TINJAUAN PUSTAKA
(pemahaman).
Tenaga
medis
harus
memberikan
informasi
3. Consent elements.
Elemen ini terdiri dari 2 bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan dan kebebasan)
dan authorization (persetujuan).
Kesukarelaan mengharuskan tidak adanya tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan.
Pasien juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap
seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak disetujui tawarannya.
Informed Consent memiliki lingkup terbatas pada hal-hal yang telah dinyatakan
sebelumnya, tidak dianggap sebagai pesetujuan atas semua tindakan yang akan dilakukan.
Dokter dapat bertindak melebihi yang telah disepakati apabila gawat darurat dan keadaan
tersebut membutuhkan waktu yang singkat untuk mengatasinya.
Proxy-consent adalah persetujuan yang diberikan oleh orang yang bukan pasien itu
sendiri, dengan syarat pasien tidak mampu memberikan persetujuan secara pribadi dan
persetujuan tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien apabila
ia mampu memberikannya. Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy-consent
adalah suami/isteri, anak, orang tua, saudara kandung.
2.3 Bentuk Informed Consent
Ada dua bentuk informed consent yaitu;
1. Expressed Consent (dinyatakan).
a. Lisan (oral).
b. Tulisan (written).
2. Implied Consent (tersirat atau dianggap telah diberikan).
a. Implied Constructive Consent (keadaan normal/biasa).
b. Implied Emergency Consent (Keadaan gawat darurat).
Expressed Consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila
yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Sebaiknya
pasien diberikan pengertian terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan. Misalnya,
pemeriksaan dalam lewat anus atau dubur atau pemeriksaan dalam vagina, dan lain-lain yang
melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum. Di sini belum diperlukan pernyataan
tertulis, cukup dengan persetujuan secara lisan saja. Namun bila tindakan yang akan
dilakukan mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan
dan pengobatan invasif, harus dilakukan secara tertulis.
Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa
pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap pasien pada waktu dokter
melakukan tindakan, misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium,
pemberian suntikan pada pasien, penjahitan luka dan sebagainya. Implied consent berlaku
pada tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum.
Pendapat Mertokusumo, menyebutkan bahwa informed consent dari pasien dapat
dilakukan dengan cara antara lain: (1) dengan bahasa yang sempurna dan tertulis; (2) dengan
bahasa sempurna secara lisan; (3) dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima
oleh pihak lawan; (4) dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan; (5) dengan
diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan.
Proses Persetujuan Tindakan Medis
Pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi dan penjelasan dari dokter yang
akan melakukan tindakan medis. Setelah mendapat informasi dan penjelasan yang
lengkap, pasien mempunyai hak untuk menyetuji atau menolak tindakan medis yang
disarankan oleh dokter tanpa paksaan dan tekanan dari pihak manapun.
C. Keluarga/Pihak lain yang Berwenang
Dalam keadaan pasien tidak mampu secara hukum seperti yang diatur dalam ketentuan
perundang-undangan, maka peran keluarga atau pihak lain yang berwenang adalah
sebagai pengganti pasien untuk memperoleh informasi dan penjelasan serta
memberikan/menolak persetujuan atas tindakan yang disarankan oleh dokter.
Termasuk dalam keluarga disini adalah suami atau isteri si pasien, orang tua pasien,
dan keluarga terdekat pasien yang lain yang memenuhi syarat dan ketentuan
perundang-undangan sehingga yang bersangkutan berwenang untuk memberikan atau
menolak persetujuan tindakan medis yang dianjurkan oleh dokter.
D. Rumah Sakit atau Pelayanan Kesehatan Lainnya
Peran Rumah Sakit atau sarana pelayanan kesehatan lain adalah menyediakan formulir
persetujuan tindakan medis dan menyimpan serta memelihara dokumen persetujuan
tindakan medis yang sudah ditandatangani para pihak yang berwenang sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dokumen persetujuan tindakan medis
disimpan dalam rekam medis pasien dan merupakan bagian dari rekam medis pasien
dan berdarakan Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal
47 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa dokumen rekam medis adalah milik dokter sebagai
sarana pelayanan kesehatan yang wajib disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh
dokter.
