Anda di halaman 1dari 17

erBAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dokter memiliki tanggung jawab terhadap beberapa aspek, baik dokter


sebagai tenaga kesehatan professional,1 hubungan dokter dengan pasien.2 Pasien
yang ditangani oleh dokter memiliki hukum pelindung,sehingga apabila terjadi
kelalaian tindakan professional dokter, terdapat hukum yang mengatur
pertanggung jawaban dokter.3 Dalam melakukan tindakan apabila seorang dokter
melampaui batas kewenangannya dapat berakibat pula seorang dokter itu akan
berurusan dengan aparat penegak hukum guna mempertanggung jawabkan
tindakan terlebih lagi bila tindakan tersebut berakibat merugikan pasien ataupun
masyarakat lainnya sehingga dalam hubungan dokter dan pasien diperlukannya
Persetujuan tindakan kedokteran (PTK) sebelum melakukan tindakan.
Persetujuan tindakan Kedokteran adalah merupakan terjemahan yang
dipakai untuk istilah informed consent. Konsep tentang informed consent
mempunyai dua unsur : (1) informed atau informasi yang harus diberikan oleh
dokter dan (2) consent atau persetujuan yang diberikan pasien, dalam arti pasien
harus mengerti untuk apa persetujuan itu diberikan. Jadi informed consent adalah
persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan.1,2,3
Istilah Persetujuan Tindakan Kedokteran (PTK) resmi dipakai setelah
diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, yang
mendefinisikan bahwa “Persetujuan tindakan kedokteran adalahpersetujuan yang
diberikan pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan lengkap
mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
terhadap pasien”.4
Prosedur medikolegal merupakan tatacara atau prosedur penatalaksanaan
dan berbagai aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan
hukum. Secara garis besar prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan

1
2

peundang undangan yang berlaku di Indonesia dan pada beberapa bidang juga
mengacuh kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.5

1.2 Rumusan masalah

Referat ini membahas mengenai aspek medikolegal dan tatalaksana


informed consent.

1.3 Tujuan penulisan

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui aspek medikolegal dan tatalaksana informed consent.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui ruang lingkup medikolegal.
2. Mengetahui aspek medikolegal persetujuan tindakan kedokteran .
3. Mengetahui definisi informed consent.
4. Mengetahui Tata Cara Persetujuan Tindakan Kedokteran.

1.4 Manfaat penulisan

Referat ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis untuk menambah


pengetahuan tentang aspek medikolegal dan tatalaksana informed consent serta
meningkatkan keterampilan dalam menyusun tulisan ilmiah.

1.5 Metode penulisan

Referat ini disusun dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang


merujuk dari berbagai literatur.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Medikolegal


Medikolegal secara harfiah berasal dari dua pengertian yaitu medik yang
berarti profesi dokter dan legal yang berarti hukum. Sehingga batasan medikolegal
adalah ilmu hukum yang mengatur bagaimana profesi dokter ini dilakukan sehingga
memenuhi aturan-aturan hukum yang ada. Hal ini untuk mencegah penyelewengan
pelaksanaan profesional medis maupun mengantisipasi dengan berkembang serta
lajunya ilmu-ilmu kedokteran yang tentunya terdapat hal-hal yang rawan terhadap
hukum.5
Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan
berbagai aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum.
Secara garis besar prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada
sumpah dokter dan etika kedokteran.5
Ruang lingkup prosedur medikolegal yaitu: pengadaan visum et repertum,
pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka, pemberian keterangan ahli pada masa
sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli dalam persidangan, kaitan visum
et repertum dengan rahasia kedokteran, tentang penerbitan surat keterangan kematian
dan suraat keterangan medis, tentang fitness/kompetensi pasien untuk menghadapi
pemeriksaan penyidik.5

2.2 Bentuk persetujuan


Bentuk Persetujuan Informed Consent
1. 1.Implied Consent (dianggap diberikan)Umumnya implied consent diberikan
dalam keadaan normal, artinya dokter dapat menangkap persetujuan tindakan
medis tersebut dari isyarat yang diberikan/dilakukan pasien. Demikian pula
pada kasus emergency sedangkan dokter memerlukan tindakan segera
4

sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan


keluarganya tidak ada ditempat, maka dokter dapat melakukan tindakan
medik terbaik menurut dokter.
2. Expressed Consent (dinyatakan)Dapat dinyatakan secara lisan maupun
tertulis. Dalam tindakan medis yangbersifat invasive dan mengandung resiko,
dokter sebaiknya mendapatkan persetujuan secara tertulis, atau yang secara
umum dikenal di rumah sakit sebagai surat izin operasi.6
2.3 Pemberi Informasi dan Penerima Persetujuan
Pemberi informasi dan penerima persetujuan merupakan tanggung jawab
dokter pemberi perawatan atau pelaku pemeriksaan/ tindakan untuk memastikan
bahwa persetujuan tersebut diperoleh secara benar dan layak. Dokter memang dapat
mendelegasikan proses pemberian informasi dan penerimaan persetujuan, namun
tanggung jawab tetap berada pada dokter pemberi delegasi untuk memastikan bahwa
persetujuan diperoleh secara benar dan layak.8Seseorang dokterapabilaakan
memberikan informasi dan menerima persetujuan pasien atas nama dokter lain, maka
dokter tersebut harus yakin bahwa dirinya mampu menjawab secara penuh
pertanyaan apapun yang diajukan pasien berkenaan dengan tindakan yang akan
dilakukan terhadapnya–untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut dibuat secara
benar dan layak.7
2.4 Aspek Medikolegal Persetujuan Tindakan Kedokteran
a. Elemen persetujuan tindakan kedokteran
Menurut Beuchamp dan Childress,3 persetujuan tindakan kedokteran (baca: Informed
consents)
memiliki 3 elemen, yaitu:
(A) Threshold elements (precondition)
1. Competence (to understand & decide)
2. Voluntariness (in deciding)
(B) Information elements
1. Disclosure (of material information)
2. Recommendation (of a plan)
5

3. Understanding (of 3 & 4)


(C) Consent elements
4. Decision (in favor of a plan)
5. Authorization (of the chosen plan)
Urutan elemen di atas merupakan suatu hierarkisitas,dengan kata lain harus
dipenuhi berdasarkan urutanyang telah ditentukan. Pasien yang kompeten menurut
Permenkes adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturanperundang-
undangan atau telah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu
berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan (retardasi)
mental dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan
secara bebas.4
Batas umur pasien dikategorikan kompeten menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia adalah berusia 18 tahun atau lebih. Tiga kata
kunci untuk kriteria pasien kompeten yaitu: dewasa, sadar, dan sehat secara mental.
Ketiga hal ini harus terpenuhi, apabila salah satu tidak terpenuhi maka informasi dan
persetujuan, diberikan dan dimintakan kepada keluarga terdekat. Selain syarat
kompeten, maka sebelum diberikan informasi, pasien juga harus
berada dalam keadaan bebas atau sukarela untuk menerima informasi dan member
persetujuan.1,6,3,7,8
Informasi yang diberikan harus dapat membuat pasien memahami akan situasi
dan kondisi penyakitnya, memahami risiko atas keputusan yang akan dibuatnya dan
berkomunikasi dengan dokter perihal keadaannya dengan dasar pemahaman. Telah
ditegaskan bahwa informasi ini harus diberikan baik diminta atau tidak diminta oleh
pasien atau keluarga. Informasi ini harus diberikan sedemikian rupa sehingga dapat
dijadikan acuan bagi pasien atau keluarganya untuk mengambil keputusan, yaitu
menerima atau menolak tindakan medis.1,2,3
Dalam pasal 45 ayat 3 UU No. 29/2004 penjelasan atau pemberian informasi
kepada pasien sekurang kurangnya mencakup:12
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
6

c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;


d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Informasi yang diberikan haruslah
informasi yang adekuat, dalam hal ini seberapa baik informasi yang harus diberikan
kepada pasien, dapat dilihat dari 3standar, yaitu:13,14,6,1,15
a. Reasonable physician standard, bahwa kewajiban memberikan informasi dan
criteriake-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam
komunitas tenaga medis. Standar ini terlalu mengacu kepada nilai-nilai yang ada
dalam komunitas kedokteran, tanpa memperhatikan keingintahuan dan kemampuan
pemahaman individu yang diharapkan menerima informasi tersebut.
b. Subjective standard, bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut
oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk
pasien tersebut dalam membuat keputusan. Standar ini sangat sulit dilaksanakan atau
hamper mustahil. Adalah mustahil bagi tenaga medis untuk memahami nilai-nilai
yang secara individual dianut oleh pasien.
c. Reasonable patient standard, standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua
standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah
memenuhi kebutuhan pada umumnya orang awam.
2.5 Informed consent
Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu
tindakan, seperti operasi atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan
pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternatif, dan akibat penolakan.
Informed consent merupakan kewajiban hukum bagi penyelengara pelayanan
kesehatan untuk memberikan informasi dalam istilah yang dimengerti oleh klien
sehingga klien dapat membuat pilihan. Persetujuan ini harus diperoleh pada saat
klien tidak berada dalam pengaruh obat seperti narkotika.
Secara harfiah informed consent adalah persetujuan bebas yang didasarkan
atas informasi yang diperlukan untuk membuat persetujuan tersebut. Dilihat dari
pihak-pihak yang terlibat , dalam praktek dan penelitian medis, pengertian
“informed consent” memuat dua unsur pokok, yakni:
7

1. Hak pasien (atau subjek manusiawi yang akan dijadikan kelinci


percobaanmedis) untuk dimintai persetujuannya bebasnya oleh dokter (tenaga
medis) dalam melakukan kegiatan medis pada pasien tersebut, khususnya
apabila kegiiatan ini memuat kemungkinan resiko yang akan ditanggung oleh
pasien.
2. Kewajiban dokter (tenaga riset medis) untuk menghormati hak tersebut dan
untuk memberikan informasi seperlunya, sehingga persetujuan bebas dan
rasional dapat diberikan kapada pasien.
Dalam pengertian persetujuan bebas terkandung kemungkinan bagi pasien
untuk menerima atau menolak apa yang ditawarkan dengan disertai penjelasan
atau pemberian informasi seperlunya oleh tenaga medis (Sudarminta, J. 2001).
Dilihat dari hal-hal yang perlu ada agar informed consent dapat diberikan
oleh pasien maka, seperti yang dikemukakan oleh Tom L. Beauchamp dan James
F Childress, dalam pengertian informed consent terkandung empat unsur, dua
menyangkut pengertian informasi yang perlu diberikan dan dua lainnya
menyangkut perngertian persetujuan yang perlu diminta. Empat unsur itu adalah:
pembeberan informasi, pemahaman informasi, persetujuan bebas, dan kompetensi
untuk membuat perjanjian. Mengenai unsur pertama, pertanyaan pokok
yang biasanya muncul adalah seberapa jauh pembeberan informasi itu perlu
dilakukan. Dengan kata lain, seberapa jauh seorang dokter atau tenaga kesehata
lainnya memberikan informasi yang diperlukan agar persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau subyek riset medis dapat disebut suatu
persetujuan informed. Dalam menjawab pertanyaan ini dikemukakan beberapa
standar pembeberan, yakni:
a. Standar praktek profesional (the professional practice standard)
b. Standar pertimbangan akal sehat (the reasonable person standard)
c. Standar subyektif atau orang perorang (the subjective standard)
Persetujuan tersebut disebut dengan Informed Consent. Informed Consent
hakikatnya adalah hukum perikatan, ketentuan perdata akan berlaku dan ini sangat
berhubungan dengan tanggung jawab profesional menyangkut perjanjian
8

perawatan dan perjanjian terapeutik. Aspek perdata Informed Consent bila


dikaitkan dengan Hukum Perikatan yang di dalam KUH Perdata BW Pasal 1320
memuat 4 syarat sahnya suatu perjanjian yaitu:
a. Adanya kesepakatan antar pihak, bebas dari paksaan, kekeliruan dan penipuan.
b. Para pihak cakap untuk membuat perikatan
c. Adanya suatu sebab yang halal, yang dibenarkan, dan tidak dilarang oleh
peraturan perundang undangan serta merupakan sebab yang masuk akal untuk
dipenuhi.

Persetujuan memiliki lingkup terbatas pada hal-hal yang telah dinyatakan


sebelumnya, tidak dapat dianggap sebagai persetujuan atas semua tindakan yang akan
dilakukan, serta penting diperhatikan disini adalah siapa yang berhak memberikan
persetujuan. Apabila pasien tidak diberikan informasi sebelumnya, maka PTK yang
walaupun sudah ditandatangani tidak merupakan bukti kuat bagi dokter, karena
pasien dianggap belum informed sehingga belum terdapat persetujuan dalam arti yang
sebenarnya. Seperti halnya pemberian informasi atau penjelasan, maka untuk
persetujuan juga harus dilakukan atau diberikan oleh pasien yang kompeten. Apabila
pasien tidak kompeten maka persetujuan dapat dilakukan atau diberikan oleh
keluarga terdekat (next of kin).3,2,4,8
a. Bentuk persetujuan tindakan kedokteran
Terdapat 2 bentuk persetujuan tindakan kedokteranyaitu:
1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (impliedconsent)
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisanmaupun tertulis, namun melakukan
tingkah laku(gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipunpersetujuan jenis ini
tidak memiliki bukti, namun jenisinilah yang paling banyak dilakukan dalam
prakteksehari-hari. Misalnya seseorang yang menggulungbaju dan mengulurkan
lengannya untuk diambil darahnya.
2. Dinyatakan (expressed consent): lisan atau tulisan
Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya
pada tindakan invasif atau yang berisiko tinggi mempengaruhi kesehatan pasien
9

secara bermakna. Dalam Permenkes menyatakan bahwa setiap tindakan bedah


(operasi) dan tindakan beresiko tinggi lainnya harus dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang hendak memberikan persetujuan. Selain keadaan di atas
persetujuan tindakan medik dapat diberikan secara lisan atau tersirat.1,3,

b. Persetujuan tindakan kedokteran pada keadaan emergensi dan khusus


Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkanjiwa pasien dan atau mencegah
kecacatan tidakdiperlukan PTK. Pada keadaan emergensi dimanadidampingi oleh
keluarga terdekat, maka persetujuandapat dimintakan kepada keluarga terdekat (next
ofkin) dengan urutan sebagai berikut : suami/isteri yangsah, anak kandung, ayah atau
ibu kandung, saudarakandung atau pengampunya.13,1,12,15
Demikian juga hal nya dalam hal tindakan kedokteranharus dilaksanakan
sesuai dengan programpemerintah dimana tindakan medik itu untukkepentingan
masyarakat banyak, maka PTK tidakdiperlukan.13
Sanksi-sanksi
Apabila tindakan medik dilakukan tanpa persetujuanpasien maka dapat
dikenakan sanksi-sanksi sebagaiberikut:10,12,14
1. Sanksi etik, mulai dari teguran lisan sampaidengan rekomendasi pencabutan surat
ijin
praktik.
2. Sanksi administratif, dapat berupa teguran lisan,teguran tertulis sampai dengan
pencabutan suratijin praktik.
3. Sanksi disiplin, dapat berupa tegulisan lisan,tertulis, rekomendasi pencabutan surat
ijinpraktik dan atau kewajiban mengikuti Pendidikanatau pelatihan di institusi
Pendidikan kedokteran.
4. Sanksi PerdataSuatu tindakan medik terhadap seorang pasientanpa memperoleh
persetujuan dahulu daripasien tersebut dapat dianggap sebagaipenyerangan atas hak
orang lain atau perbuatanmelanggar hukum (tort). Dalam hal ini dokterdapat
menerima sanksi sebagaimana
10

diungkapkan dalam ketentuan pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


:“Tiapperbuatan melanggar hukum, yang membawakerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kesalahan itu,mengganti kerugian tersebut”.
5.Sanksi PidanaSuatu tindakan medik yang dilakukan oleh doktertanpa persetujuan
pasien dapat dianggap melanggarperaturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
pasal351 mengenai penganiayaan. Menyentuh ataumelakukan tindakan terhadap
pasien tanpapersetujuan dapat dikategorikan sebagai“penyerangan” (assault).

c. Contoh Tindakan Kedokteran yang Memerlukan Persetujuan


Sesuai Undang – Undang no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, terdapat beberapa
tindakan kedokteran dan kedokteran gigi yang wajib diberikan informed consent.
Tindakan tersebut yaitu :
A. Semua Tindakan Pembedahan dan Tindakan Invasive
B. Semua Tindakan Anestesi & Sedasi ( Sedasi Sedang dan Sedasi Dalam )
C. Semua Tindakan Pemberian Produk Darah & Komponen Darah
D. Semua Tindakan Yang Berisiko Tinggi.

2.6 Tata Cara Persetujuan Tindakan Kedokteran


Hal pertama yang harus dilakukan untukmempermudah dan menghindari kealfaan
dalammelaksanakan PTK adalah mencari format yang tepat,benar, dan sesuai dengan
peraturan perundangundanganyang berlaku di Indonesia. Sepanjangpengetahuan
penulis, format yang memenuhi criteria tersebut adalah contoh format PTK yang
dikeluarkanoleh Konsil Kedokteran Indonesia yang dimuat dalambuku Manual
Persetujuan Tindakan Kedokteran.
(Gambar 1)
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkanPTK yang baik
adalah:1,7-9,13,14
1. Evaluasi kompetensi pasien apakah pasienkompeten untuk dapat menerima
informasi dan
11

memberi persetujuan. Bila tidak kompeten makaproses PTK dilakukan pada keluarga
terdekat atauwali nya.
2. Lakukan penilaian keadaan apakah informasi akanmemperburuk kondisi pasien.
3. Lakukan pada tempat dan situasi yang membuatpasien nyaman untuk menerima
informasi.
4. Tanyakan kepada pasien apakah membutuhkanpendampingan dari keluarga
terdekat.
5. Dalam melakukan proses PTK sebaiknya dokterdidampingi oleh tenaga kesehatan
lain.
6. Berikan informasi secara jelas, adekuat, sertamenggunakan bahasa yang dapat
dipahami oleh
pasien, bila diperlukan dapat digunakan alat bantuuntuk menjelaskan.
7. Tanyakan kembali pemahaman pasien atasinformasi yang telah diberikan.
8. Beri kesempatan kepada pasien untuk bertanyadan berdiskusi.
9. Beri kesempatan kepada pasien, apabila mereka membutuhkan waktu untuk
mendiskusikan informasi tersebut dengan keluarga, akan tetapi berikan juga batas
waktu kapan keputusan akan
didapatkan.
10. Bila pasien menyatakan persetujuan atau penolakan maka mintalah tanda tangan
pasien dan 1 orang saksi dari keluarga pasien pada tempat yang telah disediakan.
11. Dokumentasikan dengan baik proses PTK tersebut sesuai format yang digunakan,
serta catatlah waktu kapan tahapan proses pemberian informasi diberikan dan kapan
persetujuan atau penolakan dari pasien diputuskan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
1).Sedapat mungkin informasi dijelaskan oleh dokteryang akan melakukan tindakan
kedokteran,
2). Bila dokter berhalangan maka pemberi informasi dapatdidelegasikan pada dokter
lain yang kompeten,
3) Diakhir proses pemberian informasi, dokter dan pasienmembubuhkan tanda tangan
pada kolom yangdisediakan,
12

4). Persetujuan sebaiknya diberikanlangsung oleh pasien, namun bila


tidakmemungkinkan dapat diwakili oleh keluarga, Dan
5).Dokter tidak perlu membubuhkan tanda tangan padabagian persetujuan.1,7,8,13
13

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Medikolegal adalah sesuatu yang berhubungn dengan kesehatan dan hukum

dimana seorang dokter berfikir tentang infestigasi hukum yang dibutuhkan

untuk dipertanggungjawabkan.

2. Informed consent adalah istilah yang berasal dari Bahasa Inggris yang dalam

Bahasa Indonesia sering disebut dengan persetujuan tindakan medis. Secara

harfiah, informed consent terdiri dari dua kata, yaitu: informed dan consent.

Informed berarti telah mendapat informasi atau penjelasan. Sedangkan

consent berarti memberi persetujuan atau mengizinkan. Dengan demikian

informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien/ keluarga setelah

mendapat informasi/ penjelasan.

3. Persetujuan dalam informed consent dianggap sah apabila: pasien telah diberi

penjelasan/ informasi, dan pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan

cakap/ kompeten untuk memberikan keputusan/ persetujuan


14

3.2 SARAN

Diperlukan suatu pemahaman yang baik agar tidak salah dalam memahami

tentang penjelasan tentang aspek medikolegal dalam persetujuan informed consent.


15

Gambar 1. Contoh format persetujuan tindakan kedokteran1


16

DAFTAR PUSTAKA
1. Sampurna B, Siswaja TD SZ. Bioetik dan hokum kedokteran. Jakarta: Pustaka
Dwipar; 2005. p 75- 84.
2. Guwandi J. Informed consent. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2004. 50 p.
3. . Beauchamp TL, Childress JF. Principles of Biomedical Ethics. 7 Ed. New
York: Oxford University Press;2013. p. 120-5.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
5. Peraturan Menteri Kesehatan No.749a/1989 tentang Rekam Medis
6. Rathor MY, Rani MFA, Shah AM, Akter SF. Informed consent: A Socio-legal
study. Med J Malaysia. 2011;66(5):423–8.
7. Raab EL. The parameters of informed consent. Trans Am Ophthalmol Soc.
2004; 102:225-32.
8. Kluge EHW. Incompetent patients, substitute decision making, and quality of
life: some ethical considerations. Medscape J Med.
2008;10(10):237.PMC2605131.
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran.
10. White MK, Keller V, Horrigan LA. Beyond informed consent: The shared
decision-making process. JCOM. 2003;10(6):323–8.
11. Murray B. Informed Consent: What Must a Physician Disclose to a Patient?
Virtual Mentor. 2012;14(7):563–6.
12. Jones JW, McCullough LB. How informed need be informed consent? J Vasc
Surg. 2011;54(6):1830–1.
13. Konsil Kedokteran Indonesia. Manual persetujuan tindakan kedokteran.
Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia; 2006. 36 p.
14. Abolfotouh MA, Adlan AA. Quality of informed consent for invasive
procedures in central Saudi Arabia. Int J Gen Med. 2012; 5:269–75.
17

15. Sivalingam N. Medical paternalism and patient autonomy; The dualism doctors
contend with. Med J Malaysia. 2011;66(5):421–2.
16.

Anda mungkin juga menyukai