Anda di halaman 1dari 36

OPTIMALISASI PERAN KOMITE MEDIK DALAM PENEGAKAN

ETIKA DAN DISIPLIN STAF MEDIK UNTUK MENINGKATKAN


PELAYANAN PUBLIK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Proposal Tesis

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Hukum Militer

Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Gelar Magister Hukum Kesehatan

Oleh

dr HUSNUL MUTMAINNAH

NIM : 21040058

SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER

PROGRAM PASCASARJANA
2

A. Latar Belakang.

Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan

sosial. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan

melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara

menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional. Sejalan

dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh

pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara

bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak.

Dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, harus didukung oleh sekurang-

kurangnya 3 (tiga) pilar yaitu negara, pemerintah, hukum dan aparatur penegak

hukum. Hal tersebut tersurat pada ketentuan Alinea keempat Pembukaan Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Alinea keempat ini memuat

2
3

tujuan didirikannya Negara Republik Indonesia seperti yang tersebut diatas, dengan

demikian

Pengukuhan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai konstitusi

negara telah membuka peluang penyelenggaraan negara yang sedapat mungkin

memprioritaskan kesejahteraan umum. Penyelenggara negara menyadari kondisi

tersebut yang kemudian mengambil langkah strategis dengan melakukan amandemen

UUD 1945 dengan tujuan akhir adalah agar tercipta kesejahteraan umum.

Amandemen Pasal I ayat (3) UUD 1945 semakin memperjelas paham negara hukum

terkait erat dengan negara kesejahteraan (welfare state) atau paham negara hukum

materiil sesuai dengan bunyi aliena keempat Pembukaan dan ketentuan Pasal 34

UUD 1945. Implementasi paham negara hukum materiil akan mendukung dan

mempercepat terwujudnya negara kesejahteraan di Indonesia

Untuk mencapai sehat yang optimal diperlukan pembangunan kesehatan

masyarakat yang optimal, pembangunan kesehatan berperan penting dalam

pembangunan manusia sebagai sumber-sumber pembangunan. Derajat kesehatan

yang tinggi akan meningkatkan produktifitas tenaga kerja. Peningkatan produktifitas

dapat mempertajam daya saing bangsa dalam dunia yang makin ketat persaingan. 1

Kesejahteraan manusia diawali oleh kesehatan manusia yang sangat penting

diperhatikan oleh pemerintah, kondisi sehat akan bisa berpendidikan karena otak

1
World Health Organization Tahun 50-an Pickit dan Hanlon, 2001

3
4

berkembang dan berpendidikan sehingga individu dalam masyarakat menjadi

sejahtera. Jadi kesehatan adalah hulunya yang merupakan unsur tidak terpisahkan dari

kesejahteraan manusia, serta merupakan kondisi normal yang menjadi hak wajar

setiap orang yang hidup dalam upaya penyesuaiannya dengan lingkungan dimanapun

ia berada di alam ini. Sehat merupakan kondisi kesehatan yang utuh baik fisik,

mental, maupun social serta tidak hanya terbatas dari penyakit dan kematian.

Dari Undang-undang Kesehatan No 39 tahun 2009 disebutkan bahwa

“Pembangunan Kesehatan“ pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya

kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan untuk hidup sehat bagi

setiap penduduk agar mewujudkan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

penduduk agar mewujudkan derajat masyarakat yang optimal sebagai salah satu

unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional serta merupakan salah satu

pendukung Sistem Kesehatan Nasional (Budioro B, 2002).

Upaya kesehatan nasional didukung oleh pelayanan kesehatan yang optimal.

Upaya pelayanan kesehatan yang semula hanya berupa penyembuhan penderita saja,

secara berangsur-angsur berkembang sehingga mencakup upaya peningkatan

(promotif), pencegahan (preventif), upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya

pemulihan yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dengan peran

serta masyarakat.2

2
Nila Moeloek, 1945 : Menkes : Kesehatan adalah hulu kesejahteraan

4
5

Aspek kesehatan dan kesejahteraan hidup ( good health and well being )

berada pada poin tujuan ke 3 yang menjadi sorotan untuk mendapatkan perhatian

khusus. Kesehatan yang baik dan kesejahteraan hidup adalah modal utama

terwujudnya mimpi dunia. Kesehatan yang tidak baik dan kesejahteraan hidup yang

tidak terwujud akan mempersulit perjalanan manusia dalam mewujudkan mimpi

dunia.

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan

oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi

pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan antar

upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah

dilaksanakan oleh periode sebelumnya.

Sistem perencanaan pembangunan nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa

setiap kementerian perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang mengacu pada

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Sehingga Kementerian

Kesehatan untuk kurun waktu tahun 2015–2019 dituangkan dalam bentuk Rencana

Strategi (Renstra). Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program

Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi

5
6

masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang

didukung dengan Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu

paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional.

Pilar paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan

dalam pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat.

Pilar penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses

pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan

kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko

kesehatan. Sementara itu pilar jaminan kesehatan nasional dilakukan dengan strategi

perluasan sasaran dan benefit serta kendali mutu dan kendali biaya. 3

Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan tingkat pertama/primer,

pelayanan kesehatan tingkat kedua/sekunder dan pelayanan kesehatan tingkat

ketiga/tersier. Rumah Sakit sebagai Fasilitas Layanan publik tingkat kedua/sekunder

dan ada juga Rumah Sakit sebagai pelayanan kesehatan tingkat ketiga/tersier

merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik

tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,

kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap

mampu meningkatkan peiayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat

agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

3
Izza Qorina, Peningkatan Kesehatan dan Kesejahteraan anak sebagai masa depan bangsa
untuk Indonesia Maju, Kedokteran, Universitas Ahmad Dahlan.

6
7

Dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan Rumah Sakit serta

pengaturan hak dan kewajiban masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan, Dalam

Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaran Bidang Perumahsakitan diatur hal-hal

terkait Klasifikasi Rumah Sakit, Kewajiban Rumah Sakit, Akreditasi Rumah Sakit,

pembinaan dan pengawasan Rumah Sakit, dan tata cara pengenaan sanksi

administrasi. Komite Medik merupakan organisasi non struktural yang dibentuk di


4

rumah sakit oleh Kepala/Direktur rumah sakit. Komite medik adalah perangkat rumah

sakit untuk menerapkan tata Kelola klinis (clinical governance) agar staf medis di

Rumah Sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan

mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis. Pengaturan

penyelenggaraan Komite medik di setiap rumah sakit tertuang dalam PERMENKES

755 tahun 2011 untuk mewujukan tata Kelola klinis (clinical governance) yang baik

di semua pelayanan medis yang dilakukan oleh staf medis di rumah sakit yang

dilakukan atas penugasan klinis kepala/direktur rumah sakit.

Penugasan klinis sebagaimana dimaksud berupa pemberian kewenangan klinis

(clinical privilege) oleh kepala/direktur rumah sakit melalui surat penugasan klinis

(clinical appointment) kepada staf medis yang bersangkutan. Surat penugasan klinis

diterbitkan oleh kepala/direktur rumah sakit setelah mendapat rekomendasi dari

4
Dr. dr. Sutoto, M.Kes, Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit versi 1.1

7
8

komite medik, dimana rekomendaasi ini terbit setelah dilakukan kredensial oleh

Komite medik.

Keberadaan staf medis dalam rumah sakit merupakan suatu keniscayaan

karena kualitas pelayanan rumah sakit sangat ditentukan oleh kinerja para staf

medis dirumah sakit tersebut. Yang lebih penting lagi kinerja staf medis akan

sangat mempengaruhi keselamatan pasien di rumah sakit. Untuk itu rumah sakit

perlu menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik untuk

melindungi pasien. Hal ini sejalan dengan amanat peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan kesehatan dan perumahsakitan. Komite medik menjalankan

fungsi untuk menegakkan profesionalisme dengan mengendalikan staf medis yang

melakukan pelayanan medis di rumah sakit. Pengendalian tersebut dilakukan

dengan mengatur secara rinci kewenangan melakukan pelayanan medis

(delineation of clinical privileges). Pengendalian ini dilakukan secara bersama

oleh kepala/direktur rumah sakit dan komite medik. Komite medik melakukan

kredensial dalam proses kredensial Staf medik yang akan bekerja diwawancarai

salah satu aspek wawancara adalah etika.

Etika yang berasal dari bahasa Yunani ethos merujuk pada karakter,

watak, kesusilaan atau adat istiadat. Dalam konteks perilaku manusia, etika

merupakan ajaran untuk dapat membedakan yang benar dan salah. Pengertian

etika dibatasi dengan dasar nilai moral menyangkut apa yang diperbolehkan

8
9

atau tidak diperbolehkan, baik atau tidak baik, pantas atau tidak pantas pada

perilaku manusia. Oleh karena itu etika berkaitan dengan nilai individu,

kelompok maupun masyarakat tentang cara hidup yang dirasa baik serta

berlangsung dari generasi ke generasi melalui pewarisan sistem nilai5

Pemahaman mengenai etika dibedakan menjadi etika umum dan etika khusus.

Sumber etika umum meliputi: 1) agama; 2) lingkungan masyarakat umum; 3)

peraturan formal; 4) lingkungan pekerjaan; 5) lingkungan ketetanggaan; 6)

lingkungan keluarga; 7) hati nurani individual. Etika umum berisi prinsip-

prinsip dasar yang berlaku bagi manusia secara universal. Batasannya adalah

lingkungan masyarakat.

Sedangkan etika khusus berisi prinsip-prinsip dasar yang dikaitkan

dengan tanggung jawab manusia sebagai staf medik, berlaku dalam suatu

praktek professional kedokteran, berbentuk kode etik kedokteran Indonesia

(KODEKI). Sumber etika khusus Staf Medik meliputi: 1) agama; 2) ideology

negara; 3) UUD 1945; 4) UU/Perpu/Peraturan Pemerintah; 5)Peraturan

Menteri Kesehatan/Keputusan Menteri Kesehatan; 6) peraturan internal staf

medik; dan 7) penugasan kewenangan klinis, yang terwujud dalam perilaku

yang melayani diadaptasikan dalam kehidupan professional seorang

dokter/dokter gigi.

51
Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1989. Hal. 205.

9
10

Etika berhubungan erat dengan moral, meskipun ruang lingkup moral

lebih sempit. Etika tidak mempunyai kewenangan untuk

memerintah/melarang suatu tindakan, namun etika hanya mengajarkan

struktur dan teknologinya. Berbeda halnya dengan moral yang dapat berperan

sebagai buku pedoman, mengarahkan bagaimana seharusnya individu

bertindak dan mempergunakan suatu alat dalam mengambil suatu keputusan.

Peran etika dan moral dalam membimbing tindak staf medik

menghadapi kompleksitas serta keragaman masalah yang menuntut

pengambilan keputusan/tindakan cepat, tepat, dan menghindari konflik

kepentingan, terutama dalam konteks kehidupan aparatur di ranah publik.

Komite medik memegang peran utama dalam menegakkan Disiplin staf

medis yang bekerja di rumah sakit. Peran tersebut meliputi rekomendasi

pemberian izin melakukan pelayanan medis di rumah sakit (clinical

appointment) termasuk rinciannya (delineation of clinical privilege),

memelihara kompetensi melalui proses audit medik/audit klinis berkala serta

menegakkan disiplin profesi dalam mengikuti aturan aturan rumah sakit, baik

itu peraturan internal staf medik maupun peraturan lainnya yang berlaku.

Untuk itu kepala/direktur rumah sakit berkewajiban agar komite medis

senantiasa memiliki akses informasi terinci tentang masalah keprofesian

setiap staf medis di rumah sakit. Komite Medik menegakkan disiplin profesi

serta merekomendasikan tindak lanjutnya kepada kepala/direktur rumah sakit;

sedangkan kepala/direktur rumah sakit menindaklanjuti rekomendasi komite

10
11

medik dengan mengerahkan semua sumber daya agar profesionalisme para

staf medis dapat diterapkan dirumah sakit Salah satu tugas Komite medik

adalah melakukan Audit klinik. Audit ini merupakan bagian yang penting dari

tiap pelayanan kesehatan yang profesional dalam memberikan pelayanan

kesehatan yang bermutu. Tujuan utama dari audit adalah untuk efek positif

pada mutu pelayanan dan efektifitas pelayanan pada pasien yang dilayani oleh

Staf Rumah Sakit.Dari hasil Audit klinis tersebut Komite medik sebagai dasar

dalam upaya untuk menegakkan disiplin staf medik, ini bertujuan untuk

melindungi pasien dari pelayanan staf medis yang tidak memenuhi syarat

(unqualified) dan tidak layak (unfit/ unproper) untuk melakukan asuhan klinis

(clinical care). Komite medik melakukan pemeriksaan staf medis yang diduga

melakukan pelanggaran disiplin, dan apabila terbukti akan dikeluarkan

rekomendasi pendisiplinan pelaku profesional di rumah sakit. Pemberian

nasehat/pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis pada asuhan medis

pasien. Tugas Direktur sebagai pimpinan tertinggi Rumah sakit membuat

keputusan pemberian sanksi. Baik itu teguran lisan, teguran tertulis, atau

pencabutan kewenangan klinis atau tidak dipekerjakan lagi dalam pelayanan.6

Seorang penulis, orator dan negarawan Romawi dia adalah Cicero(106-43

SM) yang menciptakan kata dignitas, martabat manusia yang menyangkut aspek

keutamaan atau keungguulan menjadikannya layak dihormati. Kata dignitas

6
Sjahdeni, Sutan Remy, Hukum Malpraktek Tenaga Medik, Jilid 1, 2020.

11
12

dihubungkan dengan kewajiban kewajiban manusia. Ketika itu, kewajiban public

mendapatkan nilai yang sangat tinggi di dalam masyarakat, sehingga orang yang

melalaikannya akan dipandang rendah. Menurut dan Cicero, martabat manusia

terletak pada tindakannya yang disesuaikan dengan tugas dan kewajibannya. Dalam

hubungan dokter dan pasien, bila mengacu pada dignitas ciptaan Cicero, maka akan

bertemu dua dignitas, yakni dignitas dokter dan dignitas pasien. Dignitas Dokter

sebagai profesi, yang karena jasanya sehingga menunjukkan level keutamaan, yang

tidak sama untuk semua orang di tengah masyarakat. Dignitas ini bisa naik dan bisa

pula turun. Karena itu, ia lebih dekat dengan kata “HARKAT” dalam Bahasa

Indonesia atau attributed dignity.7 Sementara itu dignitas pasien lebih menekankan

aspek kesamaan antar manusia. Dignitas pasien adalah dignitas manusia yang stabil

tidak berubah selama pasien itu adalah manusia. Tidak berubah walau manusia itu

kehilangan Sebagian anggota badannya atau sakit. Dalam Bahasa Indonesia

dimaknai sebagai martabat dari bahasa Arab “martabah” yang berarti kedudukan

atau peringkat utama atau mulia. Sering pula disebut martabat manusia. Sebagai

profesi luhur, Komite Medik bertugas memelihara kompetensi dan perilaku para staf

medis yang telah bekerja, maka Staf medik dituntut untuk sungguh-sungguh

mengamalkan pengetahuan dan keterampilan medik yang berfokus pada pasien. Staf

medik dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya menjaga keselamatan

pasiennya adalah dengan menjaga standar dan kompetensi yang akan berhadapan

langsung dengan para pasien di rumah sakit. Upaya ini dilakukan dengan cara
7
Zaenal Abidin, Menegakkan Harkat Profesi Dokter, 2022

12
13

mengatur agar setiap pelayanan medis yang dilakukan terhadap pasien hanya

dilakukan oleh staf medis yang benar-benar kompeten. Kompetensi ini meliputi dua

aspek, kompetensi profesi medis yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan

perilaku profesional, serta kompetensi fisik dan mental.

