Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Pengertian Rekam Medis

Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang

telah diberikan kepada pasien pada fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes,

2013). Manajemen pelayanan rekam medis dan informasi adalah kegiatan

menjaga, memelihara dan melayani rekam medis baik secara manual maupun

elektronik sampai menyajikan informasi kesehatan dirumah sakit, praktek dokter

klinik, asuransi kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan lainnya yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan menjaga rekaman.

Rekam medis adalah siapa, apa, dimana dan bagaimana dan bagaimana

perawatan pasien selama dirumah sakit, untuk melengkapi rekam medis harus

memiliki data yang cukup tertulis dalam rangkaian kegiatan guna menghasilkan

suatu diagnosa, jaminan, pengobatan dan hasil akhir, (Rustiyanto, 2009).

Bentuk rekam medis dalam berupa manual yaitu tertulis lengkap dan jelas,

dan dalam bentuk elektronik sesuai ketentuan, rekam medis terdiri dari catatan-

catatat data pasien yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Catatan-catatat

data tersebut sangat penting untuk pelayanan bagi pasien karena dengan data yang

lengkap dapat memberikan informasi dalam menentukan keputusan dan

5
6

pengobatan, penangan, tindakan medis, dan lainnya. Dokter dan dokter gigi

diwajibkan membuat rekam medis sesuai aturan yang berlaku.

2.1.2 Tujuan Rekam Medis

Tujuan utama rekam medis adalah untuk secara akurat dan lengkap

mendokumentasikan sejarah kehidupan dan kesehatan pasien, penyakit masa lalu

dengan sekarang, serta pengobatan dengan penekanan kejadian-kejadian yang

mempengaruhi pasien selama periode perawatan dan menunjang tercapainya tertib

administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan dirumah sakit karena

tanpa didukung suatu pengelolaan rekam medis yang baik dan benar maka tertib

administrasi rumah sakit tidak akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. (Edna

K Huffman.RRA,2008)

2.1.3 Kegunaan Rekam Medis

Kegunaan rekam medis secara umum antara lain sebagai berikut:

1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga ahlinya yang ikut ambil

bagian didalam memberikan pelayanan pengobatan, perawatan kepala

pasien.

2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus

diberikan kepada pasien.

3. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan

penyakit, dan pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di rumah

sakit.

4. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi

terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.


7

5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter

dan tenaga kesehatan lainnya.

6. Menyediakan data-data khususnya yang sangat berguna bagi penelitian

dan pendidikan.

2.2 Standar Pelayanan Minimal Informed Consent

Standar pelayanan minimal menyebutkan bahwa pengisian informed consent

wajib 100% lengkap setelah mendapat informasi yang jelas (Kepmenkes, 2008).

Pemenuhan standar pelayanan rumah sakit digunakan untuk peningkatan mutu

pelayanan rumah sakit.

2.3 Informed Consent

Informed consent terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti informasi

atau keterangan dan “consent’ yang berarti yang berarti persetujuan atau memberi

izin jadi pengertian informed consent adalah suatu persetujuan yang diberikan

setelah mendapat informasi. Dengan demikian informed consent dapat

didefenisikan sebagai pernyataan pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya

berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran yang diajukan oleh dokter

setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau

penolakan.

2.3.1 Dasar Hukum Pelaksanaan Informed Consent

a. Undang-Undang RI No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

b. Undang-Undang RI No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

c. Undang-Undang RI No 29 Tahun 2004 Tentang Praktir Kedokteran


8

d. Permenkes RI No 290/Menkes/Per/III/2008 Tentang Persetujuan

Tindakan Kedokteran

e. Surat Edaran Dirjen Yanmed Nomor: HK.00.06.3.5.1886 tentang

pedoman Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) tanggal 21

April 1999.

2.3.2 Tujuan Informed Consent

Hubungan antar pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis

(pasien), maka pelaksanaan informed consent bertujuan:

1. Melindungi pengguna jasa (pasien) secara hukum dari segala tindakan

medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya maupun tindakan

pelaksanaan jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan

malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar

profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih (Guwandi, 2005).

2. Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari

tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan

medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap, risk of

treatment yang tidak mungkin dihindarkan walaupun dokter bertindak

hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medis (Guwandi,

2005).

2.3.3 Fungsi Informed Consent

Informed consent mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:

a. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia

b. Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri


9

c. Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati

pasien

d. Menghindari penipuan atau misleading oleh dokter

e. Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional

f. Mendorong ketelibatan publik dalam masalah kedokteran dan

kesehatan

g. Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan

kesehatan

2.3.4 Bentuk Informed Consent

Ada dua bentuk informed consent yaitu:

a. Tersirat atau dianggap sudah diberikan (implied consent)

1. Keadaan normal

2. Keadaan darurat

b. Dinyatakan (expressed consent)

1. Lisan (oral)

2. Tulisan (written)

Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat,

tanpa pertanyaan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan

tindakan pasien. Umumnya tindakan dokter disini adalah tindakan yang biasa

dilakukan atau sudah diketahui umum.

Implied consent dalam bentuk lain adalah apabila pasien dalam keadaan gawat

darurat (emergency) sedang dokter memerluka tindakan segera, sementara pasien

dala keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarga pun tidak ditempat
10

maka dokter dapat melakukan tindakan medik yang terbaik menurut dokter

(Permenkes, 1985). Jenis persetujuan ini disebut Presumed Consent, artinya bila

pasein dalam keadaan sadar, dianggap menyetujui tindakan yang akan dilakukan

dokter. Extressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan

maupun tulisan, bila yabg akan dilakukan dokter lebih dari prosedur pemerikasaan

dan tindakan yang biasa. Dalam keadaan demikian sebaiknya kepada pasien

disampaikan terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan agar tidak sampai

terjadi salah pengertian. (Hanafiah, 2009)

2.3.5 Pemberi Informasi dan Pemberi Persetujuan Informed Consent

Adapun yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi dan

persetujuan informed consent sebagai berikut:

a. Pemberi informasi informed consent

Adalah tanggung jawab dokter yang memberikan perawatan

pelaku/pemeriksaan tindakan untuk memastikan persetujuan tersebut diperoleh

secar benar dan layak. Dokter juga dapat medelegasikan proses pemberian

informasi dan penerimaan persetujuan, namun tanggung jawab tetap berada pada

dokter pemberi delegasi untuk memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara

layak dan benar.

Jika seorang dokter akan memberikan informasi dan menerima persetujuan

pasien atas nama dokter lain, maka dokter tersebut yakin bahwa dirinya mampu

menjawab secar penuh pertanyaan apapun yang diajukan pasein berkenaan dengan

tindakan yang akan dilakukan terhadapnya untuk memastikan bahwa persetujuan

tersebut secara benar dan layak. (Sampurna, 2006).


11

b. Pemberian Persetujuan Informed Consent

Dalam Permenkes tahun 2008 tentang persetujan tindakan kedokteran yaitu:

1. Persetujuan diberikan oleh pasien yang berkopeten atau keluarga terdekat.

2. Penilaian terhadap kopetensi pasien sebagai dimaksud ayat (1) dilakukan

oleh dokter pada saat diperlukan persetujuan.

Alasan hukum yang melandasinya adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan kitab Undang-undang Hukum Perdata maka seorang yang

berumur 21 tahun atau lebih atau telah menikah dianggap sebagai orang

dewasa dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan.

2. Berdasarkan UU tahun 2002 tentang perlindungan anak maka setiap yang

berusia 18 tahun atau lebih dianggap sebagai orang yang sudah tidak anak-

anak. Dengan demikian mereka dapat diperlakukan sebagai orang dewasa

yang kompeten, dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan.

