Skenario 2
Dosen Pembimbing :
drg. Amandia Dewi P. Shita, M.Biomed.
Disusun oleh :
1. Firdaus Izzah Radji (181610101152)
2. Indana Zulva (181610101153)
3. Kahfi Izza Tegar A. (181610101154)
4. Wellant Putra I. (181610101155)
5. Muhammad Irfan (181610101156)
6. M. Dodi Kuncoro Jati (181610101157)
7. Rheza Jihan S. N (181610101158)
8. Mohammad Naufal F (181610101159)
9. Arda Rahma Putri (181610101161)
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat Nya
sehingga laporan ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa penyusun juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dalam menyelesaikan laporan tutorial pada Skenario 2 : Oklusi, Blok 6 : Fungsi
Sistem Stomagtonasi
Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan Tutor pada kelompok Tutorial
15, penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. drg. Amandia Dewi P. Shita, M.Biomed. selaku Tutor pada kelompok
Tutorial 15, dan
2. Semua anggota Tutorial 15 yang telah berpatisipasi dalam proses
pembuatan laporan ini.
Dan harapan penyusun, semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi laporan agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman penyusun, penyusun yakin masih banyak
kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
Oklusi adalah hubungan kontak antara gigi geligi bawah dengan gigi geligi atas
waktu mulut ditutup. Oklusi dikatakan normal, jika susunan gigi dalam lengkung
gigi teratur baik, serta terdapat hubungan yang harmonis antara gigi atas dengan
gigi bawah, hubungan seimbang antara gigi dan tulang rahang terhadap tulang
tengkorak dan otot di sekitaraya, serta ada keseimbangan fungsional sehingga
memberikan estetika yang baik. Oklusi dari gigi geligi bukanlah suatu keadaan
yang statis, karena mandibula dapat bergerak dalam berbagai posisi yang disebut
sebagai keadaan yang dinamik
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ketika hubungan antara cusp, ridge dan groove tepat pada keserasian dan
komponen yang berperan seperti gigi dan jaringan pendukung yaitu otot, tmj,
dan neuro muskular dalam keadaan sehat dan siap menjalankan fungsinya
dengan baik. Arti lain yaitu ketika gigi tersusun rapi dan teratur mengikuti
garis kurva oklusi
- Hubungan yang tepat pada gigi M1 permanen pada bidang sagital
- Inklinasi mahkota gigi Insisivus yang tepat pada bidang sagital
- Tiap tiap lengkung gigi merupakan suatu curva yang berbentuk parabola
(lengkung gigi RA lebih besar dari RB) dalam lengkung gigi, setiap gigi
harus mempunyai titik kontak
- Ukuran gigi RA lebih besar dari RB
2
- Pada gigi susu, permukaan mesial gigi insisivus sentral atas dan bawah
satu garis satu sama lain pada garis median, selain itu pada gigi insisivus
sentral RA beroklusi dengan gigi insisivus sentral RB dan sepertiga
mesial mesio distal dari gigi insisivus lateral bawah
- Angulasi mahkota gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal, tidak
ada rotasi gigi gigi individual, bidang oklusal yang datar atau sedikit
melengkung.
- Kesimpulan : tiap gigi rahang atas berkontak dengan 2 gigi rahang
bawah kecuali insisivus
2. Apa saja Klasifikasi oklusi?
Oklusi ideal
Gigi geligi tersusun rapih dan sempurna dalam lengkung rahang. Keadaan
beroklusinya setiap gigi kecuali insisivus bawah sama RA, beroklusinya
dengan 2 gigi lengkung antagonisnya.
