langsung
ditangani oleh pihak
rumah sakit untuk
menyelamatkan
nyawanya.
183
No Ketentuan Pasal Variabel Temuan Analisis Rekomendasi
PUU ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7
pembangunan
kesehatan;
Sedangkan dalam Pasal
39 angka 3 Nomor 24
Tahun 2011 tentang
BPJS menyatakan
Pengawasan eksternal
BPJS dilakukan oleh:
a. Dewan Jaminan
Sosial Nasional (DJSN) ;
dan
b. lembaga pengawas
independen. dalam
penjelasan yang
dimaksud pengawasan
disini adalah DJSN
melakukan monitoring
dan evaluasi
penyelenggaraan
program Jaminan Sosial
dan yang dimaksud
dengan “lembaga
pengawas independen”
adalah Otoritas Jasa
Keuangan. Dalam hal
tertentu sesuai dengan
kewenangannya Badan
Pemeriksa Keuangan
dapat melakukan
pemeriksaan.
184
BAB VI
Bab ini berisi narasi, data, dan hasil analisis dan evaluasi hukum dalam
dimensi efektifitas implementasi peraturan perundang-undangan. Dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai kejelasan
tujuan yang hendak dicapai serta berdayaguna dan berhasilguna sebagaimana
dimaksud dalam asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik
yang tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Penilaian
ini perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana manfaat dari pembentukan
suatu peraturan perundang-undangan sesuai dengan yang diharapkan.
Pengujian ini perlu didukung data empiris yang terkait dengan implementasi
peraturan perundang-undangan dimaksud.
Beberapa ketentuan masih ditemukan ketidakefektifan dalam
implementasinya, di antaranya:
185
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
dapat ditempuh
dengan pelibatan
Pemda serta
masyarakat
2 Undang- Aspek dilihat dari Dalam Harus
Undang penegaka rumusan pembentukan dilakukan
Nomor 40 n hukum sanksinya surat kajian
Tahun 2004
keputusan lebih
tentang
Sistem atau lanjut
Jaminan peraturan untuk
Sosial hendaknya merevisi
Nasional menggunaka regulasi
n cara turunan
pandang BPJS
konstitusional seperti
, berdasarkan dalam
Pasal 28 H penetapa
ayat (3) dan n cost BPJ
Pasal 34 ayat S dan
(2) UUD 1945 pengatura
serta merujuk n
pada Pasal 4 penyalura
UU SJSN dan n dana ke
Pasal 40 fasilitas
tahun 2011 kesehatan
dan Pasal 24 penyeleng
tahun 2011. gara,
jumlah
tenaga
kesehatan
yang
tersedia
(dokter,
perawat,
administra
si rumah
sakit dan
lain-lain)
sehingga
memudah
kan dan
meningkat
kan mutu
pelayanan
186
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
kesehatan
, serta
fasilitas
kesehatan
yang
dimiliki
dapat
menunjan
g
pelaksana
an secara
efisien
dan
efektif.
187
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
kerja,
pekerja
untuk
memberik
an :
persamaa
n
pelayanan
untuk
semua
(equality),
pemberia
n iuran
kepada
yang tidak
mampu
dan
menjamin
ketaatan
pembayar
an demi
keberlanju
tan
(sustainabi
lity)
189
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
Kesehatan (Puskesmas hal ini
klinik) dikarenak
maupun PPK an PP No.
II (Rumah 101/2012
Sakit) sampai tentang
saat ini masih PBI jo.
bermasalah. Perpres
Pasien harus 111/2013
mencari-cari tentang
kamar dari Jaminan
satu RS ke RS kesehatan
lainnya hanya
karena mengako
dibilang modasi
penuh oleh 86,4 juta
RS, bukanlah rakyat
hal yang baru miskin
dan baru sebagai
sekali terjadi. PBI
padahal
menurut
BPS (2011)
orang
miskin ada
96,7
juta.Pelak
sanaan
BPJS
tahun
2014
didukung
pendanaa
n dari
pemerinta
h sebesar
Rp. 26
trliun yang
dianggark
an di
RAPBN
2014.
