UNDANG-UNDANG KESEHATAN
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisifatif, perlindungan dan berkelanjutan yang sangat
penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan
daya saing banga, serta pembangunan nasional.
2. Untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya
penyembuhan penyakit kemudian serta berangsur-angsur berkembang kearah keterpaduan
upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas
yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative yang bersifat menyeluruh
terpadu dan berkesinambungan.
B. MATERI
1. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah undang-undang yang relatif cukup
lengkap
Undang-Undang Kesehatan merupakan landasan utama dan merupakan payung hukum bagi setiap
penyelenggara pelayanan kesehatan. Oleh karena itu ada baiknya setiap orang yang bergerak dibidang
pelayanan kesehatan mengetahui dan memahami apa saja yang diatur didalam undang-undang tersebut.
Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memiliki landasan hukum yang telah disesuaikan
dengan UUD 1945 hasil amandemen, seperti dalam konsideran mengingat; sebagaimana dicantumkannya
Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, undang-
undang ini juga memiliki jumlah pasal yang sangat banyak yaitu terdiri dari 205 pasal dan 22 bab, serta
penjelasannya. Jika dibandingan dengan UU Kesehatan yang lama yaitu UU No 23 Tahun 1992, hanya
terdiri dari 12 Bab dan 90 Pasal.
Undang-Undang kesehatan yang lama dari sisi substansi juga diaggap terlalu sentralistik, disamping itu
sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dan dinamika masyarakat serta dunia
kesehatan kontemporer.
Meskipun disadari, UU Kesehatan yang baru 2009 dalam pembahasannya di DPR RI, melahirkan
beragam polimik di masyarakat, karena banyak pasal krusial yang sangat sensitif, namun oleh beberapa
kalangan diakui pula telah melahirkan terobosan baru dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
Pembahasannya dilakukan melalui pendekatan yang multidisipliner, dengan kerangka pemikiran yang lebih
mendalam baik dari sisi substansi maupun dari sisi cakupan pengaturannya yang lebih merespon tuntutan
pelayanan kesehatan untuk menjawab perkembangan dunia kesehatan di masa depan, seperti
mengutamakan prinsip jaminan pemenuhan hak asasi manusia di bidang kesehatan, pemberdayaan
masyarakat, pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, implementasi hak dan kewajiban berbagai pihak
serta meningkatkan peran organisasi profesi.
Jika kita melihat 5 dasar pertimbangan perlunya dibentuk undang-undang kesehatan yang baru
yaitu pertama; kesehatan adalah hak asasi dan salah satu unsur kesejahteraan, kedua; prinsip kegiatan
kesehatan yang nondiskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan. Ketiga; kesehatan adalah
investasi. Keempat; pembangunan kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, dan
yang Kelima adalah bahwa Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan diatas maka salah satu poin penting yang diatur dalam UU kesehatan yang
baru adalah adanya pengakuan yang lebih tegas tentang pentingnya melihat kesehatan sebagai bagian
dari HAM yang harus dipenuhi oleh pemerintah (Pasal 4-8). Pemenuhan hak masyarakat atas kesehatan
tercermin dalam alokasi anggaran Negara (APBN/APBD) Dalam UU Kesehatan 2009 diatur secara konkrit,
yaitu pemenuhan alokasi anggaran kesehatan untuk pusat (APBN) sebesar 5% (Pasal 171 ayat 1) dan
untuk daerah (APBD Provinsi/Kabupaten/Kota) menyiapkan 10% dari total anggaran setiap tahunnya diluar
gaji pegawai (Pasal 171 ayat 2). Besaran anggaran kesehatan tersebut diprioritaskan untuk kepentingan
pelayanan publik (terutama bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar) yang
besarannya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (Pasal 171 ayat 3). Bahkan lebih jauh
lagi, ruang lingkup pelayanan kesehatan harus mencakup setiap upaya kesehatan yang menjadi komitmen
komunitas global, regional, nasional maupun lokal.
Hal ini sebetulnya sudah memenuhi harapan organisasi kesehatan dunia (WHO) yang menyebutkan,
jumlah alokasi anggaran di sektor kesehatan yaitu minimal sekitar lima persen dari anggaran suatu negara.
Mudah-mudahan dengan semakin membaiknya perekonomian Indonesia, anggaran kesehatan di
Indonesia bisa sama dengan di Amerika Serikat yang sudah diatas 10 persen.
Dari sisi pelayanan kesehatan, Profesi tenaga kesehatan memang banyak berkaitan dengan problema
etik yang dapat berpotensi menimbulkan sengketa medik. UU Kesehatan 2009 lebih memberikan
perlindungan dan kepastian hukum baik pada pemberi layanan selaku tenaga kesehatan (Pasal 21-29)
maupun penerima layanan kesehatan (Pasal 56-58).
Pada satu sisi, setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya. Namun disisi lain Bilamana dalam hal tenaga kesehatan diduga
melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, maka kelalaian tersebut menurut UU harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi (Pasal 29). Untuk itu tenaga kesehatan sebaiknya juga mulai
memahami tentang sistem Alternative Dispute Resolution (ADR). Efektifitas sistem ini cukup dapat
diandalkan mengingat 90 % kasus malpraktik yang dimediasi oleh Yayasan Pemberdayaan Konsumen
Kesehatan Indonesia (YPKKI) dapat diselesaikan dengan baik.
UU ini juga menjamin keterjangkaun pembiayaan kesehatan bagi semua pasien. Pasal 23 ayat 4
menentukan bahwa Penyelenggara pelayanan kesehatan selama memberikan pelayanan kesehatan
dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.
Pasal 32 UU Kesehatan 2009 secara tegas melarang seluruh fasilitas pelayanan kesehatan baik milik
pemerintah maupun swasta untuk menolak pasien dan atau meminta uang muka apalagi dalam kondisi
Bencana (Pasal 85). Selama ini memang kerap terjadi adanya layanan kesehatan yang menolak untuk
mengobati karena pasien tidak mampu menyediakan sejumlah uang. Aturan semacam ini dibuat untuk
mencegah cara-cara tidak manusiawi dalam memperlakukan pasien.
Selain itu, bila kita melihat dari sisi perkembangan teknologi kesehatan yang berjalan seiring dengan
perkembangan teknologi informasi dan munculnya fenomena globalisasi telah menyebabkan banyaknya
perubahan yang sifat dan eksistensinya sangat berbeda jauh dari Undang-Undang Kesehatan yang lama.
Pesatnya kemajuan teknologi kesehatan dan teknologi informasi dalam era global ini ternyata belum
terakomodatif secara baik oleh Undang-Undang kesehatan yang lama seperti pengaturan mengenai
teknologi kesehatan dan produk teknologi kesehatan (Pasal 42-45), transplantasi organ dan/atau jaringan
tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca
untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Pasal 64-70). Hal-hal tersebut
mengharuskan pemerintah mengkaji ulang konsep pembangunan kesehatan dan menuangkannya dalam
Undang-Undang Kesehatan yang baru.
Undang-Undang Kesehatan yang lama lebih menitikberatkan pada pengobatan (kuratif), menyebabkan
pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah bagaimana cara mengobati bila terkena penyakit. Hal itu
tentu akan membutuhkan dana yang lebih besar bila dibandingkan dengan upaya pencegahan.
Konsekuensinya, masyarakat akan selalu memandang persoalan pembiayaan kesehatan sebagai sesuatu
yang bersifat konsumtif/pemborosan. Selain itu, sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih
belum menganggap kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di dalam
pembangunan. Untuk itu, dalam pandangan UU kesehatan yang baru, persoalan kesehatan telah dijadikan
sebagai suatu faktor utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah
paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Dalam rangka
implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah undang-undang yang berwawasan sehat,
bukan undang-undang yang berwawasan sakit, mengingat upaya pencegahan adalah jauh lebih murah dan
lebih baik, olehnya itu sangat tepat jika pemerintah lebih menekankan kepada segi preventif karena 80
persen masalah kesehatan sebenarnya bisa diatasi melalui pencegahan.
UU Kesehatan yang baru juga telah merubah wajah baru sistem kesehatan di tanah air, dari yang
tadinya sangat sentralistik menuju desentralisasi. Porsi peran pemerintah daerah terasa lebih seimbang
dengan pemerintah pusat, seperti dalam hal tanggung jawab atas penyelenggaraan upaya kesehatan,
yang dilaksanakan secara aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif. Begitupun juga dari segi
pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan meningkatan tenaga kesehatan yang
bermutu melalui pendidikan dan pelatihan dan mendayagunakannya sesuai dengan kebutuhan daerah.
Disamping itu pemerintah dan pemerintah daerah juga bersama-sama menjamin dan menyediakan fasilitas
untuk kelangsungan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Ketersediaan sumber daya,
fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan, bukan hanya
dalam kondisi aman tetapi juga pada saat bencana, tanggap darurat dan pascabencana.
Pemerintah daerah juga diberi hak untuk menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan
serta pemberian izin beroperasi di daerahnya.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat
kesehatan gigi dan mulut dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang aman,
bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat. Termasuk penanggulangan gangguan penglihatan dan
gangguan pendengaran.
Pemerintah daerah juga wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya seperti pada fasilitas
pelayanan kesehatan; tempat proses belajar mengajar; tempat anak bermain;. tempat ibadah; angkutan
umum; tempat kerja; dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas identifikasi mayat yang tidak dikenali,
tersedianya pelayanan bedah mayat forensik di wilayahnya serta menangung biaya pemeriksaan
kesehatan terhadap korban tindak pidana dan/atau pemeriksaan mayat untuk kepentingan hukum,
Menjamin terselenggaranya perlindungan bayi dan anak dan menyediakan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan mereka, kemudian wajib menyediakan tempat dan sarana lain yang diperlukan untuk
bermain anak yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal serta mampu
bersosialisasi secara sehat, melakukan upaya pemeliharaan kesehatan remaja termasuk untuk reproduksi
remaja agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan yang dapat menghambat kemampuan menjalani
kehidupan reproduksi secara sehat. Wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
memfasilitasi kelompok lanjut usia dan penyandang cacat untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif
secara sosial dan ekonomis. Bertanggung jawab atas pemenuhan kecukupan gizi masyarakat. Menjamin
upaya kesehatan jiwa secara preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk menjamin upaya
kesehatan jiwa di tempat kerja, Memberikan layanan edukasi dan informasi tentang kesehatan jiwa,
termasuk mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jiwa. Wajib melakukan
pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar,
menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban
dan/atau keamanan umum, termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa
untuk masyarakat miskin,
Selain itu, bertanggung jawab juga dalam melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya dengan berbasis wilayah melalui
koordinasi lintas sektor.
Secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi
menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi
sumber penularan, Melakukan surveilans terhadap penyakit menular, Menetapkan jenis penyakit yang
memerlukan karantina, tempat karantina, dan lama karantina. Melakukan upaya penanggulangan keadaan
wabah, letusan, atau kejadian luar biasa. Demikian juga melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan
penanganan penyakit tidak menular beserta akibat yang ditimbulkannya dan bertanggung jawab untuk
melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi yang benar tentang faktor risiko penyakit tidak menular
yang mencakup seluruh fase kehidupan.
Menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan.
Menyelenggarakan pengelolaan kesehatan melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi
kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan
pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan hukum
kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Menyiapkan sumber pembiayaannya selain dari pemerintah pusat, masyarakat swasta dan sumber
lain. Untuk itu semua maka pemerintah daerah berwenang melakukan pembinaan terhadap masyarakat
dan terhadap setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan di bidang
kesehatan dan upaya kesehatan.
Dapat memberikan penghargaan kepada orang atau badan yang telah berjasa dalam setiap kegiatan
mewujudkan tujuan kesehatan.
Mengangkat tenaga pengawas dengan tugas pokok untuk melakukan pengawasan terhadap segala
sesuatu yang berhubungan dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya kesehatan. Serta
mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
melanggar ketentuan.
C. KESIMPULAN
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan
sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta
pembangunan nasional.
Selain itu, sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap
kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di dalam menjalankan
pembangunan sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini masih tergolong rendah bila
dibandingkan dengan negara lain.
Untuk itu, sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama
dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru
yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif.
Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan umum kesehatan yang dapat dilaksanakan
oleh semua pihak dan sekaligus dapat menjawab tantangan era globalisasi dan dengan
semakin kompleksnya permasalahan kesehatan dalam suatu Undang-Undang Kesehatan
yang baru untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
D. REFRENSI
E. SOAL LATIHAN
1. Apakah yang dimaksud dengan kesehatan?
2. Undang-undang nomor berapakah yang mengatur tentang kesehatan?
3. Apakah yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan promotif?
4. Apakah yang dimaksud dengan fasilitas pelayanan kesehatan?
5. Apa isi dari Bab lll pasal 6?
F. KUNCI JAWABAN
1. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
3. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
4. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
5. Bab lll Pasal 6,Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan
BAB 2
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mengetahui penyelenggaraan adaptasi pendidikan Apoteker bagi Apoteker lulusan luar
negeri dilakukan pada institusi pendidikan Apoteker di Indonesia.
2. Untuk meningkatkan Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku
sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.
3. Untuk meningkatkan penegakkan disiplin Tenaga Kefarmasian dalam menyelenggarakan
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
B. MATERI
1. Tenaga Kefarmasian
Tenaga kefarmasian dibagi menjadi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis
kefamasian dibagi menjadi apoteker, asisten apoteker, dan ahli madya farmasi. Masing- masing
tenaga kefarmasian maupun tenaga teknis kefarmasian memiliki peranan dan fungsi yang berbeda
satu sama lain. Tapi semua peranan dan fungsi berkaitan dengan dunia farmasi. Semua yang
dilakukan tenaga kefarmasian maupun tenaga teknis kefarmasian diatur dalam Undamg- Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1963 Tentang Tenaga Kesehatan.
a. Pengertian
Dikutip dari PP 51 tahun 2009-Pekerjaan Kefarmasian
Tenaga kefarmasian : tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas apoteker dan
tenaga teknis kefarmasian.
1. Apoteker : sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.
2. Tenaga teknis kefarmasian : tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan
kefarmasian yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan tenaga
menengah farmasi/asisten apoteker.
3. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 889/MENKES/PER/V/2011tentang Registrasi, Izin Praktik,
dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
4. Macam – macam
Tenaga Kefarmasian menurut PP.32/1996 adalah Apoteker, Asisten Apoteker dan Ahli Madya Farmasi:
a. Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan kewenangan di
bidang kefarmasian baik di apotek, rumah sakit, industri, pendidikan, dan bidang lain yang masih
berkaitan dengan bidang kefarmasian.
b. Asisten Apoteker yang dimuat dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1332/MENKES/SK/X/2002 adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
c. Sedangkan asisten apoteker menurut pasal 1 Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
679/MENKES/SK/V/2003, tentang Registrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker menyebutkan
bahwa “Asisten Apoteker adalah Tenaga Kesehatan yang berijasah Sekolah Menengah Farmasi,
Akademi Farmasi Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan
Jurusan Analis Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
a. Ahli Madya (A.Md.) merupakan gelar vokasi yang diberikan kepada lulusan program
pendidikan diploma 3.
b. Penyandang Gelar A.Md memiliki ketrampilan praktis daripada teoritis. Pada proses belajarnya
hampir seluruh mata kuliah pada program D3 ini memiliki komposisi 30% teori dan 70% praktek.
Pengajar pada program D-3 minimum bergelar S-2.
b. Asisten Apoteker
Sedangkan kewajiban Asisten Apoteker Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1332/MENKES/X?2002 adalah sebagai berikut:
a. Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standar profesinya yang
dilandasi pada kepentingan masyarakat serta melayani penjualan obat yang dapat dibeli tanpa
resep dokter
b. Memberi Informasi:
1. Yang berkaitan dengan penggunaan/ pemakaian obat yang diserahkan kepada pasien
2. Penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional atas permintaan masyarakat
3. Informasi yang diberikan harus benar, jelas dan mudah dimengerti serta cara penyampaiannya
disesuaikan dengan kebutuhan, selektif, etika, bijaksana dan hati-hati. Informasi yang diberikan
kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, makanan/ minuman/ aktifitas yang hendaknya dihindari selama terapi
dan informasi lain yang diperlukan.
a. Menghormati hak pasien dan menjaga kerahasian identitas serta data kesehatan pribadi pasien
b. Melakukan pengelolaan apotek meliputi:
1. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan
dan penyerahan obat dan bahan obat
2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan sediaan farmasi lainnya
3. Pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi.
2. Narkotika
Istilah narkotika yang dipergunakan disini bukanlah narcotics Pada farmacologie (farmasi),
melainkan sama artinya dengan drug, yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa
efek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu:
1. mempengaruhi kesadaran
2. memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia
3. pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa:
a) penenang
b) perangsang (bukan rangsangan seks)
c) menimbulkan halusinasi (pemakai tidak mampu membedakan antara khayalan dan
kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat)
Pada dasarnya, narkotika memiliki khasiat dan bermanfaat digunakan dalam bidang ilmu
kedokteran, kesehatan dan pengobatan, serta berguna bagi penelitian dan pengembangan ilmu
farmasi atau farmakologi. Akan tetapi karena penggunaannya diluar pengawasan dokter atau
dengan kata lain disalah gunakan, maka narkotika telah menjadi suatu bahaya internasional yang
mengancam terutama generasi muda yang akan menjadi tulang punggung pembangunan bangsa.
Penyalahgunaan narkoba sekarang telah menjadi suatu persoalan, bukan hanya dihadapi
oleh satu bangsa saja, tetapi telah menjadi persoalan internasional karena tidak adanya
keseragaman di dalam pengertian narkotika. Hal ini terungkap berdasarkan pernyataan Moh.
Taufik Makarao (2003:12)
Jenis-jenis narkotika di dalam Undang – undang Nomor 35 Tahun 2009 pada BAB III
Ruang Lingkup pada Pasal 6 ayat 1 menegaskan bahwa narkotika di golongkan menjadi:
1) Narkotika golongan I;
Bahwa Narkotika adalah obat terlarang sehingga siapapun yang mengkonsumsi atau
menjualnya akan dikenakan sanksi yang terdapat pada UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dilarang keras untuk mengkonsumsi dan menjualnya. Selain itu di dalam UU No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan. dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang
menjelaskan bahwa Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses
produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Pasal 12 ayat 1).
1. Orang yang menggunakan Narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum yang sudah
berada dalam kondisi ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis;
2. Orang yang menggunakan narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum yang belum
masuk dalam kondisi ketergantungan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Pasal 1 dikatakan bahwa pengertian dari narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan, narkotika dibedakan kedalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan. Dalam
UndangUndang ini dijelaskan pula bahwa “Untuk meningkatkan derajat sumber daya manusia
Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat perlu dilakukan upaya
peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain pada satu sisi dengan
mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat dan
disisi lain melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan terhadap bahaya penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika”.
D. REFRENSI
E. SOAL LATIHAN
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mewujudkan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
2. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang
lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya;
3. Untuk mewujudkan Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk
memproduksi obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
F. KUNCI JAWABAN
1. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.
2. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu
dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen
3. Bertujuan untuk Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
4. Pemerintah, Pelaku usaha, Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, Akademisi,
dan Tenaga ahli.
5. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban
dankehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
BAB IV
PERATURAN PEMERINTAH RI NO 72/2008, 51/2009
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
B. MATERI
a. Nomor pokok pengusaha barang kena cukai
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat dengan
NPPBKC adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik,pengusaha tempat
penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, ataupengusaha tempat penjualan eceran di
bidang cukai.
Sebagai langkah awal dalam sistem pengawasannya, setiap orang atau badan usaha
yang menjalankan kegiatan di bidang Cukai wajib memiliki izin dari otoritas pemerintah. Izin untuk
melakukan kegiatan di bidang Cukai dikeluarkan dalam bentuk Nomor Pokok Pengusaha Barang
Kena Cukai (BKC). Menteri Keuangan adalah pihak yang berhak mengeluarkan ijin, meskipun
pada pelaksanaannya wewenang tersebut didelegasikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai
c.q. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
Lalu, apa saja kegiatan di bidang Cukai yang membutuhkan NPPBKC? NPPBKC wajib
dimilik oleh pengusaha di bidang Cukai sebagai berikut :
Berkaitan dengan pemberian fasilitas di bidang Cukai sebagaimana diatur dalam pasal 8
dan 9 Undang-undang Cukai (akan dibahas secara khusus, insya Allah) serta dengan
mempertimbangkan efektifitas pengawasan, terdapat subyek yang dikecualikan dari kewajiban
untuk memiliki NPPBKC, yaitu :
Orang yang membuat Tembakau Iris (TIS) yang dibuat dari hasil tanaman di Indonesia
yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan
pengemas yang lazim digunakan, apabila :
1. Dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari
luar negeri atau bahan lain yang lazim digunakan dalam pembuatan hasil tembakau;
2. Pada pengemas atau tembakau irisnya tidak dibubuhi atau dilekati atau dicantumkan cap,
merek dagang, etiket, atau sejenisnya.
3. Orang yang membuat MMEA yang diperoleh dari hasil peragian atau penyulingan,
apabila :
4. Dibuat oleh rakyat Indonesia;
5. Pembuatannya secara sederhana;
6. Produksinya tidak melebihi 25 liter/hari;
7. Tidak dikemas dalam kemasan penjualan eceran.
Orang yang mengimpor BKC yang mendapat fasilitas pembebasan cukai, yaitu :
1. Untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
2. Untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
3. Untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi
internasional di Indonesia;
4. Yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau kiriman dari
luar negeri, dalam jumlah tertentu;
5. Untuk tujuan sosial.
6. Pengusaha TPE Etil Alkohol yang penjualan dalam sehari maksimal 30 liter;
7. Pengusaha TPE MMEA dengan kadar alkohol paling tinggi 5%.
b. Sediaan farmasi
Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah pengelolaan berbagai upaya
yang menjamin keamanan, khasiat atau manfaat, mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Tujuan
penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah
tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang terjamin aman,
berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan
keterjangkauannya guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri dari: komoditi;
sumber daya; pelayanan kefarmasian; pengawasan; dan pemberdayaan masyarakat.
Prinsip-prinsip subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri dari:
aman, berkhasiat, bermanfaat, dan bermutu; tersedia, merata, dan terjangkau; rasional;
transparan dan bertanggung jawab; dan kemandirian. Penyelenggaraan subsistem sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri dari: upaya ketersediaan, pemerataan, dan
keterjangkauan obat dan alat kesehatan; upaya pengawasan untuk menjamin persyaratan
keamanan, khasiat atau manfaat, mutu produk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan
serta perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat dan
alat kesehatan; upaya penyelenggaraan pelayanan kefarmasian; upaya penggunaan obat
yang rasional; dan upaya kemandirian sediaan farmasi melalui pemanfaatan sumber daya
dalam negeri.
Pengertian Sediaan Farmasi menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan (selanjutnya UU Kesehatan) adalah obat, bahan obat, obat
tradisional, dan kosmetika.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2013 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan Makanan Ke Dalam Wilayah
Indonesia (selanjutnya Peraturan Kepala BPOM) menerangkan lebih lanjut pengertian obat,
obat tradisional, dan kosmetika sebagai berikut:
1. Pasal 1 angka 4 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa obat adalah obat jadi
termasuk produk biologi, yang merupakan bahan atau paduan bahan digunakan
untukmempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi untuk manusia.
2. Pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa obat tradisional adalah
bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
3. Pasal 1 angka 8 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa kosmetika adalah bahan
atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia
(epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan
atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Pasal 106 ayat (1) UU Kesehatan menjelaskan mengenai peredaran sediaan farmasi.
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan menurut Pasal 104 ayat (1) UU
Kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu
dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan.
C. KESIMPULAN
Kewajiban memiliki NPPBKC dari Menteri bagi setiap pengusaha barang kena
cukai sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 ayat (1) Undang- Undang bertujuan
untuk dapat dilakukan pengawasan terhadap kegiatan produksi, impor, penimbunan,
penyimpanan, dan peredaran barang kena cukai di Pabrik, Tempat Penyimpanan,
Tempat Usaha Importir, Tempat Usaha Penyalur, Tempat Penjualan Eceran, atau
tempat-tempat lain dimana barang kena cukai berada, baik yang sudah atau belum
dilunasi cukainya.
3. Tenaga Kefarmasian;
C. REFRENSI
D. SOAL LATIHAN
F. KUNCI JAWABAN
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
B. MATERI
a. Jabatan fungsional pegawai negeri sipil
Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan
hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya
didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur
organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah. Jabatan
fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional
keterampilan. Produk hukum yang mengatur pengangkatan dalam Jabatan Fungsional adalah PP
no. 40 Tahun 2010: Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 1994 Tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil, PP No. 16 Tahun 1994 dan Keppres No. 87 tahun 1999 Jabatan
fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang
Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan
pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur
organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah. Jabatan
fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional
keterampilan. Penetapan Jabatan Fungsional Jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional
keterampilan ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:
1. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas
disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi;
5. Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.
Jabatan fungsional dan angka kredit jabatan fungsional ditetapkan oleh Menteri yang
bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dengan memperhatikan usul dari
pimpinan instansi pemerintahan yang bersangkutan, yang selanjutnya bertindak sebagai pembina
jabatan fungsional.
a. Angka Kredit Jabatan Fungsional
Penilaian prestasi kerja bagi pejabat fungsional ditetapkan dengan angka kredit oleh pejabat
yang berwenang. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai
butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh pejabat fungsional dalam rangka pembinaan karier yang
bersangkutan.
Butir-butir kegiatan yang dinilai adalah tugas-tugas yang dilaksanakan oleh setiap pejabat
fungsional yang terdiri atas tugas utama (tugas pokok) dan tugas penunjang, yaitu tugas-tugas yang
bersifat menunjang pelaksanan tugas utama. Tugas utama adalah tugas-tugas yang tercantum dalam
uraian tugas (job description) yang ada pada setiap jabatan, sedangkan tugas penunjang tugas pokok
adalah kegiatan-kegiatan pejabat fungsional di luar tugas pokok yang pada umumnya bersifat tugas
kemasyarakatan.
Angka kredit ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan digunakan sebagai bahan dalam
penetapan kenaikan jabatan/pangkat pejabat fungsional.
Dalam pelaksanaan penetapan angka kredit jabatan fungsional dibentuk Tim Penilai yang
bertugas membantu pejabat yang berwenang dalam menetapkan angka kredit pejabat fungsional di
lingkungan instansi masing-masing.
1. Tim Penilai Pusat, yang bertugas membantu pimpinan instansi pembina jabatan fungsional
dalam menetapkan angka kredit pejabat fungsional golongan IV;
2. Tim Penilai Instansi, yang bertugas membantu pimpinan instansi yang bersangkutan dalam
menetapkan angka kredit pejabat fungsional golongan II dan III.
c. Pengangkatan
2. Memiliki ijazah sesuai dengan tingkat pendidikan dan kualifikasi pendidikan yang ditentukan;
5. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik
dalam 1 tahun terakhir.
d. Kenaikan Jabatan
Pejabat fungsional dapat dipertimbangkan untuk diangkat ke dalam jabatan yang setingkat lebih tinggi
apabila memenuhi syarat:
2. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan setingkat lebih tinggi;
3. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik
dalam 1 tahun terakhir.
e. Kenaikan Pangkat
Pejabat fungsional dapat dipertimbangkan untuk dinaikan kedalam pangkat yang setingkat lebih tinggi
apabila memenuhi syarat:
1. Sekurang-kurangnya telah 2 tahun dalam pangkat terakhir;
2. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan yang setingkat lebih tinggi;
3. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik
dalam 2 tahun terakhir.
Jabatan fungsional terdiri atas Jabatan Fungsional Terampil dan Jabatan Fungsional Ahli. Untuk
masing-masing jabatan tersebut di atas ditetapkan jenjang jabatan dan jenjang pangkat/ golongan
ruang sebagai berikut:
Sekurang-kurangnya
1. Pelaksana Pemula II/a berijazah Sekolah
Lanjulan Tingkat Atas
2. Pelaksana II/b-II/c-II/d
Sekurang-kurangnya
1. Ahli Pertama III/a-III/b berijazah Sarjana (SI)
atau D-IV
1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980; atau
5. Cuti di luar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan keempat dan seterusnya.
Pejabat fungsional yang dibebaskan sementara dari jabatannya dapat diangkat kembali apabila :
4. Berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi hukuman percobaan;
5. Telah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan negara dan telah melaporkan diri untuk
aktif kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pejabat fungsional yang diangkat kembali dalam jabatan fungsional, jabatannya ditetapkan
berdasarkan angka kredit yang terakhir dimiliki. Pemberhentian dari jabatan fungsional Pejabat fungsional
diberhentikan dari jabatan fungsional apabila:
1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980 yang telah mempunyai kekuatan tetap;
2. Tidak dapat mengumpulkan angka kredit menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam
keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Contoh Jabatan Fungsional dan Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipi.
alam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karier, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya
dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karier dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan
struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a).
Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan
Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala
dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan
sekretaris lurah.
Jabatan Fungsional, yaitu jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut
pandang fungsinya sangat diperlukan dalam pelaksansaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya:
auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti,
perencana, pranata komputer, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan
bermotor.
