Anda di halaman 1dari 8

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG

RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA

PANDUAN SECOND OPINION


RUMAH SAKIT TK. III BALADHIKA HUSADA
JL. PB. SUDIRMAN No. 45 JEMBER
TELP/FAX/EMAIL (0331) 484674, 489207/ (0331) 425673
Email : rsadbaladhikahusada@yahoo.co.id

TA. 2015
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................3
BAB I DEFINISI............................................................................................................................4
A. Pendahuluan......................................................................................................................4
B. Tujuan................................................................................................................................4
C. Fungsi.................................................................................................................................4
D. Definisi...............................................................................................................................4
BAB II. RUANG LINGKUP..............................................................................................................5
A. Penanggung jawab pemberian second opinion.................................................................5
B. Penerima informasi Second opinion..................................................................................5
C. Unit Terkait........................................................................................................................5
D. Tindakan yang dapat dimintakan Second Opinion.....7
BAB III TATA LAKSANA..................................................................................................................6
A. Tata laksana melakukan Second Opinion...........................................................................6
B. Tata laksana Indikasi dilakukannya Second opinion...........................................................6
C. Tata laksana kejelasan/kepastian informasi yang disampaikan........................................7
BAB IV DOKUMENTASI...............................................................................................................8
A. Formulir catatan Medis pasien, termasuk semua hasil pemeriksaan penunjang............8
DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG
RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanallah taalah, atas segala rahmat dan hidayah yang telah
diberikan kepada semuanya, sehingga Buku Panduan Second Opinion pasien di Rumah Sakit ini
dapat diselesaikan dan disusun dengan baik.
Buku panduan ini sebagai buku panduan yang dapat dipergunakan sebagai pegangan dalam
melaksanakan tugas di rumah sakit khususnya terhadap kebutuhan pasien akan second opinion.
Kami berharap, dengan buku panduan ini dapat menjadikan peningkatan dalam proses
pelayanan kesehatan yang secara maximal dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang
telah ada.

Jember, Januari 2015


Karumkit Tk. III Baladhika Husada,

dr. A. Rusli Budi Ansyah, Sp.B., MARS


Letnan Kolonel Ckm NRP 1920047940367
BAB I DEFINISI

A. Pendahuluan
1. Bahwa hak untuk mendapatkan pendapat kedua (second opinion) adalah dipunyai oleh pasien
sesuai dengan Undang-undang nomer 44 tahun 2009 bagian empat pasal 32 poin H tentang
Rumah Sakit Setiap pasien memiliki hak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah
Sakit.
2. Bahwa masalah kesehatan seseorang (pasien) adalah tanggung jawab pasien itu sendiri.
Dengan demikian, sepanjang keadaan kesehatan tersebut tidak sampai mengganggu orang lain,
maka keputusan untuk mengobati atau tidaknya masalah kesehatan yang dimaksud sepenuhnya
terpulang dan menjadi tanggung jawab yang bersangkutan.
3. Bahwa tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter untuk meningkatkan atau
memulihkan kesehatan pasien hanya merupakan suatu upaya yang tidak wajib diterima oleh
pasien yang bersangkutan, karena sesungguhnya dalam pelayanan kedokteran tidak seorang pun
yang dapat memastikan hasil akhir dari diselenggarakan pelayanan kedokteran tersebut. Dan
karena itu tidak etis sifatnya jika penerimaannya dipaksakan. Jika seseorang karena satu dan lain
hal, tidak dapat atau tidak bersedia menerima tindakan kedokteran yang ditawarkan, maka
sepanjang penolakan tersebut tidak membahayakan orang lain, harus dihormati.
B. Tujuan
1. Mendapatkan perspekstif yang berbeda
2. Memastikan perbandingan diagnose untuk mendapatkan kepastian
3. Meyakinkan atas keragu-raguan pada diri pasien akan diagnose yang telah diberikan.
C. Fungsi
1. Memberikan kenyamanan akan diagnosa pasti dari dokter lain.
2. Menciptakan keakuratan dan kevalidan tindakan medis yang nantinya akan dilakukan.
3. Memantabkan pengambilan keputusan yang lebih rasional terhadap penyakit dan proses
perawatan serta pengobatan pada diri pasien.
4. Mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien
5. Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan

D. Definisi
1. Second opinion atau mencari second opinion yang berbeda adalah pendapat medis yang
diberikan oleh seorang dokter dalam memberikan diagnosa pasti akan kesehatan pasiennya untuk
memastikan/meyakinkan diagnosa yang telah diberikan oleh dokter lain terkait dengan
kesehatannya sesuai dengan kondisi penyakit yang dideritanya.
2. Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi, yang dengan probabilitas tertentu dapat mengakibatkan
kematian atau kecacatan (kehilangan anggota badan atau kerusakan fungsi organ tubuh tertentu),
misalnya tindakan bedah atau tindakan invasif tertentu;
3. Tindakan medik adalah tindakan yang bersifat diagnostik terapeutik yang dilakukan terhadap
pasien.
4. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit, baik dalam keadaan sehat
maupun sakit.
5. Dokter adalah dokter umum/dokter spesialis dan dokter gigi /dokter gigi spesialis yang
bekerja di rumah sakit.
6. Kompeten adalah cakap untuk menerima informasi, memahami, menganalisisnya, dan
menggunakannya dalam membuat persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi.
BAB II. RUANG LINGKUP

A. Penanggung jawab pemberian second opinion


1. Dokter dan Praktisi medis yang berkompeten dibidang dan keahliannya.
2. Dokter DPJP pasien

B. Penerima informasi Second opinion


1. Pasien
2. Keluarga yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien (sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan)

C. Unit Terkait
1. Rawat Jalan
2. Rawat inap
3. IGD

D. Tindakan yang dapat dimintakan Second Opinion


1. Tindakan operasi: appendictomi, tonsilektomi, caesar,dll
2. Pemberian obat jangka panjang (>2 mg), misalnya pemberian obat TBC jangka panjang,
antibiotika jangka panjang dll
3. Mengadviskan pemberian obat yang sangat mahal : obat, antibiotika, susu mahal. imunisasi
yang sangat mahal
4. Kebiasaan dokter memberikan terlalu sering antibiotika berlebihan pada kasus yang tidak
seharusnya diberikan : seperti infeksi saluran napas, diare, muntah, demam virus, dan sebagainya.
Biasanya dokter memberikan diagnosis infeksi virus tetapi selalu diberi antibiotika.
5. Mengadviskan pemeriksaan laboratorium dengan biaya sangat besar
6. Diagnosis dokter yang meragukan : biasanya dokter tersebut menggunakan istilah gejala
seperti gejala tifus, gejala ADHD, gejala demam berdarah, gejala usus buntu. Atau diagnosis autis
ringan, ADHD ringan dan gangguan perilaku lainnya.
7. Pemeriksaan dan pengobatan yang tidak direkomendasikan oleh institusi kesehatan nasional
atau internasional : seperti pengobatan dan terapi bioresonansi.
BAB III TATA LAKSANA

A. Tata laksana melakukan Second Opinion


1. Pasien dan keluarga pasien yang telah menjalani pemeriksaan, pengobatan dan perawatan
oleh dokter di Rumah Sakit.
2. Mencari informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai media untuk mendapatkan bahan
pertimbangan sebelum mengambil tindakan mencari second opinion.
3. Pemilihan second opinion berdasarkan kepada dokter yang sesuai kompetensinya atau
keahliannya.
4. Mencari second opinion terhadap dokter yang dapat menjelaskan dengan mudah, jelas,
lengkap dan dapat menggambarkan apa kebutuhan medis yang diperlukan dan disesuaikan
dengan kondisi real penyakit yang dideritanya.
5. Second opinion dimungkinkan untuk mendapatkan peneguhan/meyakinkan
6. Second opinion dimungkinkan apabila keterangan pendapat dokter tidak jelas,
membingungkan atau kurang meyakinkan
7. Second opinion dimungkinkan apabila hasil diagnosis tidak cocok dengan keluhan yang
dirasakan sehingga meragukan.
8. Second opinion dimungkinkan apabila gejala tidak ditemukan atau tidak sepenuhnya
dieksplorasi
9. Second opinion dimungkinkan apabila telah menjalani pengobatan, perawatan tetapi kondisi
tidak kunjung membaik.
10. Second opinion dimungkinkan apabila dokter merekomendasikan pengobatan, perawatan
lanjutan tetapi kondisi masih belum merasa seperti yang direkomendasikan oleh dokter
11. Second opinion dimungkinan apabila pasien meragukan bidang keilmuan khususnya
keahliannya dokter dibidangnya.