Anggaran
tersebut
190
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
diperguna
kan untuk
Penerima
Bantuan
Iuran
(PBI)
sebesar
Rp. 16.07
trliun bagi
86,4 juta
masyaraka
t miskin
sedangka
n sisanya
bagi PNS,
TNI dan
Polri.
Pemerinta
h harus
secepatny
a
mengangg
arkan
biaya
kesehatan
Rp. 400
milyar
untuk
gelandang
an, anak
jalanan,
penghuni
panti
asuhan,
panti
jompo dan
penghuni
lapas
(jumlahny
a sekitar
1,7 juta
orang).
Dan
191
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
tentunya
jumlah
orang
miskin
yang
discover
BPJS
kesehatan
harus
dinaikkan
menjadi
96,7 juta
dengan
konsekue
nsi
menamba
h
anggaran
dari APBN.
192
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
8 Pasal 167 UU Aspek Peran serta Pengelolaan Kewajiban Pemda
no 36 Tahun materi masyarakat kesehatan untuk berperan
2009 tentang hukumnya yang dalam pengelolaan
Kesehatan Kesehatan
diselenggarak
merupakan
an oleh amanah konstitusi
Pemerintah, yang menyebutkan
pemerintah bahwa
daerah penyelenggaraan
dan/atau pemerintahan
masyarakat mesti
didesentralisasikan
melalui
ke Pemda
pengelolaan sebagaimana
administrasi diatur dalam Pasal
kesehatan, 18 UUD 1945
informasi bahwa NKRI
kesehatan, terbagi-bagi dalam
sumber daya daerah Provinsi
dan Kab/Kota,
kesehatan,
sehingga
upaya penyelenggaraan
kesehatan, pembangunanpun
pembiayaan dibagi antara
kesehatan, pemerintah pusat
peran serta dan Pemda.
Pelayanan
dan
kesehatan
pemberdayaa dilaksanakan
n masyarakat, bersama antara
ilmu Pemerintah Pusat,
pengetahuan Pemerintah
dan teknologi Daerah dan
di bidang Masyarakat mulai
dari administrasi,
kesehatan,
informasi,
serta sumberdaya,
pengaturan pembiayaan, peran
hukum serta dan
kesehatan pembiayaan
secara kesehatan
terpadu dan sebagaimana
diamanahkan UU
saling
no 23 Tahun 2014
mendukung tentang Pemda.
guna Artinya BPJS
menjamin Kesehatan
tercapainya mestinya mengacu
derajat ke Pasal 167 dalam
pengelolaannya.
193
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
kesehatan Tidak
yang setinggi- meninggalkan
tingginya. Pemda dan
masyarakat. Pasal
ini perlu
dipertahankan
sebagai landasan
194
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
9 Pasal 167 ayat Aspek Pembagian Pengelolaan Satu-satunya
(2) Undang- organisasi kewenangan kesehatan Klausul yang
Undang dan tugas dilakukan mengatur
Nomor 36 masih belum hubungan Pusat
secara
Tahun 2009 tegas dengan daerah
tentang berjenjang di dalam Pelaksanaan
Kesehatan pusat dan BPJS ini ada di
daerah Pasal 51 UU BPJS
ini. Namun
demikian
hubungan yang
terbentuk bukan
desentralistik
sebagaimana
amanah Pasal 12
UU Pemda.
Padahal urusan
kesehatan yang
dibungkus dalam
sistem jaminan
sosial kesehatan
adalah urusan
yang sifatnya wajib
–pelayanan dasar
yang dibagi
dengan daerah.
Pasal ini harus
diganti dan
disesuaikan.
195
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
10 Pasal 174 Penegaka Peran serta Masyarakat berperan Kesejahteraan
Undang- n hukum masyarakat serta, baik secara sosial yang hendak
Undang perseorangan dicapai dapat
Nomor 36 maupun terorganisasi dirancang dan
Tahun 2009 dalamsegala bentuk dikontrol bersama
tentang dan tahapan oleh Pemerintah
Kesehatan pembangunan dan masyarakat
kesehatan dalam termasuk Pemda
rangka membantu seperti diatur
mempercepat dalam Pasal 174 UU
pencapaian derajat no 36 Tahun 2009
kesehatan masyarakat tentang
yang setinggi- Kesehatan; hal ini
tingginya. perwujudan
Peran serta konsep
tersebut perlindungan
mencakup sosial dalam
negara
keikutsertaan
kesejahteraan
secara aktif yang memperkuat
dan kreatif. relasi antara
pemerintah (Pusat
dan Pemda),
masyarakat dan
swasta.
11 Pasal 19, pasal Kelembag Tata Pasal ini menjadi Walaupun Undang-
20 dan pasal aan organisasi acuan dan faktor undang ini sudah
21 Undang- pendorong agar lama diterapkan
Undang sebuah rumah sakit mulai dari 2009,
Republik dapat memberikan tapi kenyataan
Indonesia jaminan mutu, masih banyak
Nomor 44 keselamatan dan pihak dalam rumah
Tahun 2009 profesionalitas sakit, misalnya
tentang dengan pegawai tak
Rumah Sakit memperhatikan jenis mengetahui hal ini.
pelayanan yang Solusi dengan
diberikan dan mensosialisasi
kejelasan Undang-Undang
pengelolanya. nomor 44 tahun
2009 ini kepada
masyarakat bisa
dilakukan dengan
berbagai cara agar
196
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
efektif dan
terinformasikan
baik oleh praktisi
rumah sakit
pemerintah
maupun swasta
dilakukan melalui,
depkes, organisasi
perumahsakitan,
organisasi profesi
12 Pasal 3 Kelembag Kewenanga Pengelolaan BPJS Hak masyarakat
Undang- aan n tertutup, tidak open untuk
Undang manajemen dan berperanserta
Nomor 14 terpusat sesuai secara
Tahun 2008 perintah Pasal 8 UU terorganisasi
tentang BPJS. Disebutkan adalah bagian dari
Keterbukaan disana penyelenggaraan
Informasi BPJS berkedudukan di pemerintahan
Publik pada Pusat. Sebagai yang baik (good
instrumen governance)
perlindungan sosial, sehingga
yang diperuntukkan pelayanan
bagi semua orang kesehatan sebagai
mestinya BPJS bagian dari
dikelola secara gotong pembangunan
royong sesuai prinsip akan lebih berjalan
yang dianutnya. efektif, efisien dan
Gotong royong tidak terlembaga.
hanya pada Pelibatan
pertanggungan masyarakat melalui
asuransi sosial saat partisipasi yang
pemanfaatan, tetapi melembaga
juga pada saat dibutuhkan untuk
pengelolaan. keberlanjutan
Pengelolaan yang BPJS. Pasal 354 UU
tidak Pemda dan pasal 3
didesentralisasikan UU KIP harus
adalah akibat UU no menjadi rujukan.
40 Tahun 2004
tentang SJSN dan UU
no 24 Tahun 2011
tentang BPJS tidak
memerintahkannya.
Tentu saja hal ini
inkonsisten dengan
UU no 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
dan UU no 23 Tahun
2014 tentang Pemda
yang justru
197
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
mengamanahkan
pelaksanaan BPJS
yang
didesentralisasikan
secara hierarkis dalam
sebuah sistem
nasional seperti diatur
dalam Pasal 167 UU
SJSN dan Pasal 12 UU
Pemda, termasuk
keterlibatan
masyarakat dalam
Pasal 354 UU Pemda
serta Pasal 174 UU
Kesehatan.
13 Pasal 9 UU Kelembag Kewenanga UU KIP dibuat karena Undang-Undang
Keterbukaan aan n hak asasi manusia KIP menginginkan
Informasi yang berupa hak adanya
Publik untuk mendapatkan keterbukaan
informasi masih sulit meskipun tetap
terpenuhi. Budaya dimungkinkan
aparat yang masih adanya informasi
menutup-nutupi yang boleh ditutup
informasi sehingga namun
masyarakat tidak tahu pengecualian
apa saja yang terjadi di tersebut bersifat
pemerintahan ketat dan terbatas.
Hal tersebut telah
mengubah budaya
organisasi di
pemerintahan
yang selama ini
cenderung
tertutup.
Pelayanan publik
dalam hal layanan
informasi masih
sangat banyak
permasalahan,
salah satunya
dalam mengakses
informasi publik.
Ada beberapa
kewajiban yang
harus dilakukan
sebagai badan
publik Pemerintah
yang diantaranya
adalah:
mengumumkan
198
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
dan menyediakan
informasi publik;
membentuk PPID;
dan membuat
standar pelayanan
oprasional.
14 Pasal 13 dan Budaya Peran serta Adanya kekuatan Budaya rembug
Pasal 14 Hukum masyarakat modal sosial dan warga mulai dari
Peraturan gotong royong level RT hingga
Pemerintah masyarakat level
Nomor 101 merupakan aset yang desa/kelurahan
Tahun 2012 harus dimanfaatkan belum digunakan
tentang dalam pembangunan. secara masif dalam
Penerima Namun selama ini turut menentukan
Bantuan Iuran pemanfaatan itu kualitas dan
(PBI) Jaminan belum optimal. ketepatan sasaran
Kesehatan Ditinjau dari aspek pelayanan BPJS.
pelayanan dan Padahal melalui
pengambilan media rembug
keputusan, warga, masyarakat
masyarakat telah berpotensi
memiliki mekanisme dibiasakan
sendiri untuk berpartisipasi aktif
menyaring informasi dalam
dan meng up date pengambilan
data, terutama data keputusan
tentang keluarga mengenai
miskin Penerima penentuan data
bantuan Iuran (PBI). penerima sasaran,
Untuk menunjang ini, terutama para
Kemensos telah peserta PBI.
mengaturnya dalam Proses verifikasi
Permensos no xx data publik oleh
Tahun 2014 tentang masyarakat melalui
Pedoman Sistem Data rembug warga ini
Kependudukan harus dibudayakan
Nasional (Sisdumas) dan dipantau
yang memungkinkan kualitasnya.
data PBI penerima Peraturan Menteri
BPJS dupdate melalui Sosial no xx Tahun
rembug warga. 2014 telah
Permensos tersebut disiapkan untuk
adalah amanah dari mengawal
Pasal 13 dan Pasal 14 perbaikan kualitas
Peraturan Pemerintah pelayanan BPJS,
Nomor 101 Tahun 2012 sehingga harus
tentang Penerima digunakan agar
Bantuan Iuran (PBI) regulasi tersebut
Jaminan Kesehatan. berlaku efektif
mengawal
199
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
masyarakat untuk
berpartisipasi
dalam proses up
dating data dan
monitoring
program.
15 Pasal 9 PP no Kelembag Tata Hubungan kerja sama Hubungan
85 Tahun 2013 aan organisasi BPJS dengan Kerjasama antara
tentang Tata organisasi atau Pemerintah Pusat
Hubungan lembaga lain dalam dan Pemda dalam
antar negeri dilaksanakan klausul ini seperti
lembaga BPJS melaluiperjanjian kerja hubungan
sama. kontraktual, bukan
(2) Perjanjian kerja hierarkies
sama sebagaimana sebagaimana
dimaksud pada amanah UU
ayat (1) dibuat secara Pemda. Semangat
tertulis dan dapat pembagian urusan
dituangkan wajib pelayanan
dalam bentuk nota dasar semestinya
kesepahaman, kerja langsung
samaoperasional, atau dilaksanakan
bentuk lain yang tanpa harus
disepakati disertai MOU. Jika
bersama. tujuan MOU
adalah untuk
mengalokasikan
APBD atau
menugaskan
Pemda dalam
memperlancar
pelaksanaan BPJS.
Pasal ini harus
disesuaikan.