E. Perawat atau Tenaga Kesehatan Lain
Peran perawat atau tenaga kesehatan lainnya adalah memastikan bahwa persetujuan
tindakan sudah tersedia dan ditandatangani oleh para pihak yang berwenang sebelum
tindakan medis dilakukan. Apabila ternyata persetujuan tidakan medis belum ada
maka kewajiban perawat atau tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan informasi
ke dokter yang bersangkutan agar segera memperoses persetujuan tindakan medis.
Terkadang perawat atau tenaga kesehatan lainnya bisa juga berperan sebagai saksi.
F. Saksi
Adalah orang yang menyaksikan bahwa suatu peristiwa telah benar-benar terjadi.
Dalam hal ini adalah sebagai saksi bahwa pasien telah menyetujui atau menolak
tindakan medis yang disarankan oleh dokter.
Macam dan Isi dari Persetujuan Tindakan Medis
memahami
informasi,
mempercayai,
mempertahankannya,
untuk
komplikasi dari tindakan, prognosis dan alternative dan risiko tindakan yang lain.
5. Pernyataan dari dokter yang memberikan informasi, bahwa telah memberikan
informasi secara benar dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya atau
berdiskusi yang disertai kolom tanda tangan.
6. Pernyataan dari yang menerima informasi, bahwa telah menerima informasi
sebagaimana yang diberikan pemberi informasi dan kolom tanda tangan untuk
penerima informasi.
7. Identitas pemberi persetujuan yang meliputi: nama, umur, jenis kelamin, dan alamat.
8. Pernyataan persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh dokter terhadap:
nama, hubungan kekerabatan, umur, jenis kelamin, dan alamat.
9. Tempat, tanggal, bulan, tahun, dan jam dibuat.
10. Tanda dan nama terang yang memberikan pernyataan dan nama serta tanda tangan dua
orang sanksi.
CONTOH FORMAT DOKUMENTASI PEMBERIAN INFORMASI
DOKUMEN PEMBERIAN INFORMASI
Dokter Pelaksana Tindakan
Pemberi Informasi
Penerima Informasi
JENIS INFORMASI
ISI INFORMASI
1
Diagnosis (WD & DD)
2
Dasar Diagnosis
3
Tindakan Kedokteran
4
Indikasi Tindakan
5
Tata Cara
6
Tujuan
7
Risiko
8
Komplikasi
9
Prognosis
TANDAI
10
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal-hal di atas secara
benar dan jujur dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan/atau
berdiskusi
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi sebagimana di
atas yang saya beri tanda/paraf di kolom kanannya, dan telah memahaminya.
Gambar 1. Contoh Format Dokumentasi Pemberian Informasi
Sumber: Konsil Kedokteran Indonesia, Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran 2006
_______________________________________________.
Saya memahami perlunya dan manfaat tindakan tersebut sebagaimana telah dijelaskan seperti di
atas kepada saya, termasuk risiko dan komplikasi yang mungkin timbul.
Saya juga menyadari bahwa oleh karena ilmu kedokteran beukanlah ilmu pasti, maka keberhasilan
tindakan kedokteran bukanlah keniscayaan, melainkan sangat bergantung kepada izin Tuhan Yang
Maha Esa.
______________, tanggal ______________ pukul _____
Yang menyatakan*
Saksi:
(_________________)
(________________) (_______________)
(_________________)
(________________) (_______________)
Gambar 3. Contoh Format Penolakan Tindakan Kedokteran
Contoh formulir Informed Consent dan Informed Refusal di Rumah Sakit Umum Pendidikan
Mohammad Hoesin Palembang.
a.
b.
c.
d.
e.
