Anda di halaman 1dari 37

1.

1 Hipertensi
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, yang tingginya
tergantung umur individu yang terkena. Tekanan darah fluktuasi dalam
batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stres yang
dialami.
Hipertensi juga sering digolongkan sebagai ringan, sedang, atau berat,
berdasarkan tekanan diastole. Hipertensi ringan bila tekanan darah diastole
95-104, hipertensi sedang tekanan diastole-nya 104-114, sedangkan
hipertensi berat tekanan diastole-nya >115.
(Jan Tambayong, Patofisiologi untuk Keperawatan. 2000. Hal: 94)

2. Etiologi
a. Usia
Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia.
Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas
menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur.
b. Kelamin
Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita,
namun pada usia pertengahan dan lebih tua, insidens pada wanita
mulai meningkat, sehingga pada usia di atas 65 tahun, insidens pada
wanita lebih tinggi.
c. Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya
pada yang berkulit putih. Akibat penyakit ini umumnya lebih berat
pada ras kulit hitam. Misalnya mortalitas pasien pria hitam dengan
diastole 115 atau lebih 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit
putih, dan 5,6 kali bagi wanita putih.

1
d. Pola hidup
Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup lain
telah diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat
pendidikan rendah, dan kehidupan atau pekerjaan yang penuh stres
agaknya berhubungan dengan insidens hipertensi yang lebih tinggi.
Obesitas dipandang sebagai faktor risiko utama. Bila berat badannya
turun, tekanan darahnya sering turun menjadi normal. Merokok
dipandang sebagai faktor risiko tinggi bagi hipertensi dan penyakit
arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia adalah faktor-
faktor utama untuk perkembangan aterosklerosis, yang berhubungan
erat dengan hipertensi.
Lipoprotein serum. Ada lima famili lipoprotein: 1) kilomikron, 2)
very-low- density lipoprotein (VLDL), 3) intermediate-density
lipoprotein, 4) low-density lipoprotein (LDL), dan 5) high-density
lipoprotein (HDL). Masing-masing mempunyai fungai berbeda dalam
tubuh. Kilomikron mentranspor kebanyakan substansi makanan dan
VLDL membawa kebanyakan trigeliseida. Banyak kolesterol plasma
diangkut pleh LDL. HDL berfungsi sebagai reservoar bagi lipoprotein
yang terlibat transpor trigliserida dan esterifikasi dari kolesterol. HDL
biasanya lebih tinggi pada wanita daripada pria. Di duga HDL
melindungi terhadap serangan penyakit arteri koroner.
e. Diabetes melitus
Hubungan antara diabets melitus dan hipertensi kurang jelas,
namun secara statistik nyata ada hubungan antara hipertensi dan
penyakit arteri koroner. Penyebab utama kematian pasien diabetes
melitus adalah penyakit kardiovaskular, terutama yang mulainya dini
dan kurang kontrol. Hipertensi dengan diabetes melitus meningkatkan
mortalitas.

2
(Jan Tambayong, Patofisiologi untuk Keperawatan. 2000. Hal: 95-
96)

3. Patofisiologi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral
Resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut
yang tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi.
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan
darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan
mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem
pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari
sistem reaksi cepat seperti refleks kardiovaskuler melalui sistem saraf,
refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal
dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem
pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi
kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan
vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam
jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan
tubuh yang melibatkan berbagai organ.

Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme :


a. Curah jantung dan tahanan perifer
Peningkatan curah jantung terjadi melalui dua cara yaitu
peningkatan volume cairan atau preload dan rangsangan saraf yang
mempengaruhi kontraktilitas jantung. Curah jantung meningkat secara
mendadak akibat adanya rangsang saraf adrenergik. Barorefleks
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sehingga tekanan darah
kembali normal. Namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah

3
melalui barorefleks tidak adekuat sehingga terjadi vasokonstriksi
perifer.
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama terjadi
apabila terdapat peningkatan volume plasma berkepanjangan akibat
gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam
berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun
penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan
garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma menyebabkan
peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan
volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya
berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik.
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat
berpengaruh terhadap normalitas tekanan darah. Tekanan darah
ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol
kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus berpengaruh pada
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi
otot halus mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang
dimediasi oleh angiotensin dan menjadi awal meningkatnya tahanan
perifer yang irreversible.
Peningkatan resistensi perifer disebabkan oleh resistensi garam
(hipertensi tinggi renin) dan sensitif garam (hipertensi rendah renin).
Penderita hipertensi tinggi renin memiliki kadar renin tinggi akibat
jumlah natrium dalam tubuh yang menyebabkan pelepasan angiotensin
II. Kelebihan angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi dan memacu
hipertrofi dan proliferasi otot polos vaskular. Kadar renin dan
angiotensin II yang tinggi pada hipertensi berkorelasi dengan
kerusakan vaskular. Sedangkan pada pasien rendah renin, akan
mengalami retensi natrium dan air yang mensupresi sekresi renin.
Hipertensi rendah renin akan diperburuk dengan asupan tinggi garam.

