Anda di halaman 1dari 49

MODUL KETERAMPILAN KLINIK DASAR

BLOK 3

SEL DAN MOLEKUL

PENYUSUN:
dr. Ida Srisurani Wiji Astuti, M.Kes
dr. Dwita Aryadina Rachmawati, M.Kes.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke Hadirat Allah SWT atas terselesainya modul Ketrampilan


Klinik Dasar (TRAKLINDAS) Komunikasi Blok 3 (Sel dan Molekul). Modul
TRAKLINDAS Komunikasi Blok 3 ini merupakan modul ketiga dari keseluruhan
Modul Ketrampilan Klinik Dasar (TRAKLINDAS) Komunikasi yang dipelajari
pada semester satu dalam Kurikulum Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran
Universitas Jember. Pada modul ini peserta didik belajar kemampuan untuk
menerapkan prinsip-prinsip komunikasi untuk mendapatkan, memberikan, dan
bertukar informasi sebaik-baiknya yang bermanfaat dalam menunjang tugasnya
sebagai dokter.
Modul ini disusun sebagai panduan dan dasar pengetahuan bagi
mahasiswa dan instruktur dalam melaksanakan kegiatan ketramilan klinis dasar.
Dalam modul ini terdapat empat pokok bahasan yaitu rekam medis & surat-surat
medis, breaking bad news, surat keterangan dokter, serta anamnesis pada kondisi
khusus, yang diselesaikan dalam waktu empat minggu dan dilanjutkan dengan
ujian. Modul ini dilaksanakan dengan strategi PBL. Setelah menyelesaikan modul
ini diharapkan peserta didik telah siap menjalani seluruh rangkaian pendidikan
dokter.
Terima kasih kami ucapkan kepada narasumber, sejawat, dan seluruh pihak
yang terlibat dalam penyusunan modul ini. Semoga modul ini dapat dilaksanakan
sesuai tujuan yang diharapkan. Kritik dan saran untuk perbaikan sangat
diharapkan demi kesempurnaan modul ini.

Jember, November 2017

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

halam
an
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
1. Skillab pertemuan 1: Rekam medis & surat-surat medis............................. 1
2. Skillab pertemuan 2: Menyampaikan berita buruk kepada pasien.............. 14
3. Skillab pertemuan 3: Surat-surat keterangan dokter.................................... 21
4. Skillab pertemuan 4: Anamnesis pada kondisi khusus................................ 27
5. Lampiran SKDI............................................................................................ 36

iii
PERTEMUAN I
REKAM MEDIS DAN SURAT-SURAT MEDIS
(INFORMED & REFUSAL CONSENT SERTA RUJUKAN)

1. TUJUAN
Pada pokok bahasan tentang rekam medis & surat-surat medis, mahasiswa
akan mempelajari tentang rekam medis, surat persetujuan medis (informed
consent), surat penolakan medis (refusal consent), dan rujukan. Setelah
mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan dapat:
a. Menyebutkan tahapan mendapat persetujuan/penolakan medis.
b. Memahami isi form persetujuan/penolakan medis.
c. Menulis rujukan medis.
d. Memahami isi & pentingnya rekam medis.

2. ALOKASI WAKTU
No. Jam Kegiatan Keterangan
1. 5 menit Pembukaan
2. 20 menit Membaca dan diskusi skenario 1
3. 35 menit Mahasiswa membaca teori mengenai rekam
medis, informed & refusal consent, serta
rujukan.
Memberikan kesempatan mahasiswa untuk
bertanya pada instruktur apabila ada hal-hal
yang kurang dimengerti
4. 60 menit Mahasiswa memahami isi rekam medis &
latihan menulis informed dan refusal consent,
serta rujukan
5. 30 menit Diskusi hasil latihan mahasiswa & penutup

3. SKDI
 Area kompetensi 1: Komunikasi efektif
 Tingkat kemampuan 4: Mampu melakukan secara mandiri
4. LANDASAN TEORI
4.1 Rekam Medis
Pengertian
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang
dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien.Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis
adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana
pelayanan kesehatan.Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan
perbedaan yaitu Permenkes hanya menekankan pada sarana pelayanan kesehatan,
sedangkan dalam UU Praktik Kedokteran tidak. Ini menunjukan pengaturan
rekam medis pada UU Praktik Kedokteran lebih luas, berlaku baik untuk sarana
kesehatan maupun di luar sarana kesehatan.

Isi Rekam Medis


a. Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan pasien,
diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik dilakukan oleh dokter
dan dokter gigi maupun tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan
kompetensinya.
b. Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain foto
rontgen, hasil laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi
keilmuannya.

Jenis Rekam Medis


a. Rekam medis konvensional
b. Rekam medis elektronik

2
Manfaat Rekam Medis
a. Pengobatan Pasien
Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan
menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan
tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien.
b. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas
dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga
medis dan untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
c. Pendidikan dan Penelitian
Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit,
pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan
informasi bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi
kedokteran dan kedokteran gigi.
d. Pembiayaan
Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan
pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan
tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
e. Statistik Kesehatan
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya
untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk
menentukan jumlah penderita pada penyakit-penyakit tertentu.
f. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam
penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.

Isi Rekam Medis Pasien


Isi rekam medis sekurang-kurangnya memuat catatan/dokumen tentang:
a. identitas pasien;
b. pemeriksaan fisik;
c. diagnosis/masalah;

3
d. tindakan/pengobatan;
e. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis


Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter dan
dokter gigi wajib membuat rekam medis dalam menjalankan praktik kedokteran.
Setelah memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada pasien, dokter dan
dokter gigi segera melengkapi rekam medis dengan mengisi atau menulis semua
pelayanan praktik kedokteran yang telah dilakukannya.
Setiap catatan dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda
tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Apabila dalam
pencatatan rekam medis menggunakan teknlogi informasi elektronik, kewajiban
membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan nomor identitas
pribadi/personal identification number (PIN).
Dalam hal terjadi kesalahan saat melakukan pencatatan pada rekam medis,
catatan dan berkas tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun.
Perubahan catatan atas kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan
dengan pencoretan dan kemudian dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan.
Lebih lanjut penjelasan tentang tata cara ini dapat dibaca pada Peraturan Menteri
Kesehatan tentang Rekam Medis dan pedoman pelaksanaannya.

Kepemilikan Rekam Medis


Sesuai UU Praktik Kedokteran, berkas rekam medis menjadi milik dokter,
dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis dan
lampiran dokumen menjadi milik pasien.

Penyimpanan Rekam Medis


Rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaan oleh dokter, dokter
gigi dan pimpinan sarana kesehatan. Batas waktu lama penyimpanan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan paling lama 5 tahun dan resume rekam medis paling
sedikit 25 tahun.

4
4.2 Informed consent
Definisi
Suatu izin (consent) atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan
dengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan informasi dari dokter yang
dimengertinya. Istilah di Indonesia dinamakan Persetujuan Tindakan Medik.

Beberapa bentuk informed consent:


a. Bentuk dinyatakan (express): secara lisan (oral) dan secara tertulis (written)
b. Tersirat atau dianggap diberikan (implied or tacit consent)
 dalam keadaan biasa (normal or constructive consent)
 dalam keadaan gawat darurat (emergency)

Fungsi informed consent:


a. Promosi hak otonomi perorangan
b. Proteksi pasien
c. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan
d. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi
terhadap diri sendiri
e. Promosi dari keputusan-keputusan yang rasional
f. Keterlibatan masyarakat dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai
sosial dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan bio-medik (Alexander
Capron).