Oklusi sentrik
Posisi kontak maksila dari gigi geligi pada waktu mandibula dalam keadaan
sentrik. Kondilus rahang bawah berada pada posisi bilateral simeteris pada
lengkungnya
Oklusi normal
Oklusi statik
Cusp fungsional gigi premolar berada pada posisi cusp to marginal, pada gigi
molar cusp to fossa. Menimbulkan relasi gigi anterior yaitu relasi overbite dan
overjet. Dimana overbite itu jarak vertikal insisal insisivus RA dan RB
normalnya obverbitenya itu 3-5 mm. Overjet adalah jarak horizontal insisisal
insisivus RA dan RB, biasanya normalnya 1.5 sampai 2.5 mm
Oklusi dinamik
Oklusi yang terjadi akibat pergerakn mandibula yang tibul akibat bergeraknya
mandibula kesamping(lateral), kedepan (anterior), dan kebelakang (posterior)
3
3. Faktor yang mempengaruhi terjadinya oklusi?
variasi genetik
otot-otot
jaringan sekitar RM
perkembangan gigi geligi secara acak
kebiasaan
adanya gigi supernumerary
adanya gigi mesiodens
trauma
pertumbungan dan perkembangan yg baik dari alat-alat pengunyah
integritas atau hubungan yang baik dari gigi geligi
hubungan yang baik dari TMJ
4
berada lebih mesial dari cusp bukal groove M1 bawah. Mesioklusi adalah
kondisi dimana cusp mesio-bukal M1 atas berada lebih ke distal cusp bukal
groove M1 bawah
5
Maksila dan mandibula
6
9. Klasifikasi maloklusi
2.3 Mapping
OKLUSI
DINAMIS STATIS
7
2.4 Tujuan Pembelajaran
Adapun L.O yang diperoleh dari pembahasan skenario 2 blok 6, yaitu :
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan :
1) Konsep dasar oklusi (seimbang, morfologi, dinamis)
2) Oklusi normal dan oklusi ideal
3) Faktor faktor yang dapat mempengaruhi oklusi normal
4) oklusi statis dan oklusi dinamis
5) hubungan mandibula terhadap maksila
6) Perbedaan antara oklusi sentris dan relasi sentris
7) Klasifikasi maloklusi menurut angle
8
BAB III
PEMBAHASAN
9
mastikasi dan sistem neuromuskularnya, serta sendi temporo mandibula.
Bila semua struktur tersebut berada dalam keadaan sehat dan mampu
menjalankan fungsinya dengan baik, maka oklusi tersebut dikatakan
normal (Gunadi, Haryanto A; dkk).
Oklusi merupakan fenomena kompleks yang terdiri dari gigi geligi,
ligamen periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem
saraf. Oklusi memiliki 2 aspek. Aspek yang pertama adalam statis yang
mengarah kepada bentuk, susunan, dan artikulasi gigi geligi pada dan
diantara lengkung gigi, dan hubungan antara gigi geligi dengan jaringan
penyangga. Aspek yang kedua adalah dinamis yang mengarah kepada
fungsi sistem stomatognatik yang terdiri dari gigi geligi, jaringan
penyangga, sendi temporomandibula, sistem neuromuskular dan nutrisi.
Terdapat beberapa terminologi seperti “oklusi normal” dan “oklusi
ideal”. Istilah oklusi normal tidak terlalu penting dibandingkan kebutuhan
untuk mencapai fungsi oklusi yang efisien dan nyaman. Leroy Johnson
menggambarkan oklusi normal sebagai suatu kondisi oklusi yang
berfungsi secara harmonis dengan proses metabolik untuk
mempertahankan struktur penyangga gigi dan rahang berada dalam
keadaan sehat. Oklusi dikatakan normal jika: susunan gigi di dalam
lengkung gigi teratur dengan baik; gigi dengan kontak proksimal;
hubungan seimbang antara gigi dan tulang rahang terhadap kranium dan
muskular disekitarnya; kurva Spee normal; ketika gigi berada dalam
kontak oklusal, terdapat maksimal interdigitasi dan minimal overbite dan
overjet; cusp mesio-bukal molar 1 maksila berada di groove mesio-bukal
molar 1 mandibula dan cusp disto-bukal molar 1 maksila berada di
embrasure antara molar 1 dan 2 mandibula dan seluruh jaringan
periodontal secara harmonis dengan kepala dan wajah.
