Anda di halaman 1dari 25

RUMAH SAKIT UMUM “PURWA HUSADA”

Jl. Gajah Mada, Km.04, Candisari, Banyuurip, Purworejo


Telp. (0275)321998, Fax : (0275) 321998
Cp : 082138174002, Email : rspurwahusada@yahoo.co.id

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PURWA HUSADA


NOMOR : /PER/DIR/RSPH/II/2019
TENTANG
PANDUAN PENCEGAHAN INFEKSI PADA TINDAKAN ALAT STERIL DI
RUMAH SAKIT UMUM PURWA HUSADA

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PURWA HUSADA

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka mendukung peningkatan mutu pelayanan


kesehatan yang prima dan profesional, khususnya dalam upaya
pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit
dipelukan adanya suatu kebijakan.
b. Bahwa sehubungan dengan butir (a) diatas perlu ditetapkan melalui
suatu surat keputusan direktur.

Mengingat : 1. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009


Tentang Rumah Sakit ;
2. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 27 Tahun
2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PURWA


HUSADA TENTANG PANDUAN PENCEGAHAN INFEKSI PADA
TINDAKAN ALAT STERIL DI RUMAH SAKIT UMUM PURWA
HUSADA
Pertama : Panduan Pencegahan Infeksi pada Tindakan Alat Steril di Rumah sakit
Umum Purwa Husada sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Ini.
Kedua : Panduan Pencegahan Infeksi pada Tindakan Alat Steril di diberlakukan secara
konsisten
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila dikemudian

hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan diadakan

perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Purworejo
Pada tanggal : 3 Februari 2019
Direktur,

dr. Moch. Sudjoko, M.Kes


NIK. 01.01.015.130
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PURWA HUSADA
Nomor :
Tanggal :

BAB I
DEFINISI

1. Tindakan invasive adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh manusia. Tindakan invasive meliputi pemasanagan infus,
NGT,DC,Infus,Trakeostomi,CVP,WSD,ETT dan tindakan invasive lainnya.
2. Phlebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik
yang sering dilaporkan sebagai komplikasi pemasangan infus.
3. ISK (infeksi saluran kencing) adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih bagian
traktus urinarius terinfeksi oleh bakteri yang mampu melemahkan pertahanan tubuh.
4. Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan bawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area
secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
5. ILO (Infeksi Luka Operasi) adalah infeksi pada luka operasi/organ/ruang yang
terjadivdalam 30 hari paska dilakukannya tindakan pembedahan/operasi yang terjadi
pada kulit dan subkutan disertai dengan keluarnya nanah adri luka operasi.
6. IADP (infeksi aliran darah primer) adalah infeksi darah yang timbul tanpa ada organ
atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi.
7. Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat atau benda bebas dari mikroba hidup,
baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen / non patogen (tidak
menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetati f(siap untuk berkembang biak)
maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang biak,
tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat)
8. Alat steril adalah alat-alat yang telah mengalami proses sterilisasi diantaranya dengan
pemanasan, dengan uap air bertekanan dengan menngunakan autoclave atau
penyinaranden
BAB II
RUANG LINGKUP

2.1 Pencegahan infeksi pada tindakan invasive


1. Pencegahan infeksi sebelum melakukan tindakan invasive wajib dilakukan oleh semua
petugas yang melakukan tindakan invasive.
2. Pencegahan infeksi sebelum melakukan tindakan invasive dapat dilakukan dengan
melakukan praktek cuci tangan yaitu cuci tangan dengan mengunakan sabun dengan
air mengalir dan menggunakan larutan berbasis alcohol atau handrub. Praktek cuci
tangan dilakukan dengan 6 langkah 5 moment.

2.2 Pelabelan Pada Tindakan Invasif


1. Pelabelan wajib dilakukan pada setiap tindakan invasive.
2. Pelabelan dilakukan pada saat pertama kalinya pasien diberikan atau dilakukan
tindakan invasive, dimana pelabelan tersebut dilakukan oleh petugas atau perawat
yang melakukan tindakan invasive.
3. Label tindakan invasive berisi tanggal pertama kali dilakukannnya tindakan invasive.
4. Pelabelan tanggal dituliskan pada fiksasi alat invasive.
5. Label diganti bila alat invasive yang digunakan diganti dengan yang baru.

2.3 Pemantauan tanda-tanda infeksi pada Pemasangan Alat invasive.


1. Pemantauan setelah dilakukannya tindakan invasive dilakukan oleh petugas/perawat.
2. Pemantuan dilakukan terhadap kemungkinan tanda-tanda infeksi yaitu Calor
(panas),Dolor (rasa sakit), Rubor (Kemerahan), Tumor (pembengkakan), dan
Functiolaesa (Adanya perubahanf ungsisecara superficial).

2.4 Penggantian alat invasive


1. Penggantian alat invasive segera dilakukan apabila ada tanda tanda infeksi.
2. Penggantian alat invasive dilakukan sesuai dengan batas waktu penggantian alat
invasive.
2.5 Pencegahan Infeksi Pada Penggunaan Alat Steril
Pencegahan infeksi akibat penggunaan alat tidak steril dilakukan pencegahan dengan cara
memastikan penggunaan alat steril dengan cara mengecek tanggal kadarluarsa, tidak
menggunakan peralatan yang sudah kadarluarsa dan atau menggunakan alat yang kemasannya
sudah rusak (robek/ basah).

2.5.1 Kemasan
Setiap kemasan bahan/alat steril harus ada informasi sebagai petunjuk bahwa
bahan/alat tersebut telah melalui proses sterilisasi.
2.5.2 Label
1. Pelabelan wajib dilakukan pada alat yang telah disterilisasi
2. Label memuat tanggal sterilasi dan tanggal kadaluarsa.

2.6 Alat Steril yang Beresiko menyebabkan infeksi


2.6.1 Kadaluarsa
1. Alat steril yang telah memasuki tanggal kadaluarsa beresiko menyebabkan infeksi.
2. Alat steril yang telah memasuki tanggal kadaluarsa dilakukan pensterilan ulang
walaupun alat steril tersebut tidak dapat digunakan.

2.6.2 Kemasan
1. Kemasan dari alat steril yang mengalami kerusakan seperti lembab dan robek harus
dilakukan penggantian kemasan.
2. Alat steril yang kemasanya mengalami kerusakan baik lembab ataupun robek
dilakukan pensterilan ulang.

2.7 Pemantauan Infeksi


2.7.1 Pemantauan Infeksi Saluran Kencing Pada Pemasangan Kateter
1. Pemasangan Kateter pada pasien beresiko menyebabkan infeksi saluran kencing dan
menyebabkan trauma pada urethra.
2. Faktor resiko utama dari pemasangan kateter diantaranya disebabkan karena
pemakaian kateter yang terlalu lama, pemasangan tidak sesuai indikasi dan kurangnya
prosedur aseptis saat kateterisasi.
3. Penanganan infeksi saluran kencing dapat dilakukan dengan cara pelepasan atau
penggantian kateter sesuai dengan waktu penggantian katerter.
4. Upaya pencegahan ISK akibat katerisasi difokuskan pada teknik pemasangan kateter
secara aseptik dan sesuai indikasi.

2.7.2 Pemantauan Plebitis pada Pemasangan Infus


 Pemasangan infus pada pasien beresiko menyebabkan phlebitis.
 Faktor penyebab terjadinya Phlebitis yaitu kimia (Chemical Phlebitis), mekanik
(Mechanical Phlebitis),agen infeksi (bacterial phlebitis), dan post infuse (post
infuse phlebitis).
 Pencegahan phlebitis ditekankan pada kebersihan tangan, teknik aseptic, dan
perawatan daerah infus.

2.7.3 Pemantauan Dekubitus


 Pasien tirah baring beresiko tinggi mengalami kejadian dekubitus.
 Faktor yang menyebabkan terjadinya dekubitus ada dua factor yaitu factor
instrinsik dan factor ekstrinsik. Faktor intrinsic diantaranya penuaan
(regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM,
Status Gizi, underweight atau kebalikannya overweight, anemia,
hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologic dan penyakit –penyakit yang
merusak pembuluh darah, keadaan hidrasi/cairan tubuh. Factor ekstrinsik
diantaranya kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau
peraltan medik yang menyebabkan penderita terfisasi pada suatu sikap tertentu,
duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubhan posisi yang kurang.
 Dalam Upaya Pencegahan luka decubitus, peran perawat menurut Potter dan
Perry (2005) menyatakan ada 3 area intervensi keperawatan utama dalam
pencegahan luka decubitus yaitu :
1. Perawatan kulit yang meliputi perawatan hygiene dan pemberian topical
2. Pencegahan mekanik dan dukungan permukaan yang meliputi penggunaan
tempat tidur, pemberian posisi dan kasur terapeutik.
3. Edukasi, pemberian edukasi kepada pasien sangat diperlukan untuk
membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan ,
gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan
prilaku pada pasien.
4. Dalam memantau terjadinya decubitus Rumah Sakit Purwa
Husadamengacu pada Skala Norton karena skala ini lebih baik dalam
mendeteksi dini risiko decubitus (Widodo, 2010).

