Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Panduan “General
Consent” ini dengan lancar. Penulisan panduan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
penilaian akreditasi rumah sakit.
Panduan ini ditulis untuk memperlancar pelayanan yang ada di RSUD Pariaman.
Penulis berharap, dengan membaca panduan ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Panduan “General Consent” .
Panduan ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Penulis
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I DEFENISI ......................................................................................................................1
BAB II RUANG LINGKUP......................................................................................................2
BAB III TATA LAKSANA.......................................................................................................4
BAB IV DOKUMENTASI........................................................................................................5
BAB I
DEFENISI
Persetujuan umum (General Consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai pelayanan kesehatan yang
akan dilakukan terhadap pasien terkait dengan proses pemeriksaan, perawatan dan pengobatan.
Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga ditempat pendaftaran adalah upaya Rumah
Sakit untuk meningkatkan kemampuan pasien, keluarga yang dilakukan pada saat pasien baru
dating (melakukan pendaftaran).
Administrasi penerimaan pasien rawat inap adalah ketentuan yang mengatur tentang
administrasi penerimaan pasien rawat inap sebelum masuk ruang rawat.
Tujuan dilakukan persetujuan umum (general consent) dan pemberian edukasi kepada pasien
adalah sebagai acuan dalam pelaksanaan persetujuan umum terhadap pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada pasien, meningkatkan partisipasi pasien dan keluarga dalam rencana tatalaksana,
agar keluarga dan pasien mendapatkan informasi yang benar dan akurat, memperoleh izin dari
pasien dan keluarga dalam proses perawatan dan pengobatan,penjaminan pasien, hak dan
kewajiban pasien.
BAB II
RUANG LINGKUP
General consent diterapkan kepada semua pasien baik di instalasi rawat jalan dan instalasi
gawat darurat. General Consent dibuat saat pasien tersebut pertama berobat di rumah sakit dan saat
pasien akan di rawat inap. Berisi pernyataan yang bersifat umum antara lain pasien memahami
bahwa rumah sakit tidak bertanggung jawab dengan barang milik pasien, pasien bersedia dilakukan
tindakan medik non operatif dan mentaati ketentuan di Rumah Sakit Mandalika Provinsi Nusa
Tenggara Barat.
BAB III
TATA LAKSANA
Panduan general consent ini harus diterapkan kepada semua pasien baik rawat jalan, rawat
inap, maupun dalam hal tindakan-tindakan khusus seperti tindakan operatif, anastesi, transfusi
darah, serta tindakan lainnya. Pelaksana general consent adalah staf rumah sakit yang terlatih dalam
bahasa yang dipahami oleh pasien atau keluarga.
Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan
tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien. Umumnya tindakan
dokter disini adalah tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum. Misalnya
pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium, melakukan suntikan pada pasien, dan
melakukan penjahitan. Sebetulnya persetujuan jenis ini tidak termasuk informed consent dala arti
murni karena tidak ada penjelasan sebelumnya, hal ini dapat dikelompokkan dalam general
consent.
Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan. Bila yang akan
dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Dalam keadaaan demikian,
sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan supaya
tidak sampai terjadi salah pengertian. Misalnya, pemeriksaan dlam rektal atau pemeriksaan dalam
vaginal, mencabut kuku dan tindakan lain yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan
umum. Pada saat ini, belum diperlukan pernyataan tertulis. Persetujuan secara lisan sudah
mencukupi.
Namun, bila tindakan yang akan dilakukan mengandung risiko seperti tindakan pembedahan
atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan yang invasif. Sebaiknya didapatkan informed consent
secara tertulis. Seperti dikemukakan sebelumnya, oleh kalangan kesehatan atau rumah sakit, surat
pernyataan pasien atau keluarga inilah yang disebut informed consent.
1. Informasi
Bagian yang terpenting dalam pembicaraan mengenai general consent tentulah
mengenai informasi atau penjelasan yang perlu disampaikan kepada pasien atau keluarga.
Masalahnya adalah informasi mengenai apa (what) yang perlu disampaikan, kapan
disampaikan (when), siapa yang harus menyampaikan (who), dan informasi mana (which)
yang perlu disampaikan.
Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang informed consent, dinyatakan bahwa
dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien/keluarga diminta
atau tidak diminta. Jadi informasi harus disampaikan.
Mengenai apa (what) yang harus disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan
dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan, tentunya prosedur tindakan
yang akan dijalani pasien baik diagnostik maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau
keluarga dapat memahaminya. Hal ini mencakup bentuk, tujuan, risiko, manfaat dari
terapi yang akan dilaksanakan dan alternatif terapi.
Penyampaian materi haruslah secara lisan. Penyampaian formulir untuk
ditandatangani pasien atau keluarga tanpa penjelasan dan pembahasan secara lisan dengan
pasien/keluarga tidaklah memenuhi persyaratan.
Mengenai kapan (when) disampaikan, bergantung pada waktu yang tersedia setelah
dokter memutuskan akan melakukan tindakan invasif dimaksud. Pasien atau keluarga
pasien harus diberi waktu yang cukup untuk menentukan kepuasannya.
Yang menyampaikan (who) informasi, bergantung pada jenis tindakan yang akan
dilakukan. Dalam Permenkes dijelaskan dalam tindakan bedah dan tindakan invasif
lainnya haru diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan. Dalam keadaan
tertentu dapat pula oleh dokter lain atas sepengetahuan dan petunjuk dokter yang
bertanggung jawab. Bila bukan tindakan bedah atau invasif sifatnya, dapat disampaikan
oleh dokter lain ataupun perawat.
Penyampaian informasi ini memerlukan kebijaksanaan dari dokter yang akan
melakukan tindakan tersebut atau petugas yang ditunjuk untuk itu dan disesuaikan dengan
tingkat pendidikan dan kondisi pasien.
Mengenai informasi mana (which) yang harus disampaikan dalam Permenkes
dijelaskan haruslah selengkap-lengkapnya, kecuali dokter menilai informasi tersebut
dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi.
Bila perlu, informasi dapat diberikan kepada keluarga pasien.
Dalam UUPK tentang persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi,
informasi atau penjelasan ini dinyatakan bahwa dalam memberikan penjelasan sekurang-
kurangnya mencakup:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Prognosis terhadap tindakna yang dilakukan.
2. Persetujuan
Inti dari persetujuan adalah persetujuan haruslah didapat sesudah pasien mendapat
informasi yang akurat. Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa yang berhak
memberikan persetujuan adalah pasien yang sudah dewasa (telah berumur 21 tahun atau
telah menikah) dan dalam keadaan sehat mental.
Dalam banyak general consent yang ada selama ini, penandatanganan persetujuan ini
lebih sering dilakukan oleh keluarga pasien. Hal ini mungkin berkaitan dengan kesangsian
terhadap kesiapan mental pasien sehingga beban demikian diambil alih oleh keluarga
pasien atau atas alasan lain.
Untuk pasien dibawah umur 21 tahun, dan pasien gangguan jiwa yang
menandatangani adalah orang tua/wali/keluarga terdekat atau induk semang. Untuk pasien
dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan
secara medik berada dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medik
segera, tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun (pasal 11 bab IV Permenkes No. 585).
Persetujuan secara khusus dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu persetujuan umum
(general consent) dan persetujuan khusus (informed consent)
a. General Consent dibuat saat pasien tersebut pertama berobat di rumah sakit dan saat
pasien akan di rawat inap. Berisi pernyataan yang bersifat umum antara lain pasien
memahami bahwa rumah sakit tidak bertanggung jawab dengan barang milik pasien,
pasien bersedia dilakukan tindkana medik non operatif dan mentaati ketentuan di
Rumah Sakit Mandalika Provinsi Nusa Tenggara Barat.
b. Informed consent di saat-saat pasien akan dilakukan tindakan khusus seperti tindakan
operasi, tindakan anastesi, transfusi, dan sebagainya.
3. Penolakan
Tidak selamanya pasien atau keluarga setuju dengan tindakan medik yang akan
dilakukan dokter. Dalam situasi demikian, kalangan dokter maupun kalangan kesehatan
lainnya harus memahami bahwa pasien atau keluarga mempunyai hak untuk menolak usul
tindakan yang akan dilakukan. Ini disebut sebagai informed refusal.
Tidak ada hak dokter yang dapat memaksa pasien mengikuti anjurannya, walaupun
dokter menganggap penolakan bisa berakibat gawat atau kematian pada pasien. Bila
dokter gagal dalam meyakinkan pasien pada alternatif tindakan yang diperlukan, untuk
keamanan di kemudian hari, sebaiknya dokter atau rumah sakit meminta pasien atau
keluarga menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan medik yang
diperlukan.
Dalam kaitan transaksi terapeutik dokter dengan pasien, pernyataan penolakan pasien
atau keluarga ini dianggap sebagai pemutusan transaksi terapeutik. Dengan demikian, apa
yang terjadi dikemudian hari tidak menjadi tanggung jawab dokter atau rumah sakit lagi.
4. Kewajiban dan Tanggung Jawab
a. Staff administrasi
Memahami dan menerapkan ketentuan tentang general consent, menjelaskan kepada
pasien dan keluarga tentang tujuan dari pembuatan general consent maupun informed
consent. Pastikan bahwa pasien dan keluarga dapat memahami tentang kegunaan
general consent dan informed consent dan ditindaklanjuti kelengkapan administrasi
lainnya.
b. Dokter penangguung jawab pasien (DPJP)
1) DPJP bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan
tindakan medik (informed consent)
2) DPJP menjelaskan sampai pasien dapat memahami dan menerima atau menolak
informed consent.
3) Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya informed consent
dari pasien atau keluarga dapat dikenakan sanksi administratif tanpa pencabutan
surat ijin praktik.
c. Perawat
1) Bertanggung jawab mengingatkan dokter, pasien, dan keluarga pasien tentang
general consent dan informed consent.
2) Cek kelengkapan dalam status pasien setiap akan dilakukan tindakan.
3) Koordinasikan dengan staff terkait untuk kelengkapan dokumen general consent
dan informed consent.
d. Kepala instalasi dan Ka. ruangan
1) Pastikan seluruh staff di unit kerjanya memahami prosedur pembuatan general
consent dan informed consent
2) Pastikan bahwa prosedur pembuatan general consent dan informed consent
dilakukan di unit kerja masing-masing secara berlanjut dan berkesinambungan
sesuai ketentuan.