4
Jantung harus memompa secara kuat dan menghasilkan
tekanan lebih besar untuk mendorong darah melintasi pembuluh darah
yang menyempit pada peningkatan Total Periperial Resistence.
Keadaan ini disebut peningkatan afterload jantung yang berkaitan
dengan peningkatan tekanan diastolik. Peningkatan afterload yang
berlangsung lama, menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi.
Terjadinya hipertrofi mengakibatkan kebutuhan oksigen ventrikel
semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah
lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-
serat otot jantung mulai menegang melebihi panjang normalnya yang
akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume
sekuncup.
b. Sistem renin-angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume
cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin
merupakan sistem endokrin penting dalam pengontrolan tekanan
darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai
respon glomerulus underperfusion, penurunan asupan garam, ataupun
respon dari sistem saraf simpatetik.
Mekanisme terjadinya hipertensi melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme
(ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam pengaturan
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
hati, kemudian oleh hormon renin yang diproduksi ginjal akan diubah
menjadi angiotensin I (dekapeptida tidak aktif). Angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II (oktapeptida sangat aktif) oleh ACE yang
terdapat di paru-paru. Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan
tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor melalui dua
jalur, yaitu:

5
1. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja
pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga
meningkatkan tekanan darah.
2. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler. Aldosteron mengurangi
ekskresi NaCl dengan cara reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada akhirnya
meningkatkan volume dan tekanan darah.
c. Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah
ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion
ke pembuluh darah, di mana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Sirkulasi sistem saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi dan
dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom memiliki peran penting dalam

6
mempertahankan tekanan darah. Hipertensi terjadi karena interaksi
antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama
dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa
hormon.30 Hipertensi rendah renin atau hipertensi sensitif garam,
retensi natrium dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik
simpatis atau akibat defek pada transpor kalsium yang berpapasan
dengan natrium. Kelebihan natrium menyebabkan vasokonstriksi yang
mengubah pergerakan kalsium otot polos.
d. Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah
Perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah terutama pada
usia lanjut. Perubahan struktur pembuluh darah meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang mengakibatkan penurunan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.23 Sel endotel
pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif
lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi
endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.
(http://eprints.undip.ac.id/37291/1/AGNESIA_NUARIMA_G2A00
8009_LAP_KTI.pdf)

4. Manifestasi Klinik
Pemeriksaan fisik dapat pula tidak dijumpai kelainan apapun selain
peninggian tekanan darah yang merupakan satu-satunya gejala.. Individu
penderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-
tahun. Apabila terdapat gejala, maka gejala tersebut menunjukkan adanya
kerusakan vaskuler, dengan manifestasi khas sesuai sistem organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.

7
Elizabeth J. Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis
timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis
yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang
disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium,
penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap
karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada
malam hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus, edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.23
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau
serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara
pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan.
Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah,
telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata
berkunang-kunang.
(http://eprints.undip.ac.id/37291/1/AGNESIA_NUARIMA_G2A00800
9_LAP_KTI.pdf)

5. Pemeriksaan Diagnostik
Uji diagnostik awal hipertensi ditentukan berdasarkan hasil
pemeriksaan tekanan darah yang tinggi. Pemeriksaan dilakukan paling
sedikit dua kali dalam waktu yang tidak bersamaan dengan posisi pasien
duduk dan berbaring. Setelah diagnosis ditentukan, pemeriksaan
diagnostik yang spesifik dilakukan untuk menentukan penyebab
hipertensi, luasnya kerusakan pada organ-organ vital (ginjal, jantung,
otak), dan pembuluh-pembuluh retina. Hasil dari pemeriksaan ini dapat
digunakan sebagai data dasar untuk membandingkan hasil-hasil
pemeriksaan selanjutnya. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan darah lengkap (hitung diferensial dan kimia serum)
b. Fungsi ginjal (nitrogen urea darah, kreatinin, urinalisis rutin)

8
c. Panel lipid untuk mengetahui adanya hiperlipidemia
d. Elektrokardiogram (EKG), sinar-X toraks, ekokardiogram, untuk
melihat adanya pembesaran jantung, dan hipertrofi ventrikel kiri.
(Mary Baradero. Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan
Keperawatan. 2008. Hal: 52)

