Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem layanan kesehatan dalam artian luas merupakan totalitas layanan yang
diberikan oleh semua disiplin kesehatan. Sistem layanan kesehatan bertujuan
memberikan perawatan bagi mereka yang sakit dan cedera (Kozier. 2010).
Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan di Indonesia masih menghadapi
berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi sehingga diperlukan
pemantapan dan percepatan melalui Sistem Kesehatan Nasional (SKN) sebagai
pengelola kesehatan (Perpres 72, 2012). Pengelolaan kesehatan diselenggarakan
oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung
sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kozier.
2010).
Untuk mencapai derajad kesehatan masyarakat, konstitusi UUD 1945 berhak
untuk mengatur dan mengurusi masyarakat dalam hal kepentingan umum.
Sehingga dalam konteks birokrasi harus mampu mewujudkan tujuan Nasional,
yaitu: tercapainya masyarakat maju, mandiri, dan sejahtera. Termasuk Fungsi
Pelayanan Kesehatan yang merupakan tugas birokrasi sebagai alat pemerintahan.
Masyarakat tentunya berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara
optimal tanpa memandang status sosial. Pemerintah mempunyai kewajiban dalam
mengendalikan dan menyempurnakan layanan kesehatan yang ditujukan kepada
masyarakat dalam bentuk regulasi dan kebijakan yang strategis (Muninjaya,
2004). Selain itu dalam UUD 1945 bahwa negara kita ingin mewujudkan
masyarakat yang sehat. Keterkaitan keingin tersebut perlu adanya kegiatan untuk
mencapai bangsa yang sehat, keadaan dimana harus terbentuk masyarakat peduli
kesehatan. Apabila kepedulian sudah merupakan kebiasaan dan membudaya
dalam masyarakat serta pelayanan yang memadai, maka jelas kesehatan tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan merupakan kebutuhan pokok
yang harus dipenuhi (Muninjaya, 2004; Buchbinder, 2014).
Menurut World Health Organization (1984), sistem pelayanan kesehatan
merupakan kumpulan dari berbagai faktor yang komplek dan saling berhubungan

1
yang terdapat dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
dan tuntutan kesehatan perorangan, kelompok, masyarakat pada setiap saat yang
dibutuhkan. Sistem kesehatan nasional perlu dilaksanakan dalam konteks
pembangunan kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan
determinan sosial, seperti kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan,
pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumberdaya, kesadaran
masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-
masalah tersebut.
Menurut Depkes RI (2009), kebijakan kesehatan merupakan pedoman yang
menjadi acuan bagi semua pelaku pembangunan kesehatan, baik pemerintah,
swasta, dan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dengan
memperhatikan kerangka desentralisasi dan otonomi daerah. Pengertian
Kebijakan Kesehatan yaitu konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah
untuk mengatur atau mengawasi pelaksanaan pembangunan kesehatan dalam
rangka mencapai derajat kesehatan yang optimal pada seluruh rakyatnya (AKK
USU, 2010).
Sejak berdirinya bangsa Indonesia, kesehatan merupakan poin penting sesuai
pembukaan UUD 1945 alenia 4 yaitu berbunyi “Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum”. Kesejahteraan Umum merupakan pokok landasan bahwa
penyelenggaran kesejahteraan di bidang kesehatan merupakan hal yang sangat
penting dalam memajukan kesejahteraan bangsa, Indonesia saat ini sedang
menghadapi era baru, dimana era baru tersebut berfokus pada kesehatan nasional,
beberapa aspek yang akan di capai adalah mengurangi kematian bayi dan ibu
melahirkan, HIV AIDS, DBD, penyakit malaria dan penyakit berbahaya lainnya.
Berangkat dari tujuan awal yaitu membentuk Negara yang mensejahterakan
rakyatnya maka Negara bertanggungjawab menjamin kesehatan bangsa seiring
usaha mencapai kesehatan Nasional secara merata sesuai amanah UUD 1945
Pasal 28 H ayat 1 yaitu “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Di tahun 2015 inilah bangsa Indonesia

2
menyaksikan pelaksanaan sistem kesehatan nasional dan salah satunya jaminan
kesehatan nasional yang sering kita dengar BPJS Kesehatan (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan).
Salah satu tujuan pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan tersebut harus
dapat dinikmati secara berkelanjutan, adil, dan merata menjangkau seluruh rakyat.
Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat
sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (3) mengenai hak terhadap
jaminan sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, dan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
yang tertuang dalam TAP Nomor X/MPR/2001, yang menugaskan Presiden untuk
membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam rangka memberikan
perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN
maka bangsa Indonesia sebenarnya telah memiliki system jaminan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Pasal 5 Undang-Undang tersebut mengamanatkan
pembentukan badan yang disebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
yang harus dibentuk dengan Undang-Undang. Pada tanggal 25 November 2011,
ditetapkan Undang-Undang No 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
sosial yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014.
BPJS merupakan badan hukum dengan tujuan yaitu mewujudkan
terselenggaranya pemberian jaminan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup
yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Dalam
penyelenggaraannya BPJS ini terbagi menjadi dua yaitu BPJS kesehatan dan
BPJS ketenagakerjaan (Tabrany, 2009). Dengan ditetapkannya BPJS dua anomaly
penyelenggaraan jaminan sosial Indonesia yang bertentangan dengan prinsip-
prinsip universal penyelenggaraan jaminan sosial di dunia akan diakhiri. Pertama,
Negara tidak lagi mengumpulkan labadari iuran wajib Negara yang dipungut oleh
badan usaha miliknya, melainkan ke depan Negara bertangungjawab atas
pemenuhan hak konstitusional rakyat atas jaminan sosial. Kedua, jaminan sosial

