Anda di halaman 1dari 4

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT .....................................

NO. .................. TAHUN 2015


TENTANG
KEBIJAKAN PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED CONSENT)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR RUMAH SAKIT ................................................,
Menimbang:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal . tentang Peraturan


Internal Rumah Sakit perlu menetapkan Peraturan Direktur Rumah Sakit
.. tentang Tatalaksana Persetujuan Tindakan Medis
(Informed Consent);

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga
Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun ...... Nomor ......
tentang Persetujuan Tindakan Medis.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ........................ TENTANG


KEBIJAKAN PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED
CONSENT).
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah sakit adalah Rumah Sakit ...................................
2. Direktur adalah Direktur Rumah Sakit ......................................
3. Komite medis adalah Komite Medis Rumah Sakit .....................................
4. Staf medis adalah staf medis, staf medis spesialis, staf medis gigi, dan staf medis
gigi spesialis yang bekerja di rumah sakit dalam jabatan fungsional.
5. Pasien adalah pesakit yang telah menjalin perjanjian terapetik dengan rumah sakit
yang ditandai dengan adanya kesediaan rumah sakit untuk menangani pasien, baik
melalui penjualan karcis ataupun penerimaan pendaftaran.
6. Tindakan medis adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh staf medis dalam rangka
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
7. Pelayanan kesehatan adalah pelayanan berupa peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), pengobatan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan.
8. Persetujuan tindakan medis (informed consent) adalah pernyataan yang diberikan
oleh pasien, atau dalam hal pasien belum cukup umur atau tidak sehat akalnya oleh
salah seorang anggota keluarga yang menurut hukum berhak mewakili pasien, yang
isinya berupa persetujuan kepada staf medis untuk melakukan sesuatu tindakan
medis setelah pasien atau anggota keluarga tersebut diberi informasi secukupnya.


9. Cukup umur adalah telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun penuh atau belum
berumur 21 (dua puluh satu) tahun tetapi sudah pernah menikah.
10. Informasi secukupnya adalah informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan
tindakan medis yang direncanakan, yang kualitas dan kuantitasnya cukup adekuat
bagi pasien atau keluarganya guna menentukan sikap terhadap tindakan medis
tersebut.
11. Kondisi emergensi adalah setiap kondisi klinis yang memerlukan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan lebih labjut.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Bagian Pertama
Asas
Pasal 2
Persetujuan tindakan medis (informed consent) diselenggarakan dengan berasaskan
nilai dan martabat kemanusiaan, moral dan etika, manfaat, perlindungan, iktikad baik
(utmost of goodfaith), profesionalitas, keadilan, dan edukasi.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Pengaturan persetujuan tindakan medis (informed consent) bertujuan:
a. mempermudah staf medis dalam mengaplikasikan persetujuan tindakan medis
dalam kestaf medisan klinik;
b. memberikan perlindungan terhadap hak pasien untuk menentukan sikapnya atas
tindakan medis yang direncanakan (the right to self-determination);
c. memberikan kepastian hukum kepada pasien dan staf medis.
BAB III
TATALAKSANA
Pasal 4
Setiap tindakan medis, baik diagnostik ataupun terapetik, yang mempunyai risiko
potensial atau memiliki akibat ikutan yang tidak menyenangkan bagi pasien harus lebih
dahulu mendapatkan persetujuan tindakan medis dari orang yang berhak, kecuali pasien
dalam keadaan emergensi.
Pasal 5
Persetujuan tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus diberikan
dalam keadaan sadar, bebas, dan tanpa unsur paksaan atau tipu muslihat.
Pasal 6
Sebelum memberikan persetujuannya, kepada orang yang berhak harus diberi informasi
secukupnya mengenai tindakan medis yang akan dilakukan agar informasi tersebut
dapat dijadikan dasar acuan dalam menentukan sikap, kecuali orang yang berhak
tersebut dengan tegas dan tanpa ragu menolak menerima informasi karena takut
mengetahui problem kesehatannya (Dont tell me, doctor syndrome).
Pasal 7
(1) Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diberikan secara lisan agar bisa
terjadi komunikasi dua arah, meliputi:
a. alasan perlunya dilakukan tindakan medis (diagnosis penyakit);
b. manfaat yang diharapkan dari tindakan medis yang direncanakan tersebut;
c. risiko yang mungkin bisa terjadi;
d. akibat ikutan yang selalu mengikuti tindakan medis tersebut;
e. prognosa atau risiko yang akan atau dapat terjadi jika pasien menolak tindakan


medis yang direncanakan staf medis;
f. ada tidaknya tindakan medis alternatif.
(2) Informasi dalam bentuk tulisan (information sheet) dapat diberikan sebagai
tambahan agar pasien atau keluarganya lebih memahami.
Pasal 8
Kewajiban memberikan informasi sepenuhnya menjadi tanggung staf medis yang akan
melakukan tindakan medis.
Pasal 9
(1) Pemberian informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sedapat mungkin tidak
didelegasikan kepada staf medis lain, perawat, atau bidan.
(2) Dalam hal pemberian informasi didelegasikan kepada tenaga kesehatan lain maka
tanggungjawab hukum atas terjadinya kesalahan pemberian informasi oleh orang
yang diberi delegasi menjadi tanggungjawab pemberi delegasi.
Pasal 10
Dalam hal orang yang berhak memberikan persetujuan telah memahami seluruh materi
informasi maka ia dapat memberikan persetujuan tindakan medis secara lisan, tertulis
atau dengan menunjukkan bahasa tubuh (body language).
Pasal 11
Setiap tindakan medis yang mengandung risiko tinggi, yaitu operasi atau tindakan medis
invasif lainnya, maka persetujuan tindakan medis harus diberikan secara tertulis dengan
menandatangani atau membubuhkan cap ibu jari tangan kiri pada formulir yang
disediakan.
Pasal 12
Sebelum ditandatangani atau dibubuhi cap ibu jari tangan kiri, formulir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 harus sudah diisi lengkap oleh staf medis yang akan
melakukan tindakan medis atau oleh tenaga kesehatan yang membantunya, untuk
kemudian pasien atau keluarganya dipersilahkan membacanya, atau jika dipandang
perlu dibacakan di hadapannya.
Pasal 13
Persetujuan tindakan medis yang diberikan secara lisan atau dengan menunjukkan
bahasa tubuh (body language) harus dicatat dalam rekam medis pasien dan
ditandatangani oleh staf medis beserta seorang perawat sebagai saksi.
Pasal 14
Dalam hal orang yang berhak memberikan persetujuan tindakan medis menolak
menerima informasi dan kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan staf
medis yang menangani maka ia dianggap menyetujui kebijakan medis apapun yang
akan dilakukan staf medis.
Pasal 15
Apabila yang bersangkutan sesudah menerima informasi menolak untuk memberikan
persetujuannya, ia harus menandatangani surat pernyataan penolakan dan bilamana ia
tidak bersedia menandatanganinya maka penolakan tersebut harus dicatat dalam rekam
medis.
Pasal 16
Dalam hal pasien belum cukup umur atau sudah cukup umur tetapi tidak sehat akal


maka yang berhak memberikan atau menolak memberikan persetujuan adalah orang
tua, keluarga, wali atau kuratornya.
Pasal 17
Bagi pasien yang sudah menikah maka suami atau isteri tidak diikutsertakan
menandatangani persetujuan tindakan medis, kecuali untuk tindakan medis keluarga
berencana yang sifatnya irreversibel, yaitu tubektomi atau vasektomi.
Pasal 18
Persetujuan tindakan medis yang sudah diberikan dapat ditarik kembali atau dicabut
setiap saat, kecuali tindakan medis yang direncanakan tersebut sudah sampai pada
tahapan pelaksanaan yang tidak mungkin lagi untuk dibatalkan.
Pasal 19
Dalam hal persetujuan tindakan medis diberikan oleh salah seorang anggota keluarga
maka yang berhak menarik kembali atau mencabut adalah anggota keluarga tersebut
atau anggota keluarga lain yang kedudukan hukumnya lebih berhak untuk bertindak
sebagai wali pasien.
Pasal 20
Penarikan kembali atau pencabutan persetujuan tindakan medis harus diberikan secara
tertulis dengan menandatangani formulir yang disediakan.
Pasal 21
Semua hal-hal yang sifatnya luar biasa dalam proses mendapatkan persetujuan tindakan
medis harus dicatat dalam rekam medis.
Pasal 22
Seluruh dokumen mengenai persetujuan tindakan medis harus dipelihara dan disimpan
bersama-sama rekam medis pasien.
BAB VI
PENUTUP
Pasal 23
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar semua pihak terkait mengetahuinya memerintahkan kepada komite medis untuk
mensosialisasikan dan menempatkannya dalam Perpustakaan Rumah Sakit.

Ditetapkan di ..........................,
pada tanggal ................................
DIREKTUR,

SOFWAN DAHLAN

Anda mungkin juga menyukai