Proses Informed Consent


a. Bagian pertama adalah pengungkapan dan penjelasan kepada pasien dalam
bahasa yang dapat dimengerti oleh pasiennya tentang:
 Penegakan diagnosis
 Tindakan medik yang diusulkan
 Kemungkinan timbulnya resiko
 Manfaatnya
 Alternatif yang (jika) ada

5
b. Bagian kedua:
 Memastikan bahwa pasien mengerti apa yang telah dijelaskan kepadanya
(harus diperhitungkan tingkat intelektualnya)
 Bahwa pasien telah menerima resiko-resiko tersebut
 Bahwa pasien mengizinkan dilakukan prosedur/tindakan medik tersebut.
c. Proses itu kemudian harus didokumentasikan.
Semua informed consent dibuat secara tertulis karena menjadi bukti
persetujuan dan pengertian pasien/keluarga tentang dasar diagnosis,
kepentingan tindakan, dan tujuan tindakan. Contoh tindakan: menyuntik,
memasang NGT, kateter, dan infus. Informed Consent ditandatangi oleh pasien,
dokter dan saksi.

Kewajiban dokter untuk memberikan informasi menjadi sangat penting


a. Apabila sifat dan resiko itu lebih serius,
b. Apabila kemungkinan timbulnya resiko itu lebih besar,
c. Apabila tindakan yang hendak dilakukan tidak begitu mutlak,
d. Apabila masih ada satu atau beberapa alternatif lain,
e. Apabila resiko itu tidak begitu diketahui oleh masyarakat,
f. Apabila dalam keadaan khusus itu timbulnya resiko lebih besar.

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi kepada pasien, yaitu:


a. Di dalam keadaan gawat darurat, di mana sang dokter harus segera bertindak
untuk menyelamatkan jiwa (Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/1992 pasal
11).
b. Keadaan emosi pasien yang sangat labil, sehingga ia tidak mengerti situasi
dirinya.
c. Bila pasien dianggap tidak dapat bertanggung jawab (menyandang retardasi
mental, tuna rungu, atau gangguan jiwa), maka keluarga/wali/pengampu
diminta untuk menanda tangani.

6
4.3 Rujukan Medik
Definisi
Upaya kesehatan yang berorientasi kepada kepentingan penderita,
bertujuan untuk memperoleh pemecahan masalah baik untuk keperluan
diagnostik, pengobatan, maupun pengelolaan penderita selanjutnya.
Rujukan medik dapat dilakukan terhadap:
a. Penderita
Penderita dikirim oleh perujuk kepada konsultan, atau apabila penderita tidak
dapat dikirim maka perujuk meminta kesediaan konsultan untuk bersama-sama
memeriksanya.
b. Bahan pemeriksaan
Dapat berupa jaringan tubuh (hasil insisi, ekstirpasi, biopsi, maupun reseksi):
darah, serum, tinja, air seni, secret, serta cairan tubuh yang lain.

Macam rujukan medik


a. Rujukan medik lisan
Dokter perujuk dan konsultan melakukan pemeriksaan bersama. Dokter perujuk
memberi keterangan selengkapnya serta mengemukakan apa yang akan
diinginkannya (kesulitan/masalah), kemudian keduanya mendiskusikan hasil
pemeriksaan di tempat tersendiri. Bila ada perselisihan pendapat, jangan sampai
menggoncangkan kepercayaan penderita terhadap dokter perujuk.
b. Rujukan medik tertulis
Rujukan ditulis dalam amplop tertutup diajukan oleh dokter perujuk kepada
konsultan disertai keterangan yang cukup. Dalam hal rujukan penderita, maka
konsultan mengirim kembali penderita tersebut disertai pendapat dan anjuran
tertulis pula. Bila dikehendaki oleh dokter perujuk, konsultan dapat melakukan
pengelolaan atau pengobatan penderita sampai sembuh. Konsultan tidak
dibenarkan memberitahukan kepada penderita secara langsung maupun tidak
langsung tentang kekeliruan yang mungkin dibuat oleh dokter perujuk terhadap
penderita. Pendapat dan anjuran konsultan dapat berupa pendapat final atau

7
anjuran untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut (laboratorik, EKG,
radiologik, atau penunjang lain)

Arah rujukan medik


a. Dari dokter umum kepada dokter spesialis
Permasalahan yang dihadapi oleh dokter umum diharapkan untuk dapat
dipecahkan oleh dokter spesialis sesuai dengan bidangnya.
b. Dari dokter spesialis tertentu kepada dokter spesialis lain
Selain untuk keperluan diagnostik, rujukan demikian biasanya bertujuan untuk
memperoleh konfirmasi tentang kemungkinan adanya komplikasi-komplikasi
yang dapat terjadi dalam ruang lingkup bidang keahlian di luar spesialisasi
dokter perujuk.
c. Dari dokter spesialis kepada dokter umum (di daerah tempat tinggal penderita)
Rujukan medik ini paling jarang terjadi, biasanya dilakukan oleh dokter
spesialis atas permintaan penderita dengan pertimbangan kesulitan transportasi
karena tempat tinggal penderita sangat jauh dari dokter spesialis tersebut.
Tentunya tidak semua tindakan dapat dirujuk ke bawah mengingat fasilitas,
kemampuan, dan kewenangan yang ada pada dokter umum tersebut.

Sikap yang tidak dibenarkan terjadi dalam rujukan medik


a. Dari dokter perujuk:
 Tidak mencantumkan keterangan secara lengkap
 Melakukan rujukan karena malas menanganinya
 Melakukan rujukan untuk mengalihkan tanggung jawab atas resiko yang
tidak menyenangkan
 Melakukan rujukan karena menginginkan imbalan
 Melakukan rujukan setelah keadaan penderita cukup parah
 Dalam hal merujuk bahan pemeriksaan, tidak mempedulikan persiapan
penderita dan prosedur “sampling” secara luas (pengambilan, penampungan,
pengawetan dan pengiriman)

8
b. Dari konsultan:
 Tidak memberikan jawaban konsul dengan sebenarnya karena takut anjuran
atau tindakannya ditiru oleh dokter perujuk
 Bekerjasama dengan dokter lain di luar kepentingan penderita
(menganjurkan rujukan dengan janji imbalan)
 Walau tidak diminta, mengambil alih pengelolaan penderita seterusnya (tidak
mengirim kembali penderita kepada dokter perujuk)
 Mencela tindakan dokter perujuk terdahulu di hadapan penderita
 Mencela hasil pemeriksaan (yang mungkin tidak sesuai dengan keadaan
klinis) di hadapan penderita atau keluarganya

Manfaat konsultasi dan rujukan


a. Pengetahuan dan ketrampilan dokter akan lebih meningkat
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan ini diperoleh sebagai hasil adanya
bantuan bantuan professional dari dokter lainnya yang lebih berpengalaman
dan atau yang lebih ahli pada pelayanan konsultasi. Atau dapat pula
mempelajari dengan pelbagai tindakan kedokteran yang telah dilakukan oleh
dokter lainnya pada pelayanan rujukan. Tentu saja untuk yang terakhir ini
hanya akan dapat dilakukan apabila dokter tempat merujuk, setelah selesai
melakukan tindakan kedokteran, merujuk kembali pasien tersebut ke dokter
yang melakukan rujukan.
b. Kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien akan lebih terpengaruhi
Karena pada konsultasi dan rujukan dapat menghasilkan kerjasama yang baik
antar banyak dokter, maka pada konsultasi dan rujukan tersebut telah terbentuk
semacam tim kerja, yang peranannya jelas lebih positif dalam upaya
pemenuhan kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien yang memang sangat
bervariasi. Melalui konsultasi dan rujukan, pelbagai keterbatasan pelayanan
kedokteran yang diselenggarakan oleh seorang dokter akan dapat lebih
dilengkapi, yang dampaknya jelas akan sangat besar terhadap pemenuhan
kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien.

