Anda di halaman 1dari 228

LAPORAN AKHIR KELOMPOK KERJA

ANALISIS EVALUASI HUKUM


MENGENAI PEMENUHAN HAK KESEHATAN

PUSAT ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM NASIONAL


BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa atas
rahmatNya Kelompok Kerja (pokja) Analisis dan Evaluasi mengenai
Pemenuhan Hak Kesehatan, dapat diselesaikan sesuai waktu yang telah
ditentukan. Tim ini bekerja berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM RI
Nomor : PHN-02.HN.01.01 Tahun 2017 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Analisis dan Evaluasi Hukum mengenai Pemenuhan Hak Kesehatan.

Analisis dan evaluasi mengenai Pemenuhan Hak Kesehatan ini


dilatarbelakangi oleh isu bahwa belum meratanya empat unsur prinsip
pemenuhan hak kesehatan diseluruh wilayah Indonesia, serta belum adanya
mekanisme yang dapat menjamin keselarasan dan keterpaduan peraturan
perundang-undangan terkait pemenuhan hak kesehatan. empat unsur prinsip
pemenuhan hak kesehatan, yakni ketersediaan, aksesibilitas, kualitas, dan
kesetaraan. Ketersediaan dapat diartikan sebagai ketersediaan sejumlah
pelayanan kesehatan seperti fasilitas berupa sarana (rumah sakit, puskesmas
dan klinik) dan prasarana kesehatan (obat-obatan, tenaga kesehatan dan
pembiayaan kesehatan) yang mencukupi untuk penduduk secara keseluruhan.
Aksesibilitas mensyaratkan agar pelayanan kesehatan dapat terjangkau baik
secara ekonomi maupun geografis bagi setiap orang, dan secara budaya, agar
menghormati tradisi budaya masyarakat. Kualitas mensyaratkan agar
pelayanan kesehatan memenuhi standar yang layak. Terakhir kesetaraan
mensyaratkan agar pelayanan kesehatan dapat diakses secara setara oleh
setiap orang, khususnya bagi kelompok rentan di masyarakat1

Hakekat dari pemenuhan hak kesehatan masyarakat dilaksanakan


berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan. Hak atas

1
Kesehatan dalam Prespektif HAM, Buletin KontraS.
i
kesehatan dijamin Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 Pasal 28 H
ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan dan negara wajib untuk menyediakannya.

Pemenuhan hak kesehatan masyarakat menjadi prioritas Nawacita


kelima RPJMN 2015-2019 yaitu meningkatkan kualitas hidup sumber daya
manusia dan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan, dalam bidang kesehatan
yang tercermin dari meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan,
terutama kepada para ibu, anak, remaja dan lansia, meningkatnya pelayanan
gizi masyarakat yang berkualitas, meningkatnya efektivitas pencegahan dan
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, serta berkembangnya
jaminan kesehatan. Reformasi bidang kesehatan fokus pada penguatan upaya
kesehatan dasar (primary health care) yang berkualitas terutama melalui
peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem
kesehatan dan peningkatan pembiayaan kesehatan.

Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum ditugaskan untuk menginventarisir


dan mengidentifikasi permasalahan hukum peraturan perundang-undangan,
menganalisis dan mengevaluasi permasalahan hukum peraturan perundang-
undangan, yang selanjutnya menyiapkan rekomendasi terhadap hasil analisis
dan evaluasi peraturan perundang-undangan, apakah peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan perlu perbaikan, penggantian atau
dipertahankan.

Pokja berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi perencanaan


pembangunan hukum nasional dan khususnya dapat menjadi landasan bagi
para pembuat kebijakan, meskipun disadari laporan ini masih jauh dari
sempurna. Pokja mengucapkan banyak terima kasih kepada Kepala Badan
Pembinaan Hukum Nasional yang telah memberikan kepercayaan kepada
ii
Pokja untuk melakukan analisis dan evaluasi, dan terima kasih Pokja
sampaikan pula kepada semua pihak yang telah membantu sehingga Laporan
ini selesai tepat pada waktunya.

Jakarta, Desember 2017

Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum


mengenai Pemenuhan Hak Kesehatan
Penangung Jawab,

Pocut Eliza, S.Sos., S.H., M.H.

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1

BAB II KESESUAIAN ANTARA JENIS, HIERARKI, DAN MATERI


MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN................. 24

BAB III KEJELASAN RUMUSAN KETENTUAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN......................................................... 95

BAB IV PENILAIAN TERHADAP MATERI MUATAN


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN................................... 127

BAB V POTENSI DISHARMONI KETENTUAN


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN................................... 173

BAB VI EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN......................................................... 185

BAB VII PENUTUP.................................................................................... 202

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Isu strategis yang marak dewasa ini terkait dengan Bidang Kesehatan
adalah Badan Penyelenggara Kesehatan Sosial (BPJS). BPJS memegang
peranan penting dalam memperbaiki performa pelayanan kesehatan. Sengaja
isu ini dipilih agar diketahui bagaimana pola penyempurnaan ketentuan
peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial
nasional (SJSN) diupayakan. SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial,
sistem ini berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
menanggulangi kemiskinan melalui penjaminan layanan kesehatan dan
ketenagakerjaan. BPJS sendiri lahir dari Undang - Undang nomor 40 Tahun
2004 tentang SJSN yang mengamanahkan penyelenggaraan BPJS. Indonesia
adalah negara kesejahteraan. Hal ini nampak dari cita-cita yang terkandung
dalam UUD NRI Tahun 1945. Ciri negara kesejahteraan Indonesia terlihat pada
UUD NRI Tahun 1945 paska perubahan (tahun 2002) Bab XIV berjudul
Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial khususnya pada Pasal 33 dan
34. Jika Pasal 33 lebih cenderung pada perekonomian nasional, maka Pasal 34
lebih mengedepankan kesejahteraan sosial. Sementara itu cita-cita
pengembangan sistem jaminan sosial sebagai konsekuensi dari dianutnya
negara kesejahteraan baru muncul pada perubahan Pasal 34 ayat (2) UUD NRI
Tahun 1945 yang secara eksplisit menyatakan bahwa Negara mengembangkan
Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat
yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Selanjutnya ketentuan lebih lanjut mengenai SJSN diatur dalam Undang -
Undang nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
Selain terkait dengan kesejahteraan sosial, BPJS juga hadir untuk
meningkatkan kualitas kesehatan melalui perbaikan layanan. Kesehatan

1
adalah salah satu aspek yang digunakan untuk mengukur kemajuan suatu
negara bersama dengan pendidikan dan peningkatan daya beli (income).
Ketiga aspek tersebut dijadikan oleh UNDP sebagai indikator untuk mengukur
kemajuan negara, yang dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia
(Human Development Indeks). Bidang kesehatandalam konstitusi Indonesia
diatur pada Pasal 28 H dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan
bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan layanan kesehatan
dan negara wajib untuk menyediakannya.
SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial
oleh sejumlah badan penyelenggara jaminan sosial. SJSN adalah program
negara yang bertujuan memberikan perlindungan dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai cita-cita keadilan sosial sebagaimana
tercantum dalam UUD 1945. Melalui SJSN setiap penduduk diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak apabila terjadi peristiwa yang
dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan karena
menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia
lanjut atau pensiun.
Pembentukan BPJS, selain diperintahkan oleh UU no 40 Tahun 2004
juga merupakan realisasi dari amanah Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945 yang
mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan diri manusia secara utuh sebagai manusia
bermartabat. Sedangkan kewajiban negara untuk mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diatur oleh Pasal 34 ayat (2), yang
diwujudkan dengan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial
dalam bentuk jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan. Kedua
jaminan tersebut merupakan bagian pokok dalam jaminan sosial.
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan telah berdiri sejak 1 Januari
2014. Namun BPJS Ketenagakerjaan baru beroperasi pada Bulan Juli 2015, atau
1 tahun lebih lama ketimbang beroperasinya BPJS Kesehatan. Sebagai Badan

2
penyelenggara jaminan sosial, BPJS kesehatan telah berumur 3 tahun. Banyak
potensi yang perlu dikembangkan dan banyak permasalahan yang perlu
dibenahi, baik dari sisi pelaksanaan maupun dari sisi regulasinya. Dalam
pelaksanaannya BPJS menuai banyak kritik dan keluhan. Hal ini diakibatkan
oleh implementasi yang belum sesuai ketentuan, atau bisa jadi regulasinya
kurang tegas.Tulisan ini hendak mengupas bagaimana konsistensi peraturan-
perundang-undangan mengawal pelaksanaan BPJS dalam melindungi
masyarakat kurang beruntung, memperbaiki layanan kesehatan dan
memegang teguh prinsip tata kelola yang baik (good governance).

Terkait agenda pembangunan nasional dalam Nawa Cita yang termaktub


dalam Buku I Lampiran Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 Tentang
RPJMN 2015-2019, bahwa sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan
kesehatan dan gizi masyarakat adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan
dan gizi masyarakat pada seluruh siklus kehidupan baik pada tingkat individu,
keluarga, maupun masyarakat. Reformasi terutama difokuskan pada
penguatan upaya kesehatan dasar (primary health care) yang berkualitas
terutama melalui peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan
mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan
penguatan sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan kesehatan. Kartu
Indonesia Sehat menjadi salah satu sarana utama dalam mendorong reformasi
sektor kesehatan dalam mencapai pelayanan kesehatan yang optimal,
termasuk penguatan upaya promotif dan preventif.
Berdasarkan isu strategis sasaran yang ingin dicapai dalam Program
Indonesia Sehat pada RPJMN tahun 2015-2019 adalah meningkatkan derajad
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan

3
pemberdayaan perelayanan kesehatan, maka disusun arah kebijakan dan
strategi sebagai berikut :2
1. Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja,
dan Lanjut Usia yang Berkualitas melalui :
a. Peningkatan akses dan mutu continuum of care pelayanan ibu dan
anak yang meliputi kunjungan ibu hamil, dan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas kesehatan serta
penurunan kasus kematian ibu di rumah sakit;
b. Peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi para remaja;
c. Penguatan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS);
d. Penguatan Pelayanan Kesehatan Kerja dan Olahraga;
e. Peningkatan pelayanan kesehatan penduduk usia produktif dan
lanjut usia;
f. Peningkatan cakupan imunisasi tepat waktu pada bayi dan balita;
dan
g. Peningkatan peran dan upaya kesehatan berbasis masyarakat
termasuk posyandu dan pelayanan terintegrasi lainnya dalam
pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja,
dan lansia.
2. Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat melalui :
a. Peningkatan surveilans gizi termasuk pemantauan pertumbuhan;
b. Peningkatan akses dan mutu paket pelayanan kesehatan dan gizi
dengan fokus utama pada 1.000 hari pertama kehidupan, remaja
calon pengantin, dan ibu hamil termasuk pemberian makanan
tambahan terutama untuk keluarga kelompok termiskin dan wilayah
Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK);

2
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, hal 166-171
4
c. Peningkatan peran masyarakat dalam perbaikan kesehatan, gizi,
sanitasi, hygiene, dan pengasuhan;
d. Peningkatan peran masyarakat dalam perbaikan gizi terutama
untuk ibu hamil, wanita usia subur, anak, dan balita di daerah DTPK
termasuk melalui upaya kesehatan berbasis masyarakat dan
Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (Posyandu dan
Pos PAUD);
e. Penguatan pelaksanaan, dan pengawasan regulasi dan standar gizi;
serta
f. Penguatan peran lintas sektor dalam rangka intervensi sensitif dan
spesifik yang didukung oleh peningkatan kapisatas pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten/ kotadalam pelaksanaan rencana
aksi pangan dan gizi.

3. Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


melalui :
a. Peningkatan surveilans epidemiologi faktor resiko dan penyakti;
b. Peningkatan upaya preventif dan promotif termasuk pencegahan
kasus baru penyakit dalam pengendalian penyakit menular
terutama TB, HIV dan malaria dan tidak menular;
c. Pelayanan kesehatan jiwa;
d. Pencegahan dan penanggulangan kejadian luar biasa/ wabah;
e. Peningkatan mutu kesehatan lingkungan;
f. Penatalaksanaan kasus dan pemutusan rantai penularan;
g. Peningkatan pengendalian dan promosi penurunan faktor risiko
biologi (khususnya darah tinggi, diabetes, obesitas), perilaku
(khususnya konsumsi buah dan sayur, aktifitas fisik, merokok,
alkohol) dan lingkungan;

5
h. Peningkatan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan;
i. Peningkatan kesehatan lingkungan dan akses terhadap air minum
dan sanitasi yang layak dan perilaku hygiene; dan
j. Pemberdayaan dan peningkatan peran swasta dan masyarakat
dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan.
4. Memantapkan Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Bidang Kesehatan melalui :
a. Peningkatan cakupan kepesertaan melalui Kartu Indonesia Sehat;
b. Peningkatan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang menjadi
penyedia layanan sesuai standar antara lain melalui kerjasama
anatara pemerintah dengan penyedia layanan swasta;
c. Peningkatan pengelolaan jaminan kesehatan dalam bentuk
penyempurnaan dan koordinasi paket manfaat, insentif penyedia
layanan, pengendalian mutu dan biaya pelayanan, peningkatan
akuntabilitas sistem pembiayaan, pengembangan health technolgy
assesment, serta pengembangan sistem monitoring dan evaluasi
terpaadu;
d. Penyempurnaan sistem pembayaran untuk penguatan pelayanan
kesehatan dasar, kesehatan ibu dan anak, insentif tenaga
kesehatan di DTPK dan peningkatan upaya promotif dan preventif
perorangan;
e. Pengembanngan berbagai regulasi termasuk standar guideline
pelayanan kesehatan;
f. Peningkatan kapasitas kelembagaan untuk mendukung mutu
pelayanan; serta
g. Pengembangan pembiayaan pelayanan kesehatan kerjasama
pemerintah swasta.

6
5. Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar yang berkualitas
melalui:
a. Pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan dasar sesuai standar
mencakup puskesmas (rawat inap/ perawatan) dan jaringannya
termasuk meningkatkan jangkauan pelayanan terutama di daerah
terpencil, perbatasan dan kepulauan;
b. Peningkatan kerjasama Puskesmas dengan unit transfusi darah
khususnya dalam rangka penurunan kematian ibu;
c. Pengembangan dan penerapan sistem akreditasi fasilitas pelayanan
kesehatan dasar milik pemerintah dan swasta;
d. Peningkatan pelayanan kesehatan promotif dan preventif di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar dengan dukungan bantuan operasional
kesehatan;
e. Penyusunan, penetapan dan pelaksanaan berbagai standar guideline
pelayanan kesehatan diikuti dengan pengembangan sistem
monitoring dan evaluasinya;
f. Peningkatan pengawasan dan kerjasama pelayanan kesehatan dasar
dengan fasilitas swasta;
g. Pengembangan kesehatan tradisional dan komplementer; serta
h. Pengembangan inovasi pelayanan kesehatan dasar melalui
pelayanan kesehatan bergerak, pelayanan primer dan pelayanan
keperawatan kesehatan masyarakat.

6. Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Rujukan yang Berkualitas


melalui :
a. Pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan terutama
rumash sakir rujukan nasional, rumah sakit rujukan regional, rumah
sakit di setiap kabupaten/ kota, termasuk rumah sakit pratama di
daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan;

7
b. Penguatan dan pengembangan sistem rujukan nasional, rujukan
regional dan sistem rujukan gugus kepulauan dan pengembangan
sistem informasi dan rujukan di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan
online;
c. Peningkatan mutu fasilitas pelayanan kesehatan rujukan melalui
akreditasi rumah sakit dan pengembangan standar guideline
pelayanan kesehatan;
d. Pengembangan sistem pengendalian mutu internal fasilitas
kesehatan;
e. Peningkatan pelayanan kesehatan promotif dan preventif di fasilitas
pelayanan kesehatan rujukan;
f. Peningkatan efektivitas pengelolaan rumah sakit terutama dalam
regulasi pengelolaan dana kesehatan di rumah sakit umum daerah
dan pemerintah daerah; serta
g. Pengembangan inovasi pelayanan kesehatan melalui rumah sakit
pratama, telemedicine, dan pelayanan kesehatan tradisional,
alternatif dan komplementer;
7. Meningkatkan ketersediaan, Penyebaran dan Mutu Sumber Daya
Manusia Kesehatan melalui;
a. Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan dengan prioritas di Daerah Terpencil, Perbatasan, dan
Kepulauan (DTPK) melalui penempatan tenaga kesehatan termasuk
tenaga pegawai tidak tetap kesehatan/ PPPK (Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja), penempatan tenaga kesehatan baru lulus/
penugasan khusus (affirmative policy) dan pengembangan model
penempatan tenaga kesehatan;
b. Peningkatan mutu tenaga kesehatan melalui peningkatan
kompetensi, pendidikan, pelatihan dan sertifikasi seluruh jenis
tenaga kesehatan;

8
c. Peningkatan kualifikasi tenaga kesehatan termasuk pengembangan
dokter spesialis dan dokter layanan primer;
d. Pengembangan insentif finansial dan non-finansial bagi tenaga
kesehatan terutama untuk meningkatkan retensi tenaga kesehatan
di Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan Daerah Terpencil
Perbatasan dan Kepulauan (DTPK); serta
e. Pengembangan sistem pendataan tenaga kesehatan dan upaya
pengendalian dan pengawasan tenaga kesehatan.
8. Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan, dan
Kualitas Farmasi dan Alat Kesehatan melalui:
a. Peningkatan ketersediaan dan keterjangkauan obat, terutama obat
esensial generik;
b. Peningkatan pengendalian, monitoring dan evaluasi harga obat,
penyempurnaan, penyelarasan dan evaluasi reguler berbabagi daftar
dan formularium obat;
c. Peningkatan kapasitas institusi dalam management supplychain obat,
vaksin dan alat kesehatan;
d. Peningkatan daya saing industri farmasi dan alkes melalui
pemenuhan standar dan persyaratan;
e. Peningkatan pengawasan pre- dan post-market alat kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT);
f. Penguatan upaya kemandirian di bidang Bahan Baku Obat (BBO)
termasuk Bahan Baku Obat Tradisional (BBOT) dan alat kesehatan
dengan pengembangan riset, penguatan sinergitas perguruan
tinggi, dunia usaha/ swasta, pemerintah dan masyarakat;
g. Peningkatan mutu pelayanan kefarmasian termasuk tenaga
kefarmasian; serta
h. Peningkatan promosi penggunaan dan teknologi rasional oleh
provider dan konsumen.

9
9. Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan melalui :
a. Penguatan sistem pengawasan obat dan makanan berbasis risiko:
b. Peningkatan sumber daya manusia pengawas obat dan makanan;
c. Penguatan Kemitraan pengawasan obat dan makanan dengan
pemangku kepentingan;
d. Peningkatan kemandirian pengawasan obat dan makanan berbasis
risiko oleh masyarakat dan pelaku usaha;
e. Peningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka
mendorong peningkatan daya saing produk obat dan makanan; serta
f. Penguatan kapasitas dan kapabilitas pengujian obat dan makanan.
10. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
melaui:
a. Peningkatan advokasi kebijakan pembangunan berwawasan
kesehatan;
b. Pengembangan regulasi dalam rangka promosi kesehatan;
c. Penguatan gerakan masyarakat dalam promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan antara lembaga
pemerintah dengan swasta dan masyarakat madani; serta
d. Peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan kesehatan
masyarakat melalui pendidikan kesehatan masyarakat, Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) serta upaya kesehatan berbasis masyarakat
(UKBM) termasuk pengembangan rumah sakit.

Untuk menjawab isu-isu strategis dibidang kesehatan adalah dengan


melakukan analisis dan evaluasi peraturan perundang terkait bidang
kesehatan, diantaranya melakukan analisis dan evaluasi peraturan tentang
Badan Penyelenggara Kesehatan Sosial yang dianggap memegang peranan
penting dalam memperbaiki performa pelayanan kesehatan, apakah terdapat
pertentangan dalam ketentuan hukum BPJS sehingga terjadi inkonsistensi,
juga apakah ada keterkaitan ketentuan peraturan perundang-undangan
10
tersebut perlu dilakukan analisis dan evaluasi baik dari dimensi asas, potensi
disharmoni maupun efektifitasnya, sehingga terhadap peraturan perundang-
undangan tersebut mana yang perlu dicabut dan ketentuan mana yang harus
dipertahanakan agar ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
kesehatan dan BPJS kembali konsisten.

Analisis dan evaluasi hukum ini merupakan bagian dari konsep pengujian
peraturan perundang-undangan (executive review) yang selama ini belum
begitu dikenal dalam praktek ketatanegaraan dibandingkan konsep
judicialreview, atau legislativereview. Analisis dan evaluasi hukum ditujukan
untuk menilai: (1) kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan
peraturan perundang-undangan; (2) kejelasan rumusan ketentuan peraturan
perundang-undangan; (3) keterpenuhan asas pembentukan peraturan
perundang-undangan dengan materi muatan; (4) potensi disharmoni
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (5) efektivitas implementasi
peraturan perundang-undangan. Dari berbagai latar belakang di atas Pada
Tahun 2017, Badan Pembinaan Hukum Nasional melaksanakan kegiatan
analisis dan evaluasi hukum menilai peraturan perundang-undangan terkait
sistem hukum acara perdata.

Hasil analisis evaluasi ini adalah berupa rekomendasi terhadap status


peraturan perundang-undangan yang ada, apakah perlu: (1) diubah; (2)
dicabut; atau (3) dipertahankan. Secara tersistem, rekomendasi hasil analisis
evaluasi hukum menjadi dasar penyusunan Dokumen Pembangunan Hukum
Nasional (DPHN) untuk penentuan Kerangka Regulasi dalam RPJMN, dan juga
merupakan masukan terhadap perencanaan pembentukan peraturan
perundang-undangan yang tertuang dalam Program Legislasi Nasional.

B. Permasalahan

Beberapa permasalahan yang hendak dijawab melalui kegaiatan analisis


dan evaluasi hukum ini adalah sebagai berikut:
11
1. Apakah materi muatan peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan masalah Sistem Jaminan Kesehatan, sudah sesuai dengan
jenis, hierarkinya ?
2. Apakah norma dalam peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan sistem jaminan kesehatan telah dirumuskan secara jelas?
3. Apakah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sistem
jaminan kesehatan telah memenuhi asas Pengayoman, Kemanusiaan,
Kebangsaan, Kekeluargaan, Kenusantaraan, Bhineka Tunggal Ika,
Keadilan, Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan,
Ketertiban dan Kepastian Hukum, Keseimbangan, Keserasian, dan
Keselarasan serta indikatornya?
4. Apakah ada potensi tumpang tindih kewenangan, hak dan kewajiban,
perlindungan dan penegakan hukum yang terkait dengan sistem
jaminan kesehatan ?
5. Bagaimana efektivitas implementasi peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan sistem jaminan kesehatan ?

C. Ruang Lingkup

Hasil inventarisasi PUU yang terkait dengan bidang kesehatan, ditemukan


sebanyak 28 (dua puluh delapan) PUU, yang terdiri dari: 9 (sembilan) Undang-
Undang, 12 (enam belas) Peraturan Pemerintah, 7 (tujuh) Peraturan Presiden.
Hasil inventarisasri PUU tersebut adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional ;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit;

12
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran;
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia;
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika;
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Jiwa;
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012
Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2013
Tentang Modal Awal Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan;
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2013
Tentang Tata Cara Hubungan Antar Lembaga Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial;
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2013
Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi
Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi
Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan
Jaminan Sosial;
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2013
Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan;
15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2013
Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Anggota

13
Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial;
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018
Tentang Standar Pelayanan Minimal;
17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2014
Tentang Sistem Informasi Kesehatan;
18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016
Tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014
Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional;
20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Lingkungan;
21. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998
Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
22. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan;
23. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan;
24. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2013 Tentang
Pelayanan Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional
Kementerian Pertahanan, TNI dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
25. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2013 Tentang
Bentuk dan Isi Laporan Program Jaminan Sosial;
26. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2013 Tentang
Gaji atau Upah dan Manfaat Tambahan Lainnya Serta Insentif Bagi
Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial;

14
27. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 Tentang
Pengelolan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan
Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah
Daerah;
28. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang
Sistem Kesehatan Nasional.
No. Judul PUU Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H
Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan
Tentang Sistem Jaminan Sosial Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2)
Nasional Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Republik Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23A, Pasal
Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3),
Tentang Badan Penyelenggara dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat
Jaminan Sosial (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
3. Undang-Undang Republik Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3)
Tentang Rumah Sakit Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
4. Undang-Undang Republik Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan
Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Pasal 28J Undang-Undang Dasar
Tentang Keterbukaan Informasi Negara Republik Indonesia Tahun
Publik 1945
5. Undang-Undang Republik Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang
Tentang Kesehatan Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
15
6. Undang-Undang Republik Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1)
Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Undang-Undang Dasar Negara
Tentang Praktik Kedokteran Republik Indonesia Tahun 1945
7. Undang-Undang Republik Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1),
Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal29,
Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33
ayat (1) dan ayat (3), Pasal 34
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
8. Undang-Undang Republik Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Undang-Undang DasarNegara
Tentang Narkotika Republik Indonesia Tahun 1945
9. Undang-Undang Republik Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1),
Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 dan Pasal 34 ayat (3)Undang-
Tentang Kesehatan Jiwa Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun
1945
10. Peraturan Pemerintah Republik Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Dasar Negara Republik Indonesia
Tentang Penerima Bantuan Iuran Tahun 1945
Jaminan Kesehatan

11. Peraturan Pemerintah Republik Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang


Indonesia Nomor 82 Tahun 2013 Dasar Negara Republik Indonesia
Tentang Modal Awal Untuk Tahun 1945
Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan
12. Peraturan Pemerintah Republik Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Indonesia Nomor 85 Tahun 2013 Dasar NegaraRepublik Indonesia
16
Tentang Tata Cara Hubungan Tahun 1945
Antar Lembaga Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
13. Peraturan Pemerintah Republik Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Indonesia Nomor 86 Tahun 2013 Dasar Negara Republik Indonesia
Tentang Tata Cara Pengenaan Tahun 1945
Sanksi Administratif Kepada
Pemberi Kerja Selain
Penyelenggara Negara dan
Setiap Orang, Selain Pemberi
Kerja, Pekerja dan Penerima
Bantuan Iuran Dalam
Penyelenggaraan Jaminan Sosial
14. Peraturan Pemerintah Republik Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Indonesia Nomor 87 Tahun 2013 Dasar Negara Republik Indonesia
Tentang Pengelolaan Aset Tahun 1945
Jaminan Sosial Kesehatan
15. Peraturan Pemerintah Republik Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Indonesia Nomor 88 Tahun 2013 Dasar Negara Republik Indonesia
Tentang Tata Cara Pengenaan Tahun 1945
Sanksi Administratif Bagi
Anggota Dewan Pengawas dan
Anggota Direksi Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial
16. Peraturan Pemerintah Republik Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Dasar Negara Republik Indonesia
Tentang Standar Pelayanan Tahun 1945
Minimal
17. Peraturan Pemerintah Republik Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
17
Indonesia Nomor 46 Tahun 2014 Dasar Negara Republik Indonesia
Tentang Sistem Informasi Tahun 1945
Kesehatan
18. Peraturan Pemerintah Republik Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Indonesia Nomor 47 Tahun 2016 Dasar Negara Republik Indonesia
Tentang Fasilitas Pelayanan Tahun 1945
Kesehatan
19. Peraturan Pemerintah Republik Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 Dasar Negara Republik Indonesia
Tentang Pelayanan Kesehatan Tahun 1945
Tradisional
20. Peraturan Pemerintah Republik Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Indonesia Nomor 66 Tahun 2014 Dasar Negara Republik Indonesia
Tentang Kesehatan Lingkungan Tahun 1945
21. Peraturan Pemerintah Republik Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Dasar Negara Republik Indonesia
Tentang Pengamanan Sediaan Tahun 1945
Farmasi dan Alat Kesehatan
22. Peraturan Presiden Republik Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Dasar NegaraRepublik Indonesia
Tentang Jaminan Kesehatan Tahun 1945
23. Peraturan Presiden Republik Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Indonesia Nomor 111 Tahun 2013 Dasar NegaraRepublik Indonesia
Tentang Perubahan Atas Tahun 1945
Peraturan Presiden Nomor 12
Tahun 2013 Tentang Jaminan
Kesehatan
24. Peraturan Presiden Republik Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Indonesia Nomor 107 Tahun 2013 Dasar NegaraRepublik Indonesia
18
Tentang Pelayanan Kesehatan Tahun 1945
Tertentu Berkaitan Dengan
Kegiatan Operasional
Kementerian Pertahanan, TNI
dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia
25. Peraturan Presiden Republik Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Indonesia Nomor 108 Tahun 2013 Dasar NegaraRepublik Indonesia
Tentang Bentuk dan Isi Laporan Tahun 1945
Program Jaminan Sosial
26. Peraturan Presiden Republik Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Indonesia Nomor 110 Tahun 2013 Dasar NegaraRepublik Indonesia
Tentang Gaji atau Upah dan Tahun 1945
Manfaat Tambahan Lainnya
Serta Insentif Bagi Anggota
Dewan Pengawas dan Anggota
Direksi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
27. Peraturan Presiden Republik Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 Dasar NegaraRepublik Indonesia
Tentang Pengelolan dan Tahun 1945
Pemanfaatan Dana Kapitasi
Jaminan Kesehatan Nasional
Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama Milik Pemerintah
Daerah
28. Peraturan Presiden Republik Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Dasar NegaraRepublik Indonesia
Tentang Sistem Kesehatan Tahun 1945
19
Nasional

E. Metode Analisis dan Evaluasi Hukum


Analisis dan evaluasi hukum yang dilakukan oleh Pokja mengacu pada
Pedoman Analisis dan Evaluasi Hukum yang dirumuskan oleh Badan
Pembinaan Hukum Nasional tahun 2016. Analisis dan evaluasi hukum dilakukan
dalam beberapa tahap kerja sebagai berikut:
1. Inventarisasi.
Analisis dan evaluasi hukum diawali dengan menginventarisasi
Peraturan Perundang-undangan, termasuk juga peraturan perundang-
undangan yang berasal dari zaman Hindia Belanda yang terkait
dengan Hukum Acara Perdata

2. Penilaian.
Setelah diinventarisasi seluruh peraturan perundang-undangan serta
data dukungnya, langkah berikutnya adalah melakukan penilaian
dengan menggunakan lima dimensi yang meliputi:
a. Dimensi Kesesuaian Antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan.
Penilaian terhadap dimensi ini dilakukan untuk memastikan
bahwa peraturan perundang-undangan dimaksud sudah sesuai
dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Norma hukum
itu berjenjang dalam suatu hierarki tata susunan, sehingga
norma yang lebih rendah bersumber dan berdasar pada norma
yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi bersumber dan
berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya
sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lagi lebih
lanjut yang berupa norma dasar (grundnorm).

20
b. Dimensi Kejelasan Rumusan.
Setiap peraturan perundang-undangan harus disusun sesuai
dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan,
yang memperhatikan:
- sistematika,
- pilihan kata atau istilah,
- teknik penulisan,
- penggunaan bahasa peraturan perundang-undangan
yang lugas dan pasti, hemat kata, objektif dan
menekan rasa subjektif,
- pembakuan makna kata, ungkapan atau istilah yang
digunakan secara konsisten,
- pemberian definisi atau batasan artian secara cermat,
sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksanaannya
c. Dimensi Materi Muatan.
Penilaian ini dilakukan untuk memastikan peraturan
perundang-undangan dimaksud sudah sesuai dengan asas
materi muatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

d. Dimensi Potensi disharmoni pengaturan


Penilaian ini dilakukan dengan pendekatan normatif,
terutama untuk mengetahui adanya disharmoni pengaturan
mengenai: 1) kewenangan, 2) hak dan kewajiban, 3)
perlindungan, dan 4) penegakan hukum.

e. Dimensi efektivitas implementasi peraturan perundang-


undangan.

21
Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai
kejelasan tujuan yang hendak dicapai serta berdayaguna dan berhasilguna
sebagaimana dimaksud dalam asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik yang tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011. Penilaian ini perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana manfaat
dari pembentukan suatu peraturan perundang-undangan sesuai dengan yang
diharapkan.

3. Perumusan Simpulan
Pada tahap ini, pokja akan mengolah setiap hasil temuan, baik yang
berasal dari kerja mandiri maupun masukan dari masyarakat dan
pemangku kepentingan
4. Perumusan Rekomendasi
Rekomendasi terdiri atas umum dan khusus. Rekomendasi umum berisi
saran terkait dengan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya
hukum. Rekomendasi khusus berisi saran terhadap ketentuan yang
bermasalah berdasarkan hasil analisis dan evaluasi hukum.

F. Personalia Pokja
1. Penanggung Jawab : Pocut Eliza, S.Sos., S.H., M.H.
2. Ketua : Eko Suparmiyati, S.H., M.H.
3. Sekretaris : Alice Angelica, S.H., M.H.
4. Anggota : 1. Fabian Adiasta Nusabakti Broto, S.H.
2. Danang Risdianto, S.H
3. Sakti Maulana Alkausar, S.H.

22
G. Jadwal Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan dengan agenda sebagai dalam tabel berikut:
No Agenda 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Rapat Umum Pokja
2 Rapat 1 Presentasi
Anggota Pokja
3 Rapat 1 Review
Presentasi Anggota
Pokja oleh
Narasumber
4 Diskusi Publik
5 Rapat 2 Presentasi
Anggota Pokja
6 Rapat 2 Review
Presentasi Anggota
Pokja oleh
Narasumber
7 Rapat 3 Presentasi
Anggota Pokja
8 Rapat 3 Review
Presentasi Anggota
Pokja oleh
Narasumber
9 FGD
10 Rapat pembahasan
laporan akhir

23
BAB II
KESESUAIAN ANTARA JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Bab ini berisi narasi, data, dan hasil analisis dan evaluasi hukum dalam
dimensi kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan peraturan
perundang-undangan. Dalam penyususnan peraturan perundang-undangan
harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan
jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Penilaian terhadap dimensi
ini dilakukan untuk memastikan bahwa peraturan perundang-undangan
dimaksud sudah sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan.
Norma hukum itu berjenjang dalam suatu hierarki tata susunan, sehingga
norma yang lebih rendah bersumber dan berdasar pada norma yang lebih
tinggi, norma yang tinggi bersumber dan berdasar pada norma yang lebih
tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat
ditelusuri lagi lebih lanjut yang berupa norma dasar (grundnorm). Peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (lex
superiori derogat legi inferior). Dalam sistem hukum Indonesia peraturan
perundang-undangan juga disusun berjenjang sebagaimana diatur dalam
dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Dimensi penilaian ini hendak menegaskan bahwa materi muatan yang
terdapat di dalam masing-masing jenis peraturan perundang-undangan
seharusnya dapat dibedakan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari cara
perumusan normanya pada masing-masing jenis peraturan perundang-
undangan. Norma dalam peraturan perundang-undangan pada jenjang yang
semakin ke atas, seharusnya semakin abstrak. Norma dalam peraturan
perundang-undangan pada jenjang yang semakin ke bawah bersifat aplikatif
untuk langsung dilaksanakan.
24
Dimensi penilaian ini ingin mereduksi peraturan perundang-undangan
yang norma aturannya tidak sesuai dengan jenis dan hierarkinya. Dengan kata
lain, dimensi penilaian ini ingin mengevaluasi kelayakan suatu pengaturan
yang dituangkan dalam suatu jenis peraturan perundang-undangan tertentu.
Dimensi penilaian ini dilakukan terhadap undang-undang :

1. Peraturan Perundangan-undangan: (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004


tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional)
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 34 ayat (2) menyebutkan
bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Penyebutan pasal
mengandung makna bahwa pemerintah atau negara berkewajiban
membuat sebuah program yang dapat digunakan untuk membantu
masyarakat miskin untuk berobat, memperoleh penghasilan dan
pekerjaan yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi
seluruh penduduk Indonesia. Undang-undang SJSN mengatur
kepesertaan wajib secara nasional, program jaminan sosial, penerima
bantuan iuran. Undang-undang Sitem Jaminan Sosial Nasional
menetapkan 5 (lima) program jaminan sosial yaitu jaminan kesehatan,
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.
Jaminan pensiun merupakan salah satu program jaminan sosial yang
diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk mempertahankan
derajad kehidupan yang layak pada saat peserta mengalami kehilangan
atau berkurangnya penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau
mengalami cacat tetap total. Oleh karena itu pengaturan mengenai
sistem jaminan sosial nasional sudah tepat dituangkan dalam undang-
undang

25
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Perundangan-undangan: Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

1 Mengatur A. Analisis terhadap √


lebih lanjut “Nama” Undang-
ketentuan Undang:
UUD NRI Dalam petunjujk no. 3
Tahun 1945, lampiran II UU no.12
yang tahun 2011, dinyatakan
meliputi: bahwa nama PUU
dibuat secara singkat
dengan hanya
menggunakan 1 (satu)
kata atau frasa yang
secara esensial
maknanya telah
mencerminkan isi PUU
itu sendiri. Ditinjau dari
namanya “Sistem
Jaminan Sosial
Nasioanl” dapat
diasumsikan bahwa UU
ini berisi tentang
perlindungan kepada
masyarakat untuk
dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup
yang layak. Maka
berdasarkan analisis
terhadap nama PUU ini
, sudah tepat dijadikan
UU.

B. Anallisis terhadap dasar


hukum mengingat:
Dalam bagian dasar
hukum mengingat UU
40 tahun 2004 tentang
SJSN, disebutkan 4
(empat) pasal UUD
1945, yaitu: Pasal 5 ayat

26
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
(1), Pasal 20, Pasal 28 H
ayat (1), (2),(3), Pasal 34
:
- Pasal 5
Penyebutan pasal ini
adalah untuk
menunjukan bahwa
pembentukan UU ini
dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat (asas
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang
tepat,sebagaimana
Pasal 5 huruf b UU
No. 12 Tahun 2011),
dalam hal ini Presiden
sebagai kepala
pemerintahan.
(landasan formil)

- Pasal 20
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukkan
bahwa
pembentukan UU
ini dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat (asas
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat pasal 5
huruf b UU 12 tahun
2011). Namun
seharusnya Pasal 20
tidak disebutkan
secara utuh,
melainkan hanya
ayat (1) yang terkait

27
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
dengan ketepatan
kelembagaan
pembentuk.
(landasan formil)

- Pasal 28H ayat (1),


(2), (3) :
(1) Setiap orang
berhak hidup
sejahtera lahir
dan
batin,bertempa
t tinggal,dan
mendapatkan
lingkungan
hidup yang baik
dan sehat serta
berhak
memperoleh
pelayanan
kesehatan.
(2) Setiap orang
berhak
mendapat
kemudahan dan
perlakuan
khusus untuk
memperoleh
kesempatan
dan manfaat
yang sama guna
mencapai
persamaan dan
keadilan.
(3) Setiap orang
berhak atas
jaminan sosial
yang
memungkinan
pengembangan
dirinya secara
utuh sebagai

28
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
manusia yang
bermartabat.
Penyebutan pasal
ini adalah
menunjukan bahwa
pemerintah
sungguh-sungguh
akan menjamin hak
asasi setiap
manusia untuk
dapat memenuhi
hak dasarnya yang
layak seperti hak
hidup, dan hak
untuk
mendapatkan
perlindungan.

- Pasal 34 :
(1) Fakir miskin dan
anak-anak yang
terlantar
dipelihara oleh
negara.
(2) Negara
mengembangk
an sistem
jaminan sosial
bagi seluruh
rakyat dan
memberdayaka
n masyarakat
yang lemah dan
tidak mampu
sesuai dengan
martabat
kemanusiaan.

Penyebutan pasal ini


menunjukan bahwa negara
berkewajiban
meningkatkan di bidang
kesejahteraan sosial. Ada-
nya ketentuan mengenai
29
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
kesejahteraan sosial upaya
mewujudkan Indonesia
sebagai negara
kesejahteraan (welfare
state) sehingga rakyat
dapat hidup sesuai dengan
harkat dan martabat
kemanusiaan.
Negara Indonesia
sebagai negara
kesejahteraan, berarti
terdapat tanggung
jawab negara untuk
mengembangkan
kebijakan negara di
berbagai bidang
kesejahteraan serta
meningkatkan kualitas
pelayanan umum (public
services) yang baik
melalui penyediaan
berbagai fasilitas yang
diperlukan oleh
masyarakat.

C. Analisis terhadap
Politik Hukum (arah
pengaturan:
Politik hukum Nomor
40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial
Nasional dapat ditinjau
dari konsiderans
menimbang dan/atau
penjelasan umumnya.
Dalam penjelasan
umumnya
menyebutkan bahwa
Sistem Jaminan Sosial
Nasioanl pada dasarnya
merupakan program
Negara yang bertujuan
30
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
memberi kepastian
perlindungan dan
kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat
Indonesia. Melalui
program ini diharapkan
setiap orang dapat
memenuhi kebutuhan
dasar hidup yang layak
apabila terjadi hal-hal
yang dapat
mengakibatkan hilang
atau berkurangnya
pendapatan, karena
menderita sakit,
mengalami kecelakaan,
kehilangan pekerjaan,
memasuki usia lanjut,
atau pensiun.

Kesimpulan analisis :
UU 40/2004 sudah tepat
dituangkan dalam
undang-undang.
Mengingat pentingnya
memberikan
perlindungan terhadap
setiap manusia untuk
hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal
dan mendapatkan
lingkungan hidup yang
bersih dan sehat.

1. HAM √ Dalam konsideran huruf a


Undang-undang ini
menjelaskan bahwa setiap
orang berhak atas jaminan
sosial untuk dapat
memenuhi kebutuhan dasar
hidup yang layak dan
meningkatkan martabatnya.
Semangat perlindungan

31
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
HAM dalam UU ini juga
diamanatkan dalam Pasal
28H ayat (3) dan Pasal 34
ayat (2) UUD 1945.

2. Hak dan √ Kewajiban negara dan warga


kewajib negara dalam UU ini diatur
an pada Pasal 13 sampai dengan
warga Pasal 17menyatakan bahwa :
keikutsertaan pekerja
Negara
sebagai peserta BPJS
merupakan tanggungjawab
pemerintah.
Selanjutnya hak dan
kewajiban pemberi kerja dan
penerima kerja diatur pada
Pasal 14 sampai Pasal 17.

3. Pelaksa √ -
naan
dan
penega
kan
kedaula
tan
Negara
serta
pembag
ian
kekuasa
an
Negara
4. Wilayah √ -
Negara
dan
pembag
ian
daerah
5. Kewarg √ Sistem Jaminan Sosial
anegara Nasional merupakan
an dan program negara yang
kepend bertujuan memberikan
kepastian perlindungan dan
udukan
kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat, diharapkan

32
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABU
P T
1 2 3 4 5 6 7 8
melalui program ini setiap
penduduk dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang
layak.

6. Keuang √
an
Negara
2 Perintah √
Undang-
Undang
untuk diatur
dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √ -
mengenai
kewenangan
absolut
Pemerintah
Pusat
4 Tindak lanjut √
Putusan MK

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara


Jaminan Kesehatan

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011tentang Badan Penyelenggara


Jaminan Kesehatan
1 Mengatur A. Analisis terhadap √
lebih lanjut “Nama” Undang-
ketentuan Undang:
UUD NRI Dalam petunjujk no. 3
Tahun 1945, lampiran II UU no.12
yang meliputi: tahun 2011,
dinyatakan bahwa
nama PUU dibuat
33
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
secara singkat dengan
hanya menggunakan 1
(satu) kata atau frasa
yang secara esensial
maknanya telah
mencerminkan isi
PUU itu sendiri.
Ditinjau dari namanya
“Badan
Penyelenggara
Jaminian Kesehatan”
dapat diasumsikan
bahwa UU ini berisi
tentang perlindungan
dan kesejahteraan
sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
dengan program
jaminan sosial. Maka
berdasarkan analisis
terhadap nama PUU
ini , sudah tepat
dijadikan UU.

B. Anallisis terhadap
dasar hukum
mengingat:
Dalam bagian dasar
hukum mengingat UU
24 Tahun 2011 tentang
BPJS, disebutkan 5
(lima) pasal UUD
1945, Pasal 20, Pasal
21, Pasal 23A, Pasal
28H ayat (1), (2), (3),
dan Pasal 34 ayat
(1),(2)
yaitu:
- Pasal 20
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukkan
bahwa

34
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
pembentukan UU
ini dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat
pembentuk yang
tepat (asas
kelembagaan atau
pejabat
pembentuk yang
tepat pasal 5
huruf b UU 12
tahun 2011).
Namun
seharusnya pasal
20 tidak
disebutkan secara
utuh yang
disebutkan secara
utuh, melainkan
hanya ayat (1)
yang terkait
dengan ketepatan
kelembagaan
pembentuk.
(landasan formil)
- Pasal 21
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukkan
bahwa DPR
berhak
mengajukan usul
rancangan UU
(rancangan
Undang-Undang
dapat berasal dari
DPR atau Presiden
pasal 43 ayat (1)
UU 12/2011).
- Pasal 23A
Pasal 23A
berbunyi : “Pajak
dan pungutan lain

35
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
yang bersifat
memaksa untuk
keperluan negara
diatur dengan
undang-undang.”
Pasal ini
mengamanatkan
bahwa segala
ketentuan
pemungutan yang
bersifat memaksa,
harus berdasarkan
undang-undang.
Dasar filosofis
karena tidak ada
perpindahan
kekayaan tanpa
persetujuan
pemilik, dan ini
menunjukkan
bahwa
masyarakat
(pemilik)
memberikan izin
atas perpindahan
sebagian
kekayaannya
kepada negara
melalui proses
pembuatan
undang-undang
dimana wakil
rakyat memberi
persetujuan. Pajak
asalnya dari rakyat
yang
pemungutannya
dikoordinir oleh
negara untuk
membiayai
pengeluaran
negara baik rutin
maupun

36
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
pembangunan
yang hasilnya
dinikmati oleh
rakyat. Disinilah
nampak kesatuan
antara rakyat dan
pemerintah untuk
pencapaian tujuan
bersama.

- Pasal 28H ayat


(1),(2),(3)
Penyebutan pasal
ini
mengamanatkan
bahwa setiap
orang
berhak
mendapatkan
kehidupan yang
layak dan sejahtera
lahir dan batin. Pada
dasarnya tidak akan
ada orang yang mau
hidup dengan
telantar dan
melarat. Untuk itu
harus ada pasal
yang mengatur dan
melindungi
kesejahteraan
warga negaranya,
mereka juga berhak
mendapatkan
tempat tinggal yang
layak bagi dirinya
beserta
keluarganya,
memperoleh
lingkungan hidup
yang baik dan sehat.
Dan pasal inilah
melindungi warga
negara di Indonesia
untuk mendapatkan
kehidupan yang
37
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
layak dan sejahtera
tersebut.

- Pasal 34 ayat
(1),(2)
Penyebutan pasal
ini menegaskan
bahwa fakir
miskin dan anak-
anak yang
terlantar
dipelihara oleh
negara.
Hal ini
membuktikan
jaminan
konstitusional
yang mengatur
kewajiban negara
di bidang
kesejahteraan
sosial. Di dalam
rumusan tersebut
terkandung
maksud bahwa
tidak boleh ada
seorangpun
rakyat yang
penghidupannya
tidak layak atau
berada digaris
kemiskinan.
Kalaupun ada
rakyat yang miskin
maka kewajiban
negara untuk
meliharanya serta
berusaha untuk
membuatnya
kembali menjadi
sejahtera.
Selanjutnya untuk
bidang kesehatan,

38
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
pada dasarnya
semua orang
termasuk
masyarakaat
kurang mampu
berhak atas hak
dasar salah
satunya adalah
hak memperoleh
kesehatan, untuk
itu
pemerintahpun
seharusnya
mampu menjamin
kesehatan bagi
setiap warganya
tanpa
memandang
status dari
masyarakat yang
mampu atau tidak
bila dilihat dari
bidang
ekonominya.
Fakta menunjukan
bahwa pelayanan
kesehatan bagi
masyarakat miskin
sangat terasa
perbedaannya
dengan pelayanan
bagi masyarakat
yang
berkecukupan
dalam bidang
ekonominya.

1. HAM √ - UU ini mengatur


tentang Hak Asasi
Manusia
(sebagaimana
diatur pada UU No.
39 Tahun 1999
tentang HAM) pada
39
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
konsideran
menimbang
menyatakan bahwa
sistem jaminan
sosial nasional
merupakan
program negara
yang bertujuan
memberikan
kepastian
perlindungan dan
kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat.
- Pada Pasal 28H
ayat (1),(2),(3)
pasal ini
mengamanatkan
bahwa setiap
orang berhak
mendapatkan
kehidupan yang
layak dan
sejahtera lahir dan
batin.
2. Hak dan √ Hak dan kewajiban warga
kewajiban negara dalam UU ini diatur
warga pada Pasal 13 yang
Negara menyatakan bahwa
mendapat informasi
melalui media massa cetak
dan elektronik mengenai
kinerja, kondisi keuangan,
serta kekayaan dan hasil
pengembangannya. Juga
pengaturan tentang hak
dan kewajian peserta yang
dinyatakan pada Pasal 10
sampai dengan Pasal 19.
3. Pelaksana √
an dan
penegaka
n
kedaulata
n Negara
serta
pembagia
40
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
n
kekuasaan
Negara
4. Wilayah √
Negara
dan
pembagia
n daerah
5. Kewargan √
egaraan
dan
kependud
ukan
6. Keuangan √
Negara
2 Perintah √ Pasal 52 UU No 40/2004 ttg
Undang- SJSN mengamanatkan
Undang untuk untuk membentuk Badan
diatur dengan Penyelenggara Jaminan
Sosial dengan Undang-
Undang-
undang, yang merupakan
Undang transformasi BUMN untuk
mempercepat
terselenggaranya sistem
jaminan sosial nasional bagi
seluruh rakyat Indonesia.

3 Pengaturan √ -
mengenai
kewenangan
absolut
Pemerintah
Pusat
4 Tindak lanjut √ Pembentukan UU BPJS
Putusan MK merupakan pelaksanaan
UU No 40/2004 Ttg SJSN,
setelah Putusan Mahkamah
Konstitusi terhadap
perkara Nomor 007/PUU-
III/2005, guna memberikan
kepastian hukum bagi
pembentukan BPJS untuk
melaksanakan program
Jaminan Sosial di seluruh
Indonesia.

41
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
1 Mengatur A. Analisis terhadap √
lebih lanjut “Nama” Undang-
ketentuan Undang:
UUD NRI Dalam petunjuk no.
Tahun 1945, 3 lampiran II UU
yang meliputi: No.12 tahun 2011,
dinyatakan bahwa
nama PUU dibuat
secara singkat
dengan hanya
menggunakan 1
(satu) kata atau
frasa yang secara
esensial maknanya
telah mencerminkan
isi PUU itu sendiri.
Ditinjau dari
namanya “Rumah
Sakit” dapat
diasumsikan bahwa
UU ini berisi tentang
pengelolaan dan
penyelenggaraan
Rumah Sakit. Maka
berdasarkan analisis
terhadap nama PUU
ini, sudah tepat
dijadikan UU.

B. Anallisis terhadap
dasar hukum
mengingat :
Dalam bagian dasar
hukum mengingat
UU 44 Tahun 2009
Tentang Rumah
Sakit, disebutkan 4
42
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
(empat) pasal UUD
1945, yaitu Pasal 5
ayat (1), Pasal 20,
Pasal 28 H ayat (1),
dan Pasal 34 ayat
(3).

- Pasal 5
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukan bahwa
pembentukan UU
ini dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat (asas
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang
tepat,sebagaimana
Pasal 5 huruf b UU
No. 12 Tahun 2011),
dalam hal ini
Presiden sebagai
kepala
pemerintahan.
(landasan formil).

- Pasal 20
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukkan
bahwa
pembentukan UU
ini dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat
pembentuk yang
tepat (asas
kelembagaan atau
pejabat
pembentuk yang
tepat pasal 5

43
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
huruf b UU 12
tahun 2011).
Namun
seharusnya pasal
20 tidak
disebutkan secara
utuh yang
disebutkan secara
utuh, melainkan
hanya ayat (1)
yang terkait
dengan ketepatan
kelembagaan
pembentuk.
(landasan formil)
- Pasal 28 H ayat
(1) :
setiap orang
berhak hidup
sejahtera lahir
dan bathin,
bertempat
tinggal, dan
mendapatkan
lingkungan hidup
yang baik dan
sehat serta
berhak
memperoleh
pelayanan
kesehatan.
Pasal ini jelas
mengamanatkan
bahwa sejak lahir
kedunia, setiap
orang
mempunyai hak
asasi antara lain
setiap orang
berhak
merasakan
fasilitas yang
diberikan oleh

44
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Negara agar
masyarakatnya
sejahtera lahir
batin. Warga
negara juga
berhak
mendapatkan
tempat tinggal
serta lingkungan
hidup yang baik
dan sehat untuk
ditinggali
bersama
keluarganya,
walaupun
beberapa
kelompok
masyarakat
belum bisa
merasakan atau
memiliki tempat
tinggal dan
lingkungan hidup
yang baik.
- Pasal 34 ayat (3)
Pasal 34 ayat (3)
berbunyi :
Negara
bertanggung
jawab atas
penyediaan
fasilitas
pelayanan
kesehatan dan
fasilitas
pelayanan umum
yang layak.
Pasal ini
mengamanatkan
bahwa negara
berkewajiban
membuat sarana
dan prasarana

45
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
umum yang
memadai dan
berkualitas dalam
pemberian
pelayanannya,
misalnya rumah
sakit, pelayanan
administrasi di
kelurahan dan
kecamatan,
maupun
penyediaan alat
transportasi yang
memadai dan
layak beserta
kelengkapannya.
7. HAM √ UU ini mengatur
tentang Hak Asasi
Manusia (sebagaimana
diatur pada UU No. 39
Tahun 1999 tentang
HAM) pada Pasaln29
huruf b menyatakan
bahwa rumah sakit
memberikan pelayanan
kesehatan yang aman,
bermutu,
antidiskriminasi, dan
efektif dengan
mengutamakan
kepentingan pasien
sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.
8. Hak dan √ Hak dan kewajiban warga
kewajiban negara dalam UU ini diatur
warga pada Pasal 32 yang
Negara menyatakan bahwa setiap
pasien mempunyai hak
antara lain memperoleh
informasi mengenai tata
tertib dan yang berlaku di
Rumah Sakit, memperoleh
informasi tentang hak dan
kewajiban pasien,
memperoleh layanan yang
manusiawi, adil, jujur, dan
46
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
tanpa diskriminasi, juga
memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu
sesuai dengan standar
profesi dan prosedur
operasional.
9. Pelaksana √
an dan
penegaka
n
kedaulata
n Negara
serta
pembagia
n
kekuasaan
Negara
10. Wilayah √
Negara
dan
pembagia
n daerah
11. Kewargan √
egaraan
dan
kependud
ukan
12. Keuangan √
Negara
2 Perintah √
Undang-
Undang untuk
diatur dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √ Penyelenggaraan urusan
mengenai penyediaan Rumah Sakit
kewenangan dibagi antara Pemerintah
absolut Pusat dan Daerah. Hal ini
dijelaskan pada Pasal 6 ayat
Pemerintah
(1). Ini menjelaskan bahwa
Pusat urusan pemerintahan yang
dimaksud diklasifikasikan
sebagai urusan

47
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
pemerintahan konkuren
(Ps. 9 ayat (3) UU Pemda).
Yang mana urusan
pemerintahan konkuren
yang diserahkan ke daerah
menjadi dasar pelaksanaan
Otonomi Daerah.
4 Tindak lanjut √
Putusan MK

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi


Publik
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik
1 Mengatur A. Analisis terhadap √
lebih lanjut “Nama” Undang-
ketentuan Undang:
UUD NRI Dalam petunjuk no. 3
Tahun 1945, lampiran II UU No.12
yang meliputi: tahun 2011,
dinyatakan bahwa
nama PUU dibuat
secara singkat dengan
hanya menggunakan 1
(satu) kata atau frasa
yang secara esensial
maknanya telah
mencerminkan isi
PUU itu sendiri.
Ditinjau dari namanya
“Keterbukaan
Informasi Publik”
dapat diasumsikan
bahwa UU ini berisi
tentang perlindungan
dan kesejahteraan
sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
dengan program
48
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
jaminan sosial. Maka
berdasarkan analisis
terhadap nama PUU
ini, sudah tepat
dijadikan UU.

B. Anallisis terhadap
dasar hukum
mengingat:
Dalam bagian dasar
hukum mengingat UU
14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan
Informasi Publik,
disebutkan 4 (empat)
pasal UUD 1945, Pasal
20, Pasal 21, Pasal 28
F, Pasal 28 J yaitu:
- Pasal 20
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukkan
bahwa
pembentukan UU
ini dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat
pembentuk yang
tepat (asas
kelembagaan atau
pejabat
pembentuk yang
tepat pasal 5
huruf b UU 12
tahun 2011).
Namun
seharusnya pasal
20 tidak
disebutkan secara
utuh yang
disebutkan secara
utuh, melainkan
hanya ayat (1)

49
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
yang terkait
dengan ketepatan
kelembagaan
pembentuk.
(landasan formil)
- Pasal 21
Penyebutan pasal
ini adalah untuk
menunjukkan
bahwa DPR
berhak
mengajukan usul
rancangan UU
(rancangan
Undang-Undang
dapat berasal dari
DPR atau Presiden
pasal 43 ayat (1)
UU 12/2011).
- Pasal 28 F
Pasal 28 F
berbunyi : Setiap
orang berhak
untuk
berkomunikasi
dan memperoleh
Informasi untuk
mengembangkan
pribadi dan
lingkungan
sosialnya, serta
berhak untuk
mencari,
memperoleh,
memiliki, dan
menyimpan
Informasi dengan
menggunakan
segala jenis
saluran saluran
yang tersedia.
Pasal ini
mengamanatkan

50
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
bahwa negara
memberikan
jaminan terhadap
semua orang
dalam
memperoleh
informasi.
Mengingat hak
untuk
memperoleh
Informasi
merupakan hak
asasi manusia
sebagai salah satu
wujud dari
kehidupan
berbangsa dan
bernegara yang
demokratis.

- Pasal 28 J
Pasal 28 J
berbunyi
(1) Setiap orang
wajib
menghormati hak
asasi manusia
orang lain dalam
tertib kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa, dan
bernegara.
(2) Dalam
menjalankan hak
dan
kebebasannya,
setiap orang wajib
tunduk kepada
pembatasan yang
ditetapkan
dengan undang-
undang dengan
maksud semata-

51
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
mata untuk
menjamin
pengakuan serta
penghormatan
atas hak dan
kebebasan orang
lain dan untuk
memenuhi
tuntutan yang adil
sesuai dengan
pertimbangan
moral, nilai-nilai
agama,
keamanan, dan
ketertiban umum
dalam suatu
masyarakat
demokratis.

Penyebutan pasal
ini
mengamanatkan
bahwa negara
memberikan
pembatasan yang
ditetapkan
dengan undang-
undang dan untuk
menjamin
pengakuan serta
penghormatan
atas hak dan
kebebasan orang
lain dan untuk
memenuhi
tuntutan yang adil
sesuai dengan
pertimbangan
moral, nilai-nilai
agama,
keamanan, dan
ketertiban umum
dalam suatu

52
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
masyarakat
demokratis.

13. HAM √ - UU ini mengatur


tentang Hak Asasi
Manusia (sebagaimana
diatur pada UU No. 39
Tahun 1999 tentang
HAM) pada penjelasan
umum dinyatakan untuk
memberikan jaminan
terhadap semua orang
dalam memperoleh
informasi perlu
dibentuk undang-
undang tentang
Keterbukaan Informasi
Publik, fungsi ini
penting mengingat hak
untuk memperoleh
informasi merupakan
hak asasi manusia
sebagai salah satu
wujud dihidupan
berbangsa dan
bernegara yang
demokratis.
- Pasal 28F
Pasal ini
mengamanatkan
bahwa setiap orang
berhak untuk
berkomunikasi dan
memperoleh
informasi untuk
mengembangkan
pribadi dan
lingkungan sosial,
serta berhak untuk
mengembangkan
pribadi dan
lingkungan
sosialnya, serta
berhak untuk
mencari,

53
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
memperoleh,
memiliki,
menyimpan,
mengolah, dan
penyampaikan
informasi dengan
menggunakan
segala jenis saluaran
yang tersedia.
- Keberadaan
Undang-undang
tentang
Keterbukaan
Informasi Publik
sangat penting
sebagai landasan
hukum yang
berkaitan dengan
hak setiap orang
untuk memperoleh
informasi,
kewajiban negara
menyediakan dan
melayani
permintaan
informasi secara
cepat, tepat waktu,
biaya
ringan/proposional,
dan cara sederhana.

14. Hak dan √ Hak dan kewajiban warga


kewajiban negara dalam UU ini diatur
warga pada Bab III tentang Hak
Negara dan Kewajiban Pemohon
dan Pengguna Informasi
Serta Hak dan Kewajiban
Badan Publik, dalam Pasal 4
yang menyatakan bahwa
setiap orang berhak
memperoleh Informasi
Publik sesuai dengan
Ketentuan Undang-undang
ini.

54
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8

15. Pelaksana √
an dan
penegaka
n
kedaulata
n Negara
serta
pembagia
n
kekuasaan
Negara
16. Wilayah √
Negara
dan
pembagia
n daerah
17. Kewargan √
egaraan
dan
kependud
ukan
18. Keuangan √
Negara
2 Perintah √
Undang-
Undang untuk
diatur dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √
mengenai
kewenangan
absolut
Pemerintah
Pusat
4 Tindak lanjut √
Putusan MK

5. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima


Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
NO INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI

55
. YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima
Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
1 Melaksanakan √ Pelaksanaan dari ketentuan √
ketentuan pasal 14 ayat (3), pasal 17
Undang- ayat (6), Undang-Undang
undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan
(diperintahka
Sosial Nasional.
n secara
tegas)
2 Melaksanakan
ketentuan
Undang-
Undang
sepanjang
diperlukan
(tidak
diperintahkan
secara tegas)
3 Tindak lanjut
Putusan MA

6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2013 tentang Modal Awal


Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2013 tentang Modal
Awal Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
1 Melaksanakan √
ketentuan
Undang-
undang
(diperintahka
n secara
tegas)
2 Melaksanakan √ Peraturan Pemerintah ini
ketentuan merupakan pelaksanaan
Undang- dari UU No 1 Tahun 2004
Undang tentang Perbenhaharaan
Negara, dan UU 19 tahun
sepanjang
2012 tentang Anggaran
diperlukan Pendapatan dan Belanja
56
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
(tidak Negara Tahun 2013
diperintahkan sebagaimana telah dirubah
secara tegas) dengan UU Nomor 15
Tahun 2013 tentang
Perubahan atas UU Nomor
19 Tahun 2012 tentang
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun 2013.
3 Tindak lanjut
Putusan MA

7. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2013 tentang Tata Cara


Hubungan Antar Lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2013 tentang Tata
Cara Hubungan Antar Lembaga Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
1 Melaksanak Peraturan Pemerintah ini √
an merupakan pelaksanaan
ketentuan dari Undang-Undang
Undang- Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan
undang
Penyelenggara Jaminan
(diperintahk Sosial
an secara
tegas)
2 Melaksanak √
an
ketentuan
Undang-
Undang
sepanjang
diperlukan
(tidak
diperintahka
n secara
tegas)
3 Tindak lanjut

57
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Putusan MA

8. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara


Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain
Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja,
Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan
Jaminan Sosial

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata
CaraPengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja
Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi
Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam
Penyelenggaraan Jaminan Sosial
1 Melaksanak √ Peraturan Pemerintah ini √
an merupakan pelaksanaan
ketentuan dari Undang-Undang
Undang- Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan
undang
Penyelenggara Jaminan
(diperintahk Sosial
an secara
tegas)
2 Melaksanak
an
ketentuan
Undang-
Undang
sepanjang
diperlukan
(tidak
diperintahka
n secara
tegas)
3 Tindak lanjut
Putusan MA

58
9. Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset
Jaminan Sosial Kesehatan

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan
1 Melaksanak √ Peraturan Pemerintah ini √
an merupakan pelaksanaan
ketentuan dari Undang-Undang
Undang- Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan
undang
Penyelenggara Jaminan
(diperintahk Sosial
an secara
tegas)
2 Melaksanak
an
ketentuan
Undang-
Undang
sepanjang
diperlukan
(tidak
diperintahka
n secara
tegas)
3 Tindak lanjut
Putusan MA

10. Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2013 tentang Tata Cara


Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Anggota Dewan Pengawas dan
Anggota Direksi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Anggota Dewan
Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial
1 Melaksanakan √ Peraturan Pemerintah ini √
ketentuan merupakan pelaksanaan
59
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Undang- dari ketentuan pasal 53
undang ayat (4) Undang-Undang
(diperintahka Nomor 24 Tahun 2011
n secara tentang Badan
Penyelenggara Jaminan
tegas)
Sosial.

2 Melaksanakan
ketentuan
Undang-
Undang
sepanjang
diperlukan
(tidak
diperintahkan
secara tegas)
3 Tindak lanjut
Putusan MA

11. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan
1 Melaksanakan √ Menurut Pasal 13 UU No. 12 √
lebih lanjut Tahun 2011 tentang
perintah Pembentukan Peraturan
Undang- Perundang-Undangan
dinyatakan bahwa Perpres
undang
berisi materi yang
diperintahkan oleh UU,
materi untuk melaksanakan
PP, atau materi untuk
melaksanakan
penyelenggaraan
kekuasaan Pemerintahan.
2 Melaksanakan √ Perpres ini melaksanakan
lebih lanjut perintah Pasal 53 ayat (4)
perintah Undang-Undang No. 24
Peraturan Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan

60
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Sosial.
3 Untuk √ Pada dasar hukum
melaksanakan mengingat Perpres ini
penyelenggara terdapat Pasal 4 ayat (1)
an kekuasaan UUD 1945, yang
menyatakan bahwa
pemerintahan
pemegang kekuasaaan
pemerintahan adalah
Presiden.
Dalam konsep negara
Republik, Presiden
merupakan pemegang
kekuasaan pemerintahan
4 Tindak lanjut √
Putusan MA

12. Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan

1 Melaksanakan √ Menurut Pasal 13 UU No. 12 √


lebih lanjut Tahun 2011 tentang
perintah Pembentukan Peraturan
Undang- Perundang-Undangan
dinyatakan bahwa Perpres
undang
berisi materi yang
diperintahkan oleh UU,
materi untuk melaksanakan
PP, atau materi untuk
melaksanakan
penyelenggaraan
kekuasaan Pemerintahan.
2 Melaksanakan √ Perpres ini melaksanakan
lebih lanjut perintah Undang-undang
perintah Nomor 40 Tahun 2004
Peraturan Tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, Undang-
Undang Nomor 24 Tahun
2011 Tentang Badan

61
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Penyelenggaran Jaminan
Sosial, dan Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun
2013 Tentang Jaminan
Kesehatan.
3 Untuk √ Pada dasar hukum
melaksanakan mengingat Perpres ini
penyelenggar terdapat Pasal 4 ayat (1)
aan UUD 1945, yang
menyatakan bahwa
kekuasaan
pemegang kekuasaaan
pemerintahan pemerintahan adalah
Presiden.
Dalam konsep negara
Republik, Presiden
merupakan pemegang
kekuasaan pemerintahan.
4 Tindak lanjut √
Putusan MA

13. Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2013 tentang Pelayanan


Kesehatan Tertentu Berkaitan dengan Kegiatan Operasional Kementerian
Pertahanan, TNI, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan Tertentu Berkaitan dengan Kegiatan Operasional
Kementerian Pertahanan, TNI, dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia

1 Melaksanakan √ Menurut Pasal 13 UU No. 12 √


lebih lanjut Tahun 2011 tentang
perintah Pembentukan Peraturan
Undang- Perundang-Undangan
dinyatakan bahwa Perpres
undang
berisi materi yang
diperintahkan oleh UU,
materi untuk melaksanakan
PP, atau materi untuk
melaksanakan
penyelenggaraan
62
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
kekuasaan Pemerintahan.
2 Melaksanakan √ Perpres ini melaksanakan
lebih lanjut perintah Undang-Undang
perintah Nomor 40 Tahun 2004
Peraturan Tentang Sistem Jaminan
sosial Nasional dan
Undang-undang nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan
Sosial.
3 Untuk √ Pada dasar hukum
melaksanakan mengingat Perpres ini
penyelenggar terdapat Pasal 4 ayat (1)
aan UUD 1945, yang
menyatakan bahwa
kekuasaan
pemegang kekuasaaan
pemerintahan pemerintahan adalah
Presiden.
Dalam konsep negara
Republik, Presiden
merupakan pemegang
kekuasaan pemerintahan.
4 Tindak lanjut √
Putusan MA

14. Peraturan Presiden Nomor 108 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Isi
Laporan Program Jaminan Sosial)

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Presiden Nomor 108 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Isi
Laporan Program Jaminan Sosial)

1 Melaksanakan √ Menurut Pasal 13 UU No. 12 √


lebih lanjut Tahun 2011 tentang
perintah Pembentukan Peraturan
Undang- Perundang-Undangan
dinyatakan bahwa Perpres
undang
berisi materi yang
diperintahkan oleh UU,
materi untuk melaksanakan
PP, atau materi untuk
melaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan
63
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Pemerintahan.
2 Melaksanakan √ Perpres ini melaksanakan
lebih lanjut Perpres ini melaksanakan
perintah perintah Undang-Undang
Peraturan Nomor 40 Tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan
sosial Nasional dan Undang-
undang nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan
Penyelenggara Jaminan
Sosial.
3 Untuk √ Pada dasar hukum
melaksanakan mengingat Perpres ini
penyelenggar terdapat Pasal 4 ayat (1) UUD
aan 1945, yang menyatakan
bahwa pemegang
kekuasaan
kekuasaaan pemerintahan
pemerintahan adalah Presiden.
Dalam konsep negara
Republik, Presiden
merupakan pemegang
kekuasaan pemerintahan.
4 Tindak lanjut √
Putusan MA

15. Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2013 tentang Gaji atau Upah dan
Manfaat Tambahan Lainnya serta Intensif Bagi Anggoa Dewan Pengawas
dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan sosial

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2013 tentang Gaji atau Upah dan
Manfaat Tambahan Lainnya serta Intensif Bagi Anggoa Dewan
Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

1 Melaksanakan √ Menurut Pasal 13 UU No. 12 √


lebih lanjut Tahun 2011 tentang
perintah Pembentukan Peraturan
Undang- Perundang-Undangan
dinyatakan bahwa Perpres
undang
berisi materi yang
diperintahkan oleh UU,
materi untuk melaksanakan

64
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
PP, atau materi untuk
melaksanakan
penyelenggaraan
kekuasaan Pemerintahan.
2 Melaksanakan √ Perpres ini melaksanakan
lebih lanjut perintah Pasal Perpres ini
perintah melaksanakan perintah
Peraturan Undang-undang nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan
Sosial.
3 Untuk √ Pada dasar hukum
melaksanakan mengingat Perpres ini
penyelenggar terdapat Pasal 4 ayat (1)
aan UUD 1945, yang
menyatakan bahwa
kekuasaan
pemegang kekuasaaan
pemerintahan pemerintahan adalah
Presiden.
Dalam konsep negara
Republik, Presiden
merupakan pemegang
kekuasaan pemerintahan.
4 Tindak lanjut √
Putusan MA

16. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan


Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan
Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah
1 Melaksanak √ Menurut Pasal 13 UU No. 12 √
an lebih Tahun 2011 tentang
lanjut Pembentukan Peraturan
perintah Perundang-Undangan
dinyatakan bahwa Perpres
Undang-
berisi materi yang
undang diperintahkan oleh UU,
materi untuk melaksanakan
PP, atau materi untuk
65
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
melaksanakan kekuasaan
Pemerintahan.
2 Melaksanak √ Perpres ini melaksanakan
an lebih perintah Perpres ini
lanjut melaksanakan perintah
perintah Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 Tentang Sistem
Peraturan
Jaminan sosial Nasional dan
Undang-undang nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan
Sosial.
3 Untuk √ Pada dasar hukum
melaksanak mengingat Perpres ini
an terdapat Pasal 4 ayat (1) UUD
penyelengga 1945, yang menyatakan
bahwa pemegang
raan
kekuasaaan pemerintahan
kekuasaan adalah Presiden.
pemerintaha Dalam konsep negara
n Republik, Presiden
merupakan pemegang
kekuasaan pemerintahan.
4 Tindak lanjut √
Putusan MA

17. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
1 Mengatur Judul Undang-Undang √
lebih lanjut No.36 Tahun 2009 (UU)
ketentuan Dalam penjelasan lampiran
UUD NRI II UU 12/2011, judul
peraturan perundangan –
Tahun 1945,
undangan (PUU) selain
yang meliputi: memuat keterangan
mengenai jenis, nomor,
tahun pengundangan,
nama PUU dibuat
menggunakan suatu kata
atau frasa yang maknanya

66
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
mencerminkan essensial
dari isi PUU tersebut,
dalam hal ini UU No. 36
Tahun 2009 menggunakan
kata “Kesehatan” sebagai
nama UU, pada pasal 1
ketentuan umum UU ini
yang dimaksud dengan
“Kesehatan” adalah
keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang
memungkinkan setiap
orang untuk hidup
produktif secara sosial dan
ekonomis. namun ditinjau
dari analisis materi muatan
akan lebih tepat bila
menggunakan judul
“Sistem Kesehatan
Nasional” karena
didalamnya memuat induk
dari unsur-unsur upaya
kesehatan. Sedangkan
dalam pasal 1 ketentuan
umum menjelaskan bahwa
Kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan
ekonomis. Dalam Pasal 167
ayat (4) mendelegasikan
pengaturan lebih lanjut
dengan Peraturan Presiden
mengenai pengelolaan
kesehatan, berdasarkan
pasal tersebut telah
dibentuk Peraturan
Presiden Nomor 72 Tahun
2012 tentang “Sistem
Kesehatan Nasional”, yang
didalam pasal 1 ketentuan
umum menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan
Sistem Kesehatan Nasional
adalah Sistem Kesehatan
67
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Nasional, yang selanjutnya
disingkat SKN adalah
pengelolaan kesehatan
yang diselenggarakan oleh
semua komponen bangsa
Indonesia secara terpadu
dan saling mendukung
guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-
tingginya, maknanya sesuai
dengan dasar sosiologis
konsideran menimbang UU
Nomor 36 Tahun 2009
bahwa upaya peningkatan
kesehatan menjadi
tanggung jawab semua
pihak dan sebagai investasi
pembangunan negara.

Konsideran UU
Dalam penjelasan lampiran
II UU 12/2011, bahwa
konsideran UU diawali
dengan kata menimbang,
memuat uraian singkat
mengenai pokok pikiran
yang menjadi
pertimbangan dan alasan
pembentukan PUU,
berurutan memuat unsur
filosofis, sosiologis, yuridis.
Unsur filisofis
menggambarkan cita
hukum meliputi suasana
kebatinan falsafah bangsa
yang bersumber dari
Pancasila dan Pembukaan
UUD NRI Tahun 1945,
dalam UU ini tersirat pada
konsideran menimbang
huruf a bahwa kesehatan
merupakan hak asasi
manusia dan salah satu
unsur kesejahteraan, unsur
sosiologis menggambarkan
kebutuhan masyarakat
dalam aspek kesehatan
68
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
tersirat pada konsideran
menimbang huruf b, c, dan
d bahwa upaya
peningkatan kesehatan
menjadi tanggung jawab
semua pihak dan sebagai
investasi pembangunan
negara, unsur yuridis
menggambarkan solusi
permasalahan hukum atau
untuk mengisi kekosongan
hukum, dalam UU ini
tersirat pada konsideran
menimbang huruf e bahwa
Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang
kesehatan sudah tidak
sesuai lagi dengan
perkembangan dan
kebutuhan hukum
masyarakat sehingga perlu
dicabut dan diganti dengan
yang baru.

Dasar Hukum UU
Dalam penjelasan lampiran
II UU 12/2011, bahwa dasar
hukum UU diawali dengan
kata mengingat memuat
dasar kewenangan
pembentukan PUU dan
dasar hukum dalam PUU
yang memerintahkan
pembentukan UU ini. Dasar
Hukum mengingat UU ini
terdiri atas tiga pasal yaitu
pasal 20, pasal 28H ayat (1),
pasal 34 ayat (3) UUD NRI
Tahun 1945.

Pasal 20
Pasal ini merupakan
landasan formil untuk
memenuhi asas
kelembagaan atau pejabat
pembentuk yang tepat
(Pasal 5 huruf b UU
12/2011).
69
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8

Pasal 28H ayat (1)


Ditinjau dari aspek
kesehatan dalam pasal ini
memberikan hak kepada
setiap orang untuk hidup
dilingkungan yang sehat
serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan

Pasal 34 ayat (3)


Ditinjau dari aspek
kesehatan dalam pasal ini
menyebutkan bahwa
negara bertanggungjawab
atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan, dan
pada pasal 34 ayat (4)
menyebutkan bahwa
pelaksanaan pasal ini diatur
dalam undang-undang.

Politik Hukum UU
Untuk mencapai tujuan
nasional dilakukan melalui
upaya pembangunan yang
berkesinambungan dalam
suatu rangkaian
pembangunan yang
menyeluruh terarah dan
terpadu, termasuk
diantaranya pembangunan
kesehatan. Upaya
peningkatan derajat
kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya
memiliki arti penting guna
pembentukan sumber daya
manusia Indonesia,
peningkatan ketahanan
dan daya saing bangsa,
serta pembangunan
nasional.

Kesimpulan
UU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan tepat
dituangkan dalam jenis UU
70
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
dengan perubahan judul
tersebut diatas.

19. HAM √ UU ini mengambil dasar


tentang hak asasi
manusia dalam
konsideran menimbang
huruf a bahwa
kesehatan merupakan
hak asasi manusia dan
salah satu unsur
kesejahteraan
20. Hak dan √ UU ini mengatur mengenai
kewajiban Hak dan Kewajiban warga
warga negara dalam Bab III
Negara tentang Hak dan Kewajiban
Pasal 4 hingga pasal 13
21. Pelaksana √
an dan
penegaka
n
kedaulata
n Negara
serta
pembagia
n
kekuasaan
Negara
22. Wilayah √
Negara
dan
pembagia
n daerah
23. Kewargan √
egaraan
dan
kependud
ukan
24. Keuangan √ Dalam pasal 171 diatur
Negara pembagian dan prioritas
anggaran kesehatan
pemerintah pusat dan
pemerintah daerah

71
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
2 Perintah √
Undang-
Undang untuk
diatur dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √ Bidang kesehatan tidak
mengenai termasuk dalam urusan
kewenangan pemerintahan absolut,
absolut tapi termasuk kedalam
Pemerintah urusan konkuren yang
Pusat menjadi kewenangan
daerah dalam urusan
pemerintah wajib yang
berkaitan dengan
pelayanan dasar
(berdasarkan pasal 12
UU 23/2014 ttg Pemda)
4 Tindak lanjut √
Putusan MK

18. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
1 Mengatur A. Analisis terhadap √
lebih lanjut “nama” UU:
ketentuan Dalam petunjuk No.3
UUD NRI Lampiran II UU
Tahun 1945, 12/2011, dinyatakan
yang meliputi: bahwa nama PUU
menggunakan kata
atau frasa, yang
secara esensial
maknanya telah
mencerminkan isi dari
PUU itu sendiri.
Ditinjau dari namanya,
“Hak Asasi manusia”

72
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
dapat diasumsikan
bahwa UU ini berisi
tentang ketentuan
mengenai
perilndungan
terhadap Hak Asasi
Manusia di Indonesia.

B. Analisis terhadap
dasar hukum
mengingat:
Dalam bagian dasar hukum
mengingat UU No.39
Tahun 1999 Tentang HAM,
disebutkan 11(sebelas )
pasal UUD 1945, yaitu:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20
ayat (1), Pasal 26, Pasal 27,
Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30,
Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33
ayat (1) dan ayat (3), dan
Pasal 34 Undang-Undang
Dasar 1945.
- Pasal 5 ayat (1)
Penyebutan pasal ini
adalah untuk
menunjukkan bahwa
pembentgukan UU ini
dibentuk oleh
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat.
Sebagaimana dimaksud
asas kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat dalam Pasal
5 huruf b UU 12 Tahun
2011, dalam hal ini
Presiden sebagai
kepala pemerintahan
(landasan formil);
- Pasal 20 ayat (1)
Pada dasarnya
penyebutan pasal 20

73
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
adalah sama maknanya
dengan penyebutan
Pasal 5 ayat(1), yaitu
untuk memenuhi asas
kelembagaan atau
pejabat pembentuk
yang tepat (Pasal 5
huruf b UU 12 Tahun
2011).
- Pasal 26
Pasal ini
mencantumkan bahwa
warga negara ialah
orang-orang bangsa
Indonesia asli dan
orang-orang bangsa
lain yang disahkan
sebagai warga negara.
Selain itu disebutkan
pula bahwa penduduk
ialah warga negara
Indonesia dan orang
asing yang bertempat
tinggal di Indonesia.
Pencantuman pasal ini
dalam UU No.39/1999
ingin menegaskan
bahwa seluruh warga
negara dan penduduk
Indonesia mendapat
perlindungan HAM
- Pasal 28
Pasal ini menegaskan
bahwa pelindungan
HAM bagi warga
negara dan penduduk
Indonesia meliputi
kemerdekaan untuk
berserikat dan
berkumpul,
mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan
tulisan

74
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Pasal 28 UUD 1945 ini
merupakan pasal yang
secara khusus
mengenai HAM, hal ini
tercantum dalam Pasal
28A hingga Pasal 28 J
yang secara terperinci
mengatur hak dan
kewajiban warga
negara dalam usaha
pemenuhan HAM
- Pasal 29
Pasal ini mengatur
tentang perlindungan
HAM dari segi agama.
Dalam hal ini negara
berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha
Esa dan menjamin
kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk
memeluk agamanya
masing-masing dan
untuk beribadat
menurut agamanya
dan kepercayaannya
itu.
- Pasal 30
Pasal ini secara umum
mengatur tentang
Pertahanan dan
keamanan negara serta
usaha pertahanan dan
keamanan semesta
oleh TNI, Polri sebagai
kekuatan utama dan
rakyat sebagai
kekuatan pendukung.
Terkait masalah HAM
memang tidak secara
khusus tersurat dalam
Pasal ini,namun dalam
ayat (4) dicantumkan

75
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
mengenai tugas Polri
adalah alat negara
yang menjaga
keamanan dan
ketertiban masyarakat
bertugas melindungi,
mengayomi, melayani
masyarakat serta
menegakkan hukum.
Mengenai tugas Polri
tersebut cukup penting
dalam perlindungan
HAM di Indonesia,
khususnya fungsi
penegakan hukum jika
terjadi pelanggaran
HAM terhadap warga
negara Indonesia.
Disarankan sebaiknya
dalam UU No.39 Tahun
1999 ini untuk
mencantumkan secara
khusus Pasal 30 ayat
(4) dalam ketentuan
mengingat, hal ini
karena terkait masalah
HAM yang disebutkan
dalam Pasal 30 tidak
secara langsung
menyebutkan
kewenangan TNI dalam
pemenuhan HAM.
Kewenangan TNI yang
disebutkan dalam pasal
ini lebih kearah
pertahanan negara.

- Pasal 31
Pasal ini mengatur
tentang pendidikan
dan kebudayaan. Hak
untuk mendapatkan
pendidikan dan

76
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
pengajaran adalah
salah satu hak asasi
yang paling mendasar,
oleh sebab itu setiap
warga negara berhak
mendapat pendidikan.
Selain itu pemerintah
wajib membiayai
pendidikan serta
mengusahakan dan
menyelenggarakan
satu sistem pendidikan
nasional.

- Pasal 32
Pasal 32 ini mengatur
tentang kebudayaan
nasioanl dengan
menjamin kebebasan
masyarakat dalam
memelihara dan
mengembangkan nilai-
nilai budayanya.

- Pasal 33 ayat (1) dan ayat


(3)
Pasal 33 ayat (1)
menyebutkan bahwa
perekonomian disusun
sebagai usaha bersama
atas asas kekeluargaan
sedangkan Pasal 33
ayat (2) mengatakan
bahwa bumi, air dan
kekayaan alam yang
terkandung
didalamnya dikuasai
oleh Negara dan
dipergunakan untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Baik dari segi isi,
sejarah pencantuman

77
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
maupun penafsiran
MK, menunjukan
bahwa Pasal 33
merupakan satu
kesatuan yang utuh,
ayat yang satu
berkaitan dengan ayat
yang lain. Makna Pasal
33 UUD 1945 ini
berintikan bahwa
perekonomian nasional
dilaksanakan dengan
asas kekeluargaan
untuk sebesar-
besarnya kemakmuran
rakyat, dan oleh
karenanya cabang-
cabang produksi yang
penting dan menguasai
hajat hidup orang
banyak perlu dikuasai
oleh Negara.
Oleh karena Pasal 33 ini
harus dilihat secara
utuh, maka tidak tepat
jika hanya sebagian
ayat saja yang dijadikan
sebagai dasar hukum
membentuk suatu UU.
(lihat contoh kasus JR
UU 7/2004 tentang
SDAir, Putusan MK No.
85/PUU-XI/2013 hlm.
131-145) juga
membahas dan
menafsirkan ayat (1)
dan (2) dan (4),
walaupun UU ini hanya
menggunakan ayat (3)
dan (5) sebagai
landasan hukumnya).
Berdasarkan dari
pertimbangan tigas

78
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
aspek (isi, sejarah dan
pendapat MK)
tersebut, maka dapat
dipahami makna pasal
33 ini adalah bahwa
dalam menerapkan
roda perekonomian
nasional dan
pemanfaatan SDA
harus dalam rangka
menjamin kepentingan
masyarakat secara
kolektif dan untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat,
serta adanya
penguasaan Negara
atas cabang-cabang
produksi strategis
(menguasai hajat hidup
orang banyak). Jika
tidak menjiwai ketiga
kriteria tersebut, maka
suatu UU tidak dapat
melegitimasi Pasal 33
UUD 1945 sebagai
dasar hukum
pembentukannya.
Beberapa unsur yang
harus ada ketika suatu
UU yang menyatakan
dirinya sebagai
pengaturan lebih lanjut
Pasal 33 UUD 1945
dapat disebutkan sbb:
- Adanya cabang-
cabang produksi
yang menguasai
hajat hidup orang
banyak, yang
harus dikuasai
oleh Negara;
- Adanya

79
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
pembatasan hak-
hak
individu/swasta
untuk
kepentingan
kolektif dalam
mencapai
sebesar-besarnya
kemakmuran
rakyat;

- Pasal 34
Pasal ini
mengatur
tentang
kewajiban negara
untuk
memelihara fakir
miskin dan anak-
anak terlantar.
Selain itu negara
wajib
menyediakan
sistem jaminan
sosial bagi
seluruh rakyat.
Selain itu Negara
bertanggungjawa
b atas
penyediaan
fasilitas
pelayanan
kesehatan dan
fasilitas
pelayanan umum
yang layak.

C. Analisis terhadap
Politik Hukum (arah
pengaturan):

Politik hukum UU
No.39 Tahun 1999
tentan HAM dapat
80
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
ditinjau dari
konsideran
menimbang dan/atau
penjelasan umum nya.

Dalam konsideran
menimbang, dikatakan
bahwa manusia,
sebagai makhluk
ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa yang
mengemban tugas
mengelola dan
memelihara alam
semesta dengan penuh
ketaqwaan dan penuh
tanggung jawab untuk
kesejahteraan umat
manusia, oleh pencipta-
Nya dianugerahi hak
asasi untuk menjamin
keberadaan harkat dan
martabat kemuliaan
dirinya serta
keharmonisan
lingkungannya; hak
asasi manusia
merupakan hak dasar
yang secara kodrati
melekat pada diri
manusia, bersifat
universal dan langgeng,
oleh karena itu harus
dilindungi, dihormati,
dipertahankan, dan
tidak boleh diabaikan,
dikurangi, atau
dirampas oleh
siapapun. selain hak
asasi, manusia juga
mempunyai kewajiban
dasar antara manusia
yang satu terhadap
yang lain dan terhadap
masyarakat secara
keseluruhan dalam
kehidupan

81
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
bermasyarakat,
berbangsa, dan
bernegara;

Dalam ketentuan umum


disebutkan bahwa
manusia dianugerahi
oleh Tuhan Yang Maha
Esa akal budi dan nurani
yang memberikan
kepadanya kemampuan
untuk membedakan
yang baik dan yang
buruk yang akan
membimbing dan
mengarahkan sikap dan
perilaku dalam
menjalani
kehidupannya.
Dengan akal budi dan
nuraninya itu, maka
manusia memiliki
kebebasan untuk
memutuskan sendiri
perilaku atau
perbuatannya. Di
samping itu, untuk
mengimbangi
kebebasan tersebut
manusia memiliki
kemampuan untuk
bertanggungjawab atas
semua tindakan yang
dilakukannya.
Kebebasan dasar dan
hak-hak dasar itulah
yang disebut hak asasi
manusia yang melekat
pada manusia secara
kodrati sebagai
anugerah Tuhan Yang,
Maha Esa. Hak-hak ini
tidak dapat diingkari.
Pengingkaran terhadap
hak tersebut berarti
mengingkari martabat
kemanusiaan. Oleh
karena itu, negara,
82
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
pemerintah, atau
organisasi apapun
mengemban kewajiban
untuk mengakui dan
melindungi hak asasi
manusia pada setiap
manusia tanpa kecuali.
Ini berarti bahwa hak
asasi manusia harus
selalu menjadi titik
tolak, dan tujuan dalam
penyelenggaraan
kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa, dan
bernegara.

Kesimpulan analisis:

UU No.39 Tahun 1999


tentang HAM ini sudah
tepat dituangkan dalam
jenis UU. Hal ini
mengingat bahwa hak
asasi manusia
merupakan hak dasar
yang secara kodrati
melekat pada diri
manusia, bersifat
universal dan langgeng.
25. HAM √ Undang-undang ini
secara khusus mengatur
mengenai masalah HAM
26. Hak dan √ Bab III Pasal 9-Pasal 66
kewajiban mengatur tentang HAM
warga dan Kebebasan Dasar
Negara Manusia
Bab IV Pasal 67-Pasal 70
mengatur mengenai
Kewajiban Dasar Manusia
27. Pelaksana √
an dan
penegaka
n
kedaulata
n Negara
83
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
serta
pembagia
n
kekuasaan
Negara
28. Wilayah √
Negara
dan
pembagia
n daerah
29. Kewargan √
egaraan
dan
kependud
ukan
30. Keuangan √
Negara
2 Perintah √
Undang-
Undang untuk
diatur dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √
mengenai
kewenangan
absolut
Pemerintah
Pusat
4 Tindak lanjut √
Putusan MK

19. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
1 Mengatur Analisis terhadap √
lebih lanjut “nama” UU:
ketentuan Dalam petunjuk No.3
UUD NRI
84
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Tahun 1945, Lampiran II UU 12/2011,
yang meliputi: dinyatakan bahwa nama
PUU menggunakan kata
atau frasa, yang secara
esensial maknanya telah
mencerminkan isi dari
PUU itu sendiri. Ditinjau
dari namanya, “Praktik
Kedokteran
” dapat diasumsikan bahwa
UU ini berisi tentang
ketentuan mengenai
penyelenggaraan praktik
kedokteran

Analisis terhadap dasar


hukum mengingat:
Pasal 20 dan Pasal 21 ayat
(1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; tidak
mencantumkan

Pasal 28H ayat (1)


Ditinjau dari aspek
kesehatan dalam pasal ini
memberikan hak kepada
setiap orang untuk hidup
dilingkungan yang sehat
serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan

Pasal 34 ayat (3)


Ditinjau dari aspek
kesehatan dalam pasal
ini menyebutkan bahwa
negara
bertanggungjawab atas
penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan,
dan pada pasal 34 ayat
(4) menyebutkan bahwa
pelaksanaan pasal ini
diatur dalam undang-
85
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
undang.

Kesimpulan
UU Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik
Kedokteran tidak tepat
dituangkan dalam jenis UU
sebab secara substansi
tidak dalam rangka
mengatur lebih lanjut dari
Pasal tertentu dalam UUD
NRI Tahun 1945. Jenis
peraturan perundang-
undangan yang
direkomendasikan adalah
dalam bentuk Peraturan
Presiden.
31. HAM √
32. Hak dan √
kewajiban
warga
Negara
33. Pelaksana √
an dan
penegaka
n
kedaulata
n Negara
serta
pembagia
n
kekuasaan
Negara
34. Wilayah √
Negara
dan
pembagia
n daerah
35. Kewargan √
egaraan
dan
kependud
ukan
36. Keuangan √

86
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Negara
2 Perintah √
Undang-
Undang untuk
diatur dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √
mengenai
kewenangan
absolut
Pemerintah
Pusat
4 Tindak lanjut √
Putusan MK

20. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
1 Mengatur Analisis terhadap √
lebih lanjut “nama” UU:
ketentuan Dalam petunjuk No.3
UUD NRI Lampiran II UU 12/2011,
Tahun 1945, dinyatakan bahwa nama
yang meliputi: PUU menggunakan kata
atau frasa, yang secara
esensial maknanya telah
mencerminkan isi dari PUU
itu sendiri. Ditinjau dari
namanya, “Kesehatan
Jiwa” dapat diasumsikan
bahwa UU ini berisi
tentang ketentuan
mengenai pelayanan
kesehatan jiwa.

Analisis terhadap dasar


hukum mengingat:
Pasal 20, Pasal 21, Pasal
28H ayat (1), dan Pasal

87
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
34 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara
Republik Indonesia
Tahun 1945;
Dasar hukum tersebut
sama dengan dasar
hukum mengingat dari
undang-undang nomor
36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.

Dalam konsideran
menimbang huruf d
menerangkan bahwa
pengaturan
penyelenggaraan upaya
kesehatan jiwa dalam
peraturan perundang-
undangan saat ini belum
diatur secara komprehensif
sehingga perlu diatur
secara khusus dalam satu
Undang-Undang;
Kesehatan Jiwa merupakan
sub bagian dari upaya
kesehatan dalam undang-
undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan.

Kesimpulan
UU Nomor 18 Tahun 2014
tentang Kesehatan Jiwa
tidak tepat dituangkan
dalam jenis UU sebab
secara substansi
merupakan sub bagian dari
upaya kesehatan. Jenis
peraturan perundang-
undangan yang
direkomendasikan adalah
dalam bentuk Peraturan
Pemerintah.
37. HAM √
38. Hak dan √
kewajiban
warga
88
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Negara
39. Pelaksana √
an dan
penegaka
n
kedaulata
n Negara
serta
pembagia
n
kekuasaan
Negara
40. Wilayah √
Negara
dan
pembagia
n daerah
41. Kewargan √
egaraan
dan
kependud
ukan
42. Keuangan √
Negara
2 Perintah √
Undang-
Undang untuk
diatur dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √
mengenai
kewenangan
absolut
Pemerintah
Pusat
4 Tindak lanjut √
Putusan MK

89
21. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
1 Mengatur Analisis terhadap √
lebih lanjut “nama” UU:
ketentuan Dalam petunjuk No.3
UUD NRI Lampiran II UU 12/2011,
Tahun 1945, dinyatakan bahwa nama
yang meliputi: PUU menggunakan kata
atau frasa, yang secara
esensial maknanya telah
mencerminkan isi dari
PUU itu sendiri. Ditinjau
dari namanya,
“Narkotika” dapat
diasumsikan bahwa UU
ini berisi tentang
ketentuan mengenai
pengendalian dan
pengawasan Narkotika

Analisis terhadap dasar


hukum mengingat:
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20
Undang-Undang Dasar
Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1976
Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1997
Dalam dasar hukum
tersebut ada dua dasar
hukum mengenai
konvensi internasional
terkait peredaran gelap
narkotika.

Konsideran menimbang
secara menyeluruh
mendasarkan pada
pengendalian dan
pengawasan bahaya
penyalahgunaan dan
90
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
peredaran gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika,
ini merupakan kekhususan
dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan.

Kesimpulan
UU No.35 Tahun 2009
tentang Narkotika ini sudah
tepat dituangkan dalam
jenis UU. Hal ini mengingat
bahwa Narkotika, ini
memiliki sifat kekhususan
dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan.
43. HAM √
44. Hak dan √
kewajiban
warga
Negara
45. Pelaksana √
an dan
penegaka
n
kedaulata
n Negara
serta
pembagia
n
kekuasaan
Negara
46. Wilayah √
Negara
dan
pembagia
n daerah
47. Kewargan √
egaraan
dan
kependud
ukan
48. Keuangan √
Negara
2 Perintah √

91
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Undang-
Undang untuk
diatur dengan
Undang-
Undang
3 Pengaturan √
mengenai
kewenangan
absolut
Pemerintah
Pusat
4 Tindak lanjut √
Putusan MK

22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 46 Tahun 2014 tentang


Sistem Informasi Kesehatan

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 46 Tahun 2014
tentang Sistem Informasi Kesehatan

1 Melaksanak √ melaksanakan ketentuan √


an Pasal 168 ayat (3)
ketentuan
Undang- Undang-Undang Nomor 36
undang Tahun 2009 tentang
Kesehatan
(diperintahk
an secara
tegas)
2 Melaksanak
an
ketentuan
Undang-
Undang
sepanjang
diperlukan
(tidak
diperintahka
n secara
tegas)
92
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
3 Tindak lanjut
Putusan MA

23.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 47 Tahun 2016 tentang


Fasilitas Pelayanan Kesehatan

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 47 Tahun 2016
tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan

1 Melaksanak √ melaksanakan ketentuan √


an Pasal 35 ayat (5) Undang-
ketentuan Undang Nomor 36 Tahun
Undang- 2OO9 tentang Kesehatan
undang
(diperintahk
an secara
tegas)
2 Melaksanak
an
ketentuan
Undang-
Undang
sepanjang
diperlukan
(tidak
diperintahka
n secara
tegas)
3 Tindak lanjut
Putusan MA

24. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Tentang


Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan

NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI


YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
93
NO. INDIKATOR KESESUAIAN ANALISIS REKOMENDASI
YA TIDAK TETA UBAH CABUT
P
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998
Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan

1 Melaksanak √ melaksanakan ketentuan √


an Pasal 43 Undang-Undang
ketentuan Nomor 23 Tahun 1992
Undang- tentang Kesehatan
undang
(diperintahk perlu disesuaikan dengan
an secara Undang-Undang kesehatan
tegas) terbaru Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan

2 Melaksanak
an
ketentuan
Undang-
Undang
sepanjang
diperlukan
(tidak
diperintahka
n secara
tegas)
3 Tindak lanjut
Putusan MA

94
BAB III
KEJELASAN RUMUSAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Bab ini berisi narasi, data, dan hasil analisis dan evaluasi hukum dalam
dimensi kejelasan rumusan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap
peraturan perundang-undangan harus disusun sesuai dengan teknik
penyusunan peraturan perundang-undangan, yang memperhatikan :
- Sistimatika,
- Pilihan kata atau istilah,
- Teknik penulisan,
- Penggunaan bahasa peraturan perundang-undangan yang lugas dan
pasti, hemat kata, obyektif dan menekan rasa subjektif,
- Pembakuan makna kata, ungkapan atau istilah yang digunakan secara
konsisten,
- Pemberian definisi atau batasan artian secara cermat, sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaannya.

Analisis Dimensi 2 terhadap :


1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional dapat dilihat pada tabel dibawah ini. UU SJSN ini terdiri
dari IX bab dan 53 pasal, mengatur bahwa Negara memberikan jaminan
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta
dan/atau anggota keluarganya, dengan sistimatika sebagai berikut :
1. Ketentuan Umum,
2. Asas, Tujuan, dan Prinsip Penyelenggaraan
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
4. Dewan Jaminan Sosial Nasional
5. Kepesertaan dan Iuran
6. Program Jaminan Sosial
95
7. Pengelolaan Dana Jaminan Sosial
8. Ketentuan Peralihan
9. Ketentuan Penutup
2. Status pasal :
 Masih berlaku;

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 2 Dalam teknik penulisan norma, √
penyebutan asas tidak diperlukan,
karena tidak akan operasional (tidak
memiliki operator norma). Asas
adalah nilai-nilai yang menjiwai
seluruh norma yang berisi
pengaturan. Hal ini sejalan dengan
petunjuk Lampiran II Nomor 98 huruf
c Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Sehingga
sebaiknya tidak dicantumkan dalam
bunyi norma tersendiri yang
menyebutkan asas-asas, cukup
elaborasi asas ada dalam naskah
akademik.
2 Pasal 3 Penyebutan tujuan SJSN untuk √
memberikan jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup tidak
diperlukan, karena tidak akan
operasional (tidak memiliki operator
norma). Tujuan memberikan jaminan
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup
dapat dituangkan dalam penjelasan
umum dalam lampiran undang-
undang dan dalam naskah
akademiknya. Jika ketetentuan
mengenai tujuan ini dibutuhkan dalam
suatu PUU, maka dirumuskan dalam
salah satu butir pasa1 ttg ketentuan

96
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
umum, hal ini sesuai dengan petunjuk
no. 98 huruf c, Lampiran II UU No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan).
3 Pasal 7 Pasal 7 ayat (2) menyebutkan bahwa √
Dewan Jaminan Sosial Nasional berfungsi
Nasional berfungsi merumuskan
kebijakan umum dan sinkronisasi
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
Analisis :
Apa yang dimaksud dengan
merumuskan kebijakan umum, dan
dalam format apa dituangkan
kebijakan umum tersebut, hal ini tidak
dijelaskan dalam UU SJSN. Demikian
juga dengan frase “sinkronisasi
penyelenggaraan Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Apa itu
penyelenggaraan Sistem Jaminan
Sosial Nasional, bagaiman ruang
lingkup sinkronisasi dan cara
melakukan sinkronisasi tidak jelas
maksudnya, sehingga anggota DJSN
memberikan penafsiran yang
beragam tentang hal tersebut.
Akibatnya kedua fungsi tersebut tidak
jelas pelaksanaannya.
4 Pasal 7 Pasal 7 ayat (3) menyebutkan bahwa √
ayat (3) Dewan Jaminan Sosial Nasional bertugas :
a. melakukan kajian dan penelitian yang
berkaitan dengan penyelenggaraan
jaminan sosial;
b. mengusulkan kebijakan investasi
Dana Jaminan sosial Nasional; dan
c. mengusulkan anggaran jaminan
sosial bagi penerima bantuan iuran
dan tersedianya anggaran operasinal
kepada Pemerintah.
Analisis :
Pasal 7 ayat (3) huruf b UU SJSN tidak
jelas menentukan kepada siapa atau

97
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
instansi mana usul kebijakan investasi
Dana Jaminan Sosial ditujukan. Kemudian
apakah kebijakan investasi aset BPJS tidak
tercakup dalam ketentuan Pasal 7 ayat (3)
huruf b tersebut.

5 Pasal 8 Pasal 8 ayat (2) menyebutkan bahwa : √


ayat (2) Dewan Jaminan Sosial Nasional dipimpin
oleh seorang Ketua merangkap anggota
dan anggota lainnya diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
Analisis :
siapakan yang memimpin DJSN menurut
ketentuan ini pasal ini, ketua DJSN kah
atau Ketua DJSN dan anggota lainnya
sesuai dengan prinsip kepemimpinan
kolekti kolegial.

6 Pasal 11 Pasal 11 menyebutkan bahwa: anggota √


Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat
berhenti atau diberhentikan sebelum
berakhir masa jabatan karena:
a. meninggal dunia;
b. berhalangan tetap;
c. mengundurkan diri;
d. tidak memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud Pasal 8 ayat (6).
Analisis :
Ketentuan pasal ini tidak secara tegas
memisahka alasan berhenti dan alasan
diberhentikan. Alasan berhenti pada
umumnya adalah alasan yang bersifat
wajar, sedangkan alasan untuk
diberhentikan pada umumnya ialah dalam
hal anggota Dewan Jaminan Sosial
Nasional melakukan pelanggaran
terhadap persyaratan atau larangan yang
ditentukan dalam Undang-undang.

7 Pasal 15 Pasal 15 ayat (1) menentukan bahwa √


ayat (1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
wajib memberikan nomor identitas
tunggal kepada setiap peserta dan
anggota keluarganya.
Analisis :
Apa yang dimaksud dengan nomor
identitas tunggal ? Tidak ada
98
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
penjelasannya. Apakah nomor identitas
tunggal tersebut berlaku untuk semua
program yang diikuti dan untuk kedua
BPJS? Apakah hanya dalam bentuk nomor
saja atau berbentuk kartu peserta yang
memuat nomor identitas tunggal.
8 Pasal 23 Pasal 23 ayat (4) menyebutkan bahwa : √
ayat (4) Dalam hal peserta membutuhkan rawat
inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan
di rumah sakit diberikan berdasarkan
kelas standar.

Analisis :
Undang-undang Sisitem Jaminan Sosial
Nasional ini tidak memberikan penjelasan
mengenai apa yang dimaksud dengan
kelas standar sehingga dalam praktek
peserta yang membutuhkan rawat inap di
rumah sakit mendapat pelayanan rawat
inap di rumah sakit di Kelas I, Kelas II, atau
Kelas III sesuai dengan kategori
kepesertaannya.

9 Pasal 24 Pasal 24 ayat (1) menyebutkan bahwa : √


ayat (1) Besarnya pembayaran kepada fasilitas
kesehatan untuk wilayah ditetapkan
berdasarkan kesepakatan antara Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dan
asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah
tersebut.

Analisis :
Undang-undang ini tidak secara jelas
menentukan bentuk “kesepakatan antara
Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan
dan asosiasi fasilityas kesehatan di
wilayah tersebut” untuk menentukan
besarnya pembayaran kepada fasilitas
kesehatan untuk setiap wilayah. Apakah
dalam bentuk perjanjian notoriilatau di
bawah tangan atau cukup Nota
Kesepahaman.

10 Pasal 24 Pasal 24 ayat (2) menyebutkan : √


ayat (2) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
wajib membayar fasilitas kesehatanatas
pelayanan yang diberikan kepada peserta
99
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
paling lambat 15 (lima belas) hari sejak
permintaan pembayaran diterima.

Analisis :
Frasa “sejak permintaan pembayaran
diterima”, penjelasan Pasal 24 ayat (2)
tidak menjelaskan frasa tersebut, tetapi
menjelaskan hal lain seperti bahwa
ketentuan tersebut menghendaki agar
BPJS membayar fasilitas kesehatan secara
efektif dan efisien, kapitasi, dan cakupan
anggaran kapitasi.

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial

1. UU BPJS ini terdiri dari 18 Bab, 71 Pasal, mengatur untuk mewujudkan


terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar
hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya,
dengan sistimatika sbb :
1. Ketentuan umum
2. Pembentukan dan rauang lingkup
3. Status dan tempat kedudukan
4. Fungsi, tugas, wewenang, hak dan kewajiban
5. Pendaftaran peserta dan pembayaran iuran
6. Organ BPJS
7. Persyaratan, tata cara pemilihan dan penempatan, dan
pemberhentiananggota dewan pengawas dan anggota direksi
8. Pertanggungjawaban
9. Pengawasan
10. Aset
11. Pembubarab BPJS
12. Penyelesaian sengketa
13. Hubungan dengan lembaga lain
14. Larangan
15. Ketentuan pidana
16. Ketentuan lain-lain

100
17. Ketentuan peralihan
18. Ketentuan penutup

2. Status pasal :
 Masih berlaku;
 Pasal 15 ayat (1), bertentangan dengan UUD 1945 berdasarkan
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 82/PUU-X/2012.

No Pasal Analisis Rekomendasi

tetap ubah cabut

1 2 3 4 5 6

1 Pasal 1 Penyebutan batasn pengertian atau √


definisi dapat dituangkan dalam salah
satu butir pasa1 tentang ketentuan
umum dapat dilihat dalam petunjuk no.
98 huruf c, Lampiran II UU No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan

2 Pasal 2 Penyebutan Dasar ketentuan yang √


dipakai dapat dituangkan dalam dasar
hukum dimana materi yang diatur
dalam undang-undang yang akan
dibentuk merupakan penjabaran dari
pasal atau beberapa pasal Undang-
Undang Dasar Negera RI Tahun 1945,
pasal tersebut dicantumkan sebagai
dasar hukum (petunujuk no.98
Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan

3 Pasal 16 Pasal 16 ayat (1) menyebutkan bahwa : √


ayat (1) setiap orang selain Pemberi Kerja,
Pekerja, dan penerima Bantuan Iuran,
yang memnuhi persyaratan
kepesertaan dalam program Jaminan
Sosial wajib mendaftarkan dirinya dan
anggota keluarganya sebagai Peserta
kepada BPJS, sesuai dengan program
Jaminan Sosial yang diikuti.

Analisis :

101
No Pasal Analisis Rekomendasi

tetap ubah cabut

1 2 3 4 5 6

Dalam UU BPJS tidak menentukan apa


saja “persyaratan kepesertaan” bagi
setiap orang selain Pemberi Kerja,
Pekerja, dan PBI, sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal tersebut.

4 Pasal 21 Pasal 21 ayat (5) menyebutkan bahwa : √


ayat (5) Anggota Dewan Pengawas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diangkat untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun dan dapat diusulkan untuk
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali
masa jabatan berikutnya.

Analisis :
Pasal ini ambigu, tidak jela maksudnya.
Apakah pengusulan kembali tersebut
tetap mengikuti proses seleksi atau
tidak ? Apakah pengusulan kembali
tersebut berarti kembali pada posisi
atau jabatan sebelumnya.

5 Pasal 34 Pasal 34 huruf c dan huruf e √


huruf c menyebutkan bahwa : Anggota Dewan
dan Pengawas atau anggota Direksi
diberhentikan dari jabatannya karena :
huruf e
c. Merugikan BPJS dan kepentingan
Peserta Jaminan Sosial karena
kesalahan kebijakan yang diambil; e.
Melakukan perbuatan tercela.

Analisis :
Hal ini dapat digunakan sebagai alasan
untuk menjatuhkan anggota Dewan
Pengawas atau anggota Direksi dengan
alasan yang tidak terukur.

6 Pasal 38 Pasal 38 ayat (1) menyebutkan bahwa √


ayat (1) Direksi bertanggung jawab secara
tanggung renteng atas kerugian
finansial yang ditimbulkan atas
kesalahan pengelola Dana Jaminan
Sosial.

Analisis :
102
No Pasal Analisis Rekomendasi

tetap ubah cabut

1 2 3 4 5 6

Dalam UU BPJS tidak menjelaskan apa


yang dimaksud dengan “kerugian
finansial” dan lembaga mana yang
berwenang untuk menentukan ada
atau tidak adanya kesalahan
pengelolaan Dana Jaminan Sosial yang
menimbulkan kerugian finansial.

7 Pasal 38 Pasal 38 ayat (2) menyebutkan bahwa √


ayat (2) Pada akhir masa jabatan, Dewan
Pengawas dan Direksi wajib
menyampaikan pertanggungjawaban
atas pelaksanaan tugasnya kepada
Presiden dengan tembusan kepada
DJSN.

Analisis :
Dalam UU BPJS tidak jelas menentukan
lembaga mana yang berwenang untuk
menyatakan penerimaan dan
pembebasan terhadap
pertanggungjawaban atas pelaksanaan
tugas Dewan Pengawas dan Direksi.

8 Pasal 56 Pasal 56 ayat (2) menyatakan bahwa √


ayat (2) Dalam hal terdapat kebijakan fiskal dan
moneter yang mempengaruhi tingkat
solvabilitas BPJS, Pemerintah dapat
mengambil kebijakan khusus untuk
menjamin kelangsungan program
Jaminan Sosial.

Analisis :
Frasa “Pemerintah dapat mengambil
kebijakan khusus”, tidak ada
penjelasan mengenai apa yang
dimaksud dengan pemerintah dapat
mengambil kebijakan khusus tersebut.
Berbeda halnya dengan Pasal 56 ayat
(3) UU BPJS khususnya frase
“Pemerintah dapat melakukan
tindakan khusus”, frasa tersebut
dijelaskan dalam penjelasannya yang
menyatakan bahwa “tindakan khusus”
tersebut antara lain berupa
penyesuaian manfaat, iuran, dan/atau
103
No Pasal Analisis Rekomendasi

tetap ubah cabut

1 2 3 4 5 6

usia pensiun sebagai upaya terakhir.


Apakah “kebijakan khusus” pada ayat
(2) dapat dimaknai sama dengan
“tindakan khusus” pada ayat (3)? UU
tidak secara jelas menyatakan
demikian.

3. UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ini terdiri dari
15 Bab, 66 Pasal, dibentuk dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat, dengan karateristik tersendiri yang harus tetap
mampu meningkatkan pelayananan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat secara menyeluruh, diberikan melalui institusi. Sistimatika sebagai
berikut :
1. ketentuan umum;
2. asas dan tujuan;
3. tujuan dan fungsi;
4. tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah;
5. persyaratan;
6. jenis dan klasifikasi;

104
7. perizinan;
8. kewajiban dan hak;
9. penyelenggaraan;
10. pembiayaan;
11. pencatatan dan pelaporan;
12. pembinaan dan pengawasan;
13. ketentuan pidana;
14. ketentuan peralihan;
15. ketentuan penutup.
2. Status pasal :
 Masih berlaku;

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Pasal 2 Sesuai petunjuk No. 98 Lampiran II UU No.12 √
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
PUU. Dalam petunjuk huruf c dikatakan
bahwa ketentuan yang mencerminkan asas,
maksud dan tujuan seharusnya masuk dalam
ketentuan umum dan tidak dirumuskan
tersendiri dalam pasal atau bab.
2 Pasal 3 Tujuan UU pada dasarnya telah tercermin √
dalam konsiderans menimbang dan lebih
rincci tercantum dalam penjelasan umum
pada lampiran undang-undang. dan lebih rinci
lagi terdapat dalam naskah akademiknya.
Jika ketetentuan mengenai tujuan ini
dibutuhkan dalam suatu peraturan
perundang-undangan maka dirumuskan
dalam salah satu butir pasal tentang
ketentuan umum. Hal ini sbgmn dimaksud
105
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
dalam petunjuk no. 98 huruf c, Lampiran II
UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan
3 Pasal 7 Pasal 7 Ayat (3) UU RS 44/2009 menyebutkan √
ayat (3) bahwa Rumah Sakit yang didirikan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus
berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi
yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi
tertentu atau Lembaga Teknis Daerah dengan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan
Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Analisis :
Secara lugas pada pasal ini terdapat pilihan ATAU
menjadi Lembaga Teknis Daerah (LTD) dengan
pengelolaan secara BLU atau BLUD. Sehingga
tafsiran atas Pasal 7 Ayat (3) UU RS Nomor 44
Tahun 2009 tersebut adalah jika rumah sakit milik
Pemerintah Pusat maka HARUS dalam bentuk
UPT yang berada dibawah Ditjen BUK Kemenkes
dengan pengelolaan secara Badan Layanan
Umum (BLU), sedangkan jika rumah sakit milik
Pemerintah Daerah maka HARUS dalam bentuk
Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan
secara Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Dapat disimpulkan juga bahwa pilihan menjadi
Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari instansi yang
bertugas di bidang kesehatan adalah Rumah Sakit
vertikal milik Pemerintah melalui Kementerian
Kesehatan.

4 Pasal 16 Pasal 16 mengatur tentang persyaratan peralatan √


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
meliputi peralatan medis dan nonmedisharus
memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu,
keamanan, keselamatan dan laik pakai.

Analisis :
Ketentuan pasal 16 ini bersifat administratif,
namun dalam pasal-pasal

Selanjutnya yang menjadi masalah adalah


ketentuan pasal 16 ini bersifat administratif.

106
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
Namun, dalam pasal-pasal selanjutnya yang
menjelaskan tentang sanksi, dikatakan bahwa
sanksi yang diberikan untuk pelanggaran pasal ini
adalah sanksi pidana. Sehingga, yang turut
menjadi permasalahan kemudian adalah
bagaimana kita dapat mencantumkan sanksi
pidana terhadap pasal ini, apabila ketentuannya
bersifat administratif dan pengaturan lebih lanjut
terhadap pasal-pasal tersebut dilimpahkan
kepada Peraturan Perundang-undangan (lainnya),
Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Menteri.

5 Pasal 17 Pasal 17 menyatakan bahwa : Rumah sakit yang √


tidak memenuhi persyaratan tidak diberikan izin
mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin
operasionalnya.

Analisis :
Ketika akan dibenturkan dengan pasal 17 tentang
pencabutan izin operasional atau tidak
diberikannya izin mendirikan rumah sakit, maka
masalah lain yang muncul adalah kemungkinan
akan “pemakluman” dan “pembijaksanaan-
pembijaksanaan” yang sifatnya negatif dari pihak-
pihak yang ingin mencari keuntungan sendiri
tanpa mempertimbangkan dampak negatif dari
“pemakluman” dan “pembijaksanaan-
pembijaksanaan” ini terhadap keselamatan dan
kepuasan pasien yang menjadi isu utama
diusungnya kebijakan tentang rumah sakit ini.

6 Pasal 21 Dalam Pasal 21 disebutkan bahwa Rumah Sakit √


privat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(1) dikelola oleh badan hukum dengan tujuan
profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau
Persero.

Analisis :
Hal ini juga bertentangan dengan tujuan dari UU
RS dimana dalam pasal 2 dijelaskan bahwa Rumah
Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan
didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan
profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan
hak dan anti diskriminasi, pemerataan,
perlindungan dan keselamatan pasien, serta
107
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
mempunyai fungsi sosial.

7 Pasal 34 Pasal 34 ayat 1 dalam UU rumah sakit menyatakan √


ayat (1) bahwa keharusan kepala rumah sakit adalah
seorang tenaga medis. Bunyi lengkap ayat
tersebut adalah “Kepala Rumah Sakit harus
seorang tenaga medis yang mempunyai
kemampuan dan keahlian dibidang
perumahsakitan”.

Analisis :
Pasal tersebut sebenarnya merugikan semua
tenaga kesehatan lainnya ataupun profesi lain
yang mampu secara kepemimpinan dan
manajerial untuk memimpin rumah sakit.
UU rumah sakit pasal 34 memutuskan harapan
profesi lain yang secara kepemimpinan dan
manajerial mampu memimpin rumah sakit,
bahkan jika kembali pada UUD 1945 pasal 27,
pasal tersebut telah melanggar UUD yaitu hak
asasi seseorang untuk layak mendapatkan
pekerjaan maupun kedudukan.

4. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

1. UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ini terdiri dari


14 Bab, 64 Pasal, mengatur bahwa negara memberikan jaminan
terhadap semua orang untuk memperoleh informasi dari badan publik,
masyarakat dapat memantau setiap kebijakan, aktivitas maupun
anggaran badan-badan publik yang berkaitan dengan penyelenggaraan
negara maupun yang berkaitan dengan kepentingan publik lainnya, hal

108
ini merupakan pemenuhan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud
dari kehidupan berbangsa dan bernegara., dengan sistimatika sbb :
1. ketentuan umum;
2. asas dan tujuan;
3. hak dan kewajiban pemohon dan pengguna informasi publik
serta hak dan kewajiban badan publik;
4. informasi yang wajib disediakan dan diumumkan;
5. informasi yang dikecualikan;
6. mekanisme memperoleh informasi;
7. komisi informasi
8. keberatan dan penyelesaian sengketa melalui komisi
informasi;
9. hukum acara komisi;
10. gugatan ke pengadilan dan kasasi;
11. ketentuan pidana;
12. ketentuan lain-lain;
13. ketentuan peralihan;
14. ketentuan penutup.
2. Status pasal :
 Masih berlaku;
 Pasal 5 ayat (2), (3), (4) tidak berlaku berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 007/PUU-III/2005, tanggal 31
Agustus 2005;
 Pasal 13 ayat (1)

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Pasal 2 Sesuai petunjuk No. 98 √
Lampiran II UU No.12 Tahun 2011
tentang Pembentukan
109
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
Peraturan PUU. Dalam petunjuk
huruf c dikatakan bahwa
ketentuan yang mencerminkan
asas, maksud dan tujuan
seharusnya masuk dalam
ketentuan umum dan tidak
dirumuskan tersendiri dalam
pasal atau bab.
2 Pasal 3 Tujuan UU pada dasarnya telah √
tercermin dalam konsiderans
menimbang dan lebih rincci
tercantum dalam penjelasan
umum pada lampiran undang-
undang. dan lebih rinci lagi
terdapat dalam naskah
akademiknya. Jika ketetentuan
mengenai tujuan ini dibutuhkan
dalam suatu peraturan
perundang-undangan maka
dirumuskan dalam salah satu
butir pasal tentang ketentuan
umum. Hal ini sbgmn dimaksud
dalam petunjuk no. 98 huruf c,
Lampiran II UU No. 12 Tahun
2011 tentang Peraturan
Perundang-Undangan
3 Pasal 3 Pasal 3 huruf : √
b. mendorong partisipasi
masyarakat dalam proses
pengambilankebijakan publik;
c. meningkatkan peran aktif
masyarakat dalam
pengambilankebijakan publik dan
pengelolaan Badan Publik yang
baik;
Analisis :
BPJS adalah salah satu Badan
Publik yang pengelolaannya
harus open management,
110
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
sehingga mutlak harus
melibatkan masyarakat tidak
hanya sebagai penerima
manfaat, tetapi juga memberi
masukan dalam pengambilan
keputusan agar kebijakan yang
dihasilkan relevan dengan
kebutuhan masyarakat.
Kewajiban BPJS jika dikaitkan
dengan Pasal ini adalah harus
meningkatkan peran aktif
masyarakat. Hak masyarakat
untuk berperanserta secara
terorganisasi adalah bagian dari
penyelenggaraan pemerintahan
yang baik. Sehingga pelayanan
kesehatan sebagai bagian dari
pembangunan akan lebih
berjalan efektif, efisien dan
terlembaga. Pelibatan
masyarakat melalui partisipasi
yang melembaga dibutuhkan
untuk keberlanjutan BPJS.
4 Pasal 7 Pasal 7 ayat (3) menyatakan bahwa √
ayat (3) untuk melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Badan Publik harus
membangun dan mengembangkan
sistem informasi dan dokumentasi
untuk mengelola Informasi publik
secara baik dan efisien sehingga
dapat diakses dengan mudah.

Analisis :
Masyarakat atau pihak yang
memerlukan informasi , karena
tidak jelas rumusan frase bahwa
Badan Publik harus membangun
dan mengembangkan sistem
informasi dan dokumentasi, dalam
bentuk ada hal tersebut.

111
5. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima
Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Pasal 2 Pada pasal 2 ayat (1) “Kriteria Fakir √
Miskin dan Orang Tidak Mampu
ditetapkan oleh Menteri setelah
berkoordinasi dengan menteri
dan/atau pimpinan lembaga terkait”
tidak ditemukan keterangan
mengenai menteri dan lembaga
terkait didalam ketentuan umum
maupun pasal-pasal setelahnya
2 Pasal 4 Pasal 4 berada dalam bab baru namun √
rumusan pasal 4 menjelaskan
prosedur yang dilakukan sebelum
pasal 3, maka seharusnya pasal 4
dimasukkan dalam bab II bukan bab III
3 Pasal 10 Pasal 10 ayat (2) berbunyi “ Menteri yang √
ayat (2) menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan menyampaikan
usulan anggaran Jaminan Kesehatan bagi
PBI Jaminan Kesehatan kepada menteri
yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan
berdasarkan usulan DJSN” pada akhir
kalimat yang menyebutkan “berdasarkan
usulan dari DJSN” merupakan
pengulangan dan sudah dijelaskan dalam
pasal 10 ayat (1) dan awal kalimat pasal 10
ayat (2)
4 Pasal 11 Pasal 11 ayat (1) penggunaan kata “dan” √
hendaknya diganti dengan kata “atau”.
Karena huruf a dan huruf b tidak
dimaksudkan secara kumulatif, melainkan
alternatif.

112
6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2013 Tentang Modal Awal
Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Pasal 2 Pasal 2 ayat (2) mengenai “anggaran √
negara yang dipisah” memiliki definisi
yang sama seperti pada pasal 2 ayat
(3) seharusnya pasal 2 ayat (2)
dihilangkan sehingga pasal 2 hanya
memiliki 2 ayat.
2 Pasal 3 Rumusan pada pasal 3 menjelaskan √
mengenai menteri yang melaksanakan
pemberian modal awal kepada Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan seharusnya berada pada
pasal 1

7. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2013 tentang Tata Cara


Hubungan Antar Lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Pasal 2 Pasal 2 ayat (2) mengenai “anggaran √
negara yang dipisah” memiliki definisi
yang sama seperti pada pasal 2 ayat
(3) seharusnya pasal 2 ayat (2)
dihilangkan sehingga pasal 2 hanya
memiliki 2 ayat.

113
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
2 Pasal 4 Hal-hal lain yang bersifat umum yang √
berlaku bagi pasal atau beberapa
pasal berikutnya antara lain ketentuan
yang mencerminkan asas, maksud,
dan tujuan tanpa dirumuskan
tersendiri dalam pasal atau bab
seharusnya dimuat dalam ketentuan
umum. Merujuk pada petunjuk no.98
Lampiran II UU No.12 Tahun 2011

8. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara


Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain
Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja,
Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan
Jaminan Sosial.

Terdiri dari 16 Pasal dengan status pasal masih berlaku seluruhnya.

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Nama Sesuai dengan Penjelasan Nomor 3 √
PP Lampiran II UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, bahwa Nama
Peraturan Perundang–undangan dibuat
secara singkat dengan hanya menggunakan
1 (satu) kata atau frasa tetapi secara
esensial maknanya telah dan
mencerminkan isi Peraturan Perundang–
undangan.

Maka sebaiknya nama PP ini haruslah


dibuat lebih singkat namun dapat
mencerminkan isinya.
114
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
Sesuai dengan Penjelasan Nomor 90
Lampiran II UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, bahwa Jika rincian
dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian
kumulatif dan alternatif, ditambahkan kata
dan/atau yang diletakkan dibelakang rincian
kedua dari rincian terakhir.

Maka dalam angka 5 dapat


ditambahkan salah satu kata dari “dan,
atau, dan/atau” dalam rincian huruf b
2 Pasal Dalam penjelasannya, tidak memberikan √
10 penjelasan lengkap setelah berakhirnya
sanksi teguran tertulis satu atau bagaimana
tata cara pemberian sanksi teguran tertulis
2.

Karena dalam ayat (3) langsung


menjelaskan pemberian sanksi denda
setelah sanksi teguran kedua berakhir, tapi
tidak menyebutkan bagaimana pemberian
sanksi teguran kedua.

115
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
Ayat (6) : √

Apabila sanksi berupa denda sebagaimana


dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak
disetor lunas, Pemberi Kerja Selain
Penyelenggara Negara dikenai sanksi tidak
mendapat pelayanan publik tertentu.

Dalam penjelasannya tidak memberikan


keterangan lebih lanjut mengenai
pelayanan publik apa sajakah yang akan
dicabut.

Maka dari itu perlu dijelaskan kembali agar


menjadi lebih lengkap dan dapat
dimengerti pelayanan publik apa yang akan
dicabut apabila tidak segera membayar
sanksi denda. Hal ini akan dapat menjadi
pertimbangan agar segera membayarkan
sanksi denda.

9. Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset


Jaminan Sosial Kesehatan

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Pasal 15 Ayat (1) : Sumber aset Dana Jaminan √
Sosial Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 huruf b terdiri
atas:

a. iuran Jaminan Kesehatan termasuk


bantuan iuran;

b. hasil pengembangan Dana Jaminan


Sosial Kesehatan;

116
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
c. aset program Jaminan Kesehatan
yang menjadi hak peserta dari BUMN
yang menjalankan program Jaminan
Kesehatan; dan

d. sumber lain yang sah sesuai dengan


peraturan perundang-undangan.

Tidak dijelaskan sumber peraturan


perundang-undangan mana yang
terkait.
2 Pasal 20, Tidak dijelaskan sumber peraturan √
perundang-undangan mana yang
Pasal 21,
terkait.
Pasal 35,

Pasal 38,

Pasal 40,

Pasal 46

10. Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2013 tentang Tata Cara


Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Anggota Dewan Pengawas dan
Anggota Direksi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Pasal 3 - Ketentuan mengenai sanksi √
administrative dalam pasal ini
mengacu pada larangan yang
dilakukan oleh anggota Dewan
Pengawas atau anggota Direksi
dalam Pasal 2
117
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
- Pasal ini tidak sesuai dengan
teknik penyusunan PUU
Dalam Lampiran II Nomor 64 UU
Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, dikatakan bahwa
substansi yang berupa sanksi
administrative atau sanksi
keperdataan atas pelanggaran
norma dirumuskan menjadi satu
bagian (pasal) dengan norma yang
memberikan sanksia dministratif
atau sanksi keperdataan.
2 Pasal 11 - Pasal ini mengatur mengenai √
penjatuhan sanksi peringatan
tertulis kepada anggota Dewan
Pengawaas atau anggota Direksi
yang melakukan tindakan yang
dilarang yang diatur pada Pasal
2, yang mana sanksi peringatan
tertulis termasuk dalam sanksi
administrasi
- Pasal ini tidak sesuai dengan
teknik penyusunan PUU
Dalam Lampiran II Nomor 64 UU
Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, dikatakan bahwa substansi
yang berupa sanksi administrative atau
sanksi keperdataan atas pelanggaran
norma dirumuskan menjadi satu bagian
(pasal) dengan norma yang memberikan
sanksi administrative atau sanksi
keperdataan.

11. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

Catatan: Perubahan pada PerPres No.12 Tahun 2013 terdiri dari 47 pasal, 18
Pasal sisipan Ps1A, Ps6A, Ps16, Ps16A, Ps16B, Ps16C, Ps16D, Ps16E, Ps16F,
Ps16G, Ps16H, Ps16I, Ps17A, Ps17B, Ps18, Ps27A,P s27B, Ps43A, 16 Pasal diubah

118
(diubah, ditambahkan, dihapus ayat/hurufnya), yaitu Ps4, Ps5, Ps6, Ps11, Ps16,
Ps17, Ps19, Ps22, Ps23, Ps25, Ps28, Ps32, Ps38, Ps43, Ps44

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Pasal 4 Penjelasan pasal huruf g yang √
berbunyi “ Pekerja yang tidak
termasuk huruf a sampai dengan
huruf f yang menerima Upah”
merupakan kaliamat yang tidak
sesuai, seharusnya setelah kata
“huruf f” ditambahkan kata
“adalah” sehingga kalimat menjadi
lebih efektif dengan “ Pekerja yang
tidak termasuk huruf a sampai
dengan huruf f adalah yang
menerima Upah”
2 Pasal 15 Pasal 15 √

Ketentuan lebih lanjut mengenai


prosedur pendaftaran, verifikasi
kepesertaan, perubahan data
kepesertaan, dan identitas Peserta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 diatur
dengan Peraturan BPJS Kesehatan
setelah berkoordinasi dengan
kementerian/lembaga terkait.

Tidak ditemukan kenjelasan dalam


rumusan pasal mengenai peraturan
BPJS kesehatan setelah
berkoordinasi dengan
kementrian/lembaga terkait
3 Pasal 21 Pada penjelasan pasal 21 ayat (7) yang √
berbunyi “ Ketentuan mengenai tata
cara pemberian pelayanan skrining
kesehatan jenis penyakit, dan waktu
pelayanan skrining kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
diatur dengan Peraturan Menteri” tidak
ditemukan penjelasan mengenai

119
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
peraturan menteri tentang apa dan
nomor berapa. Seharusnya dijelaskan
mengenai peraturna menteri yang mana
yang merupakan rujukan dari pasal ini.
4 Pasal 22 Pada penjelasan pasal 22 ayat (2) yang √
berbunyi “ Dalam hal pelayanan
kesehatan lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c telah ditanggung
dalam program pemerintah, maka tidak
termasuk dalam pelayanan kesehatan
yang dijamin” tidak diketahui jenis
“program pemerintah” yang
dimaksudkan dalam pasal tersebut.
Seharusnya dijelaskna mengenai
program pemerintah ang berkaitan
dengan “ tindakan medis spesialistik
sesuai dengan indikasi medis” sesuai
dengan isi pasal.
5 Pasal 25 Penggunaan kata “dan” hendaknya √
diganti dengan kata “atau”. Karena
huruf a sampai dengan huruf o tidak
dimaksudkan secara kumulatif,
melainkan alternatif.

6 Pasal 29 Pada penjelasan pasal 29 ayat (5) dan √


ayat (6) tidak dijelaskan mengenai
peraturna perundang-undangan dan
peraturan menteri yang dimaksud.
7 Pasal 34 idem √
8 Pasal 45 idem √
9 Pasal 46 idem √

12. Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan

Status pasal berlaku seluruhnya

Catatan: Perubahan pada PerPres No.12 Tahun 2013 terdiri dari 47 pasal,18
Pasal sisipan Ps1A,Ps6A,Ps16,Ps16A,Ps16B,Ps16C, Ps16D, Ps16E, Ps16F, Ps16G,
120
Ps16H, Ps16I,Ps17A,Ps17B,Ps18,Ps27A,Ps27B,Ps43A, 16 Pasal diubah
(diubah,ditambahkan,dihapus ayat/hurufnya), yaitu Ps4, Ps5, Ps6, Ps11, Ps16,
Ps17, Ps19, Ps22, Ps23, Ps25, Ps28, Ps32, Ps38, Ps43, Ps44

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Pasal 4 Pada penjelasan pasal 4 ayat (5) √
penggunaan kata “dan” hendaknya
diganti dengan kata “atau”. Karena
huruf a sampai dengan huruf f tidak
dimaksudkan secara kumulatif,
melainkan alternaitf.
2 Pasal 16F Pada penjelasan pasal 4 ayat (5) √
penggunaan kata “dan” hendaknya
diganti dengan kata “atau”. Karena
huruf a sampai dengan huruf f tidak
dimaksudkan secara kumulatif,
melainkan alternaitf.

13. Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2013 tentang Pelayanan


Kesehatan Tertentu Berkaitan dengan Kegiatan Operasional Kementerian
Pertahanan, TNI, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Nama Merujuk pada petunjuk no. 3 Lampiram √
Perpres II UU no.12 tahun 2011, bahwa, Nama
Peraturan Perundang–undangan dibuat
secara singkat dengan hanya
menggunakan 1 (satu) kata atau frasa
tetapi secara esensial maknanya telah
dan mencerminkan isi Peraturan
Perundang– undangan.

121
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
- Penulisan judul Perpres tersebut terlalu
panjang dan dapat menimbulkan
kerancuan

- Maka seharusnya judul PerPres


menjadi, PERATURAN PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107
TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN
KESEHATAN KEMENTRIAN
PERTAHANAN, TENTARA NASIONAL
INDONESIA DAN KEPOLISIAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
2 Pasal 27 pada penjelasan pasal 27 yang √
berbunyi “Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan pelayanan
kesehatan tertentu bagi Pegawai
Negeri pada Polri dalam rangka
melaksanakan tugas operasional dan
pelayanan kesehatan dalam rangka
mendukung tugas pokok dan fungsi
Polri diatur dengan Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik
Indonesia” pada bagian akhir “diatur
dengan Peraturan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia” tidak
dijelaskan peraturan nomor berapa
yang dimaksud sehingga dapat
menimbulkan kerancuan.
3 Pasal 28 Pada penjelasan pasal 27 bagian akhir √
berbunyi “sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan” tidak
ada penjelasan mengenai ketentuan
perundang-undangan tentang dan
nomor berapa sehingga perlu diperjelas
agar tidak menimbulkan kerancuan
4 Pasal 29 idem √

122
14. Peraturan Presiden Nomor 108 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Isi
Laporan Program Jaminan Sosial)

Terdiri dari 9 Pasal dengan status pasal masih berlaku seluruhnya.


No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Judul Sesuai dengan aturan dalam nomor 3 √
Perpres Lampiran II UU No 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, bahwa Nama
Peraturan Perundang–undangan dibuat
secara singkat dengan hanya
menggunakan 1 (satu) kata atau frasa
tetapi secara esensial maknanya telah
dan mencerminkan isi Peraturan
Perundang–

undangan.

Maka dalam penulisannya dapat diubah


agar menjadi lebih singkat menjadi
“Laporan Pengelolaan Program Jaminan
Sosial”

Karena telah meliputi langsung


mengenai isi dan bentuk dari laporan
tersebut tanpa harus dijelaskan lagi
dalam judul.

15. Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2013 tentang Gaji atau Upah dan
Manfaat Tambahan Lainnya serta Intensif Bagi Anggoa Dewan Pengawas
dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan sosial

Terdiri dari 15 Pasal dengan status pasal masih berlaku seluruhnya.

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6

123
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Judul Perpres Sesuai dengan aturan dalam nomor 3 √
Lampiran II UU No 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, bahwa Nama
Peraturan Perundang–undangan dibuat
secara singkat dengan hanya
menggunakan 1 (satu) kata atau frasa
tetapi secara esensial maknanya telah
dan mencerminkan isi Peraturan
Perundang–

undangan.

Dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan menggunakan kata
upah ketimbang gaji. Kemudian dalam
penghematan kata maka dapat diubah
menjadi “Upah Anggota Dewan
Pengawas Dan Anggota Direksi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial

16. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan


Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

Terdiri dari 14 Pasal dengan status pasal masih berlaku seluruhnya.

No Pasal Analisis Rekomendasi


tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Judul Sesuai dengan aturan dalam nomor 3 √
Perpres Lampiran II UU No 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, bahwa Nama
Peraturan Perundang–undangan dibuat
secara singkat dengan hanya
menggunakan 1 (satu) kata atau frasa
tetapi secara esensial maknanya telah
dan mencerminkan isi Peraturan
Perundang–undangan.

124
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
Kemudian dalam penghematan kata
dam agar dapat menjadi satu frasa maka
dapat diubah menjadi “Pengelolaan Dan
Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan
Kesehatan Nasional Milik Pemerintah
Daerah”

17. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Terdiri dari 205 Pasal dengan status pasal masih berlaku seluruhnya.
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
1 Judul Dalam penjelasan lampiran II UU 12/2011, √
Undang- judul peraturan perundangan –
undangan (PUU) selain memuat
Undang No. keterangan mengenai jenis, nomor,
36 Tahun tahun pengundangan, nama PUU dibuat
2009 menggunakan suatu kata atau frasa
tentang yang maknanya mencerminkan essensial
dari isi PUU tersebut, dalam hal ini UU
Kesehatan No. 36 Tahun 2009 menggunakan kata
“Kesehatan” sebagai nama UU, pada
pasal 1 ketentuan umum UU ini yang
dimaksud dengan “Kesehatan” adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Dalam Pasal 167 ayat (4)
mendelegasikan pengaturan lebih lanjut
dengan Peraturan Presiden mengenai
pengelolaan kesehatan, berdasarkan
pasal tersebut telah dibentuk Peraturan
Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang
“Sistem Kesehatan Nasional”, yang
didalam pasal 1 ketentuan umumnya
menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan Sistem Kesehatan Nasional
adalah Sistem Kesehatan Nasional, yang
selanjutnya disingkat SKN adalah
pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia secara terpadu dan
saling mendukung guna menjamin
125
No Pasal Analisis Rekomendasi
tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6
tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya,
maknanya sesuai dengan dasar
konsideran menimbang UU Nomor 36
Tahun 2009 bahwa bahwa setiap
kegiatan dalam upaya untuk memelihara
danmeningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya
dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif, partisipatif, dan
berkelanjutandan upaya peningkatan
kesehatan ini menjadi tanggung jawab
semua pihak dan sebagai investasi
pembangunan negara.

Berdasarkan analisis tersebut akan lebih


tepat UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan menggunakan judul “Sistem
Kesehatan Nasional” karena didalamnya
mengandung pengertian induk dari
unsur-unsur upaya kesehatan sebagai
suatu sistem dan sesuai dengan makna
konsideran menimbang UU Nomor 36
Tahun 2009.

126
BAB IV

PENILAIAN TERHADAP MATERI MUATAN


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Penilaian kesesuaian norma dimaksudkan untuk memastikan bahwa


ketentuan norma sudah sesuai dengan asas materiil umum peraturan
perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun
2011 dan asas materiil khusus yang harus menjiwai suatu peraturan perundang-
undangan (PUU). Asas materiil umum peraturan perundang undangan yang
disebutkan dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011, yaitu:
1) Asas Pengayoman
Bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus
berfungsi memberikan perlindungan untuk ketentraman masyarakat.
2) Asas Kemanusiaan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia
serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional.
3) Asas Kebangsaan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk
dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4) Asas Kekeluargaan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap
pengambilan keputusan.
5) Asas Kenusantaraan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia
dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di
127
daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
6) Asas Bhineka Tunggal Ika
Bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan,
kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7) Asas Keadilan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga
negara.
8) Asas Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum Dan Pemerintahan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak
boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar
belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau
status sosial.
9) Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan
kepastian hukum.
10) Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara
kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan
negara.
Kesepuluh asas materiil umum dan asas materiil khusus dari suatu
Peraturan Perundang-undangan menjadi variabel penilaian terhadap
ketentuan pasal-pasal yang ada masing-masing PUU terkait dengtan

128
masalah kesehatan. Dari variabel tersebut diturunkan lagi menjadi
indikator penilaian sehingga dapat dihasilkan rekiomendasi terhadap
ketentuan pasal-pasal yang dievaluasi.
Dari 28 PUU peraturan perundang-undangan terkait Pemenuhan
Hak Kesehatan yang dianalisis, masih terdapat ketentuan pasal yang
tidak sesuai dengan asas materiil. Berikut data hasil penilaian PUU
terkait masalah Pemenuhann Kesehatan, yang ditinjau dari dimensi
kesesuaian norm dengan asa dan indikator yang sudah ditentukan.

1. Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004


Tentang Sistem Jaminan sosial Nasional

No Pasal Keterkaiatan dengan Analisis Rekomendasi


asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pasal 2 Keadilan Peluang Pasal 2 menentukan √
yang sama bahwa :
bagi Sistem Jaminan
setiap Sosial Nasional
warga diselenggarakan
negara berdasarkan asas
terhadap kemanusiaan, asas
akses manfaat, dan asas
pemanfaa keadilan sosial bagi
tan seluruh rakyat
sumber Indonesia.
daya Dalam
penjelasannya
dikemukakan, asas
kemanusiaan
berkaitan dengan
penghargaan
terhadap martabat
manusia. Asas
manfaat merupakan
asas yang bersifat
operasional
menggambarkan
pengelolaan yang
efisien dan efektif.
Asas keadilan
merupakan asas
yang bersifat adil.
Ketiga asas tersebut
129
No Pasal Keterkaiatan dengan Analisis Rekomendasi
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
dimaksudkan untuk
menjamin
kelangsungan
program dan hak
peserta. Ketiga asas
tersebut belum
sepenuhnya
tercermin dalam
materi muatan UU
SJSN. Di bidang
jaminan kesehatan
misalnya ada
perbedaan
perlakuan terhadap
peserta yang
memerlukan rawat
inap. Ada beberapa
peserta yang berhak
atas perawatan di
kelas I, kelas II, atau
kelas III, tergantung
pada katagori
peserta berdasarkan
iuran yang dibayar.
Seharusnya setiap
peserta berhak atas
perawatan di kelas
standar. Efisiensi
dan efektivitas
penyelenggaraan
jaminan kesehatan
belum tercermin
dalam tata kelola
program jaminan
kesehatan, sehingga
setiap tahun BPJS
kesehatan harus
disubsidi oleh
pemerintah dalam
jumlah yang cukup
besar. Asas keadilan
masih jauh dari
harapan. Peraturan
pelaksanaan UU
SJSN dan UU BPJS
masih mencari
format yang cocok
untuk menerapkan
asas-asas
130
No Pasal Keterkaiatan dengan Analisis Rekomendasi
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
penyelenggaraan
SJSN.
2 Pasal 5 Kenusan Pembagia Dalam ketentuan √
taraan n Pasal 5 ayati (1)
kewenang disebutkan bahwa
an Pusat “Badan
dan Penyelenggara
Daerah Jaminan Sosial harus
dibentuk dengan
Undang-Undang.”
Kemudian dalam
ayat (2) nya
disebutkan bahwa
“Sejak berlakunya
Undang-Undang ini ,
badan
penyelenggara
jaminan sosial yang
ada dinyatakan
sebagai Badan
Penyelenggara
Jaminan Sosial
menurut Undang-
Undang ini.”
Selanjutnya dalam
ketentuan ayat (3)
disebutkan bahwa
Badan
Penyelenggara
Jaminan Sosial yang
dimaksud adalah
JAMSOSTEK,
TASPEN, ASABRI,
dan ASKES.
Jika merujuk pada
ketentuan Pasal 5
tersebut maka dapat
diketahui bahwa
keempat badan
penyelenggara
jaminan sosial
tersebut merupakan
badan yang
pelaksanaannya
dikelola oleh
Pemerintah Pusat.
Tidak ada
pembagian
kewenangan antara
131
No Pasal Keterkaiatan dengan Analisis Rekomendasi
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Pemerintah Pusat
dan Daerah.
Padahal, terkait
dengan
penyelenggaraan
jaminan sosial
khususnya dibidang
kesehatan
seharusnya juga
dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah
Provinsi.
Sebagaimana
dengan tegas
disebutkan dalam
ketentuan Pasal 13
ayat (1) UU No. 32
Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah.
Kemudian untuk
penyelenggaraan
kesehatan untuk
keluarga miskin,
Menteri Kesehatan
lewat SK No.
1241/2004
menugaskan PT
ASKES sebagai
pelaksana.
Penunjukkan PT
ASKES sebagai
pelaksana ini
menimbulkan
anggapan bahwa UU
SJSN disusun
dengan pemikiran
anti otonomi
daerah. Karena
jaminan kesehatan
seharusnya
diselenggarakan
oleh Pemerintah
Provinsi.
Oleh karena itu,
dibutuhkan
tambahan
ketentuan yang
mengatur mengenai
pembagian
132
No Pasal Keterkaiatan dengan Analisis Rekomendasi
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
kewenangan terkait
penyelenggaraan
jaminan sosial
khususnya dibidang
kesehatan antara
Pemerintah Pusat
dan Pemerintah
Daerah.
3 Pasal Keadilan Pasal 19 : √
19 (1) Jaminan
kesehatan
diselenggarakan
secara nasional
berdasarkan prinsip
asuransi sosial dan
prinsip ekuitas.
(2)Jaminan
kesehatan
diselenggarakan
dengan tujuan
menjamin agar
peserta memperoleh
manfaat
pemeliharaan
kesehatan dan
perlindungan dalam
memenuhi
kebutuhan dasar
kesehatan.

Analisis :
prinsip asuransi
sosial sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 19 dan
penjelasan UU SJSN
mengamanahkan
gotong royong
antara si kaya
dengan si miskin,
tua-muda, sehat-
sakit dan beresiko
tinggi-rendah dapat
ditempuh dengan
pelibatan Pemda
serta masyarakat
sehingga
memungkinkan
kepesertaan wajib
133
No Pasal Keterkaiatan dengan Analisis Rekomendasi
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
tidak selektif, iuran
berdasar upah dan
lembaga makin
nirlaba dengan
gotong royong.
Outputnya adalah
memperoleh
kesamaan pelayanan
(asas ekuitas) yang
tidak terkait dengar
besarnya iuran yang
dibayarkan.

4 Pasal Kemanu Jaminan Pasal 47 : √


47 siaan terhadap (1) Dana Jaminan
ke Sosial Wajib dikelola
ikutsertaa dan dikembangkan
n oleh Badan
masyaraka Penyelenggara
t lokal Jaminan Sosial
secara optimal
dengan
mempertimbangkan
aspek likuiditas,
solvabilitas, kehati-
hatia, keamanan
dana, dan hail yang
memadai.
(2) Tata cara
pengelolaan dan
pengembangan
Dana Jaminan Sosial
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur lebih lanjut
dalam Peraturan
Pemerintah.
Analisis :
Pengelolaan BPJS
terpusat, tidak
didesentralisaikan ke
Pemda. Hal ini
bertentangan
dengan prinsip
kegotongroyongan
yang dianut Pasal 4
UU SJSN.
Kegotongroyongan

134
No Pasal Keterkaiatan dengan Analisis Rekomendasi
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
dapat dimaknai
partisipatif dan
pengelolaan yang
inklusif, melibatkan
Pemda dan
Masyarakat (secara
perorangan maupun
terorganisir melalui
Civil Society
Organization).
Sehingga
Kesejahteraan sosial
yang hendak
dicapaipun dapat
dirancang dan
dikontrol bersama
seperti diatur dalam
Pasal 174 UU no 36
Tahun 2009 tentang
Kesehatan.Dalam
era sekarang
Pemerintah akan
mampu mencegah
penyalahgunaan
wewenang apabila
pengelolaan badan
publik dilaksanakan
melibatkan 3 pihak,
Pemerintah,
masyarakat dan
dunia usaha
sebagaimana
diamanahkan dalam
Pasal 3 UU no 14
Tahun 2008 tentang
Keterbukaan
Informasi Publik

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggar


Jaminan Sosial
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
135
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pasal Kenu Pembagian Dalam ketentuan √
39 santa kewenanga Pasal 39 ayat (1)
raan n Pusat dan disebutkan bahwa
Daerah “Pengawasan
terhadap BPJS
dilakukan secara
eksternal dan
internal”. Kemudian
dalam ketentuan ayat
(3) disebutkan bahwa
“Pengawasan
eksternal BPJS
dilakukan oleh DJSN
dan lembaga
pengawas
independen”.
Pengawasan secara
internal yang
dilakukan oleh dewan
pengawas terkait
dengan tugas, fungsi
dan wewenang dewan
pengawas telah diatur
dalam UU ini. Namun
terkait dengan tugas,
fungsi dan wewenang
pengawasan internal
yang dilakukan oleh
DJSN dan lembaga
pengawas
independen UU ini
belum mengatur
ketentuan mengenai
hal-hal tersebut.
Sehingga area
pengawasan untuk
pengawasan yang
dilakukan secara
eksternal oleh DJSN
dan lembaga
pengawas
independen menjadi
belum jelas.
Oleh karena itu,
dibutuhkan
pengaturan yang lebih
lanjut mengenai area
pengawasan yang
dilakukan oleh DJSN
dan lembaga
pengawas
136
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
independen agar
dalam pelaksanaannya
bisa menjadi lebih
maksimal.
2 Ketent Keter Kejelasan UU BPJS dan PP No.
uan tiban aturan 86 Tahun 2013 yang
menge dan mengenai merupakan peraturan
nai Kepa koordinasi pelaksana dari UU
sanksi stian BPJS belum
Huku memberikan aturan
m yang jelas mengenai
penerapan sanksi
administrative kepada
pemberi kerja selain
penyelenggara
Negara dan setiap
orang, selain pemberi
kerja, pekerja, dan
penerima bantuan
iuran dalam
penyelenggaraan
jaminan sosial yang
melanggar ketentuan
sebagaimana diatur
dalam kedua
Peraturan Perundang-
Undangan tersebut.
Dalam ketentuan
Pasal 9 PP tersebut
diatur bahwa unit
pelayanan publik pada
instansi pemerintah,
pemerintah daerah
provinsi atau
pemerintah daerah
kabupaten/kota yang
menjadi penegak
hukumnya. Namun,
dalam pelaksanaannya
pihak BPJS yang
paling tahu mengenai
siapa saja yang
mendapatkan sanksi.
Belum adanya aturan
yang lebih khusus
untuk mengatur alur
koordinasi atau
tatacara pengenaan
137
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
sanksi, maka
dikhawatirkan akan
terjadi tumpang tindih
kewenangan terkait
penerapan sanksi
tersebut.
Oleh karena itu
dibutuhkan ketentuan
yang secara khusus
mengatur mengenai
alur koordinasi
penerapan sanksi bagi
pemberi kerja selain
penyelenggara
Negara dan setiap
orang, selain pemberi
kerja, pekerja, dan
penerima bantuan
iuran dalam
penyelenggaraan
jaminan sosial yang
melanggar ketentuan
sebagaimana diatur
dalam kedua
Peraturan Perundang-
Undangan tersebut.
3 Pasal Kesa Dalam ketentuan
14 maan Pasal 14 tersebut
Kedu diatur bahwa “Setiap
duka orang, termasuk
n orang asing yang
Dala bekerja paling singkat
m 6 (enam) bulan di
Huku Indonesia, wajib
m menjadi Peserta
dan program Jaminan
Peme Sosial”.
rinta Berdasarkan
han ketentuan tersebut
dapat diketahui
bahwa Pemerintah
juga mengakui hak-
hak warga Negara
asing yang sedang
bekerja di Indonesia,
terutama hak yang
berkaitan dengan
kesehatan.
138
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Pemerintah tidak
membatasi bahwa
yang berhak untuk
menjadi peserta BPJS
dan mendapatkan
manfaat dari
pelayanan BPJS
adalah hanya Warga
Negara Indonesia saja.
Karena, Warga Negara
Asing yang sedang
bekerja di Indonesia
pun perlu untuk
menadapatkan
manfaat dari
pelayanan BPJS
karena dengan
melakukan pekerjaan
di Indonesia, ia pun
juga turut membayar
pajak atas penghasilan
yang diterima dari
pekerjaannya
tersebut. Selain itu
hak untuk
mendapatkan
kesehatan merupakan
salah satu dari hak
asasi yang melekat
pada manusia,
sehingga pemenuhan
atas kebutuhan hak
tersebut dalam
pelaksanaannya tidak
perlu dibedakan
antara WNI maupun
WNA.

3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit


No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
139
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pasal 3 Kema Pengakua “Memberikan √
ayat nusia n kepada perlindungan terhadap
huruf b an hak keselamatan pasien,
minoritas masyarakat, lingkungan
rumah sakit dan sumber
daya manusia di rumah
sakit”
Pasal 3 ayat b dalam
memberikan
perlindungan perlu
menambahkan frasa
kaum minoritas yaitu
masyarakat tidak
mampu sehingga
bersesuain dengan
pasal 6 ayat b.

Rumusan yang
diusulkan adalah: “
Memberikan
perlindungan terhadap
keselamatan pasien,
masyarakat mampu dan
tidak mampu,
lingkungan rumah sakit
dan sumber daya
manusia di rumah sakit

2 Pasal Keba Pembatas “Pendayagunaan tenaga √


14 ayat ngsa an keikut kesehatan asing
2 an sertaan sebagaimana dimaksud
pihak pada ayat (1) hanya
asing dilakukan dengan
mempertimbangkan
kepentingan alih
teknologi dan ilmu
pengetahuan serta
ketersediaan tenaga
kesehatan setempat.”
Pasal 14 ayat 2 ini ini
memang memberikan
batasan kepada pihak
asing namun harus ada
makna yang jelas
mengenai
“ketersediaan tenaga
kesehatan setempat”
karena dapat memiliki
makna asing dapat
hadir ketika
140
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
ketersediaan tenaga
kesehatan setempat
cukup/tidak ataupun
pihak asing tidak dapat
hadir apabila
ketersediaan tenaga
kesehatan setempat
cukup/tidak.

3 Pasal Kesei Mengede Seperti yang kita √


29 mban pankan ketahui belakang ini di
gan, fungsi media cetak atau
Keser kepenting elektronik terdapat
asian, an umum rumah sakit yang
dan menolak mengobati
Kesel pasien sehingga
arasa menyebabkan hilangnya
n nyawa.
Maka perlu ditambahan
point tambahan di pasal
29 mengenai kewajiban
rumah sakit yaitu
“rumah sakit wajib
menerima masyarakat
untuk berobat dan
dilarang menolak untuk
mengobati dalam
keadaan darurat”
4 Pasal Keter Tindakan Dalam pasal 38 ayat 1: √
38 tiban atas “setiap rumah sakit
dan peraturan- harus menyimpan
Kepa peraturan rahasia kedokteran”.
stian yang Pasal 38 ayat 2: “Rahasia
Huku bertentan kedokteran
m gan atau sebagaimana dimaksud
tumpang pada ayat (1) hanya
tindih dapat dibuka untuk
kepentingan kesehatan
pasien, untuk
pemenuhan permintaan
aparat penegak hukum
dalam rangka
penegakan hukum, atas
persetujuan pasien
sendiri atau berdasarkan
ketentuan peraturan
perundang-undangan”.
Seperti yang kita ketahui
141
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
dalam pasal tersebut
rumah sakit harus
menyimpan rahasia
kedokteran dan ayat
selanjutnya mengatur
apa saja yang dapat
membuka rahasia
tersebut, akan tetapi di
pasal 44 ayat 2:
“Pasien dan/atau
keluarga yang menuntut
rumah sakit dan
menginformasikannya
melalui media massa,
dianggap telah
melepaskan hak rahasia
kedokterannya kepada
umum.
Pasal 44 ayat 3:
“Penginformasian
kepada media massa
Sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
memberikan
kewenangan kepada
rumah sakit untuk
mengungkapkan rahasia
kedokteran pasien
sebagai hak jawab
rumah sakit

Hal ini merupakan


tumpah tindih antara
pasal 38 ayat 1 dan 2
dengan pasal 44 ayat 22
dan 23 dimana rumah
sakit harus menyimpan
rahasia kedokteran
menurut pasal 38 ayat 1
dan pasal 44 ayat 3
bukan merupakan
pengecualian dibukanya
rahasia kedokteran
yang terdapat dalam
pasal 38 ayat 2.

5 Pasal Keter Kejelasan “Dalam upaya √


142
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
40 tiban sanksi peningkatan mutu
dan terhadap pelayanan rumah sakit
Kepa pelanggar wajib dilakukan
stian an akreditasi secara berkala
Huku minimal 3 (tiga) tahun
m sekali”.
Tidak adanya sanksi
yang diatur di uu
apabila rumah sakit
tidak melakukan
akreditasi minimal 3
(tiga) tahun sekali.
Sehingga perlu diatur
mengenai sanksinya di
uu

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi


Publik
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pasal 6 Keter Transpara Pasal 6 ayat 3 huruf e √
ayat tiban si/keterbu Undang-undang
(3) dan kaan Keterbukaan Informasi
huruf e Kepa Publik (UU KIP) ini
stian menyatakan bahwa
Huku “informasi Publik yang
m tidak dapat diberikan
oleh Badan Publik,
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah: .....
e. Informasi Publik yang
diminta belum dikuasai
atau
didokumentasikan”.
Ketentuan ini secara
implisit memberikan
kelonggaran kepada
Badan Publik untuk
tidak menyampaikan
informasi publik dengan
alasan belum
menguasai atau
mendokumentasikan

143
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
informasi publik
tersebut. Ketentuan ini
juga dapat
menyebabkan moral
hazard Badan publik,
yakni dengan secara
sengaja tidak
menguasai dan
mendokumentasikan
informasi publik yang
berada di bawah
kewenanganya dengan
maksud untuk
menghindari
transparansi
(keterbukaan), yang
pada akhirnya dapat
menyebabkan tidak
terjaminnya
transparansi
(keterbukaan) informasi
publik. Padahal sesuai
dengan Pasal 7 ayat 1,
Badan Publik justru
diwajibkan untuk
menyediakan informasi
publik yang berada di
bawah kewenanganya.
Kata “diwajibkan untuk
menyediakan” pada
ketentuan Pasal 7 ayat 1
tersebut seharusnya
dimaknai juga sebagai
kewajiban untuk
menguasai dan
mendokumentasikan
informasi publik yang
berada di bawah
kewenanganya
sehingga dapat
disediakan kepada
publik. Dengan
demikian ketentuan
Pasal 6 ayat 3 huruf e
tersebut sebaiknya
dicabut.
2 Pasal Keter Kejelasan Pasal 52 UU KIP ini √
52 tiban sanksi menyatakan bahwa
144
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
dan terhadap “Badan Publik yang
Kepa pelanggar dengan sengaja tidak
stian an menyediakan, tidak
Huku memberikan, dan/atau
m tidak menerbitkan
Informasi Publik berupa
Informasi Publik secara
berkala, Informasi Publik
yang wajib diumumkan
secara sertamerta,
Informasi Publik yang
wajib tersedia setiap
saat, dan/atau Informasi
Publik yang harus
diberikan atas dasar
permintaan sesuai
dengan UndangUndang
KIP ini, dan
mengakibatkan kerugian
bagi orang lain
dikenakan pidana
kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan/atau
pidana denda paling
banyak Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah)”.
Pasal 52 tersebut
memang sudah
mengatur mengenai
pengenaan sanksi
terhadap pelanggaran
sebagaimana dimaksud
di atas, namun
sebagaimana dijelaskan
pada penjelasan Pasal
52 tersebut diketahui
bahwa sanksi tersebut
hanya mencakup pada
Badan Publik bukan
Negara (dalam hal ini;
badan hukum,
perseroan,
perkumpulan, atau
yayasan, dan orang
yang memberikan
perintah atau pimpinan
Badan Publik bukan
Negara), sedangkan
145
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
sanksi terhadap
pelanggaran yang
dilakukan oleh Badan
Publik negara atau
pejabat Badan Publik
Negara belum diatur
secara jelas. Bahwa
semakin terbuka
penyelenggaraan suatu
Badan Publik untuk
diawasi oleh
masyarakat,
penyelenggaraan Badan
Publik tersebut semakin
dapat
dipertanggungjawabka
n, oleh karena itu sanksi
terhadap Badan Publik
Negara atau pejabat
Badan Publik Negara
yang melanggar
ketentuan dalam Pasal
52 perlu diatur secara
jelas agar Badan Publik
Negara ataupun Pejabat
Badan Publik Negara
tidak dengan mudah
mengabaikan
pentingnya penyediaan
informasi publik,
terutama terkait
pelaksanaan putusan
Komisi Informasi
ataupun putusan
pengadilan yang
memerintahkan Badan
Publik Negara atau
pejabat Badan Publik
Negara untuk
memberikan sebagian
atau seluruh informasi
yang diminta oleh
Pemohon Informasi
Publik. Dengan
demikian Pasal 52
tersebut seharusnya
diubah dengan
menambahkan
146
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
ketentuan sanksi
terhadap Badan Publik
Negara atau pejabat
Badan Publik Negara,
yakni dalam hal ini
sanksi berupa pidana
denda dan pidana
tambahan berupa
pengumuman putusan
hakim.

Rekomendasi:
Pasal 52 ayat 1
Badan Publik bukan
negara yang dengan
sengaja tidak
menyediakan, tidak
memberikan, dan/atau
tidak menerbitkan
Informasi Publik berupa
Informasi Publik secara
berkala, Informasi Publik
yang wajib diumumkan
secara sertamerta,
Informasi Publik yang
wajib tersedia setiap
saat, dan/atau Informasi
Publik yang harus
diberikan atas dasar
permintaan sesuai
dengan UndangUndang
ini, dan mengakibatkan
kerugian bagi orang lain
dikenakan pidana
kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan/atau
pidana denda paling
banyak Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah).

Pasal 52 ayat 2
Badan Publik Negara
dan/atau Pejabat Badan
Publik Negara yang
dengan sengaja tidak
menyediakan, tidak
memberikan, dan/atau
tidak menerbitkan
147
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Informasi Publik berupa
Informasi Publik secara
berkala, Informasi Publik
yang wajib diumumkan
secara sertamerta,
Informasi Publik yang
wajib tersedia setiap
saat, dan/atau Informasi
Publik yang harus
diberikan atas dasar
permintaan sesuai
dengan UndangUndang
ini, dan mengakibatkan
kerugian bagi orang lain
dikenakan pidana denda
paling banyak Rp
5.000.000,00 (lima juta
rupiah) dan pidana
tambahan berupa
penggumuman putusan
hakim

3 Pasal Keter Kejelasan Pasal 48 ayat 1 UU KIP


48 ayat tiban aturan ini menyatakan bahwa
(1) dan mengenai “Pengajuan gugatan
Kepa koordinasi sebagaimana dimaksud
stian dalam Pasal 47 ayat (1)
Huku dan ayat (2) hanya dapat
m ditempuh apabila salah
satu atau para pihak
yang bersengketa secara
tertulis menyatakan
tidak menerima putusan
Ajudikasi dari Komisi
Informasi paling lambat
14 (empat belas) hari
kerja setelah
diterimanya putusan
tersebut”. Ketentuan ini
secara implisit
menyatakan bahwa
putusan komisi
informasi yang tidak
digugat hingga jangka
waktu 14 (empat belas)
hari kerja setelah
diterimanya putusan
tersebut maka putusan
148
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
tersebut telah
berkekuatan hukum
tetap. Namun
ketentuan ini belum
memberikan prosedur
yang jelas kepada
pemohon informasi
publik apabila pihak
termohon tidak
melaksanakan putusan
komisi informasi yang
telah berkekuatan
hukum tetap tersebut.
Hal ini diperlukan agar
terdapat prosedur yang
jelas atas upaya yang
dapat dilakukan oleh
pemohon informasi
publik apabila pihak
termohon tidak
melaksanakan putusan
komisi informasi publik
yan telah berkekuatan
hukum tetap secara
sukarela. Adapun
rekomendasi prosedur
sebagaimana dimaksud
dapat mengadopsi
ketentuan Pasal 12 ayat
1 Peraturan Mahkamah
Nomor 2 tahun 2012
tentang Tata Cara
Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik di
Pengadilan

Rekomendasi:
Pasal 48 ayat 1 huruf a
“Pengajuan gugatan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 ayat (1)
dan ayat (2) hanya dapat
ditempuh apabila salah
satu atau para pihak
yang bersengketa secara
tertulis menyatakan
tidak menerima putusan
Ajudikasi dari Komisi
149
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Informasi paling lambat
14 (empat belas) hari
kerja setelah
diterimanya putusan
tersebut”

Pasal 48 ayat 1 huruf b


Apabila salah satu atau
para pihak yang
bersengketa tidak
mengajukan gugatan
hingga jangka waktu 14
(empat belas) hari kerja
setelah diterimanya
putusan tersebut, maka
putusan tersebut telah
berkekuatan hukum
tetap dan dapat
dimintakan penetapan
eksekusi kepada ketua
pengadilan yang
berwenang oleh
pemohon informasi.

4 Pasal 11 Kekel Jaminan Pasal 11 ayat 1 huruf d


ayat 1 uarga terhadap UU KIP menyatakan
huruf d an akses bahwa salah satu
informasi Informasi Publik yang
ppublik harus disediakan setiap
dalam kepada publik adalah
r4angka rencana kerja proyek
pengambil termasuk di dalamnya
an perkiraan pengeluaran
keputusan tahunan Badan Publik.
Ketentuan ini
memberikan akses
informasi kepada publik
untuk dapat
mengetahui rencana
kerja atau rencana
pengeluaran
pemerintah sehingga
masyarakat dapat
mengawasi hal tersebut
secara langsung serta
diharapkan dapat
memicu partisipasi aktif
150
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
masyarakat dalam
memberikan pendapat
terkait dengan rencana
kerja atau rencana
pengeluaran
pemerintah tersebut.
5 Pasal Kenu Pengedep Pasal Pasal 17 huruf a, b,
17 santa anan c, d, e, f, i, dan j UU KIP
huruf raan kepenting ini memberikan batasan
a, an mengenai informasi
huruf nasional yang dikecualikan, yakni
b, mencakup Informasi
huruf Publik yang apabila
c, dibuka dan diberikan
huruf kepada Pemohon
d, Informasi Publik:
huruf 1. dapat menghambat
e, proses penegakan
huruf f, hukum
huruf i, 2. dapat mengganggu
dan kepentingan
huruf j perlindungan hak
atas kekayaan
intelektual dan
perlindungan dari
persaingan usaha
tidak sehat
3. dapat
membahayakan
pertahanan dan
keamanan Negara
4. dapat
mengungkapkan
kekayaan alam
Indonesia
5. dapat merugikan
ketahanan ekonomi
nasional
6. dapat merugikan
kepentingan
hubungan luar
negeri
7. Merupakan
informasi yang
sifatnya dirahasiakan
8. tidak boleh
diungkapkan
berdasarkan
151
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
UndangUndang
Artinya ketentuan ini
memberikan jaminan
agar pengungkapan
informasi publik wajib
mengedepankan
kepentingan nasional.
6 Pasal Peng Jaminan Pasal 17 huruf g dan
17 anyo terhadap huruf h UU KIP ini
huruf g man ketentram memberikan batasan
dan an mengenai informasi
huruf h masyarak yang dikecualikan, yakni
at mencakup Informasi
Publik yang apabila
dibuka dapat
mengungkapkan isi akta
otentik yang bersifat
pribadi dan kemauan
terakhir ataupun wasiat
seseorang dan dapat
mengungkap rahasia
pribadi. Artinya
ketentuan ini
memberikan jaminan
agar setiap
pengungkapan
informasi publik
memperhatikan
perlindungan terhadap
privasi masyarakat.
7 Pasal 1 Kesei Megedepa Pasal 1 ayat 7 UU KIP ini
ayat 7 mban nkan menyatakan bahwa
gan, fungsi “dengan
keser kepenting mempertimbangkan
asian, an umum kepentingan
dan pertahanan dan
kesel keamanan negara dan
arasa kepentingan umum
n Presiden dapat menolak
permintaan informasi
yang dikecualikan
sebagaimana dimaksud
pada Pasal 18 ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5).
Ketentuan ini mengatur
bahwa pengungkapan
informasi publik wajib
mengedepankan fungsi
152
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
kepentingan umum.

PP Nomor 101 Tahun 2012 jo. PP Nomor 76 Tahun 2015 tentang Penerima
Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan

Status Pasal :

No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi


dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pasal 3 Kea Tidak Pasal 3: √
dila ditemukann Hasil pendataan Fakir
n ya kebijakan Miskin dan Orang Tidak
yang Mampu yang dilakukan
menyebabk oleh lembaga yang
an tidak menyelenggarakan
terjaminnya urusan pemerintahan di
kepentinga bidang statistik
n diverifikasi dan
masyarakat divalidasi oleh Menteri
daerah untuk dijadikan data
terpencil. terpadu.

Penjelasan Pasal 3:
Verifikasi dan validasi
dilakukan dengan
mencocokkan dan
mengesahkan data.

Permasalahan/Analisa:
Terkait dengan
pendataan fakir miskin
dan orang tidak
mampu, perlu
dipertimbangkan
mekanisme bagi fakir
miskin dan orang tidak
mampu untuk secara
aktif
melapor/mendaftarkan
diri kepada pihak yang
memiliki wewenang
pertama kali melakukan

153
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
pendataan. Hal tersebut
perlu dilakukan untuk
mengatasi bilamana ada
yang terlewat ketika
proses pendataan.

Rekomendasi:
Dapat ditambahkan dua
Pasal yang secara detil
mengatur peluang bagi
fakir miskin dan orang
tidak mampu untuk
secara aktif
melapor/mendaftar.
Usulan rumusan pasal,
kurang lebih berbunyi:

“Pasal X:
Dalam hal hasil
pendataan fakir dan
orang tidak mampu
sebagaimana Pasal 3,
lembaga yang
menyelenggarakan
urusan pemerintahan
dibidang statistik dapat
menerima data fakir
miskin dan orang tidak
mampu tambahan
susulan yang
disampaikan lembaga
yang ditunjuk sesuai
peraturan perundang-
undangan.”

“Pasal Y:
(1) Seorang fakir miskin
yang belum terdata
dapat secara aktif
mendaftarkan diri
kepada lurah atau
kepala desa atau nama
lain yang sejenis di
tempat tinggalnya.
(2) Kepala keluarga yang
telah terdaftar sebagai
fakir miskin wajib
melaporkan setiap
154
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
perubahan data anggota
keluarganya kepada
lurah atau kepala desa
atau nama lain yang
sejenis di tempat
tinggalnya.
(3) Lurah atau kepala
desa atau nama lain
yang sejenis wajib
menyampaikan
pendaftaran atau
perubahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) kepada
bupati/walikota melalui
camat.
(4) Bupati/walikota
menyampaikan
pendaftaran atau
perubahan data
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada
gubernur untuk
diteruskan kepada
Menteri.
(5) Dalam hal diperlukan,
bupati/walikota dapat
melakukan verifikasi dan
validasi terhadap
pendaftaran dan
perubahan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3).”

2 Pasal 8 Ket Adanya Pasal 8: √


erti ketentuan BPJS kesehatan wajib
ban yang jelas memberikan nomor
Dan mengenai identitas tunggal
Kep koordinasi kepada peserta Jaminan
asti Kesehatan yang telah
an didaftarkan oleh
Huk menteri yang
um menyelenggarakan
urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.

Permasalahan/Analisa:
Nomor identitas
155
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
menjadi kunci dari
kesuksesan
pelaksanaan jaminan
kesehatan nasional.
Nomor identitas
tunggal akan sangat
memudahkan
pendataan secara
administrasi terhadap
fakir miskin dan orang
tidak mampu.

Ketentuan Pasal 8 PP
Nomor 101 Tahun 2012
mengatur, BPJS sebagai
pihak yang wajib
memberikan nomor
identitas tunggal.
Namun, terkait
penomoran identitas
tunggal khususnya fakir
miskin sebelumnya
telah diatur dalam UU
Nomor 13 Tahun 2011
tentang Penanganan
Fakir Miskin. Dalam
undang-undang
tersebut, Menteri Sosial
diminta untuk memiliki
data terpadu fakir
miskin dengan
menerbitkan kartu
identitas. (Pasal 10 ayat
(5) UU Nomor 13/2011)

Rekomendasi:
Demi menghindari
duplikasi data fakir
miskin sebagaimana
telah dilakukan
Kementerian Sosial,
sebaiknya ditambahkan
satu ayat yang
mengatur mengenai
integrasi data fakir
miskin dari berbagai
kementerian/lembaga
menganani fakir miskin
156
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
dan orang tidak mampu
yang ditunjuk
berdasarkan peraturan
perundang-undangan.

Usulan tambahan ayat:


(2) BPJS kesehatan
dapat berkoordiinasi
dengan
kementerian/lembaga
yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di
bidang soslal dalam hal
integrasi data fakir
miskin dan orang tidak
mampu.
(3) koordinasi dan
integrasi data
sebagaimana ayat (2),
dapat dilakukan secara
business to business (B
to B) antara BPJS
kesehatan dengan
kementerian/lembaga
yang diberikan
wewenang melalui
peraturan perundang-
undangan.

3 Pasal 11 Kea Tidak Pasal 11: √


ayat dila ditemukann (7) Penggantian dan
(7) PP n ya penambahan
Nomor ketentuan sebagaimana dimaksud
76 yang pada ayat (5) dan ayat
Tahun menyebabk (6) dapat berasal dari
2015 an tidak Fakir Miskin dan Orang
tentan terjaminnya Tidak Mampu yaitu:
g keterlibatan a. pekerja yang
Peruba masyarakat mengalami pemutusan
han marjinal. hubungan kerja dan
atas belum bekerja setelah
Peratur lebih dari 6 (enam)
an bulan;
Pemeri b. korban bencana
ntah pascabencana;
No. 101 c. pekerja yang
Tahun memasuki masa
2012 pensiun;
157
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Tentan d. anggota keluarga dari
g pekerja yang meninggal
peneri dunia;
ma e. bayi yang dilahirkan
Bantua oleh ibu kandung dari
n Iuran keluarga yang terdaftar
Jamina sebagai PBI Jaminan
n Kesehatan;
Keseha f. tahanan/warga binaan
tan pada rumah tahanan
negara/lembaga
pemasyarakatan;
dan/atau
g. penyandang masalah
kesejahteraan sosial.

Permasalahan/Analisa:
Tujuh kriteria fakir
miskin dan orang tidak
mampu dirasa kurang
begitu mengakomodir
golongan lain yang
memenuhi kriteria
sebagai fakir miskin dan
orang tidak mampu.

Rekomendasi:
Perlu diperluas kriteria-
kriteria di atas dengan
menyebutkan secara
tegas dan rinci. Usulan
penambahan kriteria
fakir miskin dan orang
tidak mampu, yakni:

“(7) Penggantian dan


penambahan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dan ayat
(6) dapat berasal dari
Fakir Miskin dan Orang
Tidak Mampu yaitu:
a. pekerja yang
mengalami pemutusan
hubungan kerja dan
belum bekerja setelah
lebih dari 6 (enam)
bulan;
158
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
b. korban bencana
pascabencana;
c. pekerja yang
memasuki masa pensiun;
d. anggota keluarga dari
pekerja yang meninggal
dunia;
e. bayi yang dilahirkan
oleh ibu kandung dari
keluarga yang terdaftar
sebagai PBI Jaminan
Kesehatan;
f. tahanan/warga binaan
pada rumah tahanan
negara/lembaga
pemasyarakatan;
g. penyandang masalah
kesejahteraan sosial;
h. gelandangan;
i. pengemis;
j. perseorangan dari
Komunitas Adat
Terpencil;
k. perempuan rawan
sosial ekonomi;
l. korban tindak
kekerasan;
m. pekerja migran
bermasalah sosial;
n. penderita
Thalassaemia Mayor;
dan/atau
0. penderita Kejadian
Ikutan Paska Imunisasi
(KIPI).”

Penjelasan Pasal 7 ayat


(7):
Khusus penderita
“Thalassaemia Mayor”,
dapat dibuktikan
dengan kartu penderita
Thalassaemia yang
diterbitkan oleh Yayasan
Thalassaemia Indonesia
dan bagi penderita baru
dengan menunjukkan
surat keterangan dari
159
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Ketua Yayasan
Thalassaemia Indonesia
cabang, direktur rumah
sakit, dan/atau kepala
Puskesmas dengan
keterangan bahwa yang
bersangkutan menderita
Thalassaemia Mayor.

Selanjutnya, khusus
penderita Kejadian
Ikutan Paska Imunisasi
(KIPI), dapat
memperoleh pelayanan
kesehatan dengan
menunjukkan kartu
identitas seperti KTP,
kartu keluarga dan lain-
lain.

4 Pasal Ket Adanya Pasal 13 √


13 erti ketentuan Peran serta masyarakat
ban yang jelas dapat dilakukan dengan
dan mengenai cara memberikan data
Kep sanksi yang benar dan akurat
asti terhadap tentang PBI Jaminan
an pelanggaran Kesehatan, baik diminta
Huk maupun tidak diminta.
um
Permasalahan/Analisa:
Sebagai upaya
menjamin kebenaran
maupun keabsahan
serta akurasi data
Penerima Bantuan Iuran
(PBI) Jaminan
Kesehatan, dirasa perlu
mengatur soal sanksi
berkenaan dengan
pelaksanaan Pasal 13.

Pasal mengenai sanksi


perlu diatur tegas
sebagai pintu masuk
bagi penegak hukum
dalam melaksanakan
tugasnya. Namun,
usulan pencantuman
160
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
pasal sanksi tidak
sampai mengatur
subsansi sanksi secara
spesifik mengingat
kedudukan aturan ini
sebatas Peraturan
Pemerintah (PP).

Rekomendasi:
Dapat ditambahkan
satu ayat yang
mengatur soal peluang
diberlakukannya sanksi
dalam pelaksanaan
peran serta masyarakat.
Usulannya kurang lebih:

“(2) Setiap orang yang


memalsukan data
verifikasi dan validasi
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diproses
secara hukum sesuai
dengan ketentuan yang
mengatur mengenai
tindak pidana
pemalsuan.”

PP Nomor 82 Tahun 2013 tentang Modal Awal Untuk Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial Kesehatan

No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi


dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Pasal 1 Kesei Tidak Pasal 1: √
dan mban ditemukann Negara Republik
Pasal 2 gan, ya Indonesia
Keser ketentuan memberikan modal
asian, yang awal kepada Badan
dan mengedepa Penyelenggara
Kesel nkan fungsi Jaminan Sosial
arasa kepentinga Kesehatan yang
n n umum. dibentuk berdasarkan
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011

161
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
tentang Badan
Penyelenggara
Jaminan Sosial

Pasal 2:
(1) Nilai modal awal
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
1 sebesar
Rp500.000.000.000,0
0 (lima ratus miliar
rupiah).
(2) Modal awal
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) berbentuk tunai
dan merupakan
kekayaan Negara yang
dipisahkan.
(3) Modal awal
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) bersumber dari
Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2013.

Permasalahan/Analisa
:
UU Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan
Penyelenggara
Jaminan Sosial
memberikan hak
kepada BPJS berupa
modal awal
pemerintah maksimal
Rp 2 triliun rupiah.
Modal tersebut
diperlakukan sebagai
aset BPJS yang
peruntukkan
penggunaannya telah
diatur rinci dalam
undang-undang serta
aturan pelaksanannya.

Hingga saat ini,


162
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
pemerintah baru
merealisasikan
modalnya sebesar 25%
pada 2014. Menteri
Keuangan
mengalokasikan
modal awal kepada
BPJS Kesehatan Rp
500 milyar rupiah yang
bersumber dari APBN
2013.

Yang menjadi catatan,


aset BPJS Kesehatan
yang bersumber dari
modal awal
pemerintah tidak
dapat diperlakukan
sebagai aset yang
digunakan dalam
penyaluran Dana
Jaminan Sosial,
misalnya pembayaran
Manfaat
(pembiayaan) layanan
jaminan sosial
ataupun dana
operasional program
Jaminan Sosial.

UU Nomor 24 Tahun
2011 mengatur aset
Dana Jaminan Sosial
yang bersumber dari
iuran Jaminan Sosial
atau hasil
pengembangan Dana
Jaminan Sosial, itu
yang dapat digunakan
untuk pembayaran
manfaat kepada
masyarakat.

Dalam praktiknya,
BPJS diperbolehkan
menerima aset berupa
penambahan
penyertaan modal
163
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
negara, sekira tahun
2015. Berdasarkan PP
Nomor 124 Tahun 2015
tentang Penambahan
Penyertaan Modal
Negara ke dalam
Modal BPJS, negara
mengucurkan dana Rp
1,54triliun rupiah.

Mesti dicatat,
penambahan
penyertaan modal
negara tersebut
diperuntukan hanya
menambah aset
bersih Dana Jaminan
Sosial Kesehatan.
Penambahan dana
tersebut sangat
berpengaruh
terhadap
kelangsungan
program jaminan
sosial yang
diselenggarakan BPJS
karena kucuran dana
segar itu masuk
sebagai aset bersih
Dana Jaminan Sosial.

Berbeda cerita jika


penambahan
penyertaan modal
negara tersebut,
masuk sebagai aset
BPJS yang
manfaatnya terbatas
pada biaya
operasional personel
BPJS, salah satunya
upah Dewan
Pengawas, Direksi,
dan karyawan BPJS.

Rekomendasi:
Ubah ketentuan pasal
1, menjadi:
164
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
“Pasal 1:
Ayat (1):
Negara Republik
Indonesia memberikan
modal awal kepada
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
Kesehatan yang
dibentuk berdasarkan
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan
Penyelenggara
Jaminan Sosial.
Ayat (2):
Modal awal
sebagaimana ayat (1)
baru dapat diberikan
kembali sepanjang
Dewar Perwakilan
Rakyat tidak
memberikan
persetujuan atas
usulan Perubahan
Cadangan Pembiayaan
kepada BPJS
Kesehatan untuk
program Dana Jaminan
Sosial Kesejatan
menjadi pembiayaan
PMN.
Ayat (3):
Besaran modal awal
yang dapat diberikan
sebagaimana ayat (1),
maksimal berdasarkan
UU Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan
Penyelenggara
Jaminan Sosial.

165
PP Nomor 85 Tahun 2013 tentang Tata Cara Hubungan Antar Lembaga Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial

No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi


dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pasal 6 Kesei Tidak Pasal 6: √
mban adanya (1) BPJS dalam
gan, ketentuan melaksanakan
Keser yang tugasnya, dapat
asian, mengedepa melakukan kerja sama
dan nkan prinsip dengan organisasi
Kesel kehatihatian atau lembaga lain
arasa dalam negeri dan luar
n negeri.
(2) Kerja sama
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dalam
rangka meningkatkan
kualitas BPJS atau
meningkatkan kualitas
pelayanannya kepada
peserta.
(3) Tugas BPJS
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. melakukan dan/atau
menerima
pendaftaran peserta;
b. memungut dan
mengumpulkan iuran
dari peserta\ dan
pemberi kerja;
c. menerima bantuan
iuran dari Pemerintah;
d. mengelola dana
jaminan sosial untuk
kepentingan peserta;
e. mengumpulkan dan
mengelola data
peserta program
Jaminan Sosial;
f. membayarkan
manfaat dan/atau
membiayai pelayanan
kesehatan sesuai
dengan ketentuan
program Jaminan

166
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Sosial; dan
g. memberikan
informasi mengenai
penyelenggaraan
program Jaminan
Sosial kepada peserta
dan masyarakat.
Permasalahan/Analisa
:
Upaya menjalin
kerjasama dengan
pihak lain dalam
rangka peningkatan
kualitas BPJS atau
kualitas pelayanan
kepada peserta mesti
didukung. Hanya saja,
ketentuan di atas
terlalu membuka luas
ruang kerjasama yang
semestinya secara
terbatas hanya dapat
dilakukan oleh BPJS.

Rekomendasi:
Sebaiknya, beberapa
poin (dalam huruf)
pada ketentuan Pasal
6 ayat (3) direvisi atau
dihapus dari daftar
tugas-tugas BPJS yang
dapat dikerjasamakan.

Kurang lebih bunyi


pasalnya menjadi:
“Pasal 6:
Ayat (3):
Tugas BPJS
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. melakukan dan/atau
menerima pendaftaran
peserta;
b. memungut dan
mengumpulkan iuran
dari peserta\ dan
pemberi kerja;
167
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
c. dihapus;
d. dihapus;
e. dihapus;
f. dihapus;
g.memberikan
informasi mengenai
penyelenggaraan
program Jaminan
Sosial kepada peserta
dan masyarakat.”

2 Pasal 8 Kesei Tidak √


mban adanya Pasal 8:
gan, ketentuan (1) Hubungan kerja
Keser yang sama BPJS dengan
asian, mengedepa organisasi atau
dan nkan prinsip lembaga lain dalam
Kesel kehatihatian negeri dilaksanakan di
arasa bidang:
n a. pendaftaran
Peserta;
b. pemungutan dan
pengumpulan Iuran
dari Peserta dan/atau
Pemberi Kerja;
c. pengumpulan dan
pemutakhiran data
Peserta program
Jaminan Sosial;
d. pembayaran
manfaat dan/atau
pembiayaan
pelayanan kesehatan
sesuai dengan
program Jaminan
Sosial yang diikuti dan
pemberian informasi
mengenai
penyelenggaraan
program Jaminan
Sosial kepada
masyarakat; dan/atau
e. kerja sama lain yang
disepakati bersama.
(2) Hubungan kerja
sama BPJS dengan
organisasi atau
lembaga lain dalam
168
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
negeri dilaksanakan
sesuai dengan ruang
lingkup tugas dan
fungsi BPJS
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dan organisasi atau
lembaga lain dalam
negeri yang
bersangkutan

Permasalahan/Analisa
:
Revisi ketentuan pasal
8 merupakan
konsekuensi dari
beberapa perubahan
dalam Pasal 6 ayat (3).

Rekomendasi:
Ubah rumusan Pasal 8
ayat (1) menjadi:
“Pasal 8:
Ayat (1):
Hubungan kerja sama
BPJS dengan organisasi
atau lembaga lain
dalam negeri
dilaksanakan di
bidang:
a. pendaftaran
Peserta; dan/atau
b. pemungutan dan
pengumpulan Iuran
dari Peserta dan/atau
Pemberi Kerja;
c. dihapus;
d. dihapus;
e. dihapus.”

Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2013 tentang Cara Pengenaan Sanksi


Administratif kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap
Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan Iuran Dalam
Penyelenggaraan Jaminan Sosial
169
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pasal 1 kekel Jaminan Materi muatan pada √
- 16 uarga Terhadape Peraturan Pemerintah
an mberian No. 86 Tahun 2013
peluang tentang Cara
kepda Pengenaan Sanksi
masyarak Administratif kepada
at dalam Pemberi Kerja Selain
memberik Penyelenggara Negara
an dan Setiap Orang, Selain
pendapat Pemberi Kerja, Pekerja
terhadap dan Penerima Bantuan
pengambil Iuran Dalam
an Penyelenggaraan
keputusan Jaminan Sosial sudah
sesuai dengan sudah
sesuai dengan asas-asas
yang terdapat pada
Pasal 6 Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-
undangan

Peraturan Pemerintah No. 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan


Sosial Kesehatan

No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi


dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pasal 1 kekel Materi muatan pada √
-49 uarga Peraturan Pemerintah
an No. 87 Tahun 2013
tentang Pengelolaan
Aset Jaminan Sosial
Kesehatan sudah
sesuai dengan sudah
sesuai dengan asas-
asas yang terdapat
pada Pasal 6 Undang-
undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang
Pembentukan

170
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan Perundang-
undangan.

Undang –Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pasal kepasti Adanya Pasal 47 √
47 an ketentuan Upaya kesehatan
Hukum yang jelas diselenggarakan
mengenai dalam bentuk kegiatan
koordinasi dengan pendekatan
promoti f , preventi f ,
kurati f , dan
rehabilitatif yang
dilaksanakan secara
terpadu,menyeluruh,
dan
berkesinambungan.

