SKILL LAB
ul LBM 3
INFORMED
2 CONSENT
REFUSAL
CONSENT
Modul
Komunikasi Efektif
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung
2016
LBM 3:
Semester :1
Modul : KOMUNIKASI
LBM : III
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mempelajari tentang informed consent dan refusal consent yang digunakan dalam dunia medis sebagai
komunikasi tertulis untuk persetujuan/ penolakan tindakan medis
A. 2. Sasaran Pembelajaran
1. Mampu mengidentifikasi informed consent dan refusal consent
2. Mahasiswa mampu mengerti, memahami dan mengaplikasikan pentingnya informed consent dan
refusal consent dalam pemberian tindakan medis
3. Mahasiswa mampu memahami aspek medikolegal atas informed consent dan refusal consent
4. Berkomunikasi dengan pasien
5. Menyampaikan informasi terkait dengan kesehatan pasien
Informed consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran
yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut (PERMENKES)
Informed consent berarti suatu izin (consent) atau pernyataan setuju dari pasien yang
diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan informasi dari dokter yang
dimengertinya. Istilah di Indonesia dinamakan Persetujuan Tindakan Medik (Konsil Kedokteran
Indoonesia)
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut,
tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang
dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan
melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Informasi atau keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilakukan
adalah :
Jenis
1. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)
Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga
tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau
hecting luka terbuka.
2. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)
Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan segera untuk
menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak bisa membuat persetujuan
segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti jantung.
3. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)
Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan melebihi
prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal, pencabutan kuku,
tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan invasive.
Bentuk Inform Consent
o Dinyatakan (expressed)
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan
tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya.
Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang
paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari.
Proxy Consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan
syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus
mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik buat orang banyak). Umumnya
urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah suami/istri, anak, orang tua, saudara
kandung, dst. Proxy consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat.
Konteks dan Informed Consent : doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan :
Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien
yang melepaskan haknya memberikan consent.
Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu
untuk tanya-jawab.
Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna
informasi
Threshold elements : Elemen ini sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent
haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas
untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan
sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga
memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi
membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang
reasonable). Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa,
sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan
sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental
yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa
sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.
Information elements : Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure
(pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian berdasarkan pemahaman
yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi
(disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat.
Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3
standar :
Standar Praktik Profesi : Bahwa kewajiban memberikan informasi dan
kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana BIASANYA dilakukan dalam
komunitas tenaga medis. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut
di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang tidak
bermakna (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi
sosial pasien.
Consent elements : Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness
(kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan
tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari tekanan
yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak
menyetujui tawarannya.
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat
mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil
keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila
pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang
tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis
pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut
American College of Physicians Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang
kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak
adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian.
Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
Manfaat informed consent
2) Memberikan perlindungan hukum bagi dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan
bersifat negatif. Misalnya terhadap resiko pengobatan yang tidak dapat dihindari walaupun
dokter telah bertindak seteliti mungkin.
Dengan adanya informed consent maka hak autonomy perorangan di kembangkan, pasien dan subjek
dilindungi, mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, merangsang profesi medis untuk mengadakan
introspeksi, mengajukan keputusan-keputusan yang rasional dan melibatkan masyarakat dalam
memajukan prinsip autonomy sebagai suatu nilai sosial serta mengadakan pengawasan dalam penelitian
biomedik.
Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah untuk
kelalaian rumah sakit tersebut yaitu fraudulent concealment. Pasien yang akan menjalani operasi
mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter lain dapat saja menuntut
malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed consent dan dapat menuntut
dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.
Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa persetujuan
diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed consent yang benar
yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.
Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum semua
informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien. Format tersebut bervariasi
sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi
merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed consent sebaiknya dibuat dengan
dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang bersangkutan.
Secara yuridis hak yang terdapat pada pasien dalam doktrin informed consent :
Hak untuk memperoleh informasi mengenai penyakitnya dan tindakan apa yang
hendak dilakukan oleh dokter terhadap dirinya
Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang direncanakan.
Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti
tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan
diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan
bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap
pasien.
Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap persetujuan
pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan tersebut. Pengadilan telah
membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak rasional. Pada kasus tersebut, pihak
dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada
pengadilan untuk melakukan perawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada
pengadilan, dokter dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya.
Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien, meskipun
inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka dokter perlu berhati-hati.
Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun
pasien tidak mampu untuk memberikan persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya
segera dilakukan (1) jika keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan
segera, (3) jika tidak ada dilarang undang-undang.
Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa
inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.
Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami informasi yang
diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan terkait dengan terapi yang
akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana tidak menggambarkan kemampuan
psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam usaha persuasif. Pasien seperti itu
membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan
persetujuan pengganti.
Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk bertindak atas nama
pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi pasien inkompeten yang
sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk memperoleh informed consent
diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari keluarga atau dari pihak yang ditunjuk
pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat
diantara anggota keluarga terhadap perawatan pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional
atau bertempat tinggal jauh, maka dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk
menentukan siapa yang dapat memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.
Pihak Yang Berhak Menyatakan Persetujuan:
2. Bagi pasien di bawah umur 21 tahun diberikan oleh mereka menurut hak sebagai
berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Saudara-saudara kandung.
3. Bagi yang di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya
berhalangan hadir diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (l) Ayah/ibu
adopsi, (2) Saudara-saudara kandung, (3) Induk semang.
4. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, diberikan oleh mereka menurut urutan
hak sebagai berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Wali yang sah, (3) Saudara-saudara kandung.
5. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), diberikan menurut
urutan hak sebagai berikut: (1) Wali, (2) Curator.
6. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, diberikan oleh mereka menurut
urutan hak sebagai berikut: a. Suami/istri, b. Ayah/ibu kandung, c. Anak-anak kandung, d.
Saudara-saudara kandung.
[Wali: yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum atau yang menurut hukum
menggantikan kedudukan orang tua. Induk semang : orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain seperti
pimpinan asrama dari anak perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa.]
Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan bahwa dokter
harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien / keluarga diminta atau tidak diminta,
jadi informasi harus disampaikan.
Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit pasien.
Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani pasien baik diagnostic
maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat memahaminya. Ini mencangkup
bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternative terapi (Hanafiah,
1999).
Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien yang
harus diinformasikan sebelumnya, namun izin yang harus diberikan oleh pasien dapat berbagai macam
bentuknya, baik yang dinyatakan ataupun tidak. Yang paling untuk diketahui adalah bagaimana izin
tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga akan memudahkan pembuktiannya kelak bila
timbul perselisihan.
Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus menjelaskan beberapa
hal, yaitu:
1) Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan / pengobatan
yang akan diberikan / diterapkan.
5) Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan persetujuan.
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan
kedokteran :
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan
tindakan juga harus memberikan penjelasan (Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290/
Menkes/PER/III/2008). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan (Ayat 2).
Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus segera bertindak
untuk menyelamatkan jiwa.
Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi
dirinya. Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.
Pelaksanaan Informed Consent
Ketentuan persetujuan tindakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik No. HR.00.06.3.5.1866
tanggal 21 April 1999, diantaranya :
1. Persetujuan atau penolakan tindakan medik harus dalam kebijakan dan prosedur (SOP) dan
ditetapkan tertulis oleh pimpinan RS.
2. Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter
3. Informed consent dianggap benar :
a. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang
dinyatakan secara spesifik.
b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (valuentery)
c. Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang sehat
mental dan memang berhak memberikan dari segi hukum
d. Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan
4. Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :
a. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan (purhate of
medical procedure)
b. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical procesure)
c. Tentang resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
d. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan resiko-resikonya (alternative
medical procedure and risk)
e. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan
f. diagnosis
5. Kewajiban memberi informasi dan penjelasan
Dokter yang melakukan tindakan medis tanggungjawab
Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain dengan diketahui dokter yang bersangkutan
6. Cara menyampaikan informasi
Lisan
Tulisan
7. Pihak yang menyatakan persetujuan
a. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah
b. Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :
Ayah/Ibu kandung
Saudara-saudara kandung
c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak :
Ayah/ibu adopsi
Saudara-saudara kandung
Induk semang
d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :
Ayah/ibu kandung
Wali yang sah
Saudara-saudara kandung
e. Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle)
Wali
Curator
f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua
Suami/istri
Ayah/ibu kandung
Anak-anak kandung
Saudara-saudara kandung
8. Cara menyatakan persetujuan
Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi
Lisan; tindakan tidak beresiko
9. Jenis tindakan medis yang pelu informed consent disusun oleh komite medik ditetapkan pimpinan
RS
10.Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga pasien
11. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan
Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai salah
satu saksi
Materai tidak diperlukan
Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien
Formulir harus ditandatangani 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan
Dokter harus ikut membubuhkan tandatangan sebagai bukti telah memberikan informasi
Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanannya.
12.Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada rekam medisnya.
Surat Persetujuan
MEMBERIKAN PERSETUJUAN
Untuk dilakukan
H Tindakan Operasi :
yang bersifat dan tujuannya operasi, serta kemungkinan bisa timbulnya akibat-akibatnya telah
dijelaskan sepenuhnya oleh dokter dan telah saya mengerti seluruhnya. Saya juga menyatakan telah
memberikan persetujuan saya untuk suatu perluasan tndakan operasi, apabila pada waktu
pembedahan ditemukan hal-hal yang membahayakan jiwa dan yang pada saat itu juga perlu
penanganan segera dan langsung untuk menyelamatkan jiwa.
Saya juga menyatakan telah memberikan persetujuan saya untuk tindakan anestesi umum/lokal
agar dapat dilaksanakan operasi tersebut dan penjelasan tentang segala resiko atau akibat yang
mungkin timbul telah dijelaskan dan telah saya memahami seluruhnya.
H Tindakan Medik/ICU :
Yang sifat, tujuan tndakan medik serta kemungkinan timbulnya akibat/resiko telah dijelaskan
sepenuhnya oleh dokter dan telah saya mengerti seluruhnya.
Saya juga menyatakan telah memberikan persetujuan saya untuk pemberian anestesi dan/atau
obat-obatan/bahan medik lain yang diperlukan untuk dapat terlaksananya prosedur medik dan juga
tndakan-tindakan lain yang harus dilakukan untuk penyelamatan jiwa.
........................, .................................
SURAT PENOLAKAN
Telah MENOLAK
........................, .................................
(........................................................)
Nama jelas
Catatan :
*) Coret yang tdak sesuai
Beri tanda X yang dipakai
Skenario 1
Seorang perempuan umur 25 tahun diduga menderita demam berdarah. Dokter memerlukan
sampel darah sebanyak 5cc untuk membantu menegakkan diagnosisnya. Lalu dokter
menjelaskan kepada pasien dan meminta persetujuan mengenai tndakan tersebut.
Skenario 2
seorang laki-laki datang ke puskesmas dengan keluhan keluar cairan bernanah pada alat
kelaminnya. Setelah dilakukan anamnesa secara sistemats, kemudian dokter meminta izin
kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan.
Skenario 3
Seorang laki-laki 16 tahun datng ke Poli THT dengan keluhan sakit menelan. Setelah dilakukan
pemeriksaan, dokter mendiagnosis pasien menderita tonsillits. Lalu oleh dokter disarankan
untuk dilakukan operasi. Dokter menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya dan tndakan
operasi yang akan dilakukan.
Skenario 4
Seorang laki-laki umur 30 tahun datang ke UGD dengan luka robek 5cm pada paha kiri. Dan
dokter menyampaikan akan dilakukan tndakan penjahitan luka. Lalu dokter menyampaikan
resiko dan komplikasi atas tndakan yang akan dilakukan kepada pasien.
0 1 2
1 Salam
Memperkenalkan diri
Menjelaskan tujuan
12 Penutup
SUMBER BELAJAR