BEDAH MULUT I
DISUSUN OLEH:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
DAFTAR ISI
PRINSIP-PRINSIP PEMBEDAHAN
Prinsip asepsis
Asepsis adalah pencegahan keterlibatan/kontaminasi bakteri terhadap luka setelah
operasi. Penggunaan instrumentasi steril untuk daerah operasi. Pada daerah pembedahan
(operasi), keterlibatan bakteri harus minimal.
Prinsip debridement
Prinsip debridemen dapata dilakukan dengan cara :
- Luka post pembedahan harus dibersihkan
- Lakukan pembersihan luka (soket) untuk menghilangkan debris, sisa jaringan
patologis, pembersihan serpihan serpihan tulang dan jaringan.
- Pembersihan dilakukan dengan irigasi daerah operasi dengan saline dan antiseptik
Penegakan diagnosis dan rencana perawatan merupakan hal yang penting dilakukan
oleh dokter gigi. Dalam menegakkan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat maka
diperlukan beberapa tahap, salah satunya tahap pemeriksaan pasien yang terdiri dari
pemeriksaan subjektif dan objektif.
Pupil mata
1. Periksa Bentuk pupil mata
- Isokor adalah keadaan dimana kedua pupil sama besar dan bentuknya.
- Anisokor adalah keadaan dimana kedua pupil tidak sama besar dan
bentuknya
2. Reflek Terhadap Cahaya :
- Miosis adalah keadaan di mana pupil yang mengecil, dan kadang –
kadang amat kecil (pinpoint).
- Midriasis adalah keadaan di mana pupil yang dilatasi.
Nadi
Cara mengukur denyut nadi :
1) Dengan menggunakan 2 jari yaitu telunjuk dan jari tengah, atau 3 jari, telunjuk,
jari tengah dan jari manis jika kita kesulitan menggunakan 2 jari.
2) Temukan titik nadi (daerah yang denyutannya paling keras), yaitu nadi karotis
di cekungan bagian pinggir leher kira-kira 2 cm di kiri/kanan garis tengah leher
(kira-kira 2 cm disamping jakun pada laki-laki ), nadi radialis di pergelangan
tangan di sisi ibu jari.
3) Setelah menemukan denyut nadi, tekan perlahan kemudian hitunglah jumlah
denyutannya selama 15 detik, setelah itu kalikan 4, ini merupakan denyut nadi
dalam 1 menit.
70-100/min : Normal
>100 / min : Takikardi
<70/min : Bradikardi
Suhu
360 C-36,90C : Normal
370C-37,90C : Subfebris
380C-39,90C : Febris
400C-420C : Hipertemia
Respirasi
18-20/min : Normal
< 14/min : Bradypnea
> 20/min : Takipnea
- Bibir
Pemeriksaan bibir bertujuan untuk melihat tonus bibir dan katup bibir. Tonus
bibir atau kekuatan otot bibir terbagi atas 3, yaitu normal, hipotonus, dan hipertonus.
Katup bibir untuk melihat apakah bibir dapat terkatup (competent/positive) atau tidak
dapat terkatup (incompetent/negative). Cara pemeriksaannya adalah dengan
mempalpasi otot bibir pada keadaan otot orbicularis oris dalam keadaan relaksasi.
- TMJ
Periksa pembukaan mulut, melihat ada tidaknya deviasi atau clicking pada TMJ.
Pemeriksaan Perkusi
Dilakukan dengan cara mengetukkan jari atau instrumen ke arah tulang atau
jaringan sekitarnya. Respon yangpositif menandakan adanya inflamasi
periapikal. Bedakan intensitas rasa sakitdengan melakukan perkusi gigi
tetangganya yang normal atau respon positif yangdisebabkan inflamasi ligamen
periapikal, karena adanya peradangan pulpayang berlanjut ke apikal dan meluas
mengenai jaringan penyangga.
Pemeriksaan mobility
Mobilitas gigi diperiksa dengan menggunakan tangkai dua instrumen atau
dengan satu tangkai instrumen dan satu jari. Derajat kegoyangan gigi:
- Derajat 0 : tidak ada kegoyangan.
- Derajat 1 : gigi bergerak dalam arah horizontal (labiolingual) tapi belum
melebihi dari 1 mm.
- Derajat 2 : gigi bergerak dalam arah horizontal (labiolingual) sampai 1
mm.
- Derajat 3 : gigi bergerak dalam arah horizontal (labiolingual) melebihi
dari 1 mm.
- Derajat 4 : gigi bergerak dalam arah vertikal (ke atas dan bawah ke arah
aksial) dan horizontal (labiolingual).
III.1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
A. Radiografi Intraoral
a. Periapikal
b. Bite Wing
c. Oklusal
B. Radiografi ekstraoral
a. Panoramik
b. Chepalometry
c. Water’s/occipitomental projection
d. Reverse towne projection
e. Submentovertex projection
2. Hematologi
Normal value
Hemoglobin (Hb) =12-14 gm percent (wanita), 14-18 gm percent (laki-laki)
Total RBC =4.5-5 million (wanita), 5-6 million (laki-laki)
Total WBC =4,000-11,000/cu mm.
Total platelet =1.5 lakhs/cu mm.
3. Histopatologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat patologi pada tingkat sel dan jaringan.
Spesimen di ambil (dibiopsi) dan dikirim kebagian lab untuk dilihat secara
mikroskopis. Pengambilan specimen dapat dilakukan dengan cara biopsi, eksisi, insisi,
Fine Needle aspiration cytology (FNAC), dan Punch Biopsi.
Indikasi :
1. Mendiagnosis carcinoma.
2. Untuk memastikan lesi-lesi pada rongga mulut.
3. Melihat/screening jaringan yang normal dari yang abnormal.
4. Mendiagnosis suatu keganasan.
4. Bakteriologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat jenis mikrobiologi pada kasus/lesi
tertentu seperti jamur, virus, bakteri. Pemeriksaan diambil dari darah, sputum, serum
atau specimen lain. Pada kasus septicemia pemeriksaan kultur bakteri aerob dan
anaerob dapat menjadi pertimbangan.
III
Asepsis Bedah Mulut
Asepsis adalah suatu kondisi bebas mikroorganisme yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya kontaminasi. Kondisi steril (bebas mikroorganisme) dilakukan pada jaringan,
material, ruangan meliputi menghilangkan dan membunuh mikroorganisme. Teknik aseptik
adalah prosedur menghancurkan/memutus rantai siklus infeksi (infeksi silang) dan
menghilangkan infeksi silang. Infeksi silang adalah perpindahan mikroorganisme dari pasien
1 ke pasien lain atau perpindahan dari pasien ke benda di sekitar pasien.
Dokter/
Instrumen
Perawat
Pasien
Universal precaution
Suatu prosedur pencegahan infeksi dengan konsep bahwa setiap orang yang datang
ke dokter/dokter gigi baik darah dan cairan tubuhnya di anggap terkontaminasi
mikroorganisme. Universal precaution terdiri dari perlindungan diri, alat pelindung dan
pengendalian Infeksi Lingkungan.
Alat Kedokteran Gigi
Klasifikasi alat kedokteran gigi berdasarkan penggunaan terhadap pasien, yaitu :
1. Alat Kritis
Alat yang menyentuh / berpenetrasi / menginvasi terhadap jaringan lunak, tulang, dan
pembuluh darah.
Contoh : pisau bedah, bein, tang.
2. Alat semi kritis
Alat yang hanya menyentuh membran mukosa, saliva, namun tidak berpenetrasi/
menginvasi jaringan lunak dan pembuluh darah.
Contoh : kaca mulut, pinset, sendok cetak.
3. Alat non kritis
Alat yang tidak menyentuh secara langsung terhadap area operasi.
Contoh : tensimeter.
Prinsip Asepsis
• Cleaning
• Desinfeksi
Jenis-jenis Desinfektan:
1. Amonium Kuartener
Bekerja merusak membran sel pada bakteri, sehingga merusak metabolism bakteri
terutama gram positif.
2. Ethyl Alkohol
Bersifat broad spectrum dan dapat membunuh virus hydrophilic dan lipophilic.
Kekurangan membersikan pewarnaan pada beberapa permukaan.
4. Chlorin
Antimikroba yang bekerja sangat cepat. Broad spectrum. Bekerja dengan cara
mengoksidasi. Kekurangan dapat mengiritasi kulit atau mata, korosif terhadap bahan
metal.
5. Fenol
6. Hidrogen Peroxide
• Sterilisasi
Bekerja dengan cara menggunakan tekanan uap panas yang ada di dalam autoclave.
15-30 min pada suhu 121o C atau 3.5-10 min pada suhu 132o C.
2. Dry Heat
Bekerja dengan cara menggunakan udara panas. 60-120 min pada suhu 1600C atau
12 min pada suhu 1900C.
Standar precaution :
1. Kebersihan tangan :
a. Melakukan cuci tangan yang benar dengan menggunakan antiseptik pada :
- Sebelum menyentuh pasien.
- Bila tangan terlihat kotor.
- Setelah menyentuh objek yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi.
- Sebelum dan setelah memakai sarung tangan.
b. Tidak menggunakan cincin, jam tangan dan seluruh perhiasan yang ada di
pergelangan tangan.
c. Kuku pendek dan bersih, serta tidak menggunakan perwarna atau kuku palsu.
Antiseptik
Antiseptik adalah bahan kimia yang digunakan pada kulit / jaringan yang hidup (sehat)
yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme. Jenis-jenis antiseptik, yaitu :
1. Chlorhexidine Gluconate
2. Iodine
3. Quarternary Amonium
4. Triclosan
Posisi kerja operator dan asisten berdasarkan arah jarum jam baik dalam keadaan
duduk maupun berdiri. Tujuan asisten adalah untuk membantu menjaga sterilitas dan
mencegah infeksi silang, membantu agar bekerja secara efektif dan efisien, membantu
mobilitas alat dan bahan.
Gambar 3.2. Posisi operator dan asisten sesuai arah jarum jam.
Anastesi berasal dari bahasa Yunani yaitu an adalah tanpa , aesthetos adalah rasa
atau sensasi, sehingga anastesi berarti tanpa rasa. Anestesi lokal adalah anastesi yang
menyebabkan tidak ada sensasi/rasa pada daerah terbatas pada keadaan pasien sadar.
Anastesi lokal dilakukan pada eksodonsia dan bedah minor.
