Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang


disebabkan oleh defek genetik pada pembentukan rantai globin. Pertama kali
ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Italia antara 1925-1927 oleh
Thomas Cooley. Kata thalassemia dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit
tersebut dengan penduduk mediterania, dalam bahasa Yunani Thalassa berarti laut
dan emia yang berarti darah.1
Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras Mediterania, Timur
Tengah, India, sampai Asia Tenggara. Dalam 30 tahun terakhir ini, daerah
tersebut telah mengalami perubahan pola penyakit yang bermakna. Peningkatan
kebersihan dan pelayanan dan pelayanan kesehatan menyebabkan penyakit infeksi
dan malnutrisi berkurang. Dulu, bayi yang lahir dengan kelainan darah, meninggal
pada usia kurang dari setahun. Tapi saat ini sebagian besar berhasil selamat dan
memerlukan diagnosis dan penatalaksanaan yang lanjut. Karena penatalaksanaan
thalassemia cukup mahal, perubahan ini akan menghabiskan dana yang cukup
besar di negara frekuensi thalassemia tinggi.2
Talasemia dapat diklasifikasikan secara genetik menjadi -, -, -, atau
thalassemia , , sesuai dengan rantai globin yang berkurang produksinya. Pada
beberapa thalassemia sama sekali tidak terbentuk ranatai globin, yang disebut
dengan o atau o thalassemia, bila produksinya rendah + atau + thalassemia.3

1
BAB II
KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Sdr. G
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Sanggrahan 2/5 Joho, Sukoharjo
Pekerjaan : Swasta
Status perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal rawat di RS : 3 September 2016
No CM : 236 xxx

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Badan terasa lemas.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Dalam RSUD Sukoharjo dengan keluhan
badan lemas dan tampak pucat. Pasien merasa perut terasa penuh.
Pasien tidak mengeluh mual maupun muntah. BAB dan BAK dalam
batas normal.
C. Anamnesis Sistem
1. Sistem saraf dan indera
Pusing (-), demam (-), penglihatan berkurang (-), tremor (-)
2. Sistem cardiovasculer
Lemas (+), dada nyeri (-), sesak (-), berdebar-debar (-)
3. Sistem respirasi
Batuk (-), pilek (-), sesak napas (-)

2
4. Sistem Gastrointestinal
Mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), diare (-), konstipasi (-)
5. Sistem Urogenital
BAK sakit (-) BAK berwarna merah (-)
6. Sistem Integumentum
Gatal (-), sikatrik (-)
7. Sistem Muskuloskeletal
Badan nyeri (-)
8. Sistem Endokrin
Banyak makan (-), banyak minum (-), banyak keringat (-)
D. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat penyakit serupa : diakui, pernah dirawat pada bulan
maret 2016
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat diabetes melitus : disangkal
4. Riwayat campak : disangkal
5. Riwayat TB paru : disangkal
6. Riwayat asma : disangkal
7. Riwayat atopi : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat penyakit serupa : disangkal
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat diabetes melitus : disangkal
4. Riwayat penyakit jantung : disangkal
5. Riwayat atopi : disangkal
6. Riwayat asma : disangkal

3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 3 September 2016
Keadaan umum : lemas
Kesadaran : kompos mentis (E4 V5 M6)
Vital Sign :
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit , irama reguler
Respiratory rate : 20 x/menit tipe thorakoabdominal
Suhu : 360C per aksiler
A. Kulit
Ikterik (-), petekie (-), purpura (-), akne (-), turgor cukup,
hiperpigmentasi (-), bekas garukan (+), kulit kering (-), kulit hiperemis
(-), sikatrik bekas operasi (-).
B. Kepala
Bentuk normocephal, rambut warna hitam, luka (-)
C. Mata
Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+), injeksi konjungtiva (-/-),
pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+), edema
palpebra (-/-).
D. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
E. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).
F. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), mukosa pucat
(+), lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (-), luka pada tengah bibir (-), luka
sudut bibir (-).
G. Leher
Leher simetris, deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar limfe (-).

4
H. Thorak
1. Paru
- Inspeksi : kelainan bentuk (-), simetris (+), ketinggalan gerak (-),
retraksi otot-otot bantu pernapasan (-).
- Palpasi :
Ketinggalan gerak Fremitus
Depan Belakang Depan Belakang
- - - - N n n n
- - - - N n n n
- - - - N n n n

- Perkusi :
Depan Belakang
S S S S
S S S S
S S S S
S: sonor
- Auskultasi :
Suara dasar vesikuler (SDV)
Depan Belakang
+ + + +
+ + + +
+ + + +
Suara tambahan: wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

5
2. Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak.
- Palpasi : iktus kordis kuat angkat.
- Perkusi : batas jantung.
Batas kiri jantung
Atas : SIC II linea parasternalis sinistra.
Bawah : SIC V linea midclavicula sinistra.
Batas kanan jantung
Atas : SIC II linea parasternalis dextra.
Bawah : SIC IV linea parasternalis dextra.
- Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, reguler, bising(-), gallop (-)
3. Abdomen
- Inspeksi : dinding dada lebih tinggi dari dinding abdomen,
distended (-), venektasi (-).
- Auskultasi : peristaltik (+) normal, metallic sound (-).
- Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-).
- Palpasi : lien teraba membesar (schuffner 6), hepar tidak
teraba membesar, defans muskuler (-), nyeri tekan
epigastrium (-)
Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
4. Pinggang
Nyeri ketok kostovertebra (-/-).
5. Ekstremitas
- Superior : clubbing finger (-), deformitas (-), palmar eritema (-),
edema (-), akral hangat (+).
- Inferior : clubbing finger (-), deformitas (-), edema (-) dextra,
akral hangat (+).