3
Indonesia resmi keluar dari penyelenggaraan oleh badan privat menjaadi
pengelolaan oleh badan publik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan?
2. Bagaimana Sistem Kesehatan Nasional.
3. Bagaimana Sistem Pelayanan Kesehatan.
4. Bagaimana Kebijakan Kesehatan Nasional
5. Bagaimana Kebijakan Pelayanan Kesehatan
6. Bagaimana Landasan Hukum Mendasari Kebijakan

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang
Kesehatan.
2. Untuk menjelaskan Sistem Kesehatan Nasional.
3. Untuk menjelaskan Sistem Pelayanan Kesehatan.
4. Untuk menjelaskan Kebijakan Kesehatan Nasional
5. Untuk menjelaskan Kebijakan Pelayanan Kesehatan
6. Untuk menjelaskan Landasan Hukum Mendasari Kebijakan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sistem Kesehatan Nasional


1. Pengertian Sistem Kesehatan Nasional
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupn
social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup prosuktif secara social
dan ekonomis (Perpres 72, 2012). Sistem kesehatan nasional adalah
pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa
Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tinginya (Kozier. 2010).
Sistem pelayanan kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor yang
komplek dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang

4
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan perorangan,
kelompok, masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan (WHO 1984). Sistem
kesehatan nasional perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan
kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial,
seperti kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan
keluarga,distribusi kewenangan, keamanan, sumberdaya, kesadaran
masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-
masalah tersebut.
Sistem kesehatan nasional disusun dengan memperhatikan pendekatan
revitalisasi pelayanan kesehatan dasar meliputi :
a. Cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata.
b. Pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat.
c. Kebijakan pembangunan kesehatan.
d. Kepemimpinan. SKN juga disusun dengan memperhatikan inovasi atau
terobosan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas,
termasuk penguatan system rujukan.
2. Landasan Sistem Kesehatan Nasional
Dalam perpres No 72 tahun 2012 mempunyai landasan sistem kesehatan
nasional meliputi :
a. Landasan idil, yaitu pancasila
b. Landasan konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 28A ”Setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”,
Pasal 28B ayat (2) ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.”, Pasal 28C ayat (1) ”Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia”, Pasal 28H ayat (1) ”Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

5
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”, Pasal 28H ayat (3) ”Setiap orang
berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”, Pasal 34 ayat (2)
”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan”, dan Pasal 34 ayat (3) ”Negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak”.
c. Landasan operasional, meliputi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan dan ketentuan peraturan perundangundangan lainnya
yang berkaitan dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan
kesehatan.
3. Tujuan Sistem Kesehatan Nasional
Tujuan sistem kesehatan nasional adalah terselenggaraanya pembangunan
kesehatan oleh semua potensi bangsa baik masyarakat, swasta maupun
pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna,sehingga
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
4. Upaya Terkait Sistem Kesehatan Nasional
Sistem kesehatan nasional meliputi :
a. Upaya kesehatan.
Untuk dapat mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya perlu diselenggarakan berbagai upaya kesehatan dengan
menghimpun seluruh potensi bangsa Indonesia. Upaya kesehatan
diselenggarakan dengan upaya pendekatan,pencegahan, pengobatan dan
pemulihan.
b. Pembiayaan kesehatan.
Pembiayaan kesehatan yang kuat terintergrasi, stabil dan
berkesinambungan memegang peran yang amat vital untk
penyelengaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai
tujuan pembangunan kesehatan.

6
c. Sumber daya manusia kesehatan .
Sebagai pelaksanaan upaya kesehatan, diperlukan sumberdaya manusia
kesehatan yang mencukupi dengan jumlah, jenis dan kualitasnya, serta
terdistribusi secara adil dan merata, sesuai tuntutan kebutuhan
pembangunan kesehatan.
d. Kesediaan farmasi,alat kesehatan dan makanan.
Meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin aspek keamanan,
pemanfaatan dan mutu ksediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan
yang beredar.
e. Manajemen dan informasi kesehatan.
Meliputi kebijakan kesehatan, admnistrasi kesehatan , hokum
kesehatan, dan informasi kesehatan.
f. Pemberdayaan masyarakat.
System kesehatan nasional akan berfungsi maksimal apabila ditunjang
oleh pemberdayaan masyarakatagar masyarakat dapat dan mampu
berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan.
5. Aplikasi Sistem Kesehatan Nasional
Sistem lingkungan masyarakat yang memberikan dampak negative bagi
kesehatan merupakan tantangan diluar system kesehatan masyarakat. Sebagai
contoh : wabah penyakit baru, seperti flu burung dan HIV/AIDS. Dimana
Indonesia berada sangat dipengaruhi lalu lintas dunia baik arus manusia atau
barang termasuk kandungan makanan dan minuman, disamping itu masalah
mendasar dengan jumlah penduduk yang besar dengan ciri kepulauan masih
perlunya pengawasan terhadap masalah gizi, agar tidak terjadi masalah gizi
buruk yang kronis.

B. Sistem Pelayanan Kesehatan


1. Konsep Dasar Sistem Pelayanan Kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor yang
komplek dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan perorangan,

7
kelompok, masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan (WHO 1984). Sistem
kesehatan nasional perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan
kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial,
seperti kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan
keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumberdaya, kesadaran
masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-
masalah tersebut.
Setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan,
keluarga, kelompok dan masyarakat (levey dan loomba 1973). System
pelayanan medic contohnya seperti rumah sakit. Sementara puskesmas
mencangkup system pelayanan kesehatan masyarakat dan system pelayanan
medic. Teori tentang sistem:
a. Input, merupakan subsistem yang akan memberikan segala masukan
untuk berfungsinya sebuah sistem.seperti sistem pelayanan kesehatan.
b. Proses, suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah sebuah masukan
untuk menjadikan sebuah hasil yang di harapkan dari sebuah sistem
tersebut,maka yang dimaksud proses adalah berbagai kegiatan dalam
pelayanan kesehatan
c. Output, hasil yang diperoleh dari sebuah proses,dalam sistem pelayanan
kesehatanhasilnya dengan berupa pelayanan kesehatan yang
berkualitas,efektif dan efisien sehingga dapat dijangkau oleh setiap
lapisan masyarakatsehingga pasien sembuh dan sehat optimal.
d. Dampak, merupakan akibat yang dihasilkan sebuah hasil dari sebuah
sistem,yang terjadi relatif lama waktunya.
e. Umpan balik, merupakan sebuah hasil yang sekaligus menjadi masukan
dan ini terjadi dari sebuah sistem yang saling berhubungan dan saling
mempengaruhi umpan balik dalam sistem pelayanan kesehatan dapat
berupa kualitas tenaga kesehatan yang juga dapat menjadikan input
yang selalu meningkat.

8
f. Lingkungan, semua keadaan di luar sistem tetapi dapat mempengaruhi
pelayanan kesehatan sebagaimana dalam sistem pelayanan
kesehatan,berupa lingkungan geografis,atau situasi kondisi sosial yang
ada di masyarakat seperti institusi di luar pelayanan kesehatan.
2. Jenis Pelayanan Kesehatan
Menurut pendapat Hodgetts dan Cascio (1983) ada 2 jenis pelayanan
kesehatan :
a. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat ditandai dengan cara pengorganisasian
yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan
utamanya adalah untuk memelihara da meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit serta sasaran nya terutama untuk kelompok dan
masyarakat.
b. Pelayanan kedokteran
Pelayanan kedokteran ditandai dengan cara pengorganisasian yang
dapat bersifat sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi,
tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan
kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.
3. Syarat Pokok Pelayanan
Syarat pokok pelayanan kesehatan:
a. Tersedia dan berkesinambungan, artinya tidak sulit ditemukan serta
keberadaannya dalam masyarakat adlah pada setiap saat yang
dibutuhkan.
b. Dapat diterima dan bersifat wajar, artinya tidak bertentangan dengan
keyakinan masyarakat.
c. Mudah dicapai
d. Mudah dijangkau
e. Bermutu
4. Fenomena dalam Pelayanan Kesehatan
Fenomena dalam pelayanan kesehatan:

9
a. System pelayanan kesehatan yang tidak merata dimana tingkat
kesakitan dan kematian warga miskin cendrung lebih tinggi dari
keluarga kaya.
b. Pola penyakit semakin komleks. Meningkatnya penyakit tidak menular
yang menyebabkan adanya kebutuhan layanan rawat inap.
c. Kinerja pelayanan kesehatan sekto public cendrung menurun
disebabkan adanya dominasi pelayanan swasta
d. Munculnya penyakit-penyakit baru sperti HIV,flu burung,flu babi
e. Pendanaan kesehatan cendrung rendah dan tidak merata. Sebagian besar
dana tidak dari pemerintah melainkan dari dana pribadi.
5. Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan
Terdapat 3 bentuk pelayanan kesehatan :
a. Primary health care (pelayanan kesehatan tingkat pertama),
Dilaksanakan pada masyarakat yang memiliki masalah kesehatan yang
ringan.Sifat pelayanan kesehatan : pelayanan kesehatan dasar. Contoh :
puskesmas, balai kesehatan.
b. Secondary health care(pelayanan tingkat ke dua), untuk klien yang
membutuhkan perawatan rawat inap tapi tidak dilaksanakan di
pelayanan kesehatan pertama,rumah sakit yang tersedia tenaga
specialis.
c. Tertiary health care (pelayanan kesehatan tingkat ke tiga), tingkat
pelayanan tertinggi,membutuhkan tenaga ahli atau subspecialis.
6. Landasan Hukum
Landasan hukum yang melatar belakangi Sistem Jaminan Sosial Nasional:
a. UUD 1945 Pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34
b. Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
c. Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial
d. Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
e. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