PP no. 47 tahun 2005 tentang Perubahan atas PP no. 29 tahun 1997 tentan PNS yang menduduki
jabatan rangkap
PP no. 30 tahun 1980 tentang peraturan displin PNS (sudah diganti dengan PP no.53 tahun 2010)
53 Tahun 2010: Disiplin Pegawai Negeri Sipil (situs asli) , pengganti PP no. 30 tahun 1980
Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010, atau
Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 04
Tahun 1966,
Cuti di luar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan keempat dan seterusnya.
PP no 047/2005 Pasal 2 ayat (2) selain jabatan Jaksa dan Peneliti ditambah Perancang
Permendiknas no.67 Tahun 2008 tentang pengangkatan pimpinan PTN Pasal 2 : Dosen di lingkungan
kemendikna dapat diberi tugas tambahan dengan cara diangkat sebagai Pimpinan Perguruan Tinggi atau
Pimpinan Fakultas
PP no 37 tahun 2009 pasal 18 ayat (1) s/d (6). PNS dosen yang sudah bertugas sebagai dosen paling
sedikit 8 tahun dapat ditempatkan pada jabatan struktural di luar Perguruan Tinggi, dibebaskan sementara
dari jabatan apabila ditugaskan secara penuh di luar jabatan dosen dan semua tunjangan yang berkaitan
dengan tugas sebagai dosen diberhentikan sementara.
Jabatan struktural hanya dapat diduduki oleh mereka yang berstatus sebagai PNS. Calon Pegawai Negeri
Sipil tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota
Kepolisian Negara hanya dapat diangkat dalam jabatan struktural apabila telah beralih status menjadi
PNS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundangan. Eselon dan jenjang pangkat jabatan struktural
sesuai PP no. 13 Tahun 2002: Perubahan atas PP no.100 tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam
Jabatan Struktural
C. KESIMPULAN
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka efisiensi dan efektifitas dalam
pembinaan Jabatan Fungsional maka penetapan Instansi Pembina Jabatan Fungsional
dilakukan sekaligus dalam penetapan jabatan fungsional dan angka kreditnya oleh
Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur
negara.
D. REFRENSI
E. LATIHAN SOAL
F. KUNCI JAWABAN
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mewujudkan pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai salah satu upaya
dalam pembangunan kesehatan dilakukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang
disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat serta yang
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
2. Untuk mewujudkan Produksi kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah,
membuat, mengemas, dan/atau mengubah bentuk sediaanfarmasi dan alat kesehatan.
3. Untuk meningkatkan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
B. MATERI
a. Sediaan farmasi
Pengertian Sediaan Farmasi menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan (selanjutnya UU Kesehatan) adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013
Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia (selanjutnya
Peraturan Kepala BPOM) menerangkan lebih lanjut pengertian obat, obat tradisional, dan kosmetika
sebagai berikut:
1. Pasal 1 angka 4 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa obat adalah obat jadi termasuk
produk biologi, yang merupakan bahan atau paduan bahan digunakan
untukmempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan dan kontrasepsi
untuk manusia.
2. Pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa obat tradisional adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
3. Pasal 1 angka 8 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa kosmetika adalah bahan atau
sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut,
kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Pasal 106 ayat (1) UU Kesehatan menjelaskan mengenai peredaran sediaan farmasi.
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan menurut Pasal 104 ayat (1) UU Kesehatan
diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau
khasiat/kemanfaatan.
Maraknya sediaan farmasi tanpa izin edar dalam masyarakat sangat memperihatinkan. Hal ini
menunjukkan tentang minimnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan hukum masih sangat
rendah sehingga cendrung melakukan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar.
Ketentuan mengenai tindak pidana memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi diatur dalam Pasal
197 UU Kesehatan bahwa, Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
b. Alat kesehatan
Pengertian alat kesehatan berdasarkan Menteri Kesehatan RI. no. 220/Men.Kes/Per/IX/1976 tertanggal 6
September 1976 adalah :
Barang, instrumen aparat atau alat termasuk tiap komponen, bagian atau perlengkapan yang diproduksi,
dijual atau dimaksudkan untuk digunakan dalam penelitian dan perawatan kesehatan, diagnosis
penyembuhan, peringanan atau pencegahan penyakit, kelainan keadaan badan atau gejalanya pada
manusia.
Berdasarkan fungsinya alat kesehatan dapat digolongkan menjadi beberapa penggolongan antara lain
fungsinya, sifat pemakaiannya, Kegunaannva, umur peralatan, macam & bentuknya, kepraktisan
penyimpanan.
Berikut ini beberapa macam untuk alat kesehatan dasar :
1. Abocath (jarum infus).
2. Infus set / Transet ( selang infus)
3. Cairan infus.
4. Stetoskop
5. Tensi (tensimeter)
6. Termometer
7. Pinset (Jepitan)
8. Spuit (suntikan)
Beberapa alat kesehatan yang lain juga memiliki instrumen sebagai berikut :
1. Instrumen Aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk
mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta
pemulihan kesehatan pada manusia, dan atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh. (Sumber: UU No.23/1992 ttg kesehatan)
2. Bahan, instrumen, aparatus, mesin, alat untuk ditanamkan, reagens/produk diagnostik invitro atau
barang lain yang sejenis atau terkait termasuk komponen, bagian dan perlengkapannya yang;
a. Disebut dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia dan formularium
Nasional atau suplemennya dan atau;
b. Digunakan untuk mendiagnosa penyakit, menyembuhkan, merawat, memulihkan,
meringankan atau mencegah penyakit pada manusia dan atau;
c. Dimaksudkan untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh manusia dan atau;
d. Dimaksud untuk menopang atau menunjang hidup atau mati
e. Dimaksud untuk mencegah kehamilan dan atau;
f. Dimaksud untuk penyucihamaan alat kesehatan dan atau;
g. Dimaksudkan untuk mendiagnosa kondisi bukan penyakit yang dalam mencapai tujuan
utamanya
h. Memberi informasi untuk maksud medis dengan cara pengujian invitro terhadap
spesimen yang dikeluarkan dan tubuh manusia
i. Dan tidak mencapai target dalam tubuh manusia secara farmakologis, imunologis atau
cara metabolisme tetapi mungkin membantu fungsi tersebut
j. Digunakan, diakui sebagai alat kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi
C. KESIMPULAN
Selain hal tersebut, untuk menjamin terpenuhinya persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan, diatur persyaratan jaminan pemeliharaan
mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Sejalan dengan pengaturan persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan, maka sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah diberikan
izin edar yang kemudian ternyata terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan oleh Menteri dicabut izin edarnya dan ditarik dari peredaran.
Terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan tersebut disita dan dimusnahkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk melindungi masyarakat
dari informasi yang tidak obyektif, tidak lengkap dan/atau menyesatkan karena dapat
mengakibatkan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat, Peraturan
Pemerintah ini mengatur mengenai penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat
kesehatan. Penandaan dan informasi tersebut harus memenuhi persyaratan obyektivitas dan
kelengkapan serta tidak menyesatkan. Dalam rangka pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan serta sesuai dengan dan berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, diberlakukan sanksi bagi siapa yang melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
D. REFRENSI
A. LATIHAN SOAL
a. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau diedarkan harus memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan termasuk dalam pasal berapa?
b. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh badan usaha yang
telah memiliki izin usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, termasuk dalam bab berapa dan sistem apa?
c. Apa bunyi dari pasal 6?
d. Menjelaskan tentang apa bagian ke 2?
e. Apa isi dari pasal 13 ?
B. KUNCI JAWABAN
1. Pasal 2
2. Bab III, Produksi
3. Peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
4. Izin edar
5. 1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang lulus dalam pengujian diberikan izin edar.
2. Izin edar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam bentuk persetujuan
pendaftaran.
3. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak lulus dalam pengujian diberikan surat
4. keterangan yang menyatakan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bersangkutan
tidak memenuhi persyaratan untuk diedarkan.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai izin edar dan surat keterangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
BAB VII
PERMENKES RI TENTANG BTP, PBF DAN INDUSTRI FARMASI
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mengetahui Bahan Tambahan Pangan yg selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis pengawet dan beberapa golongan BTP
3. Untuk mengetahui bahan-bahan pengawet yang berbahaya dan bahan lainnya
A. MATERI
1. Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Menurut PERMENKES No 033 TAHUN 2012:
a. Bahan Tambahan Pangan yg selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
Asupan Harian yang dapat disingkat dengan Acceptable Daily Intake (ADI) adalah jumlah
maksimum BTP dalam milligram per kilogram Berat Badan yang dapat dikonsumsi setiap hari
selama hidup menimbulkan efek merugikan kesehatan.
Asupan Maksimum yang dapat ditoleransi atau Maximum Tolerable Daily Intake (MTDI)
adalah jumlah maksimum suatu zat dalam milligram per kilogram Berat Badan yang dapat
dikonsumsi dalam sehari tanpa meninmbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.
b. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan atau diperlakukan sebagai
bahan baku pangan.
BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai GIZI yang sengaja ditambahkan ke dalam
pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan,perlakukan,
pengepakan,pengemasan, penyimpanan, dan atau diharapkan menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut baik secara langsung atau tidak
langsung
c. BTP terdiri atas beberapa Golongan :
1) Anti Buih ( Antifoaming Agent)
2) Anti Kempal (Anticaking Agent)
3) Anti Oksidan (Antioxidant Agent)
4) Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent)
5) Garam Pengemulsi ( Emulsifying Salt)
6) Gas untuk Kemasan ( Packaging Gas)
7) Humektan (Humectant)
8) Pelapis (Glazing Agent)
9) Pemanis (Sweetener)
10) Pembawa ( Carrier)
11) Pembentuk Gel (Gelling Agent)
12) Pembuih ( Foaming Agent)
13) Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
14) Pengawet ( Preservative)
15) Pengembang ( Raising Agent)
16) Pengemulsi (Emulsifier)
17) Pengental ( Thickener)
18) Pengeras ( Firming Agent)
19) Penguat Rasa ( Flavor Enhancer)
20) Peningkat Volume (Bulking Agent)
21) Penstabil ( Stabilizer)
22) Peretensi Warna (Colour Retention Agent)
23) Perisa ( Flavouring)
24) Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent)
25) Pewarna (Colour)
26) Propelan (Propelant)
27) Sekuestran (Sequestrant)
32
2) Pasal 12-13
1) Mengandung Fenilalanin tidak cocok untuk penderita Fenilketonurik
2) Untuk Penderita Diabetes. Dan/atau orang yang membutuhkan makanan berkalori
rendah
3. Pewarna
a. Memberi kesan menarik bagi konsumen
b. Menyeragamkan warna makanan
c. Menstabilkan warna
d. Menutupi perubahan warna selama proses pengolahan
e. Mengatasi perubahan warna selama penyimpanan
4. Pemanis Buatan
a. Rasanya lebih manis
b. Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis
c. Tidak mengandung kalori, cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes) 0x);
d. sakarin (300x); sorbitol; aspartam
6. Siklamat
a. Berat badan = 50 kg
b. Jumlah maks. siklamat =50 x 11mg = 550 mg
c. Jika kue dgn siklamat = 500mg/kg bahan,
550/500 x 1 kg = 1100 g kue
batas maksimum kue yang boleh kita makan !!!
7. Pengawet
a. Mengawetkan pangan yang mudah rusak
b. Menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian yang
disebabkan oleh mikroba
c. Natrium / kalium Benzoat
d. Sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, jem, jeli, manisan, kecap
e. Propionat (Asam/kalium)
f. Roti dan keju olahan
33
c. Dekstrin
d. Gelatin
e. Gum
f. Karagen
g. Lesitin
h. CMC
i. Pektin
j. Pati asetat
12. Antioksidan
a. Mencegah ketengikan kerena oksidasi lemak dan produk mengandung lemak.
b. Askorbat - kaldu, daging olahan/awetan, jem, jeli dan marmalad, serta makanan bayi, ikan
beku, dan potongan kentang goreng beku.
c. Butil hidroksianisol (BHA) – lemak, minyak, margarine
d. Butil hidroksitoluen (BHT) – ikan beku, minyak, margarin, mentega, ikan asin
e. Propil galat – lemak & minyak makan, margarin, mentega
f. Tokoferol – makanan bayi, kaldu, lemak & minyak makan
34
14. Pengeras
a. Membuat makanan menjadi lebih keras atau mencegah makanan menjadi lebih lunak
b. Kalsium glukonat, Untuk mengeraskan buah-buahan dan sayuran dalam kaleng seperti irisan
tomat kalengan, buah kalengan, jem, jelly
c. Kalsium klorida, buah kalengan
d. Kalsium sulfat, Untuk irisan tomat kalengan, apel dan sayuran kalengan
15. Sukuestran
a. Asam fosfat,
b. Isopropil sitrat
c. Kalsium dinatrium edetat (EDTA)
d. Monokalium fosfat
e. Natrium pirofosfat
B. KESIMPULAN
Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan. Tujuan
penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai
gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta
mempermudah prepasi bahan pangan.
Jenis bahan tambahan pangan ada dua yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat
ini aman dan tidak berefek toksis misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI
(Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake)
demi menjaga/melindungi kesehatan konsumen.
Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses
fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan
perlindungan bahan pangan dari pembusukan. Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan
anorganik dalam bentuk asam dan garamnya
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan panagn berwarna antara lain
dengan penambahan zat pewarna. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma,
memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus
merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dalam
jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan,
mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama. Bahan penyedap
mempunyai beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih
bernilai atau diterima dan lebih menarik.
35
Perizinan pendirian Pedagang Besar Farmasi berdasarkan Permenkes Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 dan perubahan Permenkes No.34 tahun 2014 dilakukan sesuai
dengan ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
Permohonan izin PBF ada tiga macam yaitu izin baru, izin perubahan dan izin perpanjangan
Masa berlaku izin PBF adalah 5 tahun untuk PBF pusat dan PBF cabang masa berlakunya
mengikuti PBF pusatnya
Izin Pedagang Besar Farmasi beserta cabangnya dicabut apabila tidak mempekerjakan
Apoteker Penanggung Jawab yang memiliki surat izin kerjadan atau, tidak aktif lagi dalam
penyaluran obat selama 1 (satu) tahun, dan atau tidak lagi memenuhi persyaratan usaha
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan; atau tidak lagi menyampaikan informasi Pedagang
Besar Farmasi tiga kali dalam berturut-turut; dan atau, tidak memenuhi Tata Cara Penyaluran
Perbekalan Farmasi sesuai peraturan perundang-undangan
Permohonan izin PBF pusat diajukan ke DINKES Provinsi sedangkan permohonan izin PBF
cabang diajukan ke DINKES Kabupaten/Kota
Biaya sesuai peraturan yang berlaku, dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun
2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Kementerian Kesehatan
Waktu yang diperlukan untuk proses permohonan perizinan Pedagang Besar Farmasi
obatdan / bahan obat adalah 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya rekomendasi administrasi dari
Dinas Kesehatan Provinsi dan rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB dari Balai POM,
Direktur Jenderal menerbitkan izin Pedagang Besar Farmasi.
C. REFRENSI
D. LATIHAN SOAL
1. Apakah yang dimaksud dengan Bahan Tambahan Pangan yg selanjutnya disingkat BTP?
2. Sebutkan BTP terdiri atas beberapa Golongan?
3. Sebutkan pengawet yang dilarang dan berbahaya?
4. Sebutkan beberapa bahan pengemulsi,pemantap dan pengental?
5. Apakah fungsi dari Asam Sitrat?
E. KUNCI JAWABAN
1. Bahan Tambahan Pangan yg selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
2. Anti Buih ( Antifoaming Agent), Anti Kempal (Anticaking Agent), Anti Oksidan (Antioxidant Agent)
3. Boraks
4. Agar, Alginat, Dekstrin
36
5. Asam sitrat berfungsi untuk makanan pelengkap serealia,makanan bayi kalengan, coklat dan
coklat bubuk, dan makanan-makanan lain seperti pasta tomat, jem/jeli, minuman ringan, udang,
daging, kepiting
37
BAB VIII
PERMENKES RI TENTANG KLINIK, APOTEK DAN TOKO OBAT
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mengetahui definisi Klinik Menurut Permenkes RI No.9 Tahun 2014 Klinik adalah
fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang
menyediakan pelayanan medis dasar dan atau/ spesialistik.
2. Untuk mengetahui izin operasional Klinik
3. Untuk mengetahui Permenkes RI tentang Klinik, Apotek dan Toko Obat
B. MATERI
1. Definisi Klinik
Menurut (Permenkes RI No.9 Tahun 2014) :
Klinik adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan atau/ spesialistik.
a. Jenis Klinik
1) Klinik pratama
2) Klinik utama
2 Definisi Apotek
a. Menurut (UU 36, 2009 dan PP 51, 2009) :
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian
oleh Apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
38
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Perbekalan kesehatan adalah semua
bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan
sediaan farmasi meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetik.
Apotek merupakan satu sarana pelayanan kesehatan yang dipimpin oleh seorang
apoteker yang diharapkan mampu untuk menjamin peningkatan kualitas hidup manusia dengan
hasil yang optimal melalui pengobatan yang efektif, rasional dan aman. Apotek harus
mengutamakan kepentingan masyarakat danberkewajiban menyediakan, menyimpan dan
menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin (Permenkes
1027, 2004).
39
d. Pelayanan Apotek (Permenkes 922, 1993)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang ketentuan
dan tata cara pemberian izin apotek, pelayanan apotek meliputi :
1) Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya
yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
2) Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan
obat paten.
3) Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang ditulis di dalam resep, Apoteker wajib
berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
4) Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang
diserahkan kepada pasien, penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional atas
permintaan masyarakat.
5) Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan
resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep, bila
dokter tetap pada pendiriannya dokter wajib menyatakan secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan di atas resep.
6) Salinan resep harus ditanda tangani oleh Apoteker.
7) Resep harus dirahasiakan dan disimpan di Apotek dengan baik dalam jangka waktu 3
(tiga) tahun.
8) Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis atau yang
merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas
lainnya yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
9) Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping, atau Apoteker Pengganti diizinkan
menjual obat keras tanpa resep dokter yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib
Apotek (DOWA), yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
10) Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugas pada jam buka Apotek,
Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping.
11) Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu
berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek dapat menunjuk Apoteker
Pengganti dan harus dilaporkan pada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat I dan kepala Badan POM.
12) Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan administratif
yang berhubungan dengan izin kerjanya sebagai Apoteker.
13) Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat dibantu oleh
Asisten Apoteker.
14) Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah pengawasan
Apoteker.
40
c) Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset
penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek.
d) Mempertimbangkan usul-usul dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan
kemajuan apotek.
e) Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai setiap hari
f) Berpartisipasi dan memonitor penggunaan obat.
g) Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi
yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis dan bijaksana serta
terkini.
2) Asisten Apoteker
Tugas dan Kewajiban seorang asisten apoteker adalah sebagai berikut:
a) Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang
peracikan.
b) Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep,
menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan
menyerahkankan obat.
c) Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
d) Memeriksa resep yang diterima, jika ada kekeliruan dalam penulisan resep, Asisten
Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.
e) Memberi harga-harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan
resep.
f) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk
sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien, dan cara
pakainya.
g) Menyerahkan obat kepada pasien dam memberikan informasi tentang penggunaan
obat tersebut dan informasi tambahan lain yang diperlukan.
h) Mencatat keluar masuk barang.
i) Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa
j) Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk
setiap harinya.
k) Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan
pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuintasi, nota dan tanda setoran yang
sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3) Juru Resep
Juru resep adalah tenaga yang membantu asisten Apoteker dalam meracik obat di
apotek.
a) Membantu tugas Asisten Apoteker dalam penyediaan/pembuatan obat jadi maupun
obat racikan.
b) Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan
yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker
c) Membuat obat-obat racikan standar dibawah pengawasan Asisten Apoteker Selain
kegiatan teknis farmasi yang dijalankan oleh Apotek Keselamatan, ada juga kegiatan
non teknis farmasi yaitu sebagai berikut :
I. Kegiatan keuangan
Meliputi kegiatan yang mencakup arus uang masuk dan uang keluar. Arus
masuk yang berasal dari setiap transaksi penjualan yang terjadi Apotek, sedang
arus keluar berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembiayaan hutang
dagang. Pencatatan keluar masuknya uang dicatat dalam buku-buku harian,
yaitu :
i. Buku kas untuk mencatat kegiatan yang terkait dengan uang yang ada di
kas.
ii. Buku pembelian untuk mencatat semua transaksi pembelian barang
dagangan.
iii. Buku penjualan untuk mencatat hasil penjualan barang dagangan.