2. Prilocaine
Anastesi Prilocaine tersedia dlm 2 bentuk, yaitu larutan 3% (30 mg/ml) +
vasokonstriktor (felypressin/octapressin) dan larutan 4% (40 mg/ml). Prilocaine
memiliki efek analgesik mirip lignocaine + adrenalin untuk infiltrasi & blok n. alv.
inferior, tetapi kurang efisien untuk injeksi intraligamen dan Kurang efektif dalam
mengontrol perdarahan dan vasodilatasi. Prilocain dapat digunakan pula untuk bahan
anastesi topikal.
3. Mepivacaine
Anastesi Mepivacaine tersedia dalam 2 bentuk, yaitu larutan 2% dan Larutan 3%
dengan 1:100.000 adrenalin. Kombinasi mepivacaine dan vasokonstriktor memiliki
efek seperti lignocaine dan vasokonstriktor, tetapi pada mepivacaine memiliki
Vasodilatasi yang lebih sedikit daripada lignocaine.
4. Articaine
Articaine tersedia dalam bentuk larutan 4% yg dikombinasi dengan adrenalin
1:100.000 atau 1: 200.000. Kombinasi articaine dan vasokonstriktor memiliki
efeknya sama dengan lignocaine dan vasokonstriktor. Metabolisme articaine terjadi
dalam plasma dan memiliki durasi lebih pendek degan waktu paruh 20 menit.
5. Bupivacaine dan Levobupivacaine
Levobupivacaine merupakan L-isomer murni dari bupivacaine dan lebih sedikit
cardiotoxic. Bupivacaine dan levobupivacaine memiliki waktu reaksi yang panjang
dan diindikasikan untuk blok regional.
6. Ropivacaine
Tersedia dalam konsentrasi 0,5% ( biasa atau dengan adrenalin), 0,75% & 1%
dan memiliki waktu reaksi mirip bupivacaine.
Teknik :
1. Tarik pipi dan bibir sehingga jaringan menjadi tegang.
2. Penusukan dilakukan pada lipatan mukobukal, jarum ditusukkan ke arah apeks gigi
(bevel jarum menghadap tulang), dimasukkan terus sampai ujung jarum di daerah
apeks akar gigi (ingat panjang akar masing-masing gigi)
3. Aspirasi, bila negatif, masukkan anestetikum 0,5-1 cc secara perlahan (20 detik).
4. Tarik jarum secara perlahan.
Infraorbital Block
Teknik anastesi :
1. Maksila 45˚ & Pandangan lurus ke depan
2. Raba infraorbital notch dgn telunjuk
3. Garis lurus: pupil - fossa infraorbital - P
4. Injeksi pada Lipatan mukobukal Pipi ditarik ke bukal
5. Aspirasi deponir 1 cc di foramen infraorbita
Premolar
Teknik anastesi untuk gigi premolar, yaitu :
- Infiltrasi Supraperiosteal
Molar
Teknik anastesi untuk gigi molar, terdiri dari:
- Infiltrasi Supraperiosteal
- Posterior Superior Alveolaris Nerve Block
Dilakukan untuk menganestesi seluruh molar kecuali akar mesiobukal molar 1.
Teknik anastesi :
1. Posisi Maksila 45˚
2. Raba lipatan mukobukal tuberositas maksila (Tuberositas Block/
Zygomatic Block)
3. Foramen PSA 1/2 – ¾ inci
Teknik anastesi:
Molar
Teknik anastesi:
- Mandibular Block
1. Telunjuk/ibu jari meraba lipatan mukobukal, margo anterior ramus dan
telusuri krista obliqua eksterna
2. Melalui Trigonum Retromolar Krista Obliqua Interna
3. Pipi ditarik ke bukal
4. Suntikkan dari sisi berlawanan (inter P) hingga menyentuh tulang (facies
interna ramus) 1,5 – 2 cm
5. Aspirasi lalu deponir 1 - 1,8 cc
6. Tarik 1 cm jarum untuk menganastesi Lingual Block 0,5 cc
Posisi Pertama :
Jari telunjuk diletakkan di belakang gigi terakhir, kemudian digeser ke lateral untuk
mencari linea obliqua eksterna, lalu geser ke median untuk mencari linea obliqua interna
(melalui trigonum retromolar).Perhatikan punggung jari harus menyentuh bucooklusal gigi
yang terakhir, lalu jarum dimasukkan kira-kira pada pertengahan lengkung kuku dari sisi
rahang yang tidak dianestesi yaitu regio premolar sampai terasa kontak dengan tulang.
Posisi kedua :
Syringe digeser ke arah sisi yang akan dianestesi, harus sejajar dataran oklusal, jarum
ditusukkan lebih lanjut sedalam kurang lebih 6 mm, lalu aspirasi. Bila aspirasi negatif, larutan
anestesi lokal dikeluarkan ½ cc untuk menganestesi N. Lingualis.
Posisi ketiga :
Syringe digeser lagi ke arah posisi pertama namun tidak penuh (regio caninus), jarum
ditusukkan lebih dalam menyusuri tulang kurang lebih 10-15 mm sampai terasa kontak jarum
dengan tulang terlepas. Lakukan kembali aspirasi, bila negatif, larutan anestetikum
dikeluarkan 1 cc untuk menganestesi N. Alveolarius inferior.
Teknik anastesi:
Penyuntikan Intraligamen
Teknik ini dapat menjadi tehnik yang efektif untuk mencapai anestesi pada perawatan
endodontik dimana tidak ada suatu infeksi maupun infiltrasi pada suatu gigi.