6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
3 September 2016

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Leukosit 5.7 103 ul 3.8 - 10.6


Hemoglobin 5.4 gr/dl 13.2 - 17.3
Eritrosit 3.16 106 ul 4.40 5.90
Hematokrit 18.2 % 40 - 52
Index Eritrosit
MCV 57.6 fL 90 - 100
MCH 17.1 pg 26 - 35
MCHC 29.7 g/dL 32 - 37
Trombosit 189 103 ul 150 450
RDW-CV 27.7 % 11.5 14.5
PDW *0000 fL
MPV *0000 fL
P-LCR *0000 %
PCT *0000 %
Diff Count
NRBC 21.80 % 01
Neutrofil 57.3 % 53 75
Limfosit 36.6 % 25 40
Monosit 5.60 % 28
Eosinofil 0.20 % 2.00 4.00
Basofil 0.30 % 01
IG 3.10 %
Golongan Darah A
Gula Darah Sewaktu 81 mg/dL 70 120
Ureum 41.1 mg/dL 0 31
Kreatinin 1.03 mg/dL 0.60 1.10
SGOT 24.72 U/L 0 30
SGPT 21.1 U/L 0 - 50

7
5 September 2016

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Leukosit 6.1 103 ul 3.8 - 10.6


Hemoglobin 8.8 gr/dl 13.2 - 17.3
Eritrosit 4.23 106 ul 4.40 5.90
Hematokrit 28.6 % 40 - 52
Index Eritrosit
MCV 67.6 fL 90 - 100
MCH 20.8 pg 26 - 35
MCHC 30.8 g/dL 32 - 37
Trombosit 98 103 ul 150 450
RDW-CV 33.5 % 11.5 14.5
PDW *0000 fL
MPV *0000 fL
P-LCR *0000 %
PCT *0000 %

7 September 2016

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Leukosit 5.8 103 ul 3.8 - 10.6


Hemoglobin 11.3 gr/dl 13.2 - 17.3
Eritrosit 5.13 106 ul 4.40 5.90
Hematokrit 35.9 % 40 - 52
Index Eritrosit
MCV 70.0 fL 90 - 100
MCH 22.0 pg 26 - 35
MCHC 31.5 g/dL 32 - 37
Trombosit 108 103 ul 150 450
RDW-CV *0000 % 11.5 14.5
PDW *0000 fL
MPV *0000 fL
P-LCR *0000 %
PCT *0000 %

8
15 Maret 2016
GDT
Eritrosit : Hipokromik, mikrositik, anisopoikilositosis, polikromasi,
basophilic stippling, normosit, makrosit, sel target, schistosit, sel pensil, sel
tear drop, eritroblast (+).
Lekosit : Jumlah meningkat, monosit meningkat, limfosit atipik,
monosit teraktivasi, hipergranulasi netrofil, blast (-)
Trombosit : Jumlah menurun, giant trombosit (+)
Simpulan : Anemia hipokromik normositik, monositosis absolut dan
trombositopenia. Suspek Hb Pathie DD : proses hemolitik bersamaan
dengan proses infeksi.
25 Juni 2016
USG
- Hepatosplenomegali
- Multiple cholecystolithiasis
- Hidronefrosis bilateral grade 1-2
- Tak tampak kelainan pada pancreas, VU maupun prostat
11 Agustus 2014
Elektroforesis Hb
HbA2 : > 13
HbF : 11,3
V. RESUME / DAFTAR MASALAH
A. Anamnesis
1. Pasien badan lemas.
2. Pasien perut terasa penuh
B. Pemeriksaan
1. Vital Sign
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit , irama reguler
Respiratory rate : 20 x/menit tipe thorakoabdominal
Suhu : 360C per aksiler

9
2. Pemeriksaan fisik
- Conjungtiva anemis (+/+)
- Splenomegali schuffner 6
3. Pemeriksaan penunjang
Anemia gravis, trombositopenia, anemia hipokromik mikrositik.
VI. DIAGNOSIS
- Thalasemia minor

VII. TERAPI
1. Diet TKTP
2. Infus KAEN 3B 20 tpm
3. Omeprazole/ 24 jam
4. Vitamin B1/ 24 jam
5. Vitamin B6/ 24jam
6. Vitamin B12/ 24 jam
7. Asam Folat 2 dd tab 1
8. Transfusi PRC 3 kolf

VIII. FOLLOW UP
4 September 2016
S:
Lemas (+), mual (-), muntah (-), pusing (-), perut terasa penuh atau sebah, BAB
baik, BAK baik.
O:
-KU : Lemas
-Kesadaran : CM
-VS : TD: 100/60 Nadi: 78x
Suhu: 36,3C RR: 18x
-K/L : SI (-/-), CA(+/+), PKGB (-/-)
-Tho : SDV (+/+), BJ I&II regular
Wh(-/-), Rh(-/-)

10
-Abd : timpani (+), peristaltic (+), NT epigastrium (-) splenomegali schuffner 6
-Eks : akral hangat (+), oedem (-)
A:
Thalasemia minor