3. Mereka yang berumur 16 tahun tetapi belum berusia 18 tahun memang

masih tergolong anak menurut hukum, dengan menghargai hak individu

untuk berpendapat sebagaiman juga diatur dalm UU tahun 2002 tentang

perlindungan anak, maka mereka dapat memberikan persetujuan tindakan

kedokteran tertentu, khususnya yang tidak beresiko tinggi. Untuk itu

mereka harus dapat menunjukan kopetensinya dalam menerima informasi

dan membuat keputusan dengan bebas, selain itu persetujuan atau

penolakan mereka dapat dibatalkan oleh orang tua atau wali atau penetap

keadilan.
12

2.3.6 Pemberian Informasi Kepada Pasien

Pasal 45 Undang-undang praktir kedokteran memberikan bantuan minimal

informasi yang selayaknya diberikan kepada pasien, yaitu:

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan

c. Alternatif tindakan lain dan resikonya

d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan

e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien:

a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga jika prognosis tidak

diobati

b. Ketidakpastian diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding)

termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum melakukan pengobatan

c. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya,

termasuk pilihan tidak untuk diobati

d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur

atau pengobatan yang akan dilaksanakan, termasuk tindakan subsider

seperti penanganan nyeri, bagaimana seharus pasien mempersiapkan

diri, rincian apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan,

termasuk efek samping yang biasa terjadi dan yang serius.

e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang

kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan


13

diskusi tentang kemungkinan resiko yang serius atau yang sering terjadi

dan perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut.

f. Nyatakan bila rencana pengobatan adalah upaya yang masi

eksprerimental

g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingnya akan

dimonitor atau dinilai kembali.

h. Nama dokter yang bertanggung jawab secara keseluruhan untuk

pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim lainnya

i. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihanan atau

pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan peranannya didalam rangkaian

tindakan yang akan dilakukan

j. Mengingat kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap

waktu bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggung jawab penuh atas

konsekuensi terhadap pembatalan tersebut.

k. Mengingatkan bahwa pasien berhak mendapat pendapat kedua dari

dokter lain

l. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya.

(Sampurna, 2006)

2.3.7 Tata cara pengisian Informed Consent

Setiap tindakan medik yang dilakukan terhadap pasien harus dapat

persetujuan dari pasien atau keluarga baik secara lisan maupun tulisan. Untuk

tindakan yang beresiko harus mendapatkan persetujuan secara tertulis yang

ditandatangani oleh pasien untuk mendapatkan persetujuan. Persetujuan diberikan


14

kepada pasein setalah pasien mendapat informasi yang jelas tentang pentingnya

tindakan medis serta resiko yang akan timbul. Menurut SK Dirjen Pelayanan

Medik No. HK.00.06.6.5.1866 kebikajan dan prosedur tentang informed consent

adalah sebagai berikut:

1. Pengaturan persetujuan atau penolakan tindakan medis harus dalam

bentuk kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah

Sakit.

2. Memperoleh informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan

sebaliknya memberikan informasi dan penjelasan adalah hak dokter.

3. Formulir informed consent dianggap benar jika memenuhi ketetentuan

sebagai berikut :

a. Persetujuan dan penolakan diberikan untuk tindakan medis yang

dinyatakan secara spesifik.

b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan.

c. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan oleh seorang

(pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak

memberikannya.

d. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan setelah

diberikan cukup informasi dan penjelasan yang diberikan.

4. Isi informasi dan penjelasan yang diberikan

Informasi dan penjelasan dianggap cukup jika paling sedikit enam hal

pokok dibwah ini disampaikan dalam memberikan informasi dan penjelasan

yaitu:
15

a. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek

keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan.

b. Informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakn medis yang

akan dilakukan.

c. Informasi dan penjelasan tentang resikodan komplikasi yang

mungkin akan terjadi.

d. Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan lain yang

tersedia serta resikonya dari masing-masing tindakan tersebut.

e. Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila

tindakan tersebut dilakukan.

f. Diagnosis

5. Kewajiban memberikan informasi dan penjelasan

Dokter yang akan melakukan tindakan medis mempunyai tanggung

jawab utama memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan.

Apabila berhalangan, informasi dan penjelasan yang diberikan dapat

diwakili pada dokter lain dengan sepengetahuan dokter yang bersangkutan.

6. Cara menyampaikan informasi

Informasi dan penjelasan disampaika secara lisan. Informasi secara

tetulis hanya dilakukan sebagai pelengkap penjelasan yang telah

disampaikan secara lisan.

7. Pihak yang menyatakan persetujuan

a. Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau

sudah menikah.
16

b. Bagi pasien dibwah umur 21 tahun, persetujuan (informed consent)

atau penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka, menurut

urutan hak sebagai berikut:

1) Ayah/Ibu adopsi

2) Saudara-saudara kandung

c. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun atau tidak mempunyai orang tua

atau orang tuanya berhalangan hadir. Persetujuan (informed consnet)

atau penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka, menurut hak

ebagai berikut :

1) Ayah/Ibu adopsi

2) Saudara-saudara kandung

d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan (informed

consent) atau penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka

menurut hak sebagai berikut :

1) Ayah/Ibu adopsi

2) Wali yang sah

3) Saudara-saudara kandung

e. Bagi pasien dewasa yang dibawah pengampunan (curatelle)

persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan menurut urutan

hak sebagai berikut :

1) Wali

2) Curator
17

f. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, persetujuan atau

penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak

tersebut :

1) Suami/Istri

2) Ayah/Ibu kandung

3) Anak-anak kandung

4) Saudara-saudara kandung

8. Cara menyatakan persetujuan

Cara pasien menyatakan persetujuan dapat secara tertulis (expressed)

maupun lisan. Persetujuan secara tertulis mutlak diperlakukan pada tindakan

medis yang mengandung resiko tinggi, sedangkan persetujuan secara lisan

diperlakukan pada tindakan medis yang mengandung resiko tinggi.

9. Semua jenis tindakan medis yang mengandung resiko harus disertai

informed consent

Jenis tindakan medis memerlukan informed consent disusun oleh komite

medik dan kemudian ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Bagi rumah

sakit yang belum memiliki komite medik atau keberadaan komite medik

belum lengkap, maka dapat mengacu pada jenis tindakan medis yang sudah

di tetapkan oleh rumah sakit lain yang fungsi dan kelasnya sama.

10. Perluasan tindakan medis yang telah disetujui tidak dibenarkan

dilakukan dengan alasan apapun juga, kecuali apabila peluasan tindakan

medis tersebut terpaksa dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.


18

11. Pelaksanaan informed consent untuk tindakan medis tertentu, misalnya

Tubektomi Vasectomi dan Caesarean Section yang berkaitan dengan

program keluarga berencana, harus merujuk pada ketentuan lain melalui

konsultasi dengan perhimpunan profesi yang terkait.

12. Demi kepentingan pasien, informed consent tidak diperlukan bagi pasien

gawat darurat dalam keadaan tidak sadar tidak didampingi oleh keluarga

pasien yang berhak memberikan persetujuan/penolakan tindakan medis.

13. Format isian persetujuan tindakan medis (informed consent) atau

penolakan tindakan medis, digunakan seperti contoh formulir terlampir,

dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Diketahui dan ditanda tangani oleh dua orang saksi. Perawat

bertindak sebagai salah satu saksi.

b. Formulir asli dalam berkas rekam medis pasien.

c. Formulir harus sudah diisi dan ditanda tangani 24 jam sebelum

tindakan medis dilakukan.

d. Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti bahwa

telah diberikan informasi dan penjelasan secukupnya.

e. Sebagai ganti tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta hurf

harus membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanan (Menkes,

2008).
19

2.3.8 Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Informed Consent

1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat

penting bahkan tidak bisa dilepaskan dari sebuah organisasi, baik

perusahaan atau institusi. Selain itu SDM juga merupakan faktor yang

mempengaruhi perkembangan suatu perusahaan, terutama pada rumah

sakit.

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan
Petugas: Faktor penyebab
Ketidaklengkapan
1. Pendidikan
Isi Informed
2. Umur
Consent
3. Jenis kelamin
4. Lama kerja

Anda mungkin juga menyukai