Teknik :
Teknik ini dilakukan bila ruang pulpa terbuka, Anestesi dicapai baik karena efek
anestetikum maupun karena tekanan yang diberikan. Teknik ini banyak digunakan untuk
pekerjaan endodontik.
Teknik :
B. UMUM
Reaksi umum tidak menguntungkan yang terjadi pada saat penatalaksanaan anestesi
lokal, yatu:
1. Sinkop
Penurunan suplai darah pada otak mendadak yang menimbulkan hipoksia selebral
yang umumnya pulih secara spontan. Kelompok resiko tinggi yang mengalami sinkop
adalah pada pasien dengan riwayat inskemia jantung dan hipertensi. Gejala sinkop
biasanya ditandai dengan pucat, pusing, lemas dan nause, kulit pucat, dingin, penglihatan
gelap, keringat dingin, denyut nadi lambat dan lemah.
Tata Laksana :
- Memulihkan dan mempertahankan saludara serta mempertahankan respirasi dan
sirkulasi.
- Pasien diletakkan dengan kepala lebih rendah dari tubuh (posisi Trandelenburg).
- Pasien jangan diberi minum sampai sadar kembali.
- Pemulihan spontan biasa terjadi dalam waktu 15 menit.
- Bila pemulihan tidak terjadi dlm waktu beberapa menit setelah dilakukan
pertolongan pertama, beri oksigen dan rujuk ke Rumah sakit.
2. Interaksi obat
Penyebab:
- Anastesi lokal diberikan kepada pasien yang memakai obat anti depresi golongan
trisiklik dan hipertensi atau aritmia kardiak (jangan gunakan vasokonstriktor).
Gejala Klinis:
- Sakit kepala yang parah dan mendadak diperparah dengan adanya perdarahan
intrakranial/gagal jantung.
Tata Laksana:
- Rujuk ke Rumah sakit
3. Hepatitis serum
Penyebab
- Penularan penyakit hepatitis P
Tata Laksana:
- Gunakan jarum disposible
4. Reaksi sensitivitas/alergi
Reaksi yang ditimbulkan oleh antibodi yang terbentuk sebagai respon terhadap
kontak dengan agen/ obat dengan struktur yang sama di waktu yang lalu. Derajat
bervariasi mulai dari oedematus lokal/urtikaria sampai reaksi anafilaktik ysng berbahaya
dan fatal. Reaksi lokal lebih sering daripada sistemik.
Gejala Klinis:
- Pusing, gelisah, nausea, tremor, denyut muskular wajah
- Anafilaksis : Tekanan darah turun mendadak, hilang kesadaran, gangguan respirasi,
oedema wajah, laringeal, urtikaria.
Tata Laksana:
- Suntikan hydrocortisone IV dengan dosis 100 mg/2ml larutan. Jika lebih parah,
suntikan larutan adrenalin IM s/d 5 ml.
Pencegahan :
- Skin test/tes alergi
5. Kedaruratan kardio-respirasi
a. Gagal respirasi
Henti napas : tidak ada denyut karotis dan pupil mata dilatasi lebar.
Tata laksana :
- Baringkan pasien di lantai dan saluran udara dibersihkan dari semua alat/benda asing
(angkat leher, miringkan kepala).
- Resusitasi
Letakkan bantal/pengganjal di bawah leher, tekan dahi ke bawah.
Lakukan resusitasi mulut ke mulut (ibu jari dan telunjuk operator menutup lubang
hidung) sampai dada berdeyut naik setiap 3-4 detik.
Naik turunnya dada pasien harus diawasi untuk memastikan bahwa tidak terjadi
ekspirasi berlebihan dari paru-paru.
Periksa denyut karotis krn terhentinya pernafasan akan dg cepat diikuti o/ gagal
jantung.
b. Gagal Jantung
Gejala klinis awal: kulit wajah pucat dan berkeringat.
Tata Laksana :
- Baringkan pasien telentang dengan kepala miring ke salah satu sisi untuk melawan
efek postur semi tegak dan mengurangi faktor gavitasional yang disebabkan karena
perbedaan tinggi antara jantung dan otak.
- Longgarkan pakaian, kaki sebaiknya dinaikkan untul merangsang terjadinya aliran
venous ke jantung, sehingga diharapkan dapat memperbaiki output kardiak.
- Jika tidak pulih, beri oksigen.
- Diagnosa haruss segera ditentukan, karena dalam waktu 3 menit setelahh jantung
berhenti berdenyut umumnya akan terjadi kerusakan ireversible karena anoksia
serebral/iskemia.
- Bila Pasien sangat pucat dengan wajah kebiruan dengan bercak sianosis dan keringat
dingin, denyut karotis tidak teraba, bunyi detak jantung tidak terdengar. Baringkan
pasien di lantai, letakkan tapak tangan kiri di sternum ketiga bawah pasien dan tangan
kanan di atas tangan kiri dengan jari-jari dua tangan mengunci. Dengan lengan lurus,
gunakan berat badan untuk menekan dada dengan kecepatan kompresi 60-90 /menit.
Pada setiap kompresi, dada harus dibiarkan mengembang kembali.
- Resusitasi respirasi dan kardiak dilakukan secara bergantian selama 20 menit.
- Resusitasi terus dilakukan sampai wajah pasien , pupil berkontraksi, denyut jantung
dan respirasi pulih.
- Setelah tanda vital kembali, rujuk ke Rumah sakit.
V
EKSTRAKSI
Hal- hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan ekstraksi terdiri dari :
1. Pertimbangan lokal
a. Akses (Visibilitas)
◦ Faktor Utama untuk melihat kondisi gigi yang akan dicabut. Apakah pasien
dapat membuka mulut dengan baik/ terbatas dalam pembukaan mulut.
Sehingga operator dapat memprediksi kondisi pencabutan.
(i) (ii)
(iii)
Gambar 5.3. Bein/elevator. (i). elevator lurus, (ii). Elevator pegangan berbentuk T,
(iii). Elevator bengkok.
(i) (ii
(i) (ii)
Gambar 5.4 Forcep/Tang. (i). Tang maksila, (ii) Tang mandibula.
Perbedaan tang mahkota dengan tang sisa akar terletak pada ujung tang, pada ujung tang
mahkota tidak tertutup sempurna ketika tang di jepit, sedangkan pada Ujung tang akar
menutup sempurna ketika tang dijepit.
Perbedaan Tang Ekstraksi anterior dan posterior yaitu pada Tang anterior tidak terdapat
takik, sedangkan pada Tang Posterior terdapat takik. Takik bertujuan untuk memegang gigi
pada daerah furkasi.
5. Instrumen bedah
a. Posisi dental chair untuk pencabutan Gigi Rahang atas (Maxilary Extraction), yaitu :
- Posisi dental chair di rebahkan ke belakang pasien sehingga bidang maksila
membentuk sudut 45° terhadap lantai, tinggi dental chair berada sedikit diatas
siku operator.
- Untuk pencabutan gigi posterior, kepala pasien diarahkan menghadap operator
untuk mendapatkan visualisasi dan akses yang baik.
- Untuk gigi anterior, kepala pasien mengadah ke sedikit ke atas.
Gambar 5.7. Posisi pasien dan operator untuk pencabutan gigi rahang atas.
b. Posisi dental chair untuk pencabutan gigi Rahang Bawah (Mandibular Extraction),
yaitu :
- Pasien diposisikan tegak lurus terhadap bidang lantai, sehingga pembukaan
mulut/ bidang oklusal sejajar dengan lantai.
- Posisi dental chair lebih rendah di bandingkan posisi pencabutan untuk rahang
atas, posisi siku sejajar dengan bidang oklusal rahang bawah.
Gambar 5.8. Posisi pasien dan operator untuk pencabutan gigi rahang
bawah.
Teknik Pencabutan tertutup (Intra alveolar Extraction)
Terdapat 5 prosedur tahap pencabutan tertutup, yaitu sebagai berikut:
Tahap 1 : Melepaskan jaringan lunak yang melekat pada gigi.
Tujuan:
Memeriksa dan memastikan apakah anestesi telah berjalan dengan baik.
Gunakan Tekanan/Tenaga secara bertahap mulai dari pelan hingga kuat
Untuk menempatkan/mengadaptasikan tang lebih ke arah apikal.
Alat yang digunakan dapat menggunakan bein/sonde/eksavator.
2. Triangular flap
Flap yang dilakukan selain pada bagian cervical insisi dilakukan pada bagian mesial
gigi yang akan dilakukan pembedahan .
5. Flap pedikel
Contoh :
1. Catgut (terbuat dari sheep serosa)
2. Vicryl (Polyglactic acid) : co polimer of lactide and glycolide.
b. Non-absorbable
Terbuat dari bahan natural atau sintetik yang tidak dapat di serap oleh tubuh.
Contoh :
1. Silk ( terbuat dari coccon of silk worm)
2. Nylon
Instrument suturing
1. Needle Holder
2. Jarum
3. Pinset anatomis
4. Gunting benang
Prinsip suturing
Memegang jarum dengan menggunakan needle holder.
Memegang jarum berada pada ¼ akhir ujung jarum.
Penetrasi jarum harus tegak lurus terhadap mukosa.
Akhiran dari suturing harus memberi jarak 2-3 mm dari tepi jaringan yang
terbuka/terpotong.
Ujung simpul dari suturing tidak boleh ditempatkan di tengah garis insisi/luka.
Teknik suturing
Teknik suturing/penjahitan terdiri dari :
2. Simpel Interupted
Penjahitan yang berdiri sendiri dengan jumlah tertentu maka disebut teknik
jahitan terputus/teknik interrupted.
Indikasi:
a. Penjahitan setelah pembedahan di rongga mulut seperti penutupan flap setelah
pencabutan gigi yang impaksi, eksisi frenulum labial.
b. Menutup luka pada daerah muka.
c. Luka yang dalam.
Teknik :
Benang dimasukkan dari salah satu lapisan luka terluar masuk ke dalam dan
jarum menembus kulit/mukos dari dalam menuju keluar ke lapisan luka lainnya dari
bawah, kemudian simpul diikat dan sisa benang dipotong. Benang diikat pada sisi
kanan dari garis insisi. Jahitan yang dibuat melintasi garis insisi. Simpul yang dibuat
harus pada salah satu sisi dan tidak pada garis insisi. Titik penusukkan jarum pada
lapisan luka biasanya 1 sampai 8 inci (2hingga 3mm) dari garis insisi.
