Anda di halaman 1dari 6

LEMBAR PENGESAHAN

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI MULYO


NOMOR XXX/SK/DIR/XX/XXXX
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN PERMINTAAN SECOND OPINION
DI RUMAH SAKIT BUDI MULYO

Tindakan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal


Anis Irawati, S. Kep, Komite
Disiapkan Ners Keperawatan

Niken Larasati, SE Authorized


Diperiksa
person
dr.H.Dwi Prasetyo Manajer
Diperiksa Okta Agung Pelayanan
Medis
dr. Prima Evita, MMR Direktur
Disahkan

Xxxxxxxxxxx – Hal. xx
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI MULYO
NOMOR : XXX/SK/DIR/XX/XXXXX
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN PERMINTAAN SECOND OPINION
DI RUMAH SAKIT BUDI MULYO

Menimbang : 1. Bahwa perlu upaya memberikan perlindungan hak pasien dan keluarga dalam
pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu dan mengutamakan keselamatan
pasien.
2. Bahwa agar pemberian perlindungan hak pasien dan keluarga di Rumah Sakit Budi
Mulyo dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Rumah Sakit Budi
Mulyo sebagai landasan bagi penyelenggaraan melayani permintaan second opinion
pasien di Rumah Sakit Budi Mulyo.
3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam 1 dan 2, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Budi Mulyo.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/Menkes/Per/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008
tentang Rekam Medis.
6. Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor HK.00.06.3.5.1866 tentang
Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent).
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 /Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam
Medis.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :

Pertama : Panduan Permintaan Second Opinion Pasien di Rumah Sakit Budi Mulyo
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Kedua : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan permintaan second
opinion pasien di Rumah Sakit Budi Mulyo dilaksanakan oleh seluruh staf yang
memberikan pelayanan kepada pasien Rumah Sakit Budi Mulyo.
Ketiga : Keputusan ini dibuat dan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di
kemudian hari terdapat kekeliruan akan diperbaiki seperlunya.

Ditetapkan di : Kesamben
Pada Tanggal : .......................................
Direktur,

dr. Prima Evita, MMR


NIK. 01.0217.001

Xxxxxxxxxxx – Hal. xx
Lampiran
Keputusan Direktur Rumah Sakit Budi Mulyo
Nomor : XXX/SK/DIR/XX/XXXXX
Tentang : Pemberlakuan Panduan Permintaan
Second Opinion di Rumah Sakit Budi
Mulyo
Tanggal : Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

BAB I DEFINISI
A. PENDAHULUAN
1. Bahwa hak untuk mendapatkan pendapat kedua (second opinion) adalah dipunyai oleh pasien
sesuai dengan Undang-undang nomer 44 tahun 2009 bagian empat pasal 32 poin H tentang
Rumah Sakit ”Setiap pasien memiliki hak meminta konsultasi tentang penyakit yang
dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun
di luar Rumah Sakit”.
2. Bahwa masalah kesehatan seseorang (pasien) adalah tanggung jawab pasien itu sendiri. Dengan
demikian, sepanjang keadaan kesehatan tersebut tidak sampai mengganggu orang lain, maka
keputusan untuk mengobati atau tidaknya masalah kesehatan yang dimaksud sepenuhnya
terpulang dan menjadi tanggung jawab yang bersangkutan.
3. Bahwa tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter untuk meningkatkan atau memulihkan
kesehatan pasien hanya merupakan suatu upaya yang tidak wajib diterima oleh pasien yang
bersangkutan, karena sesungguhnya dalam pelayanan kedokteran tidak seorang pun yang dapat
memastikan hasil akhir dari diselenggarakan pelayanan kedokteran tersebut. Dan karena itu
tidak etis sifatnya jika penerimaannya dipaksakan. Jika seseorang karena satu dan lain hal, tidak
dapat atau tidak bersedia menerima tindakan kedokteran yang ditawarkan, maka sepanjang
penolakan tersebut tidak membahayakan orang lain, harus dihormati.

B. TUJUAN
1. Mendapatkan perspekstif yang berbeda
2. Memastikan perbandingan diagnosa untuk mendapatkan kepastian
3. Meyakinkan atas keragu-raguan pada diri pasien akan diagnosa yang telah diberikan.

C. FUNGSI
1. Memberikan kenyamanan akan diagnosa pasti dari dokter lain.
2. Menciptakan keakuratan dan kevalidan tindakan medis yang nantinya akan dilakukan.
3. Memantabkan pengambilan keputusan yang lebih rasional terhadap penyakit dan proses
perawatan serta pengobatan pada diri pasien.
4. Mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien
5. Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan

D. DEFINISI
1. Second opinion atau mencari second opinion yang berbeda adalah pendapat medis yang
diberikan oleh seorang dokter dalam memberikan diagnosa pasti akan kesehatan pasiennya
untuk memastikan/meyakinkan diagnosa yang telah diberikan oleh dokter lain terkait dengan
kesehatannya sesuai dengan kondisi penyakit yang dideritanya.
2. Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi, yang dengan probabilitas tertentu dapat mengakibatkan

Xxxxxxxxxxx – Hal. xx
kematian atau kecacatan (kehilangan anggota badan atau kerusakan fungsi organ tubuh
tertentu), misalnya tindakan bedah atau tindakan invasif tertentu;
3. Tindakan medik adalah tindakan yang bersifat diagnostik terapeutik yang dilakukan terhadap
pasien.
4. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit, baik dalam keadaan sehat
maupun sakit.
5. Dokter adalah dokter umum/dokter spesialis dan dokter gigi /dokter gigi spesialis yang bekerja
di rumah sakit.
6. Kompeten adalah cakap untuk menerima informasi, memahami, menganalisisnya, dan
menggunakannya dalam membuat persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi.

BAB II RUANG LINGKUP


A. PENANGGUNG JAWAB PEMBERIAN SECOND OPINION
1. Dokter dan Praktisi medis yang berkompeten dibidang dan keahliannya.
2. Dokter DPJP

B. PENERIMA INFORMASI SECOND OPINION


1. Pasien
2. Keluarga yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien (sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan)

C. UNIT TERKAIT
1. Rawat Jalan
2. Rawat inap
3. IGD

BAB III TATA LAKSANA


A. TATA LAKSANA MELAKUKAN PERMINTAAN SECOND OPINION
1. Pasien dan keluarga pasien yang telah menjalani pemeriksaan, pengobatan dan perawatan oleh
dokter di Rumah Sakit.
2. Mencari informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai media untuk mendapatkan bahan
pertimbangan sebelum mengambil tindakan mencari second opinion.
3. Pemilihan second opinion berdasarkan kepada dokter yang sesuai kompetensinya atau
keahliannya.
4. Mencari second opinion terhadap dokter yang dapat menjelaskan dengan mudah, jelas, lengkap
dan dapat menggambarkan apa kebutuhan medis yang diperlukan dan disesuaikan dengan
kondisi real penyakit yang dideritanya.
5. Second opinion dimungkinkan untuk mendapatkan peneguhan/ meyakinkan
6. Second opinion dimungkinkan apabila keterangan pendapat dokter tidak jelas, membingungkan
atau kurang meyakinkan
7. Second opinion dimungkinkan apabila hasil diagnosis tidak cocok dengan keluhan yang
dirasakan sehingga meragukan.
8. Second opinion dimungkinkan apabila gejala tidak ditemukan atau tidak sepenuhnya
dieksplorasi
9. Second opinion dimungkinkan apabila telah menjalani pengobatan, perawatan tetapi kondisi
tidak kunjung membaik.

Xxxxxxxxxxx – Hal. xx
10. Second opinion dimungkinkan apabila dokter merekomendasikan pengobatan, perawatan
lanjutan tetapi kondisi masih belum merasa seperti yang direkomendasikan oleh dokter
11. Second opinion dimungkinan apabila pasien meragukan bidang keilmuan khususnya keahliannya
dokter dibidangnya.

B. TATA LAKSANA INDIKASI DILAKUKANNYA SECOND OPINION


1. Keputusan dokter tentang tindakan operasi, di antaranya operasi usus buntu, operasi amandel
(tonsilektomi), operasi caesar, operasi hordeolum (bintitan), operasi ligasi ductus lacrimalis
(mata belekan dan berair terus)dan tindakan operasi lainnya.
2. Keputusan dokter tentang pemberian obat jangka panjang lebih dari 2 minggu, misalnya
pemberian obat TBC jangka panjang, pemberian antibiotika jangka panjang, pemberian obat
anti alergi jangka panjang dan pemberian obat-obat jangka panjang lainnya.
3. Keputusan dokter dalam mengadviskan pemberian obat yang sangat mahal : baik obat minum,
antibiotika atau pemberian susu.
4. Kebiasaan dokter memberikan terlalu sering antibiotika berlebihan pada kasus yang tidak
seharusnya diberikan : seperti infeksi saluran napas, diare, muntah, demam virus, dan
sebagainya. Biasanya dokter memberikan diagnosis infeksi virus tetapi selalu diberi antibiotika.
5. Keputusan dokter dalam mengadviskan pemeriksaan laboratorium dengan biaya sangat besar
dan tidak sesuai dengan indikasi penyakit yang diderita.
6. Keputusan dokter tentang suatu penyakit yang berulang diderita misalnya : penyakit tifus
berulang, pada kasus ini sering terjadi over diagnosis tidak mengalami tifus tetapi diobati tifus
karena hasil pemeriksaan laboratorium yang menyesatkan.
7. Keputusan diagnosis dokter yang meragukan : biasanya dokter tersebut menggunakan istilah
"gejala" seperti gejala tifus, gejala ADHD, gejala demam berdarah, gejala usus buntu. Atau
diagnosis autis ringan, ADHD ringan dan gangguan perilaku lainnya.
8. Keputusan pemeriksaan dan pengobatan yang tidak direkomendasikan oleh institusi kesehatan
nasional atau internasional dan tidak memiliki dasar evidance base medicine (kejadian ilmiah
berbasis bukti penelitian di bidang kedokteran): seperti pengobatan dan terapi bioresonansi,
pemeriksaan alergi IGG4 dikirim ke Amerika, pemeriksaan alergi melalui rambut dan terapi
bandul.

C. TATA LAKSANA KEJELASAN/KEPASTIAN INFORMASI YANG DISAMPAIKAN


1. Kejelasan informasi bagaimana dan kapan mereka akan dijelaskan tentang kondisi medis dan
diagnosis pasti kepada pasien.
2. Kejelasan informasi usulan dilakukan tindakan medik (diagnosis penyakit).
3. Kejelasan informasi manfaat dan kekurangan yang diharapkan dari tindakan medik yang
direncanakan.
4. kejelasan informasi alternatif tindakan medis lain yang dapat dilakukan.
5. Kejelasan informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medik
yang akan dilakukan (purpose of medical procedure).
6. Kejelasan informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan
(contemplated medical procedure).
7. Kejelasan informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut
dilakukan (prognosis with and without medical procedure).
8. Kejelasan informasi risiko (risk inherentin such medical procedure) atau akibat pasti jika tindakan
medik direncanakan tidak dilakukan.
9. Kejelasan informasi dan penjelasan tentang risiko dan mungkin komplikasi yang terjadi.
10. Kejelasan informasi akibat ikutan yang biasanya terjadi sesudah tindakan medik.

Xxxxxxxxxxx – Hal. xx
11. Kejelasan tentang dokter dan tenaga medis yang bertanggung jawab/tim dalam melakukan
tindakan medis.

BAB IV DOKUMENTASI
1. Formulir Permintaan Second Opinion
2. Formulir Catatan Medis pasien, termasuk semua hasil pemeriksaan penunjang.

Ditetapkan di : Kesamben
Pada Tanggal : .......................................
Direktur,

dr. Prima Evita, MMR


NIK. 01.0217.001

Xxxxxxxxxxx – Hal. xx

Anda mungkin juga menyukai