Perubahan terhadap oklusi normal terjadi pada kondisi kehilangan gigi,
destruksi substansi gigi, migrasi gigi dan sebagai akibatnya adalah
maloklusi.
10
Sedangkan oklusi ideal merupakan konsep teoretis dari struktur
oklusal dan hubungan fungsional yang mencakup prinsip dan karakteristik
ideal yang harus dimiliki suatu keadaan oklusi. Menurut Kamus
Kedokteran Gigi, oklusi ideal adalah keadaan beroklusinya setiap gigi,
kecuali insisivus sentral bawah dan molar tiga atas, beroklusi
3.2 Oklusi normal dan oklusi ideal
Oklusi ideal merupakan konsep teoretis dari struktur oklusal dan
hubungan fungsional yang mencakup prinsip dan karakteristik ideal yang
harus dimiliki suatu keadaan oklusi. Menurut Kamus Kedokteran Gigi,
oklusi ideal adalah keadaan beroklusinya semua gigi, kecuali insisivus
central bawah dan molar tiga atas, beroklusi dengan dua gigi di lengkung
antagonisnya dan didasarkan pada bentuk gigi yang tidak mengalami
keausan (Harty, F. J. Ogston, R. : 1995).
11
fungsi pengunyahan, maka bentuk gigi ideal jarang dijumpai (Gros,
Martin D. : 1991). Oklusi ideal dapat diperoleh apabila bentuk
hirroglyphics (cusp, ridge, dan groove) gigi geligi ideal, tetapi hal ini akan
sulit dicapai sebab dalam proses pemakaiannya seringkali gigi geligi
tersebut mengalami berbagai perubahan. Berbagai perubahan yang dapat
terjadi adalah : (a) atrisi yaitu keausan gigi yang disebabkan faktor
fisiologis misalnya gesekan antar gigi, (b) abrasi yaitu keausan gigi yang
disebabkan faktor mekanis misalnya cara menyikat gigi yang kurang
benar, (c) erosi yaitu ausnya gigi yang disebabkan hilangnya jaringangan
keras gigi yakni enamel karena proses kimiawi dan tidak melibatkan
bakteri (Walton, Richard E. : 2008).
Leory Johnson menggambarkan oklusi normal sebagai suatu kondisi
oklusi yang berfungsi secara harmonis dengan proses metabolik
untukmempertahankan struktur penyangga gigi dan rahang berada dalam
keadaan sehat (Foster, T. D : 1997). Andrew (1972) menyebutkan enam
kunci oklusi normal yang berasal dari penelitian yang dilakukannya
terhadap 120 subyek yang oklusi idealnya memiliki enam ciri. Keenam
ciri tersebut adalah sebagai berikut : 1. Hubungan yang tepat dari gigi-gigi
molar pertama tetap pda bidang sagital. 2. Angulasi mahkota gigi-gigi
insisivus yang tepat pada bidang transversal. 3. Inklinasi mahkota gigi-
gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital. 4. Tidak adanya rotasi gigi-
gigi individual. 5. Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam
masingmasing lengkung gigi, tanpa celah maupun berjejal-jejal. 6. Bidang
oklusal yang datar atau sedikit melengkung (Foster, T. D : 1997). Andrew
memperkirakan bahwa jika satu atau beberapa ciri tidak tepat, hubungan
oklusal dari gigi geligi tidaklah ideal. Beberapa kriteria mengenai oklusi
fungsional yang ideal sudah diperkenalkan oleh Roth (1976). Berikut ini
adalah salinan dari konsep Roth, yang ditujukan terutama untuk
mendapatkan efisiensi pengunyahan maksimal yang konsisten dengan
beban traumatik minimal yang mengenai gigi-gigi dan jaringan
12
pendukung serta otot dan aparatus pengunyahan skeletal (Foster, T. D :
1997).