9
Jika pasien ditangani oleh beberapa dokter dengan bermacam-macam keahlian
maka diperlukan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP). DPJP bertugas
dan berwenang mengatur pemeriksaan dan terapi yang dibutuhkan dan relevan
dengan kondisi pasien, sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan
pemeriksaan dan multifarmasi.

10
11
Contoh bentuk format rujukan medik dari dokter umum kepada dokter spesialis:

Kepada
Yth. Ts. dr. ..................
Spesialis .......................
Jln. ...............................

DH,
Mohon konsul dan pengobatan selanjutnya penderita Tn. ............, .... tahun, anemi dengan
hepatosplenomegali; hasil pemeriksaan laboratorium terlampir.
Penderita telah kami beri terapi sementara ................ dengan dosis ................
Atas kesediaan Ts, kami ucapkan terima kasih.
Wassalam,

(dr................)
Jln. ................

Contoh bentuk format rujukan medik untuk keperluan perawatan di rumah sakit:
Kepada
Yth. Ts. dr. Jaga
Lab/SMF Pediatri
RS ........

DH,
Mohon perawatan penderita anak ............, laki-laki .... tahun, dengan riwayat 2 hari berak-
berak dan muntah. Keadaan sekarang dehidrasi berat.
Pengobatan yang telah kami berikan ................
Atas kesediaan Ts, kami ucapkan terima kasih.
Wassalam,

(dr................)
Jln. ................

Contoh bentuk format rujukan medik dari “atas” ke “bawah” (untuk keperluan
kelanjutan pengobatan):

Kepada
Yth. Ts. dr. .........................
d/a Puskesmas .....................

DH,
Mohon kesediaan Ts untuk melanjutkan terapi penderita Ny. ............, .... tahun, dengan KP
duplek.
INH .................... x ...... sehari
Etambutol ................. x ...... sehari
Streptomisin inj. .......... gram ...... x seminggu
Mohon follow up X-foto paru serta pemeriksaan sputum dan darah rutin setelah ......... bulan
pengobatan.
Atas kesediaan Ts, kami ucapkan terima kasih.
Wassalam,

(dr................)
Internis

12
5. SKENARIO

Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, datang ke praktek dokter dengan


keluhan panas sejak 1 minggu yang lalu. Panas sejak satu minggu diikuti keluarnya
bintik-bintik merah di seluruh tubuh sejak 3 hari yang lalu, serta muntah-muntah.
Dokter melalkukan pemeriksaan dan menemukan pasien tampak lemah dengan
kesadaran sedikit menurun, frekuensi napas 28x/menit, denyut nadi 110x/menit,
temperatur tubuh 39°C. Setelah menjelaskan kondisi penderita pada keluarganya,
Dokter memutuskan untuk merujuk pasien ke Rumah Sakit. Dokter menuliskan surat
rujukan yang ditujukan kepada Dokter Jaga RS.

Setelah pasien tiba di Unit Gawat Darurat RS, dokter jaga segera menjelaskan
kondisi pasien dan tindakan penanganan yang akan dilakukan. Setelah keluarga
pasien paham dengan informasi yang diberikan, dokter meminta orang tua pasien
mengisi dan menandatangani surat persetujuan untuk dilakukan perawatan medis
kepada anak mereka.

CHECK LIST PENILAIAN SURAT RUJUKAN


Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Komponen Surat
a. Tanggal dan tempat surat dibuat
b. Penerima surat (Ditujukan kepada siapa)
c. Salam Pembuka
d. Penutup surat dan ucapan terima kasih
e. Pengirim Surat dan Tanda tangan
2. Isi surat
a.Isi kebutuhan surat jelas (rujukan/perawatan/keterangan)
b.Data identitas pasien
c.Data (kondisi/hasil pemeriksaan) yang diisikan benar
(sesuai data yang tersedia)
d.Tulisan jelas dan bisa terbaca dengan baik
Total nilai

Keterangan :
0 : tidak dilakukan/tidak ada
1 : ada tetapi kurang baik/kurang sempurna
2 : ada dengan baik/sempurna

13
PERTEMUAN II
MENYAMPAIKAN BERITA BURUK KEPADA PASIEN
(BREAKING BAD NEWS)

1. TUJUAN
Pada pokok bahasan ini, mahasiswa akan mempelajari bagaimana cara
menyampaikan berita buruk kepada pasien (breaking bad news), misalnya
menyampaikan bahwa pasien menyandang penyakit stadium akhir karena kanker,
kegagalan operasi, memberitahu orang tua bahwa anaknya tidak dapat
berkembang seperti anak lainnya, dll.
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan dapat:
a. Melatih rasa empati kepada pasien
b. Menyampaikan berita buruk secara profesional dengan menjunjung tinggi etika
kedokteran

2. ALOKASI WAKTU
No. Jam Kegiatan Keterangan
1. 10 menit Pembukaan
2. 20 menit Membaca dan diskusi skenario 1
3. 30 menit Mahasiswa membaca teori mengenai
menyampaikan berita buruk kepada pasien.

4. 30 menit Memberikan kesempatan kepada mahasiswa


untuk bertanya kepada instruktur apabila ada
hal-hal yang kurang dimengerti.
5. 50 menit Role play: Mahasiswa dibagi menjadi
kelompok terdiri 2-3 orang, masing-masing
berperan sebagai dokter, pasien, dan keluarga
pasien. Kemudian melakukan praktek
menyampaiakn berita buruk. Antar masing-
masing kelompok diharapkan berbeda
kasus/tipe pasien yang dihadapi.
6. 10 menit Tanggapan terhadap role play & penutup

14
3. SKDI
 Area kompetensi 1: Komunikasi efektif
 Tingkat kemampuan 4: Mampu melakukan secara mandiri

4. LANDASAN TEORI
Buckman’s 6-step guide untuk menyampaikan berita buruk: adalah
“SPIKES”, yaitu:
S – etting, listening Skills
P – atient’s Perception
I – nvite patient to share Information
K – nowledge transmission
E - xplore Emotions and Empathize
S – ummarize & Strategize

1. Setting, Listening Skills


Sebelum menyampaikan kabar buruk kepada pasien, perlu adanya
persiapan untuk menjamin kelancaran penyampaian informasi kepada pasien,
sebagai berikut:
a. Persiapkan diri sendiri
 Dokter sebagai penyampai ‘bad news’ mempersiapkan mental terlebih dahulu
agar tidak ikut larut dalam emosi pasien nantinya, namun tetap berempati
sebagaimana mestinya.
 Perkenalkan diri
 Yang harus dihindari: tampak nervous di hadapan pasien sebelum dan selama
menyampaikan kabar buruk.
 Dokter bisa menyiapkan tissue untuk diberikan pada pasien bila pasien
menangis.
b. Privasi pasien
 Penyampaian kabar buruk tidak boleh dilakukan di tempat yang ramai atau
banyak orang