10
f. Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
g. Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
h. Undang-Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
i. Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
j. Undang-Undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pusat dan Pemerintah Daerah
k. Undang-Undang No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
l. Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007 tentang Pembagian
Kewenanagan Pusat dan Daerah

C. Kebijakan Kesehatan Nasional


1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal
organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan
untuk menciptakan tatanilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi
rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam
berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif.
Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan lebih
bersifat adaptif dan intepratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang
boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat
umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus
memberi peluang diintepretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada (Dunn,
1999).
2. Contoh Kebijakan
Contoh kebijakan adalah:
1. Undang-Undang,
2. Peraturan Pemerintah,
3. Keppres,
4. Kepmen,
5. Perda,

11
6. Keputusan Bupati,
7. Keputusan Direktur
Setiap kebijakan yang dicontohkan di sini adalah bersifat mengikat dan
wajib dilaksanakan oleh obyek kebijakan. Contoh di atas juga memberi
pengetahuan pada kita semua bahwa ruang lingkup kebijakan dapat
bersifat makro, meso, dan mikro.
3. Kebijakan Kesehatan
Pengertian Kebijakan Kesehatan yaitu konsep dan garis besar rencana
suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pelaksanaan pembangunan
kesehatan dalam rangka mencapai derajat kesehatan yang optimal pada
seluruh rakyatnya (AKK USU, 2010). Kebijakan kesehatan merupakan
pedoman yang menjadi acuan bagi semua pelaku pembangunan kesehatan,
baik pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan dengan memperhatikan kerangka desentralisasi dan
otonomi daerah (Depkes RI, 2009).
Kebijakan kesehatan sebagai tanggung jawab pemerintah menurut UU No.
36 tahun 2009 tentang kesehatan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Menurut UU Kesehatan
No.36tahun 2009 pasal 5 disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak
yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan. Menurut UU Kesehatan
No.36 tahun 2009 pasal 14 disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab
merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat. Kebijakan kesehatan nasional diatur dalam KMK no 374 tahun
2009 dan perpres no 72 tahun 2012.
4. Dasar - Dasar Membuat Kebijakan Kesehatan
Memahami dasar-dasar pembangunan kesehatan pada hakekatnya
merupakan upaya mewujudkan nilai kebenaran dan aturan pokok sebagai
landasan untuk berpikir dan bertindak dalam pembangunan kesehatan. Nilai
tersebut merupakan landasan dalam menghayati isu strategis, melaksanakan

12
visi, dan misi sebagai petunjuk pokok pelaksanaan pembangunan kesehatan
secara nasional sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan
Kesehatan menuju Indonesia Sehat, yang meliputi: perikemanusiaan, adil dan
merata, pemberdayaan dan kemandirian, pengutamaan dan manfaat.
a. Isu Strategis Pembangunan Kesehatan
Banyak masalah kesehatan dapat dideteksi dan diatasi secara dini di
tingkat paling bawah. Jumlah dan mutu tenaga kesehatan belum
memenuhi kebutuhan. Pemanfaatan pembiayaan kesehatan belum
terfokus dan sinkron. Hasil sarana kesehatan bisa dijadikan pendapatan
daerah. Masyarakat miskin belum sepenuhnya terjangkau dalam
pelayanan kesehatan. Beban ganda penyakit dapat menimbulkan
masalah lainnya secara fisik, mental dan sosial.
b. Visi Strategis Pembangunan Kesehatan
Dengan memperhatikan isu strategis pembangunan kesehatan
tersebut dan juga dengan mempertimbangkan perkembangan, masalah,
serta berbagai kecenderungan pembangunan kesehatan ke depan maka
ditetapkan visi pembangunan kesehatan oleh Departemen Kesehatan
yaitu Masyarakat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat.
Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat adalah suatu kondisi di
mana masyarakat Indonesia menyadari, mau, dan mampu untuk
mengenali, mencegah dan mengatasi permasalahan kesehatan yang
dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang
disebabkan karena penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat
bencana, maupun lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk
hidup sehat.
c. Misi Strategis Pembangunan Kesehatan
Visi pembangunan kesehatan tersebut kemudian diejawantahkan
melalui misi pembangunan kesehatan, yakni Membuat Rakyat Sehat.
Misi kesehatan ini kemudian dijalankan dengan mengembangkan nilai-
nilai dasar dalam pelayanan kesehatan yaitu berpihak pada rakyat,

13
bertindak cepat dan tepat, kerjasama tim, integritas yang tinggi,
transparansi dan akuntabilitas.
5. Kebijakan Kesehatan di Indonesia
a. Isu strategis
1) Pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu
belum optimal
2) Sistem perencanaan dan penganggaran departemen kesehatan belum
optimal
3) Standar dan pedoman pelaksanaan pembangunan kesehatan masih
kurang memadai
4) Dukungan departemen kesehatan untuk melaksanakan pembangunan
kesehatan masih terbatas.
b. Strategi kesehatan di Indonesia
1) Mewujudkan komitmen pembangunan kesehatan
2) Meningkatkan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan
3) Membina sistem kesehatan dan sistem hukum di bidang kesehatan
4) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
5) Melaksanakan jejaring pembangunan kesehatan.
6. Perumusan Kebijakan
Masalah kebijakan, adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang belum
terpenuhi, tetapi dapat diindentifikasikan dan dicapai melalui tindakan publik.
Tingkat kepelikan masalah tergantung pada nilai dan kebutuhan apa yang
dipandang paling panting. Staf puskesmas yang kuat orientasi materialnya
(gaji tidak memenuhi kebutuhan), cenderung memandang aspek imbalan dari
puskesmas sebagai masalah mandasar dari pada orang yang punya komitmen
pada kualitas pelayanan kesehatan.
Menurut Dunn (1988) beberapa karakteristik masalah pokok dari masalah
kebijakan, adalah:
a. Interdepensi (saling tergantung), yaitu kebijakan suatu bidang (energi)
seringkali mempengaruhi masalah kebijakan lainnya (pelayanan
kesehatan). Kondisi ini menunjukkan adanya sistem masalah. Sistem
masalah ini membutuhkan pendekatan Holistik, satu masalah dengan
yang lain tidak dapat di piahkan dan diukur sendirian.

14
b. Subjektif, yaitu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah
diindentifikasi, diklasifikasi dan dievaluasi secara selektif. Contoh:
Populasi udara secara objektif dapat diukur (data). Data ini
menimbulkan penafsiran yang beragam (l. gangguan kesehatan,
lingkungan, iklim, dan lain-lain). Muncul situasi problematis, bukan
problem itu sendiri.
c. Artifisial, yaitu pada saat diperlukan perubahan situasi problematis,
sehingga dapat menimbulkan masalah kebijakan.
d. Dinamis, yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana
perubahan yang terus menerus. Pemecahan masalah justru dapat
memunculkan masalah baru, yang membutuhkan pemecahan masalah
lanjutan.
e. Tidak terduga, yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan
dan sistem masalah kebijakan.
7. Merencanakan Kebijakan Kesehatan
Perencanaan yang baik, mempunyai beberapa ciri-ciri yang harus
diperhatikan. Menurut Azwar (1996) ciri-ciri tersebut secara sederhana dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Bagian dari sistem administrasi
Suatu perencanaan yang baik adalah yang berhasil menempatkan
pekerjaan perencanaan sebagai bagian dari sistem administrasi secara
keseluruhan. Sesungguhnya, perencanaan pada dasarnya merupakan
salah satu dari fungsi administrasi yang amat penting. Pekerjaan
administrasi yang tidak didukung oleh perencanaan, bukan merupakan
pekerjaan administrasi yang baik.
b. Dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang dilakukan secara terus-
menerus dan berkesinambungan. Perencanaan yang dilakukan hanya
sekali bukanlah perencanaan yang dianjurkan. Ada hubungan yang
berkelanjutan antara perencanaan dengan berbagai fungsi administrasi
lain yang dikenal. Disebutkan perencanaan penting untuk pelaksanaan,
yang apabila hasilnya telah dinilai, dilanjutkan lagi dengan

15
perencanaan. Demikian seterusnya sehingga terbentuk suatu spiral yang
tidak mengenal titik akhir.
c. Berorientasi pada masa depan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang berorientasi pada masa
depan. Artinya, hasil dari pekerjaan perencanaan tersebut, apabila dapat
dilaksanakan, akan mendatangkan berbagai kebaikan tidak hanya pada
saat ini, tetapi juga pada masa yang akan datang.
d. Mampu menyelesaikan masalah
Suatu perencanaan yang baik adalah yamg mampu menyelesaikan
berbagai masalah dan ataupun tantangan yang dihadapi. Penyelesaian
masalah dan ataupun tantangan yang dimaksudkan disini tentu harus
disesuaikan dengan kemampuan. Dalam arti penyelesaian masalah dan
ataupun tantangan tersebut dilakukan secara bertahap, yang harus
tercermin pada pentahapan perencanaan yang akan dilakukan.
e. Mempunyai tujuan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang mempunyai tujuan yang
dicantumkan secara jelas. Tujuan yang dimaksudkandi sini biasanya
dibedakan atas dua macam, yakni tujuan umum yang berisikan uraian
secara garis besar, serta tujuan khusus yang berisikan uraian lebih
spesifik.
f. Bersifat mampu kelola
Suatu perencanaan yang baik adalah yang bersifat mampu kelola,
dalam arti bersifat wajar, logis, obyektif, jelas, runtun, fleksibel serta
telah disesuaikan dengan sumber daya. Perencanaan yang disusun tidak
logis serta tidak runtun, apalagi yang tidak sesuai dengan sumber daya
bukanlah perencanaan yang baik.
8. Implementasi Kebijakan
Implementasi adalah proses untuk melaksanakan kebijakan supaya
mencapai hasil. Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh
policy makersbukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil
dalam implementasinya (Subarsono, 2005).Secara garis besar fungsi
implementasi adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan
tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai

16
outcome (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
(Wahab, 2008).
Van Meter dan Horn menyatakan bahwa implementasi kebijakan
menghubungkan antara tujuan kebijakan dan realisasinya dengan hasil
kegiatan pemerintahdimana tugas implementasi adalah membangun jaringan
yang memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktivitas
instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan
(policy stakeholders) (Subarsono, 2005).
Tahap implementasi kebijakan dapat dicirikan dan dibedakan dengan tahap
pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan di satu sisi merupakan proses
yang memiliki logika bottom-up, dalam arti proses kebijakan diawali dengan
penyampaian aspirasi, permintaan atau dukungan dari masyarakat. Sedangkan
implementasi kebijakan di sisi lain di dalamnya memiliki logika top-down,
dalam arti penurunan alternatif kebijakan yang abstrak atau makro menjadi
tindakan konkrit atau mikro(Parsons, 2008).
Langkah implementasi kebijakan dapat disamakan dengan fungsi actuating
dalam rangkaian fungsi manajemen. Aksi disini merupakan fungsi tengah
yang terkait erat dengan berbagai fungsi awal, seperti perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pembelahan personil (stuffing) dan
pengawasan (controlling).Sebagai langkah awal pada pelaksananan adalah
identifikasi masalah dan tujuan serta formulasi kebijakan.Untuk langkah akhir
dari rangkaian kebijakan berada pada monitoring dan evaluasi (Abidin, 2002).
Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel dan masing-
masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain.
Dalam pandangan Edward III (1980), implementasi kebijakan mempunyai
4 variabel yaitu :
a. Komunikasi, implementasi kebijakan mensyaratkan implementor
mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan
sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran
sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan
sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama

17
sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi
resistensi dari kelompok sasaran (Subarsono, 2005). Semakin tinggi
pengetahuan kelompok sasaran atas programmaka akan mengurangi
tingkat penolakan dan kekeliruan dalam mengaplikasikan kebijakan
(Indiahono, 2009).
b. SumberDaya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara
jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya
untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif.
Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia maupun
sumberdaya finansial (Subarsono, 2005).Sumberdaya manusia adalah
kecukupan baik kualitas dan kuantitas implementor yang dapat
melingkupi seluruh kelompok sasaran.Sumberdaya finansial adalah
kecukupan modal dalam melaksanakan kebijakan.Keduanya harus
diperhatikan dalam implementasi kebijakan. Tanpa sumberdaya,
kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja (Indiahono,
2009).
c. Disposisi adalah watak dan karateristik yang dimiliki oleh implementor
seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor
memiliki disposisi yang baik maka dia akan dapat menjalankan
kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat
kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang
berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi
kebijakan juga menjadi tidak efektif (Subarsono, 2005). Kejujuran
mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arahprogram yang
telah digariskan dalam program. Komitmen dan kejujurannya
membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap
program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan
kesan baik implementor dan kebijakan dihadapan anggota kelompok
sasaran. Sikap ini akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan
menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap
implementor dan kebijakan (Indiahono, 2009).

18
d. Struktur Birokrasi, struktur organisasi yang bertugas
mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang
penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang
standar (SOP atau standard operating procedures). SOP menjadi
pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi
yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan
menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan
kompleks. Ini menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel
(Subarsono, 2005). Keempat variabel diatas dalam model yang
dibangun oleh Edward memiliki keterkaitan satu dengan yang lain
dalam mencapai tujuan dari kebijakan. Semuanya saling bersinergi
dalam mencapai tujuan dan satu variabel akan mempengaruhi variabel
yang lain. Misalnya bila implementor tidak jujur akan mudah sekali
melakukan mark up dan korupsi atas dana kebijakan sehingga program
tidak optimal dalam mencapai tujuannya. Begitu pula bila watak dari
implementor kurang demokratis akan sangat mempengaruhi proses
komunikasi dengan kelompok sasaran. Model implementasi dari
Edward ini dapat digunakan sebagai alat menggambarkan implementasi
program diberbagai tempat dan waktu. Tidak semua kebijakan berhasil
dilaksanakan secara sempurna karena pelaksanaan kebijakan pada
umumnya memang lebih sukar dari sekedar merumuskannya. Proses
perumusan memerlukan pemahaman tentang berbagai aspek dan
disiplin ilmu terkait serta pertimbangan mengenai berbagai pihak
namun pelaksanaan kebijakan tetap dianggap lebih sukar. Dalam
kenyataannya sering terjadi implementation gap yaitu kesenjangan atau
perbedaan antara apa yang dirumuskan dengan apa yang dilaksanakan.
Kesenjangan tersebut bisa disebabkan karena tidak dilaksanakan
dengan sebagaimana mestinya (non implementation) dan karena tidak
berhasil atau gagal dalam pelaksanaannya (unsuccessful
implementation) (Abidin 2002).

19
9. Kendala dalam Implementasi Kebijakan
Dalam implementasi kebijakan terdapat beberapa faktor eksternal yang
biasanya mempersulit pelaksanaan suatu kebijakan, antara lain :
a. Kondisi Fisik, terjadinya perubahan musim atau bencana alam.Dalam
banyak hal kegagalan pelaksanaan kebijakan sebagai akibat dari faktor-
faktor alam ini sering dianggap bukan sebagai kegagalan dan akhirnya
diabaikan, sekalipun dalam hal-hal tertentu sebenarnya bisa diantisipasi
untuk mencegah dan mengurangi resiko yang terjadi.
b. Faktor Politik, terjadinya perubahan politik yang mengakibatkan
pertukaran pemerintahan dapat mengubah orientasi atau pendekatan
dalam pelaksanaan bahkan dapat menimbulkan perubahan pada seluruh
kebijakan yang telah dibuat. Perubahan pemerintahan dari kepala
pemerintahan kepada kepala pemerintahan lain dapat menimbulkan
perbedaan orientasi sentralisasi ke desentralisasi sistem pemerintahan,
perubahan dari orientasi yang memprioritaskan strategi industrialisasi
ke orientasi agri-bisnis, perubahan dari orientasi yang memprioritaskan
pasar terbuka ke strategi dependensi dan sebagainya.
c. Attitude, sekelompok orang yang cenderung tidak sabar menunggu
berlangsungnya proses kebijakan dengan sewajarnya dan memaksa
melakukan perubahan. Akibatnya, terjadi perubahan kebijakan sebelum
kebijakan itu dilaksanakan. Perubahan atas sesuatu peraturan
perundang-undangan boleh saja terjadi, namun kesadaran untuk melihat
berbagai kelemahan pada waktu baru mulai diberlakukan tidak boleh
dipandang sebagai attitude positif dalam budaya bernegara.
d. Terjadi penundaan karena kelambatan atau kekurangan faktor
inputs.Keadaan ini terjadi karena faktor-faktor pendukung yang
diharapkan tidak tersedia pada waktu yang dibutuhkan, atau mungkin
karena salah satu faktor dalam kombinasi faktor-faktor yang diharapkan
tidak cukup.
e. Kelemahan salah satu langkah dalam rangkaian beberapa langkah
pelaksanaan. Jika pelaksanaan memerlukan beberapa langkah yang

20
berikut: A > B > C > D, kesalahan dapat terjadi diantara A denganB atau
diantara B dengan C danatau antara C dengan D.
f. Kelemahan pada kebijakan itu sendiri. Kelemahan ini dapat terjadi
karena teori yang melatarbelakangi kebijakan atau asumsi yang dipakai
dalam perumusan kebijakan tidak tepat (Abidin, 2002). Kebijakan yang
baik mempunyai tujuan yang rasional dan diinginkan, asumsi yang
realistis dan informasi yang relevan dan lengkap. Tetapi tanpa
pelaksanaan yang baik, sebuah rumusan kebijakan yang baik sekalipun
hanya akan merupakan sekedar suatu dokumen yang tidak mempunyai
banyak arti dalam kehidupan bermasyarakat (Abidin, 2002).

D. Kebijakan Pelayanan Kesehatan


Kebijakan kesehatan merupakan tindakan yang mempunyai efek terhadap
institusi,organisasi pelayanan dan pendanaan dari system pelayanan kesehatan.
Kebijakan palayanan kesehatan meliputi:
1. Public goods
Berupa barang atau jasa yang pedanaanya berasal dari pemerintah, yang
bersumber dari pajak dan kelompok masyarakat. Layanan public goods
digunakan untuk kepentingan bersama dan dimiliki bersama.
Keberadaanya memiliki pengaruh terhadap masyarakat.
2. Privat goods
Berupa barang atau jasa swasta yang pedanaanya berasal dari
perseorangan. Digunakan untuk kepentingan sendiri dan dimiliki
perseorangan, tidak bisa dimiliki sembarangan orang, terdapat persaingan
dan eksternalitas rendah.
3. Merit goods
Karakteristik memerlukan biaya tambahan tidak dapat digunakan
sembarangan orang ada persaingan dan eksternalitas tinggi contohnya cuci
darah, pelayanan kehamilan, pelayanan kespro dan pengobatan PMS.
Indonesia termasuk negara berkembang sangat rentan terhadap berbagai
macam penyakit. Hal ini tersebab karena kondisi riil masyarakat Indonesia

21
yang miskin dan memiliki standart hidup (gizi) rendah. Kemiskinan (gizi
buruk) menjadi kandungan yang siap setiap saat melahirkan penyakit.
Karena itu tidak mengejutkan kalau penyakit –penyakit menyerang
masyarakat meningkat jumlahnya setiap tahun seiring meningkatkan
jumlah angka kemiskinan.

E. Landasan Hukum Mendasari Kebijakan


1. UU Nomor 40/2004 Pasal 22 berisi manfaat komprehensif : Promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative.
2. UU Nomor 40/2004 Pasal 24 mengenai BPJS berkewajiban
mengembangkan system pelayanan kesehatan, system mutu dan system
pembayaran yang efisien dan efektif.
3. Perpres 12/2013 Pasal 20 ayat 1 : menetapkan produk : pelayanan
kesehatan perorangan (pro,otf, preventif, kuratif dan rehabilitative), obat
dan bahan medis habis pakai.
4. Perpres 12/2013 Pasal 36
Ayat 1 : Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas
kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS.
Ayat 2 : Fasilitas kesehatan pemerintah dan pemerintah daerah yang
memenuhi persyaratan wajib bekerjasama dengan BPJS.
Ayat 3 : Fasilitas kesehatan swasta yang memenuhi persyaratan dapat
bekerjasama dengan BPJS.
Ayat 4 : BPJS kesehatan dengan fasilitas membuat perjanjian tertulis
sebagai landasan kerjasama
Ayat 5 : Persyaratan sebagai fasilitas kesehatan mengacu pada peraturan
Menteri Kesehatan yang berlaku.
5. Perpres 12/2013 Pasal 42
Ayat 1 : Pelayanan kepada peserta jaminan kesehtan harus
memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi kepada aspek
keamanan peserta, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan
kebutuhan peserta serta efisiensi biaya.
Ayat 2 : Penerapan system kendali mutu pelayanan jaminan
kesehatan dilakukan secara menyeluruh, meliputi standar
pemenuhan fasilitas kesehtan, memastikan proses pelayanan

22
kesehatan berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan, serta
pemantauan terhadap iuran kesehatan peserta
Ayat 3 : Ketentuan mengenai penerapan system kendali mutu diatur
oleh ketetapan BPJS
6. Perpres 12/2013 Pasal 43
Ayat 1 : Dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya menteri
bertanggung jawab untuk HTA, pertimbangan klinis dan
manfaat jaminan kesehatan, perhitungan standar tariff, monev
jaminan kesehatan
Ayat 2 : Dalam melaksanakan Monev, menteri berkoordinasi dengan
Dewan Jaminan Sosial Nasional
7. Perpres 12/2013 Pasal 44 : ketentuan tentang pasal 43 diatur dengan
Peraturan Menteri

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem Kesehatan Nasional di pergunakan sebagai dasar dan acuan dalam
penyusunan berbagai kebijakan, pedoman dan arahan penyelenggaraan
pembangunan kesehatan serta pembangunan berwawasan kesehatan. Sistem
Kesehatan Nasional merupakan sistem terbuka yang berinteraksi dengan berbagai
sistem nasional lainnya dalam suatu suprasistem, bersifat dinamis dan selalu
mengikuti perkembangan. Sistem Kebijakan Nasional (SKN) merupakan suatu
usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan terselenggaraanya
pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa baik masyarakat, swasta
maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kebijakan
kesehatan nasional merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat
mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tatanilai baru
dalam masyarakat, Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota
organisasi atau anggota masyarakat dalam berperilaku. Demi tercapainya SKN
maka diperlukan implementasi dari kebijakan-kebijakan nasional, yang mana
implementasi mengacu pada hasil akhir dari kegiatan kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah dengan proses perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pembelahan personil (stuffing) dan pengawasan (controlling).

B. Saran
Diharapkan implementasi dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah dapat menghasilkan outcome yang sesuai dengan tujuan dan
perumusan awal dari kebijakan, sehingga derajad kesehatan masyarakat yang
maksimal dapat dicapai.

24
DAFTAR PUSTAKA

Buchbinder, Sharon B. 2014. Manajemen Pelayanan Kesehatan. EGC: Jakarta


Depkes RI. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005
– 2025. Jakarta: Depkes RI.
Downie. 2000. “Health Promotion”. New York : oxford University
Dunn, William N. 1999. Analisis Kebijakan. Diterjemahkan Drs. Samodra
Wibawa, MA dkk. Edisi ke 2. Jakarta
Kozier. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses dan praktik.
Alih bahasa Pamilih. EGC. Jakarta.
Muninjaya, Gede. 2004. Manajemen Kesehatan. EGC : Jakarta
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem
kesehatan Nasional.
Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007 tentang Pembagian Kewenanagan Pusat
dan Daerah
Pickett et al. 1999. “ Public Health Administration and Practice. Missouri” :
Mosby Company
Roger Detels et al. 2002. “ The Scope of Public Health”. New York : Oxford
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34
Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan
Sosial
Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional

25

Anda mungkin juga menyukai