3.3 Faktor faktor yang dapat mempengaruhi oklusi normal
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan oklusi dibagi menjadi
dua kelompok yaitu faktor lokal dan faktor umum. Faktor lokal yang
memberikan pengaruh terhadap perkembangan oklusi antara lain posisi
perkembangan gigi yang berjejal (crowded), gigi supernumerary dan
hipodonsia. Faktor umum terdiri dari faktor skeletal, faktor otot dan faktor
dental.
1. Faktor Skeletal
Hubungan skeletal merupakan hubungan antero-posterior dari bagian
basal rahang bawah dan rahang atas dengan gigi-gigi pada keadaan
oklusi. Klasifikasi hubungan skeletal dibagi menjadi tiga, yaitu klas I,
klas II dan klas III skeletal (Foster, T.D., 2012). 14
2. Faktor Otot
Faktor otot dilihat dari bentuk dan fungsi otot yang mengelilingi gigi
dapat memberikan pengaruh terhadap erupsi gigi.
3. Faktor Dental
Faktor umum ketiga yang dapat mempengaruhi perkembangan oklusi
adalah hubungan ukuran mesiodistal gigi dan ukuran rahang tempat
terletaknya gigi tersebut. Bentuk dan ukuran mesiodistal gigi berperan
penting dalam menentukan ruang yang tersedia untuk gigi. Gigi geligi
harus memiliki cukup ruang dalam lengkung basal rahang agar dapat
erupsi tanpa berjejal atau bertumpuk. Hubungan skeletal dan faktor
otot dapat mempengaruhi ukuran lengkung rahang menjadi lebih besar
atau lebih kecil. Hal tersebut berpengaruh terhadap posisi gigi dalam
rongga mulut dan mengakibatkan terjadinya maloklusi gigi. (Foster,
T.D., 2012)
Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi dari oklusi normal
seperti :
13
Faktor genetik
Misalnya :
o Adanya perkawinan campur antar ras dan suku bangsa yang
dapat menimbulkan berbagai macam variasi oklusi
o Adanya kelainan genetik
o Evolusi ukuran rahang manusia
Kebiasaan buruk
o Aktivitas mengisap jari dan ibu jari sangat berkaitan dengan
otototot sekitar rongga mulut sehingga dapat menyebabkan
adanya gigitan depan terbuka (anterior openbite)
o Mengigit bibir
o Menjulurkan lidah, dan
o Mengigit kuku 15
Trauma Prenatal : tekanan pada saat intrauterin Mekanisnya :
trauma gigi sulung benih gigi permanen bergeser kelainan
pertumbuhan gigi permanen akar gigi permanen dan yang berada
didekatnya erupsi diluar lengkung gigi
Post natal : fraktur rahang dan gigi
3.4 oklusi statis dan oklusi dinamis
Oklusi statik merupakan hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang
bawah dalam keadaan tertutup atau hubungan daerah kunyah gigi geligi
dalam keadaan tidak berfungsi (statik). Pada oklusi statik, hubungan cusp
fungsional gigi geligi posterior (premolar) berada pada posisi cusp to
marginal ridge dan cusp fungsional gigi molar pada posisi cusp to fossa.
Sedang pada hubungan gigi anterior dapat ditentukan jarak gigit (overjet)
dan tinggi gigit (overbite) dalam satuan milimeter (mm). Jarak gigit
(overjet) adalah jarak horizontal antara incisal edge gigi incisivus RA
terhadap bidang labial gigi insisivus pertama RB. Dan tinggi gigit
(overbite) adalah jarak vertikal antara incisal edge RB sampai incisal edge
RA. Pada oklusi statik, hubungan cusp fungsional gigi geligi posterior
14
(premolar) berada pada posisi cusp to marginal ridge dan cusp fungsional
gigi molar pada posisi cusp to fossa. Sedang pada hubungan gigi anterior
dapat ditentukan jarak gigit (overjet) dan tinggi gigit (overbite) dalam
satuan milimeter (mm). Jarak gigit (overjet) adalah jarak horizontal antara
incisal edge gigi incisivus RA terhadap bidang labial gigi insisivus
pertama RB. Dan tinggi gigit (overbite) adalah jarak vertikal antara incisal
edge RB sampai incisal edge RA.