15
 Hendaknya dilakukan di tempat tenang yang tertutup seperti kamar praktek
ataupun dengan menutup tirai di sekeliling tempat tidur pasien
c. Libatkan pendamping
 Untuk menghindari kesan kurang baik yang dapat muncul bila pasien dan
dokter berada di tempat tertutup (untuk menjaga privasi), diperlukan satu
pendamping
 Perkenalkan pendamping kepada pasien, jika pendamping tersebut perawat
atau bukan keluarga pasien.
 Yang dapat menjadi pendamping:
 satu orang keluarga terdekat pasien, apabila terlalu banyak dapat
menyulitkan dokter untuk menangani emosi dan persepsi banyak orang
sekaligus
 Perawat atau ko ass yang ikut terlibat dalam perawatan pasien
d. Posisi duduk
 Posisi pasien dan dokter sebaiknya setara. Dokter menyampaikan kabar buruk
dalam posisi duduk. Tujuan: untuk menghilangkan kesan bahwa dokter
berkuasa atas pasien dan memojokkan pasien
 Bila memungkinkan, sebaiknya menghilangkan penghalang fisik seperti meja.
Duduk di tepi tempat tidur pasien jauh lebih baik.
e. Menjadi pendengar yang baik
 Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya persiapkan kemampuan
‘mendengar’, secara prinsip meliputi:
 Silence: Jangan memotong kata-kata pasien ataupun berbicara tumpang
tindih dengan pasien
 Repetition: Ulangi kata-kata pasien atau berikan tanggapan, untuk
menunjukkan pemahaman terhadap apa yang ingin disampaikan pasien
f. Availability
 Dokter harus ada di tempat mulai awal hingga akhir penyampaian kabar
buruk

16
 Jangan sampai ada gangguan berupa interupsi, misalnya sms atau bunyi
telepon, minta bantuan pada perawat untuk mengatasi tamu yang mungkin
datang

2. Patient’s Perception
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya dokter mengetahui
persepsi pasien terhadap:
a. Kondisi medis dirinya sendiri: menanyakan sejauh mana informasi yang
pasien ketahui tentang penyakitnya beserta kemungkinan terburuk yang
ditimbulkan oleh penyakit tersebut
b. Harapan terhadap hasil medikasi yang ia tempuh: menanyakan perkiraan
pasien terhadap hasil medikasi
c. Tujuan mengetahui kedua aspek tersebut bukan semata-mata untuk
mengubah persepsi pasien agar sesuai dengan kenyataan, melainkan sebagai
jalan untuk menilai kesenjangan antara persepsi dan harapan pasien dengan
kenyataan, sebagai pertimbangan penyampaian kabar buruk agar tidak
terlalu membuat pasien terguncang.

3. Invitation to share Information


a. Menanyakan apakah pasien ingin tahu perkembangan mengenai
keadaannya atau tidak. Apabila pasien menyatakan diri belum siap,
pertimbangkan untuk menyampaikan di waktu lain yang lebih tepat dan
minta pasien untuk mempersiapkan diri terlebih dahulu
b. Apabila pasien menyatakan ingin tahu perkembangan mengenai
keadaannya, tanyakan sejauh mana ia ingin tahu, secara umum ataukah
mendetail

4. Knowledge transmission
Sebelum menyampaikan kabar buruk, lakukan ‘warning shot’ sebagai
pembukaan, yaitu mengatakan pada pasien bahwa ada ‘kabar buruk’ yang akan
disampaikan. Cara penyampaian:

17
 menggunakan bahasa awam dan hindari istilah medis.
 Bila bahasa pasien berbeda, gunakan penerjemah yang kompeten,
sebaiknya:
 Mengerti dan dapat menggunakan bahasa yang digunakan pasien
 Mengerti dan dapat menggunakan bahasa yang digunakan dokter
 Dapat mengemas istilah medis ke dalam bahasa yang dimengerti
pasien, maka sebaiknya perawat atau ko ass
 Bukan merupakan keluarga pasien atau penerjemah dari pihak
pasien, karena dapat menyebabkan peran ganda (sebagai keluarga pasien
dan sebagai penyampai kabar buruk dari pihak medis)
 Menyampaikan informasi sedikit demi sedikit (bertahap)
 Setiap menyampaikan sepenggal informasi, nilai ekspresi dan
tanggapan pasien, beri waktu pasien untuk bertanya ataupun sekedar
mengekspresikan emosinya.
 Bila kondisi pasien tampak memungkinkan untuk menerima
informasi tahap selanjutnya, teruskan penyampaian informasi.
 Bila pasien tampak sangat tergunjang hingga tidak memungkinkan
untuk menerima lebih banyak informasi lagi, pertimbangkan penyampaian
ulang kabar buruk di lain waktu sambil mempersiapkan pasien.
 Sampaikan dengan intonasi yang jelas namun lembut, tempo yang tidak
terlalu cepat dengan jeda untuk member kesempatan pada pasien dalam
mencerna kalimat yang ia terima.

5. Explore Emotions and Empathize


a. Mengamati selalu ekspresi dan emosi pasien serta apa yang mendasari
perubahan emosinya (informasi mana yang merubah emosinya), nilai
sejauh mana kondisi emosi pasien
b. Menunjukkan pengertian atas kondisi emosi pasien. Dalam hal ini,
menunjukkan pengertian tidak diartikan sebagai ‘mengerti apa yang
dirasakan pasien’, namun lebih pada ‘dapat memahami bahwa apa yang
dirasakan pasien saat ini adalah sesuatu yang dapat dimaklumi’.

18
5. Summarize and Strategize
Di akhir percakapan, review kembali percakapan secara keseluruhan:
a. menyimpulkan ‘kabar buruk’ yang tadinya disampaikan secara bertahap
(sedikit demi sedikit)
b. menyimpulkan juga tanggapan yang diberikan pasien selama kabar buruk
disampaikan sehingga menunjukkan bahwa dokter mendengarkan dan
mengerti apa yang disampaikan pasien
c. memberikan pasien kesempatan bertanya
d. memberikan feed back
e. Percakapan yang ada harus terdokumentasi dalam rekam medis pasien.
Harus tertera dengan jelas:
 Apa yang telah dikatakan atau disampaikan, dan kepada siapa
 Terms used – tumor, massa, dll
 Informasi spesifik mengenai pilihan terapi dan prognosis
 mendiskusikan rencana untuk menindaklanjuti kabar buruk yang telah
disampaikan pada pasien untuk mengajak pasien ikut serta (pro aktif)
dalam medikasi terhadap dirinya.

19
6. Skenario

REPUBLIKA.CO.ID.

Seorang staf rumah sakit di Inggris dengan enteng memberitahu seorang pasien
bahwa dia menderita kanker dan itu dilakukan hanya lewat telepon. Rupanya
bukan kali itu saja pasien diberitahu menderita kanker lewat telepon. Dari satu
forum di internet, puluhan pasien kanker mengakui hal serupa terjadi juga pada
mereka. Kesal dengan tindakan seperti itu, seorang pria mengajukan komplain
karena istrinya mendengar berita memprihatinkan itu juga lewat telepon. ''Dia
sedang sendirian di rumah, tidak ada orang lain. Benar-benar memprihatinkan.
Apakah mereka tidak dapat pelatihan untuk hal seperti ini ketika akan menjadi
seorang dokter, bagaimana menyampaikan berita buruk pada pasien?'' tulis pria
ini pada forum Macmillan Cancer Support.