3. Continuous
Teknik ini dimulai sama seperti teknik simple interrupted tetapi jahitan yang
dibuat diteruskan menggunakan benang yang sama sampai pada simpul terakhir
kemudian diikat. Benang jahit diteruskan ke jaringan sudut kanan lapisan dan bagian
yang terluar dari jahitan terbentuk diagonal dari garis insisi.
4. Figure of eight
- Pemasangan benang pada jarum (jarum dipegang dengan needle holder di 2/3
posterior jarum kemudian benang dipasangkan pada pangkal jarum dengan
arah gerakan menjauhi uung jarum.
- Needle holder dipegang oleh jari 1 dan 4 dengan jari 2 dan 3 sebagai
stabilisator,
- Jaringan dipegang oleh pinset chirugis dan jarum ditusukkan dengan arah
tegak lurus bidang mukosa pada jarak 3-5 mm dari tepi soket mulai dari arah
mesiobukl ke mesiolingual kemudian disilangkan kearah distobukal lalu ke
distolingual.
- Dibuat simpul di mesiobukal dengan cara memutar benang searah jarum jam
sebanyak 2 kali, needle holder menjepit ujung benang yang bebas, benang
ditarik membentuk simpul pertama. Kemudian benang diputar berlawanan
arah jarum jam sebanyak 1 kali, needle holder menjepit ujung benang yang
bebas, benang ditarik membentuk simpul kedua.
- Kemudian benang digunting 5 mm dari pangkal simpul.
5. Vertical Mattress
Untuk penutupan luka yang lebih lebar dan membutuhkan tarikan sedikit lebih
besar.
Pada teknik mattress vertikal, jahitan yang kecil dan dangkal diikuti dengan jahitan
yang lebih lebar dan dalam yang ditempatkan pada dataran yang sama. Pada teknik
ini, terdapat dua lapisan jahitan, satu jahitan untuk membantu memberikan
pendukung yang cukup pada permukaan luka,sedangkan jahitan yg lainnya untuk
membantu merapatkan tepi luka hingga sejajar.
Gambar 5.17. Teknik mattress vertical.
6. Horizontal Mattress
Jahitan mattress horizontal dapat dibuat dengan menggandengkan dua jahitan
terputus yang berdampingan, yang terletak pada dataran yang sama dengan simpul
tunggal.
3. Jangan memasukan benda apapun kedalam soket, seperti kapas, cotton roll,
dsbnya.
4. Pasien jangan sering bertiup
5. Pasien jangan berkumur dengan menggunakan mouthwash
6. < 2 mm aplikasi dressing dan gigit tampon
7. 2-6 mm penjahitan/suturing
8. > 6 mm Rujuk ke drg Spesialis Bedah Mulut untuk dilakukan penutupan dengan
pedikel flap
9. Pedikel palatal flap/Bukal flap
Penangganan Displacement Akar gigi masuk ke sinus maksilaris :
1. Lakukan foto radiografi
2. Coba gunakan suction untuk mengambil gigi
3. Rujuk ke Spesialis untuk operasi Caldwell Luc
e. Laserasi Jaringan lunak
Laserasi dapat terjadi karena penggunaan tenaga dan alat yang tidak tepat,
penggunaan bein dengan tenaga tidak terkontrol. Terdapat beberapa tipe laserasi :
a. Luka tertusuk karena elevator.
b. Abrasi atau stretching pada sudut bibir
c. Luka sobek pada gingiva.
Penangganan :
Dapat diberikan profilaksis antibiotik, penjahitan dilakukan pada luka sobek pada
gingiva.
f. Kerusakan nervus.
Kerusakan pada nervus dapat terjadi pada tindakan ekstraksi terutama cabang nervus
trigeminus, yaitu nervus mentalis, nervus alveolaris inferior terutama pada tindakan
odontektomi, nervus lingualis. Gejala kerusakan nervus meliputi parastesi jangka
panjang.
Penangganan :
Observasi 6 minggu smp 1 bulan. Jika setelah 1 bulan tidak ada perbaikan rujuk ke
spesialis saraf.
g. Hemorrhage/perdarahan.
Penyebab perdarahan
a. Faktor sistemik (biomechanical)
i. Herediter - Hemophilia
ii. Dapatan
1. Hipertensi
2. defisiensi Vitamin K
3. Kelainan pada hepar
4. Pasien pengguna obat-obat antikoagulan e.g. pasien dengan riwayat
penyakit jantung
b. faktor lokal (mechanical)
Primer
Perdarahan terjadi pada saat proses pencabutan. Beberapa menit setelah
pembentukan platelet
Intermediate
Perdarahan terjadi 8 jam setelah perdarahan primer dan perdarahan berhenti.
Sekunder
Perdarahan terjadi setelah 24 jam atau beberapa hari setelah tindakan.
Penyebab perdarahan kemungkinan dapat terjadi akibat lepasnya bekuan
darah, infeksi, peningkatan tekanan darah
Penanganan :
i. Tekan menggunakan tampon pada daerah perdarahan dalam soket sampai bekuan
darah terbentuk. Lepaskan tampon setelah 5 menit dan lakukan observasi.
ii. Pemberian adrenalin/epinephrine dapat diteteskan ke dalam adrenalin dengan
tujuan untuk membuat vasokontriksi pembuluh darah kapiler. Catatan pasien
tidak memiliki riwayat hipertensi dan penyakit jantung.
iii. Apabila pasien berada dirumah, pasien bias diberikan instruksi untuk
mengigitkan kantung teh karena terdapat asam tanic sebagai astringent dan
membantu dalam pembentukan bekuan darah
iv. Suturing dan pemberian dressing pada soket dapat menghentikan perdarahan.
v. Pada daerah operasi dapat dilakukan electric cauter atau menjepit dengan
menggunakan arteri clam pada sumber perdarahan.
h. Emfisema subkutan
Emfisema subkutan disebabkan karena adanya tekanan udara masuk kedalam soket
akibat instrumentasi. Gejala yang timbul terdapat pembengkakan dan cracking ketika
dilakukan palpasi.
Penangganan : hati-hati menggunakan highspeed, dan gunakan lowspeed untuk
mengurangi tulang.
i. Trauma TMJ.
Penyebab :
• Tenaga besar tanpa fiksasi
• Riwayat kelainan TMJ
j. Vasovagal sinkop
Gangguan kesadaran akibat kecemasan dari pasien.
k. Komplikasi yang berhubungan dengan anastesi
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi, baik sebagian maupun seluruhnya ke
dalam lengkung gigi pada saat tumbuh karena terhalang oleh gigi sebelahnya, tulang yang
tebal dan jaringan lunak yang padat.
(iv) (v)
Gambar 6.3 klasifikasi gigi caninus impaksi menurut Archer. (i). klas I, (ii). Klas
II, (iii). Klas III, (iv). Klas IV, (v). Klas V.
PENATALAKSANAAN IMPAKSI
Semua gigi impaksi sebaiknya segera dipertimbangkan untuk dilakukan
penatalaksanaannya. Tujuan penatalaksanaan gigi impaksi, yaitu sebagai berikut :
1. Mencegah Infeksi yang rekuren
2. Mencegah terjadinya poket
3. Mencegah terjadinya karies
4. Mencegah terjadinya reasopsi akar gigi sebelahnya
5. Mencegah rasa sakit
6. Untuk Perawatan orthodontic dan prostodontic
7. Manajemen untuk pencegahan kista dan tumor odontogenic.
b. Operculektomi
Operculectomy adalah prosedur bedah untuk menghilangkan jaringan yang menutupi
sebagian mahkota gigi yang akan erupsi.
Tujuan operculectomi :
1. Untuk menghilangkan faktor predisposisi dalam pembentukan plak
2. Mencegah terjadinya inflamasi
3. Untuk memudahkan seseorang membersihkan mahkota gigi
Alat yang digunakan :
1. Kauterisasi
2. Insisi
c. Surgical exposure
Tindakan bedah yang dilakukan dengan menghilangkan jaringan yang menutupi gigi
impaksi yang bertujuan untuk membuat gigi menjadi erupsi. Tindakan ini umumnya
dikombinasikan dengan perawatan orthondotic cekat.
d. Surgical Uprighting
Adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mereposisi gigi yang impaksi,
e. Transplantasi
Adalah Suatu teknik pembedahan yang dilakukan dengan cara memindahkan gigi
impaksi dan melekatkan kembali pada posisi anatomi yang sesuai pada pasien.
VII
BEDAH IMPLAN
Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga
diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah suatu
alat yang ditanam secara bedah ke dalam jaringan lunak atau tulang rahang sehingga dapat
berfungsi sebagai akar pengganti untuk menahan gigi tiruan maupun jembatan.
Bagian-bagian Implan
Implan gigi terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
1. Badan Implan
Merupakan bagian impalan yang ditempatkan dalam tulang dapat berupa silinder
berulir atau tidak berulir, dapat menyerupai akar atau pipih. Bahan yang biasa digunakan
bisa terbuat dari titanium atau titanium alloy dengan atau tanpa dilapisi hidroksi apatit
(HA).
2. Healing Cup
Merupakan komponen berbentuk kubah yang ditempatkan pada permukaan implant
dan sebelum penempatan abutment. Komponen ini memiliki panjang yang bervariasi
antara 2mm sampai 10 mm.
2. Pembukaan flap
Full thickness flap dibuka baik ke arah bukal maupun lingual hingga pada
mucogingival junction, menampakkan alveolar ridge pada daerah implan. Flap yang telah
terbuka dapat dijahit dengan mukosa bukal, atau gigi tetangganya untuk menjaga daerah
operasi terbuka selama operasi. Jika pada teknik bone augmentation, dengan ataupun tanpa
membran, masih dapat diantisipasi, flap dapat diperluas dengan membuat partial thickness
flap di dekat mucogingival junction. Cara ini memperpanjang flap sambil menyediakan
fleksibilitas untuk menutupinya tanpa mencederai setelah pemasangan implan dan prosedur
ridge augmentation. Untuk prosesus alveolaris yang berbentuk knife edge dengan ketinggian
tulang alveolar yang cukup dan jauh dari struktur vital seperti sinus atau nervus alveolaris
inferior atau nervus mentalis, sebuah bur bulat yang cocok dapat digunakan untuk
membentuk tulang untuk menyediakan suatu bentukan flat bed yang cukup untuk tempat
penempatan implan.
3. Penempatan implan
Ketika daerah penempatan imlan disiapkan, sebuah pemandu bedah atau pola
ditempatkan dalam mulut, dan sebuah bur bulat kecil atau bur spiral digunakan untuk
menandai letak penempatan implan. Pola pemandu bedah lalu dilepas, dan daerah kerja dicek
untuk kesesuaian lokasi fasiolingual. Sedikit modifikasi mungkin diperlukan untuk
menghindari cacat tulang yang berlebih. Daerah kerja lalu ditandai hingga kedalaman 1
sampai 2 mm, menembus tulang kortikal. Sebuah bur spiral kecil, biasanya berdiameter 2
mm dan ditandai untuk menunjukkan kedalaman yang diperlukan, digunakan selanjutnya
untuk memperoleh kedalaman dan membentuk sumbu daerah penempatan implan. Bur ini
mungkin diirigasi baik secara internal maupun eksternal. Dengan kata lain, bur spiral
digunakan pada perkiraan kecepatan 800 hingga 1000 rpm dengan irigasi berlebih untuk
mencegah kelebihan panas pada tulang.
Tahap selanjutanya ialah penggunaan bur secara berurutan untuk melebarkan ukuran
secara sistematis supaya mengakomodasi ukuran implan yang dipilih. Bentuk bur mungkin
sedikit berbeda di berbagai sistem, tetapi tujuan umumnya adalah untuk menyediakan tempat
penerima implan yang akurat pada ukuran, diameter, dan panjang, untuk implan yang dipilih
tanpa melukai tulang di sekitarnya secara tak disengaja. Setelah bur spiral 2 mm, sebuah pilot
drill dengan diameter 2 mm pada bagian bawah dan diameter yang lebih besar di bagian atas
dapat digunakan untuk memperbesar daerah osteotomi untuk memudahkan pemasangan bur
selanjutnya.
4. Penutupan Flap
Ketika implan telah disekrupkan dan Cover screw telah terpasang, penutupan flap
yang memadai di atas implan sangatlah penting. Satu teknik penjahitan yang memastikan
hasil yang diharapkan merupakan kombinasi dari teknik inverted mattress dan interrupted
suture. Teknik penjahitan inverted mattress menjaga tepi perdarahan dari flap menutup
bersama, ketika teknik interrupted suture mengunci tepi- tepinya. Meski demikian, hal yang
sangat penting dari manajemen flap pada tahap ini adalah penutupan flap tanpa kesalahan.
Lebih baik menggunakan benang yang tidak memerlukan pengambilan kembali ketika
kunjungan paska operasi.
3) Gingivektomi
Ketika flap telah ditempatkan lebih ke fasial, kelebihan jaringan koronal yang
menutupi screw di eksisi, biasanya menggunakan teknik gingivektomi. Bagaimanapun juga,
jika dilakukan teknik gingivektomi akan mempengaruhi jaringan terkeratinisasi sebelah
lingual dari implan, teknik yang mirip partial thickness flap dapat dibuat pada sisi lingual.
Ketika kelebihan jaringan koronal yang menutupi screw disingkirkan, pola tempat dudukan
cover screw akan nampak. Sebuah pisau tajam digunakan untuk menghilangkan semua
jaringan koronal yang menutupi screw. Cover screw kemudian dilepas, bagian kepala implan
dibersihkan secara menyeluruh dari jaringan keras maupun jaringan lunak yang overgrowth,
dan healing abutment atau standard abutment dipasang pada fixture. Kedudukan implan
terhadap healing abutment sering kali dapat diamati secara visual.
b. Pembedahan tahap kedua pada anterior maksila
Teknik partial thickness gingivectomy dapat digunakan pada kasus edentulous maksila
dimana tujuan restorasinya adalah implant overdenture. Bagaimanapun juga, ketika
menempatkan implan gigi yang tunggal atau implan jembatan cekat di mana tinggi vertikal
maksimum dari gingiva sangatlah penting untuk alasan estetik, ketebalan jaringan lunak
harus dipertahankan sebisa mungkin. Oleh karena itu teknik partial-thickness gingivectomy
harus tidak digunakan. Ketika jumlah jaringan terkeratinisasi cukup, teknik partial-thickness
gingivectomy harus dibuat setidaknya berjarak satu gigi dari tempat implan untuk
meminimalisir terjadinya celah pada bagian fasial atau robekan di area estetik.
2. Penempatan implan
Preparasi daerah implan untuk untuk menempatkan implan pada pembedahan satu
langkah hampir sama prinsipnya dengan tujuan pembedahan implan dua langkah.
Perbedaannya hanya implan ditempatkan sedemikian hingga bagian kepala implan menonjol
2 hingga 3 mm dari puncak tulang.
3. Penutupan flap
Jaringan terkeratinisasi dari flap dijahit dengan teknik independent suture di sekitar
implan. Ketika terdapat jaringan terkeratinisasi berlebih, bentukan bergelombang di sekitar
implant menyediakan adaptasi yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Sanghai, S. 2009. A Concise Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. Jaypee Brothers
Medical Publisher.
Miloro, M. 2004. Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery.2nd. BC Decker
Inc: London.
Molinari H and Harte J. 2010. Cottone’s Practical Infection Control In Dentistry.3rd.
Lippincott Williams & Wilkins.
Kementrian Kesehatan RI. 2012. Standar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pelayanan
Kesehatan Gigi dan Mulut di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Mitra, GV. 2009. Illustrated Manual of Oral and Maxillofacial Surgery. Jaypee Brothers New
Delhi.
Koerner, K. 2006. Manual of Minor Oral Surgery for the General Dentist. Blackwell
Munksgaard