Oklusi dinamik merupakan hubungan antara gigi geligi RA dan RB
pada saat seseorang melakukan gerakan mandibula ke arah lateral
(samping) ataupun kedepan (antero-posterior). Oklusi dinamik timbul
akibat gerakan mandibula ke lateral, kedepan (anterior) dan kebelakang
(posterior). Oklusi yang terjadi karena pergerakan mandibula ini sering
disebut artikulasi. Pada gerakan ke lateral akan ditemukan sisi kerja
(working side) yang ditunjukkan dengan adanya kontak antara cusp bukal
RA dan cusp molar RB; dan sisi keseimbangan (balancing side). Working
side dalam oklusi dinamik digunakan sebagai panduan oklusi (oklusal
guidance), bukan pada balancing side. Oklusi dinamik timbul akibat
gerakan mandibula ke lateral, kedepan (anterior) dan kebelakang
(posterior). Oklusi yang terjadi karena pergerakan mandibula ini sering
disebut artikulasi. Pada gerakan ke lateral akan ditemukan sisi kerja
(working side) yang ditunjukan dengan adanya kontak antara cusp bukal
RA dan cusp molar RB; dan sisi keseimbangan (balancing side). Working
side dalam oklusi dinamik digunakan sebagai panduan oklusi (oklusal
guidance), bukan pada balancing side.
15
Kontak gigi geligi karena gerakan mandibula dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1) Intercupal Contact Position (ICP)
Adalah kontak maksimal antara gigi geligi dengan antagonisnya.
2) Retruded Contract Position (RCP)
Adalah kontak maksimal gigi geligi pada saat mandibula bergerak
lebih ke posterior dari ICP, namun RB masih mampu bergerak secara
terbatas ke lateral.
3) Protrusif Contact Position (PCP)
adalah kontak gigi geligi anterior pada saat RB digerakkan ke anterior.
16
2. Unilateral balanced occlusion
Bila gigi geligi posterior pada sisi kerja kontak dan sisi keseimbangan
tidak kontak
3. Mutually protected occlusion
Dijumpai kontak ringan pada gigi geligi anterior, sedang pada gigi
posterior tidak kontak;
4. Tidak dapat ditetapkan
Bila tidak dapat dikelompokkan dalam klasifikasi diatas.
Konsep oklusi dinamik ini menyatakan bahwa efektivitas fungsional
tak dapat ditentukan oleh hubungan hirroglyphics (cusp, ridge, dan
groove) saja, tetapi keserasian antara komponen yang berperan dalam
proses terjadinya kontak antara gig geligi tersebut. Komponen tersebut
adalah gigi geligi dan jaringan pendukungnya; otot mastikasi, sistem
neuromuskular, dan sendi temporomandibular (STM). Bila semua struktur
tersebut berada dalam keadaan sehat dan mampu menjalankan fungsinya
dengan baik, maka oklusi tersebut dikatakan normal.
3.5 hubungan mandibula terhadap maksila
Dimensi Vertikal Istirahat
Hubungan rahang atas (maksila) dan rahang bawah (mandibula) dalam
arah vertikal saat mandibula dalam kedudukan istirahat fisiologis.
Dimensi Vertikal Oklusi
Hubungan rahang atas (maksila) dengan rahang bawah (mandibula)
dalam arah vertikal saat gigi geligi beroklusi.
Selisih antara dimensi vertikal istirahat dan oklusi disebut free way
space
Relasi Sentrik
Hubungan mandibula terhadap maksila, yang menunjukkan posisi
mandibula terletak 1-2 mm lebih ke belakang dari oklusi sentris.
17
Relasi Eksentrik
Relasi antara mandibula terhadap maksila selain relasi sentrik, meliputi
relasi protrutive dan relasi lateral.
3.6 Perbedaan antara oklusi sentris dan relasi sentris
Oklusi sentrik adalah posisi kontak maksimal dari gigi geligi pada waktu
mandibula dalam keadaan sentrik, yaitu kedua kondisi berada dalam posisi
bilateral simetris di dalam fossanya. Sentris atau tidaknya posisi
mandibula ini sangat ditentukan oleh panduan yang diberikan oleh kontak
antara gigi pada saat pertama berkontak. Keadaan ini akan mudah berubah
bila terdapat gigi supra posisi ataupun overhanging restoration
(Harshanur, IW : 1992).
Definisi oklusi sentrik tidak bisa diterapkan untuk semua individu,
karena pada beberapa kasus seperti pada tahap akhir gigi geligi susu, atrisi
sudah mengurangi tinggi tonjol gigi-gigi sehingga permukaan oklusi
relatif datar. Syarat-syarat oklusi sentris : 1. Gigi atas dan bawah dalam
hubungan kontak maksimal dan tak bekerja. 2. Bibir menekan satu sama
lain. 3. Ujung lidah pada sepertiga insisal dan tengah dari gigi-gigi
insisivus atas dan bawah. 4. Otot-otot kunyah dalam keadaan kontraksi 5.
Ekspresi/tarikan muka harus kelihatan normal (Harshanur, IW : 1992).
Relasi sentrik merupakan hubungan mandibula terhadap maksila, yang
menunjukkan posisi mandibula terletak 1-2 mm lebih kebelakang dari
oklusi sentris (mandibula terletak paling posterior dari maksila) atau
kondil terletak paling distal dari fossa glenoid, tetapi masih dimungkinkan
adanya gerakan dalam arah lateral. Pada keadaan kontak ini gigi-geligi
dalam keadaan Intercuspal Contact Position (ICP) atau dapat dikatakan
bahwa ICP berada pada posisi RCP (Thomson, Hamish : 2007).
3.7 Klasifikasi maloklusi menurut angle
a. Klas I (neutro occlusion) Hubungan anteroposterior rahang yang
normal dilihat dari molar satu tetap. Cusp mesio bukal molar satu
rahang atas berkontak dengan bukal molar satu rahang bawah, gigi
18
permanen caninus yang terletak di ruang tepi distal gigi permanen
caninus bawah
b. Klas II (disto occlusion) Rahang bawah sekurang kurangnya setengah
cusp lebih ke distal dari rahang atas. Cusp mesio bukal permanen
molar satu rahang atas terletak diantara cusp mesiobukal molar satu
rahang bawah, dan sisi distal molar dua rahang bawah
Divisi 1 : (insisivus pertama atas proklinasi, berhubungan adanya
overjet)
Divisi 2 : ( insisivus pertama atas retroklinasi, insisivus kedua atas
proklinasi, berhubungan adanya overbite yang dalam)
c. Klas III (mesio occlusion) Rahang bawah sekurang kurangnya setengah cusp
lebih ke mesial dari rahang atas, mesio bukal molar satu rahang atas
diantara sisi distal molar satu rahang bawah dan sisi mesial molar dua
rahang bawah. lengkung gigi bawah terletak lebih anterior dari rahang atas
Klas III sejati : rahang bawah pindah dari posisi istirahat ke oklusi klas III
pada saat penutupan normal
Klas III postural : gerak menutup mandibula menyebabkan I bawah
berkontak dengan I atas sebelum mencapai oklusi sentrik
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
Harty, F.J., dan Ogston, R., 2012, Kamus Kedokteran Gigi. Alih Bahasa: Narlan
Sumawinata dari “Concise Illustrated Dental Dictionary”. Jakarta: EGC
Gunadi, Haryanto A; dkk. 1994. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan
Jilid 2. Jakarta : Hipokrates.
Gros, Martin D; Mahtews, J.D. 1991. Oklusi Dalam Kedokteran Gigi Restoratif.
Surabaya : Airlangga University Press.
Walton, Richard E. : 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta : EGC
21