2.7.4 Pemantauan ILO (Infeksi Luka Operasi)


1. ILO terjadi pada pasien-pasien yang telah dilakukan tindakan operasi.

2. Infeksi luka operasi dibedakan menjadi :


A. Infeksi Luka Operasi ( ILO) Superfisial apabila didapat :
Infeksi terjadi dalam 30 hari pasca bedah dan terjadinya pada kulit dan
subkutan disertai salah satu tersebut dibawah ini :
a. Keluar nanah dari luka operasi
b. Terisolasi kuman pada ultur yang diambil dari cairan atau jaringan
c. Salah satu dari tanda dibbawah ini nyeri, pembengkakan, merah, lebih
panas dan ahli bedah sengaja membuka luka kecuali apabila kultur tidak
menunjukkan adanya pertumbuhan kuman
d. Rekomendasi dokter.
B. ILO DALAM ( PROFUNDA ) apabila didapat :
Infeksi terjadi 30 hari pasca bedah bila tanpa “ IMPLANT “ atau “ 1 “ ( satu )
tahun pasca bedah bila ada “ IMPLANT “ dan infeksi ini meliputi jaringan
lebih dalam dari fisia. Disertai salah satu tersebut dibawah ini :
a. Keluar nanah dari luka operasi.
b. Terjadi dehisensi luka secara spontan atau luka sengaja dibuka oleh dokter
apabila disertai dengan salah satu dari gejala panas ( 380C ) atau nyeri local
kecuali bila kultur tidak menunjukkan adanya kuman.
c. Adanya abses atau dibuktikan adanya abses dbawah fascia pada operasi
ulang atau pemeriksaan PA atau radiology menunjukkan gambaran infeksi.
d. Rekomendasi dokter.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko infeksi pada luka operasi meliputi.
1. Durasi rawat inap pra operatif
Semakin lama pasien dirawat di rumah sakit sebelum operasi, makasemakin rentan
terhadap infeksi luka. Alasan tepat mengenai kondisi tersebut tidak dapat diketahui
secara pasti, tetapi dimungkinkan karena kulit pasienterpapar mikroorganisme
rumah sakit yang resisten terhadap antibiotik multipel.
2. Persiapan kulit pra operatif
Beberapa bentuk persiapan kulita pra operasi meliputi mandi dengan
sabun,mencukur sekitar daerah yang akan dioperasi.
3. Penggunaan antibiotik profilaksis
Penggunaan antibiotik profilaksis membuat risiko infeksi berkurang sampaidengan
75%. Pemberian antibiotik secara umum diberikan satu jam sebelumpembedahan
maupun selama induksi anesthesia.
4. Faktor selama operasi
Lamanya operasi, tingkat trauma yang diderita jaringan selama operasi,masuknya
benda asing, misalnya benang atau drain mempengaruhi probabilitasinfeksi luka
operasi dan kemungkinan tinggi terjadinya kerusakan lukaberikutnya.
5. Perawatan luka pasca operatif
Perawat memiliki peranan yang sangat penting dalam pentalaksanaan lukabedah
tertutup. Peran perawat meliputi observasi luka dan pengkajian pasien,penggantian
balutan dan perawatan luka secara umum. Ruang perawatan luka operasi juga
berpengaruh terhadap peningkatanrisiko infeksi. Untuk mencegah kontaminasi
udara pada luka, ruang perawatandirekomendasikan memiliki sistem ventilasi
mekanik yang baik.
6. Kadar Albumin
Pasien yang akan dibedah pada umumnya tidak membutuhkan perhatiankhusus
tentang gizi. Mereka dapat berpuasa untuk waktu tertentu sesuai denganpenyakit
dan pembedahannya. Tetapi tidak jarang juga pasien datang dalamkeadaan gizi
yang kurang baik misalnya yang terjadi pada penderita penyakitsaluran cerna,
keganasan, infeksi kronik dan trauma berat (Pieter, 2005).
 Pencegahann Infeksi Luka Operasi dapat dikelompokkan dalam :
A. KALA SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
1. Semua pemeriksaan dan pengobatan untuk persiapan operasi sebisanya
dilakukan sebelum rawat inap agar waktu pra bedah menjadi pendek ( <1 hari )
2. Perbaikan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadinya ILO antara
lain
:
• Diabetes Melitus
• Obesitas
• Pemakaian kortikosteroid
• Malnutrisi
• Infeksi
B. KALA PRA OPERASI
1. Perawatan pra operasi I hari untuk operasi berencana. Aapbila keadaan yang
memperbesar terjadinya ILO tidak dapat dilakukan di luar Rumah Sakit
misalnya malnutrisi berat yang memerlukan oral atau parenteral
hiperalimentasi, maka pasien dapat dirawat lebih awal.
2. Pasien dari ruangan ganti baju khusus untuk operasi di ruang ganti baju IBS (
Instalasi Bedah Sentral ).
3. mandi dengan antiseptic dilakukan sebelum operasi.
4. Pencukuran rambut daerah operasi dilakukan hanya bilamana perlu misalnya
daerah operasi dengan rambut yang lebat.
C. INTRA OPERASI
1. Tehnik operasi : harus dilakukan dengan sempurna untuk menghindari
kerusakan jaringan lunak yang berlebihan, menghilangkan rongga,
mengurangi perdarahan dan menghindarkan tertinggalnya benda asing yang
tidak diperlukan.
2. lama operasi : operasi dilakukan secepat – cepatnya dalam batas yang aman.
3. pemakai drain : pemakaian drain harus dengan system tertutup, baik dengan
cara penghisapan atau dengan cara memakai gaya tarik bumi ( gravitasi ) dan
drain harus melalui luka tusukan di luar luka operasi.
D. PERAWATAN PASCA OPERASI
1. Untuk luka kotor atau infeksi, kulit tidak ditutup primer.
2. petugas harus mencuci tangan dengan standar cuci tangan yang baku
sebelum dan sesudah merawat luka. Petugas tidak boleh menyentuh luka
secara langsung dengan tangan kecuali setelah memakai sarung tangan
steril.
3. Kasa penutup luka diganti apabila basah dan atau menunjukkan tanda –
tanda infeksi.
4. Jika cairan keluar dari luka, lakukan pewarnaan gram dan biakan.