Pasien lain, seorang perempuan, juga mengaku sedang berada di rumah bersama
putrinya yang baru berusia dua tahun ketika dia mendapat kabar menderita
kanker kulit. ''Ketika putri saya menjauh dari telepon, barulah saya menangis
hebat. Saya harus menelepon ayah saya agar datang dan membawa pergi dulu
putri saya. Setelah itu, saya menghabiskan waktu selama empat jam untuk
menangis, sampai suami saya tiba di rumah,'' ujarnya.

Stephen Coupe, pendiri Cancer Relief, menilai tindakan seperti itu sangat
keterlaluan. Dia pun mendesak agar staf rumah sakit atau dokter yang melakukan
ini mendapat peringatan. Seorang juru bicara dari Macmillan menegaskan, berita
ini seharusnya disampaikan secara langsung agar si pasien dapat lebih tegar.

20
CHECK LIST PENILAIAN BREAKING BAD NEWS

Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Aspek Non Verbal
a. Duduk dengan tegak dan sopan.
b. Berwajah ramah.
c. Melakukan kontak mata.
d. Berbicara dengan santun
e. Empati
2. Menyampaikan berita buruk (sesuai skenario yang
tersedia)
a. Menggunakan bahasa awam dan hindari istilah
medis.
b. Menyampaikan informasi sedikit demi sedikit
c. Menyampaikan dengan intonasi yang jelas
namun lembut
d. Menyimpulkan ‘kabar buruk’
e. Memberikan pasien kesempatan bertanya
Total nilai

Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tetapi kurang baik/kurang sempurna
2 : dilakukan dengan baik/sempurna

21
PERTEMUAN III
SURAT-SURAT KETERANGAN DOKTER

1. TUJUAN
Pada pokok bahasan ini, mahasiswa akan belajar tentang surat kematian
dan visum. Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan dapat:
a. Memahami macam-macam surat keterangan yang dibuat dokter
b. mampu membuat surat keterangan sehat, sakit,
c. Mengetahu macam dan fungsi visum
d. Memahami isi visum

2. ALOKASI WAKTU
No. Jam Kegiatan Keterangan
1. 10 menit Pembukaan
2. 30 menit Membaca dan diskusi skenario 1
3. 40 menit Mahasiswa membaca teori mengenai surat-
surat keterangan dokter
Memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk bertanya kepada instruktur apabila ada
hal-hal yang kurang dimengerti.
4. 40 menit Mahasiswa dibagi menjadi beberapa
kelompok terdiri dari 2-3 orang, masing-
masing kelompok menulis 1 macam surat
keterangan.
5. 20 menit Diskusi surat keterangan yang telah ditulis
6. 10 menit Penutup

3. SKDI
 Area kompetensi 1: Komunikasi efektif
 Tingkat kemampuan 4: Mampu melakukan secara mandiri

4. LANDASAN TEORI
Seorang dokter hanya memberikan keterangan atau pendapat yang dapat
dibuktikan kebenarannya. Tidak jarang dijumpai dalam praktek sehari bahwa
pasien atau keluarganya berusaha mendapatkan keterangan yangatau keluarganya

22
berusaha mendapatkan keterangan yang mengguntungkannya, meskipun tidak
didasarkan kebenaran seluruhnya atau sebagian.
Surat keterangan dokter yang diminta a.l:
1. Cuti sakit
2. Surat keterangan cacat
3. Surat kelahiran dan kematian
4. Laporan penyakit menular
5. Keterangan kesehatan untuk asuransi jiwa
6. Surat Keterangan sehat
7. Surat keterangan / keterangan ahli (Visum et Repertum)
8. Kuitansi

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang dokter pada waktu memberikan
surat-surat keterangan.
 Seorang dokter harus waspada pada waktu memberikan keterangan mengenai
cuti sakit seorangh karyawan. Adakalanya cuti sakit disalah gunakan untuk
tujuan lain misalnya : untuk mengunjungi keluarga diluar kota,tujuan lain
misalnya: untuk mengunjungi keluarga diluar kota, tidak bersedia menghadiri
sidang pengadilan atau sesuatu tidak bersedia menghadiri sidang pengadilan,
malas masuk kuliah dsbnya. Surat keterangan cuti sakit palsu dapat
menyebabkan seorang dokter dituntut menurut pasal 263 dan 267 KUHP
 Hendaklah surat kelahiran diisi dg keadaan yang sebenarnya. Kadangkala ada
pasien yang meminta surat keterangan kelahiran dari anak yang dipungut
(adopsinya) sebagai anak kandungnya sendiri. Hal ini berpengaruh terhadap
harta warisan, wali nikah. Ada pula anak yg lahir diluar negeri diminta
keterangan lahir di Indonesia untuk tujuan kewarganegaraan.
 Mengenai surat kematian haruslah diisi sebab kematian sesuai dg
pengetahuan dokter. Jika bedah mayat klinik belum dapat dilakukn, Maka
sebab kematian secara klinik saja yang dilaporkan. Lamanya menderita sakit
hingga hingga meninggal dunia juga harus dicantumkan. Jika jenazah akan
diangkut ke luar daerah atau luar negeri maka adanya kematian kerena

23
penyakit menular harus diperhatikan karena penyakit menular harus
diperhatikan
 Perusahaan hanya mengganti biaya pengobatan sebesar 50 %, sehingga
pasien meminta agar kuitansi ditulis sebesar 2 x imbalan yang diterima
dokter, agar seluruh biaya pengobatan ditanggung oleh perusahaan. Atau
pasien meminta agar imbalan jasa dokter yang ditulis di kuitansi dinaikkan

Visum et Repertum
Pengertian
Menurut bahasa: berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat)
danrepertum (melaporkan).Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat
oleh dokter berdasarkan sumpah jabatannya terhadap apa yang dilihat dan
diperiksa berdasarkan keilmuannya.Menurut lembar negara 350 tahun 1973:
Suatu laporan medik forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap
pemeriksaan barang bukti medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis
(rambut, sperma, darah), non-biologis (peluru, selongsong) atas permintaan
tertulis oleh penyidik ditujukan untuk peradilan.

Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum


Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus
delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada
saat persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena
termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184.

Jenis-Jenis Visum et Repertum


1. Visum et repertum korban hidup.
2. Visum et repertum mayat.
3. Visum et repertum pemeriksaan TKP
4. Visum et repertum penggalian mayat.
5. Visum et repertum mengenai umur.
6. Visum et repertum psikiatrik.

24
7. Visum et repertum mengenai bukti lain.

Bagian-bagian dalam laporan Visum et repertum, yaitu:


 Pro Justisia. Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa visum
et repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan materai
untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum[3] .
 Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan
langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini
menerangkan penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal, surat
permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang
diperiksa.
 Pemberitaan. Bagian ini berjudul "Hasil Pemeriksaan", berisi semua
keterangan pemeriksaan. Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan
yang tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan dalam bagian
pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
 Kesimpulan. Bagian ini berjudul "kesimpulan" dan berisi pendapat dokter
terhadap hasil pemeriksaan,
 Penutup. Bagian ini berisikan kalimat baku "Demikianlah visum et repertum
ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan
mengingat sumpah sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara
pidana/KUHAP".

25
CHECK LIST PENILAIAN SURAT KETERANGAN
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Komponen Surat
a. Tanggal dan tempat surat dibuat
b. Penerima surat (Ditujukan kepada siapa)
c. Salam Pembuka
d. Penutup surat dan ucapan terima kasih
e. Pengirim Surat dan Tanda tangan
2. Isi surat
a.Isi kebutuhan surat jelas (rujukan/perawatan/keterangan)
b.Data identitas pasien
c.Data (kondisi/hasil pemeriksaan) yang diisikan benar
(sesuai data yang tersedia)
d.Tulisan jelas dan bisa terbaca dengan baik
Total nilai

Keterangan :
0 : tidak dilakukan/tidak ada
1 : ada tetapi kurang baik/kurang sempurna
2 : ada dengan baik/sempurna

26
5. SKENARIO

Mahasiswa suatu perguruan tinggi di Jember memeriksakan diri di klinik


pratama. Dia mengeluh bahwa sejak tadi pagi sakit perut. Sakit perut disertai mual,
tapi tidak muntah.tidak terdapat demam dan perubahan pola buang air besar.
Selanjutnya dokter melakukan pemeriksaan, dari pemeriksaan yang dilakukan
dokter menyimpulkan bahwa pasien dalam kondisi sehat. Tidak mengalami sakit
pada pencernaan ataupun gangguan lainnya.

Setelah dokter menulis resep analgesik, pasien meminta untuk dibuatkan


surat keterangan sakit karena tidak mengikuti perkuliahan. Dokter menolak
memberikan surat sakit, karena dari kondisi fisik dan pemeriksaan yang dilakukan
tidak ada indikasi diperlukannya istirahat. Dokter dengan sabar menjelaskan bahwa
surat keterangan dokter tidak serta merta diberikan kepada pasien yang berkunjung
ke tempat prakteknya.

27
PERTEMUAN IV
ANAMNESIS PADA KONDISI KHUSUS

1. TUJUAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan dapat:
a. mampu mengenali pasien dengan kondisi khusus/ kasus sensitif
b. mampu melakukan sambung rasa kepada pasien dengan lebih baik
c. Mampu menanyakan identitas pasien.
d. Mampu menggali riwayat penyakit
e. mampu menetapkan keluhan utama dari beberapa keluhan yang
disampaikan oleh pasien (mencari kepastian keluhan utama)
f. mampu menggali anamnesis sistem yang berhubungan dengan keluhan
utama
g. mampu menggali riwayat psikososial pasien yang berhubungan dengan
keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
h. Mampu menyampaikan diagnosis kasus sensitif
i. Mampu menyampaikan informasi kasus sensitif

2. ALOKASI WAKTU
No. Jam Kegiatan Keterangan
1. 10 menit Pembukaan
2. 30 menit Membaca dan diskusi skenario
3. 30 menit Mahasiswa membaca teori mengenai
anamnesis pada kondisi khusus/kasus
sensitif. Memberikan kesempatan
mahasiswa untuk bertanya pada instruktur
apabila ada hal-hal yang kurang dimengerti
4. 50 menit Praktek keterampilan: Mahasiswa
berpasangan, 1 orang berperan menjadi
dokter dan yang lain berperan menjadi
pasien, kemudian melakukan anamnesis
kondisi khusus/kasus sensitif secara
bergantian. Masing-masing menampilkan
kasus yang berbeda.
5. 20 menit Diskusi tentang latihan keterampilan yang
telah dilakukan.
6. 10 menit Penutup
3. SKDI
 Area kompetensi 1: Komunikasi efektif
 Tingkat kemampuan 4: Mampu melakukan secara mandiri

28
4. LANDASAN TEORI
Tantangan dalam Anamnesis
1. Pasien yang tertutup
Anamnesis akan sulit dilakukan bila pasien membisu dan tidak mau menjawab
pertanyaan-pertanyaan dokter. Keadaan ini dapat disebabkan pasien merasa
cemas atau tertekan atau malu, tidak leluasa menceritakan keluhannya. Maka
perlu diyakinkan bahwa dokter bisa dipercaya dan menyimpan rahasia. Sikap
tertutup pasien dapat pula disebabkan gangguan depresi atau psikiatrik.
Sebaiknya dicoba dengan mengajukan pertanyaan tertutup atau secara tertulis,
sebelum perlu orang lain (keluarga atau orang-orang terdekat) untuk
mendampingi dan menjawab pertanyaan dokter (heteroanamnesis), tetapi
kadang pula lebih baik tidak ada seorangpun kecuali pasien dan dokternya. Bila
pasien dirawat di rumah sakit maka anamnesis dapat dilanjutkan pada hari-hari
berikutnya setelah pasien lebih tenang dan lebih terbuka.
2. Pasien yang terlalu banyak keluhan
Tidak jarang seorang pasien datang ke dokter dengan begitu banyak keluhan
dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tugas seorang dokter untuk memilah-
milah keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya dan mana yang hanya
keluh kesah. Diperlukan kepekaan dan latihan untuk membedakan mana yang
merupakan keluhan yang sesungguhnya dan mana yang merupakan keluhan
mengada-ada. Apabila benar-benar pasien mempuyai banyak keluhan harus
dipertimbangkan apakah semua keluhan itu merujuk pada satu penyakit atau
kebetulan pada saat tersebut ada beberapa penyakit yang sekaligus dideritanya.

29
3. Hambatan bahasa dan /atau intelektual
Seorang dokter mungkin saja ditempatkan atau bertugas di suatu daerah yang
mayoritas penduduknya menggunakan bahasa daerah yang belum kita kuasai.
Keadaan semacam ini dapat menyulitkan dalam pelaksanaan anamnesis.
Seorang dokter harus segera belajar bahasa daerah tersebut agar dapat
memperlancar anamnesis, dan bila perlu dapat meminta bantuan perawat atau
petugas kesehatan lainnya untuk mendampingi dan membantu menerjemahkan
selama anamnesis. Kesulitan yang sama dapat terjadi ketika menghadapi pasien
yang karena intelektualnya yang rendah tidak dapat memahami pertanyaan atau
penjelasan dokternya. Seorang dokter dituntut untuk mampu melakukan
anamnesis atau memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat sederhana
agar dapat dimengerti pasiennya. Dalam hal ini, tetap tunjukkan dengan bahasa
tubuh dokter, bahwa dokter mencoba memahami dan mengerti keluhan pasien.
4. Pasien dengan gangguan atau penyakit jiwa
Diperlukan satu tehnik anamnesis khusus bila seorang dokter berhadapan
dengan penderita gangguan atau penyakit jiwa. Mungkin saja anamnesis akan
sangat kacau, setiap pertanyaan tidak dijawab sebagaimana seharusnya. Justru
di dalam jawaban-jawaban yang kacau tersebut terdapat petunjuk-petunjuk
untuk menegakkan diagnosis. Seorang dokter tidak boleh bingung dan
kehilangan kendali dalam melakukan anamnesis pada kasus-kasus ini.
5. Pasien yang cenderung marah dan menyalahkan
Tidak jarang dijumpai pasien-pasien yang datang ke dokter sudah dalam
keadaan marah dan cenderung menyalahkan. Selama anamnesis mereka
menyalahkan semua dokter yang pernah memeriksanya, menyalahkan
keluarga, atau orang lain atas masalah/keluhan yang dideritanya.
Mendengarkan menjadi kunci utama tanpa komentar tambahan dari dokter.
Sebagai seorang dokter kita tidak boleh ikut terpancing dengan menyalahkan
sejawat dokter lain karena hal tersebut sangat tidak etis. Seorang dokter juga
tidak boleh terpancing dengan gaya dan pembawaan pasiennya sehingga
terintimidasi dan menjadi takut untuk melakukan anamnesis dan membuat
diagnosis yang benar.

30
ANAMNESIS KASUS SENSITIF
Anamnesis kasus sensitif meliputi anamnesis yang menyangkut informasi
berkaitan dengan hal-hal yang tabu, berhubungan dengan organ seksual,
memalukan, perbuatan melanggar agama atau kesusilaan, tidak umum dibicarakan
atau menurunkan harga diri/harkat martabat, sehingga pasien takut atau enggan
diketahui keterangan tersebut sekalipun oleh dokter. Pasien berpikir bahwa
penyakit tersebut dapat hilang/sembuh tanpa pasien berterus terang atau berkata
sejujurnya. Oleh karena itu, dokter diharap tahu dengan bahasa isyarat atau kode
atau bahasa samaran yang diberikannya. Bila diperlukan untuk kelengkapan data
bahasa samaran ini dapat ditanyakan kepada pasien agar persepsi dokter dan
pasien sama.

Dokter dan pasien seringkali mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.


Kerena dokternya enggan untuk menggali informasi lebih lanjut dan pasien tidak
berterus terang. Kalaupun pasien menjawab pertanyaan, terkadang menggunakan
bahasa atau isyarat yang lain. Hal-hal demikian dapat merugikan kedua pihak
mengingat informasi pasien digunakan dokter untuk mengambil keputusan
diagnosis dan terapi, maka ketidaklengkapan data menyebabkan dokter membuat
keputusan yang tidak tepat. Pasien dirugikan karena pengobatan yang diberikan
tidak maksimal, sehingga biaya menjadi mahal, lama, dan kadang tidak puas
secara mental atas pelayanan dokter.

Sejak pasien masuk ruang periksa sebenarnya dokter sudah dapat


menangkap kemungkinan adanya hal-hal yang berkaitan dengan hal yang sensitif,
misalnya orangtua mengantar anak dengan retardasi mental, sepasang muda-mudi
belum nikah nampak tidak dapat mengutarakan keluhannya. Adapun hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam melakukan anamnesis kasus-kasus sensitif ini adalah:

1. Menanyakan identitas kasus sensitif.


Komunikasi kasus sensitif dimulai sejak sambung rasa awal hingga
akhir anamnesis. Dari identitas yang meliputi nama diri, umur, alamat,
pekerjaan, nama keluarga, dan data pribadi lainnya misalnya teman sekamar,
teman sekantor, cara mencari tambahan uang. Hal-hal tersebut sudah nampak
akan adanya kemungkinan mengandung hal-hal yang sensitif yaitu dari
keengganan mengungkapkan, bahasa non verbal yang dipakai, rasa malu,
berbicara lirih, atau menggunakan istilah khusus.

Nama seseorang dapat mencerminkan asal tempat, asal keturunan,


pangkat dan kedudukan. Dari pengenalan nama sebagai seorang dokter dapat
menangkap adanya sesuatu sehingga nama yang diberikan tidak sepenuhnya.
Apakah ingin menutupi korpsnya, kesatuannya, keluarga besar/marganya
sehubungan dengan kasus sensitif ini. Hal sensitif selanjutnya masalah umur

31
pasien. Teutama untuk perempuan lebih-lebih yang belum kawin atau kawin
terlalu dini, maka umur kadang-kadang enggan disebutkan dan hanya
memohon ditulis dewasa.

Alamat yang disembunyikan dari pasien yang datang ke dokter


dikarenakan merupakan desa yang terkenal nakal/kumuh/kotor atau sebaliknya
kampung muslim/pondok/perumahan elit yang merasa akan tercemar bila
kasus sensitif ini terungkap. Informasi pekerjaan seorang pasien seringkali
juga ditutupi dan tidak disampaikan secara transparan karena pekerjaannya
menyangku hal-hal yang dianggap kurang wajar misalnya mucikari, pekerja
diskotik, wanita penghibur, lelaki penghibur, atau pengumpul barang
rongsokan.

Status perkawinan pasien juga merupakan hal yang sensitif untuk


mereka yang kawin cerai berkali-kali. Status duda atau janda cerai atau
ditinggal mati atau bahkan pisah ranjang merupakan hal yang sensitif

Penggalian data identitas yang mengandung informasi yang bersifat


sensitif dilakukan dengan membina sambung rasa dahulu diteruskan
memberikan pertanyaan yang secara tidak langsung, tidak menebak dan tidak
menghakimi

2. Cara bertanya untuk penggalian data kasus sensitif


Setelah diputuskan bahwa dokter menghadapi pasien dengan kasus
sensitif, maka untuk membina dan menjaga proses anamnesis dan penggalian
informasi maka dokter perlu meyakinkan bahwa ruang periksa cukup terjamin
kerahasiaannya, mengubah sikap lebih sopan dan formal sehingga tampak
lebih berwibawa untuk menampung keluhan yang bersifat sensitif, serius
memperhatikan bahasa non verbal. Karena bahasa non verbal pada kasus
sensitif dapat dikatakan malah lebih jujur menyuarakan isi hati

Dokter dalam menghadapi kasus sensitif diharapkan menghindari


pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menebak informasi yang akan diberikan
oleh pasien. Oleh karena pada kasus-kasus ini kemungkinan pasien
mempunyai kejadian yang unik dan merasa tidak senang ditebak, dengan
demikian biarlah pasien menjawab dengan bebas. Untuk itu bentuk pertanyaan
yang dianjurkan adalah pertanyaan terbuka, kecuali akan dilakukan crosscheck

Penguasaan bahasa non verbal dari dokter untuk menangkap informasi


di baliknya sangat dibutuhkan dan menentukan tercakupnya semua informasi
yang ingin disampaikan pasien. Misalnya Karena dokter berjenis kelamin
berbeda, maka pasien enggan menceritakan kelainan / penyakit pada organ
kelaminnya, sehingga penyakit berlarut-larut belum sembuh. Sikap pasien

32
pada saat itupun tersenyum malu-malu. Dari kejadian ini maka perlu
dikomunikasikan akan arti pentingnya kesembuhan, dokter peka dan tanggap
bahwa ada sesuatu yang ganjil pada alat kelaminnya yang menurutnya amat
sensitif dibicarakan namun memohon bantuan untuk disembuhkan

Rasa peka terhadap istilah atau bahasa untuk menutupi gejala kasus
sensitif dari pasien haruslah dibiasakan, msalnya pada kasus anak epilepsy
yang dibawa orangtuanya berkonsultasi dikatakan anak sering kena santet lalu
kejang. Maka jangan langsung dikatakan bahwa anak tersebut terkena
ayan/epilepsy tetapi katakanlah bahwa penyakit tersebut dapat
dikontrol/diobati. Sebaiknya sebelumnya juga dijelaskan mengenai penyakit
tersebut. Bahasa yang umumnya enak dipakai masyarakat untuk
membicarakan keluhan sensitif sebaiknya dikuasai oleh mahasiswa misalnya
TBC dengan flek paru, epilepsy dengan tekena sawan/santet, gonore dengan
flek pada alat kelamin, retardasi mental dengan kurang tangkap/perhatian

3. Penggalian riwayat penyakit


Dalam menelusuri riwayat penyakit yang diderita, informasi yang
sekiranya menjadi stressor dan sensitif bagi pasien hendaknya dilakukan
secara perlahan-lahan. Dokter memberikan pertanyaan terbuka dan pasien
dengan rela memberikan informasi. Namun apabila informasi masih belum
diberikan oleh pasien, dokter diperbolehkan meminta dan disertai dengan
alasan dan memberitahu bahwa informasi sangat diperlukan untuk
memceahkan masalahnya. Yakinkan pasien akan kerahasiaan informasi
tersebut

4. Permohonan pemeriksaan bagian tubuh yang dianggap sensitif


Oleh karena pemeriksaan kadangkala merupakan kelanjutan dari
anamnesis, maka sewaktu dokter akan mmeriksa bagian badan yang dianggap
sensitif, terutama organ kelamin, lubang kelamin, dubur, kencing maka
diperlukan komunikasi yang tepat, penjelasan yang sesuai dan permohonan
persetujuan. Pemeriksaan pada organ-organ tersebut kadang menimbulkan
rasa sakit jika pasien tegang. Teruslah ajak bicara yang ringan dan tidak
menjurus sewaktu melakukan pemeriksaan

5. Penyampaian diagnosis kasus sensitif


Penyampaian diagnosis kadangkala dapat menyinggung perasaan
misalnya adanya retardasi mental, epilepsy, gangguan jiwa, penyakit kelamin,
penyakit kalangan rakyat jelata. Oleh karena itu, dokter diharapkan
mengetahui tingkat sensitivitas pasien dalam menerima diagnosis atau
informasi yang bersifat sensitif

33
Rasa peka terhadap istilah untuk menutupi gejala kasus sensitif haruslah
dibiasakan, misalnya pada kasus anak epilepsy yang dibawa orangtuanya
berkonsultasi dikatakan anak sering kena santet lalu kejang. Maka jangan
langsung dikatakan bahwa anak tersebut terkena ayan/epilepsy tetapi
katakanlah bahwa penyakit tersebut dapat dikontrol/diobati.

6. Penyampaian informasi kasus sensitif


Pada kasus sensitif awal dimulainya pemberian informasi apabila telah
terjadi sambung rasa yang mantap, sehingga pasien akan menerima dan
melakukan dengan rela apa yang disampaikan oleh dokter. Dengan demikian
diharapkan ada kemajuan dari diri pasien, dan diharapkan pasien dapat
memecahkan sendiri permaslahannya dan kemungkinan masalah-masalah lain
yang mungkin dapat dihadapi dalam perjalanannya. Karena pola memecahkan
masalah bagi diri sendiri telah dikuasai

Dengan pemberian informasi yang jelas dan tidak menyinggung


perasaan diharapkan pasien menjadi nyaman dalam keluarga dan bukan malah
sebaliknya. Untuk hal itu apa yang akan dilaksanakan bagi pasien tidak
menimbulkan keributan dalam keluarga. Hal yang dapat mencetuskan
keributan misalnya pasangan suami istri yang istrinya ternyata menjadi
sumber infeksi penyakit kelamin, sedangkan penyakit kelamin tersebut
didapat tidak dari hubungan seksual atau menyeleweng. Maka informasi yang
diberikan yang tidak menimbulkan keributan saja, misalnya adanya infeksi
pada kemaluan istri yang belum tentu berasal dari hubungan seksual dari
penyelewengan istri. Informasi dan penjelasan sensitif lainnya bagi pasangan
suami istri misalnya pada kasus ingin punya anak sehingga membutuhkan
posisi hubungan seksual khusus yang harus dilakukan. Demikian pula pada
kasus anak dengan retardasi mental yang belum tentu berasal dari keturunan
salah satu orangtua, mungkin dari proses genetika atau biologi sewaktu janin
dalam kandungan atau faktor eksternal yang diluar kemampuan suami ataupun
istri.

34
5. SKENARIO

Dokter Lely, bertugas di puskesmas dengan pusat layanan Care Support


Treatment bagi pasien HIV AIDS. Saat skrining di daerah eks lokalisasi, dia
menemukan beberapa wanita dengan keluhan keluar cairan putih dari alat
kelaminnya sejak beberapa minggu yang lalu. Mereka merasa malu saat harus periksa
ke puskesmas. Keluhan itu disertai nyeri saat buang air kecil. Riwayat penderita
pernah berhubungan seksual di luar pernikahan dikarenakan pekerjaan sebagai
pekerja seks komersil. Pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital yang stabil.
Pemeriksaan status lokalis, alat kelaminnya didapatkan meatus uretra eksterna yang
meradang dengan cairan putih kental kehijauan dan berbau di dalamnya.

Selain itu, ada seorang wanita berusia 35 tahun datang ke praktek dokter
dengan keluhan nyeri perut. Nyeri perut sering dirasakan sejak dua bulan terakhir,
pasien juga mengeluh tidak bisa tidur nyenyak dalam beberapa bulan terakhir.
Keluhan itu menyebabkan pasien sering kali memeriksakan diri ke beberapa dokter
yang berbeda-beda untuk mencari kesembuhan, namun tak ada satu orang dokter
pun yang mampu menyembuhkan penyakitnya. Dokter Lely berusaha mengorek
keterangan secara mendetail untuk mengetahui dasar keluhan pasien tersebut. Hal
ini dilakukan melalui anamnesis khusus kepada wanita itu.

35
6. CHECK LIST

Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Aspek non verbal:
a. Duduk dengan tegak dan sopan
b. Berwajah cerah dan ramah
c. Melakukan kontak mata
d. Menggunakan bahasa yang dimengerti oleh pasien
e. Intonasi yang jelas
f. Artikulasi jelas
g. Volume suara jelas
2. Menanyakan identitas:
a. Nama dan umur
b. Pekerjaan
c. Alamat
d. Agama/Suku
e. Status Pernikahan
f. Nomer telp
3. Menanyakan keluhan utama
4. Menggali riwayat penyakit sekarang
a. Onset
b. Frekuensi
c. Durasi
d. Intensitas
e. Sifat serangan
f. Riwayat pengobatan
g. Factor yang mempengaruhi
5. Melakukan anamnesis system yang relevan
6. Menggali riwayat penyakit dahulu
a. Penyakit yang sama/berkaitan dengan penyakit
b. Riwayat alergi
7. Menggali riwayat penyakit keluarga
8. Memberi nasehat kepada pasien sesuai penyakit yang
diderita
9. Melakukan cross check
10 Melakukan feed back
11 Mencatat hasil
Total nilai

Keterangan:
0: tidak dilakukan
1: dilakukan tetapi tidak benar
2: dilakukan dengan benar

36
37
Lampiran SKDI

38
39
40
41
42
43
44
45
Referensi

1. Bickley, Lynn. 2012. Bates’ Guide to Physical Examination and History


Taking 11th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Pp 1-
57.

2. Matthew McKay. The Communication Skills Book 2nd edition. New


Harbinger Publications.

3. Konsil Kedokteran Indonesia, 2012. Standar Kompetensi Dokter


Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.

4. Kurtz, S., Silverman, J., and Praper, J. 1998. Teaching and Learning
Communication Skills in Medicine. Padclife Medical Press.

5. Ali, Muhammad Mulyohadi, dkk. 2006. Komunikasi Efektif Dokter-


Pasien. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.

46

Anda mungkin juga menyukai