Anda di halaman 1dari 6

Kajian RUU Kesehatan

PP GMKI (Bidang Aksi dan Pelayanan)


Sesuai dengan ketentuan pasal 43 ayat (3) Undang Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembeniukan Peraturan Perundang undangan meneybutkan bahwa
Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD harus disertai
Naskah Akademik. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian
hukum dan hasil penelitlan lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggurrgjawabkan secara iimiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam
suatu Rancangan UndangUndang, Seoagai pemenuhan persyaratan tersebui
Kernenterian Kesehatan telah menyusun Naskah Akademik tentang Rancangan Undang
Undang tentang Tenaga Kesehatan dengan mengikutsertakan stakeholder, pakar dan
organisasi profesi terkait.
Dalam Menyusun kajian ini lewat naskah akademik yang dibuat oleh Kementerian
Kesehatan, maka dengan berdasarkan pada permasalahan, maka jangkauan atau arah
pengaturan yang diusulkan UndangUndang Tenaga Kesehatan mengatur seluruh jenis
tenaga kesehatan, narnun pengaturan tersebut tidak termasuk hal-hal yang teiah diafur
dalarn UndangUndang PraKik Kedokteran. Pengaturan dalam UndanE-Undang lenaga
Kesehatan mencakup Ketentuan Umum, Tanggung Jawab dan Wewenang Pemerintah
dan Pemerintah Daerah, Kualifikasi dan Pengelompokan Tenaga Kesehatan,
Perencanaan, Pengadaan, dan Pendayagunaan, Sertifikasi, Registrasi, dan Perizinan
Tenaga Kesehatan, Organisas! Profesi, Tenaga Kesehatan Lulusan Luar Negeri dan
Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing, Hak dan Kewajiban Tenaga Kesehatan,
Penyelenggaraan . Keprofesian, Penyelesaian Perselisihan, Pendanaan, Pembinaan
dan Pengawasan, Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.