2.7.5 Pemantauan IADP ( Infeksi Aliran Darah Primer)


1. Pemasangan Alat intra Vena (IV) beresiko menyebabkan terjadinya infeksi aliran
darah primer.
2. Kriteria infeksi aliran darah primer dapat ditetapkan secara klinis dan laboratorik,
dengan gejala/tanda sebagai berikut.
a) Untuk Dewasa dan anak > 12 bulan, ditemukan diantaragejala berikut tanpa
penyebab lain:
 Suhu > 380 C axillar, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa
pemberian antiperetik.
 Hipotensi, sistolik < 90 mm Hg
 Oliguria, jumlah urin < 0.5 cc/kg BB/jam
 Tidak ada tanda-tanda infeksi di tempat lain
 Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis
b) Penderita usia < 12 bulan dengan salah sat tanda di bawah ini:
 Panas > 380 C, hipotermi , 370 C, apnea atau bradikardi < 100 x /menit
c) Untuk Neonatus dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila
terdapat 3 atau lebih diantara 6 gejala berikut:
 Keadaan umum menurun, menurun antara lain:hipotermi (370 C),
hipertermi (380 C) dan sklerema, malas minum.
 Sistem kardiovaskuler antara lain : tanda renjatan, yaitu takikardi,
160x / menit atau bradikardi 100x / menit dan sirkulasi perifer buruk.
 Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah
dan hepatomegali.
 Sistem pernafasan antara lain : nafas tidak teratur, sesak, apnea dan
takipnea.
 Sistem saraf pusat antara lain : hipertomi otot, iritabel kejang dan
letargi.
 Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan
perdarahan.
 Dan semua tanda / gejala di bawah ini :
1. Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada
pertumbuhan kumam.
2. Tidak terdapat tanda – tanda infeksi di tempat lain.
3. Diberikan terapi anti mikroba sesuai dengan sepsis
 Telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi.

 Faktor peyebab nfeksi Aliran Darah Primer adalah sebagai berikut:


1. Pemasangan alat intravena (IV) yang berkaitan dengan:
 Jenis Kanula
 Metode pemasangan
 Lama Pemasangan kanula
2. Kerentanan Pasien terhadap infeksi
BAB III
TATA LAKSANA

3.1 Tata Laksana Pencegahan Infeksi pada tindakan invasive


a. Sebelum melakukan tindakan invasive petugas atau perawat yang melakukan wajib
melakukan praktek kebersihan tangan.
b. Praktek kebersihan tangan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu mencuci tangan
dengan menggunakan sabun dan air dan dengan menggunakan larutan berbasis alcohol
atau handrub.
c. Praktek cuci tangan dilakukan dengan enam langkah dengan durasi 40-60 detik.

3.2 Tata Laksana Pelabelan Pada Tindakan Invasif


Adapun tata laksana dalam melakukan pelabelan pada tindakan invasive adalah sebagai
berikut.
a. Tuliskan tanggal pada fiksasi alat invasive
b. Informasikan pada pasien/keluarga tujuan penulisan label tanggal setelah
memasang alat invasive
c. Pastikan kesterilan alat yang digunakan untuk tindakan aseptic dengan melihat
tanggal kadaluarsa kesterilan alat
d. Pantau tanda tanda infeksi pada area tindakan invasive setiap hari
e. Pastikan alat invasive diganti sesuai batas tanggal pemasangan sesuai dengan SPO
masing masing alat.

3.3 Tata Laksana Pemantauan tanda-tanda infeksi pada Pemasangan Alat invasive.
a. Petugas/perawat yang melakukan tindakan invasif mengevaluasi alat invasive
yang terpasang di pasien.
b. Pemantauan dilakukan setiap hari terhadap kemungkinan adanya tanda-tanda
infeksi pada area tindakan invasive seperti, munculnya Calor (panas),Dolor
(rasa sakit), Rubor (Kemerahan), Tumor (pembengkakan), danFunctiolaesa
(Adanya perubahan fungsi secara superficial).
c. Lakukan penggantian alat invasive jika muncul tanda-tanda infeksi.
3.4 Tata Laksana Penggantian alat invasive
 Penggantian alat invasive dilakukan sesuai dengan batas waktu penggantian alat
invasive.
 Penggantian alat invasive berasarkan jenis alat yaitu :
 Infus diganti 3 x 24 jam
 Dawer Catheter diganti setiap 2 minggu
 NGT diganti setiap 2 minggu
 WSD sesuai dengan instruksi dokter
 CVP setiap 2 minggu
 ETT setiap 2 minggu

3.5 Tata Laksana Pencegahan Infeksi Pada Penggunaan Alat Steril


Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat pemakaian alat steril maka RSU Purwa
Husadamenetapkan untuk setiap alat steril dikemas sedemikian rupa dan diberikan label
yang berisi tanggal sterilisasi dan tanggal kadaluarsa. Adapun tata laksana pelabelan dan
pengemasan alat steril adalah sebagai berikut.
a. Pastikan bahan/alat sudah dikemas dengan baik sesuai metode pengemasan yang
dipilih oleh petugas label di ruang sterilisasi
b. Tempelkan label yang berisi informasi minimal : tanggal sterilisasi dan tanggal
kadaluarsa
c. Serahkan bahan/alat yang sudah berisi label ke petugas sterilisasi untuk diproses
lebih lanjut.

3.6 Pemantauan Infeksi


3.6.1 Pemantauan Infeksi Saluran kencing Pada Pemasangan Kateter
Pemantauan ISK setelah dilakukan pemasangan kateter dilakukan oleh perawat yang
merawat pasien. Rumah Sakit Purwa Husadadalam memantau adanya infeksi saluran kencing
setelah pemakaian kateter mengacu pada dua kelompok kriteria diagnosis ISK yaitu Kriteria
Diagnosis Asymptomatic Bacteriuria (ASB) dan Kriteria Diagnisis Symptomatic Urinary
Tract Infectian (SUTI). Berikut ini adalah penjelasan masing-masing kriteria pemantauan ISK
Tabel 2. Kriteria Diagnosis Asymptomatic Bacteriuria (ASB)

No Definisi
1. Pasien memakai kateter indwelling setidaknya selama 7 hari sebeleum kultur urin
dilakukan dan hasil kultur positif ≥ 105 CFU/mL urin dengan tidak lebih dari 2
spesies mikroorganisme dan pasien tidak mengalami keluhan sepwrti demam (> 38o
C ) , urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness.