Keberlangsungan upaya menjaga keselamatan pasien menjadi sebuah budaya

keselamatan pasien dimana Keberadaan moral merupakan karakter dan sifat individu

yang khusus, merujuk pada tingkah laku spontan, seperti rasa kasih, kemurahan hati,

kebesaran jiwa, kejujuran, kebenaran, kebaikan. Sikap yang berbelas kasih dan

menjunjung martabat manusia perlu selalu di-implementasikan kedalam praktek

sehari hari. Perilaku staf medik seharusnya mengarahkan keputusan/tindakan

menjunjung harkat dan martabat manusia yang dilayani. Setiap Staf medik

memberikan pelayanan yang dinilai oleh masyarakat sebagai suatu yang sangat

bermanfaat. Hubungan kepercayaan ini melahirkan adanya sikap kepasrahan pasien

kepada dokternya.

Berdasarkan pengamatan penulis permasalahan mengenai kelalaian medis

sudah terdapat beberapa tulisan, namun pada pembahasan ini penulis melakukan

penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini masih sangat orisinal mengingat data yag

digunakan adalah data-data yang terbaru. Pada penelitian ini, penulis akan membahas

permasalahan yang berfokus pada “OPTIMALISASI PERAN KOMITE MEDIK

DALAM PENEGAKAN ETIKA DAN DISIPLIN STAF MEDIK UNTUK

MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK DI RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH”

13
14

B. Pokok Permasalahan.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis akan mengambil

perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Komite Medik berperan aktif menegakkan etika dalam

upaya budaya keselamatan pasien?

2. Bagaimana Komite Medik berperan menegakkan Disiplin Staf Medik

dalam upaya budaya keselamatan pasien?

C. Tujuan Penelitian.

Berdasarkan pokok permasalahan yang diajukan, maka tujuan penelitian yang

ingin dicapai adalah :

1. Untuk menganalisis Bagaimana Komite Medik berperan aktif menjaga

penegakan etika bermartabat dalam upaya budaya keselamatan pasien.

2. Untuk menganalisis Komite Medik berperan menegakkan Disiplin Staf

Medik dalam upaya budaya keselamatan pasien.

D. Manfaat Penelitian.

Diharapkan penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

a) Sebagai sumbangan pemikiran sekaligus sebagai bahan bacaan

untuk menambah wawasan/berfikir dalam bidang hukum

14
15

khususnya mengenai pendekatan teori hukum bioetika staf

medik yang bertugas di RSUD dalam rangka pengakan etik

oleh komite medik.

b) Penelitian ini diharapkan bermanfaat pada masa yang akan

datang dalam bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum

kesehatan dan hukum kedokteran.

2. Manfaat Praktis.

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi

masyarakat luas, pihak-pihak yang berkepentingan khususnya para penegak

hukum, praktisi Kesehatan dalam hal ini komite medik di RSUD, dan

akademisi dalam proses pendekatan teori bioetika staf medik dalam rangka

menegakan kedisiplinan.

E. Kerangka Teori dan Definisi Operasional

1. Kerangka Teori

Kerangka pemikiran berisi uraian teori yang digunakan sebagai landasan

untuk penelitian yang relevan dengan masalah hukum yang diteliti sehingga

kerangaka pemikiran meruapakan uraian cara berfikir teoritis mengenai masalah

yang hendak diteliti. Adapun uraian tentang kerangaka pemikiran diantaranya

adalah:

15
16

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori sangat diperlukan dalam setiap penulisan penelitian.8

Suatu teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih,

atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan

sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji.

Keadaan yang universal pada beberapa sisi menunjukkan adanya

berbagai kelemahan pada konsumen sehingga konsumen tidak berada pada

kedudukan yang aman maka dari itu, secara mendasar konsumen juga

membutuhkan perlindungan hukum yang universal pula. Mengingat lemahnya

kedudukan konsumen pada umumnya dibandingkan dengan pelaku usaha

yang relatif kuat dalam banyak hal, maka pembahasan perlindungan

konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji.9

a. Teori Pertanggung Jawaban

Di samping adanya hak dan kewajiban yang perlu di perhatikan oleh

konsumen dan pelaku usaha, ada juga prinsip pertanggungjawaban yang harus di

perhatikan.10 Dalam hal hukum perlindungan konsumen, prinsip


8
Satjipto, Ilmu Hukum, Citra Bakti, Bandung, 1991, hlm. 254.
9
Abdul Halim Barakatulah, Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoritis dan
Perkembangan Pemikiran ),Ctk Pertama, Nusa Media, Bandung ,2008, hlm. 19.
10
John Pieris dan Wiwik Sri Widiarty, Negara Hukum Dan Perlindungan Konsumen Terhadap
Produk Pangan Kadaluwarsa, Pelangi Cendikia, Jakarta, 2007, hlm. 85.

16
17

pertanggungjawaban merupakan perihal yang sangat penting, karena kasus-

kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis

siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat

dibebankan kepada pihak-pihak terkait.

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat

penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran

hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus

bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada

pihak-pihak terkait.11

Beberapa sumber formal hukum, seperti peraturan perundang-

undangan dan perjanjian standar di lapangan hukum keperdataan kerap

memberikan pembatasan-pembatasan terhadap tanggung jawab yang di pikul

oleh si pelanggar hak konsumen. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab

dala hukum dapat di bedakan sebagai berikut:

1. Kesalahan (Liability based on fault);

2. Praduga selalu bertanggung jawab (Presumption of liability);

3. Praduga selalu tidak bertanggung jawab (Presumption of nonliability);

4. Tanggung jawab mutlak (strict liability);

5. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability).12

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

mengakomodasi dua prinsip penting yakni, tanggung jawab produk (Product


11
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Grasindo, Jakarta, 2000, hlm. 59.
12
Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum., Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika,
Jakarta, 2008, hlm. 92.

17
18

liability) dan tanggung jawab professional (professional liablitiy). Tanggung

jawab produk merupakan tanggung jawab produsen untuk produk yang

dipasarkan kepada pemakai, yang menimbulkan dan menyebabkan kerugian

karena cacat yang melekat pada produk tersebut. Adapun tanggung jawab

professional berhubungan dengan jasa, yakni tanggung jawab produsen terkait

dengan jasa professional yang diberikan kepada klien. 13

b. Teori Hukum Kesehatan

Hukum kesehatan termasuk hukum “lex specialis”, yang melindungi

secara khusus tugas profesi kesehatan (provider) dalam program pelayanan

kesehatan manusia menuju ke arah tujuan deklarasi “health for all” dan

terhadap pasien (receiver) untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. 51 Hukum

kesehatan ini mengatur hak dan kewajiban masing-masing penyelenggara

pelayanan dan penerima pelayanan, baik sebagai perorangan (pasien) atau

kelompok masyarakat.52 Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia dalam

anggaran dasarnya menyatakan “Hukum kesehatan adalah semua ketentuan

hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan

kesehatan dan penerapannya serta hak dan kewajiban baik perorangan dan

segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari

pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek organisasi; sarana

pedoman medis nasional atau internasional, hukum di bidang kedokteran,

yurisprudensi serta ilmu pengetahuan bidang kedokteran kesehatan. Yang


13
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Prenadamedia Group, Jakarta, 2013, hlm. 107.

18
19

dimaksud dengan hukum kedokteran ialah bagian hukum kesehatan yang

menyangkut pelayanan medis.53 Hukum kesehatan menurut H.J.J. Lennen

adalah keseluruhan ketentuan- ketentuan hukum yang berkaitan langsung

dengan pelayanan Kesehatan. dan penerapan kaidah-kaidah hukum perdata,

hukum administrasi negara, dan hukum pidana dalam kaitannya dengan hal

54
tersebut. Sehingga hukum kesehatan adalah seluruh kumpulan peraturan

yang mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.

Sumber hukum kesehatan tidak hanya bertumpu pada hukum tertulis (undang-

undang), namun juga pada jurisprudensi, traktat, konsensus, dan pendapat ahli

hukum serta ahli kedokteran (termasuk doktrin).55 Siti Fadilah

mengungkapkan bahwasanya Teori Hukum Kesehatan merupakan teori hukum

yang mengkaji dan menganalisis hukum berhubungan dengan bidang

kesehatan, sehingga bisa menghasilkan Hukum Kesehatan yang memberikan

rasa keadilan di dalam masyarakat, terutama masyarakat yang memerlukan

atau membutuhkan pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan.56 Dalam

penulisan tesis ini diungkapan teori hukum kesehatan yang memberikan hak

dan kewajiban bagi dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang juga

seorang dokter pendidik klinis dan dokter peserta program pendidikan dokter

spesialis sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan, dan juga para pasien yang

merupakan pihak pemakai jasa pelayanan kesehatan. Dalam kaitan dengan hal

tersebut dilakukan penerapan kaidah-kaidah hukum perdata, hukum

administrasi negara, dan hukum pidana.

19
20

2. Definisi Operasional.

Dalam penelitian ini untuk mempermudah pemahaman dan adanya

kesamaan pengertian, maka dikemukakan istilah-istilah sebagai berikut:

a. Rumah Sakit adalah institusi kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.14

b. Hukum Kesehatan meliputi semua ketentuan hukum yang langsung

berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan dari hukum

perdata, hukum pidana, dan hukum administratif dalam hubungan

tersebut. Pula pedoman internasional, hukum kebiasaan dan yurisprudensi

yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu,

literatur, menjadi sumber hukum kesehatan.15

c. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.16

d. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan

dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi

14
Indonesia (b), Undang-undang Rumah Sakit, UU No. 44 Tahun 2009, LN No. 153 Tahun 2009, TLN
No. 5072, Ps. 1 ayat (1).
15
Fred Ameln, op. cit., hlm. 14.
16
Indonesia (a), op. cit., Ps.1 ayat (6).

20
21

baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah

Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.17

e. Pasien adalah setiap orang yang melakuan konsultasi kesehatannya untuk

memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung

maupun tidak langsung di rumah sakit.18

f. Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah

persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan

mengenai tindakan kedokteran yang dilakukan terhadap pasien tersebut. 19

g. Standar Profesi adalah batasan kemampuan (capacity) meliputi

pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap profesional

(professional attitude) yang minimal harus dikuasai oleh seorang individu

untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara

mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.20

h. Malpraktik Medis adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan

tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat

pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka

menurut ukuran di lingkungan yang sama.21

17
Ibid., Ps. 1 ayat (2).
18
Indonesia (b), op.cit., Ps. 1 ayat (4).
19
Peraturan Menteri Kesehatan (a) Republik Indonesia Nomor 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran, Ps. 1ayat (1).
20
Indonesia (b), op.cit., penjelasan Ps. 13 ayat (3).
21
Valentin V, La Society de Bienfaisane Mutuelle de Los Angelos, California, App. 2d, 172 P. 2d
359, 1956.