PENDAHULUAN
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, tercantum cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional
bangsa Indonesia yaitu "Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpan
darah Indonesia dan untuk mmemajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan,kemerdekaan, perdamaian, abadi, dan keadilan social”. Salah satu wujud
memajukan kesejahteraan umum adalah Pembangunan Kesehatan yang dihrjukan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup seirat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi
pembangunan surnber daya rnanusia yang proCuktif secara' sosial dan ekonornis
sebagaimana diamanatkan undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Secara yuridis Pancasila sah menjadi dasar Negara Republik Indonesia,
karenanya seluruh kehidupan bernegara dan bermasyarakat harus didasari oleh
Pancasila. Hal ini memberi akibat hukum dan filosofi, yaitu kehidupan negara Indonesia,
termasuk dalam pembangunan kesehatan, harus berpedoman kepada Pancasila.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Artinya, setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akes pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu dan terjangkau juga merupakan hak seluruh masyarakat Indonesia.
Pada mulanya upaya kesehatan masiir berfokus pada upaya kuratif dan
rehabilitatif penyakit, namun kemudian berangsur-angsur berkembang ke arah promotif
dan preventif. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka dalam
rangka melakukan upaya kesehatan tersebut perlu didukung dengan sumberdaya
manusia kesehatan, termasuk tenaga kesehatan, yang memadai baik dari segi kualitas
dan kuantitas sefta den penyebarannya. Sumberdaya manusia kesehatan meliputi
sumberdaya manusia kesehatan profesi, termasuk tenaga kesehatan strategis, dan
sumberdaya manusia kesehatan non profesi, sefta tenaga pendukung/penunjang
kesehatan, yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan diri dalam upaya dan
manajemen Kesehatan.
Dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
disebutkan bahwa Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,
pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka oenyelengaraan
pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan acjalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehabn sefta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan. Ketentuan mengenai tenaga kesehatan tersebut diatur
secara pokok-pokok dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
terdiri dari 7 kelompok dan 27 jenis tenaga kesehatan, dengan memberikan peluang
pengembangan jenis tenaga kesehatan' Sampai dengan saat ini jenis tenaga kesehatan
telah berkembang mencapai 8 kelompok dan kurang lebih 33 jenis tenaga kesehatan
meliputi doKer, dokter gigi, perawat, perawat gigi, perawat anestesi, bidan, apoteker,
tenaga teknis kefarmasian (Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi,
Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker); epidemiolog kesehatan, tenaga promosi
kesehatan dan ilmu perilaku, tenaga kesehatan kerja, tenaga adminisirasi dan kebiiakan
kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, tenaga kesehatan reproduksi dan
keiuarga, tenaga sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan,
nutrisionis, dietisien, fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, akupunktur, radiografer,
radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksions uptisien,
oftotik prostetilq perekam medis dan informasi kesehatan, teknisi kardiovaskuler,
fisikawan medis, dan teknisi transfusi darah.
Masalah strategis sumber daya manusia kesehatan khususnya tenaga kesehatan
yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan adalah:
a. pengadaan dan pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan belum
terencana dengan baik, sistimatis, dan didukung data dan sistem lnfonnasi
yang memadai sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan sumber daya
manusia kesehatan secara proporsional untuk pembangunan kesehatan di
seluruh wilayah negara Indonesia;
b. masih belum ditegakkannya sistem pengadaan tenaga kesehatan yang dapat
menrastikan adanya standar kornpetensi profesi, serta sistem praKik profesi
tenaEa kesehatan yang dapat menjamin standar mutu pelayanan tenaga
kesehatan;
c. dalam pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan belum ditegakkan
prinsip pernanfaatan sumber daya rnanusia kesehatan yang tepat sasaran dan
tepat fungsi, penyediaan fasilitas yang tepat fungsi, pengembangan karir,
sistem penghargaan, tunjangan profesi dan kinerja, serta penerapan
sanksiyang memadai; dan
d. pembinaan dan pengawasan mutu sumber daya manusia kesehatan masih
kurang, baik dilihat dari segi teknis keprofesian maupun dari segi kinerja dan
perilaku.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas perlu penguatan pengembangan
dan pemberdayaan tenaga kesehatan baik melalui penguatan regulasi, perencanaan
kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan dan pembinaan serta pengawasan mutu tenaga
kesehaian. Dalarn kaitan ini sumber daya pendukung terutama sistem informasi SDM
Kesehatan dan pembiayaannya perlu ditingkatkan.
Namun dalam mengatasi permasalahan yang diatas ini, Pengurus Pusat Gerakan
mahasiswa Kristen Indonesia menilai dalam penyusunan RUU Kesehatan yang dibahas
berupa model omnibus law mewajibkan harus dilakukan secara menyeluruh, begitu teliti
dan harus dilibatkan para aktivis, pakar dilingkungan kampus serta pemangku
kepentingan terkait (meaningful participation) sehingga tidak ada pengaturan yang luput
dan kontradiksi. Dan jangan sampai sebuah Undang-Undang baru yang diundang-
undangkan oleh Mahkamah Konstitusi kemudian tidak lama lagi dilakukan revisi Kembali
atau bahkan menimbulkan kontroversi serta polemik dan sampai merugikan.
Salah satu contoh Undang-undang no. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang
masih banyak polemik dan merugikan masyarakat banyak.
Menjadi catatan yang akan kita sampaikan mengenai Rancangan Undang-undang
tentang Kesehatan adalah sebagai berikut:
- Negara berkewajiban untuk memenuhi salah satu hak dasar masyarakat yaitu
mendapatkan layanan Kesehatan yang berkualitas. Oleh karena itu perlu
perbaikan layanan Kesehatan yang sangat berkualitas serta harus menjadi
prioritas dalam penyusunan Undang-undang tentang Kesehatan.
- Kami berpendapat bahwa ada pengaturan dalam beberapa Undang-undang
yang dihapuskan dalam draft Rancangan Undang-undang Kesehatan ini.
Sehingga, hal ini menimbulkan kekosongan hukum.
Antara lain:
➢ Bab 1 Kententuan Umum pasal 1 RUU Kesehatan. Hilangnya definisi
kekarantinaan Kesehatan atau karantina Kesehatan. Dalam ketentuan
Umum pasal 1 terdapat penjelasan tentang isitilah Badan Karantian
Kesehatan Nasional, Dokumen Karantina Kesehatan, Petugas Karantian
Kesehatan. Namun tidak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud
dengan karantina Kesehatan atau kekarantinaan Kesehatan. Definisi harus
jelas sehingga mengenai kekarantinaan Kesehatan yang akan menjadi
tanggung jawab Badan Karantian Kesehatan Nasional jelas dan tidak multi
tafsir. Definisi yang sebelumnya sudah ada dalam UU kekarantinaan
Kesehatan tidak bisa dipakai karena UU tersebut termasuk UU yang
dicabut.
➢ Bab I mengenai Ketentuan Umum Pasal 1 Rancangan Undang-undang
Kesehatan yang mana hilangnya definisi dari Kompetensi, Uji Kompetensi,
Sertifikat Kompentensi, sertifikat profesi, standar profesi, standar pelayanan
profesi dan standar prosedur oprasional, sehingga mengakibatkan
pengaturan hal-hal tersebut menjadi tidak jelas. Ketiadaan definisi membuat
pengaturan yang dibuat menjadi tidak bisa dipakai karena menjadikan
pelaksanaan aturan tidak memiliki Batasan yang jelas tentang apa yang
dimaksud dalam pengaturan tersebut. Selain itu, hilangnya definisi ini juga
menunjukkan betapa pembuatan Rancangan Undang-undang Kesehatan
ini dibuat dengan begitu terburu-buru dan semberono. Sebelumnya definisi
kata-kata di atas diatur dalam Undang-undang Tenaga Kesehatan yang
termasuk Undang-undang yang dicabut oleh Rancangan Undang-undang
Kesehatan. Salah satu contoh adalah, (paragraf ke 4: Standar Profesi,
Standar Pelayanan, dan Standar Prosedur Oprasional)
Pasal 301
(1) Setiap Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan
praktik berkewajiban untuk mematuhi standar profesi, standard
pelayanan, dan standard prosedur oprasional.
(2) Standard profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-
masing jenis Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan disusun oleh
Organisasi Profesi Bersama Kolegium dan ditetapkan oleh konsil.
(3) Standard pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan
menurut jenis dan strata fasilitas pelayanan Kesehatan.
(4) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
peraturan pemerintah.
(5) Standard prosedur oprasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh fasilitas Kesehatan.
➢ Muatan ketentuan peralihan Undang-undang kebidanan (pasal 71-77)
memerlukan pengaturan tersendiri yang bebeda dengan pengaturan
tenaga Kesehatan secara umum. Mulai dari awalnya bisa praktik dengan
Pendidikan diploma satu, lalu ditingkatkan menjadi diploma tiga, dan
terakhir menjadi program profesi. Ketentuan peralihan tersebut ,menagatur
tentang peralihan jenjang Pendidikan bidan dan konsekuensi yang
menyertainya. Konsekuensi yang dimaksudkan adalah membuat aturan
tentang registrasi, perizinan, hingga Batasan praktik. Hilangnya pengaturan
tersebut membuat upaya untuk segera meningkatkan kualitas. Layanan
Kesehatan kebidanan melalui peningkatan kompetensi bidan menjadi
kehilangan legitimasi. Salah satunya bisa dilihat pada pasal 76 ayat (1).
Peraturan tersebut masih sangat relevan karena Undang-undang
kebidanan ini diundangkan pada tahun 2019, dan sementara pembatasan
yang akan diberikan adalah paling lama 7 tahun atau tahun 2026.
➢ Selanjutnya mengenai peraturan tentang asisten tenaga Kesehatan, yang
sebelumnya diatur dalam Undang-udang tenaga Kesehatan Pasal 8, yaitu:
tenaga dibidang Kesehatan terdiri atas:
a. Tenaga Kesehatan; dan
b. Asisten Tenaga Kesehatan.
Dalam peraturan tersebut asisten tenaga Kesehatan yang memiliki
kualifikasi minimal Pendidikan menegah dibidang Kesehatan. Ketiadaan
peraturan ini membuat banyak lulusan Sekolah Menegah Kejuruan
Kesehatan di seluruh Indonesia tidak memiliki legitimasi dalam bekerja
dibidang Kesehatan.
➢ tidak adanya peraturan tentang asas dan tujuan pendirian rumah sakit.
Asas dan tujuan merupakan sebuah dasar filosofi penyelenggaraan rumah
sakit. Asas ini yang menbedakan rumah sakit dengan institusi lainnya.
Ketiadaan asas dan tujuan menjadikan arah penyelenggaraan rumah sakit
cederung berpihak kepada pemilik modal yang akan menghilangkan
pelayanan negara kepada masyarakat. Asas dan tujuan sebelumnya
tertuang dalam Undang-undang Rumah Sakit Pasal 2 dan 3.

Oleh karena itu dalam kajian Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia dari beberapa poin yang kami lakukan kajian, bahwa pembuatan
Rancangan Undang-undang tentang Kesehatan masih banyak kekeliruan serta
banyak yang telah dihilangkan poin-poin yang penting khususnya aturan yang
keberpihakan kepada masyarakat umum.
Kami Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Masa Bakti
2022-2024 MENOLAK mengenai draft Rancangan Undang-undang, kami pun
menilai Rancangan Undang-undang ini inisiatif oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.

Jakarta, 8 Mei 2023

Pengurus Pusat
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia
Masa bakti 2022-2024

Anda mungkin juga menyukai