2. Pasien tidak memakai kateter inwelling setidaknya selama 7 hari sebelum hasil kultur
urin positif yang pertama dan pasien tersebut setidaknya mempunyai 2 hasil kultur
positif yaitu ≥ 105 CFU/mL urin dengan isolasi berulang pada mikroorganisme yang
sama dan ditemukan tidak lebih dari 2 spesies mikroorganisme dan pasien tidak
mengalami keluhan seperti demam (>38oC),urgency, frequency,disuria atau
suprapubiic tenderness.

Tabel 3. Kriteria Diagnosis Symptomatic Urinary Tract Infectian (SUTI)


No Definisi
1. Pasien setidaknya mengalami salah satu keluhan dan tanda infeksi seperti demam
(>38o C), urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness tanpa diketahui
penyebab lain dan pasien tersebut mempunyai hasil kultur positif ≥ 105 CFU/mL
urin dengan ditemukan tidak lebih dari 2 spesies mikroorganisme.
2. Pasien setidaknya mengalami 2 keluhan dan tanda infeksi seperti demam (>38o C),
urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness tanpa diketahui penyebab lain
dan terdapat salah satu tanda berikut:
a. tes dipstick positif untuk leukosit dan atau nitrat
b. pyuria (≥ 10 lekosit/mm3 atau ≥ 3 lekosit/high power fi eld dari unspun urin)
c. terlihat organisme pada pengecatan Gram dari unspun urin
d. setidaknya ada 2 hasil kultur positif dari non-voided specimen yaitu ≥ 105
CFU/mL urin dengan isolasi
berulang uropatogen yang sama (bakteri gram negatif atau S. saprophyticus)
e. ≤ 105 CFU/mL dari satu uropatogen (bakteri Gram negatif atau S. saprophyticus)
pada pasien yang telah diobati antimikroba untuk infeksi saluran kemih
f. diagnosis infeksi saluran kemih oleh dokter
g. adanya terapi infeksi saluran kemih oleh dokter
3.6.2 Pemantauan Phlebitis pada pemasangan infus
Phlebitis dapat dinilai melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh perawat.
Rumah Sakit Purwa Husadadalam melakukan pemantauan terhadap kejadian phlebitis
mengacu pada VIP Score (visual Infusion Phlebitis Score yang dikembangkan oleh Andrew
Jackson. Berikut ini adalah skor visul untuk kejadian phlebitis menurut Andrew Jackson.
Tabel 4. VIP Score (visual Infusion Phlebitis Score oleh Andrew Jackson).
SKOR KEAADAAN AREA PENILAIAN
PENUSUKAN
0 Tempat suntikan tampak sehat Tak ada tanda-tanda phlebitis
1 Salah satu dari berikut jelas: Mungkin tanda dini phlebitis
a. Nyeri Area Penusukan
b. Adanya Eritema di area
penusukan
2 Dua dari berikut jelas: Stadium dini phlebitis
a. Nyeri area pnusukan
b. Eritema
c. pembengkakan
3 Semua dari berikut jelas: Stadium moat phlebitis
a. nyeri sepanjang kanul
b. eitema
c. indurasi
4 Semua dari berikut jelas: Stadium lanjut atau awal
a. nyeri sepanjang kanul thrombophlebitis
b. eritema
c. indurasi
d. venous chord teraba
5 Semua dari berikut jelas: Stadium lanjut thrombophlebitis
a. nyeri sepanjang kanul
b. eritema
c. indurasi
d. venous chord teraba
e. demam
3.6.3 Pemantauan Dekubitus
Dekubitus dapat dinilai melalui pengamatan/pengkajian yang dilakukan oleh perawat.
Rumah Sakit Purwa Husada dalam melakukan pemantauan terhadap kejadian
dekubitus mengacu pada Skala Norton. Skala Norton ini lebih baik dalam mendeteksi
dini risiko decubitus (Widodo,2010). Berikut ini adalah pengkajian decubitus menurut
Skala Norton.
Tabel 5. Skala Norton untuk Penentuan Risiko Decubitus
No Item Penilaian Skor
1 Kondisi Fisik
a. Baik 4
b. Cukup 3
c. Buruk 2
d. Sangant Buruk 1
2 Status Mental
a. Waspada 4
b. Apatis 3
c. Kacau 2
d. Stupor 1
3 Aktivitas
a. Berjalan 4
b. Jalan Dengan Bantuan 3
c. Dengan Kursi Roda 2
d. Selalu Di Tempat Tidur 1
4 Mobilitas
a. Penuh 4
b. Sedikit 3
c. Terbatas 2
d. Immobilitas 1
5 Inkontinensia
a. Tidak Ada 4
b. Kadang Kala 3
c. Sering/Urine 2
d. Keduanya 1
Total Skor
Keterangan : < 14 Termasuk Resiko Dekubitus
Nama / Paraf
3.6.4 Pemantauan ILO (Infeksi Luka Operasi)
Pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya infeksi luka operasi dipantau dan dicata
oleh dokter atau perawat yang menangani pasien. Rumah Sakit Purwa Husadadalam
melakukan pemantauan terhadap kejadian ILO (infeksi Luka Operasi) mengacu pada
penentuan tingkat infeksi ILO yang dijelaskan oleh Morison(2003), dimana terdapat 7
kriteria penilaian ILO yaitueksudat, Eritema, edema, hematoma, letak nyeri, frekuensi
nyeri dan bau. Tingkatan infeksi dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu, infeksi ringan,
sedang, dan infeksi berat seabagaimana tercantum dalam table 6 berikut ini.
T
a
No KRITERIA TINGKAT INFEKSI
b
PENILAIAN
e
l
6
.
T
i
n
g
k
a
t
I
n
f
e
k
s
i
Luka Operasi Berdasarkan Kriteria Penilaian
RINGAN SEDANG BERAT