Penundaan Persetujuan
Persetujuan suatu tindakan kedokteran dapat saja ditunda pelaksanaannya oleh pasien
atau yang memberikan persetujuan dengan berbagai alasan, misalnya terdapat anggota
keluarga yang masih belum setuju, masalah keuangan, atau masalah waktu pelaksanaan.
Dalam hal penundaan tersebut cukup lama, maka perlu di cek kembali apakah persetujuan
tersebut masih berlaku atau tidak.
Pembatalan Persetujuan yang Telah Diberikan
Prinsipnya, setiap saat pasien dapat membatalkan persetujuan mereka dengan membuat
surat atau pernyataan tertulis pembatalan persetujuan tindakan kedokteran. Pembatalan
tersebut sebaiknya dilakukan sebelum tindakan dimulai. Selain itu, pasien harus diberitahu
bahwa pasien bertanggungjawab atas akibat dari pembatalan persetujuan tindakan. Oleh
karena itu, pasien harus kompeten untuk dapat membatalkan persetujuan.
Kompetensi pasien pada situasi seperti ini seringkali sulit. Nyeri, syok atau pengaruh
obat-obatan dapat mempengaruhi kompetensi pasien dan kemampuan dokter dalam menilai
kompetensi pasien. Bila pasien dipastikan kompeten dan memutuskan untuk membatalkan
persetujuannya, maka dokter harus menghormatinya dan membatalkan tindakan atau
pengobatannya. Kadang-kadang keadaan tersebut terjadi pada saat tindakan sedang
berlangsung. Bila suatu tindakan menimbulkan teriakan atau tangis karena nyeri, tidak perlu
diartikan bahwa persetujuannya dibatalkan. Rekonfirmasi persetujuan secara lisan yang
didokumentasikan di rekam medis sudah cukup untuk melanjutkan tindakan. Tetapi apabila
pasien menolak dilanjutkannya tindakan, apabila memungkinkan, dokter harus menghentikan
tindakannya, mencari tahu masalah yang dihadapi pasien dan menjelaskan akibatnya apabila
tindakan tidak dilanjutkan. Dalam hal tindakan sudah berlangsung sebagaimana di atas, maka
penghentian tindakan hanya bisa dilakukan apabila tidak akan mengakibatkan hal yang
membahayakan pasien.
Masa Berlaku Informed Consent
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) 2006, tidak ada satu ketentuan pun yang
mengatur tentang lama keberlakuan suatu persetujuan tindakan kedokteran. Teori menyatakan
bahwa suatu persetujuan akan tetap sah sampai dicabut kembali oleh pemberi persetujuan atau
pasien. Namun demikian, bila muncul informasi baru, misalnya tentang adanya efek samping
atau alternative tindakan yang baru, maka pasien harus diberitahu dan persetujuannya
dikonfirmasikan lagi. Apabila terdapat jeda waktu antara saat pemberian persetujuan hingga
dilakukannya tindakan, maka alangkah lebih baik apabila ditanyakan kembali apakah
persetujuan tersebut masih berlaku. Hal-hal tersebut pasti juga akan membantu pasien
terutama bagi mereka yang sejak awal memang masih ragu-ragu atau masih memiliki
pertanyaan.
2.3 Fungsi dan Tujuan Pelaksanan Informed Consent
Fungsi dari informed consent adalah;
a.
b.
c.
d.
introspeksi
terpenuhnya persyaratan informed consent, maka dokter yang bersangkutan dapat dikenaka
sanksi administrasi. Melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medik
merupakan salah satu keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya tuntutan malpraktek
pidana karena kecerobohan.
Informed consent baru diakui bila pasien telah mendapatkan informasi yang jelas
tentang tindakan medis yang akan dilakukannya terhadap dirinya. Dalam pemberian informasi
tersebut, dokter berkewajiban untuk menhungkapkan dan menjelaskan kepada pasien dala
bahasa sederhana mungkin sifat penyakitnya, sifat pengobatan yang disarankan, alternative
pengobatan, kemungkinan berhasil dan risiko yang dapat timbul serta komplikasi yang tak
dapat dirubah.