21
22

i. Perbuatan Melawan Hukum diartikan sebagai suatu perbuatan atau

kealpaan, yang bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan

dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan, baik dengan

kesusilaan, maupun dengan keharusan yang harus diindahkan dalam

pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda.22

j. Perjanjian adalah peristiwa hukum yang menimbulkan perikatan di mana

dua subyek hukum melakukan hubungan hukum yang bersifat mengikat.

Suatu hubungan hukum antara dua pihak di mana satu pihak berjanji atau

dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan

suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.23

F. Metode Penelitian.

Untuk memudahkan dalam penyusunan tesis ini, maka dilakukan

penelitian dengan metode atau cara sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada tesis ini adalah jenis penelitian

yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder sebagai

bahan dasar untuk diteliti dengan melakukan penelusuran terhadap

22
M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1982), hlm. 17.
23
Wirjono Prodjodikoro (a), Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hlm. 4.

22
23

peraturan-peraturan terkait dengan permasalahan yang dibahas.24 Pokok

kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah

yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap

orang, sehingga penelitian hukum normatif berfokus pada inventarisasi

hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum dalam

perkara in concreto, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum,

perbandingan hukum dan sejarah hukum. Penelitian ini juga

memanfaatkan kepustakaan sebagai suatu studi dokumen, karena

penelitian ini banyak menganalisis melalui studi kepustakaan atau lebih

dikenal dengan studi pada data sekunder.25 Penelitian ini didukung oleh

jenis penelitian yuridis empiris terbatas atau disebut dengan penelitian

lapangan yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang

terjadi dalam kenyataannya di masyarakat, suatu penelitian hukum

mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif

secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi di

dalam masyarakat. Suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan

yang sebenarnya atau keadaan nyata di masyarakat dengan maksud

mengetahui fakta-fakta serta data-data yang diperlukan, yang kemudian

24
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 13-14
25
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. 1 (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
2004), hlm.52

23
24

dapat disimpulkan untuk mengidentifikasi masalah.26Disebut terbatas

dikarenakan penelitian hukum ini dilakukan dengan melakukan proses

wawancara terhadap para nara sumber yang telah ditentukan oleh

penulis yang mengerti dan memahami akan topik yang akan dibahas

dalam Tesis ini.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam tesis ini adalah deskriptif dan preskriptif


analitik. Metode penelitian deskriptif analitik menurut Sugiyono adalah
metode untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang
mengandung makna dan secara signifikan dapat mempengaruhi
substansi penelitian. Artinya metode ini menyajikan secara langsung
hakikat hubungan antara peneliti dengan partisipan atau objek dan
subjek penelitian. Metode ini juga berusaha untuk menganalisis subjek
penelitian agar didapatkan data yang mendalam27 Pada tesis ini analisis
berupa pemaparan yang bertujuan memberikan gambaran secara rinci,
jelas, sistematis yang secara keseluruhan berkaitan dengan segala
masalah dan hal-hal yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti,
berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, serta menyangkut
segala permasalahan yuridis yang ada kaitannya dengan peristiwa
hukum di dunia medis antara dokter penanggung jawab pelayanan yang
juga merupakan dokter pendidik klinis, dan dokter peserta program
pendidikan dokter spesialis dengan masyarakat sebagai penerima
26
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 2012.
hlm., 126

27
Sugiyono. Op. cit. hlm. 3

24
25

pelayanan jasa kedokteran. . Permasalahan ini berhubungan dengan


pertanggung jawaban penyelesaiaan sengketa medis antara fasilitas
Kesehatan dan pasien ditinjau dari hukum Kesehatan, Penelitian
preskriptif analitik adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk
mendapatkan saran-saran atau masukan-masukan mengenai apa yang
harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. 62 Dalam
ilmu hukum bukan semata-mata meneliti kebenaran kaidah tetapi
meneliti tentang berlaku tidaknya kaidah hukum tentang apa yang
sebaiknya dilakukan28 Penelitian preskriptif analitik yang dilakukan
pada tesis ini bertujuan untuk mendapatkan masukan-masukan hukum
dan aturan hukum yang berlaku dalam hal pertanggung jawaban
penyelesaiaan sengketa medis antara fasilitas Kesehatan dan pasien
ditinjau dari hukum Kesehatan mengenai pengaturan pertanggung
jawabannya antara fasilitas Kesehatan dan pasien.

3. Pendekatan Penelitian

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan (library

research) untuk mengumpulkan bahan primer, bahan hukum sekunder

maupun bahan hukum tersier29. Manfaat studi pustaka adalah menggali teori-

28
Sudikno Mertokusumo, PENEMUAN HUKUM SEBUAH PENGANTAR, CV Maha Karya Pustaka,
Yogyakarta, 2020, hlm.33

29
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Metode Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta:
Rajawali, 1985), hal.39.

25
26

teori dasar dan konsep-konsep yang telah ditemukan oleh para ahli, mengikuti

perkembangan bidang yang akan diteliti, memperoleh orientasi yang lebih

luas dan mendalam terhadap permasalahan yang akan diteliti, dan mengetahui

tentang teknik pengungkapan pemikiran kritis secara ekonimis.30 Bahan-bahan

hukum tersebut adalah sebagai berikut:

a) Sumber Data.

Adapun sumber data penelitian terdiri dari data Primer dan data

Sekunder.

1) Data Primer adalah data yang didapatkan dari hasil wawancara

atau kontak secara langsung antara peneliti dengan pemberi

informasi praktisi (tenaga medis) dan akademisi hukum sebagai

data pendukung dari data yang telah ada dari data sekunder yang

berhubugan dengan pendekatan teori economic analysis of law

dalam penyelesaian pertanggungjawaban kelalaian medis.

2) Data Sekunder adalah merupakan data yang didapatkan

dari dokumen-dokumen resmi, berupa buku-buku dan dari

hasil penilitian yang sudah terbentuk berupa laporan. Data

sekunder yang dimaksud adalah data yang didapatkan dari

sumber yang telah dikumpulkan dengan melalui studi dari

dokumen terkait dengan pendekatan teori economic analysis of

30
Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1983),
hal. 39.

26
27

law dalam penyelesaian pertanggungjawaban kelalaian medis

melalui bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

(a) Bahan Hukum Primer.

Adapun yang menjadi sumber bahan hukum

Primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif berupa peraturan perundang-undangan dan

putusan pengadilan. Peraturan perundang-undangan

tersebut meliputi:

(1) Undang-undang Kesehatan, UU No. 36 Tahun

2009, LN No. 144 Tahun 2009,TLN No. 5063

(2) Undang-undang Rumah Sakit, UU No. 44 Tahun

2009, LN No. 153 Tahun 2009, TLN No. 5072.

(3) Undang-undang Praktik Kedokteran, UU No. 29

Tahun 2004, LN. 116 Tahun 2004, TLN. 4431.

(4) Kitab Undang-undang Hukum Perdata [Burgerlijk

Wetboek]. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.

Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, 2008.

(5) Peraturan Pemerintah tentang Tenaga Kesehatan,

PP Nomor 32 Tahun 1996, LN. No. 49 Tahun

1996.

(6) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan

27
28

Tindakan Kedokteran.

(b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan hukum Sekunder adalah

bahan hukum yang memberikan penjelasan

tentang bahan hukum primer, contohnya dari

hasil penelitan, berupa rancangan Undang-

Undang, hasil cipta karya dari praktisi kalangan

ahli hukum.

(c) Bahan Hukum Tersier.

Bahan Hukum Tersier adalah merupakan

bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder. Bahan hukum tersier

terdiri dari Kamus, Buku-buku, Majalah

ilmiah/jurnal, Surat Kabar, Tesis, Disertasi,

Publikasi Elektronik, Ensiklopedia dan

Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan

kelalaian medis.

b) Pengumpulan Data.

28
29

Pengumpulan data dilakukan melalui pendekatan kepustakaan.

Bahan data diperoleh dan dikumpulkan dari sumber data berupa buku-

buku, majalah, surat kabar, majalah artikel, internet hasil penelitian

dan putusan sidang pengadilan dan perundang-undangan dalam hukum

pidana serta melakukan mempelajari dokumen-dokumen yang terkait

dengan pokok permasalahan.

4. Data Penelitian.

Sebagai bagian dari isi penelitian, disamping penyajian data yang


dilakukan melelui penelitian hukum normatif, dilakukan pula analisis melalui
metode kualitatif, yang dimaksud dengan metode kualitatif adalah suatu tata
cara penelitian yang menghasilkan data deksritif-analitis sebagai sesuatu yang
utuh.31

5. Pengolahan Dan Analisa Data

Pengolahan data penelitian ini secara kualitatif yaitu dengan cara

melakukan penafsiran hukum untuk menganalisis data yang telah diperoleh

dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan serta menguraikan detail,

baik data primer maupun sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian. Hal

tersebut lebih mudah disesuaikan dan dapat menyajikan hakekat hubungan

antara konsep yuridis dengan data yang akan diteliti secara langsung.

31
Soerjono Seokanto, Op.Cit., hal. 250.

29
30

Sehingga, metode ini lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan

penajaman terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah deskriptif dan preskriptif analisis, yaitu analisis

data kualitatif dimana data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka.

Dengan demikian, setelah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

berupa dokumen diperoleh lengkap, selanjutnya dianalisis dan dikaitkan

dengan masalah yang akan diteliti. Analisis juga dengan menggunakan

sumber-sumber dari para ahli berupa meminta pendapat dan teori yang

berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu peneliti menggunakan metode

preskriptif analisis yaitu bagaimana seharusnya kedepan apa yang diharapkan,

atau apa yang diproyeksikan ke depan. Dalam hal ini, bagaimana analisis

yuridis Pendekatan teori menggunakan Pertanggung jawaban, perlindungan

konsumen, serta teori hukum Kesehatan dalam penyelesaian

pertanggungjawaban kelalaian medis.

G. Asumsi-Asumsi.

Berdasarkan uraian tulisan di atas maka penulis dalam hal ini mengambil

asumsi-asumsi/kesimpulan awal sebagai berikut :

1. Penyelesaian dalam oraganisasi komite medik menjalankan fungsi

untuk menegakkan profesionalisme dengan mengendalikan staf medis

30
31

yang melakukan pelayanan medis di rumah sakit.. Komite medik

melakukan kredensial dalam proses kredensial Staf medik yang akan

bekerja diwawancarai salah satu aspek wawancara adalah etika.

2. Penyelesaian Medik dalam memelihara kompetensi dan perilaku para

staf medis yang telah bekerja, maka Staf medik dituntut untuk

sungguh-sungguh mengamalkan pengetahuan dan keterampilan medik

yang berfokus pada pasien. Staf medik dalam menjalankan tugas dan

tanggung jawabnya menjaga keselamatan pasiennya.

H. Sistematika Penulisan.

Mengingat perlunya pembahasan secara mendalam terhadap permasalahan ini,

maka ruang lingkup bahasan dalam penelitian ini dibatasi pada pendekatan teori

economic analysis of law dalam penyelesaian pertanggungjawaban kelalaian medis.

Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan

karya ilmiah yang sesuai dengan aturan yang baru dalam penulisan karya ilmiah,

maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah,

identifikasi masalah perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, kerangka teoritis, kerangka konseptual,

metode penelitian, asumsi hasil penelitian dan sistematika

penulisan tesis.

31
32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERTANGGUNG

JAWABAN KOMITE MEDIK

Dalam Bab ini, membahas mengenai tinjauan pustaka Teori

Pertanggung Jawaban Komite Medik, kemudian juga dijelaskan

aturan-aturan antara lain dalam Undang-Undang Dasar 1945,

dalam perundang-undangan kesehatan, Undang-Undang praktik

kedokteran, keputusan kementrian, Kesehatan Republik

Indonesia yang berkaitan dengan penyelesaian pertanggung

jawaban komite medik yang dilakukan untuk mendisiplinkan

staf medik dalam birokrat bersih melayani pasien dalam

pelaksanaan pelayanan Kesehatan dari hubungan hukum

perdata.

BAB III PERAN KOMITE MEDIK DALAM PENEGAKAN

ETIKA DAN DISIPLIN STAF MEDIK

Bab ini penulis, mencoba membahas dan menguraikan

beberapa peningkatan optimalisasi peran komite medik dalam

penegakan etika dan disiplin staf medik yang bertujuan agar

pasien merasa nyaman di dalam rumah sakit

BAB IV OPTIMALISASI PERAN KOMITE MEDIK DALAM

PENEGAKAN ETIKA DAN DISIPLIN STAF MEDIK

UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK DI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

32
33

Bab ini mengenai, pembahasan analisis dalam peraturan

Undang-Undang Dasar 1945, Perundang-undangan Kesehatan,

Undang-Undang praktik kedokteran, keputusan kementrian,

Kesehatan Republik Indonesia dikaitkan dengan identifikasi

masalah terkait optimalisasi peran komite medik dalam

penegakan etika

BAB V PENUTUP

Bab ini adalah bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran,

pendapat dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya sekaligus

merupakan jawaban terhadap permasalahan pada tesis ini dan

selanjutnya diharapkan menjadi bahan pertimbangan atau acuan

serta sumbangan ilmiah dan pemikiran kepada pihak yang

membutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

33
34

BUKU

Abdul Halim Barakatulah, Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoritis dan


Perkembangan

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum


Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004

Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum., Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar
Grafika,
Jakarta, 2008

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 13-14

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktek,


Jakarta, Rineka Cipta, 2012.
Sudikno Mertokusumo, PENEMUAN HUKUM SEBUAH PENGANTAR, CV Maha
Karya Pustaka, Yogyakarta, 2020

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Metode Penelitian Hukum Normatif,


Jakarta: Rajawali, 1985

Pemikiran ),Ctk Pertama, Nusa Media,


Bandung ,2008,

John Pieris dan Wiwik Sri Widiarty, Negara Hukum Dan Perlindungan Konsumen
Terhadap Produk

Pangan Kadaluwarsa, Pelangi Cendikia,


Jakarta, 2007

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Grasindo,


Jakarta, 2000

Valentin V, La Society de Bienfaisane Mutuelle de Los Angelos,


California, App. 2d, 172 P. 2d 359, 1956.

34
35

M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum,


Jakarta: Pradnya Paramita, 1982)

Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survey,


Jakarta: LP3ES, 1983

Satjipto, Ilmu Hukum, Citra Bakti,


Bandung, 1991

Wirjono Prodjodikoro (a), Asas-asas Hukum Perjanjian,


Bandung: Mandar Maju, 2000

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Prenadamedia Group,


Jakarta, 2013

JURNAL

World Health Organization Tahun 50-an Pickit dan Hanlon, 2001

Nila Moeloek, 1945 : Menkes : Kesehatan adalah hulu kesejahteraan

Izza Qorina, Peningkatan Kesehatan dan Kesejahteraan anak sebagai masa depan
bangsa untuk Indonesia Maju, Kedokteran, Universitas Ahmad Dahlan.

Dr. dr. Sutoto, M.Kes, Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit versi 1.1
Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1989.

Sjahdeni, Sutan Remy, Hukum Malpraktek Tenaga Medik, Jilid 1, 2020.

Zaenal Abidin, Menegakkan Harkat Profesi Dokter, 2022

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

35
36

Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Hermien Hadiati


Koeswadji, 1992

Konsideran Menimbang UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Undang-


Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

Undang – Undang nomor 44 tentang Rumah Sakit

Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 Pasal 46 tentang Rumah Sakit

Undang-undang Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009, LN No. 153 Tahun 2009, TLN No.
5072, Ps. 1 ayat (1).

Peraturan Menteri Kesehatan (a) Republik Indonesia Nomor 290 Tahun 2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran, Ps. 1ayat (1).

36

Anda mungkin juga menyukai