P:
1. Diet TKTP
2. Infus KAEN 3B 20 tpm
3. Omeprazole/ 24 jam
4. Vitamin B1/ 24 jam
5. Vitamin B6/ 24jam
6. Vitamin B12/ 24 jam
7. Asam Folat 2 dd tab 1

5 September 2016
S:
Lemas berkurang, mual (-), muntah (-), pusing (-), perut terasa penuh atau sebah
berkurang, BAB baik, BAK baik.
O:
-KU : Lemas
-Kesadaran : CM
-VS : TD: 110/70 Nadi: 80x
Suhu: 36,3 RR: 20x
-K/L : SI (-/-), CA(+/+), PKGB (-/-)
-Tho : SDV (+/+), BJ I&II regular
Wh(-/-), Rh(-/-)
-Abd : timpani (+), peristaltic (+), NT epigastrium (-), splenomegali schuffner 6
-Eks : akral hangat (+), oedem (-)
A:
Thalasemia minor
P:

11
1. Diet TKTP
2. Infus KAEN 3B 20 tpm
3. Omeprazole/ 24 jam
4. Vitamin B1/ 24 jam
5. Vitamin B6/ 24jam
6. Vitamin B12/ 24 jam
7. Asam Folat 2 dd tab 1
8. Transfusi PRC 2 kolf

6 September 2016
S:
Lemas berkurang, mual (-), muntah (-), pusing (-), perut terasa sebah (-), BAB
baik, BAK baik.
O:
-KU : baik
-Kesadaran : CM
-VS : TD: 120/80 Nadi: 80x
Suhu: 36,3 RR: 20x
-K/L : SI (-/-), CA(-/-), PKGB (-/-)
-Tho : SDV (+/+), BJ I&II regular
Wh(-/-), Rh(-/-)
-Abd : timpani (+), peristaltic (+), NT epigastrium (-), splenomegali schuffner 6
-Eks : akral hangat (+)
A:
Thalasemia minor
P:
1. Diet TKTP
2. Infus KAEN 3B 20 tpm
3. Omeprazole/ 24 jam
4. Vitamin B1/ 24 jam
5. Vitamin B6/ 24jam

12
6. Vitamin B12/ 24 jam
7. Asam Folat 2 dd tab 1
7 September 2016
S:
Lemas (-), mual (-), muntah (-), pusing (-), perut terasa sebah (-), BAB baik, BAK
baik.
O:
-KU : baik
-Kesadaran : CM
-VS : TD: 110/70 Nadi: 78x
Suhu: 36,3 RR: 20x
-K/L : SI (-/-), CA(-/-), PKGB (-/-)
-Tho : SDV (+/+), BJ I&II regular
Wh(-/-), Rh(-/-)
-Abd : timpani (+), peristaltic (+), NT epigastrium (-),splenomegali schuffner 6
-Eks : akral hangat (+)
A:
Thalasemia minor
P:
BLPL
1. Omeprazole 1 dd tab 1
2. Multivitamin 1 dd tab 1
3. Asam Folat 2 dd tab 1

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Thalassemia adalah sekelompok heterogen penyakit anemia hipokromik
herediter dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari
meliputi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi
nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak
adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang
cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis
rantai polipeptida Hb.1
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin.
Mutasi gen globin dapat menimbulkan dua perubahan rantai globin yaitu
perubahan struktur asam amino rantai globin tertetntu (hemoglobinopati
struktural) dan perubuhan kecepatan sintesis rantai globin tertentu (thalassemia).
Hemoglobinopati yang ditemukan secara klinis, baik pada anak-anak maupun
dewasa disebabkan oleh gen globin atau . Sedangkan mutasi berat gen globin
, , dan dapat menyebabkan kematian pada awal gestasi.5
B. Epidemiologi
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari
thalassemia. Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan
yang terbanyak; menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada
hampir seluruh negara di dunia.2
Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya
100.000 anak lahir di dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri,
tidak kurang dari 1.000 anak kecil menderita penyakit ini. Sedang mereka yang
tergolong thalassemia trait jumlahnya mencapai sekitar 200.000 orang. Di
Indonesia thalassemia merupakan penyakit terbanyak diantara golongan anemia
hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Jenis thalassemia terbanyak yang

14
ditemukan di Indonesia adalah thalassemia beta mayor sebanyak 50% dan
thalassemia HbE sebanyak 45%. Rekuensi pembawa sifat thalassemia untuk
Indonesia ditemukan berkisar antara 3-10%. Bila frekuensi gen thalassemia 5%
dengan angka kelahiran 23 dan jumlah populasi penduduk Indonesia sebanyak
240 juta, diperkirakan akan lahir 3000 bayi pembawa gen thalassemia setiap
tahunnya.4

C. Patofisiologi
Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat
disebabkan karena kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang
ditempati lokus gen globin. Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun
atau tidak ada sintesis sama sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau
rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis rantai akan menyebabkan
kurangnya pembentukan Hb. Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa
dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh
sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus
memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka
orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala
dari penyakit ini. 2
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya
biosintesis dari unit globin pada Hb A. pada thalasemia heterozigot, sintesis
globin kurang lebih separuh dari nilai normalnya. Pada thalasemia homozigot,
sintesis globin dapat mencapai nol. Karena adanya defisiensi yang berat pada
rantai , sintesis Hb A total menurun dengan sangat jelas atau bahkan tidak ada,
sehingga pasien dengan thalasemia homozigot mengalami anemia berat. Sebagai
respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi teraktifasi sehingga
hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis
rantai ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi. 6
Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami
perubahan. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan
kelebihan adanya rantai bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan

15
retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi
menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan membran
pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum
tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi menjadi
berkurang. Sel darah merah yang beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi
globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang menurun. Hal yang telah
disebutkan diatas adalah gambaran dari Anemia Cooley: hipokromik, mikrosisitk
dan poikilositik. Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan
oleh limpa, hepar, dan sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari
penyakit ini. Sel darah merah yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi
mempunyai umur yang lebih panjang.2
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying
capacity dari setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang
jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa secara prematur. Eritropoetin meningkat
sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-sumsum tulang dipacu untuk
memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun mekanisme
kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari
eritroblas. Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif yang
memproduksi sel darah merah baru. Sumsum tulang mengalami ekspansi secara
masif, menginvasi bagian kortikal dari tulang, menghabiskan sumber kalori yang
sangat besar pada umur-umur yang kritis pada pertumbuhan dan perkembangan,
mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari tempat-tempat yang
membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung.8
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi
besi menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi
pada penderita thalassemia- berat karena diduga faktor plasma menggantikan
mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi
besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan iron overload. Besi
bebas dalam plasma ini cukup berbahaya karena memiliki material untuk
memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ,

16
seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan
pada organ-organ tersebut (organ damage). 2
Beberapa perbedaan penting antara thalasemia dan , yaitu
Tabel 1. Perbedaan thalasemia dan 5
Thalasemia Thalasemia
Mutasi Delesi gen umum terjadi Delesi gen umum jarang terjadi
Sifat-sifat globin yang Pembentukan hemikrom Agregat rantai yang tidak
berlebihan lambat larut
Band 4.1 tidak teroksidasi Band 4.1 teroksidasi
Terikat kepada band 3 Interaksi kurang dengan band 3
Sel darah merah Hidrasi berlebihan Dehidrasi
Kaku (rigid) Kaku
Membran hiperstabil Membran tidak stabil
P50 menurun p50 menurun
Anemia Terutama hemolitik Terutama diseritropoietik
Perubahan Tulang Jarang Umum
Besi berlebih Jarang Umum

D. Klasifikasi
1. Thalassemia-
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-
banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar
Asia. Delesi gen globin- menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat
empat gen globin- pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia- yang
berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen
ini.6
a. Silent carrier thalassemia-
Pada tipe silent carrier, salah satu gen pada kromosom 16 menghilang,
menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis,
hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam
beberapa pemeriksaan. Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada
anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan
darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia
dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat
menuju diagnosis thalasemia.6

17
b. Trait thalassemia-
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah
yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen pada satu kromosom
16 atau satu gen pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan
di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah. Pada bayi baru lahir yang
terkena, sejumlah kecil Hb Barts (4) dapat ditemukan pada elektroforesis Hb.
Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF
secara khas normal.2
c. Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin , merepresentasikan
thalassemia- intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali,
ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi
yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah,
yaitu badan inklusi yang dinamakan sebagai Heinz bodies. 6
d. Thalassemia- mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
globin-, disertai dengan tidak ada sintesis rantai sama sekali. Kebanyakan dari
bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup meninggal
dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung
kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen
neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi. 6
2. Thalassemia-
Sama dengan thalassemia-, dikenal beberapa bentuk klinis dari
thalassemia-; antara lain :
a. Trait thalassemia-+ heterozigot (Thalassemia minor)
Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F,
atau keduanya. Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah
sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan
preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait
thalassemia- mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira

18
50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada
sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan
kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe . 7

b. Thalassemia- homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)


Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan
kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini
untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan
oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama
kehidupan. Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang
menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan
eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang
menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum
tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas. 7
Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat
kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan
hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian
besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme
sekunder.2
Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau
tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang
disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung,
termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh
siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal. 7
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia- homozigot
yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5
gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi
kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata
adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit. 7

19
c. Karier Thalassemia
Hampir tanpa gejala, dengan anemia ringan, dan jarang didapatkan
splenomegali. Didapatkan penurunan ringan kadar Hb, dengan penurunan MCH
dan MCV yang bermakna. Apusan darah memperlihatkan hipokromik, mikrositik,
dan basophillic stippling dalam berbagai tingkatan. Pada 4-6% kasus, HbA2
meningkat 2 kali normal, 50% kasus memperlihatkan peningkatan HbF.3,4
d. Thalassemia Intermedia
Individu dengan thalassemia intermedia menunjukkan gejala klinis lebih
lama dibanding thalassemia mayor, mengalami anemia yang lebih ringan, dan
secara definisi tidak membutuhkan transfusi. Istilah thalassemia intermedia
dipakai mulai kondisi yang hampir seberat thalassemia beta, dengan anemiaberat
dan gangguan pertumbuhan sampai kondisi yang hampir seringan karier
thalassemia yang hanya bisa diketahui dari pemeriksaan rutin hematologi. Pada
varian yang lebih berat didapatkan gangguan pertumbuhan, perubahan tulang, dan
gagal tumbuh sejak awal, penatalaksanaannya tidak dibedakan dengan thalassemia
yang bergantung transfusi. Pada kasus lain didapatkan pasien dengan tumbuh
kembangyang baik, keadaan yang hampir stabil dan splenomegali ringan maupun
sedang disertai anemia ringan. Pada pasien ini komplikasi bisa timbul seiring
bertambahnya umur. Hipertrofi sumsum eritroid dengan kemungkinan
eritropoiesis ekstrameduler yang merupakan mekanisme kompensasi dari anemia
kronik umumnya ditemukan. Konsekuensi dari hal ini diantaranya adalah
perubahan tulang, osteoporosis progresif, sampai fraktur spontan, luka di kaki,
defisiensi folat, hipersplenisme, anemia progresif, dan efek penimbunan zat besi
karena peningkatan absorbsi di saluran cerna.3