Pasien dapat saja menolak memberikan persetujuan setelah diberikannya informasi
melalui informed consent, penolakan tersebut dikenal dengan istilah informed refusal. Hal ini
dapat dibenarkan berdasarkan hak asasi seseorang untuk menentukan apa yang hendak
dilakukan terhadap dirinya. Untuk informed refusal maka pasien harus memahami segala
konsekuensi yang akan terjadi pada dirinya yang tidak dapat dipersalahkan akibat karena
penolakan tersebut. Untuk penolakan tersebut maka dilakukan pendatangan oleh pasien pada
lembar Penolakan Tindakan Kedokteran.
Informed Consent sebagai Bukti Tertulis
Meskipun hanya selembar kertas tetapi Iembar Informed consent yang telah
ditandatangani dapat dijadikan bukti di pengadilan apabila terjadi tuntutan hukum di
kemudian hari. Sehubungan dengan itu, salah satu cara yang dilakukan untuk melindungi
kepentingan dokter terhadap tuntutan pasien, maka di dalam bentuk informed consent secara
tertulis dicantumkan syarat bahwa dokter tidak akan dituntut di kemudian hari. Syarat yang
dimaksud adalah pasien menyadari sepenuhnya atas segala resiko tindakan medik yang akan
dilakukan dokter, dan jika dalam tindakan medik itu terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,
maka pasien tidak akan mengadakan tuntutan apapun ke pengadilan di kemudian hari.
Seiring dengan perkembangan informed consent, kelengkapan berkas administrasi
rumah sakit semakin disediakan seperti: Surat Pernyataan Persetujuan Pengobatan, Surat
Pernyataan Persetujuan Operasi dan Anastesi, Surat Pernyataan Dirawat di Unit Khusus, dan
sebagainya. Menurut Appelbaum untuk menjadi doktrin hukum, maka Informed consent harus
memenuhi syarat, sebagai berikut: (1) Adanya kewajiban dari dokter untuk menjelaskan
informasi kepada pasien; (2) Adanya kewajiban dari dokter untuk mendapatkan izin atau
persetujuan dari pasien, sebelum dilaksanakan perawatan.
Informed consent termasuk bidang Hukum Kedokteran, sebagai cabang Ilmu Hukum,
sehingga Hukum Kedokteran pun harus mengikuti sistematik Ilmu Hukum secara umum. Di
dalam Ilmu Hukum dikenal tiga macam sanksi yaitu sanksi Administratif, sanksi Perdata
(ganti kerugian), dan sanksi Pidana (hukum badan, denda). Dan masih ada sanksi di bidang
Etik dan Disiplin yang termasuk wewenang organisasi profesi secara intern yang tidak
dicampuri oleh hukum.
Jika seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran yang sah, maka
dampaknya adalah bahwa dokter tersebut akan dapat mengalami masalah:
1. Hukum Pidana
Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa prsetujuan dapat
dikatagorikan sebagai penyerangan (assault). Hal tersebut dapat menjadi alas an
pasien untuk mengadukan dokter ke penyidik polisi, meskipun kasus semacam ini
sangat jarang terjadi.
2. Hukum Perdata
Untuk mengajukan atau klaim ganti rugi terhadap dokter, maka pasien harus dapat
menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya mengenai hasil akhir
tertentu dari tindakan dimaksud padahal apabila telah diperingatkan sebelumnya
maka dia tentu tidak akan mau menjalaninya, atau menunjukkan bahwa dokter telah
melakukan tindakan tanpa persetujuan (pembuatan menlanggar hukum).
3. Pendisiplinan oleh MKDKI
Bila MKDKI menerima gugatan tentang seorang dokter atau dokter gigi yang
melakukan hal tersebut, maka MKDKI akan menyidangkannya dan dapat
memberikan sanksi disiplin kedoktera, yang dapat berupa teguran hingga
rekomendsi pencabutan Surat Tanda Registrasi.