B. Tata laksana Indikasi dilakukannya Second opinion


1. Keputusan dokter tentang tindakan operasi, di antaranya operasi usus buntu, operasi amandel
(tonsilektomi), operasi caesar, operasi hordeolum (bintitan), operasi ligasi ductus lacrimalis (mata
belekan dan berair terus)dan tindakan operasi lainnya.
2. Keputusan dokter tentang pemberian obat jangka panjang lebih dari 2 minggu, misalnya
pemberian obat TBC jangka panjang, pemberian antibiotika jangka panjang, pemberian obat anti
alergi jangka panjang dan pemberian obat-obat jangka panjang lannya
3. Keputusan dokter dalam mengadviskan pemberian obat yang sangat mahal : baik obat
minum, antibiotika atau pemberian susu
4. Kebiasaan dokter memberikan terlalu sering antibiotika berlebihan pada kasus yang tidak
seharusnya diberikan : seperti infeksi saluran napas, diare, muntah, demam virus, dan sebagainya.
Biasanya dokter memberikan diagnosis infeksi virus tetapi selalu diberi antibiotika.
5. Keputusan dokter dalam mengadviskan pemeriksaan laboratorium dengan biaya sangat besar
dan tidak sesuai dengan indikasi penyakit yang diderita
6. Keputusan dokter tentang suatu penyakit yang berulang diderita misalnya : penyakit tifus
berulang, pada kasus ini sering terjadi overdiagnosis tidak mengalami tifus tetapi diobati tifus
karena hasil pemeriksaan laboratorium yang menyesatkan
7. Keputusan diagnosis dokter yang meragukan : biasanya dokter tersebut menggunakan istilah
"gejala" seperti gejala tifus, gejala ADHD, gejala demam berdarah, gejala usus buntu. Atau
diagnosis autis ringan, ADHD ringan dan gangguan perilaku lainnya.
8. Keputusan pemeriksaan dan pengobatan yang tidak direkomendasikan oleh institusi
kesehatan nasional atau internasional dan tidak memiliki dasar evidance base medicine (kejadian
ilmiah berbasis bukti penelitian di bidang kedokteran): seperti pengobatan dan terapi
bioresonansi, pemeriksaan alergi IGG4 dikirim ke Amerika, pemeriksaan alergi melalui rambut dan
terapi bandul.

C. Tata laksana kejelasan/kepastian informasi yang disampaikan


1. Kejelasan informasi bagaimana dan kapan mereka akan dijelaskan tentang kondisi medis dan
diagnosis pasti kepada pasien.
2. Kejelasan informasi usulan dilakukan tindakan medik (diagnosis penyakit).
3. Kejelasan informasi manfaat dan kekurangan yang diharapkan dari tindakan medik yang
direncanakan.
4. kejelasan informasi alternatif tindakan medis lain yang dapat dilakukan.
5. Kejelasan informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medik
yang akan dilakukan (purpose of medical procedure)
6. Kejelasan informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan
(contemplated medical procedure)
7. Kejelasan informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis
tersebut dilakukan (prognosis with and without medical procedure)
8. Kejelasan informasi risiko (risk inherentin such medical procedure) atau akibat pasti jika
tindakan medik direncanakan tidak dilakukan.
9. Kejelasan informasi dan penjelasan tentang risiko dan mungkin komplikasi yang terjadi.
10. Kejelasan informasi akibat ikutan yang biasanya terjadi sesudah tindakan medik.
11. Kejelasan tentang dokter dan tenaga medis yang bertanggung jawab/tim dalam melakukan
tindakan medis
BAB IV DOKUMENTASI

1. Formulir permintaan second opinion


2. Formulir catatan Medis pasien, termasuk semua hasil pemeriksaan penunjang

Jember, Januari 2015


Karumkit Tk. III Baladhika Husada,

dr. A. Rusli Budi Ansyah, Sp.B., MARS


Letnan Kolonel Ckm NRP 1920047940367

Anda mungkin juga menyukai