E. Gejala Klinis
Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan
adalah tingkat keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala.
Gejala klinis biasa berupa tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah, letih, lesu,
tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain dengan teman seusianya, sesak nafas
kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh,

20
infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies
Cooley, konjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesaran lien dan
atau hepar. 4
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah
kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan
tingkat gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan
untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia- mayor atau
intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : 8
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed
Red Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram
(ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan
elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal.
2. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan
memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi
pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular
abnormal pada EKG dalam 24 jam.
3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya
fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi
prematur dari atrial dan ventrikular.

21
Perbedaan dari gejala klinis thalasemia dan dapat dijelaskan pada tabel
berikut ini, yakni 9
Tabel 2. Perbedaan gejala klinis thalasemia dan 9
Klinis Laboratorium Radiologi Gen dan
Fenotip
Thalasemia Hampir - Tidak ditemukan. - -/
silent normal - Saat dilahirkan Hb
carier Barts 1-2%
Thalasemia Normal - Anemia ringan. - Homozig
minor - Peningkatan eritrosit ot + (-/-
(trait) mikrositik hipokromik. ) atau
- Pada saat dilahirkan Heterozig
Hb Barts 2-10%. Dewas ot 0 (- -
tidak ditemukan Hb /)
Barts
HBH Retardasi - Anemia hemolitik Splenomegali (- -/ - )
Disease mental kronik ringan-sedang
- Hb 7-10g%
- Retikulosit 5-10%
- Sumsum tulang :
hiperplasia eritroid
- Eritrosit mikrositik
hipokromik dengan
poikilositosis, sel
target, dll
- HbH Heinz lika
bodies.
Thalasemia Pada fetus - Anemia mikrositik - (- -/- -)
anemia, hipokromik
Homozigot edema, asites, - Sumsum tulang :
(hydrops hepatosplenom hiperplasia eritroid
Fetalis) egali berat dan
kardiomegali
Thalasemia Normal - HbA2 normal -
silent - Mikrositosis ringan
carrier
Thalasemia Normal - Anemia hemolitik - -
minor Kadang ringan asimtomatik
(trait) hepatomegali - Hb 10-13g%
dan - Jumlah eritrosit
splenomegali normal atau sedikit
tinggi

22
- Darah tepi :
mikrositik
hipokromik,
poikilositosis, sel
target, dan eliptosit,
peningkatan stippled
- Sumsum tulang :
hiperplasia eritroid
- HbA2 3,5-8%
- HbF 1-5%
Thalasemia Anak 6 bulan - Hb 3-4g% Gambaran -
mayor 2 tahun, - Eritrosit hipokrom, Hair on end
(Anemia anemia berat, sangat poikilositosis, Tulang
Cooley) ikterus, termasuk sel target, panjang
hepatosplenom sel teardrop, dan menjadi tipis
egali, eliptosit, stippled, dan akibat
perubahan bernukleus. ekspansi
tulang - MCV 50-60 fL sumsum tulang
- Hemoglobin clump sehingga
- Retikulosit 1-8% terjadi fraktur
- Elektroforesis Hb : patologis
HbF Wajah khas :
- Sedikit peningkatan menonjolnya
HbA2 dahi, tulang
- HbA (-) atau menurun pipi dan dagu
- Besi serum atas
meningkat Pertumbuhan
- Saturasi transferin fisik dan
80% perkembangan
- Ferritin serum nya terbatas
meningkat
- Sumsum tulang :
hiperplasia eritroid
Thalasemia Anemia - Menyerupai Pewarisan
sedang- berat thalasemia mayor bersama
Intermedia Komplikasi - HbF 2-100% antara
jantung dan - HbA2 sampai 7% thalasemi
endokrin - HbA 0-80% a lokus
muncul 10-20 - HbF didistribusikan dan
tahun secara heterogen thalasemi
kemudian bagi dalam darah. a
penderita non heterozig
transfusi ot

23
F. Penegakan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis thalasemia diperlukan langkah-langkah
sebagai berikut,seperti yang digambarkan pada algoritma dibawah ini :

Riwayat penyakit

(Ras, riwayat keluarga, usia awal penyakit, pertumbuhan)

Pemeriksaan fisik

(Pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skelet, pigmentasi)

Laboratorium darah dan sediaan apus

(Hb, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit, gambaran darah tepi/termasuk


badan inklusi dalam eritrosit darah tepi atau sumsum tulang dan presipitasi HbH)

Elektroforesis Hb

(Adanya Hb abnormal, termasuk analisis pada pH 6-7 untuk HbH dan H Barts)

Penentuan HbA2 dan HbF

(Untuk memastikan thalasemia )

Distribusi HbF Sintesis rantai Analisis strukturat


intraselular globin
Hb varian (misal: Hb Lepore)