16 Pasal 55 Kelembag Aspek kewaj iban Segera membentuk
Undang- aan Sarana menetapkan standar Peraturan
Undang Prasarana mutu Pemerintah
Nomor 36 pelayanan kesehatan tersebut
Tahun 2009 belum terlaksana,
tentang hingga saat ini
Kesehatan Peraturan Pemerintah
tersebut belum
terbentuk, secara
teknis opersional
minimnya standar dan
prosedur yang
menjamin hak atas
ketersediaan
pelayanan kesehatan
yang terstandarisasi
200
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
dan bermutu
ini akan berimplikasi
pada efektifitas
penyelenggaraan
upaya kesehatan, perlu
ketegasan dan
kepastian
terbentuknya
Peraturan Pemerintah
tersebut.
201
BAB VII
PENUTUP
A. Simpulan
1. Dari hasil analisis berdasarkan ketepatan jenis PUU, terhadap 23 (dua
puluh tiga) PUU, terdapat 3 (tiga) PUU yang memiliki catatan penting
dalam rangka pemenuhan hak kesehatan, dan beberapa catatan
penting terhadap PUU terkait yang perlu dievaluasi.
Sedangkan PUU yang memiliki catatan penting yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional.
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Dari hasil analisis berdasarkan kejelasan rumusan, terdapat 17 (tujuh
belas) PUU terkait Pemenuhan Hak Kesehatan yang dievaluasi, masih
belum memenuhi kejelasan rumusannya. Berikut data hasil penilainnya:
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
5. PP No. 101 Tahun - Kesesuaian Pasal 2, Pasal 4,
2012 tentang dengan Pasal 10 ayat
Penerimaan sistematika dan (2), Pasal 11
Bantuan Iuran Teknik
Jaminan
penyusunan
Kesehatan
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
6. PP No. 82 Tahun - Kesesuaian Pasal 2, Pasal 3
2013 tentang dengan
Modal Awal sistematika dan
Untuk Badan Teknik
Penyelenggara
penyusunan
Jaminan Sosial
Kesehatan
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
7. PP No. 85 Tahun - Kesesuaian Pasal 2, Pasal 4
2013 tentang dengan
Tata Cara sistematika dan
Hubungan Antar Teknik
Lembaga Badan
penyusunan
Penyelenggaraan
Peraturan
204
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut
205
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut
undangan
10. PP No. 88 Tahun - Kesesuaian Pasal 3, Pasal 11
2013 tentang dengan
Tata Cara sistematika dan
Pengenaan Teknik
Sanksi
penyusunan
Administratif
Bagi Anggota
Peraturan
Dewan Perundang-
Pengawas dan undangan
Anggota Direksi - Konsisten
Badan (antar
Penyelenggaraan ketentuan)
Jaminan Sosial - Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
11. Perpres No. 12 - Kesesuaian Pasal 4, Pasal
Tahun 2013 dengan 15, Pasal 21,
tentang Jaminan sistematika dan Pasal 22, Pasal
Kesehatan Teknik 25, Pasal 29,
Pasal 34, Pasal
penyusunan
45, Pasal 46
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
12. Perpres No. 111 - Kesesuaian Pasal 4, Pasal
Tahun 2013 dengan 16F
tentang sistematika dan
Perubahan atas Teknik
Perpres No. 12
penyusunan
Tahun 2013
tentang Jaminan
Peraturan
Kesehatan Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
206
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
13. Perpres No. 107 - Kesesuaian Pasal 27, Pasal
Tahun 2013 dengan 28, Pasal 29
tentang sistematika dan
Pelayanan Teknik
Kesehatan
penyusunan
Tertentu
Berkaitan
Peraturan
dengan Kegiatan Perundang-
Operasional undangan
Kementerian - Konsisten
Pertahanan, TNI (antar
dan Kepolisian ketentuan)
Negara Republik - Kesesuaian
Indonesia dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
14. Perpres No. 108 - Kesesuaian Judul Perpres
Tahun 2013 dengan
tentang Bentuk sistematika dan
dan Isi Laporan Teknik
Program Jaminan
penyusunan
Sosial
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
15. Perpres No. 110 - Kesesuaian Judul Perpres
Tahun 2013 dengan
tentang Gaji atau sistematika dan
Upah dan Teknik
207
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut
Manfaat penyusunan
Tambahan Peraturan
Lainnya serta Perundang-
Intensif Bagi undangan
Anggota Dewan
- Konsisten
Pengawas dan
Anggota Direksi
(antar
Badan ketentuan)
Penyelenggaraan - Kesesuaian
Jaminan Sosial dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
16. Perpres No. 32 - Kesesuaian Judul Perpres
Tahun 2014 dengan
tentang sistematika dan
Pengelolaan dan Teknik
Pemanfaatan
penyusunan
Dana Kapitasi
Jaminan
Peraturan
Kesehatan Perundang-
Nasional Pada undangan
Fasilitas - Konsisten
Kesehatan (antar
Tingkat Pertama ketentuan)
Milik Pemerintah - Kesesuaian
Daerah dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
17. Undang-Undang - Kesesuaian Judul Undang-
No. 36 Tahun dengan Undang
2009 tentang sistematika dan
Kesehatan Teknik
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
208
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut
Perundang-
undangan
209
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut
secara eksplisit,
maupun implisit
3 Undang-Undang Asas : Pasal 3 ayat
Nomor 44 Tahun - Kemanusiaan; huruf b; Pasal
2009 Tentang - Kebangsaan; 14 ayat (2);
Rumah Sakit - Keseimbangan, Pasal 29;
Keserasian, dan Pasal 38;
Keselarasan;
- Ketertiban dan
Kepastian
Hukum;
- Ketertiban dan
Kepastian
Hukum
Indikator :
- Perlindungan,
pemajuan,
penegakan, dan
ataut
pemenuhan
HAM
- Pembatasan
keikut sertaan
pihak asing;
- Mengedepankan
fungsi
kepentingan
umum;
- Tindakan atas
peraturan-
peraturan yang
bertentangan
atau tumpang
tindih;
- Kejelasan sanksi
terhadap
pelanggaran.
-
7 PP Nomor 85 Asas : pasal 6, pasal
Tahun 2013 - Keseimbangan, 8
tentang Tata Keserasian, dan
Cara Hubungan Keselarasan;
Antar Lembaga Indikator :
Badan - Tidak adanya
Penyelenggara
ketentuan yang
Jaminan Sosial
mengedepankan
prinsip
kehatihatian
212
terkait Pemenuhan Hak Kesehatan yang dievaluasi, masih belum
memenuhi kejelasan rumuasannya. Berikut data hasil penilaiannya:
No PUU Indikator variabel Pasal yang perlu Pasal yang
penilaian diubah perlu dicabut
213
No PUU Indikator variabel Pasal yang perlu Pasal yang
penilaian diubah perlu dicabut
B. Rekomendasi
217
d. Pasal 37 UU no 24 tahun 2011 tentang BPJS sebaiknya ditambahkan
pertanggungjawaban pengelolaan BPJS kepada publik karena dalam
klausul tersebut Pengelolaan tidak melibatkan Pemda dan Masyarakat.
Pertanggungjawaban juga hanya kepada Presiden, Pengawasan juga
hanya oleh DJSN dan Lembaga Pengawas Independen (Pasal 39) Hal ini
bertentangan dengan azas kegotongroyongan dan keterbukaan yg
dianutnya sendiri(Pasal 4), dan bertentangan dengan Pasal 174 UU no
36/2009 tentang Kesehatan.
e. Pasal 13 dan 16 UU 24 Tahun 2011 tentang BPJS harus diusesuaikan atau
diubah karena hanya memposisikan masyarakat sebagai penerima
informasi, dan pemenfaat program BPJS. Padahal partisipasi masyarakat
yang hakiki adalah partisipasi dalam pengambilan keputusan dan kontrol
program, sehingga Pasal ini bertentangan dengan
1) UU no 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
pada Pasal 3 huruf :
i Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan kebijakan publik;
ii Untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan
Publik yang baik;
2) Pasal 354 UU no 23 Tahun 2014 tentang Pemda mengatur
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan secara
terorganisir dalam pelayanan publik
3) Pasal 174 UU no 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa (1)
Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun
terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan
kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (2) Peran
serta tersebut mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif.
218
f. Penerjemahan makna Perlindungan Sosial di dalam Perpres no 2 Tahun
2015 tentang RPJMN2015-2019 harus diubah karena perlindungan sosial
hanyadikaitkanuntuk melindungi kaum disabilitas dan lansia. Padahal
Penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Indonesia mengacu pada
Konsep social security sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan
Rakyat. Program jaminan sosial dilakukan dengan memberi jaminan
kesehatan kepada kelompok tenaga kerja (dalam perkembangannya
mencakup sektor formal maupun sektor informal) sesuai dengan
kebutuhan.
g. Terkait Pelibatan masyarakat,budaya rembug warga harus dijadikan media
pengambilan keputusan untuk melaksanakan prinsip gotong-royong
sebagaimana prinsip BPJS. Terbitnya Panduan Teknis Pengaduan
Masyarakat Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan oleh
Kemensos melalui Permensos no xx Tahun 2014 patut diapresiasi karena
melembagakan rembug warga sebagai media pengambilan keputusan
dan pengelolaan pengaduan PBI. Panduan tersebut menerjemahkan
dengan baik peran serta masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 174
UU no 36 Tahun 2009, yang mengatur tentang mekanisme rembug warga
untuk keperluan up dating data PBI sebagai pelaksanaan dari Pasal 13 dan
Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima
Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Sosial tentang Petunjuk Teknis Sistem Pengaduan Masyarakat
tentang PBI Jaminan Kesehatan. Pasal 1 Permensos no xx Tahun
2014tersebut mengatur 4 hal penting dalam pelibatan dan
pengorganisasian masyarakat dalam pengambilan keputusan sesuai
amanah UU no Tahun 2011 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yaitu :
1. Sistem pengaduan masyarakat tentang PBI Jaminan Kesehatan
dilakukan dalam upaya untuk mendapatkan data yang benar dan
akurat tentang fakir miskin atau orang tidak mampu;
219
2. Sistem pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk meminimalisir terjadinya inclusion error(bukan fakir miskin
atau orang tidak mampu tetapi menerima bantuan iuran jaminan
kesehatan) maupun exclusion error(fakir miskin atau orang tidak
mampu tetapi tidak menerima bantuan iuran jaminan kesehatan)
serta untuk mencatat adanya perubahan status sosial ekonomi fakir
miskin dan orang tidak mampu;
3. Pengaduan masyarakat merupakanbentuk partisipasi masyarakat
dalam melakukan verifikasi dan validasi data fakir miskin atau orang
tidak mampu peserta PBI jaminan kesehatan baik diminta maupun
tidak diminta.
4. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas orang
perorangan, organisasi kemasyarakatan, dan aparat pemerintahan
setempat.
220
DAFTAR PUSTAKA
221
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2013
Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi
Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi
Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan
Jaminan Sosial;
15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2013
Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan;
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2013
Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Anggota
Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial;
17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018
Tentang Standar Pelayanan Minimal;
18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2014
Tentang Sistem Informasi Kesehatan;
19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016
Tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014
Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional;
21. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Lingkungan;
22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998
Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
23. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan;
24. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan;
222
25. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2013 Tentang
Pelayanan Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional
Kementerian Pertahanan, TNI dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
26. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2013 Tentang
Bentuk dan Isi Laporan Program Jaminan Sosial;
27. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2013 Tentang
Gaji atau Upah dan Manfaat Tambahan Lainnya Serta Insentif Bagi
Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial;
28. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 Tentang
Pengelolan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan
Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah
Daerah;
29. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang
Sistem Kesehatan Nasional.
30. Kesehatan dalam Prespektif HAM, Buletin KontraS.
31. Supriyanto, Formulasi Kebijakan Integrasi jaminan kesehatan Daerah ke
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional menuju Universal Health Coverage,
Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Fakultas kedokteran
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2014.
223