Anda di halaman 1dari 64

BAB 1

UNDANG-UNDANG KESEHATAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisifatif, perlindungan dan berkelanjutan yang sangat
penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan
daya saing banga, serta pembangunan nasional.
2. Untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya
penyembuhan penyakit kemudian serta berangsur-angsur berkembang kearah keterpaduan
upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas
yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative yang bersifat menyeluruh
terpadu dan berkesinambungan.

B. MATERI

1. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah undang-undang yang relatif cukup
lengkap

Undang-Undang Kesehatan merupakan landasan utama dan merupakan payung hukum bagi setiap
penyelenggara pelayanan kesehatan. Oleh karena itu ada baiknya setiap orang yang bergerak dibidang
pelayanan kesehatan mengetahui dan memahami apa saja yang diatur didalam undang-undang tersebut.

Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memiliki landasan hukum yang telah disesuaikan
dengan UUD 1945 hasil amandemen, seperti dalam konsideran mengingat; sebagaimana dicantumkannya
Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, undang-
undang ini juga memiliki jumlah pasal yang sangat banyak yaitu terdiri dari 205 pasal dan 22 bab, serta
penjelasannya. Jika dibandingan dengan UU Kesehatan yang lama yaitu UU No 23 Tahun 1992, hanya
terdiri dari 12 Bab dan 90 Pasal.

Undang-Undang kesehatan yang lama dari sisi substansi juga diaggap terlalu sentralistik, disamping itu
sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dan dinamika masyarakat serta dunia
kesehatan kontemporer.

Meskipun disadari, UU Kesehatan yang baru 2009 dalam pembahasannya di DPR RI, melahirkan
beragam polimik di masyarakat, karena banyak pasal krusial yang sangat sensitif, namun oleh beberapa
kalangan diakui pula telah melahirkan terobosan baru dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
Pembahasannya dilakukan melalui pendekatan yang multidisipliner, dengan kerangka pemikiran yang lebih
mendalam baik dari sisi substansi maupun dari sisi cakupan pengaturannya yang lebih merespon tuntutan
pelayanan kesehatan untuk menjawab perkembangan dunia kesehatan di masa depan, seperti
mengutamakan prinsip jaminan pemenuhan hak asasi manusia di bidang kesehatan, pemberdayaan
masyarakat, pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, implementasi hak dan kewajiban berbagai pihak
serta meningkatkan peran organisasi profesi.

2. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan membawa Paradigma Baru

Jika kita melihat 5 dasar pertimbangan perlunya dibentuk undang-undang kesehatan yang baru
yaitu pertama; kesehatan adalah hak asasi dan salah satu unsur kesejahteraan, kedua; prinsip kegiatan
kesehatan yang nondiskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan. Ketiga; kesehatan adalah
investasi. Keempat; pembangunan kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, dan
yang Kelima adalah bahwa Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan diatas maka salah satu poin penting yang diatur dalam UU kesehatan yang
baru adalah adanya pengakuan yang lebih tegas tentang pentingnya melihat kesehatan sebagai bagian
dari HAM yang harus dipenuhi oleh pemerintah (Pasal 4-8). Pemenuhan hak masyarakat atas kesehatan
tercermin dalam alokasi anggaran Negara (APBN/APBD) Dalam UU Kesehatan 2009 diatur secara konkrit,
yaitu pemenuhan alokasi anggaran kesehatan untuk pusat (APBN) sebesar 5% (Pasal 171 ayat 1) dan
untuk daerah (APBD Provinsi/Kabupaten/Kota) menyiapkan 10% dari total anggaran setiap tahunnya diluar
gaji pegawai (Pasal 171 ayat 2). Besaran anggaran kesehatan tersebut diprioritaskan untuk kepentingan
pelayanan publik (terutama bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar) yang
besarannya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (Pasal 171 ayat 3). Bahkan lebih jauh
lagi, ruang lingkup pelayanan kesehatan harus mencakup setiap upaya kesehatan yang menjadi komitmen
komunitas global, regional, nasional maupun lokal.

Hal ini sebetulnya sudah memenuhi harapan organisasi kesehatan dunia (WHO) yang menyebutkan,
jumlah alokasi anggaran di sektor kesehatan yaitu minimal sekitar lima persen dari anggaran suatu negara.
Mudah-mudahan dengan semakin membaiknya perekonomian Indonesia, anggaran kesehatan di
Indonesia bisa sama dengan di Amerika Serikat yang sudah diatas 10 persen.

Dari sisi pelayanan kesehatan, Profesi tenaga kesehatan memang banyak berkaitan dengan problema
etik yang dapat berpotensi menimbulkan sengketa medik. UU Kesehatan 2009 lebih memberikan
perlindungan dan kepastian hukum baik pada pemberi layanan selaku tenaga kesehatan (Pasal 21-29)
maupun penerima layanan kesehatan (Pasal 56-58).

Pada satu sisi, setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya. Namun disisi lain Bilamana dalam hal tenaga kesehatan diduga
melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, maka kelalaian tersebut menurut UU harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi (Pasal 29). Untuk itu tenaga kesehatan sebaiknya juga mulai
memahami tentang sistem Alternative Dispute Resolution (ADR). Efektifitas sistem ini cukup dapat
diandalkan mengingat 90 % kasus malpraktik yang dimediasi oleh Yayasan Pemberdayaan Konsumen
Kesehatan Indonesia (YPKKI) dapat diselesaikan dengan baik.

UU ini juga menjamin keterjangkaun pembiayaan kesehatan bagi semua pasien. Pasal 23 ayat 4
menentukan bahwa Penyelenggara pelayanan kesehatan selama memberikan pelayanan kesehatan
dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.

Pasal 32 UU Kesehatan 2009 secara tegas melarang seluruh fasilitas pelayanan kesehatan baik milik
pemerintah maupun swasta untuk menolak pasien dan atau meminta uang muka apalagi dalam kondisi
Bencana (Pasal 85). Selama ini memang kerap terjadi adanya layanan kesehatan yang menolak untuk
mengobati karena pasien tidak mampu menyediakan sejumlah uang. Aturan semacam ini dibuat untuk
mencegah cara-cara tidak manusiawi dalam memperlakukan pasien.

Selain itu, bila kita melihat dari sisi perkembangan teknologi kesehatan yang berjalan seiring dengan
perkembangan teknologi informasi dan munculnya fenomena globalisasi telah menyebabkan banyaknya
perubahan yang sifat dan eksistensinya sangat berbeda jauh dari Undang-Undang Kesehatan yang lama.
Pesatnya kemajuan teknologi kesehatan dan teknologi informasi dalam era global ini ternyata belum
terakomodatif secara baik oleh Undang-Undang kesehatan yang lama seperti pengaturan mengenai
teknologi kesehatan dan produk teknologi kesehatan (Pasal 42-45), transplantasi organ dan/atau jaringan
tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca
untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Pasal 64-70). Hal-hal tersebut
mengharuskan pemerintah mengkaji ulang konsep pembangunan kesehatan dan menuangkannya dalam
Undang-Undang Kesehatan yang baru.

Undang-Undang Kesehatan yang lama lebih menitikberatkan pada pengobatan (kuratif), menyebabkan
pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah bagaimana cara mengobati bila terkena penyakit. Hal itu
tentu akan membutuhkan dana yang lebih besar bila dibandingkan dengan upaya pencegahan.
Konsekuensinya, masyarakat akan selalu memandang persoalan pembiayaan kesehatan sebagai sesuatu
yang bersifat konsumtif/pemborosan. Selain itu, sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih
belum menganggap kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di dalam
pembangunan. Untuk itu, dalam pandangan UU kesehatan yang baru, persoalan kesehatan telah dijadikan
sebagai suatu faktor utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah
paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Dalam rangka
implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah undang-undang yang berwawasan sehat,
bukan undang-undang yang berwawasan sakit, mengingat upaya pencegahan adalah jauh lebih murah dan
lebih baik, olehnya itu sangat tepat jika pemerintah lebih menekankan kepada segi preventif karena 80
persen masalah kesehatan sebenarnya bisa diatasi melalui pencegahan.

UU Kesehatan yang baru juga telah merubah wajah baru sistem kesehatan di tanah air, dari yang
tadinya sangat sentralistik menuju desentralisasi. Porsi peran pemerintah daerah terasa lebih seimbang
dengan pemerintah pusat, seperti dalam hal tanggung jawab atas penyelenggaraan upaya kesehatan,
yang dilaksanakan secara aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif. Begitupun juga dari segi
pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan meningkatan tenaga kesehatan yang
bermutu melalui pendidikan dan pelatihan dan mendayagunakannya sesuai dengan kebutuhan daerah.
Disamping itu pemerintah dan pemerintah daerah juga bersama-sama menjamin dan menyediakan fasilitas
untuk kelangsungan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Ketersediaan sumber daya,
fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan, bukan hanya
dalam kondisi aman tetapi juga pada saat bencana, tanggap darurat dan pascabencana.

Pemerintah daerah juga diberi hak untuk menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan
serta pemberian izin beroperasi di daerahnya.

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat
kesehatan gigi dan mulut dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang aman,
bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat. Termasuk penanggulangan gangguan penglihatan dan
gangguan pendengaran.

Pemerintah daerah juga wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya seperti pada fasilitas
pelayanan kesehatan; tempat proses belajar mengajar; tempat anak bermain;. tempat ibadah; angkutan
umum; tempat kerja; dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas identifikasi mayat yang tidak dikenali,
tersedianya pelayanan bedah mayat forensik di wilayahnya serta menangung biaya pemeriksaan
kesehatan terhadap korban tindak pidana dan/atau pemeriksaan mayat untuk kepentingan hukum,
Menjamin terselenggaranya perlindungan bayi dan anak dan menyediakan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan mereka, kemudian wajib menyediakan tempat dan sarana lain yang diperlukan untuk
bermain anak yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal serta mampu
bersosialisasi secara sehat, melakukan upaya pemeliharaan kesehatan remaja termasuk untuk reproduksi
remaja agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan yang dapat menghambat kemampuan menjalani
kehidupan reproduksi secara sehat. Wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
memfasilitasi kelompok lanjut usia dan penyandang cacat untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif
secara sosial dan ekonomis. Bertanggung jawab atas pemenuhan kecukupan gizi masyarakat. Menjamin
upaya kesehatan jiwa secara preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk menjamin upaya
kesehatan jiwa di tempat kerja, Memberikan layanan edukasi dan informasi tentang kesehatan jiwa,
termasuk mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jiwa. Wajib melakukan
pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar,
menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban
dan/atau keamanan umum, termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa
untuk masyarakat miskin,

Selain itu, bertanggung jawab juga dalam melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya dengan berbasis wilayah melalui
koordinasi lintas sektor.
Secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi
menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi
sumber penularan, Melakukan surveilans terhadap penyakit menular, Menetapkan jenis penyakit yang
memerlukan karantina, tempat karantina, dan lama karantina. Melakukan upaya penanggulangan keadaan
wabah, letusan, atau kejadian luar biasa. Demikian juga melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan
penanganan penyakit tidak menular beserta akibat yang ditimbulkannya dan bertanggung jawab untuk
melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi yang benar tentang faktor risiko penyakit tidak menular
yang mencakup seluruh fase kehidupan.

Menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan.
Menyelenggarakan pengelolaan kesehatan melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi
kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan
pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan hukum
kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.

Menyiapkan sumber pembiayaannya selain dari pemerintah pusat, masyarakat swasta dan sumber
lain. Untuk itu semua maka pemerintah daerah berwenang melakukan pembinaan terhadap masyarakat
dan terhadap setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan di bidang
kesehatan dan upaya kesehatan.

Dapat memberikan penghargaan kepada orang atau badan yang telah berjasa dalam setiap kegiatan
mewujudkan tujuan kesehatan.

Mengangkat tenaga pengawas dengan tugas pokok untuk melakukan pengawasan terhadap segala
sesuatu yang berhubungan dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya kesehatan. Serta
mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
melanggar ketentuan.

C. KESIMPULAN

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan
sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta
pembangunan nasional.

Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya


berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur- angsur berkembang ke
arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan
masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan. Perkembangan ini tertuang
ke dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) pada tahun 1982 yang selanjutnya disebutkan
kedalam GBHN 1983 dan GBHN 1988 sebagai tatanan untuk melaksanakan pembangunan
kesehatan.

Selain itu, perkembangan teknologi kesehatan yang berjalan seiring dengan


munculnya fenomena globalisasi telah menyebabkan banyaknya perubahan yang sifat dan
eksistensinya sangat berbeda jauh dari teks yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pesatnya kemajuan teknologi kesehatan dan teknologi
informasi dalam era global ini ternyata belum terakomodatif secara baik oleh Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Perencanaan dan pembiayaan pembangunan kesehatan yang tidak sejiwa dengan


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, yaitu menitikberatkan pada pengobatan (kuratif),
menyebabkan pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah bagaimana cara
mengobati bila terkena penyakit. Hal itu tentu akan membutuhkan dana yang lebih besar
bila dibandingkan dengan upaya pencegahan. Konsekuensinya, masyarakat akan selalu
memandang persoalan pembiayaan kesehatan sebagai sesuatu yang bersifat
konsumtif/pemborosan.

Selain itu, sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap
kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di dalam menjalankan
pembangunan sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini masih tergolong rendah bila
dibandingkan dengan negara lain.

Untuk itu, sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama
dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru
yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif.

Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah undang-


undang yang berwawasan sehat, bukan undang-undang yang berwawasan sakit.Pada sisi
lain, perkembangan ketatanegaraan bergeser dari sentralisasi menuju desentralisasi yang
ditandai dengan diberlakukannya Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008
tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang tersebut memuat ketentuan yang menyatakan bahwa bidang


kesehatan sepenuhnya diserahkan kepada daerah masing-masing yang setiap daerah
diberi kewenangan untuk mengelola dan menyelenggarakan seluruh aspek
kesehatan.Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
yang mengatur tentang pembagian urusan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan perlu disesuaikan dengan semangat otonomi daerah.

Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan umum kesehatan yang dapat dilaksanakan
oleh semua pihak dan sekaligus dapat menjawab tantangan era globalisasi dan dengan
semakin kompleksnya permasalahan kesehatan dalam suatu Undang-Undang Kesehatan
yang baru untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

D. REFRENSI

E. SOAL LATIHAN
1. Apakah yang dimaksud dengan kesehatan?
2. Undang-undang nomor berapakah yang mengatur tentang kesehatan?
3. Apakah yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan promotif?
4. Apakah yang dimaksud dengan fasilitas pelayanan kesehatan?
5. Apa isi dari Bab lll pasal 6?
F. KUNCI JAWABAN
1. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
3. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
4. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
5. Bab lll Pasal 6,Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan
BAB 2

UNDANG-UNDANG KESEHATAN TENTANG TENAGA KEFARMASIAN DAN NARKOTIKA

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Untuk mengetahui penyelenggaraan adaptasi pendidikan Apoteker bagi Apoteker lulusan luar
negeri dilakukan pada institusi pendidikan Apoteker di Indonesia.
2. Untuk meningkatkan Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku
sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.
3. Untuk meningkatkan penegakkan disiplin Tenaga Kefarmasian dalam menyelenggarakan
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

B. MATERI
1. Tenaga Kefarmasian

Tenaga kefarmasian dibagi menjadi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis
kefamasian dibagi menjadi apoteker, asisten apoteker, dan ahli madya farmasi. Masing- masing
tenaga kefarmasian maupun tenaga teknis kefarmasian memiliki peranan dan fungsi yang berbeda
satu sama lain. Tapi semua peranan dan fungsi berkaitan dengan dunia farmasi. Semua yang
dilakukan tenaga kefarmasian maupun tenaga teknis kefarmasian diatur dalam Undamg- Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1963 Tentang Tenaga Kesehatan.
a. Pengertian
Dikutip dari PP 51 tahun 2009-Pekerjaan Kefarmasian
Tenaga kefarmasian : tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas apoteker dan
tenaga teknis kefarmasian.
1. Apoteker : sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.
2. Tenaga teknis kefarmasian : tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan
kefarmasian yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan tenaga
menengah farmasi/asisten apoteker.
3. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 889/MENKES/PER/V/2011tentang Registrasi, Izin Praktik,
dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
4. Macam – macam
Tenaga Kefarmasian menurut PP.32/1996 adalah Apoteker, Asisten Apoteker dan Ahli Madya Farmasi:
a. Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan kewenangan di
bidang kefarmasian baik di apotek, rumah sakit, industri, pendidikan, dan bidang lain yang masih
berkaitan dengan bidang kefarmasian.
b. Asisten Apoteker yang dimuat dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1332/MENKES/SK/X/2002 adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
c. Sedangkan asisten apoteker menurut pasal 1 Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
679/MENKES/SK/V/2003, tentang Registrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker menyebutkan
bahwa “Asisten Apoteker adalah Tenaga Kesehatan yang berijasah Sekolah Menengah Farmasi,
Akademi Farmasi Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan
Jurusan Analis Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
a. Ahli Madya (A.Md.) merupakan gelar vokasi yang diberikan kepada lulusan program
pendidikan diploma 3.
b. Penyandang Gelar A.Md memiliki ketrampilan praktis daripada teoritis. Pada proses belajarnya
hampir seluruh mata kuliah pada program D3 ini memiliki komposisi 30% teori dan 70% praktek.
Pengajar pada program D-3 minimum bergelar S-2.

d. Fungsi tenaga kefarmasian


a. Apoteker
Berdasarkan PP No. 51 tahun 2009, Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
a. Ada empat bidang pekerjaan dalam kefarmasian, antara lain: Pengadaan sediaan
farmasi, yakni aktivitas pengadaan sediaan farmasi yang dilakukan pada fasilitas
produksi, distribusi, pelayanan, dan pengadaan sediaan farmasi sebagaimana yang
dimaksud harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian.
b. Produksisediaan farmasi. Syarat dari sebuah produksi kefarmasian yakni harus memiliki
apoteker penanggung jawab yang bisa dibantu oleh Tenaga TeknisKefarmasian (TTK).
Fasilitas produksi meliputi Industri Farmasi Obat, Industri bahan Baku Obat, Industri Obat
Tradisional, dan pabrik kosmetika. Sedangkan jumlah apoteker penanggung jawab di
industri farmasi setidaknya terdiri dari 3 orang, yakni sebagai pemastian mutu, produksi,
dan pengawasan mutu. Untuk Industri Obat Tradisional dan kosmetika minimal terdiri dari
1 orang.
c. Distribusi/ penyaluransediaanfarmasi. Setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan
farmasi berupa obat harus memiliki seorang apoteker sebagai penanggung jawab yang
dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping atau TTK.
d. Pelayanansediaanfarmasiyakni FasilitasPelayananKefarmasianyang berupaApotik,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat dan Praktek
bersama. Adanya pengaturan pekerjaan kefarmasian yang terbagi dalam empat bidang
diatas bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam
memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi serta jasa kefarmasian. Selain itu
juga untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pekerjaan
kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
peraturan perundang-undangan dan memberikankepastian
hukum bagipasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.
Dalam pekerjaannya, seorang apoteker juga memiliki wewenang, antara lain dapat
menyerahkan Obat Keras, Narkotika dan Psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Wewenang apoteker lainnya adalah
bila mendirikan apotek dengan modal bersama pemodal, maka pekerjaan kefarmasian harus
tetap dilakukan sepenuhnya oleh apoteker yang bersangkutan.
Tidak hanya wewenang saja yang dimiliki oleh seorang apoteker, namun juga tugas dan
kewajiban yang harus dijalani apoteker. Kewajiban tersebut ialah:
a) Wajib mengikuti paradigm pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan
sertateknologi.
b) Wajib menyimpan Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian
c) Wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya.
Didalam pekerjaan kefarmasian, dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian
dan kewenangan untuk itu, yakni Tenaga Kefarmasian. Ada dua macam Tenaga Kefarmasian
yaitu Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian, seperti Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi,
Analis Farmasi, SMK Farmasi atau AA.
Seorang Tenaga Kefarmasian harus memiliki aspek legal yang dibutuhkan sebagai syarat, yakni:
1. Ijazah Apoteker
2. Sertifikat Kompetensi Profesi Apoteker
3. Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
4. SuratIjin (PraktikApoteker/ KerjaApoteker)

b. Asisten Apoteker
Sedangkan kewajiban Asisten Apoteker Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1332/MENKES/X?2002 adalah sebagai berikut:
a. Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standar profesinya yang
dilandasi pada kepentingan masyarakat serta melayani penjualan obat yang dapat dibeli tanpa
resep dokter
b. Memberi Informasi:
1. Yang berkaitan dengan penggunaan/ pemakaian obat yang diserahkan kepada pasien
2. Penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional atas permintaan masyarakat
3. Informasi yang diberikan harus benar, jelas dan mudah dimengerti serta cara penyampaiannya
disesuaikan dengan kebutuhan, selektif, etika, bijaksana dan hati-hati. Informasi yang diberikan
kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, makanan/ minuman/ aktifitas yang hendaknya dihindari selama terapi
dan informasi lain yang diperlukan.

a. Menghormati hak pasien dan menjaga kerahasian identitas serta data kesehatan pribadi pasien
b. Melakukan pengelolaan apotek meliputi:
1. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan
dan penyerahan obat dan bahan obat
2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan sediaan farmasi lainnya
3. Pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi.

c. Ahli madya Farmasi


a. Pelaksana pelayanan kesehatan di bidang farmasi.
b. Pelaksana produksi sediaan farmasi.
c. Pelaksanan pendistribusian dan pemasaran sediaan farmasi.
d. Penyuluh dan sumber informasi kesehatan di bidang farmasi.
e. Pelaksana pengumpulan dan pengolahan data untuk penelitian.
f. Pelaksana pengelolaan obat.

2. Narkotika

Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ditegaskan bahwa


narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Istilah narkotika yang dipergunakan disini bukanlah narcotics Pada farmacologie (farmasi),
melainkan sama artinya dengan drug, yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa
efek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu:
1. mempengaruhi kesadaran
2. memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia
3. pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa:
a) penenang
b) perangsang (bukan rangsangan seks)
c) menimbulkan halusinasi (pemakai tidak mampu membedakan antara khayalan dan
kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat)

Pada dasarnya, narkotika memiliki khasiat dan bermanfaat digunakan dalam bidang ilmu
kedokteran, kesehatan dan pengobatan, serta berguna bagi penelitian dan pengembangan ilmu
farmasi atau farmakologi. Akan tetapi karena penggunaannya diluar pengawasan dokter atau
dengan kata lain disalah gunakan, maka narkotika telah menjadi suatu bahaya internasional yang
mengancam terutama generasi muda yang akan menjadi tulang punggung pembangunan bangsa.

Sehubungan dengan pengertian narkotika menurut Sudarto (1992:40) bahwa “perkataan


narkotika berasal dari perkataan Yunani narko yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-
apa.
Defenisi lain yang dikutip Djoko Prakoso, Bambang Riyadi dan Mukhsin (1999:34)
mengemukakan “bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah candu, ganja, kokain, zat-zat
yang bahan mentahnya diambil dari benda-benda tersebut yakni morphine, heroin, codein,
hesisch, cocain. Dan termasuk juga narkotika sintesis yang menghasilkan zat-zat, obat-obat yang
tergolong dalam Hallucinogen dan Stimulant.”
Pada beberapa dekade yang lalu, penggunaan narkotika di kalangan bangsa-bangsa
tertentu merupakan suatu kebudayaan, namun akhirnya narkotika menjadi suatu komoditas bisnis
yang mendatangkan keuntungan yang besar, sehingga perdagangan gelap narkotika mulai
marak. Bahkan perdagangan narkoba itu telah di organisasikan dalam suatu sindikat-sindikat
yang merasuk ke dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara seperti politik dan
ekonomi.

Penyalahgunaan narkoba sekarang telah menjadi suatu persoalan, bukan hanya dihadapi
oleh satu bangsa saja, tetapi telah menjadi persoalan internasional karena tidak adanya
keseragaman di dalam pengertian narkotika. Hal ini terungkap berdasarkan pernyataan Moh.
Taufik Makarao (2003:12)

Dalam masalah penyalahgunaan narkotika, ketentuan hukum belum menjangkau sebab


ketentuan tersebut mempunyai beberapa kelemahan antara lain adalah:

1. Tidak adanya keseragaman di dalam pengertian narkotika


2. Sanksi terlalu ringan dibanding dengan akibat penyalahgunaan narkotika
3. Ketidaktegasan pembatasan pertanggungjawaban terhadap pemilik, penjual, pemakai dan
pengedar.
4. Ketidakserasian antara ketentuan hukum pidana mengenai narkotika”.

Jenis-jenis narkotika di dalam Undang – undang Nomor 35 Tahun 2009 pada BAB III
Ruang Lingkup pada Pasal 6 ayat 1 menegaskan bahwa narkotika di golongkan menjadi:

1) Narkotika golongan I;

Contoh : ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium.

2) Narkotika golongan II; dan

Contoh : ekgonina, morfin metobromida dan morfina

3) Narkotika golongan III.

Contoh : , etilmorfina, kodeina, polkodina, dan propiram.


C. KESIMPULAN

Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah pelayanan yang berorientasi kepada


pasien. Pelayanan kefarmasian ini mengarahkan pasien tentang kebiasaan/pola hidup untuk
mendukung tercapainya keberhasilan pengobatan, memberikan informasi tentang program
pengobatan yang dijalani oleh pasien, memonitoring hasil pengobatan dan bekerja sama
dengan profesi lain untuk mendukung tercapainya kualitas hidup pasien yang lebih baik.

Tenaga kefarmasian terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.


Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker. Sedangkan tenaga teknis kefarmasian merupakan tenaga
yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana
farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker

Bahwa Narkotika adalah obat terlarang sehingga siapapun yang mengkonsumsi atau
menjualnya akan dikenakan sanksi yang terdapat pada UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dilarang keras untuk mengkonsumsi dan menjualnya. Selain itu di dalam UU No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan. dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang
menjelaskan bahwa Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses
produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Pasal 12 ayat 1).

Pengawasan produksi Narkotika Golongan I untuk kepentingan pengembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara ketat oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Pasal 12 ayat 2). Selain itu penyalahguna narkotika menurut
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika adalah :

1. Orang yang menggunakan Narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum yang sudah
berada dalam kondisi ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis;
2. Orang yang menggunakan narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum yang belum
masuk dalam kondisi ketergantungan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Pasal 1 dikatakan bahwa pengertian dari narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

hilangnya rasa mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan, narkotika dibedakan kedalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan. Dalam
UndangUndang ini dijelaskan pula bahwa “Untuk meningkatkan derajat sumber daya manusia
Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat perlu dilakukan upaya
peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain pada satu sisi dengan
mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat dan
disisi lain melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan terhadap bahaya penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika”.

D. REFRENSI

E. SOAL LATIHAN

1. Pasal 33 yaitu tenaga kefarmasian terdiri atas?


2. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan?
3. Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan untuk
4. Apakah yang dimaksud dengan Narkotika?
5. Apakah yang dimaksud dengan Kejahatan Terorganisasi?
F. KUNCI JAWABAN
1. Apoteker dan Tenaga teknis kefarmasian
2. memiliki ijazah Apoteker,sertifikat kompetensi profesi,mempunyai surat pernyataan telah
mengucapkan sumpah/janji Apoteker,mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari
dokter yang memiliki surat izin praktik; dan membuat pernyataan akan mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika profesi.
3. Untuk Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan danlatau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
4. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan,
yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
5. Kejahatan Terorganisasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur
yang terdiri atas 3 (tiga) orang atau lebih yang telah ada untuk suatu waktu tertentu dan bertindak
bersama dengan tujuan melakukan suatu tindak pidana Narkotika.
BAB 3
UNDANG –UNDANG KESEHATAN
TENTANG RUMAH SAKIT
DAN KONSUMEN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mewujudkan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
2. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang
lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya;
3. Untuk mewujudkan Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk
memproduksi obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.

F. KUNCI JAWABAN

1. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.
2. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu
dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen
3. Bertujuan untuk Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
4. Pemerintah, Pelaku usaha, Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, Akademisi,
dan Tenaga ahli.
5. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban
dankehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
BAB IV
PERATURAN PEMERINTAH RI NO 72/2008, 51/2009

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Untuk meningkatkan Kefarmasian dalam pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan


Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2. Untuk mengetahui Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan farmasi pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
3. Untuk mewujudkan Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
wajib mengikuti paradigma pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan
serta teknologi.

B. MATERI
a. Nomor pokok pengusaha barang kena cukai

Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat dengan
NPPBKC adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik,pengusaha tempat
penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, ataupengusaha tempat penjualan eceran di
bidang cukai.

Sebagai langkah awal dalam sistem pengawasannya, setiap orang atau badan usaha
yang menjalankan kegiatan di bidang Cukai wajib memiliki izin dari otoritas pemerintah. Izin untuk
melakukan kegiatan di bidang Cukai dikeluarkan dalam bentuk Nomor Pokok Pengusaha Barang
Kena Cukai (BKC). Menteri Keuangan adalah pihak yang berhak mengeluarkan ijin, meskipun
pada pelaksanaannya wewenang tersebut didelegasikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai
c.q. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.

Lalu, apa saja kegiatan di bidang Cukai yang membutuhkan NPPBKC? NPPBKC wajib
dimilik oleh pengusaha di bidang Cukai sebagai berikut :

a. Pengusaha Pabrik BKC;


b. Pengusaha Tempat Penyimpanan BKC;
c. Importir BKC;
d. Penyalur; atau
e. Pengusaha Tempat Penjualan Eceran (TPE).
Kewajiban memiliki NPPBKC untuk Penyalur dan pengusaha Tempat Penjualan Eceran
(TPE) adalah khusus untuk BKC berupa Etil Alkohol (EA) dan Minuman yang Mengandung Etil
Alkohol (MMEA).

Berkaitan dengan pemberian fasilitas di bidang Cukai sebagaimana diatur dalam pasal 8
dan 9 Undang-undang Cukai (akan dibahas secara khusus, insya Allah) serta dengan
mempertimbangkan efektifitas pengawasan, terdapat subyek yang dikecualikan dari kewajiban
untuk memiliki NPPBKC, yaitu :

Orang yang membuat Tembakau Iris (TIS) yang dibuat dari hasil tanaman di Indonesia
yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan
pengemas yang lazim digunakan, apabila :
1. Dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari
luar negeri atau bahan lain yang lazim digunakan dalam pembuatan hasil tembakau;
2. Pada pengemas atau tembakau irisnya tidak dibubuhi atau dilekati atau dicantumkan cap,
merek dagang, etiket, atau sejenisnya.
3. Orang yang membuat MMEA yang diperoleh dari hasil peragian atau penyulingan,
apabila :
4. Dibuat oleh rakyat Indonesia;
5. Pembuatannya secara sederhana;
6. Produksinya tidak melebihi 25 liter/hari;
7. Tidak dikemas dalam kemasan penjualan eceran.

