Anda di halaman 1dari 17

MATA KULIAH: HUKUM KESEHATAN

Dosen Pembimbing: DR. Maryati Sutarno, SPd, SST, MARS

TUGAS
DOKTRIN DOKTRIN YANG BERLAKU
DALAM PELAYANAN KESEHATAN

KELOMPOK XIII
(TIGA BELAS)
PROGRAM AHLI JENJANG KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ABDI NUSANTARA JAKARTA
2022
KELOMPOK XIII
(TIGA BELAS)

SRI AFIFATURAHMAH

YENI ANDRIYANI ASTUTI DWI .A.

FARIANTY REZA NURAFITA

NIRMALA KALIKY SANTI SANTIKA


PENDAHULUAN
Hak atas kesehatan bagi masyarakat dijamin oleh  UU Pelayanan Kegawadaruratan Pasal 1, butir ke 1
Negara melalui ketentuan Pasal 4 Undang-Undang “Pelayanan Kegawatdaruratan adalah tindakan medis
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang dibutuhkan oleh pasien gawat darurat dalam waktu
(selanjutnya disebut dengan Undang-Undang segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan
Kesehatan) kecacatan”
Untuk mewujudkan kesehatan kepada setiap orang  UU Pelayanan Kegawadaruratan Pasal 3 (2) “Kriteria
dibutuhkan tiga pilar pendukung yang meliputi kegawatdaruratan meliputii (1)Mengancam nyawa,
upaya kesehatan, fasilitas kesehatan dan tenaga membahayakan diri dan orang lain/ lingkungan, (2)
kesehatan, diatur dalam aturan: Adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan, dan
 UU Kesehatan Pasal 1, butir ke 7 “Fasilitas sirkulasi., (3)Adanya penurunan kesadaran, (4) Adanya
pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau gangguan hemodinamik, dan/atau, (5) Memerlukan
tempat yang digunakan untuk tindakan segera”
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan,  UU tentang Rumah Sakit Pasal 1 (2) “Negara menjamin
baik promotif, preventif, kuratif dan kesehatannya dalam memperoleh pelayanan kesehatan
rehabilitatif yang dilakukan oleh bagi setiap warga negaranya”
Pemerintah,pemerintah daerah, dan/atau  Konstitusi negara RI dalam Pasal 28A dan 28H ayat (1)
masyarakat” UUD 1945 “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
 UU Kesehatan Pasal 1, butir 11: (1) Upaya mempertahankan hidup dan kehidupannya, serta berhak
kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau memperoleh pelayanan kesehatan”
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara  Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 “Negara bertanggung jawab
terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
untuk memelihara dan meningkatkan derajat pelayanan umum yang layak”
kesehatan masyarakat dalam bentuk  Pasal 32 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 “dalam keadaan
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, darurat fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah
pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan 8
PENGERTIAN HUKUM KESEHATAN
Prof. Dr. Rang : “Hukum Kesehatan adalah seluruh aturan-aturan hukum dan
hubungan-hubungan kedudukan hukum yang langsung berkembang dengan atau yang
menentukan situasi kesehatan di dalam mana manusia berada”.

Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH. : “Ilmu Hukum Kedokteran meliputi peraturan-
peraturan dan keputusan hukum mengenai pengelolaan praktek kedokteran”.

C.S.T. Kansil, SH. : “Hukum Kesehatan ialah rangkaian peraturan


perundangundangan dalam bidang kesehatan yang mengatur pelayanan medik dan
sarana medik. Kesehatan yang dimaksud adalah keadaan yang meliputi kesehatan
badan, rohani (mental) dan sosial, dan bukan hanay keadaan yang bebas dari
cacat, penyakit dan kelemahan”.

Prof. H.J.J. Leenen : “Hukum Kesehatan meliputi semua ketentuan hukum yang
langsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan dari hukum
perdata, hukum pidana, dan hukum adminstrasi dalam hubungan tersebut. Dan juga
pedoman internasional, hukum kebiasaan dan yurisprudensi yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu-ilmudan literatur yang menjadi sumber
hukum kesehatan”.
ETIKA DAN HUKUM

Hubungan atau korelasi dari Pengertian etika dan kesehatan sebagaimana


dengan pengertian di atas ialah etika tidak dapat dipisahkan dalam setiap tata
kelakuan dalam dunia kesehatan, karena di dalamnya berkaitan dengan pola
hubungan antara manusia satu dengan lainya, dalam kontek hubungan terapeutik
atau penyembuhan antara dokter dan pasien. Ketika hubungan ini di lakukan
maka secara tidak langsung kedudukan etika pun tercipta dalam setiap tindakan
medis oleh dokter atau tenaga medis kepada pasien. Hal ini dikarenakan etika
berbicara tentang moralitas manusia.