Gambar 1. Algoritma pendekatan diagnosis thalasemia 9

24
G. Diagnosis Banding
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal
ini disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran
eritrosit mikrositik hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena
pada anemia defisiensi Fe didapatkan : Pucat tanpa organomegali, SI rendah, IBC
meningkat, tidak tedapat besi dalam sumsum tulang, dan bereaksi baik dengan
pengobatan dengan preparat besi. 10
Anemia sideroblastik dimana didapatkan pula gambaran apusan darah tepi
mikrositik hipokrom dan gejala-gejala anemia, yang membedakan dengan
thalassemia adalah kadar besi dalam darah tinggi, kadar TIBC (Total Iron Binding
Capacity) normal atau meningkat sedangkan pada thalassemia kadar besi dan
TIBC normal. 8
Thalassemia juga didiagnosis banding dengan jenis thalassemia lainnya,
yang memberi gambaran klinis yang sama. Namun pada pemeriksaan
elektroforesis hemoglobin dapat diketahui jenis thalassemia atau thalassemia .
Pada thalassemia dengan HbH ditemukan jaundice dan splenomegali. 8
Perbedaan thalassemia dengan anemia aplastik, dapat dilihat sebagai
berikut. Pada anemia aplastik manifestasi klinis terkait dengan penurunan
prdokusi dari sel hematopoietic pada sumsm tulang. Onsetnya biasanya tidak
disadari, dan gejalanya sering berkaitan dengan amenia atau perdarahan, kecuali
bila terdapat demam dan infeksi. Manifestasi spesifik, antara lain:
Anemia: dapat bergejala berupa pucat, sakit kepala, palpitasi, dispneu,
kelelahan, atau bengkak pada kaki.
Trombositopenia: bergejala sebagai perdarahan mukosa dan perdarahan gusi.
Atau rash ptekiae.
Neutropenia: bergejala seperti gejala infeksi, infeksi rekuren, atau ulserasi
pada faring.11

25
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis
thalassemia ialah:
1. Darah 2
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita
thalasemia adalah:
Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah
eritrosit, peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel
PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah
trombosit.
Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom.
Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit,
poikilositosis, tear drops sel dan target sel.
Serum Iron & Total Iron Binding Capacity
Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan
menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.
Tes Fungsi Hepar
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila
angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan
hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan
SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat
dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor
pembekuan darah.

26
2. Elektroforesis Hb 3
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis
hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita
thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada.
Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA2. Petunjuk
adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada
thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam
keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.
3. Pemeriksaan sumsum tulang 2
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif
sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan
normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.
4. Pemeriksaan rontgen 4
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak
mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi
berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala.
Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan
dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang
terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan hair on end
yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.
5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan
jantungnya. Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.
6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.
7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk
memonitor efek terapi desferioksamin (DFO) dan shelating agent.8
I. Penatalaksanaan
a. Transfusi Darah 4
Transfusi darah bertujuan untuk mengoreksi anemis, menekan eritropoesis,
dan menghambat absorpsi besi di saluran gastrointestinal, dimana agar
mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu.

27
Indikasi untuk memberikan transfusi transfusi pada pasien thalassemia adalah
bila ditemukan anemia berat (Hb <7 g/ dL selama > 2 minggu,
menghilangkan faktor penyebab lain, misalnya infeksi). Pada pasien dengan
Hb 7g/ dL juga tetap dapat diberikan transfusi melihat keadaan lainnya,
misalnya perubahan wajah, pertumbuhan yang terhambat, splenomegali yang
semakin bertambah. Bila memungkinkan, keputusan untuk memulai transfusi
regular tidak ditunda sampai tahun kedua ketiga kehidupan mengingat adanya
resiko terbentuknya antibodi multipel terhadap sel darah merah sehingga sulit
untuk mencari donor yang sesuai. Hb post transfusi diharapkan mencapai 13-
14 g/dL. Hb pada kadar ini menghindarkan terjadinya kegagalan tumbuh,
kerusakan organ, dan deformitas tulang.
Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan
suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut
meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan
pemeriksaan hepatitis.
Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC
dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu (sekitar 2-4 minggu sekali)
biasanya merupakan regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb
yang diinginkan.
Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum
transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi.

b. Terapi Khelasi (Pengikat Besi) 12


Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi
digunakan untuk mengatasi kelebihan besi akibat hemolisis berlebihan,
Dimana 400 ml darah yang ditranfusikan mengandung sekitar 200 mg zat
besi. Zat besi ini tidak bisa dikeluarkan dari darah karena merupakan bagian
dari hemoglobin yang diperlukan tubuh, hanya dapat mengeluarkan sedikit
jumlah zat besi dengan kemampuan tubuh sendiri, sehingga jika mendapat
transfusi teratur, zat besi akan menumpuk dalam tubuh dan tersimpan dalam
organ tertentu, khususnya hati, jantung dan kelenjar endokrin. Dengan terapi