Orang yang mengimpor BKC yang mendapat fasilitas pembebasan cukai, yaitu :
1. Untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
2. Untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
3. Untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi
internasional di Indonesia;
4. Yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau kiriman dari
luar negeri, dalam jumlah tertentu;
5. Untuk tujuan sosial.
6. Pengusaha TPE Etil Alkohol yang penjualan dalam sehari maksimal 30 liter;
7. Pengusaha TPE MMEA dengan kadar alkohol paling tinggi 5%.

b. Sediaan farmasi

Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah pengelolaan berbagai upaya
yang menjamin keamanan, khasiat atau manfaat, mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Tujuan
penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah
tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang terjamin aman,
berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan
keterjangkauannya guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri dari: komoditi;
sumber daya; pelayanan kefarmasian; pengawasan; dan pemberdayaan masyarakat.

Prinsip-prinsip subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri dari:
aman, berkhasiat, bermanfaat, dan bermutu; tersedia, merata, dan terjangkau; rasional;
transparan dan bertanggung jawab; dan kemandirian. Penyelenggaraan subsistem sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri dari: upaya ketersediaan, pemerataan, dan
keterjangkauan obat dan alat kesehatan; upaya pengawasan untuk menjamin persyaratan
keamanan, khasiat atau manfaat, mutu produk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan
serta perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat dan
alat kesehatan; upaya penyelenggaraan pelayanan kefarmasian; upaya penggunaan obat
yang rasional; dan upaya kemandirian sediaan farmasi melalui pemanfaatan sumber daya
dalam negeri.
Pengertian Sediaan Farmasi menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan (selanjutnya UU Kesehatan) adalah obat, bahan obat, obat
tradisional, dan kosmetika.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2013 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan Makanan Ke Dalam Wilayah
Indonesia (selanjutnya Peraturan Kepala BPOM) menerangkan lebih lanjut pengertian obat,
obat tradisional, dan kosmetika sebagai berikut:

1. Pasal 1 angka 4 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa obat adalah obat jadi
termasuk produk biologi, yang merupakan bahan atau paduan bahan digunakan
untukmempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi untuk manusia.

2. Pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa obat tradisional adalah
bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.

3. Pasal 1 angka 8 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa kosmetika adalah bahan
atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia
(epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan
atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

Pasal 106 ayat (1) UU Kesehatan menjelaskan mengenai peredaran sediaan farmasi.

Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan menurut Pasal 104 ayat (1) UU
Kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu
dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan.

Maraknya sediaan farmasi tanpa izin edar dalam masyarakat sangat


memperihatinkan. Hal ini menunjukkan tentang minimnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat akan hukum masih sangat rendah sehingga cendrung melakukan tindak pidana
mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar.

Ketentuan mengenai tindak pidana memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi


diatur dalam Pasal 197 UU Kesehatan bahwa, Setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki
izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar
lima ratus juta rupiah).

C. KESIMPULAN

Kewajiban memiliki NPPBKC dari Menteri bagi setiap pengusaha barang kena
cukai sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 ayat (1) Undang- Undang bertujuan
untuk dapat dilakukan pengawasan terhadap kegiatan produksi, impor, penimbunan,
penyimpanan, dan peredaran barang kena cukai di Pabrik, Tempat Penyimpanan,
Tempat Usaha Importir, Tempat Usaha Penyalur, Tempat Penjualan Eceran, atau
tempat-tempat lain dimana barang kena cukai berada, baik yang sudah atau belum
dilunasi cukainya.

Pemberian NPPBKC dimaksudkan dalam rangka pembatasan konsumsi dan


pemakaian barang kena cukai yang mempunyai dampak negatif yang luas terhadap
kesehatan, lingkungan hidup dan tertib sosial atau keseimbangan sosial serta
pengamanan hak-hak negara berupa pungutan cukai.

Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai tata cara pemberian NPPBKC,


pembekuan NPPBKC, dan pencabutan NPPBKC.

Pada prinsipnya NPPBKC tersebut diberikan secara tersendiri berdasarkan masing-


masing bidang usaha, jenis barang kena cukai, serta lokasi tempat usaha.

Berdasarkan alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan tertentu, NPPBKC


dapat dicabut. Pencabutan NPPBKC tersebut membawa konsekuensi bagi pengusaha,
yaitu timbulnya kewajiban untuk melunasi cukai atas barang kena cukai yang masih
terutang cukai atau memindahkan barang kena cukai ke tempat-tempat yang
ditetapkan atau memusnahkannya.

NPPBKC yang diberikan Menteri sama sekali tidak mengurangi atau


menghapuskan persyaratan perizinan dari instansi terkait lainnya berdasarkan lingkup
tugas, fungsi, dan wewenangnya masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan


kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tenaga Kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi


pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan penting karena
terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya Pelayanan Kefarmasian.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang


kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan Kefarmasian dari
pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif
(pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun
dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi
untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring
penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error).

Perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kefarmasian


dirasakan belum memadai, selama ini masih didominasi oleh kebutuhan formal dan
kepentingan Pemerintah, dan belum memberdayakan Organisasi Profesi dan
pemerintah daerah sejalan dengan era otonomi. Sementara itu berbagai upaya
hukum yang dilakukan dalam memberikan perlindungan menyeluruh kepada
masyarakat sebagai penerima pelayanan, dan Tenaga Kefarmasian sebagai pemberi
pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi dirasakan masih belum memadai
karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat cepat
tidak seimbang dengan perkembangan hukum.

Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum,


untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata
kembali berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik
kefarmasian agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, maka perlu mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam suatu peraturan
pemerintah.

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur:

1. Asas dan Tujuan Pekerjaan Kefarmasian;

2. Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan, Produksi,


Distribusi, atau Penyaluran dan Pelayanan Sediaan Farmasi;

3. Tenaga Kefarmasian;

4. Disiplin Tenaga Kefarmasian; serta

5. Pembinaan dan Pengawasan;

C. REFRENSI

 Modul Perungang-Undangan Kesehatan

D. SOAL LATIHAN

2. Sebutkan Fasilitas Pelayanan Kefarmasian?


3. Apakah tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian?
4. Apakah yang dimaksud dengan Pelayanan Kefarmasian?
5. Menteri dapat membekukan NPPBKC dalam hal?
6. Apakah yang dimaksud dengan Cukai?

F. KUNCI JAWABAN

1. Apotek,Instalasi farmasi rumah sakit,Puskesmas Klinik,Toko Obat atau Praktek bersama


2. Untuk memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh
dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian
3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
4. Adanya bukti permulaan yang cukup bahwa pemegang izin melakukan pelanggaran
pidana di bidang cukai;
5. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang
mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
BAB V
PERATURAN PEMERINTAH RI NO40/10

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Untuk mewujudkan penetapan Instansi Pembina Jabatan Fungsional memiliki peran


penting dalam pengembangan profesionalisme dan kompetensi Pegawai Negeri Sipil
yang menduduki jabatan fungsional;
2. Untuk mewujudkan perkembangan pembinaan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan
fungsional, maka perlu mengubah ketentuan mengenai penetapan Instansi Pembina
Jabatan Fungsional sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;

B. MATERI
a. Jabatan fungsional pegawai negeri sipil

Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan
hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya
didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur
organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah. Jabatan
fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional
keterampilan. Produk hukum yang mengatur pengangkatan dalam Jabatan Fungsional adalah PP
no. 40 Tahun 2010: Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 1994 Tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil, PP No. 16 Tahun 1994 dan Keppres No. 87 tahun 1999 Jabatan
fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang
Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan
pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.

Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur
organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah. Jabatan
fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional
keterampilan. Penetapan Jabatan Fungsional Jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional
keterampilan ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:

1. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas
disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi;

2. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi;

3. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan :

1. Tingkat keahlian, bagi jabatan fungsional keahlian;

2. Tingkat keterampilan, bagi jabatan fungsional keterampilan.

4. Pelaksanaan tugas bersifat mandiri;

5. Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.

Jabatan fungsional dan angka kredit jabatan fungsional ditetapkan oleh Menteri yang
bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dengan memperhatikan usul dari
pimpinan instansi pemerintahan yang bersangkutan, yang selanjutnya bertindak sebagai pembina
jabatan fungsional.
a. Angka Kredit Jabatan Fungsional

Penilaian prestasi kerja bagi pejabat fungsional ditetapkan dengan angka kredit oleh pejabat
yang berwenang. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai
butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh pejabat fungsional dalam rangka pembinaan karier yang
bersangkutan.

Butir-butir kegiatan yang dinilai adalah tugas-tugas yang dilaksanakan oleh setiap pejabat
fungsional yang terdiri atas tugas utama (tugas pokok) dan tugas penunjang, yaitu tugas-tugas yang
bersifat menunjang pelaksanan tugas utama. Tugas utama adalah tugas-tugas yang tercantum dalam
uraian tugas (job description) yang ada pada setiap jabatan, sedangkan tugas penunjang tugas pokok
adalah kegiatan-kegiatan pejabat fungsional di luar tugas pokok yang pada umumnya bersifat tugas
kemasyarakatan.

Dalam pelaksanaan tugas-tugas utama/pokok seorang pejabat fungsional harus


mengumpulkan sekurang-kurangnya 70% atau 80% dari angka kredit yang ditetapkan, sedang
pelaksanaan tugas penunjang tugas-tugas pokok sebanyak-banyaknya hanya 30% atau 20%.
Ketentuan tersebut diatur untuk menjamin agar pejabat fungsional benar-benar mengutamakan
pelaksanaan tugas pokoknya dibandingkan dengan tugas-tugas penunjang.

Angka kredit ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan digunakan sebagai bahan dalam
penetapan kenaikan jabatan/pangkat pejabat fungsional.

b. Tim Penilai Angka Kredit

Dalam pelaksanaan penetapan angka kredit jabatan fungsional dibentuk Tim Penilai yang
bertugas membantu pejabat yang berwenang dalam menetapkan angka kredit pejabat fungsional di
lingkungan instansi masing-masing.

Tim Penilai Angka Kredit jabatan fungsional terdiri atas :

1. Tim Penilai Pusat, yang bertugas membantu pimpinan instansi pembina jabatan fungsional
dalam menetapkan angka kredit pejabat fungsional golongan IV;

2. Tim Penilai Instansi, yang bertugas membantu pimpinan instansi yang bersangkutan dalam
menetapkan angka kredit pejabat fungsional golongan II dan III.

c. Pengangkatan

Persyaratan untuk pengangkatan pertama dalam jabatan fungsional adalah:

1. Berkedudukan sebagai pegawai negeri sipil;

2. Memiliki ijazah sesuai dengan tingkat pendidikan dan kualifikasi pendidikan yang ditentukan;

3. Telah menduduki pangkat menurut ketentuan yang berlaku;

4. Telah lulus pendidikan dan pelatihan fungsional yang ditentukan;

5. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik
dalam 1 tahun terakhir.

d. Kenaikan Jabatan

Pejabat fungsional dapat dipertimbangkan untuk diangkat ke dalam jabatan yang setingkat lebih tinggi
apabila memenuhi syarat:

1. Sekurang-kurangnya telah 1 tahun dalam jabatan terakhir;

2. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan setingkat lebih tinggi;

3. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik
dalam 1 tahun terakhir.

e. Kenaikan Pangkat

Pejabat fungsional dapat dipertimbangkan untuk dinaikan kedalam pangkat yang setingkat lebih tinggi
apabila memenuhi syarat:
1. Sekurang-kurangnya telah 2 tahun dalam pangkat terakhir;

2. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan yang setingkat lebih tinggi;

3. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik
dalam 2 tahun terakhir.

f. Jenjang Jabatan Fungsional

Jabatan fungsional terdiri atas Jabatan Fungsional Terampil dan Jabatan Fungsional Ahli. Untuk
masing-masing jabatan tersebut di atas ditetapkan jenjang jabatan dan jenjang pangkat/ golongan
ruang sebagai berikut:

JENJANG JABATAN DAN GOLONGAN RUANG JABATAN FUNGSIONAL

I. JABATAN FUNGSIONAL TERAMPIL

NO JABATAN GOL/ RUANG KETERANGAN

Sekurang-kurangnya
1. Pelaksana Pemula II/a berijazah Sekolah
Lanjulan Tingkat Atas

2. Pelaksana II/b-II/c-II/d

3. Pelaksana Lanjulan III/a-III/b

4. Penyelia III/c - III/d

II. JABATAN FUNGSIONAL AHLI

NO JABATAN GOL/ RUANG KETERANGAN

Sekurang-kurangnya
1. Ahli Pertama III/a-III/b berijazah Sarjana (SI)
atau D-IV

2. Ahli Muda III/c - III/d

3. Ahli Madya IV/a-IV/b-IV/c

4. Ahli Utama lV/d - IV/e

Pembebasan dari Jabatan Fungsional

Pejabat fungsional dibebaskan sementara dari jabatannya apabila :

1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980; atau

2. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah


Nomor 4 Tahun 1966;

3. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan fungsional yang dijabatnya;

4. Tugas belajar lebih dari 6 bulan; atau

5. Cuti di luar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan keempat dan seterusnya.

Pejabat fungsional yang dibebaskan sementara dari jabatannya dapat diangkat kembali apabila :

1. Telah berakhir masa berlakunya hukuman disiplin;

2. Telah selesai melaksanakan tugas diluar jabatan fungsional;

3. Telah selesai tugas belajar lebih dari 6 bulan;

4. Berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi hukuman percobaan;
5. Telah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan negara dan telah melaporkan diri untuk
aktif kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Pejabat fungsional yang diangkat kembali dalam jabatan fungsional, jabatannya ditetapkan
berdasarkan angka kredit yang terakhir dimiliki. Pemberhentian dari jabatan fungsional Pejabat fungsional
diberhentikan dari jabatan fungsional apabila:

1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980 yang telah mempunyai kekuatan tetap;

2. Tidak dapat mengumpulkan angka kredit menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam
keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.

Pembebasan sementara, pemberhentian dari, dan pengangkatan kembali dalam jabatan


fungsional ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil dikelompokkan dalam
rumpun-rumpun jabatan fungsional. Rumpun jabatan fungsional adalah himpunan jabatan-jabatan
fungsional yang mempunyai fungsi dan tugas yang berkaitan erat satu sama lain dalam melaksanakan
salah satu tugas umum pemerintahan. Rumpun jabatan fungsional ditetapkan dengan Keputusan
Presiden. Jabatan-jabatan di dalam suatu rumpun jabatan dapat berkembang sesuai perkembangan ilmu
dan teknologi. Rumpun jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil ditetapkan dengan Keputusan Presiden
Nomor 87 Tahun 1999.

Contoh Jabatan Fungsional dan Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipi.

alam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karier, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya
dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karier dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan
struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a).
Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan
Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala
dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan
sekretaris lurah.

Jabatan Fungsional, yaitu jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut
pandang fungsinya sangat diperlukan dalam pelaksansaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya:
auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti,
perencana, pranata komputer, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan
bermotor.

A. Larangan memangku jabatan rangkap

PP no. 29 tahun 1997 tentang PNS yang menduduki jabatan rangkap

PP no. 47 tahun 2005 tentang Perubahan atas PP no. 29 tahun 1997 tentan PNS yang menduduki
jabatan rangkap

PP no. 30 tahun 1980 tentang peraturan displin PNS (sudah diganti dengan PP no.53 tahun 2010)

53 Tahun 2010: Disiplin Pegawai Negeri Sipil (situs asli) , pengganti PP no. 30 tahun 1980

B. Pembebasan dari Jabatan Fungsional

Pejabat fungsional dibebaskan sementara dari jabatannya apabila :

Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010, atau
Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 04
Tahun 1966,

Ditugaskan secara penuh di luar jabatan fungsional yang dijabatnya,

Tugas belajar lebih dari 6 bulan, atau

Cuti di luar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan keempat dan seterusnya.

C. Pengecualian untuk memangku Jabatan rangkap

PP no 29/1997 Pasal 2 ayat (2) untuk Jabatan Jaksa dan Peneliti

PP no 047/2005 Pasal 2 ayat (2) selain jabatan Jaksa dan Peneliti ditambah Perancang

Permendikbud no.33 tahun 2012: Pengangkatan Dan Pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur Pada


Perguruan Tinggi Yang Diselenggarakan Oleh Pemerintah

Permendiknas no.67 Tahun 2008 tentang pengangkatan pimpinan PTN Pasal 2 : Dosen di lingkungan
kemendikna dapat diberi tugas tambahan dengan cara diangkat sebagai Pimpinan Perguruan Tinggi atau
Pimpinan Fakultas

SE Dirjen no 2705 tentang pengangkatan pimpinan PTS

PP no 37 tahun 2009 pasal 18 ayat (1) s/d (6). PNS dosen yang sudah bertugas sebagai dosen paling
sedikit 8 tahun dapat ditempatkan pada jabatan struktural di luar Perguruan Tinggi, dibebaskan sementara
dari jabatan apabila ditugaskan secara penuh di luar jabatan dosen dan semua tunjangan yang berkaitan
dengan tugas sebagai dosen diberhentikan sementara.

Kepmenkowasbangpan no 38/KEP/MK.WASPAN/8/1999 pasal 26 : Dosen dibebaskan sementara dari


tuga-tugas jabatannya apabila dtugaskan secara penuh di luar jabatan fungsional dosen

D. Pengangkatan dalam Jabatan Struktural

Jabatan struktural hanya dapat diduduki oleh mereka yang berstatus sebagai PNS. Calon Pegawai Negeri
Sipil tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota
Kepolisian Negara hanya dapat diangkat dalam jabatan struktural apabila telah beralih status menjadi
PNS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundangan. Eselon dan jenjang pangkat jabatan struktural
sesuai PP no. 13 Tahun 2002: Perubahan atas PP no.100 tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam
Jabatan Struktural

C. KESIMPULAN

Dalam rangka mencapai tujuan nasional, dibutuhkan adanya Pegawai Negeri


Sipil yang memiliki profesionalisme dan kompetensi yang memadai, berdayaguna, dan
berhasilguna dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian


sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
menyatakan bahwa dalam rangka pengembangan karier, profesionalisme, dan
kompetensi, diatur tentang kemungkinan bagi Pegawai Negeri Sipil untuk menduduki
jabatan fungsional.

Sebagai penjabaran dari Undang-Undang dimaksud, telah ditetapkan Peraturan


Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil
untuk mengatur pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional
yang didalamnya antara lain memuat ketentuan tentang wewenang penetapan rumpun
jabatan fungsional, jabatan fungsional dan angka kredit, serta instansi pembina jabatan
fungsional.

Penetapan Instansi Pembina Jabatan Fungsional diperlukan dalam rangka


melakukan penetapan dan pengendalian terhadap standar profesi yang antara lain:

a. penyusunan pedoman formasi Jabatan Fungsional;


b. penetapan standar kompetensi Jabatan Fungsional;

c. pengusulan tunjangan Jabatan Fungsional;

d. sosialisasi Jabatan Fungsional serta petunjuk pelaksanaannya;

e. penyusunan kurikulum dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan


fungsional/teknis fungsional; dan
pengembangan sistem informasi Jabatan Fungsional.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka efisiensi dan efektifitas dalam
pembinaan Jabatan Fungsional maka penetapan Instansi Pembina Jabatan Fungsional
dilakukan sekaligus dalam penetapan jabatan fungsional dan angka kreditnya oleh
Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur
negara.

D. REFRENSI

 Modul Perungang-Undangan Kesehatan


 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994, tentang Pengangkatan Dalam Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
 Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai
Negeri Sipil;
 Pedoman Umum Penyusunan Jabatan Fungsional, Kantor Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara, 9 Juli 1988.

E. LATIHAN SOAL

1. Tentang apakah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974?


2. Pada pasal berapa Presiden menetapkan rumpun jabatan fungsional atas usul Menteri
yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara?
3. Apa bunyi dari Bab III yng di ubah?
4. Tentang apakah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984?
5. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk?

F. KUNCI JAWABAN

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
2. Pasal 4
3. “Wewenang penetapan rumpun jabatan fungsional, jabatan fungsional dan angka kredit
jabatan fungsional, serta instansi pembina jabatan fungsional”
4. Tentang Perindustrian
5. Untuk memperoleh izin edar diuji dari segi mutu
BAB VI
PERMENKES RI TENTANG SEDIAAN FARMASI DAN ALKES

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Untuk mewujudkan pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai salah satu upaya
dalam pembangunan kesehatan dilakukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang
disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat serta yang
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
2. Untuk mewujudkan Produksi kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah,
membuat, mengemas, dan/atau mengubah bentuk sediaanfarmasi dan alat kesehatan.
3. Untuk meningkatkan mutu, keamanan, dan kemanfaatan

B. MATERI
a. Sediaan farmasi
Pengertian Sediaan Farmasi menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan (selanjutnya UU Kesehatan) adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013
Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia (selanjutnya
Peraturan Kepala BPOM) menerangkan lebih lanjut pengertian obat, obat tradisional, dan kosmetika
sebagai berikut:

1. Pasal 1 angka 4 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa obat adalah obat jadi termasuk
produk biologi, yang merupakan bahan atau paduan bahan digunakan
untukmempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan dan kontrasepsi
untuk manusia.

2. Pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa obat tradisional adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

3. Pasal 1 angka 8 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa kosmetika adalah bahan atau
sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut,
kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

Pasal 106 ayat (1) UU Kesehatan menjelaskan mengenai peredaran sediaan farmasi.

Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan menurut Pasal 104 ayat (1) UU Kesehatan
diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau
khasiat/kemanfaatan.
Maraknya sediaan farmasi tanpa izin edar dalam masyarakat sangat memperihatinkan. Hal ini
menunjukkan tentang minimnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan hukum masih sangat
rendah sehingga cendrung melakukan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar.

Ketentuan mengenai tindak pidana memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi diatur dalam Pasal
197 UU Kesehatan bahwa, Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan untuk melindungi


masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang tidak tepat dan/atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Selain hal tersebut, sediaan farmasi dan alat kesehatan perlu dijamin ketersediaannya yang
tersebar secara merata dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam rangka
pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah ini dapat diberlakukan

sebagai peraturan pelaksanaan Ordonansi Obat Keras sepanjang ketentuan-ketentuan


yang diatur tersebut belum diatur dalam peraturan pelaksanaan Ordonansi Obat Keras. Hal ini
disebabkan karena pengaturan, pembinaan dan pengawasan dalam peraturan pelaksanaan
Ordonansi Obat Keras dirasakan belum mencukupi dalam kaitannya dengan pengamanan
sediaan farmasi dan alat kesehatan secara keseluruhan. Di dalam Peraturan Pemerintah ini
diatur mengenai produksi dan peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan, di mana setiap
produksi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang akan diedarkan harus memenuhi persyaratan
mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang diedarkan terlebih dahulu telah dilakukan dan lulus dalam pengujian
dari segi mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Bagi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
lulus dalam pengujian diberikan izin edar. Mengingat sediaan farmasi dan alat kesehatan
merupakan hasil yang diperoleh melalui penelitian dan pengembangan sebagai karya
intelektual, maka hasil tersebut dapat diupayakan perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Alat kesehatan
Pengertian alat kesehatan berdasarkan Menteri Kesehatan RI. no. 220/Men.Kes/Per/IX/1976 tertanggal 6
September 1976 adalah :

Barang, instrumen aparat atau alat termasuk tiap komponen, bagian atau perlengkapan yang diproduksi,
dijual atau dimaksudkan untuk digunakan dalam penelitian dan perawatan kesehatan, diagnosis
penyembuhan, peringanan atau pencegahan penyakit, kelainan keadaan badan atau gejalanya pada
manusia.

Berdasarkan fungsinya alat kesehatan dapat digolongkan menjadi beberapa penggolongan antara lain
fungsinya, sifat pemakaiannya, Kegunaannva, umur peralatan, macam & bentuknya, kepraktisan
penyimpanan.
Berikut ini beberapa macam untuk alat kesehatan dasar :
1. Abocath (jarum infus).
2. Infus set / Transet ( selang infus)
3. Cairan infus.
4. Stetoskop
5. Tensi (tensimeter)
6. Termometer
7. Pinset (Jepitan)
8. Spuit (suntikan)
Beberapa alat kesehatan yang lain juga memiliki instrumen sebagai berikut :

1. Instrumen Aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk
mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta
pemulihan kesehatan pada manusia, dan atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh. (Sumber: UU No.23/1992 ttg kesehatan)
2. Bahan, instrumen, aparatus, mesin, alat untuk ditanamkan, reagens/produk diagnostik invitro atau
barang lain yang sejenis atau terkait termasuk komponen, bagian dan perlengkapannya yang;
a. Disebut dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia dan formularium
Nasional atau suplemennya dan atau;
b. Digunakan untuk mendiagnosa penyakit, menyembuhkan, merawat, memulihkan,
meringankan atau mencegah penyakit pada manusia dan atau;
c. Dimaksudkan untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh manusia dan atau;
d. Dimaksud untuk menopang atau menunjang hidup atau mati
e. Dimaksud untuk mencegah kehamilan dan atau;
f. Dimaksud untuk penyucihamaan alat kesehatan dan atau;
g. Dimaksudkan untuk mendiagnosa kondisi bukan penyakit yang dalam mencapai tujuan
utamanya
h. Memberi informasi untuk maksud medis dengan cara pengujian invitro terhadap
spesimen yang dikeluarkan dan tubuh manusia
i. Dan tidak mencapai target dalam tubuh manusia secara farmakologis, imunologis atau
cara metabolisme tetapi mungkin membantu fungsi tersebut
j. Digunakan, diakui sebagai alat kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi

C. KESIMPULAN

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai landasan hukum


dalam pembangunan kesehatan telah memberikan arah pengaturan guna tercapainya
kesadaran, keamanan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, yang dilakukan melalui upaya-upaya kesehatan
yang didukung oleh sumber daya kesehatan. Salah satu bentuk upaya kesehatan dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal adalah pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan. Sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, Peraturan Pemerintah ini disusun untuk memberi kejelasan, penjabaran, dan
pedoman serta kepastian dan perlindungan hukum bagi penyelenggaraan upaya kesehatan
mengenai pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Selain hal tersebut, untuk menjamin terpenuhinya persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan, diatur persyaratan jaminan pemeliharaan
mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Sejalan dengan pengaturan persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan, maka sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah diberikan
izin edar yang kemudian ternyata terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan oleh Menteri dicabut izin edarnya dan ditarik dari peredaran.

Terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan tersebut disita dan dimusnahkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk melindungi masyarakat
dari informasi yang tidak obyektif, tidak lengkap dan/atau menyesatkan karena dapat
mengakibatkan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat, Peraturan
Pemerintah ini mengatur mengenai penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat
kesehatan. Penandaan dan informasi tersebut harus memenuhi persyaratan obyektivitas dan
kelengkapan serta tidak menyesatkan. Dalam rangka pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan serta sesuai dengan dan berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, diberlakukan sanksi bagi siapa yang melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

D. REFRENSI

 Modul Perungang-Undangan Kesehatan

A. LATIHAN SOAL
a. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau diedarkan harus memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan termasuk dalam pasal berapa?
b. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh badan usaha yang
telah memiliki izin usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, termasuk dalam bab berapa dan sistem apa?
c. Apa bunyi dari pasal 6?
d. Menjelaskan tentang apa bagian ke 2?
e. Apa isi dari pasal 13 ?

B. KUNCI JAWABAN

1. Pasal 2
2. Bab III, Produksi
3. Peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
4. Izin edar
5. 1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang lulus dalam pengujian diberikan izin edar.
2. Izin edar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam bentuk persetujuan
pendaftaran.
3. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak lulus dalam pengujian diberikan surat
4. keterangan yang menyatakan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bersangkutan
tidak memenuhi persyaratan untuk diedarkan.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai izin edar dan surat keterangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
BAB VII
PERMENKES RI TENTANG BTP, PBF DAN INDUSTRI FARMASI

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mengetahui Bahan Tambahan Pangan yg selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis pengawet dan beberapa golongan BTP
3. Untuk mengetahui bahan-bahan pengawet yang berbahaya dan bahan lainnya

A. MATERI
1. Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Menurut PERMENKES No 033 TAHUN 2012:
a. Bahan Tambahan Pangan yg selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
Asupan Harian yang dapat disingkat dengan Acceptable Daily Intake (ADI) adalah jumlah
maksimum BTP dalam milligram per kilogram Berat Badan yang dapat dikonsumsi setiap hari
selama hidup menimbulkan efek merugikan kesehatan.
Asupan Maksimum yang dapat ditoleransi atau Maximum Tolerable Daily Intake (MTDI)
adalah jumlah maksimum suatu zat dalam milligram per kilogram Berat Badan yang dapat
dikonsumsi dalam sehari tanpa meninmbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.
b. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan atau diperlakukan sebagai
bahan baku pangan.
BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai GIZI yang sengaja ditambahkan ke dalam
pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan,perlakukan,
pengepakan,pengemasan, penyimpanan, dan atau diharapkan menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut baik secara langsung atau tidak
langsung
c. BTP terdiri atas beberapa Golongan :
1) Anti Buih ( Antifoaming Agent)
2) Anti Kempal (Anticaking Agent)
3) Anti Oksidan (Antioxidant Agent)
4) Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent)
5) Garam Pengemulsi ( Emulsifying Salt)
6) Gas untuk Kemasan ( Packaging Gas)
7) Humektan (Humectant)
8) Pelapis (Glazing Agent)
9) Pemanis (Sweetener)
10) Pembawa ( Carrier)
11) Pembentuk Gel (Gelling Agent)
12) Pembuih ( Foaming Agent)
13) Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
14) Pengawet ( Preservative)
15) Pengembang ( Raising Agent)
16) Pengemulsi (Emulsifier)
17) Pengental ( Thickener)
18) Pengeras ( Firming Agent)
19) Penguat Rasa ( Flavor Enhancer)
20) Peningkat Volume (Bulking Agent)
21) Penstabil ( Stabilizer)
22) Peretensi Warna (Colour Retention Agent)
23) Perisa ( Flavouring)
24) Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent)
25) Pewarna (Colour)
26) Propelan (Propelant)
27) Sekuestran (Sequestrant)

2. Bahan yang Dilarang


1) Pasal 8
Produksi, pemasukan dan penandaan BTP

32
2) Pasal 12-13
1) Mengandung Fenilalanin tidak cocok untuk penderita Fenilketonurik
2) Untuk Penderita Diabetes. Dan/atau orang yang membutuhkan makanan berkalori
rendah

3. Pewarna
a. Memberi kesan menarik bagi konsumen
b. Menyeragamkan warna makanan
c. Menstabilkan warna
d. Menutupi perubahan warna selama proses pengolahan
e. Mengatasi perubahan warna selama penyimpanan

4. Pemanis Buatan
a. Rasanya lebih manis
b. Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis
c. Tidak mengandung kalori, cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes) 0x);
d. sakarin (300x); sorbitol; aspartam

5. Sakarin dan Siklamat


a. Permenkes: penderita diabetes atau sedang menjalani diet kalori
b. Batas maksimum siklamat adalah 500 mg – 3 g/kg bahan
c. Batas maksimum sakarin adalah 50 – 300 mg/kg bahan
d. Siklamat :Amerika  sudah DILARANG

6. Siklamat
a. Berat badan = 50 kg
b. Jumlah maks. siklamat =50 x 11mg = 550 mg
c. Jika kue dgn siklamat = 500mg/kg bahan,
 550/500 x 1 kg = 1100 g kue
 batas maksimum kue yang boleh kita makan !!!

7. Pengawet
a. Mengawetkan pangan yang mudah rusak
b. Menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian yang
disebabkan oleh mikroba
c. Natrium / kalium Benzoat
d. Sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, jem, jeli, manisan, kecap
e. Propionat (Asam/kalium)
f. Roti dan keju olahan

8. Pengawet Berbahaya Dilarang


a. Boraks
1) Bakso, mie basah, pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit
2) Lebih kompak (kenyal) teksturnya dan memperbaiki penampakan
3) Antiseptik dan pembunuh kuman
b. Formalin
1) Tahu & mie basah
2) Mengawetkan mayat & organ tubuh

9. Penyadap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa


a. Vetsin
b. Mengandung MSG (MonoSodium Glutamat)
c. Asam glutamat menghantar sinyal-sinyal antar sel otak, dan dapat memberikan cita rasa
pada makanan

10. Pengemulsi, Pemantap, Pengental


a. Untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air
b. Produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air,
c. Mempunyai tekstur yang kompak
d. Es krim, es puter, saus sardin, jem, jeli, sirup, dan lain-lain

11. Pengemulsi, Pemantap, Pengental


a. Agar
b. Alginat

33
c. Dekstrin
d. Gelatin
e. Gum
f. Karagen
g. Lesitin
h. CMC
i. Pektin
j. Pati asetat

12. Antioksidan
a. Mencegah ketengikan kerena oksidasi lemak dan produk mengandung lemak.
b. Askorbat - kaldu, daging olahan/awetan, jem, jeli dan marmalad, serta makanan bayi, ikan
beku, dan potongan kentang goreng beku.
c. Butil hidroksianisol (BHA) – lemak, minyak, margarine
d. Butil hidroksitoluen (BHT) – ikan beku, minyak, margarin, mentega, ikan asin
e. Propil galat – lemak & minyak makan, margarin, mentega
f. Tokoferol – makanan bayi, kaldu, lemak & minyak makan

13. Pengatur Keasaman


a. Asam sitrat
Untuk makanan pelengkap serealia,makanan bayi kalengan, coklat dan coklat bubuk, dan
makanan-makanan lain seperti pasta tomat, jem/jeli, minuman ringan, udang, daging,
kepiting.

b. Kalium dan natrium bikarbonat


Untuk coklat dan coklat bubuk, mentega, serta makanan lainnya seperti pasta tomat,
jem/jeli, soda kue, dan makanan bayi .

34
14. Pengeras
a. Membuat makanan menjadi lebih keras atau mencegah makanan menjadi lebih lunak
b. Kalsium glukonat, Untuk mengeraskan buah-buahan dan sayuran dalam kaleng seperti irisan
tomat kalengan, buah kalengan, jem, jelly
c. Kalsium klorida, buah kalengan
d. Kalsium sulfat, Untuk irisan tomat kalengan, apel dan sayuran kalengan

15. Sukuestran
a. Asam fosfat,
b. Isopropil sitrat
c. Kalsium dinatrium edetat (EDTA)
d. Monokalium fosfat
e. Natrium pirofosfat

16. Label Pewarna


a. Colour Index (CI), Huruf Besar Berwarna Hijau dalam kotak persegi panjang warna hijau
b. Logo M pada Lingkaran warna hitam
PerMenkes No 34 Tahun 2012 tentang Batas Maksimum Melamin Pada Pangan Melamin
adalah suatu senyawa kimia yang paling umum didapatdalam bentuk Kristal mengandung
banyak nitrogen dan biasa digunakan dalamproduk non pangan yang apabila digunakan dalam
pangan dapat membahayakan kesehatan manusia Batas maksimum adalah konsentrasi
maksimum cemaran yang terdapatdalam pangan.

17. Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pangan :


a. UU Pangan No 7 Tahun Tentang Pangan
b. UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
c. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
d. PP No 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan Permenkes No 033 Tahun
2012 tentang Bahan Tambahan Pangan
e. Permenkes No 034 Tahun 2012 tentang Batas Maksimum Melamin DalamPangan

B. KESIMPULAN
Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan. Tujuan
penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai
gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta
mempermudah prepasi bahan pangan.
Jenis bahan tambahan pangan ada dua yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat
ini aman dan tidak berefek toksis misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI
(Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake)
demi menjaga/melindungi kesehatan konsumen.
Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses
fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan
perlindungan bahan pangan dari pembusukan. Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan
anorganik dalam bentuk asam dan garamnya
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan panagn berwarna antara lain
dengan penambahan zat pewarna. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma,
memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus
merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dalam
jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan,
mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama. Bahan penyedap
mempunyai beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih
bernilai atau diterima dan lebih menarik.

35
Perizinan pendirian Pedagang Besar Farmasi berdasarkan Permenkes Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 dan perubahan Permenkes No.34 tahun 2014 dilakukan sesuai
dengan ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).

Perizinan pendirian PBF diatur dalam Permenkes No1148/Menkes/Per/VI/2011 dan


perubahan Permenkes No.34 tahun 2014 pasal 1s/d 12 a

Permohonan izin PBF ada tiga macam yaitu izin baru, izin perubahan dan izin perpanjangan

Masa berlaku izin PBF adalah 5 tahun untuk PBF pusat dan PBF cabang masa berlakunya
mengikuti PBF pusatnya

Izin Pedagang Besar Farmasi beserta cabangnya dicabut apabila tidak mempekerjakan
Apoteker Penanggung Jawab yang memiliki surat izin kerjadan atau, tidak aktif lagi dalam
penyaluran obat selama 1 (satu) tahun, dan atau tidak lagi memenuhi persyaratan usaha
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan; atau tidak lagi menyampaikan informasi Pedagang
Besar Farmasi tiga kali dalam berturut-turut; dan atau, tidak memenuhi Tata Cara Penyaluran
Perbekalan Farmasi sesuai peraturan perundang-undangan

Permohonan izin PBF pusat diajukan ke DINKES Provinsi sedangkan permohonan izin PBF
cabang diajukan ke DINKES Kabupaten/Kota

Persyaratan permohonan izin tercantum dalam 1148/Menkes/Per/VI/2011 dan perubahan


Permenkes No.34 tahun 2014 pasal 9

Biaya sesuai peraturan yang berlaku, dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun
2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Kementerian Kesehatan
Waktu yang diperlukan untuk proses permohonan perizinan Pedagang Besar Farmasi
obatdan / bahan obat adalah 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya rekomendasi administrasi dari
Dinas Kesehatan Provinsi dan rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB dari Balai POM,
Direktur Jenderal menerbitkan izin Pedagang Besar Farmasi.

C. REFRENSI

 Modul Perundang-Undangan Kesehatan

D. LATIHAN SOAL

1. Apakah yang dimaksud dengan Bahan Tambahan Pangan yg selanjutnya disingkat BTP?
2. Sebutkan BTP terdiri atas beberapa Golongan?
3. Sebutkan pengawet yang dilarang dan berbahaya?
4. Sebutkan beberapa bahan pengemulsi,pemantap dan pengental?
5. Apakah fungsi dari Asam Sitrat?

E. KUNCI JAWABAN
1. Bahan Tambahan Pangan yg selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
2. Anti Buih ( Antifoaming Agent), Anti Kempal (Anticaking Agent), Anti Oksidan (Antioxidant Agent)
3. Boraks
4. Agar, Alginat, Dekstrin

36
5. Asam sitrat berfungsi untuk makanan pelengkap serealia,makanan bayi kalengan, coklat dan
coklat bubuk, dan makanan-makanan lain seperti pasta tomat, jem/jeli, minuman ringan, udang,
daging, kepiting

37
BAB VIII
PERMENKES RI TENTANG KLINIK, APOTEK DAN TOKO OBAT

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mengetahui definisi Klinik Menurut Permenkes RI No.9 Tahun 2014 Klinik adalah
fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang
menyediakan pelayanan medis dasar dan atau/ spesialistik.
2. Untuk mengetahui izin operasional Klinik
3. Untuk mengetahui Permenkes RI tentang Klinik, Apotek dan Toko Obat

B. MATERI
1. Definisi Klinik
Menurut (Permenkes RI No.9 Tahun 2014) :
Klinik adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan atau/ spesialistik.

a. Jenis Klinik
1) Klinik pratama
2) Klinik utama

b. Izin Operasional Klinik


1) Klinik yang dimiliki pemerintah dan pemerintah daerah harus didirikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Klinik yang dimiliki oleh masyarakat yang menyelenggarakan rawat jalan dapat
didirikan oleh perorangan atau badan usaha
3) Klinik yang yang menyelenggarakan rawat inap harusdidirikan oleh badan hukum
4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dikecualikan bagi
Klinik milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

c. Persyaratan untuk memperoleh Izin Operasional Klinik


1) Notifikasi dinas kesehatan daerah kabupaten/kota
2) Profil klinik; dan
3) Sumber daya manusia, sarana prasarana, dan peralatan.

d. Izin Operasional Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan


1) Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan harus diselenggarakan oleh badan hukum
yang kegiatanusahanya bergerak di bidang jasa pengujian dan/ataukalibrasi alat
kesehatan.
2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Institusi
Pengujian Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
e. Persyaratan untuk memperoleh Izin Operasional Institusi Pengujian Fasilitas
Kesehatan terdiri atas:
1) Profil Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan
2) Notifikasi dinas kesehatan daerah kabupaten/kota
3) Daftar tarif, jenis pelayanan, Sumber daya manusia,sarana prasana ,dan
peralatan; dan
4) Sertifikat akreditasi.

f. Izin Operasional Laboratorium Klinik Umum dan Khusus


1) Laboratorium Klinik Umum dan Khusus harus diselenggarakan oleh badan
hukum.
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Laboratorium
Klinik Umum danKhusus milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

2 Definisi Apotek
a. Menurut (UU 36, 2009 dan PP 51, 2009) :
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian
oleh Apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan

38
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Perbekalan kesehatan adalah semua
bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan
sediaan farmasi meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetik.
Apotek merupakan satu sarana pelayanan kesehatan yang dipimpin oleh seorang
apoteker yang diharapkan mampu untuk menjamin peningkatan kualitas hidup manusia dengan
hasil yang optimal melalui pengobatan yang efektif, rasional dan aman. Apotek harus
mengutamakan kepentingan masyarakat danberkewajiban menyediakan, menyimpan dan
menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin (Permenkes
1027, 2004).

b. Tugas dan Fungsi Apotek (PP 25, 1980)


Apotek merupakan suatu tempat penyaluran obat dan perbekalan farmasi yang dikelola
oleh apoteker dan merupakan tempat pengabdian profesi apoteker sesuai dengan standar
dan etika kefarmasian.
Berdasarkan peraturan pemerintah No. 25 tahun 1980, tugas dan fungsi Apotek adalah
sebagai berikut :
1) Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
2) Sarana farmasi yang telah melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran
dan penyerahan obat atau bahan obat.
3) Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyalurkan obat yang diperlukan
masyarakat secara luas dan merata.
4) Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada
masyarakat.

c. Pengelolaan Apotek (Permenkes 1027, 2004 dan Hartono,2008)


Pengelolaan Apotek merupakan upaya dan kegiatan Apoteker untuk melaksanakan tugas dan
fungsi pelayanannya di apotek. Pengelolaan apotek dapat
dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Pengelolaan teknis kefarmasian
a) Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat dan bahan obat.
b) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya..
c) Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi :
I. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi yang diberikan baik
kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
II. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya
atau mutu suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya.
III. Pelayanan informasi yang berdasarkan pada kepentingan masyarakat.

2) Pengelolaan non teknis.


Pengelolaan non teknis meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan,
pajak, personalia, kegiatan bidang material dan bidang lain yang berhubungan dengan
apotek.
Berdasarkan Permenkes No.1332/Menkes/SK/X/2002, pengelolaan apotek meliputi :
a) Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.
b) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya
c) Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi :
I. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi diberikan baik kepada
dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
II. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya
atau mutu suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya.
III. Pelayanan informasi tersebut diatas wajib didasarkan pada kepentingan
masyarakat.

39
d. Pelayanan Apotek (Permenkes 922, 1993)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang ketentuan
dan tata cara pemberian izin apotek, pelayanan apotek meliputi :
1) Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya
yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
2) Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan
obat paten.
3) Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang ditulis di dalam resep, Apoteker wajib
berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
4) Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang
diserahkan kepada pasien, penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional atas
permintaan masyarakat.
5) Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan
resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep, bila
dokter tetap pada pendiriannya dokter wajib menyatakan secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan di atas resep.
6) Salinan resep harus ditanda tangani oleh Apoteker.
7) Resep harus dirahasiakan dan disimpan di Apotek dengan baik dalam jangka waktu 3
(tiga) tahun.
8) Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis atau yang
merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas
lainnya yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
9) Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping, atau Apoteker Pengganti diizinkan
menjual obat keras tanpa resep dokter yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib
Apotek (DOWA), yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
10) Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugas pada jam buka Apotek,
Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping.
11) Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu
berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek dapat menunjuk Apoteker
Pengganti dan harus dilaporkan pada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat I dan kepala Badan POM.
12) Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan administratif
yang berhubungan dengan izin kerjanya sebagai Apoteker.
13) Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat dibantu oleh
Asisten Apoteker.
14) Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah pengawasan
Apoteker.

e. Tugas dan Tanggung Jawab Tiap Jabatan


Tugas dan tanggung jawab tiap-tiap jabatan adalah sebagai berikut:
1) Pimpinan Apotek
Pimpinan apotek adalah seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang
bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan apotek. Seorang APA harus telah memiliki
Surat Izin Kerja (SIK) dan berdasarkan PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
berubah menjadi Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA).
Adapun tugas dan tanggung jawab seorang APA di apotek adalah sebagai berikut :
a) Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek
tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan
di bidang perapotekan yang berlaku.
b) Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan
mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur jadwal kerja,
menetapkan pembagian beban kerja (job description) dan tanggung jawab masing-
masing karyawan.

40
c) Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset
penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek.
d) Mempertimbangkan usul-usul dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan
kemajuan apotek.
e) Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai setiap hari
f) Berpartisipasi dan memonitor penggunaan obat.
g) Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi
yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis dan bijaksana serta
terkini.

2) Asisten Apoteker
Tugas dan Kewajiban seorang asisten apoteker adalah sebagai berikut:
a) Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang
peracikan.
b) Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep,
menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan
menyerahkankan obat.
c) Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
d) Memeriksa resep yang diterima, jika ada kekeliruan dalam penulisan resep, Asisten
Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.
e) Memberi harga-harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan
resep.
f) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk
sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien, dan cara
pakainya.
g) Menyerahkan obat kepada pasien dam memberikan informasi tentang penggunaan
obat tersebut dan informasi tambahan lain yang diperlukan.
h) Mencatat keluar masuk barang.
i) Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa
j) Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk
setiap harinya.
k) Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan
pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuintasi, nota dan tanda setoran yang
sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.

3) Juru Resep
Juru resep adalah tenaga yang membantu asisten Apoteker dalam meracik obat di
apotek.
a) Membantu tugas Asisten Apoteker dalam penyediaan/pembuatan obat jadi maupun
obat racikan.
b) Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan
yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker
c) Membuat obat-obat racikan standar dibawah pengawasan Asisten Apoteker Selain
kegiatan teknis farmasi yang dijalankan oleh Apotek Keselamatan, ada juga kegiatan
non teknis farmasi yaitu sebagai berikut :
I. Kegiatan keuangan
Meliputi kegiatan yang mencakup arus uang masuk dan uang keluar. Arus
masuk yang berasal dari setiap transaksi penjualan yang terjadi Apotek, sedang
arus keluar berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembiayaan hutang
dagang. Pencatatan keluar masuknya uang dicatat dalam buku-buku harian,
yaitu :
i. Buku kas untuk mencatat kegiatan yang terkait dengan uang yang ada di
kas.
ii. Buku pembelian untuk mencatat semua transaksi pembelian barang
dagangan.
iii. Buku penjualan untuk mencatat hasil penjualan barang dagangan.

41
II. Kegiatan Administrasi.
Administrasi merupakan keseluruhan proses kerjasama antara dua manusia
atau lebih untuk mencapai suatu tujuan bersama yang telah ditentukan
sebelumnya. Administrasi di Apotek berfungsi untuk mencatat segala proses
kegiatan kerja yang ada di Apotek, Kegiatan administrasi yang dilakukan di
Apotek meliputi :
i. Administrasi Penjualan pada Apotek Motilango meliputi pencatatan obat-
obat yang terjual (obat ethical dan obat bebas).
ii. Administrasi Pembelian Kredit atau Hutang Dagang. Apotek Motilango
melakukan pembelian dengan cara kredit dan kontan, biasanya setiap
Pedagang Besar Farmasi memberikan kebijaksanaan harga obat
maupun diskon yang berbeda-beda. Pencatatan pembelian kredit dibuat
berdasarkan faktur hutang yang masuk ke Apotek dan dibuat dalam
sebuah laporan oleh bagian administrasi untuk memudahkan
pengawasannya.
iii. Administrasi Pembukuan diperlukan untuk mencatat transaksi-transaksi
yang telah dilaksanakan.

f. Pelayanan Apotek
1) Penanganan Resep Jaminan Auransi Kesehatan
Jenis pelayanan resep jaminan asuransi kesehatan yang dilayani oleh Apotek Motilango
adalah ASKES PNS, Jaminan Kesehatan Daerah, Inhealth dan Jamsostek.
Pelayanan resep untuk peserta jaminan kesehatan yang tertanggung akan dilayani
apabila pasien melengkapi persyaratan administrasi dari ketentuan tiaptiap jaminan
kesehatan yang dimiliki pasien contohnya Surat Jaminan. Surat Jaminan merupakan
bukti bahwa pasien termasuk dalam peserta tanggungan. Pelayanan obat dalam resep
jaminan kesehatan disesuaikan dengan buku panduan yang telah diterbitkan masing-
masing Perusahaan Asuransi Kesehatan, misalnya obat yang di tuliskan dalam resep
pada peserta ASKES PNS harus sesuai dengan Daftar Plafon Harga Obat (DPHO
ASKES). Jika obat-obatan dalam resep tersebut tidak sesuai dengan DPHO ASKES
maka obat tersebut tidak masuk dalam tanggungan PT. ASKES artinya pasien diharuskan
membeli obat tersebut dengan uang tunai.
2) Penanganan Resep Umum
Pelayanan atau penjualan obat dengan resep umum diberikan kepada pasien yang
membeli obat dengan resep dokter. Proses pelayanannya sebagai berikut :
a) Apoteker atau asisten apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan
pemeriksaan tentang kelengkapan resep dan diberi harga.
b) Setelah pasien setuju dengan harga yang ditawarkan maka pasien langsung
membayar obat kepada kasir dan kasir akan mencatat alamat pasien.
c) Resep dibawa kebagian peracikan untuk dikerjakan oleh asisten apoteker yang
dibantu oleh juru resep.
d) Obat yang telah selesai dibuat diberi etiket sesuai resep dan diperiksa oleh apoteker
atau asisten apoteker mengenai bentuk sediaan, nama pasien, etiket dan jumlah obat
kemudian diserahkan ke pasien.
3) Pelayanan Obat Tanpa Resep
Pelayanan obat bebas adalah pelayanan obat kepada konsumen tanpa melalui resep
dokter. Obat-obat yang dapat dijual bebas adalah obat yang termasuk dalam daftar obat
bebas, obat bebas terbatas, kosmetika, dan alat kesehatan tertentu. Pembayaran
dilakukan di kasir dan setelah lunas obat diserahkan kepada konsumen/pembeli oleh
AA/juru resep. Pelayanan obat tanpa resep dilakukan pula untuk obat DOWA walaupun
obat tersebut termasuk ke dalam kategori obat keras. Hanya saja penyerahan obat
DOWA ini harus dilakukan oleh Apoteker sendiri dengan memperhatikan ketentuan
undang–undang yang berlaku.

42
3 Definisi Toko Obat
Menurut (PP RI No.51 Tahun 2009) :
Toko obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obatan bebas dan obat-obat
bebas terbatas untuk dijual secara eceran.
Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Toko Obat,Tenaga Teknis Kefarmasian harus
menerapkan standar pelayanan kefarmasian ditoko Obat.

C. KESIMPULAN

Uji Klinik adalah setiap penelitian pada subyek manusia yang dimaksudkan untuk
menemukan atau memastikan efek klinik, farmakologik dan/atau farmakodinamik lainnya dari
produk yang diteliti, dan/atau untuk mengidentifikasi setiap reaksi yang tidak diinginkan terhadap
produk yang diteliti, dan/atau untuk mempelajari absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi dari

produk yang diteliti dengan tujuan untuk memastikan keamanan dan/atau efektifitasnya .

A. REFRENSI

 Modul Perundang-Undangan Kesehatan

D. LATIHAN SOAL

1. Apakah yang dimaksud dengan Klinik Menurut Permenkes RI No.9 Tahun 2014
2. Sebutkan Jenis-jenis Klinik!:
3. ”Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian oleh
Apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional”
4. Sebutkan Persyaratan untuk memperoleh Izin Operasional Klinik!
5. Menurut PP RI No.51 Tahun 2009 Toko obat ialah?

E. KUNCI JAWABAN

1. Klinik adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan


yang menyediakan pelayanan medis dasar dan atau/ spesialistik.
2. Klinik pratama dan Klinik utama
3. Menurut UU 36, 2009 dan PP 51, 2009
4. Notifikasi dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, Profil klinik dan
Sumber daya manusia, sarana prasarana, dan peralatan.
5. Toko obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obatan bebas dan obat-
obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran

43
BAB IX
PERATURAN KEPALA BADAN POM TENTANG KOSMETIK

A. TUJUAN PEBELAJARAN

1. Untuk mengetahui Definisi Kosmetik Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No


445/Menkes/1998 adalah sebagai berikut : “Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan
yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (Epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ
kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut, untuk membersihkan, menambah daya tarik,
mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau
badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit”.
2. Untuk mengetahui Penggolongan kosmetika
3. Untuk mengetahui Persyaratan bahan,Sanksi,Ketentuan peralihan dll

B. MATERI
1. Definisi Kosmetik
Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No 445/Menkes/1998 adalah sebagai berikut :
“Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar
badan (Epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut,
untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya
tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk
mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit”.

Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar
tubuh manusia(epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangihkan, mengubah,
penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memerbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik(Bpom,2013).

2. Penggolongan kosmetika terbagi menjadi beberapa golongan,Menurut Tranggonondan


Latifah 2007 yaitu:
a. Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor 045/C/SK/1997 tanggal 22
januari 1997,Menurut kegunaannyakosmetika dikelompokan dalam 13 golongan yaitu:
1) Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dll
2) Prearat untuk mandi bayi, Misalnya sabun mandi, bath capsule, dll
3) Prearat untuk mata, Misalnya maskara, eye shadow, dll
4) Prearat wangi-wangian, Misalnya parfume,toilet water, dll
5) Preparat rambut, Misalnya cat rambut,hair spray, dll
6) Preparat pewarna rambut, Misalnya cat rambut, dll
7) Preparat make(kecuali mata), Misalnya bedak, lipstik, dll
8) Prearat untuk kebersihan mulut, Misalnya pasta gigi, mouth washes, dll
9) Preparat untuk kebersihan badan, Misalnya deodorant, dll
10) Preparat kuku, Misalnya cat kuku, lotion kuku, dll
11) Preparat perawatan kulit,Misalnya pembersih, pelembab, pelindung, dll
12) Preparat cukur, Misalnya sabun cukur dll
13) Preparat untuk suntan dan sunscreen, Misalnya sunscreen foundation, dll

b. Penggolongan munurut sifat dan cara pembuatan sebagai berikut:


1) Kosmetik Modern, diramu daari bahan kimia dan diolah secara modern.
2) Kosmetik Tradisional:
a) Betul-betul tradisional,Misalnya manggir lulur,yang dibuat dari bahan alam
dan diolah menurut resep dan cara yang turun temurun
b) Semi Tradisional, diolah secara modern dan diberi pengawet agar tahan
lama
c) Hanya nama tradisional saja, tanpa komponen yang benar-benar
tradisional dan diberi zat warna yang menyerupai bahan tradisional

44
c. Penggolongan menurut kegunaannya bagi kulit:
1) Kosmetik perawatan kulit(skincare cosmetics) jenis ini perlu untuk merawat
kebersihan dan kesehatan kulit .Termasuk didalamnya:
a) Kosmetik untuk membersihkan kulit(cleanser) :Sabun,cleansing
cream,cleansing milk, dan penyegar kulit(freshener)
b) Kosmetik untuk melembabkan kulit(moisturizer), Misalnya musturizer
cream,night cream, anti wrinkle cream
c) Kosmetik pelindung kulit, Misalnya sunscreen krim dan sunscreen
foundation, sun block cream/lotion
d) Kosmetik untuk menipiskan atau mengamplas kulit(peeling), Misalnya
scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai
pengaplas

2) Kosmetik Riasan(Dekoratif atau Make Up)


Jenis ini dierlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga
menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek
psikologis yang baik, seerti percaya diri.Dalam kosmetik riasan, peran zat
warna dan pewangi sangat besar.Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2
golongan, Yaitu:
a) Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan
dan pemakaian sebentar, Misalnya lipstik, bedak, pemerah pipi, eye
shadow, dll
b) Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam
waktu lama baru luntur, Misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut,
pengering rambut, dll

Kosmetika rias bibir selain untuk merias bibir ternyata disertai juga dengan bahan untuk
meminyaki dan melindungi bibir dari lingkungan yang merusak, Misalnya sinar Ultraviolet.
Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan pribadi,
meningkatkan daya tarik melalui makeup, meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang,
melindungi kulit dan rambut dari kerusan sinar ultraviolet, polusi dan faktor lingkungan yang lain,
mencegah penuaan dan secara umum membantu seseorang lebih menikmati dan menghargai hidu
(Djajadisastra,2005)

3. Efek Samping Kosmetik


Menurut Tranggono dan Latifah(2007), Ada berbagai reaksi negatif yang disebabkan oleh
kosmetik yang tidak aman pada kulit maupun sistem tubuh antara lain:
1) Iritasi : Reaksi langsung timbul pada pemakaian pertama kosmetik karena salah satu
atau lebih bahan yang dikandungnya bersifat iritan.Jumlah deodorant, kosmetik pemutih
kulit(Misalnya kosmetik impor pearl Cream yang mengandung merkuri) dapat langsung
menimbulkan reaksi iritan
2) Alergi : Reaksi negatif pada kulit muncul setelah dipakai beberapa kali, kadang-kadang
setelah bertahun-tahun, karena kosmetik itu mengandung bahan yang bersifat alergik
bagi seseorang meskipun tidak bagi yang lain.
3) Fotosintesis : Reaksi negatif setelah muncul setelah kulit yang ditempeli kosmetik
terkena sinar matahari karena salah satu atau lebih dari bahan, zat pewarna , zat
pewangi yang dikandung oleh zat kosmetik itu bersifat photosensitizer
4) Jerawat(Acne) : Beberapa kosmetik pelembab kulit yang sangat berminyak dan lengket
pada kulit kering diiklim dingin, dapat menimbulkan jerawat bila digunakan pada kulit
yang berminyak.Terutama dinegara-negara tropis seperti diindonesia karena kosmetik
demikian cenderung menyumbat pori-pori kulit bersama kotoran dan bakteri
5) Intoksikasi : Keracunan dapat terjadi secara local maupun sistematik melalui
penghirupan lewat melalui hidung atau penyerapan lewat kulit. Terutama jika salah satu
atau lebih bahan yang dikandung kosmetik itu bersifat toksik.

45
6) Penyumbatan Fisik : penyumbatan oleh bahan-bahan berminyak dan lengket yang ada
dalam kosmetik tertentu, seperti pelembab atau dasar bedak terhadap pori-pori kulit
atau pori-pori kecil pada bagian tubuh yang lain.

4. Persyaratan Kosmetik
Menurut Yatimah(2014), Kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta persyaratan
lain yang ditetapkan
2) Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik
3) Terdaftar dan mendapat izin edar dari badan pengawas obat dan makanan republik
indonesia(Bpom RI)

C. KESIMPULAN
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik
Kosmetik lisensi adalah kosmetik yang diproduksi di wilayah Indonesia atas dasar
penunjukan atau persetujuan tertulis dari pabrik induk di negara asalnya. Kosmetik kontrak adalah
kosmetik yang produksinya dilimpahkan kepada produsen lain berdasarkan kontrak.
Kosmetik impor adalah kosmetik produksi pabrik kosmetik luar negeri yang dimasukkan
dan diedarkan di wilayah Indonesia. Bahan kosmetik adalah bahan yang berasal dari alam atau
sintetik yang digunakan untuk memproduksi kosmetik.
Wadah adalah kemasan yang bersentuhan langsung dengan isi. Pembungkus adalah
kemasan yang tidak bersentuhan langsung dengan isi. Penandaan adalah keterangan yang
cukup mengenai manfaat, keamanan dan cara penggunaan serta informasi lain yang
dicantumkan pada etiket dan atau brosur atau bentuk lain yang disertakan pada kosmetik.
Etiket adalah keterangan berupa tulisan dengan atau tanpa gambar yang dilekatkan, dicetak, diukir,
dicantumkan dengan cara apapun pada wadah atau dan pembungkus. Kepala Badan adalah Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan
Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan. . Pemeriksa
adalah petugas yang ditunjuk oleh Kepala Badan untuk melakukan Pemeriksaan.

D. REFRENSI

Modul Perundang-Undangan Kesehatan

E. LATIHAN SOAL

1. Jelaskan Definisi Kosmetik Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No 445/Menkes/1998?


2. Sebutkan beberapa contoh Prearat untuk kebersihan mulut?
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1175/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun 2010 tentang?
4. Sebutkan Penggolongan munurut sifat dan cara pembuatan?
5. Sebutkan efek ssamping dari pemakaian kosmetk?

F. KUNCI JAWABAN

1. “Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar
badan (Epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut,
untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya

46
tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk
mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit”.
2. Misalnya pasta gigi, mouth washes, dll
3. Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untukdigunakan pada bagian luar
tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
membran mukosa mulutterutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilandan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuhpada
kondisi baik.
4. Kosmetik Modern dan Kosmetik Tradisional
5. Iritasi,fotosintesis,alergi,jerawat,intoksikasikasi

47
BAB X

PERATURAN KEPALA BADAN POM TENTANG PKRT

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Untuk mengetahui Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Menurut Permenkes RI


Nomor 1190/Menkes/Per/Vlll/2010 adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk
pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan,
rumah tangga dan tempat-tempat umum
2. Untuk mengetahui Produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
3. Untuk mengetahui Kategori dan Sub Kategori Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)

B. MATERI
1. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Menurut Permenkes RI Nomor
1190/Menkes/Per/Vlll/2010 adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan
perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan
tempat-tempat umum.
Berbagai produk yang sudah lazim digunakan dirumah tangga indonesia seperti sediaan
untuk mencuci, desinfektan, berbagai macam bahan pembersih, pewangi ruangan, termasuk
kelompok produk tersebut. Mengingat keragaman jenis dan luasnya penggunaan produk ini,
berbagai senyawa kimia yang terkandung didalamnya berpotensi untuk menimbulkan
pemaparan dan resiko keracunan bagi penggunaanya, terutama bila tidak memperhatikan
aspek keamanan dan aturan pakai.

2. Produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga


Dilihat dari segi keamananya, PKRT terbagi menjadi 4 kelas, Diantaranya :
a. Kelas l (Resiko Rendah)
PKRT yang pada penggunaannya tidak menimbulkan akibat yang berarti seperti iritasi,
korosif, karsinogenik . PKRT ini sebelum beredar perlu mengisi formulir pendaftaran tanpa
harus disertai pengujian laboratorium. Contoh : Kapas, tissue.

b. Kelas ll (Resiko Sedang)


PKRT yang pada penggunaanya dapat menimbulkan akibat seperti iritasi, korosif, tapi
tidak menimbulkan akibat serius seperti karsinogenik. PKRT ini sebelum beredar perlu
mengisi formulir pendaftaran dan memenuhi persyaratan disertai hasil pengujian
laboratorium. Contoh : Deterjen,Alkohol.

c. Kelas lll(Resiko Tinggi)


PKRT yang mengandung pestisida dimana pada penggunaannya dapat menimbulkan
akibat serius seperti karsinogenik. PKRT ini sebelum beredar perlu mengisi formulir
pendaftaran dan memenuhi persyaratan,. Melakukan pengujian pada laboratorium yang
telah ditentukan serta telah mendapatkan persetujuan dan KOMISI PESTISISA. Contoh :
Antinyamuk bakar, repelan.

3. Kategori dan Sub Kategori Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) :


a. Tissue dan Kapas
1) Kapas Kecantikan
2) Facial Tissue
3) Toilet Tissue
4) Refreshing Tissue/Tissue Basah
5) Tissue Makan
6) Paper Towel
7) Cotton Bud
8) Tissue dan Kapas lainnya

48
b. Sediaan Untuk Mencuci
1) Sabun Cuci
2) Deterjen
3) Pelembut Cucian
4) Pemutih pakaian
5) Enzim pencuci
6) Pewangi Cucian
7) Sabun Cuci Tangan
8) Sediaan untuk mencuci lainnya

4. Pembersih
1) Pembersih peralatan dapur
2) Pembersih Kaca
3) Pembersih Lantai
4) Pembersih porselen
5) Pembersih Kloset
6) Pembersih Mebel
7) Pembersih Karpet
8) Pembersih Mobil
9) Pembersih Sepatu
10) Penjernih air, anti mampet septik tank
11) Pembersih lainnya

5. Alat perawatan Bayi


1) Dot dan sejenisnya
2) Popok Bayi
3) Botol Susu
4) Alat perawatan bayi lainnya

6. Pewangi
1) Pewangi Ruangan
2) Pewangi Telepon
3) Pewangi Mobil
4) Pewangi Kulkas
5) Pewangi lainnya

7. Pestisida Rumah Tangga


1) Penggendali serangga
2) Pencegah serangga
3) Pengendali kutu rambut
4) Pengendali kutu binatang peliharaan(Bukan ternak)
5) Pengendali tikus rumah
6) Pestisida rumah tangga lainnya

C. KESIMPULAN

Renstra Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT tahun 2015-2019
adalah panduan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat untuk 5 (lima) tahun ke depan.
Keberhasilan pelaksanaan Renstra Tahun 2015-2019 sangat ditentukan oleh kesiapan
kelembagaan, ketatalaksanaan, SDM dan sumber pendanaannya, serta komitmen semua
pimpinan dan staf direktorat. Selain itu, untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan Renstra Tahun
2015-2019, setiap tahun akan dilakukan evaluasi. Apabila diperlukan, dapat dilakukan
perubahan/revisi muatan Renstra, termasuk indikator-indikator kinerjanya yang dilaksanakan
sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan tanpa mengubah tujuan Badan POM yaitu
meningkatkan kinerja lembaga dan pegawai dengan mengacu kepada RPJMN 2015-2019.

Sebagai dokumen perencanaan yang perlu diketahui juga oleh pihak-pihak yang terkait,
maka Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Tahun
2010 – 2014 perlu dikomunikasikan ke seluruh pegawai dan unit kerja terkait di lingkungan Badan
POM secara keseluruhan. Diharapkan semua bagian Direktorat dapat melaksanakannya dengan

49
akuntabel serta senantiasa berorientasi pada peningkatan kinerja lembaga, unit kerja dan kinerja
pegawai. Renstra ini akan dipantau dan dievaluasi secara berkala setiap tahun.

Selain sebagai bahan evaluasi seperti tersebut di atas, Renstra juga menjadi pedoman
untuk penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Pengawasan Distribusi Produk
Terapetik dan PKRT.

Diharapkan dengan kesamaan pandangan tentang kemana tujuan Direktorat, bagaimana


peran setiap pegawai dalam mencapai tujuan Direktorat, dan bagaimana kemajuan dan tingkat
keberhasilan nantinya akan diukur, seluruh kegiatan Direktorat Pengawasan Distribusi Produk
Terapetik dan PKRT yang direncanakan akan terlaksana, terkoordinasi dengan baik dan dilakukan
secara terintegrasi untuk tercapainya tujuan-tujuan strategis.

D. REFRENSI

 Modul Perundang-Undangan Kesehatan


 http://www.pom.go.id/ppid/2015/rpusat/wasdis.pdf

E. LATIHAN SOAL
1. Apakah yang diaksud dengan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)?
2. Produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Dilihat dari segi keamananya, PKRT terbagi
menjadi 4 kelas sebutkan?
3. Contoh dari Kelas l (Resiko Rendah)?
4. Contoh dari Alat perawatan Bayi ialah?
5. Contoh dari Pestisida Rumah Tangga ialah?

F. KUNCI JAWABAN
1. Menurut Permenkes RI Nomor 1190/Menkes/Per/Vlll/2010 adalah alat, bahan, atau
campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali
kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum.
2. Kelas l (Resiko Rendah), Kelas ll (Resiko Sedang), Kelas lll(Resiko Tinggi)
3. Kapas dan tissue
4. Dot dan sejenisnya, Popok Bayi, Botol Susu
5. Penggendali serangga, Pencegah serangga, Pengendali kutu rambut

BAB XI
KEBIJAKAN OBAT GENERIK

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Untuk Mengetahui Definisi Obat Generik,Pergantian generik diperkenalkan di berbagai


negara dengan alasan untuk mengurangi biaya dan meningkatkan akses obat, walaupun
peraturan dan ketersediaan obat generik berbeda-beda antar negara (Toverud, 2015).
2. Untuk mengetahui peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES 06 Tentang Kewajiban menggunakan Obat Generik
3. Untuk mengetahui Yang Perlu Diketahui dari Obat Generik

B. MATERI
1. Definisi Obat Generik
Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya dan kemudian dapat
diproduksi oleh industri yang berbeda dari perusahaan inovator (patent holding) (Davit,

50
2013). Pergantian generik diperkenalkan di berbagai negara dengan alasan untuk
mengurangi biaya dan meningkatkan akses obat, walaupun peraturan dan ketersediaan obat
generik berbeda-beda antar negara (Toverud, 2015).
Dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, produk obat yang beredar
di Indonesia terdiri dari produk obat paten atau produk dengan nama dagang (bermerek) dan
generik berlogo. Obat generik merupakan salah satu alternatif pilihan bagi masyarakat
karena harganya lebih murah dibandingkan harga obat dengan nama dagang. Hal ini
disebabkan karena adanya penekanan pada biaya produksi dan promosi. Persaingan harga
diikuti pengendalian mutu yang ketat akan mengarah pada tersedianya obat generik bermutu
tinggi dengan harga yang terjangkau (Permenkes RI, 1989).

2. Yang Perlu Diketahui dari Obat Generik

Meski obat generik memiliki kesamaan berbagai hal di atas, berikut fakta-fakta mengenai
obat generik yang harus kita ketahui.

a. Komposisi
Komposisi yang ada dalam obat generik tidak 100% sama dengan obat paten. Namun
yang pasti, obat generik wajib menduplikasi bahan aktif yang ada di dalam obat
bermerek. Yang boleh berbeda adalah warna, rasa, dan bahan-bahan tambahan lainnya.
Bahan aktif sendiri tentu sangat penting karena bahan inilah yang memainkan peran
utama dalam pengobatan penyakit.

b. Keamanan
Faktor keamanan obat generik menjadi salah satu hal yang paling disorot. Harga yang
murah bukan berarti melupakan faktor penting ini. Obat generik wajib memiliki tingkat
keamanan yang sama dengan obat paten. Obat generik juga memiliki efek samping yang
sama sebagaimana obat paten.

c. Efektivitas
Efektivitas obat dipengaruhi oleh kualitas, kekuatan, kemurnian, stabilitas unsur kimia,
serta waktu penyerapan obat. Ada anggapan bahwa proses penyerapan tubuh terhadap
obat generik memerlukan waktu lebih lama dibandingkan obat paten. Padahal
kenyataannya tidak demikian. Obat generik memiliki kekuatan, kemurnian, stabilitas,
kualitas, dan cara kerja yang sama sehingga tidak ada perbedaan saat diserap oleh
tubuh. Dengan kata lain, obat generik memiliki efektivitas yang sama dengan obat paten.

d. Pemakaian mesin produksi Harga yang lebih murah, membuat obat generik sering
dicitrakan sebagai obat yang dibuat dengan mesin dengan teknologi seadanya. Persepsi
itu keliru, sebab obat generik juga dibuat menggunakan mesin dengan teknologi sama
dengan yang digunakan untuk membuat obat paten.

3. Zat Aktif
Dari sisi zat aktifnya (komponen utama obat), antara obat generik (baik berlogo maupun
bermerek dagang), persis sama dengan obat paten. Namun Obat generik lebih murah
dibanding obat yang dipatenkan

4. Mutu
Mutu obat generik tidak berbeda dengan obat paten karena bahan bakunya sama. Ibarat
sebuah baju, fungsi dasarnya untuk melindungi tubuh dari sengatan matahari dan udara
dingin. Hanya saja, modelnya beraneka ragam. Begitu pula dengan obat. Generik

51
kemasannya dibuat biasa, karena yang terpenting bisa melindungi produk yang ada di
dalamnya. Namun, yang bermerek dagang kemasannya dibuat lebih menarik dengan
berbagai warna. Kemasan itulah yang membuat obat bermerek lebih mahal.

5. Obat Generik Berlogo


Obat Generik Berlogo (OGB) merupakan program Pemerintah Indonesia yang
diluncurkan pada 1989 dengan tujuan memberikan alternatif obat bagi masyarakat, yang
dengan kualitas terjamin, harga terjangkau, serta ketersediaan obat yang cukup.
Tujuan OGB diluncurkan untuk memberikan alternatif obat yang terjangkau dan
berkualitas kepada masyarakat. Soal mutu, sudah tentu sesuai standar yang telah ditetapkan
karena diawasi secara ketat oleh Pemerintah. Hanya bedanya dengan obat bermerek lain
adalah OGB ini tidak ada biaya promosi, sehingga harganya sangat terjangkau dan mudah
didapatkan masyarakat.
Awalnya, OGB diproduksi hanya oleh beberapa industri farmasi BUMN. Ketika OGB
pertama kali diluncurkan, Departemen Kesehatan RI gencar melakukan sosialisasi OGB
sampai ke desa-desa. Saat ini program sosialisasi ini masih berjalan walaupun tidak segencar
seperti pada awal kelahiran OGB. Pada awalnya, produk OGB ini diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan obat institusi kesehatan pemerintah dan kemudian berkembang ke sektor swasta
karena adanya permintaan dari masyarakat.
OGB mudah dikenali dari logo lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan
"Generik" di bagian tengah lingkaran. Logo tersebut menunjukan bahwa OGB telah lulus uji
kualitas, khasiat dan keamanan sedangkan garis-garis putih menunjukkan OGB dapat
digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat.

C. KESIMPULAN
Obat generik adalah obat yang sudah habis masa patennya dan dapatdiproduksi oleh
semua perusahaan farmasi serta dapat dikonsumsi oleh semuakalangan karena harganya
yang terjangkau dan telah mendapat rekomendasidari pemerintah. Obat ini memiliki kualitas
yang sama dengan obat paten sertadijamin keamanannya

D. REFRENSI

 Modul Perundang-Undangan Kesehatan

E. LATIHAN SOAL

1. Yang Perlu Diketahui dari Obat Generik ialah?


2. Efektivitas obat dipengaruhi oleh?
3. Apakah yang dimaksud dengan Obat Generik Berlogo (OGB)?
4. Tujuan OGB ialah?
5. Ciri-ciri obat generik ialah?

F. KUNCI JAWABAN
1. Komposisi, Keamanan, Efektifitas dll
2. Kualitas, Kekuatan, Kemurnian, Stabilitas unsure kimia, Serta waktu penyerapan obat.
3. OGB merupakan program Pemerintah Indonesia yang diluncurkan pada 1989 dengan tujuan
memberikan alternatif obat bagi masyarakat, yang dengan kualitas terjamin, harga terjangkau,
serta ketersediaan obat yang cukup
4. Untuk memberikan alternatif obat yang terjangkau dan berkualitas kepada masyarakat. Soal
mutu, sudah tentu sesuai standar yang telah ditetapkan karena diawasi secara ketat oleh
Pemerintah

52
5. Mudah dikenali dari logo lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan "Generik" di
bagian tengah lingkaran. Logo tersebut menunjukan bahwa OGB telah lulus uji kualitas,
khasiat dan keamanan sedangkan garis-garis putih menunjukkan OGB dapat digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat

53
BAB XII
KEBIJAKAN OBAT WAJIB APOTEK

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Untuk mengetahui Definisi OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker
Pengelola Apotek (APA) kepada pasien. Disini terdapat daftar obat wajib apotek yang
dikeluarkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan
2. Untuk meningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai
melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri yang
sekaligus menjamin penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional
3. Untuk mewujudkan perkembangan dibidang farmasi yang menyangkut khasiat dan
keamanan obat,dipandang perlu untuk meninjau kembali daftar obat yang dapat diserahkan
tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotik

B. MATERI
1. Definisi OWA

OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA)
kepada pasien. Disini terdapat daftar obat wajib apotek yang dikeluarkan berdasarkan
keputusan Menteri Kesehatan. Sampai saat ini sudah ada 3 daftar obat yang diperbolehkan
diserahkan tanpa resep dokter. Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum
dalam :
a. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib
Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
b. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat
Wajib Apotek No. 2
c. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat
Wajib Apotek No. 3 Dalam peraturan ini disebutkan bahwa untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah
kesehatan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan
sendiri secara tepat, aman dan rasional. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat,
aman dan rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan
disertai dengan informasi yang tepat sehingga menjamin penggunaan yang tepat dari
obat tersebut. Oleh karena itu, peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE
(Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu
ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri. Walaupun APA boleh
memberikan obat keras, namun ada persayaratan yang harus dilakukan dalam
penyerahan OWA.
1) Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama,
alamat, umur) serta penyakit yang diderita.
2) Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada
pasien. Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang termasuk OWA, dan
hanya boleh diberikan 1 tube.
3) Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi,
kontra-indikasi, cara pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang
mungkin timbul serta tindakan yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut
timbul.

2. Jenis OWA

54
Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masayrakat, maka obat-obat
yang digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang
diderita pasien. Antara lain: obat antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit (salep
hidrokotison), infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), antialergi sistemik (CTM), obat KB
hormonal.
Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2
tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan
penyakit.
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan.
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk pengobatan sendiri.

DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK (OWA) NO.1

NAMA OBAT JUMLAH TIAP JENIS OBAT PER


PASIEN
Aminofilin Supp. maks 3 supp.
Asam Mefenamat maks 20 tab
sirup 1 botol
Asetilsistein maks 20 dus
Astemizole
Betametason maks 1 tube
Bisakodil Supp. maks 3 supp.
Bromhexin maks 20 tab

sirup 1 botol

Desoksimetason maks 1 tube

Dexchlorpheniramine maleat

Difluocortolon maks 1 tube


Dimethinden maleat

Ekonazol maks 1 tube

Eritromisin maks 1 botol

Framisetna SO4 maks 2 lembar

Fluokortolon maks 1 tube

Fopredniliden maks 1 tube

Gentamisin SO4 maks 1 tube

Glafenin maks 20 tab

Heksakklorofene maks 1 botol

Hexetidine maks 1 botol

Hidrokortison maks 1 botol

Hidroquinon maks 1 botol

Hidroquinon dgn PABA maks 1 botol

Homochlorcyclizin HCl

55
Karbosistein
maks 20 tab
sirup 1 botol

Ketotifen maks 10 tab

sirup 1 botol

Kloramfenikol maks 1 tube

Lidokain HCl maks 1 tube

Linestrenol 1 siklus

Mebendazol maks 6 tab

sirup 1 botol

Mebhidrolin maks 20 tab

Metampiron maks 20 tab

sirup 1 botol

DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK (OWA) NO.2

NAMA OBAT JUMLAH TIAP JENIS OBAT PER


PASIEN
Albendazol tab 200mg, 6 tab
tab 400mg, 3 tab
Bacitracin 1 tube
Benorilate 10 tablet
Bismuth subcitrate 10 tablet
Carbinoxamin 10 tablet
Clindamicin 1 tube
Dexametason 1 tube
Dexpanthenol 1 tube
Diclofenac 1 tube
Diponium 10 tablet

Fenoterol 1 tabung
Flumetason 1 tube

Hydrocortison butyrat 1 tube

Ibuprofen tab 400 mg, 10 tab


tab 600 mg, 10 tab

Soconazol 1 tube
Ketokonazole adar <2%
krim 1 tube

scalp sol. 1 btl


Levamizole tab 50 mg, 3 tab

Methylprednisolon 1 tube
Niclosamide tab 500mg, 4 tab

Noretisteron 1 siklus

56
Omeprazole 7 tab
Xiconazole kadar<2%,>

Pipazetate sirup 1 botol


Piratiasin Kloroteofilin 10 tablet

Pirenzepine 20 tablet

Piroxicam 1 tube
Polymixin B Sulfate 1 tube
Prednisolon 1 tube

Scopolamin 10 tablet
Silver Sulfadiazin 1 tube

Sucralfate 20 tablet

Sulfasalazine 20 tablet

Tioconazole 1 tube
Urea 1 tube

DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK (OWA) NO.3


NAMA OBAT JUMLAH TIAP JENIS OBAT PER
PASIEN
Alopurinol maks 10 tab 100mg

Aminofilin supositoria maks 3 supositoria


Asam Azeleat maks 1 tube 5g

Asam Fusidat maks 1 tube 5g


Bromheksin aks 20 tab
sirup 1 botol
Diazepam maks 20 tab

Diklofenak natrium maks 10 tab 25mg


Famotidin maks 10 tab 20mg/40mg

Gentamisin maks 1 tube 5 gr atau botol 5 ml


Glafenin maks 20 tab

Heksetidin maks 1 botol

Klemastin Maks 10 tab


Kloramfenikol (Obat Mata) maks 1 tube 5 gr atau botol 5ml

Kloramfenikol (Obat Telinga) maks 1 botol 5ml


Mebendazol maks 6 tab
sirup 1 botol

Metampiron + Klordiazepoksid maks 20 tab


Mequitazin maks 10 tab atau botol 60ml

Motretinida maks 1 tube 5g

Orsiprenalin maks 1 tube inhaler

Piroksikam maks 10 tab 10mg

57
Prometazin teoklat maks 10 tab atau botol 60ml

Ranitidin maks 10 tab 150mg

Satirizin maks 10 tab

Siproheptadin maks 10 tab

Toisiklat maks 1 tube 5g


Tolnaftat maks 1 tube
Tretinoin maks 1 tube 5g

C. KESIMPULAN

Selain memproduksi obat generik, untuk memenuhi keterjangkauan pelayanan kesehatan


khususnya akses obat, pemerintah mengeluarkan kebijakan Obat Wajib Apoteker (OWA). OWA
merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) kepada
pasien.
Disini terdapat daftar obat wajib apotek yang dikeluarkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan.
Sampai saat ini sudah ada 3 daftar obat yang diperbolehkan diserahkan tanpa resep dokter. Peraturan
mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum dalam :

1. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, berisi
Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
2. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2
3. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3

Dalam peraturan ini disebutkanbahwa untuk meningkatkan kemampuan masyarakat


dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dirasa perlu ditunjang
dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan
rasional. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai melalui
peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan disertai dengan informasi yang tepat sehingga
menjamin penggunaan yang tepat dari obat tersebut.
Oleh karena itu, peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan
Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan
pengobatan sendiri. Walaupun APA boleh memberikan obat keras, namun ada persayaratan yang
harus dilakukan dalam penyerahan OWA.

1. Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama, alamat, umur)
serta penyakit yang diderita.
2. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada pasien.
Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang termasuk OWA, dan hanya boleh diberikan
1 tube.
3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi, kontra-indikasi, cara
pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang mungkin timbul serta tindakan yang
disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul.

Jenis OWA

Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masayrakat, maka obat-obat yang
digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita pasien.
Antara lain: obat antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit (salep hidrokotison), infeksi kulit dan
mata (salep oksitetrasiklin), antialergi sistemik (CTM), obat KB hormonal.
Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan:

58
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun
dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan
sendiri

D. REFRESI

 Modul Perundang-Ungangan Kesehatan

E. SOAL LATIHAN
1. Jelaskan Definisi OWA?
2. Tujuan OWA ialah?
3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup?
4. Apoteker wajib melak?ukan pencatatan yang benar mengenai data pasien?
5. Jumlah tiap jenis obat perpasien Alupurinol ialah?

F. KUNCI JAWABAN
1. OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA)
kepada pasien. Disini terdapat daftar obat wajib apotek yang dikeluarkan berdasarkan
keputusan Menteri Kesehatan
2. adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masayrakat, maka obat-obat yang
digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita
pasien
3. indikasi, kontra-indikasi, cara pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang
mungkin timbul serta tindakan yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul.
4. nama, alamat, umur, serta penyakit yang diderita.
5. maks 10 tab 100mg
6.

59
BAB XIIl
KEBIJAKAN OBAT ESESIAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mengetahui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
312/MENKES/SK/IX/2013
2. Untuk Tujuan Penerapan DOEN
3. Kriteria Pemilihan Obat Esensial

B. MATERI
1. Pengertian DOEN
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 312/MENKES/SK/IX/2013 :
Obat esensial : Obat terpilih yang paling dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan.
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar yang berisikan obat terpilih yang
paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi
dan tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan kesehatan.

2. Tujuan Penerapan DOEN


a. Meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan obat
b. Memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

3. Kriteria Pemilihan Obat Esensial


a. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita.
b. Mutu terjamin.
c. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita.
d. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-costratio) yang tertinggi.
e. Bila terdapat satu pilihan yang memiliki efek terapi serupa dipilih obat yang sifatnya paling
banyak diketahui berdasarkan data ilmiah.
f. Untuk obat kombinasi tetap, harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi.

4. Penerapan Konsep Obat Esensial


Penerapan Konsep Obat Esensial dilakukan melalui :
Daftar Obat Esensial Nasional, Pedoman Pengobatan, Formularium Rumah Sakit, Daftar
obat terbatas lain dan Informatorium Obat Nasional Indonesia yang merupakan komponen
saling terkait untuk mencapai peningkatan ketersediaan dan suplai obat serta kerasionalan
penggunaan obat.

5. Terminologi
a. Isi dan Format DOEN
1) DOEN Rumah Sakit sama dengan DOEN untuk seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan.
2) Satu jenis obat dapat dipergunakan dalam beberapa bentuk sediaan dan satu
bentuk sediaan dapat terdiri dari beberapa jenis kekuatan.
3) Dalam DOEN, obat dikelompokkan berdasarkan kelas, subkelas dan kadang-
kadang sub-subkelas terapi. Dalam setiap subkelas atau sub-subkelas terapi obat
disusun berdasarkan abjad nama obat.

b. Tata Nama
1) Nama obat dituliskan sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi terakhir. Jika tidak
ada dalam Farmakope Indonesia maka digunakan International Nonproprietary
Names (INN) (nama generik) yang diterbitkan WHO.
2) Obat yang sudah lazim digunakan dan tidak mempunyai nama INN (generik) ditulis
dengan nama lazim, misalnya : garam oralit.
3) Obat kombinasi yang tidak mempunyai nama INN (generik) diberi nama yang
disepakati sebagai nama generik untuk kombinasi dan dituliskan masing-masing

60
komponen zat berkhasiatnya disertai kekuatan masing-masing komponen. Untuk
beberapa hal yang dianggap perlu nama sinonim, dituliskan di antara tanda kurung.

6. Singkatan
a. btl : botol
b. FDC : Fixed Dose Combination
c. ih : inhalasi
d. inj : injeksi
e. inj dlm minyak : injeksi dalam minyak
f. inj i.a. : injeksi intraarteri
g. inj infiltr : injeksi infiltrasi
h. inj i.k. : injeksi intrakutan
i. inj i.m. : injeksi intramuskular
j. inj i.t : injeksi intratekal
k. inj i.v. : injeksi intravena
l. inj p.v. : injeksi paravertebral
m. inj s.k. : injeksi subkutan
n. kapl : kaplet
o. kaps : kapsul
p. kaps dalam minyak : kapsul dalam minyak
q. kaps lunak : kapsul lunak
r. KDT : Kombinasi Dosis Tetap
s. lar : larutan
t. lar rektal : larutan rectal
u. lar infus : larutan infus
v. serb : serbuk
w. serb inj : serbuk injeksi
x. serb inj i.v. : serbuk injeksi intravena
y. serb kering : serbuk kering
z. sir : sirup
aa. sir kering : sirup kering
bb. sup : supositoria
cc. susp : suspensi
dd. tab : tablet
ee. tab salut enterik : tablet salut enterik
ff. tab scored : tablet dengan tanda belah
gg. ER : extended release
hh. RR : regular release
ii. SR : sustained release
jj. tab vagina : tablet vaginal
kk. TB : Tuberkulosis
ll. tts : tetes tts mata : tetes mata

61
Daftar Obat Esensial Nasional Tahun 2013

62
Contoh : Antasida

Antasida, kombinasi :

a. Aluminium hidroksida 200 mg


b. Magnesium hidroksida 200 mg

7. Revisi DOEN

63
a. Penyempurnaan DOEN dilakukan secara terus menerus dengan usulan materi dari
fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta, disampaikan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Kementerian Kesehatan.
b. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, revisi DOEN
dilaksanakan secara periodik setiap 2 (dua) tahun.

C. KESIMPLAN
Obat esensial adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk layanan kesehatan masyarakat
dan tarcantum dalam Dafrat Obat Esensial Nasional (DOEN) yang di trtapkan oleh Mentri
Kesehatan RI.
Obat esensial merupakan obat yang sangat di butuhkan dalam kegiatan kesehatan
sebahagi dasar dansebagai bentuk diagnosis,profilaktis, terapi dan rehabilitas. Pada obat
esensial juga diterapkan berdasarkan ketepatan,keamanan, kerasionalan pada saat obat itu
digunakan.
Adapun manfaat dari penggnaan obat esensial : Memberikan keleluasaanbagi dokter
untukmemilih obat yang tepat bagi pasien, rasionalisasi dalam persepan, menjamin ketersediaan
obat bagi masyarakay, memudahkan dokter memilih obat. Menghindari tindakan pemberian obat
paten tertentu secara terus menerus kepada pasien. Memberikan gambaran anggaran
pengeluaran obat bagi instasi-instansi seperti. RS dan Puskesmas.
Sedangkan dalam pembagian obat esensial sendiri terbagi atas beberapa jenis antara
lain :
Analgesik, anastetika, antidotum, antihistamin dan lain sebagainya.
Selain itu ada beberapa hal yang mesti dilakukan untuk menjaga mutu obat secara menyeluruh
yang meliputi tahap pengenbangan produk, Cara pembuatan obat yang Baik ( CPOB), mentoring
mutu obat pada rantai distribusi dan penggunaannya, merupakan elemin penting dalam konsep
obat esensial
D. REFRENSI

E. SOAL LATIHAN
1. Pengertian DOEN menurut keputusan menteri RI ialah?
2. Tujuan Penerapan DOEN ialah?
3. Sebutkan beberapa Kriteria Pemilihan Obat Esensial?
4. lar rektal kepanjangan dari?
5. Penerapan Konsep Obat Esensial ialah?

F. Kunci Jawaban
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 312/MENKES/SK/IX/2013 : Obat
esensial : Obat terpilih yang paling dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan. Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar yang berisikan obat terpilih yang paling
dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan
tingkatnya
2. Meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan obat, Memperluas,
memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
3. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita dan
Mutu terjamin.
4. lar rektal : larutan rectal
5. Penerapan Konsep Obat Esensial : Penerapan Konsep Obat Esensial dilakukan melalui :
Daftar Obat Esensial Nasional, Pedoman Pengobatan, Formularium Rumah Sakit, Daftar
obat terbatas lain dan Informatorium Obat Nasional Indonesia yang merupakan komponen
saling terkait untuk mencapai peningkatan ketersediaan dan suplai obat serta kerasionalan
penggunaan obat.

64

Anda mungkin juga menyukai