6. Prognosis
Terdapat beberapa skor prediktor yang dapat digunakan untuk menilai
prognosis jangka panjang. Tekanan darah termasuk salah satu komponen
penting untuk penilaian risiko kejadian kardiovaskular. Skor WHO/ISH
memprediksi kejadian kardiovaskular (infark miokard atau stroke) dalam
jangka waktu 10 tahun berdasarkan tekanan darah sistolik, kadar
kolesterol total, diabetes, status merokok, jenis kelamin, serta usia.[29]
Skor prediksi studi Framingham juga memprediksi kejadian
kardiovaskular 10 tahun dengan komponen penilaian berupa TDS, usia,
penggunaan obat anti hipertensi, diabetes, status merokok, kadar total
kolesterol dan HDL serum.
Penurunan tekanan darah terbukti memberikan prognosis baik. Studi
metaanalisis menunjukkan bahwa setiap penurunan tekanan darah sistolik
10 mmHg dapat menurunkan risiko komplikasi penyakit jantung iskemik
sebesar 17%, gagal jantung sebesar 28%, dan stroke sebesar 27%

9
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data subjektif
1) Adanya faktor-faktor resiko; riwayat keluarga (penyakit jantung,
hipertensi, stroke, diabetes, hiperglikemia)
2) Adanya riwayat hipertensi, obat-obat yang digunakan, kepatuhan,
dan pemeriksaan lanjutan
3) Adanya riwayat penyakit kardiovaskular, serebrovaskular, ginjal,
diabetes, hiperlipidemia
4) Merokok, konsumsi alkohol
5) Kebiasaan makan; riwayat peningkatan atau penurunan berat
badan
6) Kebiasaan gerak badan
7) Pekerjaan, stres, manajemen stres
8) Pengetahuan tentang hipertensi dan pengobatannya
b. Data objektif
1) Periksa tekanan darah 2 kali (lengan kiri dan kanan)
2) Berat badan dan tinggi badan
3) Fundukopi mata untuk mengetahui adanya penyempitan atau
perdarahan arteriole
4) Leher; bruit karotis, distensi vena jugularis, pembesaran kelenjar
tiroid
5) Auskultasi jantung; adanya murmur, peningkatan kecepatan
denyut jantung, tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri
6) Abdomen; bruit, tumor, pembesaran organ-organ abdominal
7) Ekstremitas; warna kulit, edema, hangat, nadi perifer, auskulatsi
arteri femoralis untuk adanya bruit
8) Pengkajian neurologis

10
9) Uji laboratorium; darah lengkap, kimia darah, lipid, kreatinin,
urinalisis rutin
(Mari Bardero, dkk. Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan
Keperawatan. 2008. Hal: 54)

2. Penyimpangan KDM

11
3. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas,
perubahan preload, perubahan afterload dibuktikan dengan tekanan
darah meningkat
b. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia dibutktikan dengan frekuensi
nadi meningkat
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan dibuktikan dengan
gambaran EKG menunjukkan iskemia

4. Intervensi
No Diagnosa Noc Nic
1 Penurunan curah NOC : NIC :
jantung berhubungan 1. Cardiac Pump Cardiac Care
dengan perubahan effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada (
irama jantung, 2. Circulation intensitas,lokasi, durasi)
perubahan frekuensi Status 2. Catat adanya disritmia jantung
jantung, perubahan 3. Vital Sign 3. Catat adanya tanda dan gejala
kontraktilitas, Status penurunan cardiac putput
perubahan preload,
perubahan afterload Fluid Management
dibuktikan dengan 4. Pertahankan catatan intake
tekanan darah dan output yang akurat
meningkat 5. Pasang urin kateter jika
diperlukan
6. Monitor status hidrasi (
kelembaban membran

12
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik ),
jika diperlukan
7. Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles,
CVP , edema, distensi vena
leher, asites)
8. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian terapi
cairan sesuai program
9. Monitor status nutrisi
10. Atur kemungkinan tranfusi

Fluid Monitoring
11. Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll
)
12. Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
13. Monitor membran mukosa
dan turgor kulit, serta rasa
haus
14. Monitor adanya distensi

13
leher, rinchi, eodem perifer
dan penambahan BB
15. Monitor tanda dan gejala dari
odema
16. Beri cairan sesuai keperluan
17. Kolaborasi pemberian obat
yang dapat meningkatkan
output urin
18. Lakukan hemodialisis bila
perlu dan catat respons
pasien

Vital Sign Monitoring


19. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
20. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
21. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
22. Monitor jumlah dan irama
jantung
23. Monitor bunyi jantung
24. Monitor pola pernapasan
abnormal
25. Monitor sianosis perifer
26. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan

14
sistolik)
27. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
2 Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan dengan 1. Pain Level, Pain Management
iskemia dibutktikan 2. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan frekuensi nadi 3. Comfort level secara komprehensif
meningkat termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
1. Mampu frekuensi, kualitas dan faktor
mengontrol nyeri presipitasi
(tahu penyebab 2. Observasi reaksi nonverbal
nyeri, mampu dari ketidaknyamanan
menggunakan 3. Gunakan teknik komunikasi
tehnik terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi pengalaman nyeri pasien
untuk 4. Kontrol lingkungan yang
mengurangi dapat mempengaruhi nyeri
nyeri, mencari seperti suhu ruangan,
bantuan) pencahayaan dan kebisingan
2. Melaporkan 5. Kurangi faktor presipitasi
bahwa nyeri nyeri
berkurang 6. Pilih dan lakukan
dengan penanganan nyeri
menggunakan (farmakologi, non
manajemen nyeri farmakologi dan inter
3. Mampu personal)
mengenali nyeri 7. Berikan analgetik untuk

15
(skala, intensitas, mengurangi nyeri
frekuensi dan 8. Evaluasi keefektifan kontrol
tanda nyeri) nyeri
4. Menyatakan 9. Tingkatkan istirahat
rasa nyaman 10. Kolaborasikan dengan dokter
setelah nyeri jika ada keluhan dan tindakan
berkurang nyeri tidak berhasil
5. Tanda vital 11. Monitor penerimaan pasien
dalam rentang tentang manajemen nyeri
normal
Analgesic Administration
12. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
13. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
14. Cek riwayat alergi
15. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
16. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
17. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis

16
optimal
18. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
19. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
20. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
21. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

3 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


berhubungan dengan 1. Energy Energy Management
ketidakseimbangan conservation 1. Observasi adanya
antara suplai dan 2. Self Care : ADLs pembatasan klien dalam
kebutuhan oksigen, melakukan aktivitas
kelemahan dibuktikan Kriteria Hasil 2. Monitor nutrisi dan sumber
dengan gambaran 1. Berpartisipasi energi tangadekuat
EKG menunjukkan dalam aktivitas 3. Monitor pasien akan adanya
iskemia fisik tanpa kelelahan fisik dan emosi
disertai secara berlebihan
peningkatan 4. Monitor respon
tekanan darah, kardivaskuler terhadap
nadi dan RR aktivitas
2. Mampu 5. Monitor pola tidur dan

17
melakukan lamanya tidur/istirahat pasien
aktivitas sehari
hari (ADLs) Activity Therapy
secara mandiri 6. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
7. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
8. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
9. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
10. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
11. Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual

18
1.2 Infark Miokard
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Infark miokard (IM) mengacu pada proses dimana jaringan miokard
mengalami kerusakan dalam region jantung yang emngurangi suplai darah
adekuat karena penurunan aliran darah koroner. Penyebabnya dapat
karena penyempitan kritis arteri koroner akibat aterosklerosis atau aklusi
arteri komplet akibat embolus atau trombus. Penurunan aliran darah
koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragi. Pada setiap kasus,
terdapat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.
(Diane, JoAnn. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari Brunner &
Suddarth. 2000. Hal: 240)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat
iskemia hebat yang terjadi secara tiba – tiba. Keadaan ini biasanya
disebabkan oleh ruptur plak yang diikuti dengan proses pembentukan
trombus oleh trombosit.
(jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/715/571)

2. Etiologi
Infark miokard terjadi ketika iskemia miokard berlangsung. Iskemia
miokard yang berat dapat terjadi sebagai akibat dari meningkatnya
metabolisme miokard, penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke
miokardium melalui sirkulasi koroner, atau keduanya. Gangguan dalam
suplai oksigen miokard dan nutrisi terjadi ketika thrombus yang terlepas
pada plak aterosklerosis ulserasi atau tidak stabil sehingga mengakibatkan
oklusi koroner. Stenosis arteri koroner (>75%) yang disebabkan oleh
aterosklerosis atau stenosis dinamis yang terkait dengan vasospasme
koroner dapat mengurangi pasokan oksigen dan nutrisi dan menimbulkan
infark miokard. Kondisi yang berhubungan dengan meningkatnya

19
metabolisme miokard yaitu kegiatan fisik yang ekstrim, hipertensi berat,
dan stenosis katup aorta yang berat. Patologi katup jantung lainnya dan
curah jantung yang rendah berhubungan dengan penurunan tekanan berarti
aorta, yang merupakan komponen utama dari tekanan perfusi koroner,
dapat memicu infark miokard.
(http://repo.unsrat.ac.id/1129/3/ISI_(5).pdf)

Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang


heterogen, antara lain:
a. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau
diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan
ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya
infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia,
aritmia dan hiper atau hipotensi.
b. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme
arteri menurunkan aliran darah miokard.
c. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan.
Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau
penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat
meningkat.
d. Infark miokard tipe 4
1) Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya
troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan
percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya
infark miokard.

20
2) Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
e. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal.
Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass
koroner.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22069/Ch
apter%20II.pdf;jsessionid=1033DE83793F16E03485A6B67E308E
A8?sequence=4)

3. Patofisiologi
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan
oleh iskemia pada miokard yang berkepanjangan, yang bersifat
irreversibel. Waktu yang diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami
kerusakan, adalah iskemia selama 15-20 menit. Infark miokard hampir
selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi
ventrikel kiri; makin luas daerah infark, makin kurang daya kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan; 1) berkurangnya
kontraksi, dengan gerak dinding abnormal; 2) terganggunya kepaduan
ventrikel kiri; 3) berkurangnya volume denyutan; 4) berkurangnya waktu
pengeluaran; dan 5) meningkatnya tekanan akhir-diastole ventrikel kiri.
Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi juga
lokasinya, karena berhubungan dengan pasokan darah.
Infark juga dinamakan berdasarkan tempat terdapatnya, seperti: infark
subendokardial, infark intramural, infark subepikardial, dan infark
transmural. Infark transmural meluas dari endokardium sampai
epikardium. Semua infark miokard memiliki daerah pusat yang
nekrotik/infark, dikelilingi daerah cedera, diluarnya dikelilingi lagi
lingkaran iskemik. Masing-masing menunjukkan pola EKG yang khas.

21
Saat otot miokard mati, dilepaskan enzim intramiokard; enzim ini
membantu menentukan beratnya infark. Jaringan otot jantung yang mati,
diganti jaringan parut, yang dapat mengganggu fungsinya.
(Jan Tambayong, Patofisiologi untuk Keperawatan. 2000. Jakarta:
EGC. Hal: 90-92)
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan
kerusakan sel yang ireversibel serta nekrosis atau kematian otot, sehingga
akan berhenti kontraksi secara permanen. Proses patofisiologi yang terjadi
setelah infark miokard akut adalah kompleks. Terdiri dari gangguan
sistolik dan diastolik, gangguan sirkulasi, perluasan daerah infark, dan
dilatasi ventrikel. Banyak episode dari iskemia miokard umumnya
dipercaya berasal dari penurunan mutlak dalam aliran darah miokard
regional dibawah level-level paling dasar, dengan subendokardium
membawa sebuah beban terbesar dari defisit aliran dari epikardium,
apakah dipicu oleh sebuah penurunan besar dalam aliran darah koroner
atau sebuah peningkatan dalam kebutuhan oksigen. Beragam sindroma
koroner akut membagikan sebuah substrat patologi yang lebih-atau-
kurang umum. Perbedaan-perbedaan presentasi klinis dihasilkan secara
besar dari perbedaan-perbedaan dalam besaran oklusi koroner, durasi
oklusinya, pengaruh berubahnya aliran darah lokal dan sistemik, dan
kecukupan kolateral-kolateral koroner.Pada pasien dengan angina tak
stabil, banyak episode iskemia saat beristirahat yang muncul tanpa
perubahan-perubahan diatas pada kebutuhan oksigen miokardium namun
dipicu oleh penurunan primer dan episodik dalam aliran darah koroner.
Perburukan gejala-gejala iskemik pada pasien dengan penyakit arteri
koroner stabil bisa dipicu oleh faktor-faktor ekstrinsik seperti anemia
parah, tirotoksikosis, takiaritmia akut, hipotensi, dan obat-obat yang
mampu meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium; bagaimanapun
dalam banyak kasus, tidak ada pemicu eksternal yang jelas yang dapat

22
diidentifikasi. Pada pasien-pasien ini yang merupakan mayoritas evolusi
dari angina yang tak stabil dan komplikasi-komplikasi klinisnya adalah
hasil dari sebuah kompleks yang saling mempengaruhi yang melibatkan
plak aterosklerosis koroner dan stenosis, pembentukan trombus trombosis
fibrin, dan bunyi vaskular abnormal. Beberapa studi menunjukkan bahwa
plak ateroskelosis menyebabkan sindroma koroner akut tak stabil dengan
ciri memiliki sebuah fisura atau ruptur dalam topi fibrosa-nya, sangat
sering dibagian bahu (persimpangan bagian dinding arteri yang normal
dan segmen bantalan-plak). Plak-plak ini cenderung memiliki topi-topi
fibrosa aselular yang diinfiltrasikan dengan sel-sel busa atau makrofag dan
kolam eksentrik inti lipid yang lembut dan nekrotik. Studi-studi klinis dan
angiografi menunjukkan bahwa plak fisura mengakibatkan angina tak
stabil atau infark miokard akut yang tidak hanya muncul pada area
stenosis aterosklerosis parah, namun juga lebih umum pada stenosis
koroner minimal. Rentetan observasi angiografi telah menunjukkan bahwa
perkembangan dari angina stabil ke tak stabil berkaitan dengan
perkembangan penyakit aterosklerosis pada 60-75% pasien. Hal ini
mencerminkan episode-episode yang berlanjut dari mural trombosis dan
penggabungan dalam plak-plak yang mendasar. Studi-studi ini dan studi-
studi lainnya telah menunjukkan bahwa awalnya lesi-lesi koroner
menutupi area arteri koroner kurang dari 75% dan mengakibatkan angina
yang tak stabil atau infark miokard; lesi-lesi menutupi lebih dari 75%
yang kemungkinan mengakibatkan oklusi total, namun kurang mungkin
mengakibatkan infark miokard, mungkin karena kemungkinan
perkembangan darah vesel kolateral dalam arteri-arteri stenotik yang
parah. Lebih lanjut lagi, pemodelan positif kembali keluar (efek glagov)
dari segmen-segmen arteri koroner yang mengandung plak-plak
aterosklerosis besar dapat meminimalkan kompromi luminal dan
menaikkan kerentanan terhadap gangguan plak.

23
Gangguan Sistolik
Jika miokardium mengalami cedera iskemik, fungsi pompa ventrikel
kiri menjadi tertekan. Secara fungsional infark miokardium akan
menyebabkan perubahan-perubahan seperti daya kontraksi menurun,
gerakan dinding yang abnormal, perubahan daya kembang dinding
ventrikel, pengurangan volume sekuncup, pengurangan fraksi injeksi,
peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel dan
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel.

Gangguan Diastolik
Selama beberapa minggu, peningkatan volume akhir diastolik dan
tekanan diastolik mulai kembali ke arah normal. Sama dengan gangguan
fungsi sistolik, besarnya kelainan diastolik tampaknya berhubungan
dengan ukuran infark.

Gangguan Sirkulasi
Pasien dengan STEMI memiliki kelainan dalam regulasi peredaran
darah. Proses ini dimulai dengan obstruksi anatomis atau fungsional di
pembuluh darah koroner, yang menghasilkan iskemia miokard regional
dan, jika iskemia berlanjut, akan menjadi infark. Jika infark memiliki
ukuran yang cukup, ini akan menekan keseluruhan fungsi ventrikel kiri
sehingga volume sekuncup ventrikel kiri menurun dan tekanan pengisian
meningkat. Depresi volume sekuncup ventrikel kiri pada akhirnya
menurunkan tekanan aorta dan mengurangi tekanan perfusi koroner,
kondisi ini dapat mengintensifkan iskemia miokard dan dengan demikian
tebentuklah lingkaran setan.

24
Perluasan Daerah Infark
Ukuran infark bergantung pada daerah miokard yang mengalami
iskemik. Bila daerah sekitar mengalami nekrosis maka besar daerah infark
akan bertambah besar, tetapi akan memperkecil daerah nekrosis jika
iskemia diperbaiki.

Dilatasi Ventrikel
Pelebaran zona non infark dapat dilihat sebagai mekanisme
kompensasi yang mempertahankan volume sekuncup saat menghadapi
infark yang luas.
(http://repo.unsrat.ac.id/1129/3/ISI_(5).pdf)

4. Manifestasi Klinik
Manifestasi infark miokard bergantung pada luasnya infark, kondisi
fisik sebelum serangan, dan apakah pernah infark sebelumnya.
Manifestasi ini dari mati mendadak akibat aritmia atau ruptur ventrikel,
sampai tanpa gejala sama sekali. Sering ada nyeri substernal akut,
diaforesis, dispnea, mual dan muntah, sangat gelisah, dan mungkin ada
artimia.
(Jan Tambayong, Patofisiologi untuk Keperawatan. 2000. Jakarta:
EGC. Hal: 92)
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina
tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang
dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin (Irmalita, 1996). Angina
pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang merupakan rasa sakit pada
dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa
sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu
atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang
menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan

25
terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan
peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul
ketika pasien sedang beristirahat (Hanafiah, 1996).
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut,
berkeringat dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya
di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat
mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan
berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin (Antman, 2005).
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau
sedikit meningkat (Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena
penurunan stroke volume yang dipompa jantung (Antman, 2005). Volume
dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi
menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai.
Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari.
Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal (Irmalita,
1996).
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang
melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior,
terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-
otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan
intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2
merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan
seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard, umumnya pada
pasien infark miokard transmural tipe STEMI (Antman, 2005).
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22069/Chapte
r%20II.pdf;jsessionid=1033DE83793F16E03485A6B67E308EA8?seq
uence=4)

26
Manifestasi klinis yang berhubungan dengan infark miokard berasal dari
iskemia otot jantung dan penurunan fungsi serta asidosis yang terjadi.
Manifestasi klinis utama dari infark miokard adalah nyeri dada, yang
serupa dengan angina pektoris tetapi lebih parah dan tidak berkurang
dengan nitrogliserin. Nyeri dapat menjalar ke leher, rahang, bahu,
punggung, atau lengan kiri. Nyeri juga dapat ditemukan di dekat
epigastrium, menyerupai nyeri pencernaan. Infark miokard juga dapat
berhubungan dengan manifestasi klinis yang jarang terjadi berikut ini:
a. Nyeri dada, perut, punggung, atau lambung yang tidak khas
b. Mual atau pusing
c. Sesak napas dan kesulitan bernapas
d. Kecemasan, kelemahan, atau kelelahan yang tidak dapat dijelaskan
e. Palpitasi, keringat dingin, pucat
(Black, Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan, 2014. Hal: 180)

5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges et all (2000:85) pemeriksaan diagnostik pada pasien
dengan infark miokard yaitu :
a. EKG, menunjukkan peninggian gelombang S-T, iskemia berarti
penurunan atau datarnya gelombang T dan adanya gelombang Q.
b. Enzim jantung dan isoenzim, CPK-MB meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam.
c. Elektrolit, ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
dapat mempengaruhi kontraktilitas.
d. Sel darah putih, leukosit (10.000-20.000) tampak pada hari kedua
sehubungan dengan proses inflamasi.
e. GDA atau oksimetri nadi, dapat menunjukkan hipoksia.

27
f. Kolesterol atau trigliserida serum : meningkat menunjukkan
arterisklerosis.
g. Foto dada, mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung
diduga GJK.
h. Ekokardium, evaluasi lebih lanjut mengenai fungsi dasar terutama
ventrikel.
i. Angiografi koroner, menggambarkan penyempitan atau sumbatan
arteri koroner.

6. Prognosis
Menurut Gray, Dawkins, Simpson (2005), mortalitas dini 30 hari dan
lanjut setelah infark miokard berhubungan dengan lokasi infark dan luas
perubahan EKG. Infark inferior terbatas memiliki tingkat mortalitas 30
hari dan 12 bulan masing-masing sebesar 4,5% dan 6,7% sementara infark
anterior dengan elevasi segemen S-T luas dan blok cabang serabut
memiliki mortalitas masing-masing 19,6% dan 25,6%. Ada beberapa
faktor yang berkaitan dengan prognosis buruk setelah infark miokard:
a. Peningkatan usia
b. Jenis kelamin perempuan
c. Infark luas (ditentukan dengan enzim jantung atau perubahan EKG
luas)
d. Komplikasi mekanis pada infark miokard (misalnya VSD, ruptur
dinding bebas, regurgitasi mitral akut)
e. Infark anterior
f. Infark inferior dengan keterlibatan ventrikel dextra
g. Diabetes melitus
h. Angina dan infark miokard sebelumnya
i. Gangguan fungsi ventrikel
j. Kegagalan perfusi dengan trombolisis

28
k. Infark anterior berkaitan dengan blok AV
(Gray, Dawkins, dkk. Lecture notes: Kardiologi. 2005)

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data Subjektif.
Ketika tahap akut infark miokard, termasuk dalam data subjektif
adalah persepsi pasien tentang nyeri dada yang dirasakan.
1) Persepsi pasien tentang nyeri yang dialaminya
a) Lokasi nyeri dan penyebarannya ke bagian-bagian tubuh
tertentu
b) Sifat nyeri
c) Awita dan lamanya nyeri
d) Faktor-faktor yang terkait (stres, sedang istirahat, beraktivitas)
e) Faktor-faktor yang mengurangi nyeri
2) Adanya tanda seperti dispnea, mual, pusing, rasa lemah, gangguan
tidur
3) Perasaan klien dan keluarga
a) Perasaan kurang aman
b) Rasa takut akan kematian
c) Menyangkal atau depresi
b. Data Objektif
Termasuk dalam data objektif adalah keadaan fisik dan psikologis
pasien. Pemantauan dilakukan secara terus menerus untuk
kemungkinan timbulnya disritmia dan mengantisipasi terjadinya
fibrilasi ventrikel yang dapat mengancam nyawa pasien pada tahap
akut infark miokard. Pada pengkajian ini ditemukan
1) Tampak cemas

29
2) Perubahan tanda vital (kecepatan nadi meningkat, tekanan darah
menurun)
3) Diaforesis, muntah, disritmia
4) Bunyi napas (adanya krekels atau mengi)
5) Kadar enzim CK, AST, LDH
(Mary Baradero. Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan
Keperawatan. 2008. Hal: 13-14)

2. Penyimpangan KDM

30
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan terhadap sumbatan
arteri dibuktikan dengan klien mengeluh nyeri
b. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas

4. Intervensi
No Diagnosa Noc Nic
1 Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan dengan 1. Pain Level, Pain Management
iskemia jaringan 2. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
terhadap sumbatan 3. Comfort level secara komprehensif
arteri dibuktikan termasuk lokasi,
dengan klien mengeluh Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
nyeri 4. Mampu frekuensi, kualitas dan
mengontrol nyeri faktor presipitasi
(tahu penyebab 2. Observasi reaksi nonverbal
nyeri, mampu dari ketidaknyamanan
menggunakan 3. Gunakan teknik komunikasi
tehnik terapeutik untuk
nonfarmakologi mengetahui pengalaman
untuk mengurangi nyeri pasien
nyeri, mencari 4. Kontrol lingkungan yang
bantuan) dapat mempengaruhi nyeri
5. Melaporkan seperti suhu ruangan,
bahwa nyeri pencahayaan dan
berkurang dengan kebisingan
menggunakan 5. Kurangi faktor presipitasi

31
manajemen nyeri nyeri
6. Mampu 6. Pilih dan lakukan
mengenali nyeri penanganan nyeri
(skala, intensitas, (farmakologi, non
frekuensi dan farmakologi dan inter
tanda nyeri) personal)
7. Menyatakan rasa 7. Berikan analgetik untuk
nyaman setelah mengurangi nyeri
nyeri berkurang 8. Evaluasi keefektifan kontrol
8. Tanda vital dalam nyeri
rentang normal 9. Tingkatkan istirahat
10. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
11. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
12. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
13. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
14. Cek riwayat alergi
15. Pilih analgesik yang

32
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
16. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
17. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
18. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
19. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
20. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
21. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

2 Risiko penurunan NOC : NIC :


curah jantung 1. Cardiac Pump Cardiac Care
berhubungan dengan effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada
perubahan frekuensi 2. Circulation Status ( intensitas,lokasi, durasi)
jantung, perubahan 3. Vital Sign Status 2. Catat adanya disritmia
kontraktilitas jantung

33
3. Catat adanya tanda dan
gejala penurunan cardiac
putput

Fluid Management
4. Pertahankan catatan intake
dan output yang akurat
5. Pasang urin kateter jika
diperlukan
6. Monitor status hidrasi (
kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik ),
jika diperlukan
7. Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles,
CVP , edema, distensi vena
leher, asites)
8. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian terapi
cairan sesuai program
9. Monitor status nutrisi
10. Atur kemungkinan tranfusi

Fluid Monitoring
11. Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan

34
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
12. Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
13. Monitor membran mukosa
dan turgor kulit, serta rasa
haus
14. Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem perifer
dan penambahan BB
15. Monitor tanda dan gejala
dari odema
16. Beri cairan sesuai keperluan
17. Kolaborasi pemberian obat
yang dapat meningkatkan
output urin
18. Lakukan hemodialisis bila
perlu dan catat respons
pasien

Vital Sign Monitoring


19. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
20. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah

35
21. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
22. Monitor jumlah dan irama
jantung
23. Monitor bunyi jantung
24. Monitor pola pernapasan
abnormal
25. Monitor sianosis perifer
26. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
27. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

36
Daftar Pustaka

Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan, Singapore: Elsevier

Diane, JoAnn. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari Brunner &
Suddarth. Alih Bahasa: Yasmin Asih. Jakarta: EGC

Gray, Dawkins, dkk. 2005. Lecture notes: Kardiologi. Jakarta: Erlangga

Jan Tambayong. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Mary Baradero. 2008 Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan Keperawatan


Jakarta: EGC

http://eprints.undip.ac.id/43896/3/Gilang_YA_G2A009181_Bab2KTI.pdf

http://repo.unsrat.ac.id/1129/3/ISI_(5).pdf

jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/715/571

http://eprints.undip.ac.id/37291/1/AGNESIA_NUARIMA_G2A008009_LAP_KTI.p
df

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22069/Chapter%20II.pdf;jsess
ionid=1033DE83793F16E03485A6B67E308EA8?sequence=4

37

Anda mungkin juga menyukai