1 Eksudat Minimal Sedang Banyak


2 Eritema Minimal Hanya Meluas keluar
U
disekitar daerah sekitar luka
jaringan
3 Edema Ringan Sedang Berat
4 Hematoma Ringan Sedang Berat
5 Letak nyeri Hanya Hanya Nyeri menyebar ke
padadaerah padadaerah daerah
luka luka sekitar luka
No KRITERIA TINGKAT INFEKSI
6 Intensitas nyeri Tidak ada Intermitten Kontinyu
PENILAIAN
/hanya pada
RINGAN SEDANG BERAT
saat
penggantian
1 Eksudat Minimal Sedang Banyak
balutan
2 Eritema Minimal Hanya Meluas keluar
7 Bau Tidak ada Ada bau Bau menyengat
disekitar daerah sekitar luka
jaringan
3 Edema Ringan Sedang Berat
4 Hematoma Ringan Sedang Berat
5 Letak nyeri Hanya Hanya Nyeri menyebar ke
U padadaerah padadaerah daerah
n luka luka sekitar luka
t 6 Intensitas nyeri Tidak ada Intermitten Kontinyu
u /hanya pada
k saat
m penggantian
e balutan
n 7 Bau Tidak ada Ada bau Bau menyengat
y
amakan persepsi dalam pegkajian tingkat infeksi luka operasi, maka RSU Purwa
Husada memberikan pedoman pengisian lembar observasi /celkist (ceklist terlampir)
sebagai berikut.
1. Eksudat
 Ringan, apabila tidak ada eksudat atau ada eksudat tapi tidak purulent, dan
jumlahnya tidak lebih dari seperempat kassa balutan.
 Sedang, apabila eksudat berwarna kekuningan dan jumlahnya maksimal
setengah dari kassa pembalut.
 Berat, apabila eksudat purulen dan jumlahnya lebih dari setengah kassa
pembalut.
2. Eritema
 Ringan, apabila tidak ada eritema atau ada eitema tetapi tidak terlalu tampak
 Sedang, apabila ada eritema tidak lebih dari 0.5 cm dari luka
 Berat, apabila ada eritema dan meluas lebih dari 0.5 cm dari luka.
3. Edema
 Ringan, apabila tidak ada edema atau ada edema tetapi tidak terlalu tampak
 Sedang, apabila tampak edema tetapi tidak disertai kemerahan.
 Berat, apabilatampak sekali ada edema yang menonjol dan disertai kemerahan
4. Hematom
 Ringan, apabila tidak ada atau ada hematoma tetapi tidak terlalu tampak jelas
 Sedang, apabila terdapat hematoma dengan diameter maksimal 1 cm
 Berat, apabila terdapat hematoma dengan diameter lebih dari 1cm
5. Letak nyeri
 Ringan, apabila nyeri hanya di daerah luka
 Sedang, apabila nyeri hanya di daerah luka
 Berat, apabila nyeri menyebar ke daerah sekitar luka.
6. Intensitas nyeri
 Ringan, apabila tidak ada/ hanya pada saat penggantian balutan
 Sedang, apabila nyeri dirasa kadang-kadang muncul
 Berat, apabila nyeri selalu dirasakan pasien
7. Bau
 Ringan, apabila tidak ada bau
 Sedang, apabila terdapat bau yang tidak menusuk saat balutan dibuka
 Berat, apabila terdapat bau yang menusuk, baik saat balutan belum dibuka
maupun setelah dibuka.
3.6.5 Pemantauan IADP ( Infeksi Aliran Darah Primer)
Semua faktor resiko dan kemungkinan terjadi infeksi setelah pemasangan alat
intravena (IV) dipantau oleh dokter dan perawat yang menangani pasien. Dalam memantau
terjadinya kejadian infeksi aliran darah primer, Rumah Sakit Purwa Husadamengatur tentang
Penata Laksanaan Pasien yang beresiko mengalami infeksi aliran darah primer. Adapun Tata
laksana pemantauan Pasien yang beresiko mengalami Infeksi Aliran darah Primer (IADP)
adalah sebagai berikut.
A. Pemantauan Infeksi Aliran Darah Primer pada orang dewasa dan Anak >12
bulan
1. Periksa suhu tubuh pasien
Catat jika suhu > 380 C axilar dan bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa
antiperetik maka kemungkinan terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala
tersebut muncul tanpa penyebab lain).
2. Periksa Tekanan Darah Pasien
jika terjadi hipotensi dimana sistoliknya < 90 mm Hg maka kemungkinan terjadi
Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut muncul tanpa penyebab lain).
Periksa jumlah urin pasien, jika terjadi oliguri yaitu jumlh urin < 0.5 cc/kg BB/
jam maka kemungkinan terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut
muncul tanpa penyebab lain).
3. Periksa juga tanda-tanda infeksi di tempat lain, jika tidak ada tanda-tanda infeksi
di tempat lain maka kemungkinan terjadi infeksi aliran darah primer.

B. Pemantauan Infeksi Aliran Darah Primer pada pasien usia < 12 bulan
1. Periksa suhu tubuh pasien
Catat jika suhu > 380 C dan terjadi hipotermi (suhu < 370 C) maka kemungkinan
terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut muncul tanpa penyebab
lain).
2. Periksa Nadi Pasien, jika terjadi apnea atau bradikardi dimana nadi < 100 x / menit
maka kemungkinan terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut
muncul tanpa penyebab lain).
C. Pemantauan Infeksi Aliran Darah Primer pada Neonatus
1. Periksa Keadaan umum pasien.
Keaadaan pasien menurun, menurun antara lain:hipotermi (370 C), hipertermi (380
C) dan sklerema, malas minum.
2. Periksa Sistem kardiovaskuler antara lain : tanda renjatan, yaitu takikardi, 160x /
menit atau bradikardi 100x / menit dan sirkulasi perifer buruk.
3. Periksa Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan
hepatomegali.
4. Periksa Sistem pernafasan antara lain : nafas tidak teratur, sesak, apnea dan
takipnea.
5. Periksa Sistem saraf pusat antara lain : hipertomi otot, iritabel kejang dan letargi.
6. Periksa Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan
perdarahan.
7. Periksa semua tanda / gejala di bawah ini :
 Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada
pertumbuhan kuman.
 Tidak terdapat tanda – tanda infeksi di tempat lain.
 Diberikan terapi anti mikroba sesuai dengan sepsis
 Telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi.
BAB IV
DOKUMENTASI
Dokumentasi Pencegah infeksi pada tindakan invasive dan alat steril dilakukan pada
saat perawat atau petugas melakukan tindakan invasive dan monitoring terhadap ketersediaan
alat-alat steril

Tabel 7. Ceklist Pemantauan Alat-alat Steril


Kemasan
No Nama Alat Jumlah Tgl Steril Tanggal Exp Petugas Ket
Robek Lembab Basah
Tabel 7.
Ceklist Pemantauan Label Pada Tindakan Invasif
NO JENIS TINDAKAN PELABELAN KETERANGAN
Ya Tidak
DAFTAR PUSTAKA

Center Of deases Control and Prevention tahun 2002


Darmawan, I. (2008). Flebitis, apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya?.
Morison, Moya J. 2003.Manajemen Luka. Jakarta:EGC
Potter ,P dan A. Perry, A.G.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC.
Widodo, Arif. 2010. Uji Kepekaan Instrumen Pengkajian Risiko Dekubitus Dalam
Mendeteksi Dini Risiko Kejadian Dekubitus di RSIS. Program Studi Keperawatan.
Unversitas Muhamadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai