Anda di halaman 1dari 10

Kasus Posisi 22

Manajemen Sistem Komunikasi Konsultasi Medik dihubungkan dengan Hukum Rekam Medik dan Informed Consent
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Rekam Medik dan Infomed Consent

Pengajar: Tammy Juwono Siarif, dr., SH, MHKes

Disusun oleh: Dony Septriana Rosady

PROGRAM MAGISTER HUKUM KESEHATAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2012

Kasus Posisi 22 Manajemen Sistem Komunikasi Konsultasi Medik dihubungkan dengan Hukum Rekam Medik dan Informed Consent Oleh : Dony Septriana Rosady

Konsultasi adalah upaya meminta bantuan profesional terkait penangan suatu kasus penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter, kepada dokter lain yang lebih ahli di bidangnya. Namun kewenangan penanganan masih berada pada dokter yang melakukan konsultasi. Konsultasi berbeda dengan rujukan yang dilakukan oleh seorang dokter kepada dokter lain. Pada rujukan terdapat pelimpahan wewenang dan tanggung jawab penanganan kasus penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lain.1 Menurut Mc Whinney (1981) Praktik Konsultasi Medik berisi tentang :2 a) Penjelasan lengkap kepada pasien alasan untuk konsultasi

b) Berkomunikasi secara langsung dengan dokter konsultan (surat, formulir khusus,


catatan di rekam medik, formal/ informal lewat telefon) c) Keterangan lengkap tentang pasien d) Konsultan bersedia memberikan konsultasi Konsultasi Medik merupakan hal yang sering ditemui dalam praktik kedokteran. Hal ini dikarenakan keterbatasan dokter dalam menangani keluhan pasien baik dalam hal kompetensi maupun kewenangan dalam menjalankan praktiknya. Biasanya tahapan-tahapan konsultasi yang dilakukan adalah seperti berikut : Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan konsultasi dan rujukan. Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika menyangkut hal-hal yang peka, seperti dokter ahli tertentu.

Kasus Posisi 22 Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi langsung dengan dokter yang dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat atau bentuk tertulis yang memuat informasi secara lengkap tentang identitas, riwayat penyakit dan penanganan yang dilakukan oleh dokter keluarga. Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus selengkap mungkin. Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya untuk memastikan diagnosis, menginterpretasikan hasil pemeriksaaan khusus, memintakan nasihat pengobatan atau yang lainnya.

Sesuai dengan kode etik profesi, sudah sewajarnya dokter yang dimintakan
konsultasi wajib memberikan bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa diluar keahliannya, harus menasihatkan agar berkonsultasi ke dokter ahli lain yang lebih sesuai. Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan

Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggung jawab masing-masing pihak


Dalam pelaksanaannya pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam hal konsultasi medik dan rujukan dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggung jawab penderita sepenuhnya


kepada dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tersebut tidak ikut menanganinya.

2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan


penderita hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja.

Kasus Posisi 22

3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan penderita


sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya.

4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan penderita


sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.1 Konsultasi Medik yang dilakukan selama memberikan pelayanan kepada pasien harus juga dicatat dalam rekam medik. Hal ini dikarenakan konsultasi medik merupakan salah satu bentuk praktik kedokteran. Pada Pasal 51(b) UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran disebutkan bahwa dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan. Selain itu terkait hukum rekam medik maka seluruh konsultasi medik yang dilakukan selama penanganan pasien perlu dicatat pula dalam berkas rekam medik. Hal ini sesuai dengan Pasal 46 UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yaitu :

1.

Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedoktcran wajib membuat rekam medik.

2.

Rekam medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

3.

Setiap catatan rekam medik harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Kasus Posisi 22 Tata cara penulisan rekam medik telah dituangkan dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medik yaitu sebagai berikut : Pasal 5 (1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib rnembuat rekam medik. (2) Rekam medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan. (3) Pembuatan rekam medik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah dberikan kepada pasien. (4) Setiap pencatatan ke dalam rekam medik harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung, (5) Dalam hai terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medik dapat dilakukan pembetulan. (6) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.

Kasus Posisi 22 Kebijakan Manajemen Sistem Komunikasi Konsultasi Medik : KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT PADA SLAMET NOMOR: 13/A/IV/2012 TENTANG SISTEM KOMUNIKASI KONSULTASI MEDIK DI RUMAH SAKIT PADA SLAMET ________________________________________________________________________ DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT PADA SELAMET MENIMBANG : 1. Bahwa dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu serta untuk memenuhi standar keselamatan pasien bagi pasien yang berobat ke RS Pada Slamet, maka perlu dibuatkan perencanaan pelayanan yang baik. 2. Bahwa untuk memberikan pelayanan yang baik serta memenuhi standar pelayanan medik yang baik bagi pasien maka perlu dilaksanakan Sistem Komunikasi Konsultasi Medik. 3. Bahwa dokter yang berhak memberikan pelayanan medik maupun konsultasi medik di RS Pada Slamet adalah dokter anggota Staf Medik Fungsional. (SMF). 4. Bahwa penerimaan calon anggota Staf Medik Fungsional dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan dan direkomendasikan oleh Komite Medik. 5. Bahwa untuk menetapkan Sistem Komunikasi Konsultasi Medik perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Utama RS Pada Slamet. MENGINGAT 1. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 2. Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 3. Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 4. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan 5. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. 6. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medik. 7. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 772/Menkes/Per/VI/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik. 8. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaw). 9. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medik (Medical Staf Bylaws) 10. Keputusan Direktur Utama RS Pada Slamet nomor 5/A/II/2012 tentang Pedoman Umum Pelayanan Medik di Rumah Sakit Pada Slamet

MEMUTUSKAN

Kasus Posisi 22

MENETAPKAN PERTAMA : Setiap pasien yang mendapat pelayanan kesehatan di RS Pada Slamet berhak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya oleh dokter yang bertugas. : Dokter yang memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien di RS Pada Slamet dapat melakukan upaya konsultasi medik jika penanganan yang seharusnya dilakukan berada diluar kompetensi dan kewenangannya. : Tugas Dokter a. Melakukan penjelasan dan meminta persetujuan tindakan medik untuk semua penanganan medik yang akan dilakukan kepada pasien baik kepada pasien secara langsung atau kepada keluarga pasien. b. Melakukan anamnesa berupa pengkajian keluhan pasien serta melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien. c. Membuat diagnosa/diagnosa sementara terkait keluhan yang dirasakan oleh pasien. d. Membuat asuhan medik terhadap pasien yang menjadi tanggungjawabnya. e. Mendidik dan menjelaskan kepada pasien dan atau penanggung jawab keluarga yang menjadi tanggungjawabnya tentang aturan pelayanan medik di rumah sakit. f. Mencatat semua asuhan medik dan penjelasan / pendidikan kepada pasein dan atau penanggungjawab pasien dalam berkas Rekam Medik. : Dalam hal pasien membutuhkan penanganan medik secara lintas disiplin, maka Dokter dapat melakukan konsultasi medik dengan Dokter lain. Jawaban konsultasi medik dapat berupa arahan untuk pengelolaan lebih lanjut bagi pasien dan dalam hal ini dilakukan pelayanan rawat bersama dengan penanggung jawab utama adalah Dokter yang mengkonsulkan. Dalam hal pengelolaan berada diluar kompetensi dan kewenangan Dokter yang mengkonsulkan maka dilakukan alih rawat dengan menyerahkan tanggung jawab pelayanan kepada Dokter Konsultan dengan membuat acara penyerahan. : Apabila dalam penanganan medik pasien dikemudian hari timbul permasalahan baik dalam hal pelayanan medik atau etikmedikolegal maka penyelesaian maslah harus melibatkan Komite Medik dan Komite Etik dan Hukum.

KEDUA

KETIGA

KEEMPAT

KELIMA

KEDELAPAN : Keputusan ini diberlakukan sejak tanggal 1 April 2012 , dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penerapannya , akan dilakukan perubahan dan diperbaiki sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Bandung

Kasus Posisi 22 Pada Tanggal 1 April 2012 Direktur,

dr. Aman Sejahtera, SpOG, MARS, MHKes

SOP Sistem Komunikasi Konsultasi Medik : Rumah Sakit Pada Slamet Prosedur Tetap Sistem Komunikasi Konsultasi Medik No. Dokumen No Revisi Halaman 02 02 01 A 1/1 Ditetapkan Tanggal terbit Direktur, 04/04/2012 dr. Aman Sejahtera, SpOG, MARS, MHKes Sistem Komunikasi Konsultasi Medik adalah suatu sistem komunikasi diantara tenaga medik dengan tenaga medik yang lain untuk memperoleh masukan dan jawaban konsultasi dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang baik Tujuan Kebijakan bagi pasien. Mengupayakan penanganan yang tepat bagi pasien. Dokter yang bertugas baik di Poliklinik, Instalasi Gawat Darurat, dan Ruang Rawat Inap dapat melakukan konsultasi medik guna memperoleh masukan dari Dokter lain yang lebih ahli. Dalam hal penanganan keluhan pasien berada diluar kompetensi dan kewenangan Dokter, maka dapat dilakukan upaya rujukan kepada Dokter lain Petugas yang lebih ahli. 1. Dokter Umum 2. Dokter Spesialis Peralatan Prosedur 3. Operator 1. Dokter yang memerlukan konsultasi medik menulis dalam rekam medik pasien nama dokter yang dimintai konsultasi beserta keluhan yang dikonsultasikan kepada dokter lain 2. Konsultasi dilakukan dengan mengirimkan surat konsultasi kepada dokter konsultan, sedangkan dalam kondisi gawat/darurat konsultasi medik dapat

Pengertian

Kasus Posisi 22 dilakukan melalui telepon atau media komunikasi lainnya. 3. Jawaban konsultasi harus ditulis pada lembar jawaban konsultasi pada lembar konsultasi medik, sedangkan konsultasi melalui telepon dapat berupa instruksi langsung atau jawaban langsung dari dokter konsultan mengenai keluhan pasien dan harus dicatat dalam lembar konsultasi medik dan disatukan dalam berkas rekam medik. 4. Konsultasi yang dilakukan melalui telepon mengharuskan dokter konsultan untuk segera menandatangani jawaban konsultasi pada lembar jawaban konsultasi di dalam berkas rekam medik pasien. 5. Jawaban konsultasi dapat berupa arahan guna pengelolaan lebih lanjut pasien oleh dokter atau pengalihan penanganan pasien kepada dokter konsultan. 6. Seluruh konsultasi medik yang dilakukan harus dicatat dalam lembar konsultasi medik dan disatukan dalam berkas rekam medik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rina Amelia. 2010. Konsultasi dan Rujukan dalam Praktik Dokter Keluarga. USU. Medan.

Kasus Posisi 22

2. Anies. 2006. Kedokteran Keluarga dan Pelayanan Kedokteran yang Bermutu. Semarang.
3. UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

4. Permenkes No.269 tahun 2008 tentang Rekam Medik

Anda mungkin juga menyukai