Anda di halaman 1dari 71

PENERAPAN TERAPI OKSIGENASI UNTUK MENINGKATKAN

SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG


DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS
DI RUANG ICU RSUD Dr. SOESILO SLAWI

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

FERDIK SUNU INDIARTO

NIM. A0019064

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI
TAHUN 2021
PENERAPAN TERAPI OKSIGENASI UNTUK MENINGKATKAN
SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG
DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS
DI RUANG ICU RSUD Dr. SOESILO SLAWI

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan (A.md.Kep)

Oleh:

FERDIK SUNU INDIARTO

NIM. A0019064

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah oleh Ferdik Sunu Indiarto (A0019064) dengan judul
“PENERAPAN TERAPI OKSIGENASI UNTUK MENINGKATKAN
SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DENGAN
KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS DI RUANG ICU RSUD
Dr.SOESILO SLAWI” telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Slawi, 9 November 2021

Pembimbing Utama

Sri Hidayati, Sp.Kep.MB


NIPY. 1979.11.10.06.039

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul “PENERAPAN TERAPI


OKSIGENASI UNTUK MENINGKATKAN SATURASI OKSIGEN PADA
PASIEN GAGAL JANTUNG DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN POLA
NAFAS DI RUANG ICU RSUD Dr.SOESILO SLAWI” oleh Ferdik Sunu
Indiarto (A0019064) telah diujikan di depan Dewan Penguji pada tanggal 9
November 2021

Dewan Penguji

Penguji Ketua Pengguji Anggota

Woro Hapsari, M.Kep Sri Hidayati,Sp.Kep.MB


NIPY. 1980.02.10.02.029 NIPY. 1979.11.10.06.039

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Penerapan Terapi

Oksigenasi untuk Meningkatkan Saturasi Oksigen pada Pasien Gagal

Jantung dengan Ketidakefektifan Pola Nafas di Ruang ICU RSUD Dr.

Soesilo Slawi” ini dapat terselesaikan.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak

terimakasih kepada:

1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidahah-Nya serta nikmat

sehat kepada penulis, orang tua dan pembimbing sehingga Proposal Karya

Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.

2. Rektor Universitas Bhamada Slawi Dr. Maufur.

3. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Natiqotul Fatkhiyah, S.SIT.,M.Kes.

4. Kaprodi D III Keperawatan Ita Nur Itsna, MAN.

5. Woro Hapsari, M.Kep. selaku penguji I yang telah menguji dan mengarahkan

dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Sri Hidayati, Sp.Kep.MB. selaku penguji II sekaligus pembimbing yang telah

membimbing dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Arriani Indrastuti, S.KM., M.Kes. selaku pembimbing akademik yang

memberikan nasehat dan arahannya selama menempuh pendidikan di

Universitas Bhamada.

v
8. Kedua orang tua Satrijanto Wibowo dan Esti Sulistiorini, Adik Maulanda

Daffa Berlianto serta kekasih Adisty Kirana Maharani yang selalu menjadi

semangat memberikan dukungan moral, spiritual dan material dalam

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Teman-teman yang telah memberikan memotivasi dalam menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah ini serta banyak lagi yang tidak dapat penulis tuliskan satu per

satu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini memiliki

banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis membutuhkan kritik dan saran untuk

perbaikan dalam penelitian selanjutnya.

Slawi, 9 November 2021

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman Sampul Depan................................................................................... i


Halaman Sampul Dalam................................................................................... ii
Halaman Persetujuan........................................................................................ iii
Halaman Pengesahan........................................................................................ iv
Kata Pengantar.................................................................................................. v
Daftar Isi........................................................................................................... vii
Daftar Lampiran................................................................................................ viii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................... 4
1.3. Tujuan Studi Kasus.................................................................................... 4
1.3.1. Tujuan Umum.................................................................................. 4
1.3.2. Tujuan Khusus................................................................................. 4
1.4. Manfaat Studi Kasus.................................................................................. 5
1.4.1. Manfaat Teoritis............................................................................... 5
1.4.2. Manfaat Praktis................................................................................ 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.
2.1. Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Jantung.............................................. 7
2.1.1. Pengkajian........................................................................................ 7
2.1.2. Diagnosa Keperawatan..................................................................... 17
2.1.3. Perencanaan...................................................................................... 20
2.1.4. Pelaksanaan...................................................................................... 20
2.1.5. Evaluasi............................................................................................ 21
2.2. Terapi Oksigenasi...................................................................................... 22
1.
2.
2.1.
2.2.
2.2.1. Definisi............................................................................................. 22
2.2.2. Tujuan terapi oksigenasi.................................................................. 22
2.2.3. Peralatan terapi oksigenasi............................................................... 23
2.2.4. Standar Operasional Prosedur Terapi Oksigenasi............................ 23

BAB 3 METODE PENELITIAN


1.
2.
3.
3.1. Desain Penelitian....................................................................................... 27
3.2. Subjek Studi Kasus.................................................................................... 27
3.3. Fokus Studi................................................................................................ 28
3.4. Definisi Operasional Fokus Studi.............................................................. 28

vii
3.5. Metode Pengumpulan Data........................................................................ 30
3.6. Lokasi & Waktu Studi Kasus.................................................................... 30
3.7. Analisis Data Dan Penyajian Data............................................................. 30
3.8. Etika Studi Kasus....................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian

Lampiran 2 Informed Consent

Lampiran 3 Standar Operasional Prosedur Terapi Oksigenasi

viii
ix
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan peradaban dunia, kemajuan teknologi,

meningkatnya kemakmuran, dan pertumbuhan ekonomi yang cepat

berpengaruh terhadap kejadian dan jenis penyakit. Terjadi pergeseran jenis

penyakit, pada awalnya jenis penyakit infeksilah yang mendominasi, akan

tetapi pada saat ini penyakit non infeksi semakin meningkat salah satunya

yaitu penyakit Congestive Heart Failure (CHF) (Depkes RI, 2012). Gagal

jantung merupakan salah satu jenis penyakit jantung, yang mana jantung

tidak dapat memompa darah dengan cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolik keseluruh tubuh akibat adanya kelainan pada fungsi jantung.

Penyakit jantung menjadi salah satu penyakit yang mengakibatkan

peningkatan angka kematian di dunia (Black and Hawks 2014).

Data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO),

(2016) menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terdapat 23 juta atau sekitar

54% dari total kematian disebabkan oleh Congestive Heart Failure (CHF).

Sedangkan di Indonesia sendiri sesuai data Kementerian Kesehatan RI

(2016), penyakit gagal jantung pada Sistem Informasi PTM berbasis web

mencapai 4.161 kasus, menurut jenis kelamin terbesar pada kelompok

perempuan mencapai 2.247 kasus sedangkan laki-laki 1.914 kasus.

Sedangkan menurut kelompok umur, diagnosis gagal jantung terbesar pada

kelompok lanjut usia (umur 60 tahun keatas) sebesar 1.880, sedangkan

1
2

kelompok usia 35 sampai 59 tahun sebesar 1.527 kasus, 15 sampai 34

tahun 122 kasus dan kelompok usia dibawah 15 tahun sebesar 16 kasus.

Jumlah kasus dengan diagnosis gagal jantung yang dirawat inap di rumah

sakit di Indonesia lebih banyak pada laki-laki (25.508 kasus) daripada

perempuan (24.507 kasus). Menurut umur, kasus gagal jantung terbanyak

pada kelompok usia 45-64 tahun sebesar 24.283 kasus. Sedangkan jumlah

kasus meninggal sebanyak 4.996 orang. Jumlah kasus gagal jantung yang

dirawat inap di rumah sakit di Indonesia berdasarkan Provinsi, terbanyak

di Provinsi Jawa Tengah 8.658, di bawah Jateng ada Jabar, Aceh, Jatim,

Sulsel, Sumsel, dan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia hanya kisaran

kurang dari 2.000 kasus pada tahun 2015.

Penyakit gagal jantung sendiri erat kaitannya dengan adanya

perubahan umum yang berhubungan dengan usia dalam struktur dan

fungsi kardiovaskuler. Perubahan tersebut dapat mengurangi respon

kronotropik dan inotropik, meningkatkan tekanan intrakardiak dengan

pengisian ventrikel, dan meningkatkan afterload. Akibat dari hal tersebut,

kemampuan jantung untuk merespon stres terganggu, baik stres fisiologis

maupun patologis (misalnya iskemia atau sepsis miokard). Kondisi

kardiovaskular yang menurun mencerminkan adanya pengurangan

pemasukan oksigen (Dharmarajan and Rich 2017).

Banyak pasien dengan gagal jantung tetap asimtomatik. Gejala

klinis dapat muncul karena adanya faktor presipitasi yang menyebabkan

peningkatan kerja jantung dan peningkatan kebutuhan oksigen. Faktor


3

presipitasi yang sering memicu terjadinya gangguan fungsi jantung adalah

emosi yang berlebihan, infark miokard, emboli paru, anemia,

tirotoksikosis, kehamilan, hipertensi, miokarditis dan endokarditis infektif

(Mazurek and Jessup 2015).

Menurut Darmanto, (2015), sistem oksigenasi berperan penting

dalam mengatur pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara dan

darah. Oksigen diperlukan disemua sel untuk dapat menghasilkan sumber

energi. Karbondioksida yang dihasilkan oleh sel-sel secara metabolisme

aktif membentuk asam yang harus dibuang oleh tubuh. Dalam melakukan

pertukaran gas sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi bekerja sama,

sistem kardiovaskuler bertanggung jawab untuk perfusi darah melalui

paru. Pemberian oksigen sendiri mampu mempengaruhi ST elevasi pada

infark anterior yang berdasarkan consensus, dianjurkan pemberian oksigen

dalam 6 jam pertama terapi dan pemberian oksigen lebih dari 6 jam secara

klinis tidak bermanfaat. Oksigen harus diberikan pada pasien dengan sesak

nafas, tanda gagal jantung, syok atau saturasi oksigen <95% (Meyes

2011).

Pemberian oksigen tambahan dapat meningkatkan suplai sampai

ke otot jantung, diharapkan besarnya infark tidak bertambah dan

komplikasi lain tidak terjadi. Pemberian suplemen oksigen dapat

meningkatkan tekanan oksigen dalam darah hingga di atas 60 mmHg

(Shuvy et al. 2015).


4

Berdasarkan ulasan di atas, Penanganan yang utama pada pasien

gagal jantung yaitu dengan mencukupi kebutuhan oksigenasi. Telah

banyak studi yang memuat penanganan pasien gagal jantung yang tepat

dan cepat, salah satunya managemen pengoptimalan kebutuhan oksigen

pasien baik menggunakan alat bantu ventilasi maupun pengaturan posisi

pasien. Dengan ulasan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan studi

kasus terkait penerapan terapi oksigenasi pada pasien gagal jantung

dengan ketidakefektifan pola nafas yang berada di ruang ICU RSUD Dr.

Soesilo Slawi.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana asuhan keperawatan dengan pemberian terapi oksigenasi dapat

meningkatkan saturasi oksigen gagal jantung?.

1.3. TUJUAN STUDI KASUS

1.

1.1.

1.2.

1.3.1. Tujuan Umum

Memberikan gambaran asuhan keperawatan dengan memberikan terapi

oksigenasi dalam meningkatkan saturasi oksigen akibat ketidakefektifan

pola nafas pada pasien gagal jantung.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada pasien gagal jantung.


5

1.3.2.2. Memberikan gambaran pemberian terapi oksigenasi pada pasien gagal

jantung dengan ketidakefektifan pola nafas untuk meningkatkan saturasi

oksigen.

1.3.2.3. Memberikan gambaran perbedaan antara respon pasien gagal jantung

setelah dilakukan pemberian terapi oksigenasi dengan sebelum

pemberian terapi oksigenasi.

1.3.2.4. Memberikan gambaran menangani pasien gagal jantung dengan

ketidakefektifan pola nafas dengan pemberian terapi oksigenasi terhadap

peningkatan saturasi oksigen.

1.4. MANFAAT STUDI KASUS

1.

1.1.

1.2.

1.3.

1.4.

1.4.1. Manfaat Teoritis

Menyelesaikan masalah keperawatan dan menggembangkan atau

memvalidasi teori penerapan terapi oksigenasi untuk meningkatkan

Saturasi oksigen pada pasien gagal jantung dengan ketidakefektifan pola

nafas.

1.4.2. Manfaat Praktis

1.4.2.1. Bagi Penulis


6

Mengembangkan dan menambahkan pengetahuan terkait keperawatan

kritis dengan penerapan terapi oksigenasi untuk meningkatkan saturasi

oksigen pada pasien gagal jantung dengan ketidakefektifan pola nafas.

1.4.2.2. Bagi pasien dan keluarga pasien

Memberikan pengetahuan terkait penerapan terapi oksigenasi untuk

meningkatkan saturasi oksigen pada pasien gagal jantung dengan

ketidakefektifan pola nafas.

1.4.2.3. Bagi Rumah Sakit

Hasil penulisan ini dapat menambahkan pengetahuan pelayanan

kesehatan tentang asuhan keperawatan kritis pada penyakit gagal jantung.

1.4.2.4. Bagi Institusi Pendidikan

Menambahkan bahan informasi mengenai penerapan terapi oksigenasi

untuk meningkatkan saturasi oksigen pada pasien gagal jantung dengan

ketidakefektifan pola nafas.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.

2.

2.1. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GAGAL JANTUNG

1.

2.

2.1.

2.1.1. Pengkajian

Dokumentasi pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang

hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari

pasien, membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang

respons kesehatan pasien. Pengkajian yang komprehensif atau

menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung pada

identifikasi masalah-masalah pasien. Masalah-masalah ini dengan

menggunakan data penkajian sebagai dasar formulasi yang dinyatakan

sebagai diagnosa keperawatan.

Dalam pengkajian keperawatan terdapat dua jenis data yang dapat

diperoleh, yaitu data subjektif dan data objektif. Data subjektif merupakan

data yang diperoleh dari hasil pengkajian terhadap pasien dengan teknik

wawancara, keluarga, konsultan, dan tenaga kesehatan lainnya serta

riwayat keperawatan. Data ini berupa keluhan atau persepsi subjektif

pasien terhadap status kesehatannya. Kedua yaitu data objektif, merupakan

7
8

data yang diperoleh dari hasil observasi, pemeriksaan fisik, hasil

pemeriksaan penunjang dan hasil laboratorium. Fokus dari pengkajian data

objektif berupa status kesehatan, pola koping, fungsi status respons pasien

terhadap terapi, risiko untuk masalah potensial, dukungan terhadap pasien.

Karakteristik data yang diperoleh dari hasil pengkajian seharusnya


9

memiliki karakteristik yang lengkap, akurat, nyata dan relevan. Data yang

lengkap mampu mengidentifikasi semua masalah keperawatan pada

pasien.

Untuk memperoleh data pada tahap pengkajian metode yang

dapat digunakan perawat berupa komunikasi efektif, observasi dan

pemeriksaan fisik sesuai dengan format pengkajian. Pada format

pengkajian terdapat identitas klien, riwayat keperawatan, pengkajian fisik,

data penunjang dan penatalaksanaan medis.

Pengkajian pada pasien gagal jantung ditujukan sebagai

pengumpulan data dan informasi terkini mengenai status pasien dengan

pengkajian sistem kardiovaskuler sebagai prioritas pengkajian. Pengkajian

sistematis pada pasien mencakup riwayat khususnya yang berhubungan

dengan nyeri dada, sulit bernafas, riwayat pingsan, atau keringat dingin

(diaphoresis). Masing-masing gejala harus dievaluasi waktu dan durasinya

serta faktor pencetusnya. Dalam pengkajian keperawatan kritis

menerapkan metode pengkajian antara lain :

1.

2.

2.1.

2.1.1.

2.1.1.1. Pengkajian Primer

Pengkajian primer merupakan pengkajian utama yang diterapkan pada

pasien kritis untuk mempertahankan dan meningkatkan kesempatan


10

bertahan hidup dalam melalui fase kritis, pengkajian primer ini meliputi

empat tahapan pengkajian sebagai berikut :

a. Airway, merupakan pengkajian terkait dengan jalan nafas seperti

apanya sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas), bunyi napas

ronchi dan faktor lainnya yang mengganggu jalan napas.

b. Breathing, merupakan pengkajian yang memfokuskan pada pola

pernafasan dapat berupa distress pernapasan (pernapasan cuping

hidung), penggunaan otot-otot asesoris pernapasan, pernafasan cuping

hidung, kesulitan bernapas (lapar udara, diaporesis, dan sianosis), dan

pernafasan cepat dan dangkal.

c. Circulation, pengkajian terkait dengan sirkulasi tanda-tanda vital

seperti terjadinya nadi lemah/tidak teratur, takikardi, tekanan darah

meningkat/menurun, akral dingin, ataupun adanya sianosis perifer.

d. Dissability, pengkajian terkait kesadaran yang pada kondisi yang berat

dapat terjadi asidosis metabolik sehingga menyebabkan penurunan

kesadaran.

2.1.1.2. Pengkajian Sekunder

a. Keluhan Utama

Keluhan utama pada CHF sehingga pasien mencari bantuan atau

pertolongan antara lain :

1) Dyspneu, merupakan manifestasi kongesti pulmonalis sekunder

akibat kegagalan ventrikel kiri dalam melakukan kontraktilitas

sehingga mengakibatkan pengurangan curah sekuncup. Pada


11

peningkatan Left Ventrikel Dyspneu Emergency Pulmonalis

(LVDEP) terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) dan

masuk kedalam anyaman vascular paru. Jika tekanan hidrostatik

dari anyaman kapiler paru melebihi tekanan onkotik vascular, maka

akan terjadi transudasi cairan kedalam intersistial. Dimana cairan

masuk kedalam alveoli dan terjadilah edema paru atau efusi pleura.

2) Kelemahan fisik, merupakan manifestasi utama pada penurunan

curah jantung sebagai akibat metabolisme yang tidak adekuat

sehingga mengakibatkan deficit energy.

3) Edema sistemik, tekanan paru yang meningkat sebagai respon

terhadap peningkatan tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal

meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan sehingga

terjadi kongesti sistemik dan edema sistemik.

4) Tekanan darah dan nadi, tekanan darah sistolik dapat normal atau

tinggi pada HF ringan, namun biasanya berkurang pada HF berat,

karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat berkurang

atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume.

Sinus takikardi merupakan tanda nonspesifik disebabkan oleh

peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer

menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer dan sianosis

pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik

berlebih. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya

sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat


12

fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan

PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah

arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan

hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea.

Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien

sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti sementara.

5) Jugular Vein Pressure, pemeriksaan vena jugularis memberikan

informasi mengenai tekanan atrium kanan. Tekanan vena jugularis

paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala membentuk

sudut 300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cm H2O

(normalnya 5-2 cm) dengan memperkirakan jarak vena jugularis

dari bidang diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini, tekanan

vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat namun dapat

meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan tekanan

abdomen (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar

mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.

6) Ictus cordis, pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial,

seringkali tidak memberikan informasi yang berguna mengenai

tingkat keparahan. Jika kardiomegali ditemukan, maka apex cordis

biasanya berubah lokasi dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau

sebelah lateral dari midclavicular line, dan denyut dapat dipalpasi

hingga 2 interkosta dari apex.


13

7) Suara jantung tambahan, pada beberapa pasien suara jantung ketiga

(S3) dapat terdengar dan dipalpasi pada apex. Pasien dengan

pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan dapat memiliki

denyut Parasternal yang berkepanjangan meluas hingga systole. S3

(atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada pasien

dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan

takipneu, dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika.

Suara jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik namun biasa

ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada

regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien.

8) Pemeriksaan paru, Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi)

merupakan akibat dari transudasi cairan dari ruang intravaskuler

kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema pulmoner, rales dapat

terdengar jelas pada kedua lapangan paru dan dapat pula diikuti

dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac asthma). Jika ditemukan

pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru sebelumnya, rales

tersebut spesifik untuk CHF. Perlu diketahui bahwa rales seringkali

tidak ditemukan pada pasien dengan CHF kronis, bahkan dengan

tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, hal ini disebabkan

adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar. Efusi

pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler pleura

dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga pleura.

Karena vena pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi


14

pleura paling sering terjadi dengan kegagalan biventrikuler.

Walaupun pada efusi pleura seringkali bilateral, namun pada efusi

pleura unilateral yang sering terkena adalah rongga pleura kanan.

9) Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux, Hepatomegali

merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika ditemukan,

pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut

selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai

tanda lanjut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada

vena hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga

merupakan tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari gangguan

fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler,

dan terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.

10) Edema tungkai, edema perifer merupakan manifestasi cardinal

pada CHF, namun namun tidak spesifik dan biasanya tidak

ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic. Edema

perifer biasanya sistemik dan dependen pada CHF dan terjadi

terutama pada daerah achilles dan pretibial pada pasien yang

mampu berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring, edema

dapat ditemukan pada daerah sacral (edema presacral) dan

skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi

dan pigmentasi ada kulit.

11) Cardiac Cachexia, pada kasus HF kronis yang berat, dapat

ditandai dengan penurunan berat badan dan cachexia yang


15

bermakna. Walaupun mekanisme dari cachexia pada HF tidak

diketahui, sepertinya melibatkan banyak faktor dan termasuk

peningkatan resting metabolic rate; anorexia, nausea, dan

muntah akibat hepatomegali kongestif dan perasaan penuh pada

perut; peningkatan konsentrasi sitokin yang bersirkulasi seperti

TNF, dan gangguan absorbsi intestinal akibat kongesti pada vena

di usus. Jika ditemukan, cachexia menandakan prognosis

keseluruhan yang buruk.

b. Riwayat keluhan sekarang

Akan didapatkan gejala kongesti vascular pulmonal seperti

dyspnea, ortopnea, diypnea nocturnal paroksimal, batuk dan edema

pulmonal akut. Pengkajian mengenai dyspne dikarakteristikkan pada

pernafasan cepat dan dangkal.

1) Orthopnea, ketidakmampuan bernafas ketika berbaring

dikarenakan ekspansi paru yang tidak adekuat

2) Dyspnea Nokturnal paraksimal, Terjadinya sesak nafas atau nafas

pendek pada malam hari yang disebabkan perpindahan cairan dari

jaringan kedalam kompartemen intravascular.

3) Batuk, Merupakan gejala kongesti vascular pulmonal. Dapat

produktif dan kering serta pendek.

4) Edema pulmonal, Terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi

tekanan dalam vascular (30 mmHg). Terjadi tranduksi cairan


16

kedalam alveoli sehingga transport normal oksigen ke seluruh

tubuh terganggu.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah pasien pernah mengalami nyeri dada akibat Infark

Moikard akut, hipertensi, DM. Konsumsi obat yang diguakan dan

alergi terhadap makanan atau obat.

d. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum dikatakan kesadaran baik dan akan berubah sesuai

tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat

e. Pemeriksaan sistem

1) Breathing (B1), mencari tanda dan gejala kongesti vascular

pulmonal seperti dyspnea, orthopnea, dyspnea nocturnal

paraksimal, batuk dan edema paru. Crakcles atau ronchi basah

dapat ditemukan pada posterior paru. Yang dikenali sebagai

kegagalan ventrikel kiri.

2) Bleeding (B2)

a) Inspeksi: adanya parut pasca bedah jantung, distensi vena

jugularis (gagal kompensasi ventrikel kanan), edema

(ekstermitas bawah), asites, anoreksia, mual, nokturia serta

kelemahan.
17

b) Palpasi: perubahan nadi (cepat dan lemah) sebagai manifestasi

dari penurunan catdiac output dan vasokontriksi perifer. Apahak

pulsus alternans (perubahan kekuatan denyut arteri)

menunjukkan gangguan fungsi mekanis yang berat.

c) Auskultasi; penurunan tekanan darah, mendengarkan bunyi

jantung 3 (S3) serta crackles pada paru-paru. S3 atau gallop

adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri.

d) Perkusi; mencari batas jantung sebagai penanda terjadinya

kardiomegali.

3) Brain (B3), kesadaran compos mentis namun dapat menurun

seiring perjalan atau kegawatan penyakitnya

4) Bladder (B4), mengukur haluaran urine yang dihubungkan pada

asupan cairan dan fungsi ginjal.

5) Bowel (B5), didapatkan konstipasi, mual, muntah, anoreksi, nafsu

makan menurun atau terjadinya penurunan atau perubahan berat

badan

6) Bone (B6), kulit dingin, mudah lelah sebagai akibat penurunan

curah jantung dan menghambat jaringan dari sirkulasi normal.

f. Pemeriksaan diagnostik

1) EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan

aksis, iskemia dan kerusakan pola, adanya sinus takikardi, iskemi,

infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub

jantung.
18

2) Echocardiography; mencari kelaianan katup, memperkirakan

ukuran dan fungsi ventrikel kiri serta memperkirakan kapasitas

freksi ejeksi.

3) Rontgen dada; menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan

mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam

pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.

4) Scan Jantung; tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan

gerakan jantung.

5) Kateterisasi jantung; tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan

membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis

katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.

6) Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau

penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.

7) Oksimetri nadi; saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika

CHF memperburuk PPOM.

8) AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan

atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.

9) Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan

jantung, misal infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK,

isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).

2.1.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah bagian dari proses keperawatan

yang merupakan bagian dari penilaian klinis tentang


19

pengalaman/tanggapan individu, keluarga, atau masyarakat terhadap

masalah kesehatan aktual/potensial/proses kehidupan. Diagnosa

keperawatan yang muncul pada pasien gagal jantung dengan saturasi

oksigen kurang dari normal dalam buku NANDA-I (2018-2020) adalah

sebagai berikut:

1.

2.

2.1.

2.1.1.

2.1.2.

2.1.2.1. Ketidakefektifan pola napas

Definisi diagnosa keperawatan dapat berupa Inspirasi dan/atau ekspirasi

yang tidak memberikan ventilasi adekuat. Dengan kode diagnosis 00032

a. Batasan Karakteristik ketidakefektifan pola napas berupa pola napas

abnormal, perubahan ekskursi dada, bradipnea, penurunan tekanan

ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi, penurunan ventilasi semenit,

penurunan kapasitas vital, dispnea, peningkatan diameter anterior-

posterior, pernapasan cuping hidung, ortopnea, fase ekspirasi

memanjang, pernapasan bibir, takipnea, penggunaan otot bantu

pernapasan, dan penggunaan posisi tiga-titik.

b. Faktor yang berhubungan dengan ketidakefektifan pola napas berupa

ansietas, keletihan otot pernapasan, posisi tubuh yang menghambat

ekspansi paru, keletihan, hiperventilasi, obesitas, nyeri.


20

c. Kondisi terkait berupa deformitas tulang, deformitas dinding dada,

sindrom hipoventilasi, gangguan musculoskeletal, imaturitas

neurologis, gangguan neurologis, disfungsi neuromuscular, dan

cedera medulla spinalis.

2.1.3. Perencanaan

Perencanaan adalah proses menyusun rencana yang digunakan

untuk mengurangi atau mengatasi masalah. Selanjutnya perencanaan

keperawatan yang disebut intervensi keperawatan merupakan suatu

perawatan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan penilaian krinis dan

pengetahuan perawat untuk meningkatkan luaran/outcome pasien/klien.

Intervensi keperawatan mencakup baik perawatan langsung dan tidak

langsung yang ditunjukan pada individu, keluarga dan masyarakat serta

orang-orang yang dirujuk oleh perawat, dirujuk oleh dokter maupun

pemberi layanan kesehatan lainnya. Menurut nurut buku Nursing

Interventions Classification (NIC) edisi ketujuh (2018) perencanaan

keperawatan yang muncul pada pasien gagal jantung dengan

ketidakefektifan pola napas antara lain manajemen jalan nafas, memonitor

tanda-tanda vital, monitoring pernafasan, bantuan ventilasi, dan pemberian

terapi oksigen.

2.1.4. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah tindakan yang dilaksanakan sesuai rencana,

Pelaksanaan keperawatan atau disebut implementasi merupakan tindakan

yang akan dilakukan sesuai apa yang telah direncanakan atau intervensi
21

keperawatan baik itu tindakan mandiri ataupun tindakan kolaborasi.

Tindakan mandiri sendiri merupakan tindakan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat tanpa bantuan dari tenaga kesehatan yang lain.

Sedangkan untuk tindakan kolaborasi yaitu tindakan keperawatan

berdasarkan keputusan bersama oleh dokter maupun tenaga kesehatan

yang lain. Dalam hal ini pelaksanaan disesuaikan dengan yang

perencanaan dengan melaksanakan SOP yang sesuai.

2.1.5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses asuhan

keperawatan, yang dilakukan untuk menilai keberhasilan suatu rencana

keperawatan yang telah dilaksanakan. Dalam mengevaluasi harus melihat

tujuan yang telah dibuat sebelumnya. Dalam evaluasi menunjukan hasil

atau tujuan yang dicapai dengan metode SOAP sebagai berikut:

1.

2.

2.1.

2.1.1.

2.1.2.

2.1.3.

2.1.4.

2.1.5.
22

2.1.5.1. S (Subjektif) merupakan data yang dari pasien melalui ungkapan

langsung.

2.1.5.2. O (Objektif) merupakan data yang didapatkan dari pengamatan atau

analisa.

2.1.5.3. A (Analisa) merupaka kesimpulan dari data yang terkumpul apakah

sudah terasi atau belum dalam masalah kesehatannya.

2.1.5.4. P (Planning) merupakan rencana lanjutan yang akan dilakukan

selanjutnya.

2.2. TERAPI OKSIGENASI

1.

2.

2.1.

2.2.

2.2.1. Definisi

Terapi oksigen merupakan tindakan untuk memberikan

oksigen murni pada pasien yang memiliki kadar oksigen rendah.

Oksigen biasanya disalurkan melalui tabung atau dalam ruangan

khusus pada pasien dengan gejala kekurangan oksigen. Terapi

oksigen ini memberikan gas oksigen untuk dihirup. Pasien dapat

menerima terapi oksigen dari selang yang diletakkan di hidung,

masker wajah, atau selang yang ditempatkan di trakea, atau batang

tenggorokan. Gejala yang menunjukkan tanda tubuh tengah


23

kekurangan oksigen antara lain sesak napas, napas pendek dan cepat,

kelelahan dan kebingungan, detak jantung cepat, batuk, berkeringat

berlebihan, warna kulit dan bibir terlihat pucat, hingga menurunnya

fungsi jaringan tubuh. Pemberian terapi oksigen melalui kanul nasal

hidung 2-6 L/menit sedangkan dengan masker oksigen 5-10 L/menit

masing-masing dilakukan selama 30 menit.

2.2.2. Tujuan terapi oksigenasi

Tujuan utama dari pemberian oksigen adalah untuk memberikan

suplai oksigen yang lebih banyak sehingga kebutuhan tubuh akan oksigen

dapat terpenuhi. Tentunya pemberian oksigen ini hanya ditujukan bagi

mereka yang mengalami gangguan pernapasan saja, yang mengalami

gangguan pola napas.

2.2.3. Peralatan terapi oksigenasi

1.

2.

2.1.

2.2.

2.2.1.

2.2.2.

2.2.3.

2.2.3.1. Alat pertama yang dibutuhkan adalah tabung oksigen yang tentunya

masih terisi dengan O2. Dan dilengkapi dengan manometer.

2.2.3.2. Pengukur aliran oksigen yaitu flow meter serta humidifier


24

2.2.3.3. Nasal kanul sesuai ukuran (ukuran untuk anak-anak 8 sampai 10, ukuran

untuk wanita dewasa 10 sampai 12, dan ukuran untuk pria dewasa adalah

12 sampai 14). Untuk menentukan apakah seseorang memerlukan nasal

kanul, simple mask, dan sebagainya, anda bisa menyesuaikannya dengan

saturasi oksigen.

2.2.3.4. Selang oksigen (untuk menghubungkan nasal kanul dengan humidifier)

2.2.3.5. Jelly jika dibutuhkan

2.2.3.6. Plester atau pita, jika dibutuhkan

2.2.4. Standar Operasional Prosedur Terapi Oksigenasi

Pemberian atau mesangan oksigen ini, terdiri dari 4 tahap yaitu

(pra interaksi, orientasi, tahap kerja, dan terminasi). Sebagai berikut ini :

1.

2.

2.1.

2.2.

2.2.1.

2.2.2.

2.2.3.

2.2.4.

2.2.4.1. Tahap pra interaksi

a. Pertama, anda harus mengidentifikasi kebutuhan pasien akan oksigen.

Yaitu mengukur respirasi rate dalam 1 menit, dan mengukur saturasi

oksigennya. Pastikan orang yang akan diberikan terapi tepat sasaran.


25

b. Lakukan cuci tangan yang benar, yaitu dengan 6 langkah dan 4

gerakan.

c. Persiapkan peralatan yang telah disebutkan diatas, sesuaikan juga

dengan ketersediaan alat, dan kebutuhan pasien.

2.2.4.2. Tahap orientasi

a. Ucapkan salam kepada pasien, serta panggil nama pasien untuk

meningkatkan keakraban dan kepercayaan.

b. Jelaskan juga tujuan dilakukan tindakan dan berbagai hal tentang

informasi tindakan. Baik ketidaknyamanan dan manfaatnya.

c. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya tentang tindakan

yang akan dilakukan. Jika klien tidak mau diberikan tindakan,

jelaskan kembali manfaat dan dampak yang akan timbul. Jika masih

menolak, sebaiknya minta tanda tangan untuk persetujuan penolakan

tindakan. Hal ini akan berguna bagi anda, jika anda mendapat masalah

dengan hukum.

2.2.4.3. Tahap kerja

a. Atur posisi pasien senyaman mungkin, dalam hal ini, posisi yang

paling tepat adalah posisi semi fowler. Karena dengan posisi ini,

pernapasan akan terjadi secara maksimal.

b. Pasang berbagai peralatan yang telah tadi disediakan. Hubungkan

antara oksigen dengan flow meter dan humidifier. Hubungkan juga

dengan selang oksigen.


26

c. Nyalakan oksigen dengan aliran yang sudah sesuai dengan rencana

tindakan (advis).

d. Periksa apakah oksigen mengalir dengan baik atau tidak.

e. Sambungkan nasal kanul, kateter kanul, atau mask dengan selang

oksigennya.

f. Pasangkan nasal kanul, kateter kanul, atau mask dengan hidung

pasien.

Catatan atau cara pemasangan :

Dalam pemberian oksigen dengan nasal kanul, masukan ujung

lubang nasal kanul tetap masuk kedalam 2 lubang hidung pasien.

Selanjutnya eratkan selang baik kebelakang kepala, atau mengikat

ketelinga dan dagu.

Sedangkan untuk pemasangan oksigen dengan kateter nasal,

yaitu ukur terlebih dahulu jarak kateter dari hidung ke lubang telinga,

lalu tandai area tersebut dengan plester. Olesi ujung selang dengan jelly

dan masukan ke salah satu lubang hidung secara perlahan sampai masuk

pada bagian yang ditandai tadi. Untuk melihat letak selang, buka mulut

klien dengan tong spetel dan senter, lalu tarik sedikit agar tidak terlalu

panjang, rekatkan dengan plaster pada bagian hidung agar tidak lepas.

Pemasangan mask oksigen lebih simple, yaitu anda hanya perlu

memasangkan mask menutupi hidung dan mulut, lalu kaitkan tali

kebelakang kepala pasien.


27

1) Kaji respon pasien terhadap tindakan yang telah dilakukan, pengkajian

dilakukan setelah 15 sampai 30 menit dari pemasangan. Hal-hal yang

perlu dikaji yaitu gerakan dada, respirasi rate, kenyamanan, saturasi

oksigen, dan sebagainya sesuai kebutuhan.

2) Setelah 30 menit pemasangan, periksa kembali aliran dan cairan

humidifier, pastikan dalam tabung humidifier terisi air.

3) Kaji pasien secara berkala untuk mengetahui adanya hipoxia, cemas,

gelisah, dan sebagainya.

4) Kaji juga apakah terdapat iritasi pada hidung pasien. Berikan cairan

ataupun pelumas, untuk melemaskan membran mukosa.

5) Catat Permulaan terapi oksigenasi dan hasil pengkajian

2.2.4.4. Tahap terminasi

1.

2.

2.1.

2.2.

2.2.1.

2.2.2.

2.2.3.

2.2.4.

2.2.5.

a. Evaluasi kembali pasien setelah dilakukan tindakan, tanyakan juga

bagaimana respon pasien setelah diberikan tindakan.


28

b. Hasil data yang terkumpul didokumentasikan untuk kebutuhan

tindakan selanjutnya.

c. Kontrak dengan pasien untuk tindakan yang akan dilakukan

selanjutnya.

d. Bereskan peralatan dan akhiri kegiatan.

e. Lakukan cuci tangan kembali setelah selesai tindakan.


BAB 3

METODE PENELITIAN

1.

2.

3.

3.1. DESAIN PENELITIAN

Desain yang digunakan pada pengambilan karya tulis ilmiah ini

yaitu studi kasus. Studi kasus pada intinya adalah meneliti kehidupan satu

atau beberapa komunitas, organisasi, atau perorangan yang dijadikan unit

analisis, yang mengeksplorasi suatu masalah keperawatan dengan batasan

terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan

berbagai sumber informasi. Hasil penelitian yang diharapkan oleh peneliti

adalah melihat penerapan teknik terapi oksigenasi dalam pada asuhan

keperawatan dengan pasien gagal jantung.

3.2. SUBJEK STUDI KASUS

Subyek penelitian dalam studi kasus ini adalah dua responden

yang sedang berada di ruang ICU RSUD Soesilo Slawi, yang telah

dilakukan pengkajian dan mengalami gagal jantung.

1.

2.

3.

3.1.

3.2.

29
3.2.1. Kriteria Inklusi

Yang menjadi kriteria inklusi pada studi kasus ini adalah :

1.

2.

3.

3.1.

3.2.

3.2.1.

3.2.1.1. Klien dengan diapnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas

3.2.1.2. Klien dengan saturasi oksigen kurang dari 90%

3.2.1.3. Klien berusia 30– 65 tahun

3.2.1.4. Klien dengan masalah penyakit gagal jantung

3.2.1.5. Klien dirawat inap.

30
31

3.2.2. Kriteria Ekslusi

Yang menjadi kriteria Ekslusi pada studi kasus ini adalah :

1.

2.

3.

3.1.

3.2.

3.2.1.

3.2.2.

3.2.2.1. Tidak mendapat persetujuan oleh keluarga untuk diteliti

3.2.2.2. Klien yang dirawat dengan terkonfirmasi Covid-19

3.3. FOKUS STUDI

Penerapan prosedur terapi oksigenasi pada pasien gagal jantung

dengan diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas untuk

meningkatkan saturasi oksigen pasien.

3.4. DEFINISI OPERASIONAL FOKUS STUDI

Terapi oksigenasi merupakan tindakan untuk memberikan

oksigen murni pada pasien yang memiliki kadar oksigen rendah.

Oksigen biasanya disalurkan melalui tabung atau dalam ruangan

khusus pada pasien dengan gejala kekurangan oksigen. Terapi

oksigen ini memberikan gas oksigen untuk dihirup. Pasien dapat

menerima terapi oksigen dari selang yang diletakkan di hidung,

masker wajah, atau selang yang ditempatkan di trakea, atau batang


32

tenggorokan. Gejala yang menunjukkan tanda tubuh tengah

kekurangan oksigen antara lain sesak napas, napas pendek dan cepat,

kelelahan dan kebingungan, detak jantung cepat, batuk, berkeringat

berlebihan, warna kulit dan bibir terlihat pucat, hingga menurunnya

fungsi jaringan tubuh.

Saturasi oksigen adalah tingkat persentase hemoglobin yang

terikat oksigen atau oksihemoglobin di dalam darah. Hemoglobin

merupakan bagian darah yang bertugas mengikat oksigen dan

mengedarkannya ke organ, jaringan, dan sel tubuh. Setiap sel darah merah

di dalam tubuh kita umumnya mengandung sekitar 270 juta hemoglobin.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi tingkat saturasi oksigen, antara

lain seperti sedikit banyaknya oksigen yang dihirup, lancar atau tidaknya

proses pertukaran gas di paru-paru, konsentrasi hemoglobin di dalam sel

darah merah, tingkat kekuatan atau afinitas hemoglobin dalam mengikat

oksigen.

Pola nafas tidak efektif adalah ventilasi atau pertukaran udara

inspirasi dan atau ekspirasi tidak adekuat. Pola napas tidak efektif suatu

keadaan dimana inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan

ventilasi adekuat. Pemberian terapi oksigenasi terhadap pasien gagal

jantung dengan ketidakefektifan pola nafas diharapkan setelah diberikan

terapi oksigenasi saturasi oksigen mengalami perubahan.


33

Pengaruh pemberian terapi oksigenasi terhadap ketidakefektifan

pola nafas pada pasien gagal jantung terdapat perbedaan saturasi oksigen

yang diharapkan meningkat pada kelompok intervensi sebelum dan setelah

perlakuan. Diharapkan keluarga dapat menjadi sumber dukungan dan

menjadi support sistem yang dapat mengingatkan pasien untuk melakukan

teknik oksigenasi dalam perawatan penyakit gagal jantung.

3.5. METODE PENGUMPULAN DATA

Agar dapat diperoleh data yang sesuai dengan permasalahan

dalam penelitian ini, sangatlah diperlukan teknik pengumpulan data,

adapun teknik tersebut adalah :

1.

2.

3.

3.1.

3.2.

3.3.

3.4.

3.5.

3.5.1. Wawancara : (Hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang-dahulu-keluarga, sumber data dari klien,

keluarga, perawat lainnya)


34

3.5.2. Observasi dan pemeriksaan fisik : (dengan pendekatan IPPA: inspeksi,

palpasi, perkusi, auskultasi) pada sistem tubuh klien.

3.5.3. Studi dokumentasi dan angket : (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan

data lain yang relevan)

3.5.4. Instrumen penelitian : Menggunakan grafik pemantauan respirasi rate dan

ventilator

3.6. LOKASI & WAKTU STUDI KASUS

Studi kasus ini dilakukan di ruang ICU RSUD Soesilo Slawi,

dilakukan selama pada bulan november - desember 2021.

3.7. ANALISIS DATA DAN PENYAJIAN DATA

3.7.1. Pengumpulan data

Data di kumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumen).

Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian di salin dalam

bentuk trankrip (catatan terintruktur).

3.7.2. Mereduksi data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan di

jadikan satu dalam bentuk trankrip dan dikelompokan menjadi dat

subjektif dan objektif, di analisis berasal hasil pemeriksaan diagnosis

kemudian dibandingkan dengan nilai normal.

3.7.3. Penyalin data


35

Penyalin data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagian maupun teks

naratif. Kerasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas

dari klien.

3.7.4. Kesimpulan

Dari data yang di sajikan, kemudian data di bahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data

yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosa, perencanaan

tindakan, dana evaluasi.

3.8. ETIKA STUDI KASUS

3.8.1. Otonomi (Menghormati hak pasien)

Prinsip ini didasarkan pada keyakinan bahwa setiap individu

memiliki kemampuan berpikir logis dan membuat keputusan sendiri.

Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang

menuntut pembedaan diri. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek

terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa

dan bertindak secara rasional. Orang dewasa dianggap kompeten dan

memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai

berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain.

Prinsip otonomi direfleksikan dalam sebuah praktek professional ketika

perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang

perawatan dirinya (Hasyim and Prasetyo 2012). Peneliti dalam hal ini akan
36

menghargai dan menghormati keputusan klien saat melakukan penerapan

terapi oksigenasi tanpa adanya paksaan dan tidak bertindak secara rasional.

3.8.2. Beneficence (Berbuat Baik/ Mencegah Terjadinya Kesalahan/ Membawa

Kebaikam Ke Pasien)

Prinsip Beneficence Artinya mendatangkan manfaat atau

kebaikan. Kebaikan memerlukan pencegahan dari kesalahan atau

kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan

kebaikan oleh diri dan orang lain (Hasyim 2014). Peneliti dalam hal ini

akan memberikan manfaat saat penerapan terapi oksigenasi, dan mencegah

terjadinya kesalahan dengan cara menjalankan terapi sesuai dengan SOP.

3.8.3. Justice (Keadilan)

Prinsip ini dibutuhkan untuk tercapainya keadilan terhadap orang

lain dengan tetap menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan

kemanusiaan. Nilai ini tereflekasikan dalam praktek professional ketika

perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai dengan hukum, standar

praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan

kesehatan (Hasyim 2014). Peneliti dalam hal ini akan adil dalam

penerapan terapi oksigenasi sesuai standar praktik tanpa membeda-

bedakan pasien.

3.8.4. Non-malaficence (Tidak Merugikan Tidak Mencederai)


37

Prinsip ini mengindikasikan bahwa individu secara moral

diharuskan untuk menghindari sesuatu yang dapat merugikan orang lain

(tindakan menghindarkan kerusakan/kerugian/kejahatan). Prinsip ini

berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien

(Hasyim 2014). Dalam hal ini peneliti berkomitmen untuk tidak merugikan

atau tidak mencederai klien selama tindakan terapi oksigenasi dan

melakukan sesuai SOP yang telah ditentukan.

3.8.5. Veracity (Kejujuran)

Prinsip Veracity berarti penuh dengan kebenaran. Pemberi

pelayanan kesehatan harus menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan

memastikan bahwa klien sangat mengerti dengan situasi yang dia hadapi.

Dengan kata lain, prinsip ini berkaitan dengan kemampuan seseorang

untuk mengatakan kebenaran. Informasi yang disampaikan harus akurat,

komprehensif, dan obyektif sehingga klien mendapatkan pemahaman yang

baik mengenai keadaan dirinya Selama menjalani perawatan. Kebenaran

merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya (Hasyim

2014). Dalam hal ini peneliti akan menyampaikan kebenaran pada klien

secara akurat, komprehensif dan obyektif selama dilakukan tindakan terapi

oksigenasi.

3.8.6. Fidelity (Menepati Janji/ Melakukan Sesuai Dengan Komitmen)


38

Prinsip Fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan

komitmen terhadap seseorang (Notoatmodjo 2017). Dalam hal ini peneliti

akan berkomitmen dengan klien saat melakukan pemberian terapi oksigen

sesuai SOP yang telah ditentukan.

3.8.7. Confidentiality (Kerahasiaan/ Privasi Pasien)

Prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga,

segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen pencatatan kesehatan klien

tidak boleh dibaca (Notoatmojo, 2017). Dalam prinsip ini peneliti akan

menjaga privasi klien selama tindakan keperawatan dan khususnya pada

saat diberikan terapi oksigenasi serta tidak akan menyebarluaskan

informasi yang didapatkan dari klien tanpa adanya persetujuan dari klien,

jika di izinkan oleh klien dengan bukti persetujuan.

3.8.8. Accountability (Melakukan Sesuai Dengan Prinsip Kode Etik Perawat)

Prinsip Accountability yang dilakukan merupakan satu aturan

professional. Mempertanggung jawabkan hasil pekerjaan, dimana tindakan

yang dilakukan merupakan satu aturan professional. Oleh karena itu

pertanggung jawabkan atas hasil asuhan keperawatan mengarah langsung

kepada praktisi itu sendiri. Selain itu etika dalam penelitian digunakan

peneliti karena dalam pelaksanaan sebuah penelitian mengingat penelitian

kaperawatan itu berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika

penelitian harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam


39

kegiatan ini (Hasyim 2014). Dalam hal ini peneliti akan bertanggung

jawab terhadap asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada klien.

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.

4.1. HASIL STUDI KASUS

4.1.1. Pengkajian
40

Identitas Klien Klien 1 Klien 2


Nama Tn. S Tn. C
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki
Umur 77 tahun 70 tahun
Agama Islam Islam
Status perkawinan Menikah Menikah
Pendidikan terakhir SD SD
Alamat Lebaksiu Kidul RT 08/ Bulakpacing RT 01/ 08
02 Lebaksiu Dukuhwaru
Pekerjaan Dagang Dagang
Tanggal masuk 20-12-2021 23-12-2021
No. RM 412875 689696
Diagnosa Medis CHF, Hipertensi CHF, BRPN, IHD,
SNH
Pemeriksaan fisik EKG, Rontgent Rontgent, CT Scan,
EKG
Keluhan utama Sesak nafas, sulit Kelemahan anggota
bernafas, dada terasa gerak kanan, bicara
nyeri seperti tertusuk- pelo, batuk, sesak nafas
tusuk
Riwayat penyakit CHF, SNH CHF, BRPN, IHD,
sekarang SNH
Riwayat penyakit Riwayat jantung, CHF, BRPN
dahulu Hipertensi, Stroke
Riwayat penyakit Hipertensi Tidak ada
keluarga
Hasil laboratorium Dr, S60T S6PT, Ur, Cr GDS 109, Hedctrean
yang mendukung non learead

4.1.2. Diagnosis Keperawatan

Analisis Data Etiologi Masalah


Klien 1 Pola nafas abnormal Ketidakefektifan Pola
Data Subjektif : Nafas
SPO2= 94 %
TD= 185/105 mmHg
41

N= 65 x/menit
RR= 26 x/menit
S= 36,7 ºC
Data Objektif :
Pasien mengatakan
nafasnya sesak, berat
dan sulit bernafas
serta terasa seperti
tertusuk-tusuk pada
bagian dadanya
Klien 2 Pola nafas abnormal Ketidakefektifan Pola
Data Subjektif : Nafas
SPO2= 94 %
TD= 170/92 mmHg
N= 84 x/menit
RR= 24 x/menit
S= 37,2 ºC
Data Objektif :
Pasien mengatakan
nafasnya sesak dan
berat serta terasa
seperti tertekan pada
bagian dadanya

4.1.3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
Klien 1 Setelah dilakukan Terapi Oksigenasi
Ketidakefektifan tindakan keperawatan, 1. Siapkan peralatan oksigen
Pola Nafas diharapkan Pola Nafas dan berikan melalui sistem
42

Abnormal dapat teratasi humidifier


dengan kriteria hasil : 2. Bersihkan mulut, hidung,
1. Pola nafas kembali dan sekresi trakea dengan
normal tepat
2. Meningkatnya 3. Berikan oksigen tambahan
saturasi oksigen dan sesuai yang diperintahkan
kembali normal 4. Monitor efektifitas terapi
3. Menghindari aritmia oksigenasi dengan tepat
4. Kecukupan 5. Atur dan ajarkan pasien
pertukaran gas dan atau/dan keluarga
kepatenan jalan nafas mengenai penggunaan
perangkat oksigenasi yang
memudahkan mobilitas
Klien 2 Setelah dilakukan Terapi Oksigenasi
Ketidakefektifan tindakan keperawatan, 1. Siapkan peralatan oksigen
Pola Nafas diharapkan Pola Nafas dan berikan melalui
Abnormal dapat teratasi sistem humidifier
dengan kriteria hasil : 2. Bersihkan mulut, hidung,
1. Pola nafas kembali dan sekresi trakea dengan
normal tepat
2. Meningkatnya 3. Berikan oksigen
saturasi oksigen dan tambahan sesuai yang
kembali normal diperintahkan
3. Menghindari aritmia 4. Monitor efektifitas terapi
4. Kecukupan oksigenasi dengan tepat
pertukaran gas dan 5. Atur dan ajarkan pasien
kepatenan jalan atau/dan keluarga
nafas mengenai penggunaan
perangkat oksigenasi yang
memudahkan mobilitas

4.1.4. Pelaksanaan Keperawatan

Hari pertama

No. Hari/Tgl/ Diagnosa Implementasi Respon


Jam
43

1. Senin Klien 1 1. Menyiapkan Do: Menyiapkan


20-12-21 Ketidak- peralatan peralatan
12.40 efektifan oksigen dan seperti tabung
Pola Nafas berikan melalui oksigen/
sistem Oksigen Center
humidifier yang memiliki
regulator, nasal
kanul,
humidifier
beserta tabung
yang telah terisi
aquades, serta
flowmeter
untuk mengatur
kecepatan aliran
oksigen
Ds: -
2. Membersihkan Do: Jalan nafas
mulut, hidung, pasien terlihat
sekresi atau bersih serta
lainnya yang tidak terdengar
mengganggu suara stidor,
jalan nafas bila gurgling,
ada ataupun snoring
Ds: -
3. Memberikan Do: Memberikan
oksigen aliran oksigen
tambahan sesuai melalui nasal
yang kanul 6
diperintahkan L/menit, nafas
pasien terlihat
mulai terkontrol
Ds: Pasien
mengatakan
nyaman dan
nafas terasa
lebih ringan
4. Memonitor Do: Pasien terlihat
efektifitas terapi nyaman
oksigenasi menggunakan
dengan tepat terapi
oksigenasi
menggunakan
nasal kanul dan
pernafasan
mulai stabil,
44

mulai terlihat
peningkatan
SPO2 93%
menjadi 95%
secara bertahap
di monitor
bedside
Ds: Pasien
mengatakan
nafasnya lebih
terkontrol dan
terasa ringan
5. Mengatur dan Do: Mengajarkan
Mengajarkan pasien dan
pasien atau/dan keluarga terkait
keluarga penggunaan
mengenai perangkat
penggunaan oksigenasi dan
perangkat peletakan/
oksigenasi yang kontrol nasal
memudahkan kanul saat
mobilitas mobilitas
Ds: Pasien dan
keluarga
mengatakan
memahami
yang telah
dijelaskan
2. Kamis Klien 2 1. Menyiapkan Do: Menyiapkan
23-12-21 Ketidak- peralatan peralatan
12.40 efektifan oksigen dan seperti tabung
Pola Nafas berikan melalui oksigen/
sistem Oksigen Center
humidifier yang memiliki
regulator, nasal
kanul,
humidifier
beserta tabung
yang telah terisi
aquades, serta
flowmeter
untuk mengatur
kecepatan aliran
oksigen
Ds: -
2. Membersihkan Do: Jalan nafas
45

mulut, hidung, pasien terlihat


sekresi atau bersih serta
lainnya yang tidak terdengar
mengganggu suara stidor,
jalan nafas bila gurgling,
ada ataupun snoring
Ds: -
3. Memberikan Do: Memberikan
oksigen aliran oksigen
tambahan sesuai melalui nasal
yang kanul 6
diperintahkan L/menit, nafas
pasien terlihat
mulai terkontrol
Ds: Pasien
mengatakan
nyaman dan
nafas terasa
lebih ringan
4. Memonitor Do: Pasien terlihat
efektifitas terapi nyaman
oksigenasi menggunakan
dengan tepat terapi
oksigenasi
menggunakan
nasal kanul dan
pernafasan
mulai stabil,
mulai terlihat
peningkatan
SPO2 94%
menjadi 96%
secara bertahap
di monitor
bedside
Ds: Pasien
mengatakan
nafasnya lebih
terkontrol dan
terasa ringan
5. Mengatur dan Do: Mengajarkan
Mengajarkan pasien dan
pasien atau/dan keluarga terkait
keluarga penggunaan
mengenai perangkat
penggunaan oksigenasi dan
46

perangkat peletakan/
oksigenasi yang kontrol nasal
memudahkan kanul saat
mobilitas mobilitas
Ds: Pasien dan
keluarga
mengatakan
memahami
yang telah
dijelaskan
Hari kedua

No. Hari/Tgl/ Diagnosa Implementasi Respon


Jam
1. Selasa Klien 1 1. Membersihkan Do: Jalan nafas
21-12-21 Ketidak- mulut, hidung, pasien terlihat
12.40 efektifan sekresi atau bersih serta
Pola Nafas lainnya yang tidak terdengar
mengganggu suara stidor,
jalan nafas bila gurgling,
ada ataupun snoring
Ds: -
2. Memberikan Do: Memberikan
oksigen aliran oksigen
tambahan sesuai melalui nasal
yang kanul 6
diperintahkan L/menit, nafas
pasien terlihat
mulai terkontrol
Ds: Pasien
mengatakan
nyaman dan
nafas terasa
ringan
47

3. Memonitor Do: Terlihat


efektifitas terapi peningkatan
oksigenasi SPO2 95%
dengan tepat menjadi 97%
secara bertahap
di monitor
bedside
Ds: Pasien
mengatakan
nafasnya lebih
terkontrol dan
terasa ringan
2. Jum’at Klien 2 1. Membersihkan Do: Jalan nafas
24-12-21 Ketidak- mulut, hidung, pasien terlihat
13.40 efektifan sekresi atau bersih serta
Pola Nafas lainnya yang tidak terdengar
mengganggu suara stidor,
jalan nafas bila gurgling,
ada ataupun snoring
Ds: -
2. Memberikan Do: Memberikan
oksigen aliran oksigen
tambahan sesuai melalui nasal
yang kanul 6 L/menit
diperintahkan Ds: Pasien
mengatakan
nyaman dan
nafas terasa
lebih ringan
3. Memonitor Do: Terlihat
efektifitas terapi peningkatan
oksigenasi SPO2 96%
dengan tepat menjadi 98%
secara bertahap
di monitor
bedside
Ds: Pasien
mengatakan
nafasnya lebih
terkontrol dan
terasa ringan
48

Hari ketiga

No. Hari/Tgl/ Diagnosa Implementasi Respon


Jam
1. Rabu Klien 1 1. Membersihkan Do: Jalan nafas
21-12-21 Ketidak- mulut, hidung, pasien terlihat
12.40 efektifan sekresi atau bersih serta
Pola Nafas lainnya yang tidak terdengar
mengganggu suara stidor,
jalan nafas bila gurgling,
ada ataupun snoring
Ds: -
2. Memberikan Do: Memberikan
oksigen aliran oksigen
tambahan sesuai melalui nasal
yang kanul 6
diperintahkan L/menit,
Ds: nafas terasa
ringan

3. Memonitor Do: Terlihat


efektifitas terapi peningkatan
oksigenasi SPO2 97%
dengan tepat menjadi 99%
secara bertahap
di monitor
bedside
Ds: Pasien
mengatakan
nafasnya terasa
ringan
2. Sabtu Klien 2 1. Membersihkan Do: Jalan nafas
25-12-21 Ketidak- mulut, hidung, pasien terlihat
12.40 efektifan sekresi atau bersih serta
Pola Nafas lainnya yang tidak terdengar
mengganggu suara stidor,
jalan nafas bila gurgling,
ada ataupun snoring
Ds: -
2. Memberikan Do: Memberikan
oksigen aliran oksigen
tambahan sesuai melalui nasal
49

yang kanul 6
diperintahkan L/menit, nafas
pasien terlihat
mulai terkontrol
Ds: Pasien
mengatakan
nyaman dan
nafas terasa
lebih ringan
3. Memonitor Do: Terlihat
efektifitas terapi peningkatan
oksigenasi SPO2 98%
dengan tepat menjadi 99%
secara bertahap
di monitor
bedside
Ds: Pasien
mengatakan
nafasnya terasa
ringan
50

4.1.5. Evaluasi Keperawatan

Hari pertama
No Hari/Tgl/ Diagnosa Evaluasi
. Jam
1. Senin Klien 1 S: Pasien mengatakan nafasnya tidak sesulit
20-12-21 Ketidak- dan berat sebelum diberikan terapi
13.40 efektifan oksigenasi dan rasa nyeri seperti ditusuk-
Pola Nafas tusuk mulai berkurang
O: Pasien terlihat mulai tenang dan
perkataan suara pasien mulai terdengar
jelas, SPO2= 95 %
TD= 160/96 mmHg RR= 24 x/menit
N= 64 x/menit S= 36,4 ºC
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi poin 2, 3, dan 4
2. Kamis Klien 2 S: Pasien mengatakan nafasnya tidak sesulit
23-12-21 Ketidak- dan berat sebelum diberikan terapi
13.40 efektifan oksigenasi dan rasa seperti tertekan
Pola Nafas mulai berkurang
O: Pasien terlihat mulai tenang dan santai
bernafas, SPO2= 94 %
TD= 160/90mmHg RR= 22 x/menit
N= 74 x/menit S= 36,6 ºC
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi poin 2, 3, dan 4
Hari kedua
No Hari/Tgl/ Diagnosa Evaluasi
. Jam
1. Selasa Klien 1 S: Pasien mengatakan nafasnya sudah
21-12-21 Ketidak- mulai normal, rasa ditusuk-tusuk sudah
13.40 efektifan tidak terasa lagi
Pola Nafas O: Pasien terlihat tenang dan dapat
berbicara dengan jelas, SPO2= 97 %
TD= 130/88 mmHg RR= 22 x/menit
N= 68 x/menit S= 36 ºC
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
2. Jum’at Klien 2 S: Pasien mengatakan nafasnya tidak berat
24-12-21 Ketidak- lagi
14.40 efektifan O: Pasien terlihat tenang, SPO2= 98 %
Pola Nafas TD= 130/90mmHg RR= 22 x/menit
N= 70 x/menit S= 36,2 ºC
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
51

Hari ketiga
No Hari/Tgl/ Diagnosa Evaluasi
. Jam
1. Rabu Klien 1 S: Pasien mengatakan sudah tidak sesak
22-12-21 Ketidak- nafas lagi
13.40 efektifan O: Pasien terlihat tenang, SPO2= 99 %
Pola Nafas TD= 126/86 mmHg RR= 20 x/menit
N= 70 x/menit S= 36,2 ºC
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
2. Sabtu Klien 2 S: Pasien mengatakan sesak nafasnya tidak
25-12-21 Ketidak- terasa kembali selama 3hari ini
13.40 efektifan O: Pasien terlihat tenang dan, SPO2= 99 %
Pola Nafas TD= 126/80mmHg RR= 22 x/menit
N= 68 x/menit S= 36 ºC
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

4.2. PEMBAHASAN

Pada sub bab ini berisikan perbandingan antara teori pemberian

terapi oksigenasi terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien gagal

jantung dan kejadian dilapangan sesuai data yang telah diperoleh penulis

yang akan dijelaskan sebagai berikut :

1.

2.

3.

4.

4.1.

4.2.

4.2.1. Teori tentang pemberian terapi oksigenasi untuk meningkatkan saturasi

oksigen pada pasien gagal jantung


52

Studi kasus dengan judul penerapan terapi oksigenasi untuk

meningkatkan saturasi oksigen pada pasien gagal jantung dilakukan dengan

cara observasi pada pasien CHF yang diberikan tambahan oksigen melalu

nasal kanul. Oksigen diberikan dengan memperhatikan berbagai macam

aspek seperti keluhan pasien dan hasil pemeriksaan pada pasien serta juga

arahan dari dokter. Penulis mencatat perkembangan pasien selama 3 X 24

jam setelah diberikan terapi oksigenasi. Tindakan pemberian oksigen sesuai

standar operasional prosedur disertai dengan Tindakan keperawatan yang

berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan oksigen seperti penerapan

posisi semi fowler dan mengedukasi pasien untuk membatasi aktivitas yang

dapat menyebabkan atau memperparah sesak nafas.

4.2.2. Implementasi tentang pemberian terapi oksigenasi untuk meningkatkan

saturasi oksigen pada pasien gagal jantung

Impelementasi hari pertama pada pasien Tn. S dan Tn. C sama

yaitu dengan melakukan Terapi Oksigenasi dengan melaksanakan tindakan

keperawatan seperti: menyiapkan peralatan oksigen dan berikan melalui

sistem humidifier; membersihkan mulut, hidung, sekresi atau lainnya yang

mengganggu jalan nafas bila ada; memberikan oksigen tambahan sesuai

yang diperintahkan; memonitor efektifitas terapi oksigenasi dengan tepat;

mengatur dan Mengajarkan pasien atau/dan keluarga mengenai penggunaan

perangkat oksigenasi yang memudahkan mobilitas.

Impelementasi hari kedua pada pasien Tn. S dan Tn. C sama yaitu

dengan melakukan Terapi Oksigenasi dengan melaksanakan tindakan


53

keperawatan seperti: membersihkan mulut, hidung, sekresi atau lainnya

yang mengganggu jalan nafas bila ada; memberikan oksigen tambahan

sesuai yang diperintahkan; memonitor efektifitas terapi oksigenasi dengan

tepat.

Impelementasi hari ketiga pada pasien Tn. S dan Tn. C sama yaitu

dengan melakukan Terapi Oksigenasi dengan melaksanakan tindakan

keperawatan seperti: membersihkan mulut, hidung, sekresi atau lainnya

yang mengganggu jalan nafas bila ada; memberikan oksigen tambahan

sesuai yang diperintahkan; memonitor efektifitas terapi oksigenasi dengan

tepat. Mengingat pentingnya terapi oksigenasi pada pasien dengan

ketidakefektifan pola nafas maka terapi oksigenasi tetap dijalankan hingga

pasien pulang dari rumah sakit.

4.2.3. Hasil penerapan pemberian terapi oksigen untuk meningkatkan saturasi

oksigen pada pasien gagal jantung

Hasil evaluasi keperawatan pada pemberian terapi oksigenasi pada

hari pertama pasien Tn. S menunjukan hasil yang baik pasien mengatakan

nafasnya tidak sesulit dan berat sebelum diberikan terapi oksigenasi dan

rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk mulai berkurang, Pasien juga terlihat mulai

tenang dan perkataan suara pasien mulai terdengar jelas, SPO2= 95 %

dengan tanda-tanda vital TD= 160/96 mmHg, RR= 24 x/menit, N= 64

x/menit, S= 36,4 ºC Pasien dan keluarga mengatakan memahami yang telah

dijelaskan terkait penggunaan saat mobilitas pasien yang diberikan terapi

oksigenasi. Hasil pada pasien kedua Tn. C dihari kedua juga baik Pasien
54

mengatakan nafasnya tidak sesulit dan berat sebelum diberikan terapi

oksigenasi dan rasa seperti tertekan mulai berkurang, Pasien terlihat mulai

tenang dan santai bernafas, SPO2= 94 %, TD= 160/90mmHg, RR= 22

x/menit, N= 74 x/menit, S= 36,6 ºC

Hasil evaluasi keperawatan pada pemberian terapi oksigenasi pada

hari kedua mengurangi implementasi menyiapkan peralatan (poin 1) dan

mengedukasi mobilitas (poin 5) karena peralatan selalu terpasang dan tidak

perlu disiapkan lagi juga keluarga dan pasien sudah memahami mobilitas

saat terpasang nasal kanul, pada pasien Tn. S hasil terlihat cukup baik

pasien mengatakan nafasnya sudah mulai normal, rasa ditusuk-tusuk sudah

tidak terasa lagi Pasien terlihat tenang dan dapat berbicara dengan jelas,

SPO2= 97 %, TD= 126/86 mmHg, RR= 20 x/menit, N= 70 x/menit

S= 36,2 ºC. Hasil cukup baik juga dialami pasien Tn. C, pasien mengatakan

nafasnya tidak berat lagi, SPO2= 98 %, TD= 130/90mmHg, RR= 22

x/menit, N= 70 x/menit, S= 36,2 ºC

Hasil evaluasi hari ketiga merupakan lanjutan keseluruhan

implementasi hari kedua tanpa ada pengurangan tindakan. Hasil sangat baik

didapatkan kedua pasien di hari ketiga Tn. S mengatakan sudah tidak sesak

nafas lagi, SPO2= 99 % dengan tanda-tanda vital yang baik TD= 126/86

mmHg, RR= 20 x/menit, N= 70 x/menit, S= 36,2 ºC. Hasil sangat baik juga

oleh pasien Tn. C Pasien mengatakan sesak nafasnya tidak terasa kembali

selama 3hari ini, SPO2= 99 %, TD= 126/80mmHg, RR= 22 x/menit, N= 68

x/menit, S= 36 ºC
55

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.

5.1. KESIMPULAN

Asuhan keperawatan pada pasien Congestive Heart Failure (CHF)

dengan gangguan kebutuhan oksigenasi merupakan suatu asuhan yang

kompleks, tidak hanya khusus satu tindakan berupa pemberian oksigen

melalui kanul nasal tetapi juga disertai tindakan keperawatan yang lain yang

dapat mendukung teratasinya masalah keperawatan pada pasien yaitu pola

napas tidak efektif seperti pemberian posisi semi fowler, melatih batuk

efektif, edukasi pasien untuk membatasi aktivitas, dan edukasi keluarga untuk

membantu kepatenan posisi atau pemasangan kanul nasal dan lain-lainnya

menyesuaikan juga dengan komplikasi penyakit lain yang dimiliki penyakit

pasien.
56

Pemberian oksigen melalui kanul nasal pada pasien CHF dengan

gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi digunakan untuk mengurangi

sesak napas, mengembalikan keadaan hipoksia (konsentrasi oksigen rendah

dalam darah), menurunkan kerja sistem pernapasan, dan menurunkan kerja

jantung dalam memompa darah. Pemberian oksigen dilakukan secara terus-

menerus dan status pernapasan pasien dievaluasi pada periode tertentu.

Respon pasien CHF dengan gangguan pemenuhan kebutuhan

oksigenasi setelah diberikan oksigen kanul nasal berbeda-beda. Pada studi

kasus ini, kedua pasien mengalami penurunan tingkat sesak napasnya, kedua

pasien mengatakan nyaman dan lega dengan aliran oksigen 6 liter/menit.

Namun, pola napas dan respiration rate pada masing-masing pasien berbeda,

hal ini disebabkan pada kedua pasien tersebut memiliki keluhan sesak napas,

berat badan, dan riwayat penyakit jantung yang berbeda. Selain itu, keduanya

memiliki penyakit selain CHF yang turut berperan dalam gangguan

pemenuhan kebutuhan oksigenasi pasien tersebut.

Peran keluarga yang dapat membantu teratasinya gangguan

oksigenasi pada pasien CHF yaitu dengan menganjurkan keluarga agar

membantu memenuhi kebutuhan aktivitas pasien agar pasien dapat

membatasi aktivitasnya yang dapat menyebabkan sesak napas, melibatkan

keluarga dalam mempertahankan pasien pada posisi semi fowler, dan

melibatkan keluarga dalam menjaga ketepatan posisi kanul nasal pada pasien

dan memantau kecukupan air humidifier. Peran keluarga ini penting untuk

membantu mempertahankan keadekuatan pemberian oksigen yang dapat


57

meningkatkan keefektifan pola napas pasien karena keluarga yang selalu

berada di dekat pasien.

5.2. SARAN

Pasien gagal jantung atau Congestive Heart Failure (CHF) yang

mengalami gejala sesak napas diharapkan agar segera istirahat dan

menghentikan aktivitasnya karena hal tersebut dapat membantu meringankan

sesak napas, dan apabila sudah diberi tambahan oksigen pasien diharapkan

untuk mempertahankan kepatenan kanul nasal agar pemberian oksigen lebih

efektif.

Perawat di Ruang ICCU Dr. Soeselo Slawi diharapkan

memperhatikan cara pemasangan oksigen kanul nasal dan memonitor pasien

setelah diberikan tambahan oksigen melalui kanul binasal agar perawat dapat

mengevaluasi perkembangan status pernapasan pasien dengan baik.

Rumah Sakit RSUD Dr. Soeselo Slawi, RS diharapkan mempunyai

Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk berbagai tindakan keperawatan

seperti SOP pemberian tambahan oksigen kanul nasal agar pelaksanaannya

dapat lebih jelas dan terarah dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., and J. H. Hawks. 2014. “Keperawatan Medikal Bedah Manajemen


Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan.” In Keperawatan Medikal Bedah
Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan, Jakarta: Salemba Medika.
Depkes RI. 2012. “Pedoman Nasional Penanggulangan Penyakit Infeksi Dan Non
Infeksi Edisi III.” Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dharmarajan, Kumar, and Michael W. Rich. 2017. “Epidemiology,
Pathophysiology, and Prognosis of Heart Failure in Older Adults.” Heart
Failure Clinics 13(3): 417–26. https://doi.org/10.1016/j.hfc (October 5,
2021).
Darmanto, R. 2015. “Respirologi.” Penerbit Buku Kedokteran.
Hasyim. 2014. Buku Pedoman Keperawatan. Yogyakarta: Penerbit indolestari.
Hasyim, M., and J. Prasetyo. 2012. Etika Keperawatan. Yogyakarta: Penerbit
Bangkit.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. “Profil Penyakit Tidak Menular.”
http://p2ptm.kemkes.go.id/dokumen-ptm/profil-penyakit-tidak-menular-
tahun-2016. http://p2ptm.kemkes.go.id/dokumen-ptm/profil-penyakit-tidak-
menular-tahun-2016 (October 5, 2021).
Mazurek, J. A., and M. Jessup. 2015. “Understaning Heart Failure.” Card
Electrophysiol Clin 7: 557–75.
Meyes, P. A. 2011. “Pengangkutan Dan Penyimpanan Lipid.” Biokimia Harper
27.
Notoatmodjo, S. 2017. “Metode Penelitian Kesehatan.” In Jurnal Keperawatan,
Jakarta: Rineka Cipta.
Shuvy, M. et al. 2015. “Oxygen Therapy in Acute Coronary Syndrome.” are the
benefits worth the risk. Eur Heart.
World Health Organization (WHO). 2016. “World Health Statistic.”

Lampiran 1

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN

1. Saya adalah penulis berasal dari program Diploma III Keperawatan dengan ini
meminta anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam studi kasus yang
berjudul “Penerapan Terapi Oksigenasi untuk Meningkatkan Saturasi Oksigen
pada Pasien Gagal Jantung dengan Ketidakefektifan Pola Nafas di Ruang ICU
RSUD Dr. Soesilo Slawi”
2. Tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah untuk menerapkan terapi
oksigenasi pada pasien gagal jantung yang bermanfaat untuk meningkatkan
saturasi oksigen secara bertahap. Penelitian ini akan berlangsung selama 3 kali
pertemuan dengan tiap pertemuan selama kurang lebih 30 menit untuk
waktunya.
3. Prosedur pengambilan bahan data dengan cara wawancara terpimpim dengan
menggunakan pedoman wawancara yang akan berlangsung kurang lebih 30
menit. Cara ini mungkin menyebabkan ketidaknyamanan tetapi anda tidak
perlu khawatir karena penelitian ini untuk kepentingan pengembangan asuhan
atau pelayanan keperawatan.
4. Keuntungan anda yang dalam keikutsertaan pada penelitian ini adalah turut
terlibat aktif mengikuti perkembangan asuhan atau tindakan yang diberikan.
5. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang saudara sampaikan
akan tetap dirahasiakan.
6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian ini,
silahkan menghubungi peneliti pada nomor hp 089662306588.

Penulis

Ferdik Sunu Indiarto


Lampiran 2

INFORMED CONSENT
(persetujuan menjadi responden)

saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya telah
mendapatkan penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai studi kasus
yang akan dilakukan oleh Ferdik Sunu Indiarto dengan judul “Penerapan Terapi
Oksigenasi untuk Meningkatkan Saturasi Oksigen pada Pasien Gagal Jantung
dengan Ketidakefektifan Pola Nafas di Ruang ICU RSUD Dr. Soesilo Slawi”.
Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada studi kasus ini secara
sukarela tanpa paksaan. Bila selama penelitian ini saya menginginkan
mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi
apapun.

Slawi, November 2021

Saksi Yang memberikan persetujuan

............................ .............................

Penulis

Ferdik Sunu Indiarto

Lampiran 3

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


TERAPI OKSIGENASI

A. Fase Persiapan Alat dan Bahan


1. Tabung Oksigen atau sumber oksigen
2. Selang oksigen
3. Humidifier (air steril)
4. Flow meter
5. Masker oksigen atau kanula nasal
6. Bengkok
7. Handscoon (sarung tangan)
8. Tissue
9. Plester dan gunting
B. Fase Orientasi
1. Memberi salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan
4. Menjelaskan langkah prosedur
5. Menanyakan kesiapan klien dan keluarga
C. Fase Kerja
1. Mencuci tangan
2. Memasang sarung tangan
3. Mengatur posisi pasien semi fowler
4. Membersihkan hidung klien
5. Mengecek isi humidifier sesuai batas normal
6. Menyambung selang dari sumber oksigen ke humidifier dan masker atau
kanula nasal
7. Membuka flow meter dengan ukuran sesuai kebutuhan dan instruksi
8. Mengecek adanya aliran oksigen pada daerah yang sensitif
9. Memasang masker oksigen atau kanula nasal
10. Menanyakan kenyamanan klien
11. Memfiksasi pemasangan dan merapihkan klien
12. Melepas sarung tangan
13. Mencuci tangan
D. Fase Terminasi
1. Melakukan dokumentasi tindakan
2. Melakukan evaluasi tindakan
3. Menyampaikan rencana tindaklanjut
4. Berpamitan dan menyucapkan terima kasih atas kerjasamanya

Anda mungkin juga menyukai