28
kelasi dapat menunda onset dari kelainan jantung pada beberapa pasien,
bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut.
Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum
mencapai 1000 g/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi ( 1 tahun).
Terdapat beberapa obat kelasi besi yang bisa digunakan secara teratur, yaitu:
1. Deferoksamin (DFO). Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus
subkutan dalam 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil
selama 5 atau 6 malam/minggu. Lokasi infus yang umum adalah di
abdomen, daerah deltoid, maupun paha lateral. Penderita yang menerima
regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum < 1000 g/L. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran,
gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi. DOF dapat
diberikan melalui kantung infus sebanyak 1-2 gram untuk tiap unit darah
yang ditransfusikan, melalui infus subkutan dengan dosis 20-40mg/kg/hari
selama 8-12 jam saat pasien tidur selama 5-7 hari/minggu.
2. Deferipron (L1). Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Kelebihan deferipron dibanding
deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap jantung. Anderson dkk
menemukan bahwa pasien thalassemia yang menggunakan deferipron
memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi jantung yang lebih
rendah daripada mereka yang menggunakan deferoksamin. Meskipun
begitu, masih terdapat kontroversi mengenai keamanan dan toksisitas
deferipron sebab deferipron dilaporkan dapat menyebabkan
agranulositosis, artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis hati. Saat ini
deferipron tidak tersedia lagi di Amerika Serikat
3. Deferasirox (ICL-670). Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru
saja mendapatkan izin pemasaran di Amerika Serikat pada bulan
November 2005. Terapi standar yang dianjurkan adalah 20-30
mg/kgBB/hari dosis tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali
lebih besar dibanding deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan

29
hepatoseluler, dan efektif dalam mengatasi hepatotoksisitas. Efek samping
yang mungkin terjadi adalah sakit kepala, mual, diare, dan ruam kulit.

c. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH) 4


TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang
saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya
hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum
transplantasi dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga
karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki
ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah
transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi
khelasi untuk menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk
memulai pengobatan tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka
panjang pasca transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka
panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya transplantasi.
Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.

d. Terapi Bedah 4
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada
pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi
nontoksik (yaitu, fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel
darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan
sebelum memutuskan melakukan splenektomi. Limpa berfungsi sebagai
penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi
tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250
mL/kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr/dL karena dapat
menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%.
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur
sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila
memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif
dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap keluhan demam sambil

30
menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin setiap hari juga bermanfaat jika
platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / L pasca splenektomi.

e. Transplantasi sumsum tulang 4


Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun
1982. Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive
untuk talasemia. Jarang dilakukan karena mahal dan sulit.

f. Diet thalasemia 12,13


Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut :
- Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi. Dibutuhkan
untuk dapat membantu meningkatkan ekskresi besi yang disebabkan oleh
DFO.
- Asam Folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Asam folat merupakan vitamin B yang dapat membantu pembentukan sel
darah merah yang sehat.
- Vitamin E 200-400 IU setiap hari.
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi
juga dihindari karena absorpsi besi dari makanan meningkat pada Thalasemia.
Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.
J. Komplikasi 12
1. Splenomegali. Limpa sebagai tempat perombakan eritrosit yang telah
terdestruksi bekerja lebih keras sehingga menyebabkan pembesaran limpa yang
makin memburuk. Hal ini kemudian dapat menyebabkan terjadinya
hipersplenisme dimana fungsi limpa tidak terkontrol dengan baik, sehingga
dapat mendestruksi sel darah yang lain seperti leukosit dan trombosit yang
berujung pada terjadinya pansitopenia.
2. Anak dengan thalassemia mayor dengan transfusi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan pertumbuhan terhambat (eritropoiesis inefektif menyebabkan
metabolic rate meningkat) dan mudah terinfeksi, hepatosplenomegali,
penipisan cortex tulang dan mudah fraktur.

31
3. Hemosiderosis akibat pemberian transfusi, sehingga kadar serum besi yang
berlebihan. Hal tersebut dikarenakan eritropoiesis yang terjadi pada
thalassemia menyebabkan peningkatan absorpsi besi karena adanya
downregulation (menurunkan fungsi) HAMP gen, yang memproduksi hormon
dari hepar yaitu hepcidin. Hepcidin merupakan regulator utama bagi zat besi.
Hepcidin meregulasi absorpsi besi dari diet, konsentrasi besi plasma dan
distribusi besi ke jaringan. Hepcidin bekerja dengan cara mendegradasi
reseptor untuk eksporter besi seluler yaitu ferroportin. Jika ferroportin
terdegradasi, aliran zat besi dari mukosal intestine menuju plasma menjadi
berkurang. Dari makrofag dan hepatosit mempengaruhi kadar ion besi yang
rendah. Sehingga apabila terjadi defisiensi hepcidin, absorpsi besi meningkat
dan terdeposit didalam makrofag.
4. Deposit besi yang berlebihan dapat tertimbun di banyak jaringan tubuh seperti
hati (fatty liver, sirosis hepatis), organ endokrin (dengan kegagalan
pertumbuhan, pubertas terhambat atau tidak terjadi, diabetes melitus,
hipotiroidisme, hipoparatiroidisme, osteoporosis), pada otot jantung
(menimbulkan kegagalan jantung), sendi (nyeri sendi), kulit (hiperpigmentasi).
5. Congestive heart failure dan cardiac aritmia pada transfusi tanpa chelating
agent.
6. Limpa sebagai tempat perombakan eritrosit yang telah terdestruksi bekerja
lebih keras sehingga menyebabkan pembesaran limpa yang makin memburuk.
Hal ini kemudian dapat menyebabkan terjadinya hipersplenisme dimana fungsi
limpa tidak terkontrol dengan baik, sehingga dapat mendestruksi sel darah
yang lain seperti leukosit dan trombosit yang berujung pada terjadinya
pansitopenia.
7. Wanita dengan fetus -thalassemia meningkatkan komplikasi pada kehamilan
karena toksikemia dan peradarahan post partum.

32
K. Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia.
Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat
bervariasi dari ringan bahkan asimptomatik hingga berat dan mengancam jiwa,
tergantung pula pada terapi dan komplikasi yang terjadi. Bayi dengan thalassemia
mayor kebanyakan lahir mati atau lahir hidup dan meninggal dalam beberapa
jam. Anak dengan thalassemia dengan transfusi darah biasanya hanya bertahan
sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.8

33
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang ke Poli Dalam RSUD Sukoharjo dengan keluhan badan


lemas dan perut terasa sebah. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum lemas,
kompos mentis, Tekanan darah : 150/90 mmHg, Nadi : 84 x/menit dengan irama
reguler, Respiratory rate : 20 x/menit tipe thorakoabdominal, Suhu : 360C per
aksiler. Konjungtiva anemis +/+ dan terdapat splenomegali. Hal ini sesuai dengan
manifestasi klinis pada thalasemia minor.
Pada pemeriksaan penunjang darah rutin didapat penurunan Hb, anemia
mikrositik hipokromik, dengan penurunan hematokrit, dan peningkatan ureum.
Hal ini sesuai dengan manifestasi pada thalasemia minor. Pada riwayat hasil
laboratorium GDT bulan maret didapatkan eritrosit hipokromik, mikrositik,
anisopoikilositosis, polikromasi, basophilic stippling, normosit, makrosit, sel
target, schistosit, sel pensil, sel tear drop, eritroblast (+). Pada GDT thalasemia
minor terdapat poikilositosis dan eliptosis namun tidak terdapat pada GDT pasien
Sdr. G. Pada riwayat USG bulan maret didapatkan hasil hepatosplenomegali,
multiple cholecystolithiasis, dan hidronefrosis bilateral grade 1-2. Seharusnya
pada pemeriksaan penunjang dilakukan hitung retikulosit, Serum Iron & Total
Iron Binding Capacity, Elektroforesis Hb, dan pemeriksaan sumsum tulang
Untuk penatalaksanaan kasus ini diberikan transfusi darah, vitamin B
kompleks, asam folat. Pada penatalaksanaan thalasemia minor seharusnya tidak
hanya diberikan transfusi darah, vitamin B dan asam folat, namn juga diberikan
vitamin C dan vitamin E. Dan sebaiknya dilakukan tindakan bedah yaitu
splenektomi.

34
BAB V

KESIMPULAN

Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan


masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin.
Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan.
Heterozigot biasanya tanpa gejala, sedangkan homozigot atau gabungan
heterozigot gejalanya lebih berat dari thalassemia dan . Gejala klinis biasa
berupa tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas
atau jarang bermain dengan teman seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi,
sering pula disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan
perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies Cooley, conjungtiva
anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesarah lien dan atau hepar. Terapi
thalassemia antara lain adalah terapi transfusi, terapi pengikat besi (khelasi),
splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang. Masing-masing terapi memiliki
kriteria dan efek samping tertentu sehingga perlu dipertimbangkan secara
seksama. Konseling mengenai thalassemia sangat diperlukan untuk skrining dan
pemahaman terhadap penderita. Sampai saat ini, penderita thalassemia yang berat
biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai usia dewasa normal meskipun
kemungkinan ini tidak tertutup sama sekali.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan
Hemoglobin: Sindrom Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2.
Edisi ke-15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal 1708-1712.
2. Yaish Hassan M. Thalassemia. April 30, 2010. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview. Accessed on:
September 13, 2016
3. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Sel darah merah:
Eritropoisis. Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Ikatan
Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 1-6, 16-23.
4. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal:
Talasemia. Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan
Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 64-84.
5. Atmakusuma D dan Setyaningsih I. Dasar-dasar Talasemia : Salah Satu Jenis
Hemoglobinopati. Dalam : Aru W. S, Bambang S, Idrus A, Marcellus S K, Siti
S (Editors). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 5. Jakarta : Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009. Hal 1379-1386
6. Bleibel, SA. Thalassemia Alpha. August 26, 2009. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/206397-overview Accessed on:
September 13, 2016
7. Takeshita, K. Thalassemia Beta. September 27, 2010. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview Accessed on:
September 13, 2016
8. Yaish Hassan M. Thalassemia: Differential diagnoses & Workup. April 30,
2010. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/958850-diagnosis
Accessed on: September 13, 2016
9. Atmakusuma D. Thalasemia : Manifestasi Klinis, Pendekatan Diagnosis dan
Thalasemia Intermedia. Dalam : Aru W. S, Bambang S, Idrus A, Marcellus S K,
Siti S (Editors). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 5. Jakarta :
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009. Hal 1387-1393

36
10. Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and
Treatment in Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/
McGraw Hill Publishing Division ; 2007. Hal 841-845.
11. Bakhshi S. Aplastic anemia. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/198759-overview Accessed on:
September 13, 2016
12. Hoffbrand A.V., Pettit J.E., Moss P.A.H., Kelainan Genetik Pada
Hemoglobin. Dalam: Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC,2005.
Hal.72-73
13. Haut, A., Wintrobe MM. The hemoglobinopathies and thalassemias.
Forfar and Arneils Textbook of Paediatrics. Edisi 7. Chruchill Livingstone.
2010. Hal 1621-1632.

37

Anda mungkin juga menyukai