Informed Consent Diperlukan pada Saat:
Dengan mengacu kepada anjuran General Medical Council (GMC) di Inggris, KKI
(2006) memberikan petunjuk bahwa persetujuan tertulis atau informed consent diperlukan
pada keadaan-keadaan sebagai berikut;
a. Bila tindakam teraupetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau efek
samping yang bermakna.
b. Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.
c. Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan
kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien.
d. Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.
Rujukan di atas menjelaskan bahwa informed consent harus diberikan pada semua
tindakan yang memiliki risiko atau efek samping yang bermakna. Hal mana juga terhadap
tindakan medis yang dapat mengancam status kepegawaian atau kehidupan pribadi juga
sosial. Pemberian informed consent juga harus diberikan pada suatu tindakan medis yang
bukan dengan tujuan terapi, termasuk didalamnnya adalah untuk penelitian atau pendidikan.
Sementara menurut Brunner dan Suddarth dalam buku ajar Medical Bedah (1996),
informed consent, tindakan medis diperlukan pada saat;
a. Prosedur tindakan invansif seperti insisi bedah, biopsy, sistoskopi, atau
paransintesis.
b. Tindakan yang menggunakan anestesi.
c. Prosedur non-bedah yang dilakukan di mana risikonya pada pasien lebih dari
sekedar risiko ringan, seperti arteriogram.
d. Terapi radiasi atau kobalt.
Senada dengan General Medical Council (GMC) di Inggris, maka menurut Brunner dan
Suddarth semua tindakan medis yang berisiko lebih dari risiko ringan harus diberikan
informed consent baik tindakan medis terapetik maupun diagnostic serta tindakan yang
menggunakan anestesi.
2.4 Ruang Lingkup Informed Consent
Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis
pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang
lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.
Di Floridia dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak dasar
menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian pengobatan
yang bersifat memperpanjang nyawa. Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan
dokter akan adanya penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
inkonklusif.
Hak-hak pasien dalam pemberian informed consent menurut Fred Ameln adalah:
1. Hak atas informasi
Informasi yang diberikan meliputi diagnosis yang diderita, tindakan medik apa yang
hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan
tindakan untuk mengatasinya, alternative terapi lainnya, prognosisnya, perkiraan
biaya pengobatan.
2. Hak atas persetujuan (consent)
Consent merupakan suatu tindakan atau aksi beralasan yang diberikan tanpa paksaan
oleh seseorang yang memiliki pengetahuan cukup tentang keputusan yang ia
berikan, dimana orang tersebut secara hokum mampu memberikan consent. Criteria
consent yang sah yaitu tertulis, ditandatangani oleh klien atau orang yang
bertanggung jawab, hanya ada salah satu prosedur yang tepat dilakukan, memenuhi
beberapa
elemen
penting,
penjelasan
tentang
kondisi,
prosedur
dan
Secara yuridis hak yang terdapat pada pasien dalam doktin informed consent yaitu:
1. Hak untuk memperoleh informasi mengenai penyakitnya dan tindakan apa yang
henda dilakukan dokter terhadap dirinya.
2. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukannya.
3. Hak untuk memilih tindakan alternative jika ada.
4. Hak untuk menolak usul tindakan yang henda dilakukan terhadap dirinya.
4.5 Aspek Hukum Informed Consent
Dalam hukum positif Indonesia, informed consent sangat jelas diamanahkan dalam
undang-undang seperti;
a. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 56 dengan jelas menyebutkan hak
utama pasien, yaitu, bahwa setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian
atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima
dan memahami informasi. Jadi hak persetujuan atas dasar informasi (informed
consent) merupakan implementasi dari kedua hak pasien tersebut. Undang-Undang
No. 36 tentang Kesehatan Pasal 56 tentang Perlindungan Pasien :
1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan
pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami
informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
pada:
a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam
masyarakat yang lebih luas;
No.
290/MENKES/PER/III/2008
tentang
Persetujuan
Tindakan