Upaya kesehatan
dalam pasal ini tidak
menyebutkan frase “
terintegrasi” sesuai
makna upaya
kesehatan dalam
ketentuan umum
pasal 1 angka 11, selain
kementerian
kesehatan terdapat
lembaga lain dibidang
kesehatan yang
melakukan upaya
kesehatan, ini akan
berimpilkasi terhadap
koordinasi horisontal
antar lembaga,
misalnya antara
lembaga
Penyelenggara
Jaminan Sosial
Kesehatan dengan
171
No Pasal Keterkaiatan Analisis Rekomendasi
dengan
asas indikator tetap ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7 8
Kementerian
Kesehatan, dan akan
berpotensi terjadi
tumpang tindih
kewenangan ataupun
program dalam
pemenuhan hak
kesehatan.
2 Pasal kepasti Tidak Pasal 55 √
55 an ditemukan (1) Pemerintah waj ib
Hukum nya menetapkan standar
ketentuan mutu
mengenai pelayanan kesehatan.
prosedur (2) Standar mutu
yang jelas pelayanan kesehatan
dan sebagaimana
efisien. dimaksud pada ayat
(1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

kewaj iban
menetapkan standar
mutu
pelayanan kesehatan
belum terlaksana,
hingga saat ini
Peraturan Pemerintah
tersebut belum
terbentuk, secara
teknis opersional ini
akan berimplikasi
pada efsiensi
penyelenggaraan
upaya kesehatan,
perlu ketegasan dan
kepastian
terbentuknya
Peraturan Pemerintah
tersebut.

172
BAB V
POTENSI DISHARMONI KETENTUAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Penilaian ini dilakukan dengan pendekatan normatif, terutama untuk


mengetahui adanya disharmoni pengaturan mengenai : 1. Kewenangan, 2. Hak
dan kewajiban, 3. Perlindungan, dan 4. Penegakan hukum. Untuk
mempermudah pelaksanaannya, pengujian ini menggunakan alat bantu
(instrumen) yaitu pedoman analisis dan evaluasi hukum yang disususn BPHN
dalam bentuk tabel-tabel pada dimensi 4 terkait disharmoni materi muatan
peraturan perundang-undanagan terkait pemenuhan hak kesehatan.
Sebelum membahas beberapa ketentuan pasal yang berpotensi
disharmoni, terlebih dahulu perlu dibahas konsep sasaran yang ingin dicapai
dalam Bidang Kesehatan pada RPJMN 2015-2019 adalah adalah meningkatkan
derajad kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan
pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah :
1. Meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak;
2. Meningkatnya pengendalian penyakit;
3. Meningkatnya akses dan mutu pelayanan dasar dan rujukan terutama
di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan;
4. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu
Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan;
5. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta
6. Meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Dalam rangka mewujudkan sasaranh pokok tersebut pembangunan
bidang kesehatan diarahkan salah satunya pada tersedianya akses yang sama
bagi masyarakat terhadap pelayanan sosial, pemenuhanan hak-hak rakyat
akan pelayanan sosial dasar dilaksanakan dengan penyediaan penataan dan
pengembangan Sistem Perlindungan Sosial Nasional (SPSN) yang didukung

173
oleh peraturan perundang-undangan akan dapat memberikan perlindungan
penuh kepada masyarakat luas.
Berikut hasil analisis mengenai potensi disharmoni terhadap beberapa
ketentuan pasal yang ditemukan :
Dari hasil analisis terhadap 26 PUU terkait bidang Kesehatan, ditemukan
beberapa ketentuan pasal yang berpotnesi disharmoni, yaitu yang terdapat
pada:
- Pasal 1 angka 7, Pasal 4 huruf h Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
- Pasal 19 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional;
- Pasal 8 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan;
- Pasal 13 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan;
- Pasal.. Perpres no 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan;
- Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan;
- Pasal 30 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan;
- Pasal 12 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
- Pasal 29 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
- Pasal 16 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
- Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Penilaian berdasarkan potensi disharmoni terhadap PUU yang
terkait dengan masalah Pemenuhan Hak Kesehatan, ditinjau antara
pasal ketentuan dalam satu PUU atau antar ketentuan pasal dari satu

174
atau dua PUU, baik antara PUU yang setingkat maupun yang
bertingkat secara vertikal.

No Ketentuan Pasal Variabel Temuan Analisis Rekomendasi


PUU ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7
Pasal 1 angka 7, Kewena Pasal 39 ayat (3) huruf b √
Pasal 4 huruf h ngan UU BPJS yang
Undang-Undang memposisikan OJK
Nomor 40 Tahun sebagai pengawas
2004 tentang eksternal BPJS tidak
Sistem Jaminan sesuai dengan Pasal 1
Sosial Nasional angka 7, Pasal 4 huruf h
UU SJSN jis. Pasal 1
angka 3, Pasal 4 huruf h
UU BPJS mengenai
prinsip dana amanat
milik peserta yang
dikelola oleh BPJS
untuk pembayaran
manfaat kepada peserta
dan pembiayaan
operasional
penyelenggaraan
program jaminan sosial.
BPJS lembaga nirlaba,
bukan badan usaha
yang melaksanakan
kegiatan di bidang jasa
keuangan. Menurut
Pasal 5 ayat (2) UU
Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan
Publik, jaminan sosial
merupakan salah satu
ruang lingkup
pelayanan Publik.
2 Pasal 19 Undang- Kewena Keterlibatan Pemda dan √
Undang Nomor ngan Masyarakat dalam
40 Tahun 2004 pengelolaan dana
tentang Sistem jaminan sosial tidak
Jaminan Sosial disebutkan dalam Pasal
Nasional 47 UU SJSN, padahal
Prinsip asuransi sosial
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 (dan
penjelasan) UU SJSN
yang mengamanahkan
gotong royong antara si
kaya dengan si miskin,
175
No Ketentuan Pasal Variabel Temuan Analisis Rekomendasi
PUU ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7
tua-muda, sehat-sakit
dan beresiko tinggi-
rendah dapat ditempuh
dengan pelibatan
Pemda serta
masyarakat.
3 Pasal 8 Kewena UU no Pengelolaan Kesehatan
Undang-Undang ngan 36 Tahun dilaksanakan bersama
Nomor 24 Tahun 2009 antara Pemerintah
2011 tentang tentang Pusat, Pemerintah
Badan Kesehat Daerah dan Masyarakat
Penyelenggara an mulai dari administrasi,
Jaminan informasi, sumberdaya,
Kesehatan pembiayaan, peran
serta dan pembiayaan
kesehatan. Artinya BPJS
Kesehatan mestinya
mengacu ke Pasal 167
ini dalam
pengelolaannya. Tidak
meninggalkan Pemda
dan masyarakat
4 Pasal 13 UU BPJS Kewena Pasal 3 Posisi masyarakat √
ngan UU no 14 dalam UU SJSN dan UU
Tahun BPJS masih hanya
2008 berperan sebagai
tentang penerima informasi dan
Keterbu penerima manfaat
kaan (resipien)saja (Pasal 13
Informas UU BPJS). Bukan
i Publik sebagai partner dalam
pengambilan keputusan
publik. Bahkan Laporan
pertanggungjawaban
BPJS hanya
disampaikan kepada
Presiden (Pasal 5)
ditembuskan kepada
Direksi (DJSN)
sebagaimana disebut
dalam Pasal 13 dan 37
UU BPJS. Masyarakat
tidak dapat
mengaksesnya.
Ketentuan ini juga tidak
sinkron dengan amanah
Pasal 3 UU no 14 Tahun
2008 tentang
Keterbukaan Informasi
176
No Ketentuan Pasal Variabel Temuan Analisis Rekomendasi
PUU ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7
Publik yang justru
mengajak masyarakat
memperbaiki tata kelola
melalui pelibatan dalam
pengambilan keputusan
di badan-badan publik,
termasuk
pengawasannya. Pasal
39 UU BPJS juga hanya
memberikan
kewenangan
pengawasan kepada
Badan Resmi yakni
DJSN dan Lembaga
Independen (Pasal 39
UU BPJS). Peran serta
masyarakat diatur juga
dalam Pasal 354 UU no
23 Tahun 2014 tentang
Pemda yang bahkan
mendorong kelompok,
organisasi masyarakat
dan pelembagaan
masyarakat yang
memungkinkan
masyarakat turut
terlibat dalam
pengambilan keputusan
secara efektif.

5 UU SJSN dan Kewena Pasal 10 Ketentuan ini membuat √


BPJS tidak ngan Perpres Pengelolaan BPJS
didesentralisasik no 12 terpusat dan tidak ada
an kepada tahun peluang pengambilan
Pemda dan 2013 kebijakan secara
masyarakat. tentang bottom up mulai dari
Jaminan perencanaan. Sebagai
Kesehat contoh dapat kita
an cermati mengenai
penentuan data peserta
BPJS yang iurannya
dibayari oleh
Pemerintah, yakni PBI
(Penerima bantuan
Iuran) sebagaimana
diatur dalam Perpres no
12 tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan.
Dalam ketentuan
177
No Ketentuan Pasal Variabel Temuan Analisis Rekomendasi
PUU ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7
tersebut mestinya
terdapat klausul yang
mengatur peran serta
masyarakat. Mengapa
peran serta masyarakat
penting? Sebab
Program BPJS adalah
program rakyat yang
nantinya diperuntukkan
bagi seluruh lapisan
masyarakat termasuk
warga miskin, anak
terlantar dan kelompok
marginal lainnya.
Kriteria kemiskinan
ditentukan oleh
Permensos no 146
tahun 2013. Dalam
penentuan kriteria
dapat dilakukan
bersama masyarakat
sehingga diperoleh data
yang lebih obyektif dan
valid.
6 Pasal 17 ayat (1) Pasal 27 Pasal 17 ayat (1) UU √
ayat (1) BPJS mengenai saksi
dan administratif bagi
Pasal Pemberi Kerja selain
28D ayat penyelenggara negara
(1) UUD yang tidak
Negara melaksanakan
RI Tahun ketentuan Pasal 15 ayat
1945. (1) dan ayat (2), dan
setiap orang yang tidak
melaksanakan
ketentuan dalam Pasal
16 dikenai sanksi
administratif.
Sedangkan Pemberi
Kerja penyelenggara
negara yang tidak
melaksanakan
ketentuan Pasal 15 ayat
(1) dan ayat (2) UU BPJS
tidak dikenai sanksi
administratif.
Ketentuan seperti ini
berpotensi untuk diuji di
Mahkamah Konstitusi
178
No Ketentuan Pasal Variabel Temuan Analisis Rekomendasi
PUU ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7
karena dianggap
bertentangan dengan
Pasal 27 ayat (1) dan
pasal 28D ayat (1) UUD
Negara RI Tahun 1945
yang menjamin prinsip
persamaan di hadapan
hukum.
7 Pasal 30 Undang- Pasal 27 Pasal 30 ayat (2), ayat √
Undang Nomor ayat (1) (3), ayat (4), dan ayat
24 Tahun 2011 dan (5) yang menentukan
tentang Badan Pasal pemilihan nama calon
Penyelenggara 28D ayat anggota Dewan
Jaminan (1) UUD pengawas yang berasal
Kesehatan; Negara dari unsur Pekerja,
RI Tahun unsur Pemberi Kerja,
1945. dan Tokoh Masyarakat
melalui DPR, berbeda
dengan nama calon
yang berasal dari unsur
pemerintah yang cukup
dipilih oleh Panitia
Seleksi yang dibentuk
oleh Presiden.
Ketentuan ini bersifat
diskriminatif,
berpotensi diuji ke
Mahkamah Konstitusi
karena dianggap
bertentangan dengan
prinsip persamaan di
hadapan hukum yang
dijamin dalam Pasal 27
ayat (1) dan Pasal 28D
ayat (1) UUD Negara RI
Tahun 1945.

179
No Ketentuan Pasal Variabel Temuan Analisis Rekomendasi
PUU ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7
8 Pasal 12 UU Kewena Pasal Berdasarkan definisi √
Rumah Sakit ngan 1UU 36 / Pasal 1 UU 36 / 2014
2014 maka tenaga kesehatan
berwenang untuk
menyelenggarakan
pelayanan kesehatan
semua bidang
keahliannya, namun
dalam penyelenggaraan
setiap tenaga
kesehatan wajib
syarakat sebmingga
memiliki izin dari
pemerintah, sehingga
masyarakat sebagai
pengguna jasa akan
mendapatkan
pelayanan yang aman,
terjamin serta
masyarakat maupun
tenaga kesehatan
sendiri juga terlindungi
dari hukum.

180
No Ketentuan Pasal Variabel Temuan Analisis Rekomendasi
PUU ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7
9 Pasal 29 ayat (1) Kewena Dalam Pasal 29 ayat (1) huruf c
huruf c UU ngan Pasal 59 UU Rumah Sakit, rumah
Rumah Sakit ayat (1) sakit wajib memberikan
UU pelayanan gawat
Tenaga darurat kepada pasien
Kesehat sesuai dengan
an kemampuan
pelayanannya. Jadi,
seharusnya korban
kecelakaan yang
mengalami keadaan
gawat darurat tersebut
harus langsung
ditangani oleh pihak
rumah sakit untuk
menyelamatkan
nyawanya.

Apabila rumah sakit


melanggar kewajiban
yang disebut dalam
Pasal 29 UU Rumah
Sakit, maka rumah sakit
tersebut dikenakan
sanksi admisnistratif
berupa (Pasal 29 ayat
(2) UU Rumah Sakit):
a. teguran;
b. teguran
tertulis; atau
c. denda dan
pencabutan
izin Rumah
Sakit.

10 Pasal 16 Kewena Undang- Pasal 16 menjelaskan √


ngan undang tentang persyaratan
yang peralatan yang
sama dijadikan sebagai acuan
agar sebuah rumah
sakit dapat diberikan
izin untuk mendirikan
atau memperpanjang
izin operasionalnya
sebagaimana termuat di
dalam pasal 17.
Persyaratan peralatan
yang dimaksud meliputi
181
No Ketentuan Pasal Variabel Temuan Analisis Rekomendasi
PUU ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7
peralatan medis dan
nonmedis harus
memenuhi standar
pelayanan, persyaratan
mutu, keamanan,
keselamatan dan layak
pakai melalui pengujian
kalibrasi; pengawasan,
penggunaan peralatan
sesuai indikasi; serta
pengoperasian dan
pemeliharaan oleh
tenaga yang kompeten
dan didokumentasikan
agar izin mendirikan
rumah sakit diberikan
atau tidak adanya
pencabutan izin
operasional rumah
sakit.

11 UU No. 14 Tahun Pasal 1 Terdapat potensi √


2008 tentang angka 4 disharmoni antara UU
Keterbukaan dan KIP dengan UU
Informasi Publik Pasal 14 Penanaman Modal
(KIP) Undang- mengenai ketentuan
undang yang membedakan
No. 25 pemberian akses
Tahun informasi bagi warga
2007 negara/badan hukum
tentang Indonesia dan bagi
Penana warga negara/badan
man hokum asing.
Modal
Ketentuan pada Pasal 1
angka 12 UU KIP
menyatakan bahwa
Pemohon Informasi
Publik adalah warga
Negara dan/atau
badanh ukum Indonesia
yang mengajukan
permintaan informasi
public sebagaimana
diatur dalam undang-
undang ini, sedangkan
dalam Pasal 14 UU
Penanaman Modal
menyatakan bahwa
182
No Ketentuan Pasal Variabel Temuan Analisis Rekomendasi
PUU ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7
setiap penanam modal
berhak mendapat
informasi yang terbuka
mengenai bidang usaha
yang dijalankan.
Penanam modal pada
Pasal 1 angka 4 UU
Penanaman Modal
adalah perseorangan
atau badan usaha yang
melakukan penanaman
modal yang dapat
berupa penanam modal
dalam negeri dan
penanam modal asing.

12 Pasal 177 ayat 2 Kewena Adanya Pasal 177 angka 2 huruf √


huruf e dan f ngan pengatu e dan f Undang-Undang
Undang-Undang ran Nomor 36 Tahun 2009
Nomor 36 Tahun mengen tentang Kesehatan
2009 tentang ai hal menyatakan Badan
Kesehatan yang Pertimbangan
disharmoni sama Kesehatan Nasional
dengan Pasal 39 pada 2 selanjutnya
angka 3 Nomor (dua) disingkat BPKN dan
24 Tahun 2011 atau Badan pertimbangan
tentang BPJS lebih kesehatan daerah
PUU selanjutnya disingkat
setingka BPKD
t, tetapi (2) BPKN dan BPKD
memberi sebagaimana dimaksud
kan pada
kewenan ayat (1) mempunyai
gan yang tugas dan wewenang
berbeda antara
lain:
e. melakukan advokasi
tentang alokasi dan
penggunaan dana dari
semua sumber agar
pemanfaatannya
efektif, efisien, dan
sesuai dengan
strategi yang
ditetapkan;
f. memantau dan
mengevaluasi
pelaksanaan

183
No Ketentuan Pasal Variabel Temuan Analisis Rekomendasi
PUU ubah cabut
1 2 3 4 5 6 7
pembangunan
kesehatan;
Sedangkan dalam Pasal
39 angka 3 Nomor 24
Tahun 2011 tentang
BPJS menyatakan
Pengawasan eksternal
BPJS dilakukan oleh:
a. Dewan Jaminan
Sosial Nasional (DJSN) ;
dan
b. lembaga pengawas
independen. dalam
penjelasan yang
dimaksud pengawasan
disini adalah DJSN
melakukan monitoring
dan evaluasi
penyelenggaraan
program Jaminan Sosial
dan yang dimaksud
dengan “lembaga
pengawas independen”
adalah Otoritas Jasa
Keuangan. Dalam hal
tertentu sesuai dengan
kewenangannya Badan
Pemeriksa Keuangan
dapat melakukan
pemeriksaan.

BPJS dalam rangka


jaminan kesehatan
nasional merupakan
bagian dari
pembangunan
kesehatan, dengan
demikian fungsi DJSN
mendekati sama
dengan dengan fungsi
dari BPKN.

184
BAB VI

EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN

Bab ini berisi narasi, data, dan hasil analisis dan evaluasi hukum dalam
dimensi efektifitas implementasi peraturan perundang-undangan. Dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai kejelasan
tujuan yang hendak dicapai serta berdayaguna dan berhasilguna sebagaimana
dimaksud dalam asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik
yang tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Penilaian
ini perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana manfaat dari pembentukan
suatu peraturan perundang-undangan sesuai dengan yang diharapkan.
Pengujian ini perlu didukung data empiris yang terkait dengan implementasi
peraturan perundang-undangan dimaksud.
Beberapa ketentuan masih ditemukan ketidakefektifan dalam
implementasinya, di antaranya:

No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi


Pengaturan
1 Pasal 47 UU Kewenang Peran serta Keterlibatan Pemda Sebaiknya
Undang- an masyrakat dan Masyarakat dalam kewajiban Pemda
Undang pengelolaan dana diatur klausul ini
Nomor 40 jaminan sosial tidak bersama dengan
Tahun 2004 disebutkan dalam kewenangannya
tentang Pasal 47 Undang- (atau di Pasal lain)
Sistem Undang Nomor 40 agar turut
Jaminan Tahun 2004 tentang mengelola dan
Sosial Sistem Jaminan Sosial mengontrol BPJS
Nasional, Nasional, padahal bersama
mengatur Prinsip asuransi sosial masyarakat.
Dana Jaminan sebagaimana Sehingga
Sosial wajib dimaksud dalam Pasal Peraturan
dikelola dan 19 (dan penjelasan) Pemerintah akan
dikembangka UU SJSN yang mengatur hal yang
n oleh Badan mengamanahkan relevan
Penyelenggar gotong royong antara
a jaminan si kaya dengan si
Sosial secara miskin, tua-muda,
optimal sehat-sakit dan
beresiko tinggi-rendah

185
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
dapat ditempuh
dengan pelibatan
Pemda serta
masyarakat
2 Undang- Aspek dilihat dari Dalam Harus
Undang penegaka rumusan pembentukan dilakukan
Nomor 40 n hukum sanksinya surat kajian
Tahun 2004
keputusan lebih
tentang
Sistem atau lanjut
Jaminan peraturan untuk
Sosial hendaknya merevisi
Nasional menggunaka regulasi
n cara turunan
pandang BPJS
konstitusional seperti
, berdasarkan dalam
Pasal 28 H penetapa
ayat (3) dan n cost BPJ
Pasal 34 ayat S dan
(2) UUD 1945 pengatura
serta merujuk n
pada Pasal 4 penyalura
UU SJSN dan n dana ke
Pasal 40 fasilitas
tahun 2011 kesehatan
dan Pasal 24 penyeleng
tahun 2011. gara,
jumlah
tenaga
kesehatan
yang
tersedia
(dokter,
perawat,
administra
si rumah
sakit dan
lain-lain)
sehingga
memudah
kan dan
meningkat
kan mutu
pelayanan

186
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
kesehatan
, serta
fasilitas
kesehatan
yang
dimiliki
dapat
menunjan
g
pelaksana
an secara
efisien
dan
efektif.

3 Pasal 6 Kelembag Tata Kerjasama Secara


Nomor 24 aan organisasi BPJS dengan tidak
Tahun 2011 berbagai langsung
tentang
lembaga kerjasama
Badan
Penyeleng adalah upaya dengan
gara Jaminan untuk berbagai
Kesehatan memperlanca lembaga
r upaya akan
perlindungan menunjan
kepada para g kualitas
peserta. pelayanan
BPJS
karena
BPJS
sebagai
lembaga
pertanggu
ngan
sosial
nasional
ditanggun
g
bersama-
sama
antara
Pemerinta
h,
pemberi

187
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
kerja,
pekerja
untuk
memberik
an :
persamaa
n
pelayanan
untuk
semua
(equality),
pemberia
n iuran
kepada
yang tidak
mampu
dan
menjamin
ketaatan
pembayar
an demi
keberlanju
tan
(sustainabi
lity)

4 Pasal 8 Kelembag Kewenanga BPJS berkedudukan di Pasal ini hanya


Nomor 24 aan n Pusat dan dapat mengatur
Tahun 2011 mempunyai kantor kemungkinan
tentang perwakilan di provinsi membuka kantor
Badan dan kantor cabang di cabang dan justru
Penyeleng kabupaten/kota menegaskan
gara Jaminan bahwa
Kesehatan, pengelolaan BPJS
tidak
didesentralisasikan
kepada Pemda,
padahal amanah
Pasal 18 UUD 1945
dan Pasal 12 UU
Pemda adalah
mendesentralisasik
an urusan
pelayanan
kesehatan sebagai
urusan wajib
188
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
pelayanan dasar
yang harus dibagi
dengan Pemda.
Sebaiknya pasal ini
dilengkapi dengan
peran Pemda.
5 Pasal 13 Kelembag Peran serta Sejak berlakunya Kewenangan
Undang- aan masyarakat Undang-Undang Pemda tingkat
Undang Nomor 23 Tahun 2014 provinsi di bidang
Nomor 32 tentang Pemda kesehatan jelas
Tahun 2004 ketentuan Undang- disebutkan pada
tentang Undang Nomor 40 pasal 13 ayat (1)
Pemerintahan Tahun 2004 tentang Undang-Undang
Daerah Sistem Jaminan Sosial No. 32 Tahun 2004
Nasional tentang
dan Undang-Undang Pemerintahan
Nomor 24 Tahun 2011 Daerah. Namun
tentang Badan dalam
Penyelenggara implementasinya,
Jaminan Kesehatan kewenangan itu
yang bersifat top mungkin saja
down menjadi tidak dikebiri oleh
relevan, Padahal UU Pemerintah Pusat.
no 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
yang lahir terlebih
dulu juga
mengamanahkan
paradigma serupa.
Terjadi inkonsistensi
mengenai peran
Pemda dalam era
desentralisasi dan
otonomi daerah untuk
menyelenggarakan
pelayanan kesehatan
dan jaminan sosial
sebagai urusan wajib.

6 Undang- Aspek Pengaturan Pelaksanaan Penolakan


Undang operasiona dalam PUU di lapangan, pasien
Nomor 24 l atau masih belum pelayanan tidak
Tahun 2011 tidaknya dilaksanakan
kesehatan mampu di
tentang PUU secara
Badan efektif yang fasilitas
Penyeleng diselenggarak pelayanan
gara Jaminan an oleh PPK I kesehatan

189
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
Kesehatan (Puskesmas hal ini
klinik) dikarenak
maupun PPK an PP No.
II (Rumah 101/2012
Sakit) sampai tentang
saat ini masih PBI jo.
bermasalah. Perpres
Pasien harus 111/2013
mencari-cari tentang
kamar dari Jaminan
satu RS ke RS kesehatan
lainnya hanya
karena mengako
dibilang modasi
penuh oleh 86,4 juta
RS, bukanlah rakyat
hal yang baru miskin
dan baru sebagai
sekali terjadi. PBI
padahal
menurut
BPS (2011)
orang
miskin ada
96,7
juta.Pelak
sanaan
BPJS
tahun
2014
didukung
pendanaa
n dari
pemerinta
h sebesar
Rp. 26
trliun yang
dianggark
an di
RAPBN
2014.
Anggaran
tersebut

190
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
diperguna
kan untuk
Penerima
Bantuan
Iuran
(PBI)
sebesar
Rp. 16.07
trliun bagi
86,4 juta
masyaraka
t miskin
sedangka
n sisanya
bagi PNS,
TNI dan
Polri.
Pemerinta
h harus
secepatny
a
mengangg
arkan
biaya
kesehatan
Rp. 400
milyar
untuk
gelandang
an, anak
jalanan,
penghuni
panti
asuhan,
panti
jompo dan
penghuni
lapas
(jumlahny
a sekitar
1,7 juta
orang).
Dan

191
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
tentunya
jumlah
orang
miskin
yang
discover
BPJS
kesehatan
harus
dinaikkan
menjadi
96,7 juta
dengan
konsekue
nsi
menamba
h
anggaran
dari APBN.

7 Pasal 12 UU Aspek Pembagian Pemda tidak Urusan Kesehatan,


no 23 Tahun materi kewenanga bisa terlibat baik dalam bentuk
2014 tentang hukumnya n dan tugas dalam turut pelayanan maupun
Pemda masih jaminan sosialnya,
mengelola
belum tegas adalah urusan
BPJS, wajib pelayanan
sehingga dasar yang
tidak dapat pelaksanaannya
turut dibagi (konkuren)
memantau, dengan
menggerakka Pemerintah
Daerah. Artinya
n partisipasi
tidak ada alasan
masyarakat bagi pemda untuk
dan menolak
mendekatkan menjalankannya.
pelayanan Sebaliknya urusan
serta kontrol ini juga jangan
program direalisasikan
secara sentralistik.
dengan
masyarakat/p
emanfaat

192
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
8 Pasal 167 UU Aspek Peran serta Pengelolaan Kewajiban Pemda
no 36 Tahun materi masyarakat kesehatan untuk berperan
2009 tentang hukumnya yang dalam pengelolaan
Kesehatan Kesehatan
diselenggarak
merupakan
an oleh amanah konstitusi
Pemerintah, yang menyebutkan
pemerintah bahwa
daerah penyelenggaraan
dan/atau pemerintahan
masyarakat mesti
didesentralisasikan
melalui
ke Pemda
pengelolaan sebagaimana
administrasi diatur dalam Pasal
kesehatan, 18 UUD 1945
informasi bahwa NKRI
kesehatan, terbagi-bagi dalam
sumber daya daerah Provinsi
dan Kab/Kota,
kesehatan,
sehingga
upaya penyelenggaraan
kesehatan, pembangunanpun
pembiayaan dibagi antara
kesehatan, pemerintah pusat
peran serta dan Pemda.
Pelayanan
dan
kesehatan
pemberdayaa dilaksanakan
n masyarakat, bersama antara
ilmu Pemerintah Pusat,
pengetahuan Pemerintah
dan teknologi Daerah dan
di bidang Masyarakat mulai
dari administrasi,
kesehatan,
informasi,
serta sumberdaya,
pengaturan pembiayaan, peran
hukum serta dan
kesehatan pembiayaan
secara kesehatan
terpadu dan sebagaimana
diamanahkan UU
saling
no 23 Tahun 2014
mendukung tentang Pemda.
guna Artinya BPJS
menjamin Kesehatan
tercapainya mestinya mengacu
derajat ke Pasal 167 dalam
pengelolaannya.
193
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
kesehatan Tidak
yang setinggi- meninggalkan
tingginya. Pemda dan
masyarakat. Pasal
ini perlu
dipertahankan
sebagai landasan

194
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
9 Pasal 167 ayat Aspek Pembagian Pengelolaan Satu-satunya
(2) Undang- organisasi kewenangan kesehatan Klausul yang
Undang dan tugas dilakukan mengatur
Nomor 36 masih belum hubungan Pusat
secara
Tahun 2009 tegas dengan daerah
tentang berjenjang di dalam Pelaksanaan
Kesehatan pusat dan BPJS ini ada di
daerah Pasal 51 UU BPJS
ini. Namun
demikian
hubungan yang
terbentuk bukan
desentralistik
sebagaimana
amanah Pasal 12
UU Pemda.
Padahal urusan
kesehatan yang
dibungkus dalam
sistem jaminan
sosial kesehatan
adalah urusan
yang sifatnya wajib
–pelayanan dasar
yang dibagi
dengan daerah.
Pasal ini harus
diganti dan
disesuaikan.

195
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
10 Pasal 174 Penegaka Peran serta Masyarakat berperan Kesejahteraan
Undang- n hukum masyarakat serta, baik secara sosial yang hendak
Undang perseorangan dicapai dapat
Nomor 36 maupun terorganisasi dirancang dan
Tahun 2009 dalamsegala bentuk dikontrol bersama
tentang dan tahapan oleh Pemerintah
Kesehatan pembangunan dan masyarakat
kesehatan dalam termasuk Pemda
rangka membantu seperti diatur
mempercepat dalam Pasal 174 UU
pencapaian derajat no 36 Tahun 2009
kesehatan masyarakat tentang
yang setinggi- Kesehatan; hal ini
tingginya. perwujudan
Peran serta konsep
tersebut perlindungan
mencakup sosial dalam
negara
keikutsertaan
kesejahteraan
secara aktif yang memperkuat
dan kreatif. relasi antara
pemerintah (Pusat
dan Pemda),
masyarakat dan
swasta.

11 Pasal 19, pasal Kelembag Tata Pasal ini menjadi Walaupun Undang-
20 dan pasal aan organisasi acuan dan faktor undang ini sudah
21 Undang- pendorong agar lama diterapkan
Undang sebuah rumah sakit mulai dari 2009,
Republik dapat memberikan tapi kenyataan
Indonesia jaminan mutu, masih banyak
Nomor 44 keselamatan dan pihak dalam rumah
Tahun 2009 profesionalitas sakit, misalnya
tentang dengan pegawai tak
Rumah Sakit memperhatikan jenis mengetahui hal ini.
pelayanan yang Solusi dengan
diberikan dan mensosialisasi
kejelasan Undang-Undang
pengelolanya. nomor 44 tahun
2009 ini kepada
masyarakat bisa
dilakukan dengan
berbagai cara agar
196
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
efektif dan
terinformasikan
baik oleh praktisi
rumah sakit
pemerintah
maupun swasta
dilakukan melalui,
depkes, organisasi
perumahsakitan,
organisasi profesi
12 Pasal 3 Kelembag Kewenanga Pengelolaan BPJS Hak masyarakat
Undang- aan n tertutup, tidak open untuk
Undang manajemen dan berperanserta
Nomor 14 terpusat sesuai secara
Tahun 2008 perintah Pasal 8 UU terorganisasi
tentang BPJS. Disebutkan adalah bagian dari
Keterbukaan disana penyelenggaraan
Informasi BPJS berkedudukan di pemerintahan
Publik pada Pusat. Sebagai yang baik (good
instrumen governance)
perlindungan sosial, sehingga
yang diperuntukkan pelayanan
bagi semua orang kesehatan sebagai
mestinya BPJS bagian dari
dikelola secara gotong pembangunan
royong sesuai prinsip akan lebih berjalan
yang dianutnya. efektif, efisien dan
Gotong royong tidak terlembaga.
hanya pada Pelibatan
pertanggungan masyarakat melalui
asuransi sosial saat partisipasi yang
pemanfaatan, tetapi melembaga
juga pada saat dibutuhkan untuk
pengelolaan. keberlanjutan
Pengelolaan yang BPJS. Pasal 354 UU
tidak Pemda dan pasal 3
didesentralisasikan UU KIP harus
adalah akibat UU no menjadi rujukan.
40 Tahun 2004
tentang SJSN dan UU
no 24 Tahun 2011
tentang BPJS tidak
memerintahkannya.
Tentu saja hal ini
inkonsisten dengan
UU no 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
dan UU no 23 Tahun
2014 tentang Pemda
yang justru
197
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
mengamanahkan
pelaksanaan BPJS
yang
didesentralisasikan
secara hierarkis dalam
sebuah sistem
nasional seperti diatur
dalam Pasal 167 UU
SJSN dan Pasal 12 UU
Pemda, termasuk
keterlibatan
masyarakat dalam
Pasal 354 UU Pemda
serta Pasal 174 UU
Kesehatan.
13 Pasal 9 UU Kelembag Kewenanga UU KIP dibuat karena Undang-Undang
Keterbukaan aan n hak asasi manusia KIP menginginkan
Informasi yang berupa hak adanya
Publik untuk mendapatkan keterbukaan
informasi masih sulit meskipun tetap
terpenuhi. Budaya dimungkinkan
aparat yang masih adanya informasi
menutup-nutupi yang boleh ditutup
informasi sehingga namun
masyarakat tidak tahu pengecualian
apa saja yang terjadi di tersebut bersifat
pemerintahan ketat dan terbatas.
Hal tersebut telah
mengubah budaya
organisasi di
pemerintahan
yang selama ini
cenderung
tertutup.
Pelayanan publik
dalam hal layanan
informasi masih
sangat banyak
permasalahan,
salah satunya
dalam mengakses
informasi publik.
Ada beberapa
kewajiban yang
harus dilakukan
sebagai badan
publik Pemerintah
yang diantaranya
adalah:
mengumumkan
198
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
dan menyediakan
informasi publik;
membentuk PPID;
dan membuat
standar pelayanan
oprasional.
14 Pasal 13 dan Budaya Peran serta Adanya kekuatan Budaya rembug
Pasal 14 Hukum masyarakat modal sosial dan warga mulai dari
Peraturan gotong royong level RT hingga
Pemerintah masyarakat level
Nomor 101 merupakan aset yang desa/kelurahan
Tahun 2012 harus dimanfaatkan belum digunakan
tentang dalam pembangunan. secara masif dalam
Penerima Namun selama ini turut menentukan
Bantuan Iuran pemanfaatan itu kualitas dan
(PBI) Jaminan belum optimal. ketepatan sasaran
Kesehatan Ditinjau dari aspek pelayanan BPJS.
pelayanan dan Padahal melalui
pengambilan media rembug
keputusan, warga, masyarakat
masyarakat telah berpotensi
memiliki mekanisme dibiasakan
sendiri untuk berpartisipasi aktif
menyaring informasi dalam
dan meng up date pengambilan
data, terutama data keputusan
tentang keluarga mengenai
miskin Penerima penentuan data
bantuan Iuran (PBI). penerima sasaran,
Untuk menunjang ini, terutama para
Kemensos telah peserta PBI.
mengaturnya dalam Proses verifikasi
Permensos no xx data publik oleh
Tahun 2014 tentang masyarakat melalui
Pedoman Sistem Data rembug warga ini
Kependudukan harus dibudayakan
Nasional (Sisdumas) dan dipantau
yang memungkinkan kualitasnya.
data PBI penerima Peraturan Menteri
BPJS dupdate melalui Sosial no xx Tahun
rembug warga. 2014 telah
Permensos tersebut disiapkan untuk
adalah amanah dari mengawal
Pasal 13 dan Pasal 14 perbaikan kualitas
Peraturan Pemerintah pelayanan BPJS,
Nomor 101 Tahun 2012 sehingga harus
tentang Penerima digunakan agar
Bantuan Iuran (PBI) regulasi tersebut
Jaminan Kesehatan. berlaku efektif
mengawal
199
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
masyarakat untuk
berpartisipasi
dalam proses up
dating data dan
monitoring
program.
15 Pasal 9 PP no Kelembag Tata Hubungan kerja sama Hubungan
85 Tahun 2013 aan organisasi BPJS dengan Kerjasama antara
tentang Tata organisasi atau Pemerintah Pusat
Hubungan lembaga lain dalam dan Pemda dalam
antar negeri dilaksanakan klausul ini seperti
lembaga BPJS melaluiperjanjian kerja hubungan
sama. kontraktual, bukan
(2) Perjanjian kerja hierarkies
sama sebagaimana sebagaimana
dimaksud pada amanah UU
ayat (1) dibuat secara Pemda. Semangat
tertulis dan dapat pembagian urusan
dituangkan wajib pelayanan
dalam bentuk nota dasar semestinya
kesepahaman, kerja langsung
samaoperasional, atau dilaksanakan
bentuk lain yang tanpa harus
disepakati disertai MOU. Jika
bersama. tujuan MOU
adalah untuk
mengalokasikan
APBD atau
menugaskan
Pemda dalam
memperlancar
pelaksanaan BPJS.
Pasal ini harus
disesuaikan.
16 Pasal 55 Kelembag Aspek kewaj iban Segera membentuk
Undang- aan Sarana menetapkan standar Peraturan
Undang Prasarana mutu Pemerintah
Nomor 36 pelayanan kesehatan tersebut
Tahun 2009 belum terlaksana,
tentang hingga saat ini
Kesehatan Peraturan Pemerintah
tersebut belum
terbentuk, secara
teknis opersional
minimnya standar dan
prosedur yang
menjamin hak atas
ketersediaan
pelayanan kesehatan
yang terstandarisasi
200
No Pasal / Variabel Indikator Analisis Rekomendasi
Pengaturan
dan bermutu
ini akan berimplikasi
pada efektifitas
penyelenggaraan
upaya kesehatan, perlu
ketegasan dan
kepastian
terbentuknya
Peraturan Pemerintah
tersebut.

201
BAB VII
PENUTUP

A. Simpulan
1. Dari hasil analisis berdasarkan ketepatan jenis PUU, terhadap 23 (dua
puluh tiga) PUU, terdapat 3 (tiga) PUU yang memiliki catatan penting
dalam rangka pemenuhan hak kesehatan, dan beberapa catatan
penting terhadap PUU terkait yang perlu dievaluasi.
Sedangkan PUU yang memiliki catatan penting yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional.
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Dari hasil analisis berdasarkan kejelasan rumusan, terdapat 17 (tujuh
belas) PUU terkait Pemenuhan Hak Kesehatan yang dievaluasi, masih
belum memenuhi kejelasan rumusannya. Berikut data hasil penilainnya:

No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu


penilaian perlu diubah dicabut

1. UU No. 40 Tahun - Kesesuaian Pasal 2, Pasal 3,


2004 tentang dengan Pasal 7, Pasal 7
Sistem Jaminan sistematika dan ayat (3), Pasal 8
Sosial Nasional Teknik ayat (2), Pasal
11, Pasal 15 ayat
penyusunan
(1), Pasal 23
Peraturan ayat (4), Pasal
Perundang- 24 ayat (1),
undangan Pasal 24 ayat
- Konsisten (2)
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
2. UU No. 24 Tahun - Kesesuaian Pasal 1, Pasal 2,
2011 tentang Pasal 34 huruf c
202
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut

Badan dengan dan huruf e,


Penyelenggara sistematika dan Pasal 38 ayat
Jaminan Sosial Teknik (1), Pasal 38
penyusunan ayat (2), Pasal
56 ayat (2)
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
3. UU No. 44 Tahun - Kesesuaian Pasal 2, Pasal 3,
2009 tentang dengan Pasal 7 ayat (3),
Rumah Sakit sistematika dan Pasal 16, Pasal
Teknik 17, Pasal 21,
Pasal 34 ayat (1)
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
4. UU No. 14 Tahun - Kesesuaian Pasal 2, Pasal 3,
2008 tentang dengan Pasal 3 huruf b
Keterbukaan sistematika dan dan c, Pasal 7
Informasi Publik Teknik ayat (3),
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
203
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut

dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
5. PP No. 101 Tahun - Kesesuaian Pasal 2, Pasal 4,
2012 tentang dengan Pasal 10 ayat
Penerimaan sistematika dan (2), Pasal 11
Bantuan Iuran Teknik
Jaminan
penyusunan
Kesehatan
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
6. PP No. 82 Tahun - Kesesuaian Pasal 2, Pasal 3
2013 tentang dengan
Modal Awal sistematika dan
Untuk Badan Teknik
Penyelenggara
penyusunan
Jaminan Sosial
Kesehatan
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
7. PP No. 85 Tahun - Kesesuaian Pasal 2, Pasal 4
2013 tentang dengan
Tata Cara sistematika dan
Hubungan Antar Teknik
Lembaga Badan
penyusunan
Penyelenggaraan
Peraturan
204
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut

Jaminan Sosial Perundang-


undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
8. PP No. 86 Tahun - Kesesuaian Nama PP, Pasal
2013 tentang dengan 1, Pasal 10
Tata Cara sistematika dan
Pengenaan Teknik
Sanksi
penyusunan
Administratif
Kepada Pemberi
Peraturan
Kerja Selain Perundang-
Penyelenggara undangan
Negara dan - Konsisten
Setiap Orang, (antar
Selain Pemberi ketentuan)
Kerja, Pekerja - Kesesuaian
dan Penerima dengan tujuan
Bantuan Iuran penyusunan
Dalam
Peraturan
Penyelenggaraan
Jaminan Sosial
Perundang-
undangan
9. PP No. 87 Tahun - Kesesuaian Pasal 15, Pasal
2013 tentang dengan 20, Pasal 21,
Pengelolaan Aset sistematika dan Pasal 35, Pasal
Jaminan Sosial Teknik 38, Pasal 40,
Kesehatan Pasal 46
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-

205
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut

undangan
10. PP No. 88 Tahun - Kesesuaian Pasal 3, Pasal 11
2013 tentang dengan
Tata Cara sistematika dan
Pengenaan Teknik
Sanksi
penyusunan
Administratif
Bagi Anggota
Peraturan
Dewan Perundang-
Pengawas dan undangan
Anggota Direksi - Konsisten
Badan (antar
Penyelenggaraan ketentuan)
Jaminan Sosial - Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
11. Perpres No. 12 - Kesesuaian Pasal 4, Pasal
Tahun 2013 dengan 15, Pasal 21,
tentang Jaminan sistematika dan Pasal 22, Pasal
Kesehatan Teknik 25, Pasal 29,
Pasal 34, Pasal
penyusunan
45, Pasal 46
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
12. Perpres No. 111 - Kesesuaian Pasal 4, Pasal
Tahun 2013 dengan 16F
tentang sistematika dan
Perubahan atas Teknik
Perpres No. 12
penyusunan
Tahun 2013
tentang Jaminan
Peraturan
Kesehatan Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
206
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut

ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
13. Perpres No. 107 - Kesesuaian Pasal 27, Pasal
Tahun 2013 dengan 28, Pasal 29
tentang sistematika dan
Pelayanan Teknik
Kesehatan
penyusunan
Tertentu
Berkaitan
Peraturan
dengan Kegiatan Perundang-
Operasional undangan
Kementerian - Konsisten
Pertahanan, TNI (antar
dan Kepolisian ketentuan)
Negara Republik - Kesesuaian
Indonesia dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
14. Perpres No. 108 - Kesesuaian Judul Perpres
Tahun 2013 dengan
tentang Bentuk sistematika dan
dan Isi Laporan Teknik
Program Jaminan
penyusunan
Sosial
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
15. Perpres No. 110 - Kesesuaian Judul Perpres
Tahun 2013 dengan
tentang Gaji atau sistematika dan
Upah dan Teknik
207
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut

Manfaat penyusunan
Tambahan Peraturan
Lainnya serta Perundang-
Intensif Bagi undangan
Anggota Dewan
- Konsisten
Pengawas dan
Anggota Direksi
(antar
Badan ketentuan)
Penyelenggaraan - Kesesuaian
Jaminan Sosial dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
16. Perpres No. 32 - Kesesuaian Judul Perpres
Tahun 2014 dengan
tentang sistematika dan
Pengelolaan dan Teknik
Pemanfaatan
penyusunan
Dana Kapitasi
Jaminan
Peraturan
Kesehatan Perundang-
Nasional Pada undangan
Fasilitas - Konsisten
Kesehatan (antar
Tingkat Pertama ketentuan)
Milik Pemerintah - Kesesuaian
Daerah dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
17. Undang-Undang - Kesesuaian Judul Undang-
No. 36 Tahun dengan Undang
2009 tentang sistematika dan
Kesehatan Teknik
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
208
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut

Perundang-
undangan

3. Dari hasil analisis berdasarkan penilaian terhadap materi muatan,


terdapat 8 (delapan) PUU terkait Pemenuhan Hak Kesehatan yang
dievaluasi, masih belum memenuhi kejelasan rumuasannya. Berikut
data hasil penilaiannya:

No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu


penilaian perlu diubah dicabut
1 Undang-Undang Asas : Pasal 2; Pasal
Nomor 40 Tahun - Keadilan; 5; Pasal 47;
2004 Tentang - Kenusantaraan;
Sistem Jaminan - Kemanusiaan;
sosial Nasional Indikator
- Peluang yang
sama bagi setiap
warga negara
terhadap akses
pemanfaatan;
- Jaminan
terhadap ke
ikutsertaan
masyarakat lokal

2 Undang-Undang Asas : Pasal 39;


Nomor 24 Tahun - Kenusantaraan; Pasal 14
2011 Tentang - Kesamaan
Badan Kedudukan
Penyelenggar Dalam Hukum
Jaminan Sosial
dan
Pemerintahan;
Indikator :
- Pembagian
kewenangan
Pusat dan
Daerah;
- Tidak ada
diskriminasi, baik

209
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut
secara eksplisit,
maupun implisit
3 Undang-Undang Asas : Pasal 3 ayat
Nomor 44 Tahun - Kemanusiaan; huruf b; Pasal
2009 Tentang - Kebangsaan; 14 ayat (2);
Rumah Sakit - Keseimbangan, Pasal 29;
Keserasian, dan Pasal 38;
Keselarasan;
- Ketertiban dan
Kepastian
Hukum;
- Ketertiban dan
Kepastian
Hukum
Indikator :
- Perlindungan,
pemajuan,
penegakan, dan
ataut
pemenuhan
HAM
- Pembatasan
keikut sertaan
pihak asing;
- Mengedepankan
fungsi
kepentingan
umum;
- Tindakan atas
peraturan-
peraturan yang
bertentangan
atau tumpang
tindih;
- Kejelasan sanksi
terhadap
pelanggaran.

4 Undang-Undang Asas : Pasal 6 ayat


Nomor 14 Tahun - Ketertiban dan (3) huruf e;
2008 Tentang Kepastian Pasal 52;
Keterbukaan Hukum; Pasal 48 ayat
Informasi Publik - Kekeluargaan; (1);
Pasal 17 huruf
- Kenusantaraan
a, huruf b,
huruf c, huruf
Indikator :
210
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut
- Transparasi/kete d, huruf e,
rbukaan; huruf f, huruf
- Kejelasan sanksi i, dan huruf j
terhadap
pelanggaran;
- Kejelasan aturan
mengenai
koordinasi;
- Jaminan
terhadap akses
informasi
ppublik dalam
r4angka
pengambilan
keputusan
- Pengedepanan
kepentingan
nasional;
5 PP Nomor 101 Asas : Pasal 3; Pasal
Tahun 2012 jo. PP - Keadilan; 8; Pasal 11
Nomor 76 Tahun - Ketertiban Dan ayat (7); Pasal
2015 tentang Kepastian 13;
Penerima Hukum
Bantuan Iuran Indikator :
Jaminan
- Tidak
Kesehatan
ditemukannya
kebijakan yang
menyebabkan
tidak
terjaminnya
kepentingan
masyarakat
daerah terpencil;
- Adanya
ketentuan yang
jelas mengenai
koordinasi;
- Tidak
ditemukannya
ketentuan yang
menyebabkan
tidak
terjaminnya
keterlibatan
masyarakat
marjinal;
211
No PUU Indikator variabel Pasal yang Pasal yang perlu
penilaian perlu diubah dicabut
- Adanya
ketentuan yang
jelas mengenai
sanksi terhadap
pelanggaran.

6 PP Nomor 82 Asas : Pasal 1 dan


Tahun 2013 - Keseimbangan, Pasal 2
tentang Modal Keserasian, dan
Awal Untuk Keselarasan;
Badan Indikator :
Penyelenggara - Tidak
Jaminan Sosial
ditemukannya
Kesehatan
ketentuan yang
mengedepankan
fungsi
kepentingan
umum.

-
7 PP Nomor 85 Asas : pasal 6, pasal
Tahun 2013 - Keseimbangan, 8
tentang Tata Keserasian, dan
Cara Hubungan Keselarasan;
Antar Lembaga Indikator :
Badan - Tidak adanya
Penyelenggara
ketentuan yang
Jaminan Sosial
mengedepankan
prinsip
kehatihatian

8 Undang –Undang Asas Pasal 47


Nomor 36 Tahun - kepastian Hukum
2009 tentang Indikator
Kesehatan - Adanya ketentuan
yang jelas
mengenai
koordinasi

4. Dari hasil analisis berdasarkan penilaian terhadap potensi disharmoni


ketentuan peraturan perundang-undangan, terdapat 5 (lima) PUU

212
terkait Pemenuhan Hak Kesehatan yang dievaluasi, masih belum
memenuhi kejelasan rumuasannya. Berikut data hasil penilaiannya:
No PUU Indikator variabel Pasal yang perlu Pasal yang
penilaian diubah perlu dicabut

1 UU No. 40 - Kewenangan Pasal 1 angka 7,


Tahun 2004 Pasal 4 huruf h,
tentang Pasal 19
Sistem
Jaminan
Sosial
Nasional

2 UU No. 24 - Kewenangan Pasal 8, Pasal 13,


Tahun 2011 Pasal 17 ayat (1),
tentang Pasal 30,
Badan
Penyelengg
ara Jaminan
Sosial

3 UU No. 44 - Kewenangan Pasal 12, Pasal 29


Tahun 2009 ayat (1) huruf c,
tentang Pasal 16
Rumah Sakit

4 UU No. 14 - Kesesuaian Pasal 1 angka 12


Tahun 2008 dengan
tentang sistematika
Keterbukaa dan Teknik
n Informasi
penyusunan
Publik
Peraturan
Perundang-
undangan
- Konsisten
(antar
ketentuan)
- Kesesuaian
dengan tujuan
penyusunan
Peraturan
Perundang-
undangan
5 Undang- - Kewenangan Pasal 177 angka 2
Undang Adanya pengaturan huruf e dan f
Nomor 36 mengenai hal yang Undang-Undang
Tahun 2009 sama pada 2 (dua) Nomor 36 Tahun
tentang atau lebih PUU 2009 tentang
setingkat, tetapi Kesehatan dengan

213
No PUU Indikator variabel Pasal yang perlu Pasal yang
penilaian diubah perlu dicabut

Kesehatan memberikan Pasal 39 angka 3


kewenangan yang Nomor 24 Tahun
berbeda 2011 tentang BPJS

5. Dari hasil analisis berdasarkan penilaian terhadap efektifitas


implementasi peraturan perundang-undangan, terdapat 9 (sembilan)
PUU terkait Pemenuhan Hak Kesehatan yang dievaluasi, masih belum
memenuhi kejelasan rumuasannya. Berikut data hasil penilaiannya:

No PUU Indikator variabel Pasal yang perlu Pasal yang


penilaian diubah perlu dicabut
1 Undang-Undang Variabel : Pasal 47
Nomor 40 Tahun - Kewenangan;
2004 tentang Indikator :
Sistem Jaminan - Peran serta
Sosial Nasional, masyarakat;

2 Nomor 24 Tahun Variabel : Pasal 6; Pasal 8


2011 tentang - Kelembagaan
Badan Penyeleng ;
gara Jaminan Indikator :
Kesehatan - Tata
organisasi;
- Kewenangan;
- Peran serta
masyarakat
3 Undang-Undang Variabel : Pasal 12; Pasal 13
Nomor 32 Tahun - Kelembagaan
2004 tentang ;
Pemerintahan - Aspek materi
Daerah hukumnya
Indikator :
- Peran serta
masyarakat;
- Pembagian
kewenangan
dan tugas
masih belum
tegas
4 Pasal 167 UU no 36 Variabel : Pasal 167, Pasal 167
Tahun 2009 - Kelembagaa ayat (2), Pasal 174
214
No PUU Indikator variabel Pasal yang perlu Pasal yang
penilaian diubah perlu dicabut
tentang Kesehatan n;
- Aspek
materi
hukumnya;
- Aspek
organisasi;
- Penegakan
hukum.
Indikator :
- Peran serta
masyarakat;
- Pembagian
kewenangan
dan tugas
masih belum
tegas
5 Undang-Undang Variabel : Pasal 19, pasal 20
Republik Indonesia - Kelembagaan dan pasal 21
Nomor 44 Tahun ;
2009 tentang - Aspek materi
Rumah Sakit hukumnya;
Indikator :
- Tata
organisasi;
- Peran serta
masyarakat;

6 Undang-Undang Variabel : Pasal 3; Pasal 9


Nomor 14 Tahun - Kelembagaan
2008 tentang ;
Keterbukaan - Aspek materi
Informasi Publik hukumnya;
pada Indikator :
- Kewenangan;
7 Pasal 13 dan Pasal Variabel : Pasal 13 dan Pasal 14
14 Peraturan - Budaya
Pemerintah Nomor hukum;
101 Tahun 2012 - Aspek materi
tentang Penerima hukumnya;
Bantuan Iuran Indikator :
(PBI) Jaminan
- Peran serta
Kesehatan
masyarakat
8 PP no 85 Tahun Variabel : Pasal 9
2013 tentang Tata - Kelembagaan
Hubungan antar
215
No PUU Indikator variabel Pasal yang perlu Pasal yang
penilaian diubah perlu dicabut
lembaga BPJS Indikator :
- Tata
organisasi
9 Undang-Undang Variabel : Pasal 55
Nomor 36 Tahun - Kelembagaan
2009 tentang Indikator :
Kesehatan Aspek Sarana
Prasarana

B. Rekomendasi

Pemerintah bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan


kesehatan sebagai bagian dari pelaksanaan good governance dan amanah
Pasal 28 H dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 untuk menjamin hidup yang layak di
lingkungan hidup yang sehat dan memperoleh layanan kesehatan sebagai
konsekuensi pencapaian kemajuan dan kesejahteraan sosial yang diukur
menggunakan 3 pemenuhan kebutuhan dasar, pendidikan, kesehatan dan
peningkatan pendapatan (income). Terpenuhinya 3 kebutuhan dan pelayanan
dasar tersebut menjadi tolok ukur kesejahteraan sosial negara. Orientasi ini
akan tercapai jika seluruh perangkat peraturan perundang-undangan
mendukung. Urusan Kesehatan, baik dalam bentuk pelayanan maupun
jaminan sosialnya, adalah urusan wajib pelayanan dasar yang pelaksanaannya
dibagi (konkuren) dengan Pemerintah Daerah. Artinya tidak ada alasan bagi
pemda untuk menolak menjalankannya. Sebaliknya urusan ini juga jangan
direalisasikan secara sentralistik. Oleh sebab itu terkait sejumlah ketentuan
terkait di SJSN dan BPJS sebaiknya :
a. Pada Pasal 47 UU no 40 Tahun 2004 tentang SJSN ditambahkan
kewenangan Pemda sehingga Pemda bersama masyarakat memiliki
payung hukum dalam turut mengelola dan mengawasi PJS.Keterlibatan
Pemda dan Masyarakat dalam pengelolaan dana jaminan sosial tidak
disebutkan dalam Pasal 47 UU SJSN, padahal Prinsip asuransi sosial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 (dan penjelasan) UU no 40 Tahun
216
2004 tentang SJSN yang mengamanahkan gotong royong antara si kaya
dengan si miskin, tua-muda, sehat-sakit dan beresiko tinggi-rendah
membutuhkan peran terbuka Pemda dan masyarakat dalam
pengelolaannya. Gotong royong dalam pemaknaan asuransi sosial dapat
ditempuh dengan melibatkan Pemda serta masyarakat sehingga
menunjang pencapaian target-target SJSN dan BPJS. Beberapa peran
diantaranya adalah penegakan kepesertaan wajib yang tidak selektif, iuran
berdasar upah yang diterima, pengelolaan makin kredibel dan
mengakomodasi peranserta semua pihak secara partisipatif. Alhasil
lembaga BPJS akan menjadikan seluruh pesertanya memperoleh
kesamaan pelayanan (azas ekuitas) yang tidak terikat dengan besarnya
iuran yang dibayarkan. Kecuali tentunya pelayanan terhadap PBI yang
notabene adalah warga miskin, yang iurannya ditanggung oleh negara.
b. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyenggara Jaminan Sosial yang mengatur kedudukan BPJS di Pusat
diubah sebab pasal ini hanya mengatur kemungkinan membuka kantor
cabang dan justru menegaskan bahwa pengelolaan BPJS tidak
didesentralisasikan kepada Pemda, padahal amanah Pasal 18 UUD 1945
dan Pasal 12 UU Pemda adalah mendesentralisasikan urusan pelayanan
kesehatan sebagai urusan wajib pelayanan dasar yang harus dibagi
dengan Pemda. Sebaliknya pasal ini dilengkapi dengan peran Pemda,
dalam prakteknyaKIS yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan di Pemda
tidak terkait langsung dengan BPJS diurus oleh Pemda dengan sasaran
perluasan 254 juta jiwa di tahun 2017.
c. Pasal 51 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS tentang
Hubungan antar lembaga diubah agar menyesuaikan dengan paradigma
pola hubungan desentralisasi antara Pusat-Pemda sebagaimana diatur
dalam UU No 23Tahun 2914 tentang Pemda dan UU No 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan.

217
d. Pasal 37 UU no 24 tahun 2011 tentang BPJS sebaiknya ditambahkan
pertanggungjawaban pengelolaan BPJS kepada publik karena dalam
klausul tersebut Pengelolaan tidak melibatkan Pemda dan Masyarakat.
Pertanggungjawaban juga hanya kepada Presiden, Pengawasan juga
hanya oleh DJSN dan Lembaga Pengawas Independen (Pasal 39) Hal ini
bertentangan dengan azas kegotongroyongan dan keterbukaan yg
dianutnya sendiri(Pasal 4), dan bertentangan dengan Pasal 174 UU no
36/2009 tentang Kesehatan.
e. Pasal 13 dan 16 UU 24 Tahun 2011 tentang BPJS harus diusesuaikan atau
diubah karena hanya memposisikan masyarakat sebagai penerima
informasi, dan pemenfaat program BPJS. Padahal partisipasi masyarakat
yang hakiki adalah partisipasi dalam pengambilan keputusan dan kontrol
program, sehingga Pasal ini bertentangan dengan
1) UU no 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
pada Pasal 3 huruf :
i Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan kebijakan publik;
ii Untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan
Publik yang baik;
2) Pasal 354 UU no 23 Tahun 2014 tentang Pemda mengatur
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan secara
terorganisir dalam pelayanan publik
3) Pasal 174 UU no 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa (1)
Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun
terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan
kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (2) Peran
serta tersebut mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif.

218
f. Penerjemahan makna Perlindungan Sosial di dalam Perpres no 2 Tahun
2015 tentang RPJMN2015-2019 harus diubah karena perlindungan sosial
hanyadikaitkanuntuk melindungi kaum disabilitas dan lansia. Padahal
Penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Indonesia mengacu pada
Konsep social security sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan
Rakyat. Program jaminan sosial dilakukan dengan memberi jaminan
kesehatan kepada kelompok tenaga kerja (dalam perkembangannya
mencakup sektor formal maupun sektor informal) sesuai dengan
kebutuhan.
g. Terkait Pelibatan masyarakat,budaya rembug warga harus dijadikan media
pengambilan keputusan untuk melaksanakan prinsip gotong-royong
sebagaimana prinsip BPJS. Terbitnya Panduan Teknis Pengaduan
Masyarakat Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan oleh
Kemensos melalui Permensos no xx Tahun 2014 patut diapresiasi karena
melembagakan rembug warga sebagai media pengambilan keputusan
dan pengelolaan pengaduan PBI. Panduan tersebut menerjemahkan
dengan baik peran serta masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 174
UU no 36 Tahun 2009, yang mengatur tentang mekanisme rembug warga
untuk keperluan up dating data PBI sebagai pelaksanaan dari Pasal 13 dan
Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima
Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Sosial tentang Petunjuk Teknis Sistem Pengaduan Masyarakat
tentang PBI Jaminan Kesehatan. Pasal 1 Permensos no xx Tahun
2014tersebut mengatur 4 hal penting dalam pelibatan dan
pengorganisasian masyarakat dalam pengambilan keputusan sesuai
amanah UU no Tahun 2011 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yaitu :
1. Sistem pengaduan masyarakat tentang PBI Jaminan Kesehatan
dilakukan dalam upaya untuk mendapatkan data yang benar dan
akurat tentang fakir miskin atau orang tidak mampu;

219
2. Sistem pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk meminimalisir terjadinya inclusion error(bukan fakir miskin
atau orang tidak mampu tetapi menerima bantuan iuran jaminan
kesehatan) maupun exclusion error(fakir miskin atau orang tidak
mampu tetapi tidak menerima bantuan iuran jaminan kesehatan)
serta untuk mencatat adanya perubahan status sosial ekonomi fakir
miskin dan orang tidak mampu;
3. Pengaduan masyarakat merupakanbentuk partisipasi masyarakat
dalam melakukan verifikasi dan validasi data fakir miskin atau orang
tidak mampu peserta PBI jaminan kesehatan baik diminta maupun
tidak diminta.
4. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas orang
perorangan, organisasi kemasyarakatan, dan aparat pemerintahan
setempat.

h. Menata ulang Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


dengan mengubah judul menjadi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) sebagai
peraturan tertinggi di bidang kesehatan.

Mengatur kembali peraturan perundang-undangan bidang kesehatan untuk


disesuaikan dengan hirarki/jenisnya yang sesuai sebagai subsitem SKN serta
simplifikasi peraturan dengan mengatur secara koheren dan efektif.

220
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.


2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional ;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan;
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran;
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia;
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika;
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Jiwa;
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012
Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2013
Tentang Modal Awal Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan;
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2013
Tentang Tata Cara Hubungan Antar Lembaga Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial;

221
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2013
Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi
Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi
Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan
Jaminan Sosial;
15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2013
Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan;
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2013
Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Anggota
Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial;
17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018
Tentang Standar Pelayanan Minimal;
18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2014
Tentang Sistem Informasi Kesehatan;
19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016
Tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014
Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional;
21. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Lingkungan;
22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998
Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
23. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan;
24. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan;

222
25. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2013 Tentang
Pelayanan Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional
Kementerian Pertahanan, TNI dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
26. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2013 Tentang
Bentuk dan Isi Laporan Program Jaminan Sosial;
27. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2013 Tentang
Gaji atau Upah dan Manfaat Tambahan Lainnya Serta Insentif Bagi
Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial;
28. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 Tentang
Pengelolan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan
Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah
Daerah;
29. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang
Sistem Kesehatan Nasional.
30. Kesehatan dalam Prespektif HAM, Buletin KontraS.
31. Supriyanto, Formulasi Kebijakan Integrasi jaminan kesehatan Daerah ke
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional menuju Universal Health Coverage,
Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Fakultas kedokteran
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2014.

223

Anda mungkin juga menyukai