41
II. Kegiatan Administrasi.
Administrasi merupakan keseluruhan proses kerjasama antara dua manusia
atau lebih untuk mencapai suatu tujuan bersama yang telah ditentukan
sebelumnya. Administrasi di Apotek berfungsi untuk mencatat segala proses
kegiatan kerja yang ada di Apotek, Kegiatan administrasi yang dilakukan di
Apotek meliputi :
i. Administrasi Penjualan pada Apotek Motilango meliputi pencatatan obat-
obat yang terjual (obat ethical dan obat bebas).
ii. Administrasi Pembelian Kredit atau Hutang Dagang. Apotek Motilango
melakukan pembelian dengan cara kredit dan kontan, biasanya setiap
Pedagang Besar Farmasi memberikan kebijaksanaan harga obat
maupun diskon yang berbeda-beda. Pencatatan pembelian kredit dibuat
berdasarkan faktur hutang yang masuk ke Apotek dan dibuat dalam
sebuah laporan oleh bagian administrasi untuk memudahkan
pengawasannya.
iii. Administrasi Pembukuan diperlukan untuk mencatat transaksi-transaksi
yang telah dilaksanakan.
f. Pelayanan Apotek
1) Penanganan Resep Jaminan Auransi Kesehatan
Jenis pelayanan resep jaminan asuransi kesehatan yang dilayani oleh Apotek Motilango
adalah ASKES PNS, Jaminan Kesehatan Daerah, Inhealth dan Jamsostek.
Pelayanan resep untuk peserta jaminan kesehatan yang tertanggung akan dilayani
apabila pasien melengkapi persyaratan administrasi dari ketentuan tiaptiap jaminan
kesehatan yang dimiliki pasien contohnya Surat Jaminan. Surat Jaminan merupakan
bukti bahwa pasien termasuk dalam peserta tanggungan. Pelayanan obat dalam resep
jaminan kesehatan disesuaikan dengan buku panduan yang telah diterbitkan masing-
masing Perusahaan Asuransi Kesehatan, misalnya obat yang di tuliskan dalam resep
pada peserta ASKES PNS harus sesuai dengan Daftar Plafon Harga Obat (DPHO
ASKES). Jika obat-obatan dalam resep tersebut tidak sesuai dengan DPHO ASKES
maka obat tersebut tidak masuk dalam tanggungan PT. ASKES artinya pasien diharuskan
membeli obat tersebut dengan uang tunai.
2) Penanganan Resep Umum
Pelayanan atau penjualan obat dengan resep umum diberikan kepada pasien yang
membeli obat dengan resep dokter. Proses pelayanannya sebagai berikut :
a) Apoteker atau asisten apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan
pemeriksaan tentang kelengkapan resep dan diberi harga.
b) Setelah pasien setuju dengan harga yang ditawarkan maka pasien langsung
membayar obat kepada kasir dan kasir akan mencatat alamat pasien.
c) Resep dibawa kebagian peracikan untuk dikerjakan oleh asisten apoteker yang
dibantu oleh juru resep.
d) Obat yang telah selesai dibuat diberi etiket sesuai resep dan diperiksa oleh apoteker
atau asisten apoteker mengenai bentuk sediaan, nama pasien, etiket dan jumlah obat
kemudian diserahkan ke pasien.
3) Pelayanan Obat Tanpa Resep
Pelayanan obat bebas adalah pelayanan obat kepada konsumen tanpa melalui resep
dokter. Obat-obat yang dapat dijual bebas adalah obat yang termasuk dalam daftar obat
bebas, obat bebas terbatas, kosmetika, dan alat kesehatan tertentu. Pembayaran
dilakukan di kasir dan setelah lunas obat diserahkan kepada konsumen/pembeli oleh
AA/juru resep. Pelayanan obat tanpa resep dilakukan pula untuk obat DOWA walaupun
obat tersebut termasuk ke dalam kategori obat keras. Hanya saja penyerahan obat
DOWA ini harus dilakukan oleh Apoteker sendiri dengan memperhatikan ketentuan
undang–undang yang berlaku.
42
3 Definisi Toko Obat
Menurut (PP RI No.51 Tahun 2009) :
Toko obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obatan bebas dan obat-obat
bebas terbatas untuk dijual secara eceran.
Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Toko Obat,Tenaga Teknis Kefarmasian harus
menerapkan standar pelayanan kefarmasian ditoko Obat.
C. KESIMPULAN
Uji Klinik adalah setiap penelitian pada subyek manusia yang dimaksudkan untuk
menemukan atau memastikan efek klinik, farmakologik dan/atau farmakodinamik lainnya dari
produk yang diteliti, dan/atau untuk mengidentifikasi setiap reaksi yang tidak diinginkan terhadap
produk yang diteliti, dan/atau untuk mempelajari absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi dari
produk yang diteliti dengan tujuan untuk memastikan keamanan dan/atau efektifitasnya .
A. REFRENSI
D. LATIHAN SOAL
1. Apakah yang dimaksud dengan Klinik Menurut Permenkes RI No.9 Tahun 2014
2. Sebutkan Jenis-jenis Klinik!:
3. ”Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian oleh
Apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional”
4. Sebutkan Persyaratan untuk memperoleh Izin Operasional Klinik!
5. Menurut PP RI No.51 Tahun 2009 Toko obat ialah?
E. KUNCI JAWABAN
43
BAB IX
PERATURAN KEPALA BADAN POM TENTANG KOSMETIK
A. TUJUAN PEBELAJARAN
B. MATERI
1. Definisi Kosmetik
Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No 445/Menkes/1998 adalah sebagai berikut :
“Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar
badan (Epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut,
untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya
tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk
mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit”.
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar
tubuh manusia(epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangihkan, mengubah,
penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memerbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik(Bpom,2013).
44
c. Penggolongan menurut kegunaannya bagi kulit:
1) Kosmetik perawatan kulit(skincare cosmetics) jenis ini perlu untuk merawat
kebersihan dan kesehatan kulit .Termasuk didalamnya:
a) Kosmetik untuk membersihkan kulit(cleanser) :Sabun,cleansing
cream,cleansing milk, dan penyegar kulit(freshener)
b) Kosmetik untuk melembabkan kulit(moisturizer), Misalnya musturizer
cream,night cream, anti wrinkle cream
c) Kosmetik pelindung kulit, Misalnya sunscreen krim dan sunscreen
foundation, sun block cream/lotion
d) Kosmetik untuk menipiskan atau mengamplas kulit(peeling), Misalnya
scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai
pengaplas
Kosmetika rias bibir selain untuk merias bibir ternyata disertai juga dengan bahan untuk
meminyaki dan melindungi bibir dari lingkungan yang merusak, Misalnya sinar Ultraviolet.
Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan pribadi,
meningkatkan daya tarik melalui makeup, meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang,
melindungi kulit dan rambut dari kerusan sinar ultraviolet, polusi dan faktor lingkungan yang lain,
mencegah penuaan dan secara umum membantu seseorang lebih menikmati dan menghargai hidu
(Djajadisastra,2005)
45
6) Penyumbatan Fisik : penyumbatan oleh bahan-bahan berminyak dan lengket yang ada
dalam kosmetik tertentu, seperti pelembab atau dasar bedak terhadap pori-pori kulit
atau pori-pori kecil pada bagian tubuh yang lain.
4. Persyaratan Kosmetik
Menurut Yatimah(2014), Kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta persyaratan
lain yang ditetapkan
2) Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik
3) Terdaftar dan mendapat izin edar dari badan pengawas obat dan makanan republik
indonesia(Bpom RI)
C. KESIMPULAN
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik
Kosmetik lisensi adalah kosmetik yang diproduksi di wilayah Indonesia atas dasar
penunjukan atau persetujuan tertulis dari pabrik induk di negara asalnya. Kosmetik kontrak adalah
kosmetik yang produksinya dilimpahkan kepada produsen lain berdasarkan kontrak.
Kosmetik impor adalah kosmetik produksi pabrik kosmetik luar negeri yang dimasukkan
dan diedarkan di wilayah Indonesia. Bahan kosmetik adalah bahan yang berasal dari alam atau
sintetik yang digunakan untuk memproduksi kosmetik.
Wadah adalah kemasan yang bersentuhan langsung dengan isi. Pembungkus adalah
kemasan yang tidak bersentuhan langsung dengan isi. Penandaan adalah keterangan yang
cukup mengenai manfaat, keamanan dan cara penggunaan serta informasi lain yang
dicantumkan pada etiket dan atau brosur atau bentuk lain yang disertakan pada kosmetik.
Etiket adalah keterangan berupa tulisan dengan atau tanpa gambar yang dilekatkan, dicetak, diukir,
dicantumkan dengan cara apapun pada wadah atau dan pembungkus. Kepala Badan adalah Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan
Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan. . Pemeriksa
adalah petugas yang ditunjuk oleh Kepala Badan untuk melakukan Pemeriksaan.
D. REFRENSI
E. LATIHAN SOAL
F. KUNCI JAWABAN
1. “Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar
badan (Epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut,
untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya
46
tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk
mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit”.
2. Misalnya pasta gigi, mouth washes, dll
3. Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untukdigunakan pada bagian luar
tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
membran mukosa mulutterutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilandan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuhpada
kondisi baik.
4. Kosmetik Modern dan Kosmetik Tradisional
5. Iritasi,fotosintesis,alergi,jerawat,intoksikasikasi
47
BAB X
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
B. MATERI
1. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Menurut Permenkes RI Nomor
1190/Menkes/Per/Vlll/2010 adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan
perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan
tempat-tempat umum.
Berbagai produk yang sudah lazim digunakan dirumah tangga indonesia seperti sediaan
untuk mencuci, desinfektan, berbagai macam bahan pembersih, pewangi ruangan, termasuk
kelompok produk tersebut. Mengingat keragaman jenis dan luasnya penggunaan produk ini,
berbagai senyawa kimia yang terkandung didalamnya berpotensi untuk menimbulkan
pemaparan dan resiko keracunan bagi penggunaanya, terutama bila tidak memperhatikan
aspek keamanan dan aturan pakai.
48
b. Sediaan Untuk Mencuci
1) Sabun Cuci
2) Deterjen
3) Pelembut Cucian
4) Pemutih pakaian
5) Enzim pencuci
6) Pewangi Cucian
7) Sabun Cuci Tangan
8) Sediaan untuk mencuci lainnya
4. Pembersih
1) Pembersih peralatan dapur
2) Pembersih Kaca
3) Pembersih Lantai
4) Pembersih porselen
5) Pembersih Kloset
6) Pembersih Mebel
7) Pembersih Karpet
8) Pembersih Mobil
9) Pembersih Sepatu
10) Penjernih air, anti mampet septik tank
11) Pembersih lainnya
6. Pewangi
1) Pewangi Ruangan
2) Pewangi Telepon
3) Pewangi Mobil
4) Pewangi Kulkas
5) Pewangi lainnya
C. KESIMPULAN
Renstra Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT tahun 2015-2019
adalah panduan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat untuk 5 (lima) tahun ke depan.
Keberhasilan pelaksanaan Renstra Tahun 2015-2019 sangat ditentukan oleh kesiapan
kelembagaan, ketatalaksanaan, SDM dan sumber pendanaannya, serta komitmen semua
pimpinan dan staf direktorat. Selain itu, untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan Renstra Tahun
2015-2019, setiap tahun akan dilakukan evaluasi. Apabila diperlukan, dapat dilakukan
perubahan/revisi muatan Renstra, termasuk indikator-indikator kinerjanya yang dilaksanakan
sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan tanpa mengubah tujuan Badan POM yaitu
meningkatkan kinerja lembaga dan pegawai dengan mengacu kepada RPJMN 2015-2019.
Sebagai dokumen perencanaan yang perlu diketahui juga oleh pihak-pihak yang terkait,
maka Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Tahun
2010 – 2014 perlu dikomunikasikan ke seluruh pegawai dan unit kerja terkait di lingkungan Badan
POM secara keseluruhan. Diharapkan semua bagian Direktorat dapat melaksanakannya dengan
49
akuntabel serta senantiasa berorientasi pada peningkatan kinerja lembaga, unit kerja dan kinerja
pegawai. Renstra ini akan dipantau dan dievaluasi secara berkala setiap tahun.
Selain sebagai bahan evaluasi seperti tersebut di atas, Renstra juga menjadi pedoman
untuk penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Pengawasan Distribusi Produk
Terapetik dan PKRT.
D. REFRENSI
E. LATIHAN SOAL
1. Apakah yang diaksud dengan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)?
2. Produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Dilihat dari segi keamananya, PKRT terbagi
menjadi 4 kelas sebutkan?
3. Contoh dari Kelas l (Resiko Rendah)?
4. Contoh dari Alat perawatan Bayi ialah?
5. Contoh dari Pestisida Rumah Tangga ialah?
F. KUNCI JAWABAN
1. Menurut Permenkes RI Nomor 1190/Menkes/Per/Vlll/2010 adalah alat, bahan, atau
campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali
kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum.
2. Kelas l (Resiko Rendah), Kelas ll (Resiko Sedang), Kelas lll(Resiko Tinggi)
3. Kapas dan tissue
4. Dot dan sejenisnya, Popok Bayi, Botol Susu
5. Penggendali serangga, Pencegah serangga, Pengendali kutu rambut
BAB XI
KEBIJAKAN OBAT GENERIK
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
B. MATERI
1. Definisi Obat Generik
Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya dan kemudian dapat
diproduksi oleh industri yang berbeda dari perusahaan inovator (patent holding) (Davit,
50
2013). Pergantian generik diperkenalkan di berbagai negara dengan alasan untuk
mengurangi biaya dan meningkatkan akses obat, walaupun peraturan dan ketersediaan obat
generik berbeda-beda antar negara (Toverud, 2015).
Dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, produk obat yang beredar
di Indonesia terdiri dari produk obat paten atau produk dengan nama dagang (bermerek) dan
generik berlogo. Obat generik merupakan salah satu alternatif pilihan bagi masyarakat
karena harganya lebih murah dibandingkan harga obat dengan nama dagang. Hal ini
disebabkan karena adanya penekanan pada biaya produksi dan promosi. Persaingan harga
diikuti pengendalian mutu yang ketat akan mengarah pada tersedianya obat generik bermutu
tinggi dengan harga yang terjangkau (Permenkes RI, 1989).
Meski obat generik memiliki kesamaan berbagai hal di atas, berikut fakta-fakta mengenai
obat generik yang harus kita ketahui.
a. Komposisi
Komposisi yang ada dalam obat generik tidak 100% sama dengan obat paten. Namun
yang pasti, obat generik wajib menduplikasi bahan aktif yang ada di dalam obat
bermerek. Yang boleh berbeda adalah warna, rasa, dan bahan-bahan tambahan lainnya.
Bahan aktif sendiri tentu sangat penting karena bahan inilah yang memainkan peran
utama dalam pengobatan penyakit.
b. Keamanan
Faktor keamanan obat generik menjadi salah satu hal yang paling disorot. Harga yang
murah bukan berarti melupakan faktor penting ini. Obat generik wajib memiliki tingkat
keamanan yang sama dengan obat paten. Obat generik juga memiliki efek samping yang
sama sebagaimana obat paten.
c. Efektivitas
Efektivitas obat dipengaruhi oleh kualitas, kekuatan, kemurnian, stabilitas unsur kimia,
serta waktu penyerapan obat. Ada anggapan bahwa proses penyerapan tubuh terhadap
obat generik memerlukan waktu lebih lama dibandingkan obat paten. Padahal
kenyataannya tidak demikian. Obat generik memiliki kekuatan, kemurnian, stabilitas,
kualitas, dan cara kerja yang sama sehingga tidak ada perbedaan saat diserap oleh
tubuh. Dengan kata lain, obat generik memiliki efektivitas yang sama dengan obat paten.
d. Pemakaian mesin produksi Harga yang lebih murah, membuat obat generik sering
dicitrakan sebagai obat yang dibuat dengan mesin dengan teknologi seadanya. Persepsi
itu keliru, sebab obat generik juga dibuat menggunakan mesin dengan teknologi sama
dengan yang digunakan untuk membuat obat paten.
3. Zat Aktif
Dari sisi zat aktifnya (komponen utama obat), antara obat generik (baik berlogo maupun
bermerek dagang), persis sama dengan obat paten. Namun Obat generik lebih murah
dibanding obat yang dipatenkan
4. Mutu
Mutu obat generik tidak berbeda dengan obat paten karena bahan bakunya sama. Ibarat
sebuah baju, fungsi dasarnya untuk melindungi tubuh dari sengatan matahari dan udara
dingin. Hanya saja, modelnya beraneka ragam. Begitu pula dengan obat. Generik
51
kemasannya dibuat biasa, karena yang terpenting bisa melindungi produk yang ada di
dalamnya. Namun, yang bermerek dagang kemasannya dibuat lebih menarik dengan
berbagai warna. Kemasan itulah yang membuat obat bermerek lebih mahal.
C. KESIMPULAN
Obat generik adalah obat yang sudah habis masa patennya dan dapatdiproduksi oleh
semua perusahaan farmasi serta dapat dikonsumsi oleh semuakalangan karena harganya
yang terjangkau dan telah mendapat rekomendasidari pemerintah. Obat ini memiliki kualitas
yang sama dengan obat paten sertadijamin keamanannya
D. REFRENSI
E. LATIHAN SOAL
F. KUNCI JAWABAN
1. Komposisi, Keamanan, Efektifitas dll
2. Kualitas, Kekuatan, Kemurnian, Stabilitas unsure kimia, Serta waktu penyerapan obat.
3. OGB merupakan program Pemerintah Indonesia yang diluncurkan pada 1989 dengan tujuan
memberikan alternatif obat bagi masyarakat, yang dengan kualitas terjamin, harga terjangkau,
serta ketersediaan obat yang cukup
4. Untuk memberikan alternatif obat yang terjangkau dan berkualitas kepada masyarakat. Soal
mutu, sudah tentu sesuai standar yang telah ditetapkan karena diawasi secara ketat oleh
Pemerintah
52
5. Mudah dikenali dari logo lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan "Generik" di
bagian tengah lingkaran. Logo tersebut menunjukan bahwa OGB telah lulus uji kualitas,
khasiat dan keamanan sedangkan garis-garis putih menunjukkan OGB dapat digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat
53
BAB XII
KEBIJAKAN OBAT WAJIB APOTEK
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mengetahui Definisi OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker
Pengelola Apotek (APA) kepada pasien. Disini terdapat daftar obat wajib apotek yang
dikeluarkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan
2. Untuk meningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai
melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri yang
sekaligus menjamin penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional
3. Untuk mewujudkan perkembangan dibidang farmasi yang menyangkut khasiat dan
keamanan obat,dipandang perlu untuk meninjau kembali daftar obat yang dapat diserahkan
tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotik
B. MATERI
1. Definisi OWA
OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA)
kepada pasien. Disini terdapat daftar obat wajib apotek yang dikeluarkan berdasarkan
keputusan Menteri Kesehatan. Sampai saat ini sudah ada 3 daftar obat yang diperbolehkan
diserahkan tanpa resep dokter. Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum
dalam :
a. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib
Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
b. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat
Wajib Apotek No. 2
c. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat
Wajib Apotek No. 3 Dalam peraturan ini disebutkan bahwa untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah
kesehatan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan
sendiri secara tepat, aman dan rasional. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat,
aman dan rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan
disertai dengan informasi yang tepat sehingga menjamin penggunaan yang tepat dari
obat tersebut. Oleh karena itu, peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE
(Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu
ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri. Walaupun APA boleh
memberikan obat keras, namun ada persayaratan yang harus dilakukan dalam
penyerahan OWA.
1) Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama,
alamat, umur) serta penyakit yang diderita.
2) Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada
pasien. Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang termasuk OWA, dan
hanya boleh diberikan 1 tube.
3) Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi,
kontra-indikasi, cara pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang
mungkin timbul serta tindakan yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut
timbul.
2. Jenis OWA
54
Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masayrakat, maka obat-obat
yang digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang
diderita pasien. Antara lain: obat antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit (salep
hidrokotison), infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), antialergi sistemik (CTM), obat KB
hormonal.
Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2
tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan
penyakit.
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan.
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk pengobatan sendiri.
sirup 1 botol
Dexchlorpheniramine maleat
Homochlorcyclizin HCl
55
Karbosistein
maks 20 tab
sirup 1 botol
sirup 1 botol
Linestrenol 1 siklus
sirup 1 botol
sirup 1 botol
Fenoterol 1 tabung
Flumetason 1 tube
Soconazol 1 tube
Ketokonazole adar <2%
krim 1 tube
Methylprednisolon 1 tube
Niclosamide tab 500mg, 4 tab
Noretisteron 1 siklus
56
Omeprazole 7 tab
Xiconazole kadar<2%,>
Pirenzepine 20 tablet
Piroxicam 1 tube
Polymixin B Sulfate 1 tube
Prednisolon 1 tube
Scopolamin 10 tablet
Silver Sulfadiazin 1 tube
Sucralfate 20 tablet
Sulfasalazine 20 tablet
Tioconazole 1 tube
Urea 1 tube
57
Prometazin teoklat maks 10 tab atau botol 60ml
C. KESIMPULAN
1. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, berisi
Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
2. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2
3. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3
1. Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama, alamat, umur)
serta penyakit yang diderita.
2. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada pasien.
Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang termasuk OWA, dan hanya boleh diberikan
1 tube.
3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi, kontra-indikasi, cara
pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang mungkin timbul serta tindakan yang
disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul.
Jenis OWA
Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masayrakat, maka obat-obat yang
digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita pasien.
Antara lain: obat antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit (salep hidrokotison), infeksi kulit dan
mata (salep oksitetrasiklin), antialergi sistemik (CTM), obat KB hormonal.
Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan:
58
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun
dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan
sendiri
D. REFRESI
E. SOAL LATIHAN
1. Jelaskan Definisi OWA?
2. Tujuan OWA ialah?
3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup?
4. Apoteker wajib melak?ukan pencatatan yang benar mengenai data pasien?
5. Jumlah tiap jenis obat perpasien Alupurinol ialah?
F. KUNCI JAWABAN
1. OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA)
kepada pasien. Disini terdapat daftar obat wajib apotek yang dikeluarkan berdasarkan
keputusan Menteri Kesehatan
2. adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masayrakat, maka obat-obat yang
digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita
pasien
3. indikasi, kontra-indikasi, cara pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang
mungkin timbul serta tindakan yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul.
4. nama, alamat, umur, serta penyakit yang diderita.
5. maks 10 tab 100mg
6.
59
BAB XIIl
KEBIJAKAN OBAT ESESIAL
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mengetahui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
312/MENKES/SK/IX/2013
2. Untuk Tujuan Penerapan DOEN
3. Kriteria Pemilihan Obat Esensial
B. MATERI
1. Pengertian DOEN
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 312/MENKES/SK/IX/2013 :
Obat esensial : Obat terpilih yang paling dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan.
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar yang berisikan obat terpilih yang
paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi
dan tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan kesehatan.
5. Terminologi
a. Isi dan Format DOEN
1) DOEN Rumah Sakit sama dengan DOEN untuk seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan.
2) Satu jenis obat dapat dipergunakan dalam beberapa bentuk sediaan dan satu
bentuk sediaan dapat terdiri dari beberapa jenis kekuatan.
3) Dalam DOEN, obat dikelompokkan berdasarkan kelas, subkelas dan kadang-
kadang sub-subkelas terapi. Dalam setiap subkelas atau sub-subkelas terapi obat
disusun berdasarkan abjad nama obat.
b. Tata Nama
1) Nama obat dituliskan sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi terakhir. Jika tidak
ada dalam Farmakope Indonesia maka digunakan International Nonproprietary
Names (INN) (nama generik) yang diterbitkan WHO.
2) Obat yang sudah lazim digunakan dan tidak mempunyai nama INN (generik) ditulis
dengan nama lazim, misalnya : garam oralit.
3) Obat kombinasi yang tidak mempunyai nama INN (generik) diberi nama yang
disepakati sebagai nama generik untuk kombinasi dan dituliskan masing-masing
60
komponen zat berkhasiatnya disertai kekuatan masing-masing komponen. Untuk
beberapa hal yang dianggap perlu nama sinonim, dituliskan di antara tanda kurung.
6. Singkatan
a. btl : botol
b. FDC : Fixed Dose Combination
c. ih : inhalasi
d. inj : injeksi
e. inj dlm minyak : injeksi dalam minyak
f. inj i.a. : injeksi intraarteri
g. inj infiltr : injeksi infiltrasi
h. inj i.k. : injeksi intrakutan
i. inj i.m. : injeksi intramuskular
j. inj i.t : injeksi intratekal
k. inj i.v. : injeksi intravena
l. inj p.v. : injeksi paravertebral
m. inj s.k. : injeksi subkutan
n. kapl : kaplet
o. kaps : kapsul
p. kaps dalam minyak : kapsul dalam minyak
q. kaps lunak : kapsul lunak
r. KDT : Kombinasi Dosis Tetap
s. lar : larutan
t. lar rektal : larutan rectal
u. lar infus : larutan infus
v. serb : serbuk
w. serb inj : serbuk injeksi
x. serb inj i.v. : serbuk injeksi intravena
y. serb kering : serbuk kering
z. sir : sirup
aa. sir kering : sirup kering
bb. sup : supositoria
cc. susp : suspensi
dd. tab : tablet
ee. tab salut enterik : tablet salut enterik
ff. tab scored : tablet dengan tanda belah
gg. ER : extended release
hh. RR : regular release
ii. SR : sustained release
jj. tab vagina : tablet vaginal
kk. TB : Tuberkulosis
ll. tts : tetes tts mata : tetes mata
61
Daftar Obat Esensial Nasional Tahun 2013
62
Contoh : Antasida
Antasida, kombinasi :
7. Revisi DOEN
63
a. Penyempurnaan DOEN dilakukan secara terus menerus dengan usulan materi dari
fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta, disampaikan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Kementerian Kesehatan.
b. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, revisi DOEN
dilaksanakan secara periodik setiap 2 (dua) tahun.
C. KESIMPLAN
Obat esensial adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk layanan kesehatan masyarakat
dan tarcantum dalam Dafrat Obat Esensial Nasional (DOEN) yang di trtapkan oleh Mentri
Kesehatan RI.
Obat esensial merupakan obat yang sangat di butuhkan dalam kegiatan kesehatan
sebahagi dasar dansebagai bentuk diagnosis,profilaktis, terapi dan rehabilitas. Pada obat
esensial juga diterapkan berdasarkan ketepatan,keamanan, kerasionalan pada saat obat itu
digunakan.
Adapun manfaat dari penggnaan obat esensial : Memberikan keleluasaanbagi dokter
untukmemilih obat yang tepat bagi pasien, rasionalisasi dalam persepan, menjamin ketersediaan
obat bagi masyarakay, memudahkan dokter memilih obat. Menghindari tindakan pemberian obat
paten tertentu secara terus menerus kepada pasien. Memberikan gambaran anggaran
pengeluaran obat bagi instasi-instansi seperti. RS dan Puskesmas.
Sedangkan dalam pembagian obat esensial sendiri terbagi atas beberapa jenis antara
lain :
Analgesik, anastetika, antidotum, antihistamin dan lain sebagainya.
Selain itu ada beberapa hal yang mesti dilakukan untuk menjaga mutu obat secara menyeluruh
yang meliputi tahap pengenbangan produk, Cara pembuatan obat yang Baik ( CPOB), mentoring
mutu obat pada rantai distribusi dan penggunaannya, merupakan elemin penting dalam konsep
obat esensial
D. REFRENSI
E. SOAL LATIHAN
1. Pengertian DOEN menurut keputusan menteri RI ialah?
2. Tujuan Penerapan DOEN ialah?
3. Sebutkan beberapa Kriteria Pemilihan Obat Esensial?
4. lar rektal kepanjangan dari?
5. Penerapan Konsep Obat Esensial ialah?
F. Kunci Jawaban
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 312/MENKES/SK/IX/2013 : Obat
esensial : Obat terpilih yang paling dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan. Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar yang berisikan obat terpilih yang paling
dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan
tingkatnya
2. Meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan obat, Memperluas,
memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
3. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita dan
Mutu terjamin.
4. lar rektal : larutan rectal
5. Penerapan Konsep Obat Esensial : Penerapan Konsep Obat Esensial dilakukan melalui :
Daftar Obat Esensial Nasional, Pedoman Pengobatan, Formularium Rumah Sakit, Daftar
obat terbatas lain dan Informatorium Obat Nasional Indonesia yang merupakan komponen
saling terkait untuk mencapai peningkatan ketersediaan dan suplai obat serta kerasionalan
penggunaan obat.
64