Hubungannya dengan kesehatan ialah etika menjadi norma bagi tenaga medis
dalam berprilaku atau menjalankan tugasnya sebagai pelayanan kesehatan, kode
etik pada umumnya disusun oleh organisasi profesi yang bersangkutan, ruang
lingkup kewajiban bagi anggota profesi atau isi kode etik profesi pada
umumnya mencakup, kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien/client,
kewajiban terhadap teman sejawatnya, kewajiban terhadap diri sendiri.
TUJUAN KODE ETIK PROFESI

 Menjunjung tinggi martabat profesi


 Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
 Meningkatkan, pengabdian para anggota profesi
 Meningkatkan mutu profesi
 Meningkatkan mutu organisasi profesi
 Meningkatkan layanan di ats keuntungan pribadi
 Mempunya orgaisasi profesional yang kut dan terjalin erat
 Menentukan baku standarnya sendiri.
FUNGSI KODE ETIK PROFESI

1. Kode etik dijadikan sebagai acuan kontrol moral,


atau semacam pengawasan perilaku, yang sanksinya
lebih di konsentrasikan secara psikologis dan
kelembagaan. Pelaku profesi yang melanggar, selain
menyalahi ketentuan perundang-undangan yang
berlaku ( jika ada indikasi yang dapat menunjukan
jenis dan modus pelanggaranya). Juga dapat
bertanggung jawab secara moral
2. Kode etik menuntut terciptanya integritas moral
yang kuat di kalangan pengemban profesi.
3. Martabat atau jati diri suatu organisasi profesi akan
ditentukan pula oleh kualitas pemberdayaan kode
etik profesi, organisasi itu sendiri.
Setiap undang-undang
KETENTUAN mencantumkan
TUNDUK PADA UNDANG dengan
UNDANGtegas sanksi yang

diancamkan kepada pelanggarnya, hal ini menjadi peringatan atau


pertimbangan bagi masyarakat untuk tunduk dan patuh pada ketentuan
perundang-undangan, dan hal ini pula termanifestasikan dalam
rumusan kode etik profesi yang memberlakukan sanksi undang-undang
kepada pelanggarannya. Dalam rumusan kode etik prpfesi
dicantumkan ketentuan, “ Pelanggar kode etik dapat dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, ini berarti jika
pelanggar kode etik profesi itu merugikan klien atau pencari keadilan,
maka dia dapat dikenai sanksi undang-undang, yaitu pembayaran ganti
kerugian, pembayaran denda, pencabutan hak tertentu, atau pidana
badan. Untuk itu, harus ditempuh saluran hukum yangberlaku bahwa
yang berwenang memberi sanksi itu adalah pengadilan. Dengan kata
lain, pelanggar kode etik profesi dapat di ajukan ke muka pengadilan
TINDAK PIDANA DALAM KESEHATAN
Pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana
disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.30
Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan
diancam pidana, dengan syarat larangan ditunjukkan kepada perbuataan, sedangkan ancaman pidananya
ditunjukkan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.

Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundangundangan yang ada maupun dari
berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah:
1. Tindak pidana, berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita dan hampir
seluruh peraturan perundang-undangan kita menggunakan istilah ini.
2. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya, Mr. R. Tresna dalam
bukunya “Azas-Azas Hukum Pidana.Dan para ahli hukum lainnya.
3. Delik, berasal dari bahasa latin “delictum” digunakan untuk menggambarkan apa yang
dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dapat dijumpai di beberapa literatur, misalnya
Drs. E. Utrect, S.H.
4. Pelanggaran Pidana, dijumpai dibeberapa buku pokok-pokok hukum pidana yang ditulis oleh
Mr. M.H Tirtaamidjaja.
5. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Mr. Karni dalam
bukunya”Ringkasan tentang Hukum Pidana”.
6. Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan dalam pembentukan undang-undang dalam UUD
No. 12/Drt/1951 tentang senjata api dan bahan peledak (baca pasal 3)
7. Perbuatan Pidana, digunakan oleh Prof. Mr. Moeljatnomdalam beberapa tulisan beliau, misal
dalam buku asas-asas hukum pidana.
UNSUR UNSUR TINDAK PIDANA
Handeling (perbuatan manusia)
Yang di maksud Handeling atau perbuatan manusia adalah melakukan sesuatu (een doen) dan
melalaikan atau tidak (een nalaten atau niet doen) sehingga berakhibat pada hukum.

Wederrechtjek (melanggar hukum)


1. Sifat Melawan Hukum Formal, Sifat hukum formal Artinya bahwa semua unsur yang
tertulis dalam undang-undang telah terpenuhi.
2. Sifat Melawan Hukum Materi, Artinya perbuatan tersebut telah merusak atau melanggar
kepentingan hukum yang dilindungi oleh rumusan delik tersebut. Kepentingan yang
hendak dilindungi pembentuk undang-undang itu dinamakan “kepentingan hukum”. 36
Contoh seorang pembunuhan di ancam pidana, hal ini dalam rangka hukum melindungi
kepentingan hukum berupa nyawa. Pencurian diancam pidana karena melindungi
kepentingan hukum yaitu kepemilikan.
3. Sifat Melawan Hukum Umum, Sifat melawan hukum umum ini sama halnya melawan
hukum secara formal, namun ini menuju pada aturan hukum yang tidak tertulis yang
berlaku dalam masyarakat.
4. Sifat melawan hukum khusus, Bahwa sifat melawan hukum khusus dapat melihat rumusan
dalam undang-undang seperti pada rumusan delik pencurian “...dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum..”.
Masalah Medikolegal pada Penanganan Pasien Gawat Darurat
Pada umumnya tindakan medis yang akan dilakukan
kepada pasien harus didahului dengan inform consent
yang ditandatangi pasien atau keluarga pasien. Namun
seringkali di IGD tidak memungkinkan bagi tenaga
kesehatan untuk memperoleh inform consent, bias
dikarenakan pasien tidak sadarkan diri, belum atau
tidak ada keluarga dari pasien, padahal tindakan harus
segera dilakukan, sehingga dokter harus tetap
bertindak meskipun tanpa infom consent.Dalam kasus
ini, terdapat bebrapa dasar yang membenarkan
dilakukannya tindakan medis tanpa inform
consent pada keadaan gawat darurat
Dasar yang membenarkan dilakukannya tindakan
medis tanpa inform consent pada keadaan gawat
darurat

1.Doktrin Fiksi Ilmiah (Leenen)


Jika pasien dalam kondisi tidak sadarkan firi
dan tidak ada keluarga atau wali dari pasien,
sementara kondisi pasien membutuhkan tindakan
medis segera, maka dokter mengandikan bahwa
pasien nantinya pasti akan menyetujui tindakan
yang dilakukanya. Saat pasien sadar, diberikan
informasi dan penjelasan mengenai tindakan
tersebut.
2.Doktrin van der Mijn (zaakwerneming)
Dokter secara sukarela mengambil alih tanggung jawab
dan melakukan pertolongan jika pasien gawat darurat
dalam kondisi tidak sadar dan tidak terdapat keluarga
atau wali dari pasien tanggung jawab yang diambil oleh
dokter kemudian dikembalikan kepada pasien setelah
pasien sadar. Dasar doktrin ini adalah
Zaakwarneming (pasal 1354 KUHPerdata), yaitu :
1.Yang diurus adalah urusan orang lain
2. Yang melakukan pengurusan melakukannya secara
sukarela
3.Yang melakukan harus tau dan ingin melakukan
tindakan tersebut. Terpenuhinya syarat keadaan: orang
tidak sadarkan diri, keadaan gawar darurat, keluarga
atau wali pasien tidak ada.
3.Doktrin life saving

Dokter dapat melakukan tindakan medis


apapun meskipun tanpa inform consent
dalam rangka menyelamatkan nyawa
seseorang, dokter tidak dapat digugat atau
dituntut oleh pasien dan keluarganya atas
dilakukannya tindakan medis tersebut
4. Volenti non fit inura.
 Doktrin ini berdasarkan pandangan bahwa bila seseorang
telah mengetahui bahwa ada resiko dan secara suka rela
bersedia menanggung resiko tersebut, jika kemudian
resiko itu benar terjadi, ia tidak lagi dapat menuntut (he
who willingly undertakes a risk cannot afterwards
complains).
 Contoh : Dalam dunia kedokteran seperti beberapa operasi
yang mengandung resiko yang sangat tinggi yaitu cangkok
ginjal dari donor hidup. Resiko ini melekat pada donor dan
resipiens, dan bila resiko ini terjadi dokter tidak mungkin
dituntut
Contributory negligence
sikap tindak yang tidak wajar dari pihak pasien, yang
mengakibatkan kerugian atau cidera pada dirinya, tanpa
memandang apakah pada pihak dokter terdapat pula
kelalaian atau tidak. Doktrin ini juga tidak memandang
apakah sikap tindak pasien itu sengaja atau tidak, dan ini
menjadi dasar peniadaan/penghapusan hukuman pada pihak
dokter. Misalnya pasien berkeras pulang ke rumah setelah
operasi padahal belum diizinkan oleh dokter. Kelalaian dari
pihak pasien seberapa kecilpun, dapat menjadi alasan
penghapusan/peniadaan hukuman pada pihak dokter.
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai