Anda di halaman 1dari 18

Mod PANDUAN

SKILL LAB
ul LBM 3
INFORMED

2 CONSENT
REFUSAL
CONSENT

Modul
Komunikasi Efektif

Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung
2016
LBM 3:

Semester :1

Modul : KOMUNIKASI

LBM : III

Topik Keterampilan : Informed Consent and Refusal Consent

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. 1. Tujuan Instruksional Umum

Mempelajari tentang informed consent dan refusal consent yang digunakan dalam dunia medis sebagai
komunikasi tertulis untuk persetujuan/ penolakan tindakan medis

A. 2. Sasaran Pembelajaran
1. Mampu mengidentifikasi informed consent dan refusal consent
2. Mahasiswa mampu mengerti, memahami dan mengaplikasikan pentingnya informed consent dan
refusal consent dalam pemberian tindakan medis
3. Mahasiswa mampu memahami aspek medikolegal atas informed consent dan refusal consent
4. Berkomunikasi dengan pasien
5. Menyampaikan informasi terkait dengan kesehatan pasien

PETUNJUK SKILL LAB:


1. Instruktur membuka skills lab
2. Mahasiswa diminta untuk membaca teori mengenai Informed consent dan Informed Refusal
3. Mahasiswa diminta untuk mempelajari dan mencari bahan materi tentang
Pemeriksaan laboratorium pada kasus Demam Berdarah ,
Penyakit Gonorhea,
Penyakit Tonsilitis dan Tonsilektomi ,
Penanganan Luka dan Tindakan Penjahitan pada Luka .
4. Mahasiswa diminta untuk melakukan Informed consent dan meminta persetujuan pasien
(mahasiswa) berdasarkan blangko persetujuan dan penolakan yang sudah disediakan dan kemudian
dievaluasi oleh instruktur.
Definisi

Informed consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran
yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut (PERMENKES)

Informed consent berarti suatu izin (consent) atau pernyataan setuju dari pasien yang
diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan informasi dari dokter yang
dimengertinya. Istilah di Indonesia dinamakan Persetujuan Tindakan Medik (Konsil Kedokteran
Indoonesia)
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut,
tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang
dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan
melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.

Informasi atau keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilakukan
adalah :

1. Diagnosa yang telah ditegakkan.


2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko-resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada tindakan tersebut.
5. Konsenkuensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternative cara
pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Jenis
1. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)
Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga
tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau
hecting luka terbuka.
2. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)
Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan segera untuk
menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak bisa membuat persetujuan
segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti jantung.
3. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)
Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan melebihi
prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal, pencabutan kuku,
tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan invasive.
Bentuk Inform Consent
o Dinyatakan (expressed)

Dinyatakan secara lisan

Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di


kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang beresiko mempengaruhi
kesehatan penderita secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis
menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis

o Tidak dinyatakan (implied)

Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan
tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya.

Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang
paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari.

Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan


lengannya ketika akan diambil darahnya.

Proxy Consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan
syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus
mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik buat orang banyak). Umumnya
urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah suami/istri, anak, orang tua, saudara
kandung, dst. Proxy consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat.

Konteks dan Informed Consent : doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan :

Keadaan darurat medis

Ancaman terhadap kesehatan masyarakat

Pelepasan hak memberikan consent (waiver)

Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien
yang melepaskan haknya memberikan consent.

Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.

Keluhan pasien tentang proses informed consent :


Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis

Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu
untuk tanya-jawab.

Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna
informasi

Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.

Keluhan dokter tentang informed consent :

Pasien tidak mau diberitahu.

Pasien tak mampu memahami.

Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.

Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.

Elemen Inform Consent

Threshold elements : Elemen ini sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent
haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas
untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan
sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga
memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi
membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang
reasonable). Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa,
sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan
sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental
yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa
sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.

Information elements : Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure
(pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian berdasarkan pemahaman
yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi
(disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat.
Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3
standar :
Standar Praktik Profesi : Bahwa kewajiban memberikan informasi dan
kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana BIASANYA dilakukan dalam
komunitas tenaga medis. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut
di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang tidak
bermakna (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi
sosial pasien.

Standar Subyektif : Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang


dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai
untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam
hal waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara
individual dianut oleh pasien.

Standar pada reasonable person : Standar ini merupakan hasil kompromi


dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan
telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam.

Consent elements : Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness
(kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan
tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari tekanan
yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak
menyetujui tawarannya.

Tujuan informed consent

Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat
mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil
keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila
pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang
tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis
pada pasien.

Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut
American College of Physicians Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang
kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak
adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian.
Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
Manfaat informed consent

Informed Consent bermanfaat untuk :

1) Melindungi pasien terhadap segala tindakan medik yang dilakukan tanpa


sepengetahuan pasien. Misalnya tindakan medik yang tidak perlu atau tanpa indikasi,
penggunaan alat canggih dengan biaya tinggi dsbnya.

2) Memberikan perlindungan hukum bagi dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan
bersifat negatif. Misalnya terhadap resiko pengobatan yang tidak dapat dihindari walaupun
dokter telah bertindak seteliti mungkin.

Dengan adanya informed consent maka hak autonomy perorangan di kembangkan, pasien dan subjek
dilindungi, mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, merangsang profesi medis untuk mengadakan
introspeksi, mengajukan keputusan-keputusan yang rasional dan melibatkan masyarakat dalam
memajukan prinsip autonomy sebagai suatu nilai sosial serta mengadakan pengawasan dalam penelitian
biomedik.

Proses informed consent terdiri atas berapa bagian :


Informed consent terdiri atas 3 bagian dimana terdapat pertukaran informasi antara dokter dan
pasien :
a. Bagian pertama adalah pengungkapan dan penjelasan (disclosure and explanation) kepada pasien
dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh pasiennya tentang :
Penegakan diagnosanya
Sifat dan prosedur atau tindakan medik yang diusulkan
Kemungkinan timbulnya resiko
Manfaatnya
Alternatif yang (jika) ada
b. Bagian kedua menyangkut :
Memastikan bahwa pasien mengerti apa yang telah dijelaskan kepadanya (harus
diperhitungkan tingkat kapasitas intelektualnya)
Bahwa pasien telah menerima resiko-resiko tersebut
Bahwa pasien mengizinkan dilakukan prosedur/tindakan medik tersebut.
c. Proses itu kemudian harus didokumentasikan.
Bentuk persetujuan atau penolakan

Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah untuk
kelalaian rumah sakit tersebut yaitu fraudulent concealment. Pasien yang akan menjalani operasi
mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter lain dapat saja menuntut
malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed consent dan dapat menuntut
dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.

Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa persetujuan
diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed consent yang benar
yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.

Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum semua
informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien. Format tersebut bervariasi
sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi
merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed consent sebaiknya dibuat dengan
dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang bersangkutan.

Secara yuridis kewajiban yang dibebankan kepada dokter adalah:

Kewajiban untuk memberikan informasi kepada pasien.

Kewajiban untuk memperoleh persetujuan sebelum ia melakukan tindakannya.

Secara yuridis hak yang terdapat pada pasien dalam doktrin informed consent :

Hak untuk memperoleh informasi mengenai penyakitnya dan tindakan apa yang
hendak dilakukan oleh dokter terhadap dirinya

Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukannya

Hak untuk memilih alternative lain, jika ada

Hak untuk menolak usul tindakan yang hendak dilakukan

Otoritas untuk memberikan persetujuan

Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang direncanakan.
Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti
tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan
diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan
bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap
pasien.
Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap persetujuan
pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan tersebut. Pengadilan telah
membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak rasional. Pada kasus tersebut, pihak
dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada
pengadilan untuk melakukan perawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada
pengadilan, dokter dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya.

Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien, meskipun
inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka dokter perlu berhati-hati.
Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun
pasien tidak mampu untuk memberikan persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya
segera dilakukan (1) jika keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan
segera, (3) jika tidak ada dilarang undang-undang.

Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa
inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.

Kemampuan memberi perizinan

Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami informasi yang
diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan terkait dengan terapi yang
akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana tidak menggambarkan kemampuan
psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam usaha persuasif. Pasien seperti itu
membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan
persetujuan pengganti.

Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk bertindak atas nama
pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi pasien inkompeten yang
sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk memperoleh informed consent
diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari keluarga atau dari pihak yang ditunjuk
pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat
diantara anggota keluarga terhadap perawatan pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional
atau bertempat tinggal jauh, maka dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk
menentukan siapa yang dapat memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.
Pihak Yang Berhak Menyatakan Persetujuan:

1. Pasien sendiri (bila telah berumur 21 tahun atau telah menikah)

2. Bagi pasien di bawah umur 21 tahun diberikan oleh mereka menurut hak sebagai
berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Saudara-saudara kandung.

3. Bagi yang di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya
berhalangan hadir diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (l) Ayah/ibu
adopsi, (2) Saudara-saudara kandung, (3) Induk semang.

4. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, diberikan oleh mereka menurut urutan
hak sebagai berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Wali yang sah, (3) Saudara-saudara kandung.

5. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), diberikan menurut
urutan hak sebagai berikut: (1) Wali, (2) Curator.

6. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, diberikan oleh mereka menurut
urutan hak sebagai berikut: a. Suami/istri, b. Ayah/ibu kandung, c. Anak-anak kandung, d.
Saudara-saudara kandung.

[Wali: yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum atau yang menurut hukum
menggantikan kedudukan orang tua. Induk semang : orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain seperti
pimpinan asrama dari anak perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa.]

Isi informed consent

Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan bahwa dokter
harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien / keluarga diminta atau tidak diminta,
jadi informasi harus disampaikan.

Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit pasien.
Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani pasien baik diagnostic
maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat memahaminya. Ini mencangkup
bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternative terapi (Hanafiah,
1999).

Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien yang
harus diinformasikan sebelumnya, namun izin yang harus diberikan oleh pasien dapat berbagai macam
bentuknya, baik yang dinyatakan ataupun tidak. Yang paling untuk diketahui adalah bagaimana izin
tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga akan memudahkan pembuktiannya kelak bila
timbul perselisihan.
Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus menjelaskan beberapa
hal, yaitu:

1) Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan / pengobatan
yang akan diberikan / diterapkan.

2) Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.

3) Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.

4) Alternative metode perawatan / pengobatan.

5) Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan persetujuan.

6) Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu percobaan


atau menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukan Dokter juga perlu
menyampaikan (meskipun hanya sekilas), mengenai cara kerja dan pengalamannya dalam
melakukan tindakan medis tersebut (Achadiat, 2007).

Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan
kedokteran :

Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.

Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan
tindakan juga harus memberikan penjelasan (Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290/
Menkes/PER/III/2008). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan (Ayat 2).

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan


tindakan kedokteran adalah:

Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus segera bertindak
untuk menyelamatkan jiwa.

Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi
dirinya. Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.
Pelaksanaan Informed Consent
Ketentuan persetujuan tindakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik No. HR.00.06.3.5.1866
tanggal 21 April 1999, diantaranya :
1. Persetujuan atau penolakan tindakan medik harus dalam kebijakan dan prosedur (SOP) dan
ditetapkan tertulis oleh pimpinan RS.
2. Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter
3. Informed consent dianggap benar :
a. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang
dinyatakan secara spesifik.
b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (valuentery)
c. Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang sehat
mental dan memang berhak memberikan dari segi hukum
d. Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan
4. Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :
a. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan (purhate of
medical procedure)
b. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical procesure)
c. Tentang resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
d. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan resiko-resikonya (alternative
medical procedure and risk)
e. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan
f. diagnosis
5. Kewajiban memberi informasi dan penjelasan
Dokter yang melakukan tindakan medis tanggungjawab
Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain dengan diketahui dokter yang bersangkutan
6. Cara menyampaikan informasi
Lisan
Tulisan
7. Pihak yang menyatakan persetujuan
a. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah
b. Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :
Ayah/Ibu kandung
Saudara-saudara kandung
c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak :
Ayah/ibu adopsi
Saudara-saudara kandung
Induk semang
d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :
Ayah/ibu kandung
Wali yang sah
Saudara-saudara kandung
e. Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle)
Wali
Curator
f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua
Suami/istri
Ayah/ibu kandung
Anak-anak kandung
Saudara-saudara kandung
8. Cara menyatakan persetujuan
Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi
Lisan; tindakan tidak beresiko
9. Jenis tindakan medis yang pelu informed consent disusun oleh komite medik ditetapkan pimpinan
RS
10.Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga pasien
11. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan
Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai salah
satu saksi
Materai tidak diperlukan
Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien
Formulir harus ditandatangani 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan
Dokter harus ikut membubuhkan tandatangan sebagai bukti telah memberikan informasi
Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanannya.
12.Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada rekam medisnya.

Contoh format surat persetujuan (informed consent)

Surat Persetujuan

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ........................................................................................................................
Umur / jenis kelamin : ................................................ . tahun, laki-laki / perempuan
*) No. KTP/SIM/Paspor *) :
............................................................................................... Alamat :
........................................................................................................................
Untuk : H diri sendiri, H istri, H suami, H anak, H orang tua, H lainnya
Nama pasien :
.................................................................................................................. Umur / jenis
kelamin : ................................................ . tahun, laki-laki / perempuan *) Alamat :
........................................................................................................................ Ruangan :
........................................................................................................................ Rekam
Medis No. : ......................................................................................................... dengan
ini menyatakan seseungguhnya telah

MEMBERIKAN PERSETUJUAN
Untuk dilakukan

H Tindakan Operasi :
yang bersifat dan tujuannya operasi, serta kemungkinan bisa timbulnya akibat-akibatnya telah
dijelaskan sepenuhnya oleh dokter dan telah saya mengerti seluruhnya. Saya juga menyatakan telah
memberikan persetujuan saya untuk suatu perluasan tndakan operasi, apabila pada waktu
pembedahan ditemukan hal-hal yang membahayakan jiwa dan yang pada saat itu juga perlu
penanganan segera dan langsung untuk menyelamatkan jiwa.
Saya juga menyatakan telah memberikan persetujuan saya untuk tindakan anestesi umum/lokal
agar dapat dilaksanakan operasi tersebut dan penjelasan tentang segala resiko atau akibat yang
mungkin timbul telah dijelaskan dan telah saya memahami seluruhnya.

H Tindakan Medik/ICU :
Yang sifat, tujuan tndakan medik serta kemungkinan timbulnya akibat/resiko telah dijelaskan
sepenuhnya oleh dokter dan telah saya mengerti seluruhnya.
Saya juga menyatakan telah memberikan persetujuan saya untuk pemberian anestesi dan/atau
obat-obatan/bahan medik lain yang diperlukan untuk dapat terlaksananya prosedur medik dan juga
tndakan-tindakan lain yang harus dilakukan untuk penyelamatan jiwa.

........................, .................................

(Dr. ...........................................) (.........................................)


Nama dokter (**) Nama jelas
Penjelasan :
*) Coret yang tdak sesuai
Beri tanda X yang dipakai
(**) Yang menandatangani :
- Untuk tindakan medik : Dokter yang melakukan,
- ICU : Dokter yang bertugas
Format surat penolakan (refusal consent)

SURAT PENOLAKAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ........................................................................................................................
Umur / jenis kelamin : ................................................ . tahun, laki-laki / perempuan *)
No. KTP/SIM/Paspor *) : ...............................................................................................
Alamat : .......................................................................................................................
Denga ini menyatakan seseungguhnya :

Telah MENOLAK

Untuk diteruskan : Rawat Nginap / ICU


Untuk dilakukan : Operasi / Tindakan Medik

Terhadap : H diri sendiri H istri H suami,


H anak H orang tua H lainnya

Nama pasien : ........................................................................................................


Umur / jenis kelamin : ................................................ . tahun, laki-laki / perempuan *)
Alamat : ........................................................................................................................
Ruangan : .......................................................................................................................
. Rekam Medis No. :
.........................................................................................................

Saya juga telah menyatakan sesungguhnya bahwa saya :


a) Telah diberikan penjelasan serta peringatan akan bahaya, resiko, serta kemungkinan-
kemungkinan yang timbul, apabila :
- tidak dilakukan perawatan dan pengobatan rawat tnggal,
- dihentkan rawat nginap (pulang paksa) / ICU
- tidak dilakukan operasi/tndakan medik
b) Telah saya pahami sepenuhnya segala penjelasan yang diberikan oleh dokter,
c) Atas tanggungjawab dan resiko saya sendiri saya TETAP MENOLAK anjuran dari dokter
tersebut.

........................, .................................

(........................................................)
Nama jelas

Catatan :
*) Coret yang tdak sesuai
Beri tanda X yang dipakai
Skenario 1
Seorang perempuan umur 25 tahun diduga menderita demam berdarah. Dokter memerlukan
sampel darah sebanyak 5cc untuk membantu menegakkan diagnosisnya. Lalu dokter
menjelaskan kepada pasien dan meminta persetujuan mengenai tndakan tersebut.

Skenario 2
seorang laki-laki datang ke puskesmas dengan keluhan keluar cairan bernanah pada alat
kelaminnya. Setelah dilakukan anamnesa secara sistemats, kemudian dokter meminta izin
kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan.

Skenario 3
Seorang laki-laki 16 tahun datng ke Poli THT dengan keluhan sakit menelan. Setelah dilakukan
pemeriksaan, dokter mendiagnosis pasien menderita tonsillits. Lalu oleh dokter disarankan
untuk dilakukan operasi. Dokter menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya dan tndakan
operasi yang akan dilakukan.

Skenario 4
Seorang laki-laki umur 30 tahun datang ke UGD dengan luka robek 5cm pada paha kiri. Dan
dokter menyampaikan akan dilakukan tndakan penjahitan luka. Lalu dokter menyampaikan
resiko dan komplikasi atas tndakan yang akan dilakukan kepada pasien.

CHECK LIST INFORM CONSENT


NO HAL YANG DISAMPAIKAN SKOR

0 1 2

1 Salam

Memperkenalkan diri

Menjelaskan tujuan

2 Alasan perlunya tindakan medik (diagnosa)

3 Sifat tindakan medik (eksperimen atau non- eksperimen).

4 Tujuan tindakan medik (diagnostik / terapi).

5 Risiko dari tindakan medik

6 Akibat ikutan yang tidak menyenangkan

7 Ada tidaknya tindakan medik alternative

8 Akibat yang mungkin bisa terjadi jika pasien menolak


tindakan medik

9 Menanyakan kembali apakah sudah mengerti

10 Menanyakan apakah setuju atau menolak

11 Memberikan lembar persetujuan

12 Penutup
SUMBER BELAJAR

Braundwald, Horrison ed 14, edisi bahasa Indonesia.


Samsuridjal, Sopartondo, 2004, Komunikasi & Empati dalam hubungan Dokter-Pasien, Jakarta : Penerbit
FK UI
Muis, 2001. Komunikasi Islami, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Barbara Bates, 2007. A Guide to Physical Examination and History Taking , Ed. IV. Philadelphia : J.B.
Lippincott Company.
Azrul Azwar, 1997. Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter
Indonesia.
Burnside Mc. Glynn, 1995. Adams Diagnosis Fisik, Ed. 17, Jakarta : EGC.
Guwandi, 2003. Informed Consent & Informed Refusal, Ed. III, Jakarta : Balai Penerbit FK UI Jakarta
Larry King & Bill Gilbert, 2004. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Di mana Saja. Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Burnside Mc. Glynn, 1995. Adams Diagnosis Fisik, Ed. 17, Jakarta : EGC.
Rhenald Kasali, 2004. Sukses Melakukan Presentasi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Soejitno Irmin, Abdul Rochim, 2005. Rahasia Presentasi yang Menarik. Jakarta : Seyma Media.
Burnside Mc. Glynn, 1995. Adams Diagnosis Fisik, Ed. 17, Jakarta : EGC.
Samsuridjal, Sopartondo, 2004. Komunikasi & Empati dalam hubungan Dokter-Pasien, Jakarta : Penerbit
FK UI
Larry King & Bill Gilbert, 2004. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Di mana Saja. Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rosemary McMahon, 1999. Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer, Ed. 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai